PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN
OLEH EKY PERDANA A24052775
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PENGENDALIAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Eky Perdana A24052775
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
EKY PERDANA. Pengendalian Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Bukit Pinang, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan. (Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI). Magang ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis lapangan dan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensinya dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata. Pada kegiatan magang ini, penulis mengambil aspek pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma. Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dari 12 Februari hingga 12 Juni 2009 bertempat di Kebun Bukit Pinang (Bukit Pinang Estate, BPE) milik PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan. Metode magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan sebagai karyawan harian, pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi. Data dan informasi pendukung didapatkan melalui kegiatan lapangan dan arsip kebun. Pengendalian gulma di BPE merupakan kegiatan pemeliharaan utama karena keberhasilan pengendalian mempengaruhi kualitas operasional dan pekerjaan lainnya, seperti keefektifan aplikasi pemupukan, panen dan pengawasan. Pengendalian gulma di BPE dilakukan pada piringan dan gawangan. Teknis pengendalian gulma di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Jenis pekerjaan pengendalian gulma secara manual yaitu gawangan manual meliputi : babat tanaman pengganggu (BTP) dan dongkel anak kayu (DAK), dan piringan manual. Jenis pekerjaan pengendalian gulma secara kimia yaitu gawangan kimia, piringan kimia, dan semprot lalang. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma di BPE adalah faktor iklim, kondisi lapangan, kesiapan dan ketepatan alat dan bahan, dan tenaga semprot yang terampil. Pemeliharaan yang baik dan berkesinambungan terhadap gawangan, piringan, jalan rintis, dan TPH akan menekan kehilangan hasil serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Judul
:
PENGENDALIAAN GULMA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI KEBUN BUKIT PINANG, PT BINA SAINS CEMERLANG, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROPINSI SUMATERA SELATAN
Nama Mahasiswa
: Eky Perdana
NRP
: A24052775 Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi NIP. 19681101 199302 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc NIP. 19610218 198403 1 002
Tanggal Lulus : ..............................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Oktober 1987 di Bandung, Jawa Barat, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Rokhani dengan Ibu Yuhani. Pada tahun 2001 penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri No. 334/I Kecamatan Mestong, Kabupaten Batang Hari, Propinsi Jambi. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di SLPTN 12 Muaro Jambi Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan SMA Titian Teras Jambi, Pijoan, Kota Jambi, dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada program sarjana melalui SPMB. Pada satu tahun berikutnya, tepatnya bulan Agustus 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa : Tahun 2005/2006 sebagai anggota DKM Al-huriyyah IPB dan BEM TPB-42 IPB, Tahun 2006/2007 sebagai anggota Div. PSDM Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB dan FKRD_A, Tahun 2007/2008 sebagai Ketua Biro Aplikasi Pertanian BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Faperta IPB dan Bindes (Bina Desa) BEM KM (Keluarga Mahasiswa) IPB. Selain itu, penulis aktif dalam kegiatan luar kampus, seperti Himaja (Himpunan Mahasiswa Jambi) dan IATT (Ikatan Alumni Titian Teras).
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melindungi dan melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengendalian Gulma Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Bukit Pinang, PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dan lulus di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan : 1. Ayahanda Rokhani, Ibunda Yuhani, Adinda Cevy Alvian dan Feliska Ratmalia yang memberikan dukungan dan biaya selama pendidikan. 2. Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam proses magang dan akademik sampai dengan penyusunan skripsi ini. 3. Dwi Guntoro, SP, MSi dan Dr. Herdhata Agusta selaku dosen penguji yang memberikan bimbingan dan saran dalam perbaikan penulisan skripsi ini. 4. Direksi Minamas Plantation yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang, Prianto Simanjuntak selaku pembimbing lapangan yang telah banyak membantu dan memfasilitasi penulis selama kegiatan magang, serta seluruh staf dan karyawan PT Bina Sains Cemerlang yang memberikan arahan teknis lapangan. 5. Windaku tersayang yang telah memberikan atas dukungan, perhatian, do’a, kesabaran, dan pengorbanan, teman seperjuangan (Mery, Rina “Imbaz”, dan Malya), Tim Magang Minamas IPB’09 (Gerry, Hulman, Anton, Esther, dan Riza) serta AGH’42, Budak Wisma Andalas (Eko, Deddy, Irzal “Ozy”, Hery “Esbe”, Wardi, Redoyan, Januar, dan Aziz) atas kenangan yang tak terlupakan, dan Hendrawan Syafrie, S.Pi atas semangat dan dukungannya. Bogor, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
METODE MAGANG
3
Waktu dan Tempat
3
Metode Pelaksanaan
3
Pengamatan dan Pengumpulan Data
5
Analisis Data dan Informasi
5
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG
6
Letak Geografis dan Administratif
6
Keadaan Iklim dan Tanah
7
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
7
Keadaan Tanaman dan Produksi
8
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
10 12
Aspek Teknis
12
Aspek Manajerial
31
HASIL DAN PEMBAHASAN
39
Kondisi dan Jenis Gulma
39
Aplikasi Herbisida
42
Rotasi dan Prestasi Kerja
45
Organisasi Penyemprotan
45
Teknik Pengendalian Gulma
47
Semprot VOPs
48
Faktor Keberhasilan Pengendalian Gulma
52
Evaluasi Pelaksanaan Pengendalian Gulma........................................................ 54 KESIMPULAN DAN SARAN
55
Kesimpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
56
LAMPIRAN ................................................................................................................... 57
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perlakuan, Bahan Aktif, Waktu, dan Aplikasi Semprot VOPs
5
2.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan Bukit Pinang Estate
8
3.
Populasi Kelapa Sawit per Tahun Tanam di Bukit Pinang Estate
9
4.
Rencana (Budget) dan Realisasi (Actual) Produksi TBS di Bukit Pinang Estate (Januari - Mei 2009)
5.
Jenis dan Dosis Pemupukan Sesuai Rekomendasi Riset....................
9 21
6.
Kriteria Kematangan Buah
27
7.
Deskripsi Alat-alat Panen
28
8.
Ketentuan Siap Borong dan Premi Panen di Bukit Pinang Estate
29
9.
Penentuan Sanksi dan Denda Pemanen
29
10. Informasi Warna Peta Keadaan Jalan
34
11. Batas Toleransi Kriteria Grading di PT Bina Sains Cemerlang
37
12. Nilai Kerapatan, Berat Kering, dan Frekuensi Gulma pada Blok F33 (Divisi III BPE)
40
13. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) pada Blok F33 (Divisi III BPE)
41
14. Hasil Pengamatan Waktu Timbul Gejala Kerusakan/Toksisitas
49
15. Hasil Pengamatan Gejala Kerusakan pada 2 MSA
50
16. Hasil Pengamatan Gejala Kerusakan pada 4 MSA
50
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Kegiatan Babat Tanaman Pengganggu (BTP)
13
2.
Alat semprot MHS (Micron Herbi Sprayer)
15
3.
Skema Pengamatan Sensus Hama
17
4.
Beneficial Plant di Bukit Pinang Estate
19
5. 6. 7. 8.
Untilan Pupuk Urea Alat Berat di Bukit Pinang Estate Konservasi Tanah dan Air di Bukit Pinang Estate Pengangkutan TBS Sistem Pok dan Brondolan
20 24 25 30
9.
Tim Semprot Bukit Pinang Estate
46
10.
Sistem Pengancakan Penyemprotan
46
11.
Gejala Kerusakan Kentosan (VOPs) pada 4 MSA
51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Jurnal Harian sebagai Karyawan Harian
58
2.
Jurnal Harian sebagai Pendamping Mandor
60
3.
Jurnal Harian sebagai Pendamping Asisten Divisi
61
4.
Peta Posisi Kebun di Propinsi Sumatera Selatan
62
5.
Peta HGU PT Bina Sains Cemerlang
63
6.
Peta Bukit Pinang Estate
64
7.
Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan (1999-2008)
65
8. Asal Bibit Tanaman
66
9.
67
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Bukit Pinang Estate
10. Panduan Penyusunan Budget Pengendalian Gulma di Perkebunan Minamas Plantation 11. Peta Kondisi Kerapatan Gulma pada Gawangan BPE
68 69
12. Rekapitulasi Luasan dan Biaya Pengendalian Gulma Bukit Pinang Estate Bulan Januari – Mei 2009 13. Data Curah Hujan pada Bulan Januari - Mei 2009
70 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat menjadi andalan di masa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber devisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 seluas 105 808 ha dengan produksi 167 669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Ditjenbun, 2008). Minyak nabati adalah salah satu produk yang dihasilkan oleh tanaman ini dengan kandungan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi. Minyak nabati yang dihasilkan kelapa sawit terdiri dari dua jenis, yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO). CPO ini memiliki ciri minyak yang berwarna kuning, sedangkan PKO mempunyai karakteristik minyak yang tidak berwarna. Tanaman kelapa sawit ini memiliki banyak kegunaan. Hasil tanaman ini dapat digunakan pada industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, dan kosmetik. Tandan kosong dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan bakar alternatif (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Tjitrosoedirdjo et al. (1984) menyatakan bahwa gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum diketahui. Masalah guma pada perkebunan tanaman tahunan berbeda dengan perkebunan tanaman semusim. Hal ini disebabkan oleh faktor waktu yang terbatas, tenaga kerja, dan biaya untuk pengendaliannya. Menurut Pahan (2008) kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan. Selanjutnya Hakim (2007) menambahkan, kelapa sawit mempunyai masalah gulma yang tinggi sebab salah satu faktornya adalah jarak tanam tanaman ini lebih lebar, sehingga penutupan tanah oleh
kanopi lambat membuat cahaya matahari leluasa mencapai permukaan tanah yang kaya dengan potensi gulma. Pahan (2008) menyatakan terdapat tiga jenis gulma yang harus dikendalikan, yaitu ilalang di piringan dan gawangan, rumput di piringan, dan anak kayu di gawangan. Ilalang di gawangan dan piringan efektif dikendalikan secara kimia dengan teknik sesuai populasi ilalang yang ada. Gulma rumput di piringan dapat dikendalikan baik secara manual maupun kimia. Gulma berkayu dapat dikendalikan dengan dongkel anak kayu. Kegiatan pemeliharaan berperan penting dalam upaya peningkatan produksi kelapa sawit. Salah satu kegiatan utama dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian gulma. Oleh karena itu, aspek ini menjadi topik minat penulis sebagai bahan kajian tugas akhir dalam bentuk kegiatan magang Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tujuan Tujuan umum kegiatan magang ini adalah : 1. meningkatkan kemampuan teknis lapangan dengan melaksanakan kegiatan sesuai tahapan yang ada di lokasi magang, 2. meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensinya dalam memahami dan menghayati proses kerja secara nyata. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma perkebunan kelapa sawit, 2. mempelajari permasalahan dan upaya pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit, 3. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma perkebunan kelapa sawit.
METODE MAGANG
Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dari 12 Februari hingga 12 Juni 2009 bertempat di Kebun Bukit Pinang (Bukit Pinang Estate, BPE), PT Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, tepatnya di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan.
Metode Pelaksanaan Magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan. Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan teknis lapangan atas izin asisten divisi sebagai pembimbing lapang, serta wawancara dan diskusi mengenai aspek pengelolaan kebun, khususnya aspek budidaya tanaman kelapa sawit. Metode lainnya yang dilakukan melalui pengumpulan laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip kebun dengan meminta izin kepada manajer kebun. Penulis selama magang mempelajari keterampilan teknis dan manajemen. Pada pelaksanaan kegiatan magang, penulis melakukan kegiatan teknis yang dilakukan karyawan harian selama dua bulan yaitu bekerja di lapang bersama-sama dengan tenaga kerja harian sesuai dengan jenis dan volume pekerjaan yang ada. Satu bulan berikutnya, penulis sebagai pendamping mandor/mandor I yaitu mengawasi karyawan/mandor dan administrasi tingkat mandor dan sebagai pendamping asisten divisi selama satu bulan terakhir dengan melakukan fungsi manajemen tingkat afdeling. Perincian kegiatan magang dicatat dalam Jurnal Harian Magang (Lampiran 1, 2, dan 3). Metode pelaksanaan magang yang dilaksanakan sebagai berikut :
1.
Pelaksanaan teknis di lapangan Kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan program kebun yang ada, meliputi kegiatan pemeliharaan (perawatan) dan produksi pada tahap tanaman menghasilkan.
Kegiatan
tersebut
meliputi
:
pengendalian
gulma,
pengendalian hama, pemupukan, thinning out, rawat jalan, konservasi dan pengawetan tanah , penunasan, potong buah (panen) dan transportasi TBS.
2.
Pengambilan data primer Aspek-aspek yang diamati adalah aspek pemeliharaan tanaman menghasilkan dengan pengamatan lebih khusus pada pengendalian gulma (secara kimia dan manual) meliputi : bahan dan alat yang digunakan, safety health, dosis, konsentrasi dan kalibrasi bahan kimia (herbisida), rotasi perkerjaan pengendalian gulma, teknis pengendalian gulma, pengelolaan bahan kimia/herbisida (mulai penentuan herbisida berdasarkan gulma dominan di lapangan, lalu menghitung kebutuhan berdasarkan intensitas tingkat serangan serta luasan semprot dan dosis, kemudian pembuatan bon permintaan barang,), efikasi yang ditimbulkan, serta norma kerja (standar kerja) yang berlaku di BPE.
3.
Pengambilan data sekunder Data sekunder yang diperoleh dari kebun meliputi lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanah dan iklim, luas areal dan tata guna lahan, kondisi pertanaman dan produksi, norma baku kerja (standar kerja) di lapangan, serta organisasi dan manajemen kebun.
Penentuan NJD (Nisbah Jumlah Dominansi) dilakukan dengan metode analisis yang paling sederhana dan sering digunakan yaitu metode kuadrat. Pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan petak contoh pada lahan yang dianalisis vegetasi gulmanya yaitu pada blok F33. Petak contoh tersebut diambil secara acak dengan cara melempar kuadrat (50 cm x 50 cm). Petak contoh diambil pada blok F33 baris ke-2 dan ke-3 sebanyak 5 petak contoh yang diharapkan dapat mewakili populasi gulma yang ada di blok F33. Selanjutnya dilakukan pemanenan gulma yang tumbuh pada petak contoh. Hal ini digunakan untuk menentukan kerapatan, frekuensi, dan berat kering biomassa gulma. Gulma yang dipanen yang telah dipanen dipisahkan berdasarkan spesies. Kerapatan ditentukan dengan cara menghitung jumlah individu tiap spesies gulma pada tiap petak contoh. Frekunsi ditentukan dengan cara menghitung jumlah petak contoh (dalam persen) yang memuat spesies tersebut. penentuan berat kering biomassa gulma
dilakukan
penulis
dengan
cara
menimbang
tiap
spesies
gulma
yang
telah
dikeringanginkan selama 3 hari. Semprot VOPs dilakukan pada blok F33 dan G33, dengan rincian kegiatan yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan, Bahan Aktif, Waktu, dan Aplikasi Semprot VOPs Perlakuan
Bahan Aktif
UL
Tempat
Waktu
Konsentrasi (%)
Triklopir
1
Blok F33, baris ke-4
25-Apr-09
0.2*
Triklopir
2
Blok F33, baris ke-5
25-Apr-09
0.2*
Triklopir + Perekat
1
Blok F33, baris ke-6
25-Apr-09
0.2 + 0.47*
Triklopir + Perekat
2
Blok F33, baris ke-7
25-Apr-09
0.2 + 0.47*
Triklopir + Metil Metsulfuron
1
Blok F33, baris ke-8
25-Apr-09
0.13 + 0.33*
Triklopir + Metil Metsulfuron
2
Blok F33, baris ke-9
25-Apr-09
0.13 + 0.33*
Triklopir + Garam
1
Blok F33, baris ke-10
05-Mei-09
0.27 + 0.4*
Triklopir + Garam
2
Blok F33, baris ke-11
05-Mei-09
0.27 + 0.4*
Triklopir + Glifosat
1
Blok G33, baris ke-5
06-Mei-09
0.47 + 1.33*
Triklopir + Glifosat
2
Blok G33, baris ke-6
06-Mei-09
0.47 + 1.33*
Glifosat
1
Blok G33, baris ke-8
30-Mei-09
5**
Glifosat
2
Blok G33, baris ke-9
30-Mei-09
5**
A
B
C
D
E
F
Keterangan :
*) = Aplikasi 15 liter dengan knapsack sprayer **) = Aplikasi 2 liter dengan knapsack sprayer
Pengamatan dan Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari inventarirasi gulma pada blok F33 (Divisi III BPE) dengan mengambil 5 petak contoh dan menggunakan metode kuadrat berukuran 50 cm x 50 cm untuk menentukan kerapatan, frekuensi, dan berat kering biomassa gulma, sedangkan semprot VOPs (kentosan) dilakukan dengan pengamatan terhadap gejala kerusakan yang ditimbulkan. Jumlah kentosan yang diamati sebanyak 20 contoh per ulangan perlakuan, kemudian diamati gejala kerusakan contoh pada 1 – 4 MSA (Minggu Setelah Aplikasi). Data lain diperoleh dengan mengikuti kegiatan langsung serta melakukan diskusi dan wawancara dengan pembimbing lapang. Data sekunder diperoleh
dari data yang dimiliki perusahaan serta informasi lainnya yang diambil dari beberapa literatur ilmiah serta instansi terkait yang mendukung kegiatan magang tersebut.
Analisis Data dan Informasi Data yang diperoleh dikelompokkan dan diolah dengan menggunakan data pengamatan petak contoh menggunakan analisis vegetasi gulma metode kuadrat untuk NJD (Nisbah Jumlah Dominansi), sedangkan analisis deskriptif hasil pengamatan untuk semprot VOPs (kentosan). Informasi didapatkan melalui pengumpulan laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip kebun, serta studi pustaka.
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG
PT Bina Sains Cemerlang merupakan perusahaan yang mengelola tiga unit usaha, yaitu Sungai Pinang Estate (SPE), Bukit Pinang Estate (BPE) dan Sungai Pinang Factory (SPF). Masing-masing unit melaksanakan kegiatan operasional dengan manajemen yang terpisah. Ketiga unit usaha tersebut masih berada dalam satu induk perusahaan yaitu PT Minamas Plantation. Pada awalnya PT Bina Sains Cemerlang memiliki nama PT Bina Sains Corporation yang merupakan anak cabang dari perusahaan Salim Group. Pada tanggal 1 April 2001 berganti nama menjadi PT Bina Sains Cemerlang seiring dengan perpindahan aset perusahaan dari Salim Group ke pihak PT Minamas Gemilang yang merupakan anggota dari Kumpulan Guthrie Berhard (KGB) yang merupakan perusahaan perkebunan swasta Malaysia. Pada saat perpindahan manajemen masih terdiri dua unit usaha, kebun dan pabrik. Pada tahun 2003, manajemen PT Minamas Plantation membagi dua unit usaha kebun, yaitu Sungai SPE dan BPE. Selanjutnya KGB menjadi anggota Kumpulan Pengusaha Malaysia yang bernama Sime Darby pada akhir tahun 2007 hingga kini.
Letak Geografis dan Administratif BPE merupakan salah satu kebun dari tiga unit usaha yang dimiliki oleh PT Bina Sains Cemerlang. PT Bina Sains Cemerlang merupakan anak perusahaan Minamas Plantation di daerah Sumatera Selatan. Secara administratif, BPE terletak di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Musi Rawas terletak pada posisi 2o20’00”-3º38’00”LS dan 102o07’00”103º40’10” BT. Batas-batas areal BPE adalah sebelah utara berbatasan Desa Air Baluy, sebelah selatan berbatasan dengan Transmigrasi SP V, sebelah barat berbatasan dengan SPE, dan sebelah timur berbatasan dengan PT Pinago Utama. Aksesibilitas PT Bina Sains Cemerlang, BPE bisa dilalui jalur darat dan udara. Jalur darat menuju tujuan pemberhentian bis terdekat di Lubuk Linggau dengan lama perjalanan ± 25 jam dari Bogor. Selanjutnya, menggunakan angkutan umum (nama angkutan daerah bernama “Taksi”) menuju kebun sekitar 2 jam. Jalur udara
menggunakan pesawat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (Sumatera Selatan), dilanjutkan menggunakan travel/bis menuju kebun dengan lama perjalanan 6-7 jam. Sebelum memasuki kebun harus melalui angkutan transpotasi air yaitu ponton (sejenis rakit bertenaga diesel). Waktu yang diperlukan
1 jam dari ponton menuju kebun. Peta lokasi tempat magang dapat dilihat
pada peta posisi kebun di Peta Propinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Lampiran 4, Peta HGU PT Bina Sains Cemerlang pada Lampiran 5, dan Peta Bukit Pinang Estate pada Lampiran 6.
Keadaan Iklim dan Tanah BPE memiliki iklim tropis basah dengan kelembaban udara 87% dan rata-rata penyinaran matahari sebesar 61.9 %. Temperatur maksimum 32.9 0C dan temperatur minimum 19.6 0C. Curah hujan cukup tinggi, yaitu 2 615.3 mm dan 150.9 hari hujan per tahun. Menurut klasifikasi Scmidht dan Ferguson, tipe iklim untuk BPE adalah A. Hal ini terperinci pada Lampiran 7. Secara umum tofografi BPE adalah tanah miring sampai sangat miring dengan perincian sebagai berikut : datar 304 ha (7 %), agak miring 581 ha (18 %), tanah miring 1 486 ha (47 %), dan sangat miring 889 ha (28 %). Tipe tanah adalah tanah mineral Podsolik.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan BPE memiliki luas HGU (Hak Guna Usaha) total 3 354 ha. Rincian luasan areal yang ditanami kelapa sawit TM (Tanaman Menghasilkan) seluas 3 176 ha, tanpa TBM (Tanaman Belum Menghasilkan), lahan yang belum dikerjakan 95 ha untuk TB (Tanaman Baru) dan areal prasarana pendukung seluas 83 ha. TM yang berada di tiga divisi, yaitu Divisi I seluas 1 017 ha, Divisi II seluas 1 086 ha dan Divisi III seluas 1 073 ha. Luas areal dan tata guna lahan BPE dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Areal dan Tata Guna Lahan Bukit Pinang Estate Uraian
Luas (ha)
I. Areal yang diusahakan A. Areal yang ditanam 1. Tanaman Menghasilkan (TM) - Tahun Tanam 1992
244
- Tahun Tanam 1993
1 214
- Tahun Tanam 1996
487
- Tahun Tanam 1997
276
- Tahun Tanam 1998
686
- Tahun Tanam 2000
269 Sub Total TM
2. Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
3 176 0
Sub Total TBM 3. Tanaman Baru (TB)
0 -
Total areal yang ditanam
3 176
B. Pembukaan Lahan (LC) - Sedang dikerjakan
-
- Belum dikerjakan
95 Total LC + TB
Total areal yang ditanam + LC
95 3 271
C. Pembibitan
-
D. Pabrik
-
E. Areal prasarana 1. Emplasemen
12
2. Jalan dan jembatan
71
3. Lain-lain
Total areal prasarana
83
F. Lembah/sungai/parit (kuburan)
-
II. Areal mungkin bisa ditanam/perluasan E. Cadangan
-
F. Okupasi
Total Areal II
0
Grand Total
3 354
Sumber : Kantor Besar BPE (Mei,2009)
Keadaan Tanaman dan Produksi Sumber bibit tanaman kelapa sawit yang digunakan oleh BPE berasal dari produsen benih yang berkualitas, seperti : Pusat Penelitian Kelapa Sawit /Marihat (pada tahun tanam (TT) 1993 dan 2000), Socfindo (pada TT 1992, 1996, 1997, 1998), Lonsum (pada TT 1993 dan 1998) dan GPI (pada TT 2000). Asal bibit tersebut lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 8. Tanaman kelapa sawit yang diusahakan oleh BPE telah mencapai tahap TM karena umur tanaman yang paling muda adalah TT 2000 dan populasi kelapa sawit per tahun tanam di BPE disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Populasi Kelapa Sawit per Tahun Tanam di Bukit Pinang Estate Div. I Tahun Tanam
Luas (ha)
Div. II
Jmh pkk/ha
Luas (ha)
Div. III
Jmh pkk/ha
Luas (ha)
Total Luas
Jmh pkk/ha
(ha)
1992
64
134
180
130
0
0
244
1993
203
119
601
133
410
133
1 214
1996
337
123
0
0
150
133
487
1997
0
0
0
0
276
128
276
1998
269
133
196
136
221
129
686
2000
144
137
109
137
16
121
269
Total
1 017
1 086
1 073
3 176
Sumber : Kantor Besar BPE (Mei, 2009)
Produksi Tandan Buah Segar (TBS) dari bulan Januari hingga Maret 2009 lebih tinggi daripada budget (rencana/target) yang harus dihasilkan sesuai hasil sensus buah pada semester sebelumnya. Namun, mulai bulan April dan Mei 2009 tampak penurunan dalam pencapaian budget hingga produksi TBS sekitar 91%. Hal ini disebabkan oleh persen kematangan buah rendah pada saat itu atau sering dikenal sebagai “masa trek”. Rencana (budget) dan realisasi (actual) produksi TBS dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rencana (Budget) dan Realisasi (Actual) Produksi TBS di Bukit Pinang Estate (Januari - Mei 2009) Bulan
Budget
Actual
…………(kg).…...….
Pencapaian Budget ……(%)……
Januari
3 455 240
6 193 317
179.3
Febuari
2 535 540
4 335 322
170.9
Maret
2 988 460
4 335 322
161.2
April
3 668 490
3 353 322
91.4
Mei
4 752 490
4 335 321
91.2
Sumber : Kantor Besar BPE (Juni, 2009)
Produksi Tandan Buah Segar (TBS) tahunan BPE menunjukkan hasil yang baik dan meningkat setiap tahunnya. Produksi TBS di BPE secara berturut-turut : 46 650 ton/tahun (2003/2004), 51 775 ton/tahun (2004/2005), 50 028 ton/tahun (2005/2006), 49 602 ton/tahun (2006/2007), dan 61 929 ton/tahun (2007/2008). Pada periode 2006/2007
terjadi masa trek di beberapa bulan, sehingga produksi menurun, tetapi hal ini tertutupi oleh ledakan produksi TBS pada periode berikutnya.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Pimpinan tertinggi di BPE adalah Estate Manager (EM). Dalam melaksanakan tugas sebagai EM BPE dibantu oleh seorang senior asisten (asisten kepala), tiga asisten divisi dan seorang Kepala Administrasi (Kasie). EM memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk mengkoordinir kebun yang berada di bawah pengawasannya serta mengambil keputusan dalam kegiatan operasional. Senior asisten disebut juga dengan asisten kepala (Askep). Saat ini BPE tidak memiliki senior asisten. Senior asisten bertugas untuk mengelola traksi (bersama Asisten Divisi I), klinik (bersama Asisten Divisi II dan III), pamswakarsa, dan gudang (bersama Kasie) dan mengkoordinir para asisten divisi/afdeling. Maka dengan kekosongan ini, peran Askep saat ini dipegang langsung oleh EM. Asisten divisi/afdeling adalah orang yang bertanggungjawab atas semua kegiatan di divisi/afdeling yang dipimpinnya. Asisten divisi bertanggungjawab langsung kepada EM. Asisten divisi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh mandor dan kerani. Kepala administrasi (Kasie) adalah orang yang bertanggungjawab mengelola segala kegiatan administrasi di kebun. Kasie juga bertugas mengelola gudang bersama EM. Kasie membawahi para karyawan kantor besar. Tenaga kerja di BPE dibagi menjadi dua, yaitu: karyawan staf dan karyawan non staf. Karyawan staf terdiri dari estate manager, senior asisten, asisten divisi dan kepala administrasi. Karyawan non staf terdiri dari Serikat Karyawan Utama (SKU) di bagi dua berdasarkan sistem pengupahan karyawan yaitu : Bulanan (SKU-B) dan Harian (SKU-H). Struktur organisasi dan ketenagakerjaan BPE ditampilkan pada Lampiran 9. Sistem pengupahan karyawan di BPE tergantung pada status dan golongannya. Karyawan tetap (SKU) mendapatkan gaji selama satu bulan sebanyak dua kali, yaitu gajian kecil pada pertengahan bulan sebesar Rp 50 000 sebagai pinjaman ditambah dengan premi selama setengah bulan gajian, dan gaji besar yaitu pembagian gaji pokok yang telah dipotong pinjaman. Bagi Buruh Harian Lepas (BHL) hanya sekali mendapat gajian pada akhir bulan sesuai hasil yang didapatkannya. BPE menggunakan tenaga kerja
BHL untuk jenis pekerjaan pengutipan brondolan (pembrondol) dan BTP (babat tanaman pengganggu).
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan penulis terdiri dari dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek manajerial. Aspek teknis adalah kegiatan penulis bekerja aktif sebagai karyawan harian yang melakukan kegiatan teknis di lapangan. Aspek manajerial ialah kegiatan penulis sebagai tenaga supervisi/mandor dalam mempelajari manajerial dan administrasi kebun. Penulis dalam melakukan kegiatan di kebun, dibimbing oleh asisten divisi, mandor I, dan mandor.
Aspek Teknis Pada aspek teknis, penulis bekerja aktif sebagai karyawan harian. Karyawan mulai bergerak menuju lapangan roll pagi pada pukul 06.00 WIB untuk menerima arahan kerja dari mandor berdasarkan jenis pekerjaan karyawan harian bersangkutan. Asisten divisi memimpin roll pagi dimulai dari pukul 05.45-06.00 WIB dan memberikan arahan kerja pada hari itu kepada mandor-mandor dan supervisor (kerani buah dan kerani kantor) untuk disampaikan ke karyawan atau berupa evaluasi pekerjaan kemarin dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi. Pada pukul 06.15-06.30 WIB, mandor-mandor melakukan roll pagi terhadap karyawan bawahannya sesuai dengan instruksi asisten divisi. Kemudian pukul 06.30-07.00 WIB dilakukan mobilisasi karyawan ke blok-blok target dengan menggunakan dump truck atau tractor. Jenis pekerjaan penulis yang dilakukan pada aspek teknis meliputi pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama, thinning out, pemupukan, rawat jalan, konservasi dan konservasi tanah , penunasan, potong buah (panen), dan transportasi TBS.
Pengendalian Gulma Pengendalian gulma merupakan kegiatan pemeliharaan yang utama di BPE. Hal ini dikarenakan pengendalian gulma memperlancar kegiatan operasional kebun lainnya. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya. Pengendalian gulma di BPE diarahkan pada areal TM.
Secara umum, pengendalian gulma di BPE dilakukan pada piringan dan gawangan, sedangkan teknis pengendalian gulma dilakukan secara manual (gawangan manual dan piringan manual) dan kimia (gawangan kimia, piringan kimia dan semprot lalang). Pelaksanaan seluruh kegiatan pengendalian gulma di BPE sesuai dengan panduan penyusunan budget pengendalian gulma di Perkebunan Minamas Plantation pada Lampiran 10. Gawangan adalah tempat/jalur di antara dua barisan tanaman kelapa sawit. Gawangan terdiri dari gawangan “pasar pikul” dan gawangan mati. Tujuan pengendalian gulma di gawangan adalah mengurangi kompetisi unsur hara dan air, memudahkan kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lainnya, dan menekan tanaman inang hama. Pemeliharaan gawangan di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Rotasi pemeliharaan gawangan dalam satu tahun pada TM adalah satu kali secara manual dan tiga kali secara kimia. Pemeliharaan gawangan dibagi dalam dua jenis pekerjaan, yaitu gawangan manual dan kimia. Gawangan manual adalah kegiatan pemeliharaan gawangan terhadap gulma berkayu. Gawangan manual meliputi babat tanaman pengganggu (BTP) dan dongkel anak kayu (DAK). Gawangan manual memerlukan cados, parang, dan batu asah. Teknis pelaksanaan gawangan manual dengan cara membabat gulma berkayu. Sasaran gulma berkayu adalah Chromolaena odorata (krinyuh), Clidemia hirta (haredong), kentosan (anakan sawit liar), Lantana camara (tahi ayam) dan Melastoma malabathricum (senduduk). Standar kerja gawangan manual di BPE adalah 0.5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 0.47 ha/HK selama dua hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 0.53 ha/HK. Kegiatan babat tanaman pengganggu (BTP) disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kegiatan Babat Tanaman Pengganggu (BTP) Gawangan kimia merupakan penyemprotan dengan bahan kimia (herbisida) terhadap gulma yang berada di gawangan. Tidak semua gulma harus diberantas, misalnya rumput-rumput dan tanaman setahun lainnya yang berakar dangkal dan tidak tumbuh tinggi, seperti pakis kinta (Nephrolepis biserrata) di gawangan TM masih ditoleransi. Tanah yang gundul (bebas dari vegetasi) tidak diinginkan karena mendorong terjadinya erosi yang merugikan. Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer bermerek “Solo” bernozel kuning atau merah sesuai keadaan gulma. Herbisida yang digunakan adalah Metafuron 20 WP dengan bahan aktif Metil Metsulfuron dengan konsentrasi 0.016 % dan dicampur dengan Gramoxone dengan bahan aktif Diklorida Paraquat dengan konsentrasi 0.2 %. Standar kerja gawangan kimia ini adalah 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 2.33 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 2.53 ha/HK. Teknis pelaksanaan menerapkan pembuatan larutan induk dengan tujuan mempercepat pencampuran, mudah dibawa, dan tepat dosis. Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk pada gawangan kimia yaitu terlebih dahulu memasukkan Metafuron 20 WP sebanyak 250 gram ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan 2.5 liter air, kemudian ditambahkan Gramoxone sebanyak 3 liter dan larutkan dengan air sebanyak 3.7 liter. Lalu, ditambahkan air hingga volume jerigen penuh (± 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk gawangan kimia sebanyak 200 ml/kap dengan alat semprot knapsack sprayer bervolume 15 liter. Piringan, jalan rintis (jalan panen), dan TPH merupakan beberapa sarana yang penting dari produksi dan perawatan. Piringan berfungsi sebagai daerah jatuhnya tandan buah dan brondolan. Jalan rintis berfungsi sebagai jalan pengangkutan buah ke TPH dan menjalankan aktifitas operasional lainnya. TPH berfungsi sebagai tempat pengumpulan hasil panen sebelum diangkut ke pabrik kelapa sawit. Sarana tersebut memerlukan pemeliharaan berkesinambungan agar berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi piringan, pasar rintis, dan TPH yang tidak terawat (ditumbuhi gulma) menjadi salah satu penyebab penurunan output (hasil panen) dan sumber kontaminasi. Kondisi tersebut juga menyebabkan permasalahan lainnya seperti kehilangan hasil (losses) yang tinggi dan kualitas buah menjadi rendah akibat aspek kebersihan tidak terjaga. Selain itu, pekerjaan kebun lainnya akan terhambat pula. Pemeliharaan piringan,
jalan rintis, dan TPH di BPE terdiri dari dua metode pemeliharaan, yaitu manual dan kimia. Pengendalian gulma dengan piringan manual merupakan pembebasan secara menyeluruh dan bersih terhadap gulma yang berada pada piringan. Piringan manual ini menggunakan garuk yang terbuat dari besi, tetapi cados, parang dan batu asah tetap dibawa demi kemudahan pekerjaan. Teknis pelaksanaan piringan manual dengan babat merah atau digaruk dengan lebar jari-jari 2 meter (lebar jari-jari piringan TM). Standar kerja piringan manual di BPE adalah 0.2 ha/HK. Pemeliharaan piringan, jalan rintis, dan TPH menggunakan alat semprot MHS (micron herbi sprayer), bervolume 5 liter, dan bernozel orange (lihat Gambar 2). Tujuan pengendalian rumput di piringan adalah mengurangi kompetisi unsur hara, karena akar halus tanaman masih berada di sekitar piringan/pokok, untuk memudahkan kontrol pemupukan dan memudahkan pengutipan brondolan. Piringan kimia menggunakan herbisida Prima Up 480 AS dengan bahan aktif Isopropilamina glifosat dengan konsentrasi 4 % dan dicampur herbisida Starane 200 EC dengan bahan aktif Floroksipir dengan konsentrasi 1 %. Standar kerja di BPE adalah 5 ha/HK untuk piringan kimia. Prestasi kerja penulis rata-rata 3.15 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 3.35 ha/HK.
Gambar 2. Alat semprot MHS (Micron Herbi Sprayer) Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk yaitu terlebih dahulu masukan Prima Up 480 AS EC sebanyak 4 liter ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan 8 liter air dan 500 ml Starane 200 EC. Lalu, tambahkan air hingga volume jerigen penuh ( 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk piringan kimia sebanyak 250 ml/kap. Semprot lalang (Imperata cylindrica) merupakan metode pengendalian lalang di BPE dengan cara kimia. Pengendalian lalang menggunakan alat semprot knapsack sprayer bermerek “Solo” dan herbisida Prima Up 480 AS berbahan aktif Isopropilamina Glifosat dengan konsentrasi 0.5 % dan herbisida Starane 200 EC berbahan aktif Floroksipir dengan konsentrasi 0.33 %. Pengendalian lalang yang sporadis (terpencar-pencar) akan lebih efektif jika diberantas dengan metode spot spraying, dan jika kondisi lalang telah menjadi sheet (hamparan) yaitu dengan penyemprotan herbisida secara menyeluruh (blanket spraying). Pada kondisi populasi lalang yang sudah sangat sedikit diberantas dengan cara wiping (diusap dengan kain yang dibalutkan di jari tangan). Pekerja menggunakan sarung tangan untuk keselamatan kerja dan safety health. Teknik wiping lalang dilakukan dengan menggunakan kain katun yang berukuran 3 x 12 cm dibalutkan pada tiga jari tangan. Standar kerja gawangan kimia ini adalah 5 ha/HK. Prestasi kerja penulis rata-rata 4 ha/HK selama enam hari kerja dan prestasi kerja karyawan rata-rata adalah 4.2 ha/HK. Teknis pelaksanaan pembuatan larutan induk yaitu terlebih dahulu dimasukan Prima Up 480 AS EC sebanyak 750 ml ke jerigen volume 20 liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 250 ml, kemudian dicampurkan Starane 200 EC sebanyak 500 ml dan larutkan dengan air sebanyak 500 ml. Lalu, ditambahkan air hingga volume jerigen penuh (± 20 liter). Aplikasi pengambilan larutan induk untuk gawangan kimia sebanyak 200 ml/kap.
Pengendalian Hama Sensus hama. Sensus hama dilakukan dengan latar belakang bahwa kejadian ledakan hama ulat api/kantong tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi bisa diduga dengan sistem pengamatan yang baik. Semakin cepat diketahui gejala kenaikan jumlah populasi hama akan semakin mudah pula untuk dikendalikan dan luas areal akan terbatas. Pada umumnya suatu sistem pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama
yang mempunyai prilaku yang sama. Akan tetapi suatu sistem pengamatan dapat dimodifikasi untuk pemantauan perkembangan populasi hama lainnya. Gambar 3 merupakan skema pengamatan pada sensus hama.
TS
TS
PS TS
TS
TS
TS
Gambar 3. Skema Pengamatan Sensus Hama Keterangan : = Pokok Kelapa Sawit PS
= Pokok Sensus
TS
= Titik Sensus Pertama
= Alur Pengamatan Sensus Hama
Teknis pelaksanaan sensus hama yaitu (a) Tentukan jenis hama yang dominan pada kawasan yang akan diamati. (b) Jika hama yang dominan adalah Setora nitens, Thosea asigna, Susica sp. maka hama tersebut ditemui pada pelepah sample ke-9 sampai dengan ke-24. (c) Jika hama yang dominan adalah Darma trima, Thosea bisura, Thosea vetusta, Ploneta diducta dan golongan ulat kantung, maka hama tersebut ditemui pada pelepah sample ke-25 sampai dengan ke-40. (d) Gantol dan potong satu pelepah dari PS pada masing-masing TS yang ditaksir paling banyak ulatnya. (e) Tentukan jenis hamanya dan hitung jumlah ulat tau larva kemudian catat pada formulir sensus. (d) Jika jumlah ulat/pelepah diperkirakan 50 ekor maka perhitungan langsung dilakukan satu pelepah. (f) Jika diperkirakan > 50 ekor sampai 100 ekor, maka perhitungannya hanya dilakukan pada satu sisi pelepah saja. (g) Jika > 100 ekor, maka perhitungannya hanya dilakukan pada anak daunnya/lidi dengan selang 10 anak daun dan hasil rata-rata setiap anak daun dikalikan 10. (h) Hasil sensus dianalisis (dibandingkan dengan batas kritis masing-masing jenis hama), kemudian dilakukan tindakan sesuai hasil analisis tersebut. Sensus hama dilakukan oleh satu tim sensus yang terdiri 2 orang dengan prestasi kerja yaitu 1 blok/HK. Pengendalian kimiawi. Pengendalian hama ulat api secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida Decis 2.5 EC berbahan aktif Deltametrin 25 g/l. Deltametrin merupakan jenis insektisida lambung dan kontak dan Agristick yang merupakan bahan perata dan perekat yang mengandung bahan aktif alkilaril poliglikol eter 400 ml/l. Konsentrasi decis dan agristick masing-masing yang digunakan adalah 100 ml untuk membuat sebanyak 10 liter larutan, kemudian dimasukkan ke dalam alat semprot puls fog. Pengendalian biologi. BPE lebih memprioritaskan pengendalian secara biologis daripada secara kimia. Hal yang dilakukan dengan penanaman beneficial plant untuk mengendalikan hama ulat dan pemasangan nest box/sarang burung hantu (Tyto alba) untuk mengendalikan hama tikus. Penanaman benefecial plant. Beneficial plant adalah jenis tanaman yang menghasilkan nektar sebagai daya tarik dan sumber makanan bagi serangga parasitoid dan predator yang merupakan musuh alami bagi hama tanaman kelapa sawit. Penanaman beneficial plant merupakan salah satu cara pengendalian hama terpadu (PHT) yang dilakukan oleh BPE. Hal ini diambil pihak kebun karena cara perbanyakannya yang mudah dan murah dibandingkan dengan melakukan introduksi musuh alami dari hama tanaman kelapa sawit. Selain itu, penanaman beneficial plant ini bertujuan untuk menyeimbangkan keseimbangan alami dan keragaman hayati antara hama dan musuh
alaminya. Penanaman beneficial plant ini didahulukan pada blok-blok yang dianggap paling rawan terserang hama. Jenis beneficial plant yang dikembangkan di BPE yaitu Turnera subulata, Cassia cobanensis dan Antigonon leptopus (dapat dilihat pada Gambar 4).
A
B
C
Gambar 4. Beneficial Plant : (A) Turnera subulata,(B) Cassia cobanensis, dan (C) Antigonon leptopus
Turnera
subulata
merupakan
tanaman
herba
berkayu
(semak)
dapat
dikembangkan dengan stek (biji tanaman ini sangat sulit diperoleh). Tanaman ini sering disebut tanaman bunga pukul delapan karena selalu mekar pada pukul delapan pagi. Stek ditanam pada media tanah dalam babybag dengan satu ruas buku tertanam di dalam tanah. Dalam setiap babybag ditanam 1-2 potong stek. Pembibitan stek dilakukan pada tempat yang teduh agar bibit tidak stress akibat terkena sinar matahari langsung. Bibit stek disiram setiap hari agar pertumbuhan tidak terhambat. Penanaman dengan biji dilakukan dengan menanam 2-3 biji pada media tanah dalam babybag, dan diperlakukan seperti pembibitan dengan stek. Bibit dapat dipindahkan dan ditanam ke lapangan setelah berumur 2-3 bulan atau dapat lebih cepat apabila pertumbuhan lebih baik dan dianggap sudah cukup kuat. Berdasarkan pengalaman stek Turnera subulata dengan bunga pada bagian pucuknya akan memiliki keberhasilan hidup yang lebih tinggi. Cassia cobanensis merupakan tanaman herba berkayu (semak), dapat dikembangkan dengan biji maupun stek. Tanaman ini tidak menghasilkan bunga sepanjang tahun, tetapi tetap menghasilkan nectar melalui organ khusus berwarna kuning kehijauan yang terdapat pada ketiak daunnya. Perbanyakan tanaman Cassia cobanensis dapat dilakukan seperti pada tanaman Turnera subulata.
Antigonon leptopus merupakan tanaman herba berkayu (semak) yang tumbuh merambat, dapat dikembangkan dengan biji maupun stek. Tanaman ini berbunga sepanjang tahun. Penanaman tanaman ini di lapangan memerlukan lanjaran untuk merambat. Perbanyakan tanaman Antigonon leptopus pada dasarnya sama dengan Cassia cobanensis, tapi memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah. Oleh karena itu, dalam satu babybag perlu ditanam 2-3 stek. Mengingat jenis tanaman ini tumbuh merambat, maka pada setiap babybag perlu di pasang tiang untuk rambat yang terbuat dari bambu/kayu setinggi
50 cm dan bibit harus sudah dipindahkan sebelum saling melilit.
Pemupukan Secara teknis, sistematika proses pemupukan di BPE dimulai dari roll pagi, berupa intruksi asisten divisi untuk rencana teknis pemupukan, pengambilan pupuk di gudang sentral, pembagian pupuk ke dalam untilan pupuk, untilan pupuk dinaikkan ke atas transport (truk atau traktor), mobilisasi ke blok target, diberikan ke suplai kecil, sebar pupuk oleh regu pemupuk (tim rayon), pengumpulan karung (jumlah karung harus sama dengan jumlah karung pupuk keluar gudang). Gambar 5 merupakan tumpukan pupuk urea yang telah diuntil.
Gambar 5. Untilan Pupuk Urea
Tujuan penguntilan yaitu menjamin setiap pokok mendapat dosis yang tepat, mengurangi dan mencegah adanya penggumpalan pupuk, tonase pupuk yang dibawa ke lapangan lebih tepat, lebih mudah dalam pengangkutan (memasukkan ke kendaraan dan
membawa dari gudang ke lapangan serta menurunkan dari kendaraan). pembukaan benang karung goni lebih baik dibanding di lapangan, dan tenaga laki-laki untuk mengecer di lapangan tidak diperlukan lagi sehingga tenaga pelangsir dan pengecer adalah tenaga wanita. Bobot untilan tergantung pada jenis pupuk dan dosis yang digunakan. Contoh, pupuk dolomit dengan dosis 2.5 kg/pokok, tiap satu untilan seberat 10 kg digunakan untuk 4 tanaman. Pupuk urea dengan dosis 1.5 kg/pokok, tiap satu untilan seberat 12 kg digunakan untuk 8 tanaman. Norma kerja yang berlaku di Bukit Pinang Estate adalah 1 500 kg/HK untuk jenis pekerjaan until pupuk, 3 ton/HK untuk pengeceran pupuk ke blok target, dan masing-masing 500 kg/HK untuk pelangsir ke pasar tengah dan penabur pupuk. Jenis dan dosis pupuk. Jenis pupuk yang direkomendasikan di PT Bina Sains Cemerlang dibagi menjadi dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Jenis pupuk organik : solid basah, janjangan kosong, serta POME (palm oil mill effluent), sedangkan pupuk anorganik : Nitrogen (Urea), P2O4 (TSP), Kalium (MOP), Magnesium (Kieserit dan Dolomit), serta Boron (HGBF). Dari segi penggunaan jenis pupuk, BPE berbeda dengan SPE dari segi penggunaan pupuk organik. Hal ini tampak pada penggunaan pupuk organik yang sangat kurang karena hasil sekunder PKS (pabrik kelapa sawit) sedangkan jarak yang jauh dari areal pertanaman kelapa sawit di divisi (> 6 km). Hal tersebut menimbulkan ketidakefektifan aplikasi pupuk organik dari segi biaya transportasi (ekonomis) dan waktu. Pemanfaatan limbah organik seperti janjangan kosong dan decanter solid, diaplikasikan blok penanaman Turnera subulata dan Acasia cubanensis (beneficial plant) di jalan-jalan akses produksi. Jenis dan dosis pupuk direkomendasikan oleh Departemen Riset Minamas di Riau berdasarkan hasil analisis kimia daun, status hara, kondisi tanah, tingkat produksi yang dicapai, dan analisis tanah (Tabel 5).
Tabel 5. Jenis dan Dosis Pemupukan Sesuai Rekomendasi Riset Tahun Tanam
Jenis Pupuk Total Urea
RP
KCl
Dolomite
HGFB
Kieserit
…………….kg / pkk / th…………….
1992
2.52
0
3.12
1.67
0
0
7.31
1993
2.67
0.28
3.07
0.36
0
0
6.37
1996
2.55
0
3.01
1.75
0
0
7.31
1997
2.52
0
3
0.31
0
0
5.83
1998
2.26
0.21
2.74
0.79
0.04
0.07
6.1
2000
2.26
0.54
2.7
1.14
0.04
0
6.68
Sumber : Kantor Besar BPE (Juni, 2009)
Sebagai contoh pada tanggal 12 Febuari 2009, Divisi III BPE akan melakukan pemupukan Urea di blok F34 (tahun tanam 1998) dengan luas 20 ha, jumlah pokok adalah 2720 pokok (berdasarkan rekomendasi), jumlah pokok terakhir adalah 2711, dosis pemupukan 1.5 kg/pokok.
Contoh Perhitungan : Kebutuhan Pupuk Urea untuk Blok F34 = 2711 x 1.5 kg = 4066.5 kg Untuk per-sak karung pupuk 50 kg = 4066.5 kg : 50 kg/sak = 81.33 sak
82 sak
Diasumsikan, per-baris = 32 pokok Jadi 32 pokok x ½ pasar rintis = 16 pokok 16 pokok x 1.5 kg/pokok = 24 kg Maka dalam penguntilan dibagi 2 until @ 12 kg/until pupuk urea Sehingga kebutuhan until pupuk = 4066.5 kg : 12 kg/until =338.875 until
339 until
Waktu pemupukan. Pengaplikasian pupuk dilakukan per semester (6 bulan sekali). Pada TBM yaitu setelah hari hujan, sebab kanopi belum menutupi semua permukaan tanah, sedangkan TM pada setiap semester. Waktu pemupukan kapur pertanian (kaptan), dolomit dan abu janjang harus mempunyai selang minimal dua bulan setelah pemupukan urea agar tidak terjadi reaksi yang merugikan.
Teknis pelaksanan. Pelaksanaan di lapangan harus dihindari kekeliruan dalam aplikasi pupuk, maka tiap divisi setiap harinya hanya dibenarkan aplikasi satu jenis pupuk. Kebutuhan jumlah tenaga kerja harus pasti dan sesuai dengan luas areal yang akan dipupuk. Takaran yang dibawa oleh penabur pupuk harus sesuai dengan dosis yang akan digunakan. Oleh karena itu, asisten harus mengecek kembali kebenaran takaran yang akan digunakan. Penaburan pupuk pada masing-masing pokok harus dimulai dari jalan pengumpul (CR = collection road) menuju batas/rintis tengah blok (batas alam) sesuai arah barisan tanaman. Cara penempatan penaburan pupuk di gawangan mati. Norma prestasi penabur adalah 2 - 3.5 ha/HK atau 400 - 500 kg/HK tergantung dari dosis pupuk per pokok, topografi tanah, dan keterampilan penabur.
Thinning Out Thinning out (TO) adalah penjarangan terhadap populasi pokok kelapa sawit dengan cara mematikan pokok secara mekanis (manual) atau kimia (peracunan) terhadap tanaman yang tidak dikehendaki atau tumbuh rapat dimana tanaman tersebut tidak dapat berproduksi optimal. Perlakuan thinning out bertujuan menghemat biaya perawatan tanaman secara umum, mengurangi tingkat persaingan antar pokok mendapatkan sinar matahari, unsur hara dan air dari dalam tanah, meningkatkan serapan sinar matahari pada indeks luasan daun kelapa sawit, dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi TBS kelapa sawit. Sasaran thinning out meliputi pokok non valuer (pokok tidak berguna), pokok ganda/kembar, dan pokok close planting (pokok jarak tanam rapat < 7 m).
Rawat Jalan Kelapa sawit termasuk kelompok heavy duty crop, karena produksi buahnya pertahun sangat tinggi (22 – 35 ton/ha/th). Hal ini sangat perlu pendukung jalan dan jembatan yang baik. Pembuatan dan perawatan jalan harus ditujukan atau diarahkan untuk mengendalikan dan mengelola lima faktor penyebab kerusakan jalan, yaitu air, bahan organik, kurangnya sinar matahari, sifat tanah (tekstur dan struktur), bahan induk tanah dan beban (tonase) angkutan. Jalan yang jelek/kurang baik akan berpengaruh
terhadap mutu produksi dan biaya perawatan jalan/alat pengangkutan mahal (kendaraan cepat rusak akibat kondisi jalan).
Teknis perawatan jalan meliputi pengaliran air dengan mendalamkan parit jalan (cuci parit) dengan memperhatikan keadaan lapisan permukaan dan kemiringannya. Parit harus dipelihara untuk menjamin pengeringan air permukaan, aliran ke samping, sedangkan penimbunan harus dengan jenis tanah tanah yang cocok (biasanya dicampur dengan pasir dan kerikil), tanah humus/bahan organik (daun, pelepah sawit, ranting-ranting busuk) tidak boleh dipakai untuk menimbun dan operasi road greader, bulldozer dan compactor harus diorganisir oleh manajer kebun, agar dipakai pada tempat yang paling memerlukan (sesuai dengan data kondisi jalan). Pemeliharaan jalan secara manual dengan cara semua rumput-rumputan di permukaan jalan harus dibabat mepet, lalu bekas babatan harus dibuang ke gawangan, memotong cabang pelepah/cabang pokok sawit yang menghalangi sinar matahari dan mengganggu lalu lintas kendaraan (tunas pasar). Bentuk jalan harus dipertahankan dengan kemiringan 2.5%, reparasi dan konsolidasi jalan pada musim hujan, pembuatan tali air untuk membuang genangan air dan penyusunan batu padas berdiameter > 10 cm untuk menimbun lubang pada badan jalan dan penimbunan lubang jalan menggunakan tanah laterit, krokos, atau sirtu (pasir dan batu), sebaiknya dilakukan pada musim kering. Gambar 6 adalah beberapa jenis alat berat yang digunakan : exavator, TLB (tracktor loader backhoe), road grader, dan compactor.
A
B
C
D
Gambar 6. Alat Berat : (A) Exavator, (B) Road Grader, (C) TLB, dan (D) Compactor.
Konservasi Tanah dan Air Pengewatan tanah dan air di perkebunan kelapa sawit sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Pembangunan konservasi tanah dan air akan menekan kehilangan masa dan hara oleh aliran permukaan, meningkatkan efektivitas pemupukan, dan membantu kelancaran panen serta aktivitas pekerjaan lainnya. Pada prinsipnya konservasi tanah dan air terdiri dari tiga bentuk, yaitu mekanik, biologi dan kimia. Upaya yang dilakukan oleh BPE dalam Konservasi tanah dan air adalah pembuatan Siltpit, menghindari clean weeding, pelaksanaan stecking pelepah memotong kemiringan, pembuatan mainhole (rorak) dan penanaman Vetiveria zizanioides (akar wangi). Prestasi kerja yang berlaku di BPE adalah 100 bibit/HK untuk penanaman Vetiveria zizanioides dan 1.5 lubang/HK untuk Siltpit.
A
B
Gambar 7. Konservasi Tanah dan Air : (A) Penanaman Vetiveria zizanioides, dan (B) Silt Pit
Penunasan Penunasan adalah kegiatan pembuangan daun-daun tanaman (pelepah) kelapa sawit yang tidak bermanfaat seperti pelepah tua, sengkleh dan sakit. Penunasan bertujuan mempermudah pekerjaan potong buah (melihat dan memotong buah masak), menghindari tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah, dan memperlancar proses penyerbukan alami. Selain itu, penunasan dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan hama dan penyakit. Penunasan berpengaruh terhadap status hara dalam daun (Fauzi et al., 2005). Kegiatan yang dilakukan di BPE adalah penunasan progresif dan penunasan rutin. Penunasan progresif adalah penunasan yang dilakukan berbarengan dengan kegiatan potong buah yang dilakukan oleh tenaga pemanen. Penunasan rutin yaitu penunasan yang dilakukan sesuai dengan rotasi penunasan (biasanya 1 kali dalam satu tahun). Pada tanaman muda, pelaksanaan tunas pasir/sanitasi dapat mempermudah pemupukan, semprot piringan, dan pengutipan brondolan. Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi yang maksimum maka harus dihindari terjadinya over prunning. Over prunning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena berkurangnya areal fotosintesis dan tanaman mengalami stres, terlihat melalui peningkatan keguguran bunga betina, penurunan seks rasio (peningkatan bunga jantan), dan penurunan BJR (berat janjang rata-rata). Kondisi optimal dicapai jika penunasan dibatasi sampai dua lingkar daun di bawah tandan matang atau yang disebut ”songgo
dua”. Untuk menghindari terjadinya over prunning, perlu dilakukan pelatihan dan simulasi pekerjaan, pengawasan yang ketat, dan penggunaan alat yang tepat. Prestasi kerja karyawan yang berlaku di BPE adalah 75 tanaman /HK atau 4 ha/HK.
Potong buah (panen) Potong buah adalah aktivitas memotong buah oleh karyawan sampai diantrikan TPH. Sedangkan panen adalah kegiatan yang meliputi persiapan panen, peralatan panen, rotasi panen, organisasi potong buah, administrasi potong buah, kriteria matang dan kualitas buah, sistem basis (siap borong) dan premi, dan sanksi dan denda. Pekerjaan potong buah merupakan pekerjaan utama perkebuanan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan CPO dan PKO. Persiapan panen. Persiapan panen harus dilaksanakan oleh tim panen agar target produksi tercapai dengan biaya panen minimum. Persiapan panen meliputi persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi panen, dan persiapan alat panen. Persiapan panen di BPE meliputi perbaikan jalan dan jembatan di main road dan collection road, pembersihan kondisi piringan hingga W0 (piringan tanpa gulma) agar mudah pengawasan dan pengutipan brondolan, pemasangan titi panen yang terbuat dari kayu atau beton untuk pengangkutan tandan buah segar (TBS) dan brondolan menuju TPH di daerah rawa/aliran sungai/drainase, dan pembersihan TPH dengan ukuran 6 m x 4 m per 2 jalan rintis. Rotasi panen. Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terkahir dengan panen berikutnya dalam areal panen atau ancak yang sama. Sistem rotasi di BPE adalah 6/7, yaitu terdapat 6 seksi panen dengan interval waktu panen dalam satu seksi 7 hari, namun pada pelaksanaan di lapangan sering terkendala kondisi blok yang sulit khususnya daerah rendahan dan ketersediaan tenaga potong buah. Jumlah seksi buah disusun menjadi 6 seksi (A, B, C, D, E dan F), seksi panen sedemikian rupa sehingga satu seksi selesai dalam satu hari, mempermudah perpindahan ancak dari satu ke blok lain, mempermudah kontrol asisten divisi, mandor I, mandor panen, mandor transport TBS lebih efesien, serta meningkatkan output pemanen. Organisasi panen. BPE menerapkan organisasi potong buah yang disebut dengan Block Harvesting Sistem (BHS). BHS merupakan sistem organisasi potong buah yang pekerjaannya terkonsentrasi dan pergerakannya teratur secara sistematis dengan
target penyelesaian satu seksi panen dalam satu hari kerja. Oleh karena itu, BPE membentuk KKP (Kelompok Kecil Pemanen). Satu KKP terdiri dari 4 pemanen yang prinsip kerjanya mendapatkan hanca panen masing-masing sebagai tanggungjawab keempat pemanen dalam KKP tersebut. BHL menjadi tenaga pengutipan berondolan dilakukan oleh tenaga borongan yang pengangkutan ke PKS terpisah dengan TBS menggunakan mobil pick up. Kriteria dan kualitas buah. Kriteria matang buah di BPE berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh di piringan. Tabel 6 menunjukkan kriteria kematangan buah.
Tabel 6. Kriteria Kematangan Buah Jumlah brondolan/priringan(biji) 0-4
Kriteria Kematangan Buah Mentah
5-9
Kurang matang
> 10
Matang
Sumber : QA Minamas, 2008
Kriteria kualitas buah yang berlaku berupa long/cut stalk (potongan Gagang), kontaminasi : tercampur tanah, batu dan pasir , serta kesegaran TBS dan brondolan terkirim ke PKS < 24 jam setelah panen. Peralatan panen. Alat-alat kerja potong buah yang digunakan di BPE disesuaikan dengan kebutuhan, seperti alat potong buah disesuaikan dengan tinggi tanaman. Tabel 7 merupakan deskripsi alat-alat panen yang dipakai di BPE.
Tabel 7. Deskripsi Alat-alat Panen Nama Alat
Kegunaan
Keterangan
Dodos
Untuk memotong TBS umur 3-8 tahun
Berbentuk tembilang, lebar mata 8-14 cm dan panjang mata 8-12 cm.
Harvesting pole
Gagang untuk pisau egrek
Sepotong besi aluminium
dengan panjang 6-12 meter Pisau egrek
Alat untuk memotong TBS
Berbentuk seperti pisau arit dengan panjang pangkal 20 cm, panjangnya 45 cm dan sudut lengkung 1350
Angkong
Alat untuk mengangkut TBS dari pokok ke TPH
Kereta sorong beroda satu yang terbuat dari besi bermerek artco
Karung pupuk
Wadah untuk mengumpulkan brondolan sebelum diangkut ke PKS
Wadah untuk mengumpulkan brondolan sebelum diangkut ke PKS
Gancu
Alat untuk mengantrikan TBS dari pokok ke pasar rintis
Besi beton berdiameter 3/8 inchi dan panjang 0.5 meter
Kapak
Alat untuk memotong gagang panjang dari TBS
Besi beton bermata tembilang dengan diameter dan panjang besi sesuai dengan kebutuhan
Ember
Alat untuk menampung brondolan sebelum dikumpulkan menjadi satu di dalam karung
Umumnya berukuran sedang berwarna hitam
Tojok
Untuk memuat TBS dari TPH ke PKS
Pipa galvanis/besi dengan ujung besi beton berbentuk lancip dengan panjang sekitar 1 – 1.5 meter
Sumber : Kantor Divisi III BPE
Sistem basis (siap borong) dan premi panen. Sistem basis (siap borong) adalah jumlah janjang yang harus dipanen sebagai dasar menghitung kelebihan janjang sebagai premi lebih borong. Siap borong berdasarkan tahun tanam dan 7 jam/hari kerja. Premi siap borong adalah premi yang diterima pemanen saat jumlah janjang panen sama dengan jumlah siap borong. Premi lebih borong adalah premi yang diterima pemanen jika jumlah janjang telah melebihi jumlah janjang siap borong. Tabel 8 menunjukkan ketentuan siap borong dan premi panen di BPE.
Tabel 8. Ketentuan Siap Borong dan Premi Panen di Bukit Pinang Estate
Basis 1 X
Basis 2 X
Tahun Tanam
Basis Borong (tandan)
Siap Borong (Rp)
Lebih Borong (Rp/tandan)
Basis Borong (tandan)
Siap Borong (Rp)
Lebih Borong (Rp/tandan)
1992
85
10 000
500
170
21 750
500
1993
90
10 000
500
180
21 750
500
1997
130
10 000
350
260
21 750
350
1998
135
10 000
350
270
21 750
350
2000
155
10 000
350
310
21 750
350
Sumber : Kantor Besar BPE
Premi panen juga diberikan pada tenaga supervisi (pengawas). Perhitungan premi supervisi panen sebagai berikut : Mandor Panen =
Mandor I
=
Kerani Buah
=
x 150 %
x 150 %
x 100 %
Sanksi dan denda. Sanksi dan denda diberikan oleh mandor panen, mandor I, atau asisten divisi berdasarkan pemeriksaan ancak panen. Tabel 9 menunjukkan penentuan sanksi dan denda pemanen.
Tabel 9. Penentuan Sanksi dan Denda Pemanen Jenis Kesalahan
Denda (Rp/tandan)
Potong buah mentah (A)
5 000
Buah masak tidak dipanen atau tinggal di pokok
5 000
Buah dipotong dan tidak diangkut ke TPH
5 000
Buah tidak diantrikan di TPH yang telah ditentukan
1 000
Buah peraman di TPH diakui sebagai pendapatan Tangkai buah tidak dipotong rapat
3 000 500
Pelepah tidak disusun di gawangan mati
2 000
Pelepah dibuang ke parit
2 000
Pelepah sengkleh
2 000
Brondolan di ketiak pelepah tidak dikutip
2 000
Buah busuk eks restan diantrikan di TPH
3 000
Buah matahari
3 000
Sumber : Kantor Besar BPE
Transportasi TBS Transportasi TBS yang tidak cukup, tidak efesien, terlambat dan tidak teratur berakibat buah restan di lapangan. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu CPO (FFA akan naik), disiplin pemanen rusak karena tidak teraturnya pengaturan transport sehingga mutu buah tidak dapat diperiksa dengan baik karena sudah lebih dahulu diangkut sebelum diperiksa, BJR akan turun, sebab tidak semua brondolan di TPH terangkut semua (berhubungan dengan disiplin sopir dan kenek), output potong rendah karena rotasi panen terlambat, kemungkinan terjadinya manipulasi atas buah restan dan seksi potong buah kacau. Transportasi TBS dan brondolan harus sudah terkirim ke PKS < 24 jam untuk menjaga mutu TBS dan brondolan. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan oleh mandor transport untuk alokasi pembagian tenaga angkut TBS dan brondolan (kenek), alat angkut (traktor, truk bak mati dan dump truck) beserta operatornya. BPE menggunakan traktor untuk pengambilan TBS yang berada di collection road dan jalan bantu/kontur dalam blok yang sulit diambil oleh dump truck kemudian di “pok” di satu tempat (loading lahan), sedangkan untuk dump truck dan truk bak mati difokuskan untuk pengambilan TBS di “pok” dan collection road yang bisa dilalui. Pemilihan alat angkut dump truck dan truk bak mati untuk transportasi TBS ke PKS karena alat angkut ini memiliki mobilisasi yang lebih cepat dibanding traktor. Tranportasi brondolan menggunakan alat angkut yaitu mobil pick up. Peralatan yang digunakan untuk transpotasi TBS adalah “tojok” (sejenis tombak) dan gancu, sedangkan untuk brondolan digunakan garuk dan karung pupuk. Prestasi kerja kenek TBS adalah 4 ton/HK, kenek
brondolan adalah 2 ton/HK, operator (supir) adalah 8 ton/HK. Gambar 8 adalah sistem transportasi TBS dan brondolan di BPE.
A
B
Gambar 8. Sistem Pengangkutan : (A) TBS Sistem Pok, dan (B) Brondolan Aspek Manajerial Penulis bekerja sebagai pendamping mandor, pendamping mandor I, TQEM dan pendamping asisten divisi dalam melakukan aspek manejerial di BPE. Pada aspek ini, penulis melaksanakan kegiatan manajerial dan administrasi meliputi pengawasan, menentukan jumlah karyawan dan meghitung biaya operasional dari setiap kegiatan, menentukan dosis, konsentrasi dan jumlah bahan kimia yang diperlukan, melakukan diskusi dengan mandor, asisten divisi serta melakukan administrasi.
Pendamping Mandor Mandor adalah orang yang bertugas untuk mengawasi karyawan harian dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan. Selain itu, mandor juga membimbing, memotivasi, mengatur serta bertanggung jawab langsung terhadap jenis pekerjaan yang dimandorinya. Mandor biasanya diangkat dari karyawan harian yang memenuhi kriteria sebagai mandor berdasarkan penilaian asisten divisi dan mandor I. BPE membagi pekerjaan dalam dua pekerjaan besar, yaitu perawatan dan produksi, sehingga mandornya pun dibagi menjadi dua, yaitu mandor perawatan dan mandor produksi. Berbeda dengan mandor, supervisi adalah tenaga kerja ini melakukan kegiatan secara administrai dengan cara mencatat.
Mandor juga melakukan kegiatan manajerial dan administrasi dalam membuat rencana kerja dan dilaporkan dalam buku kegiatan mandor (BKM). Penulis selama satu bulan menjadi pendamping mandor. Jenis pekerjaan penulis yang dilakukan pada aspek manajerial meliputi pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama, pemupukan, rawat jalan, potong buah (panen) dan transportasi TBS. Mandor
pengendalian
gulma.
Mandor
pekerjaan
ini
melaksanakan
pengorganisasian dan persiapan alat kerja secara rayon (satu tim semprot untuk ranah kerja di tiga divisi). Selain itu, alat-alat kerja tersentralisasi di satu tempat agar mudah dalam pengawasan. Pekerjaan semprot tidak menyebar di beberapa divisi sehingga manajer kebun, askep dan asisten divisi dapat mengontrol lebih baik. Resiko pencurian herbisida diminimumkan karena pencampuran langsung dilakukan di gudang disaksikan oleh asisten/askep setiap paginya. BPE melakukan pemetaan terhadap kondisi kerapatan gulma di gawangan. Informasi kondisi gulma dijelaskan melalui warna (Lampiran 11). Warna tersebut menunjukkan tingkat kerapatan gulma yang ada di suatu blok atau daerah tertentu. Kerapatan gulma merupakan nilai penutupan suatu luasan tertentu oleh gulma. Rendah dengan kisaran penutupan daerah gulma sebesar, 0 – 10 % (lahan bersih), 11 – 45 % (rendah), 46 – 75 % (sedang), dan > 75 % (tinggi). Warna hijau menunjukkan kerapatan gulma rendah, warna kuning menunjukkan kerapatan gulma sedang, dan warna merah menunjukkan kerapatan gulma tinggi. Bila hari hujan, pekerja dapat segera dialihkan ke pekerjaan lain yang tidak terpengaruh hujan seperti gawangan manual/BTP (babat tanaman pengganggu) karena adanya alat kerja (parang) yang selalu dibawa dalam kendaraan. Mobilisasi karyawan ke blok pekerjaan BTP tersebut juga dapat dilakukan dengan cepat. Mobilisasi yang tinggi akan meningkatkan output semprot. Prestasi kerja rata-rata karyawan adalah 3.5 ha/HK selama penulis mengawasi pengawasan ini. Mandor pengendalian hama. Konsep pengendalian hama dan penyakit dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama harus dipahami oleh mandor. Pengendalian terhadap penyakit di BPE sangat jarang dilakukan karena sangat jarang ditemukan penyakit tanaman yang ditemukan namun pihak kebun terus memonitor gejala serangan penyakit. Mandor yang bertanggung jawab atas jenis pekerjaan dan memonitor keberadaan hama di BPE disebut Mantri HPT (Hama dan Penyakit Tanaman). Pengendalian yang efektif adalah saat titik kritis karena akan menjadi dasar acuan untuk
pengambilan keputusan pengendaliannya. Mandor melakukan pemilihan jenis, metode (biologi, mekanik, kimia, terpadu) dan waktu pengendalian yang dianggap paling cocok akan dilatarbelakangi oleh pemahaman atas siklus hidup. Upaya mendeteksi hama penyakit pada waktu yang lebih dini karena akan memudahkan tindakan pencegahan dan pengendaliannya juga agar tidak terjadi ledakan serangan dan menyebar luas. Jenis pekerjaan preventif dalam pengendalian hama yang sering dilakukan adalah sensus hama secara berkala dan penanaman beneficial plant, sedangkan untuk pengendalian secara kimia digunakan alat puls fog yaitu alat pengasapan berbahan bakar bensin dan asapnya ditimbulkan oleh solar serta bahan pestisida berupa Decis dengan dosis 100 ml/ha. Penulis mengawasi karyawan dengan prestasi kerja rata-rata 140 m/HK untuk penanaman beneficial plant dan 5 ha/HK untuk penyemprotan dengan puls fog. Mandor pupuk. Mandor pupuk bertanggungjawab atas alokasi tenaga kerja penabur pupuk dan tenaga until pada hari kerja pemupukan secara rayon (satu tim pemupukan untuk ranah kerja di tiga divisi). Mandor pupuk bertugas menghitung kebutuhan pupuk di blok target, menentukan kebutuhan until sesuai rekomendasi, serta mengurus administrasi pengambilan pupuk di gudang pupuk sentral BPE. Dalam pekerjaannya mandor pupuk utama dibantu oleh seorang wanita sebagai mandor until pupuk dan tiga pengawas laki-laki sekaligus tim keamanan. Secara umum, pemupukan di BPE dibagi menjadi dua, yaitu pupuk anorganik dan organik. Pupuk organik di BPE tidak terealisasi dengan baik karena jarak dengan PKS > 6 km sehingga tidak efesien dalam pelaksanaannya, sedangkan pupuk anorganik terus dilakukan berdasarkan rekomendasi pemupukan oleh Departemen Riset Minamas di Riau sebelum tahun pemupukan berjalan. Mandor rawat jalan. Jenis pekerjaan rawat jalan membutuhkan seorang mandor yang paham terhadap kondisi alam yang ada, karena jalan adalah akses untuk transportasi sehingga keadaan jalan yang baik akan mendukung kelancaran seluruh kegiatan kebun. Regu perawatan jalan ditempatkan di setiap divisi akan lebih efesien, karena lokasi yang akan dikerjakan dekat dan jelas. Jenis pekerjaan yang diawasi oleh penulis meliputi pemasangan gorong-gorong (buis beton), pembuatan tali air, penimbunan dan pembuatan siring (parit) secara mekanis (alat berat : TLB, exavator, road grader, dan compactor) dan tunas pasar (pemotongan pelepah di pinggir jalan untuk memasukan cahaya matahari agar jalan cepat kering). Sedangkan prestasi karyawan berdasarkan jenis pekerjaan diatas berturut-turut adalah 6 buah Buis Beton/HK, 120 m/HK, 10 BU/HK dan 300 m/HK(75 tanaman/HK).
Mandor bersama asisten divisi bertanggungjawab penuh atas perawatan jalan secara layak di divisinya (dibawah pengarahan estate manager) terutama yang dilakukan secara mekanis (menggunakan alat berat). Oleh karena itu, perlu adanya peta kondisi jalan (up to date) di tiap divisi harus ada. Tabel 10 menunjukkan informasi warna peta keadaan jalan. Tabel 10. Informasi Warna Peta Keadaan Jalan
Warna Jalan di Peta
Informasi/keterangan
Kuning
Jalan baik
Orange
Jalan kurang baik, perlu perbaikan ringan
Merah
Jalan jelek, buruk, sulit dilalui truk/traktor dan perlu perbaikan berat
Coklat
Jalan sama sekali tidak dapat dilalui (perlu penimbunan)
Sumber : Kantor Divisi III BPE
Pengawas alat berat. Tugas pengawas alat berat adalah mencatat waktu pemakaian alat berat (time sheet), mengurus keperluan bahan bakar, dan mengarahkan kegiatan/pekerjaan yang akan dilakukan. Pekerjaan harus dilaksanakan seefisien mungkin, karena penghitungan biaya pemakaian alat didasarkan atas jam kerja mesin. Biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan alat berat tersebut sangat besar terutama untuk alat berat rental (sewa). Mandor panen. Mandor panen adalah orang bertanggungjawab terhadap kegiatan potong buah di divisi. BPE memiliki 9 mandor panen yang terbagi di tiga divisi dengan jumlah anggota panen rata-rata sebanyak 17 pemanen/mandoran dan luas panen rata-rata 160 ha/divisi/seksi panen. Kualitas dan kuantitas TBS dan brondolan menjadi tanggung jawab mandor panen sehingga mandor panen harus menghindari buah mentah dan busuk terkirim ke PKS. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat sesuai pusingan panen dan peraturan disiplin potong buah terhadap pekerjaan potong buah menjadi mutlak dilakukan oleh mandor panen. Selain kegiatan pengawasan di lapangan, mandor panen melakukan tugas : (1) membuat taksasi potong buah untuk panen esok harinya, (2) mengisi BKM, (3) memimpin roll pagi mengarahkan karyawan potong buah tentang blok/ seksi panen hari ini dan teknis pelaksanaan potong buah, (4) membagikan notes, (5) melaporkan
pemeriksaan ancak panen dan mutu buah yang dipanen. Selama menjadi pendamping mandor panen, penulis mengawasi karyawan panen sebanyak 16 pemanen dengan ratarata ouput pemanen yaitu 85 janjang/HK. Kerani panen (kerani buah). Kerani panen mencatat data jumlah janjangan TBS dan brondolan yang dipanen oleh pemanen. Kerani panen juga bertanggungjawab atas TBS yang di “pok” (ditumpuk di satu tempat) hingga TBS dan brondolan terkirim ke PKS. Kerani panen BPE melakukan kegiatan manajerial dan administrasi meliputi (1) memeriksa dan menghitung TBS di TPH serta member cap atau tanda tulis (A=buah mentah) sebelum TBS terkirim ke PKS, (2) mencatat hasil pemeriksaan TBS ke dalam buku penerimaan buah kelapa sawit, (3) mengisi buku notes potong buah, (4) mengisi laporan premi potong buah (5) mengisi daftar formulir buah mentah, (6) memeriksa buah restan dan mengupayakan agar daftar segera diangkut ke PKS, (7) melakukan koordinasi dengan mandor panen bila ditemukan buah mentah di TPH, (8) membuat laporan produksi (realisasi panen), (9) koordinasi dengan mandor transport tentang posisi dan jumlah TBS dan brondolan, (10) membuat laporan potong buah (LPB), (11) membuat premi brondolan, (12) melaporkan laporan/administrasi panen setiap hari. Selama penulis sebagai kerani panen adalah mencatat hasil panen yang diperoleh pemanen di buku laporan produksi, laporan penerimaam brondolan dan laporan penerimaan buah. Rata-rata prestasi kerja karyawan yang diawasi penulis adalah 105 janjang/HK. Mandor transport TBS. Mandor transport TBS bertanggungjawab atas TBS dan brondolan yang berada di TPH hingga terkirim ke PKS. Mandor transport juga mengatur alokasi tenaga kerja (kenek angkut TBS dan brondolan) dan alat angkut TBS (traktor, truk bak mati, dan dump truck) dan brondolan (mobil pick up double gardan bermerek Hiline atau Ranger) untuk angkut TBS dan brondolan di TPH atau pok yang ada di lahan. Mandor transport berkoordinasi dengan mandor panen dan kerani panen mengenai posisi panen hari ini atau posisi buah restan atau jumlah tonase di pok lahan. Mandor transport melakukan kegiatan administrasi atas dasar karcis timbang berupa jumlah janjang, kilogram terkirim ke PKS dan kenek yang memuat TBS dan brondolan. Selama menjadi pendamping mandor transport, penulis melakukan kegiatan manajerial meliputi pembagian tenaga kerja dan alat angkut terhadap target TBS dan brondolan yang akan dikirim ke PKS dan menbuat prestasi dan premi kenek, membuat surat pengantar buah. Prestasi pekerja yang diawasi oleh penulis yaitu 4.5 ton/HK. Kerani divisi. Kerani divisi bertugas merekap seluruh data dari seluruh kegiatan administrasi di kebun. Kerani divisi mengambil data administrasi tersebut diambil dari
Buku Kegiatan Mandor (BKM). Kerani Divisi juga melaporkan setiap pekerjaan yang ada di divisi ke kantor besar BPE. Pembukuan yang dilakukan kerani kantor ini disusun secara sistematis agar kelak di kemudian hari ada permasalahan dapat diperiksa kembali. Pembukuan ini disusun secara harian, bulanan dan tahunan. Selama menjadi kerani divisi, penulis membantu pekerjaan pembuatan absensi tahap I dan II setiap bulannya, pembuatan laporan produksi, biaya dan output harian divisi, mengisi premi prestasi karyawan, menjadi fasilitator radio udara dan kegiatan lainnya. Lama waktu kerja penulis selama menjadi kerani divisi adalah 10 jam/HK.
Pendamping Mandor I Mandor
I
adalah
orang
membawahi
mandor-mandor
kegiatan
serta
bertanggungjawab dan berhubungan langsung dengan asisten divisi. mandor I merupakan perpanjangan tangan dari asisten divisi dan merupakan orang pertama yang mendapat instruksi mengenai pekerjaan di lapangan atau pihak yang mewakili posisi asisten divisi selama kegiatan kebun berlangsung. Penulis mendampingi mandor I bersama-sama mengawasi mandor-mandor perawatan dan produksi. Selama mendampingi mandor I, penulis menyimpulkan mandor I berperan lebih terkonsentrasi terhadap produksi daripada perawatan. Oleh karena itu, di BPE terdapat mandor I perawatan yang melingkupi seluruh kebun (tiga divisi) termasuk bertugas pengawasan kerja alat berat.
TQEM (Total Quality Environment Management)
TQEM
merupakan lembaga kerja secara terpisah dengan manajemen kebun dan
pabrik. TQEM ini bertugas dalam pemeriksaan ancak panen, pemeriksaan mutu TBS di PKS, evaluasi kebersihan PKS, dan pengawasan pengiriman dan bongkar/muat TBS. TQEM di PT Bina Sains Cemerlang ini dipimpin oleh Asisten TQEM yang beranggotakan 16 orang. BPE bersama dengan TQEM dalam pemeriksaan ancak panen dan pemeriksaan mutu TBS di PKS. Pemeriksaan ancak panen. Pemeriksaan mutu terhadap ancak panen untuk mengetahui angka persentase (%) buah matang yang tidak dipanen dan brondolan yang tidak terkutip di piringan, luar piringan, ketiak pelepah pokok kelapa sawit, jalan rintis
dan TPH. Batas toleransi yang berlaku untuk manajemen seluruh kebun Minamas Plantation di Indonesia terhadap buah matang tidak terpanen adalah 0 % sedangkan untuk brondolan yang tidak terkutip adalah < 2 %. Pemeriksaan ancak panen dilakukan secara berkala dan bersama-sama dengan staf QA (asisten TQEM), mantri tanaman, asisten divisi/mandor I dan estate manager. Pemeriksaan mutu TBS (grading). Grading TBS merupakan kegiatan pemeriksaan mutu/kualitas TBS yang dilakukan secara contoh sebanyak 100 janjang TBS yang diambil secara acak dengan sistem dan kriteria yang telah ditentukan sebagai salah satu alat kontrol terhadap mutu/kualitas TBS yang diterima di PKS. Kriteria utama dalam grading adalah unripe bunch (buah mentah) : 0 – 4 brondolan/janjang, under ripe bunch (buah kurang matang) : 5 – 9 brondolan/janjang, ripe bunch (buah matang) : > 10 brondolan/janjang, empty bunch (buah kosong) : > 95 % brondolan telah lepas dari janjangnya. kriteria tambahan yang berlaku berupa long/cut stalk (potongan gagang), kontaminasi : tercampur tanah, batu dan pasir dan old crop : buah restan > 2 hari. Batas toleransi kriteria grading dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Batas Toleransi Kriteria Grading di PT Bina Sains Cemerlang Kriteria Buah mentah
Batas Toleransi 0%
Buah kurang matang
<5%
Buah matang
> 95 %
Potongan gagang
0%
Kontaminasi
0%
Buah restan
0%
Sumber : QA Minamas, 2009
Pendamping Asisten Divisi Asisten divisi/afdeling adalah orang yang bertanggungajawab atas semua kegiatan di divisi/afdeling yang dipimpinnya. Asisten divisi bertanggunjawab langsung kepada estate manager. Asisten divisi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh mandor dan
krani. Setiap pagi pada hari kerja, asisten divisi memimpin jalannya roll pagi yang dimulai dari pukul 05.45 – 06.00 WIB dan memberikan arahan kerja pada hari itu kepada mandor dan supervisi (kerani buah dan kantor) untuk disampaikan ke karyawan atau berupa evaluasi pekerjaan kemarin dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi. Setelah roll pagi, asisten divisi akan memeriksa absensi karyawan dan pembagian tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan di divisi dalam BKM (buku kegiatan mandor), membuat laporan harian, dan membuat bon permintaan barang. Pengaturan kegiatan kebun harian dan bulanan di divisi yang dilakukan oleh Asisten divisi berdasarkan rencana anggaran biaya (budget) yang telah ditetapkan oleh kebun. Asisten divisi harus memberikan perlakuan dan strategi khusus untuk setiap pekerjaan agar biaya yang digunakan saat kegiatan kebun tidak melebihi budget yang telah
ditetapkan.
Manajemen
asisten
divisi
meliputi
kegiatan
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan kegiatan pengawasan. Kegiatan perencanaan yang dilakukan adalah membuat rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) atau PDO (permintaan dana operasional) pada akhir bulan, kemudian diinterprestasikan menjadi rencana kerja harian (RKH). RKAB berisi tentang jenis pekerjaan yanga akan dilaksanakan, target produksi, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan bahan, kebutuhan biaya dan kebutuhan lainnya. Setelah semua laporan diperiksa dan diberi solusi, maka pengontrolan langsung ke lapangan mutlak dilakukan oleh asisten divisi. Hal ini perlu dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang didapatkan oleh mandor mengenai ketepatan waktu kerja dan teknis pelaksanaan di lapangan. Rata-rata jam kerja penulis sebagai pendamping asisten divisi adalah 10 jam/HK.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengendalian gulma di BPE merupakan kegiatan pemeliharaan utama karena keberhasilan pengendalian mempengaruhi kualitas operasional dan pekerja lainnya, misalnya pemupukan, panen dan pengawasan. Pengendalian gulma di BPE dilakukan di dua tempat, yaitu di piringan (circle) dan gawangan (interrow). Secara umum, jenis gulma yang dikendalikan di BPE terdiri tiga jenis gulma, yaitu alang-alang (Imperata cylindrica), gulma umum (general weed), dan tumbuhan pengganggu lainnya, misalnya anak kayu, bambu liar, keladi, dan pisang-pisangan. Pengendalian gulma di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Jenis pekerjaan pengendalian gulma di BPE secara manual dan kimia. Jenis pekerjaan pengendalian gulma secara manual yaitu gawangan manual meliputi : BTP (babat tanaman pengganggu) dan DAK (dongkel anak kayu), dan piringan manual. Jenis pekerjaan pengendalian gulma secara kimia yaitu gawangan kimia, piringan kimia, dan semprot lalang.
Kondisi dan Jenis Gulma Jenis gulma yang tumbuh di suatu tempat berbeda-beda. Faktor utama yang menyebabkan perbedaan komunitas gulma yang tumbuh antara satu daerah ekologi gulma yaitu struktur tanah, curah hujan, altitude, dan pola kultur teknis perkebunan (Nasution, 1981). Jenis gulma yang ditemui di areal pertanaman kelapa sawit BPE dilakukan inventarisasi gulma (analisis vegetasi gulma). Inventirisasi gulma bertujuan untuk mencatat gulma penting dan mempelajari pola komunitas gulma di kawasan tersebut. BPE memiliki daerah rendahan dan lahan darat dengan topografi dari miring sampai sangat miring. Daerah rendahan adalah daerah yang umumnya masih sangat lembab karena daerah ini terdapat di DAS (daerah aliran sungai) dengan gulma yang dominan adalah Scleria sumatrensis, Chromolaena odorata, Dicranopteris linearis, dan Clidemia hirta. Daerah lahan darat adalah daerah dengan media tumbuh tanah mineral dengan gulma dominan Ageratum conyzoides, Paspalum conjugatum, dan anakan sawit (kentosan).
Berikut ini adalah inventarisasi gulma (analisis vegetasi gulma) yang ada di blok F33. Tabel 12 merupakan nilai kerapatan, berat kering, dan frekuensi gulma pada blok F33 (Divisi III BPE) dengan “metode kuadrat“. Kuadrat yang digunakan berukuran 0.5 m x 0.5 m dan dilakukan pengambilan lima petak contoh.
Tabel 12. Nilai Kerapatan, Berat Kering, dan Frekuensi Gulma pada Blok F33 (Divisi III BPE) Kerapatan
Bobot Kering
Frekuensi
Spesies KM
KN
BKM
BKN
FM
FN
Paspalum conjugatum
29
16.2
21.4
11.8
5
11.4
Ottochloa nodosa
19
10.8
16.3
8.9
4
9.1
Imperata cylindrica
19
10.8
10
5.5
5
11.4
Ageratum conyzoides
50
28.1
24.2
13.3
5
11.4
Mikania micrantha
8
4.5
4.1
2.3
4
9.1
Cyclosorus aridus
9
5.1
5.3
2.9
2
4.5
Nephrolepis bisserata
15
8.4
10.9
6.0
3
6.8
Chromolaena odorata
5
2.8
17.6
9.7
3
6.8
Lantana camara
1
0.6
6.1
3.4
1
2.3
Clidemia hirta
4
2.2
28.9
15.9
3
6.8
Borreria alata
4
2.2
7.5
4.1
2
4.5
Melastoma malabathricum
2
1.1
5.6
3.1
2
4.5
Kentosan
13
6.4
23.8
13.1
5
11.4
Total
178
181.3
44
Keterangan : Kerapatan Mutlak (KM) =Jumlah individu spesies gulma tertentu dalam petak contoh
Kerapatan Nisbi (KN) = BKM (Berat Kering Mutlak) = Berat kering total spesies tertentu dalam petak contoh Berat Kering Nisbi (KN) = FM (Frekuensi Mutlak) =Jumlah petak contoh yang berisi spesies tertentu Frekunsi Nisbi (FN) = Nilai Penting = KN + BKN + FN Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) =
Contoh Perhitungan untuk Paspalum conjegatum : KN = (29/178) x 100% = 16.2 % BKN = (21.4/181.3) x 100% = 11.8 % FN = (5/44) x 100% = 11.4 % NJD = (16.2 % + 11.8 % + 11.4 %)/3 = 13.1 % dan seterusnya untuk tiap-tiap spesiesnya.
Nilai NJD kemudian disusun berturut-turut dari yang terbesar sampai yang terkecil (Tabel 13). Besarnya NJD menunjukkan dominansi gulma yang ada pada areal petak contoh.
Tabel 13. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) pada Blok F33 (Divisi III BPE) No.
Spesies
NJD (%)
1.
Ageratum conyzoides
17.6
2.
Paspalum conjugatum
13.1
3.
Kentosan
10.3
4.
Ottochloa nodosa
9.6
5.
Imperata cylindrica
9.2
6.
Clidemia hirta
8.3
7.
Nephrolepis bisserata
7.1
8.
Chromolaena odorata
6.4
9.
Mikania micrantha
5.3
10.
Cyclosorus aridus
4.2
11.
Borreria alata
3.6
12.
Melastoma malabathricum
2.9
13.
Lantana camara
2.4
Total
100.0
Dari Tabel 13 terlihat bahwa gulma Ageratum conyzoides merupakan gulma yang paling dominan pada lahan tersebut dengan nisbah jumlah dominansi (NJD) sebesar 17.6% diikuti oleh gulma Paspalum conjugatum (NJD = 13.1%), kentosan (NJD = 10.3%), dan seterusnya. Menurut Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa komunitas gulma adalah kumpulan individu gulma yang tumbuh di suatu areal dengan luasan tertentu. Suatu komunitas gulma dapat terdiri dari dua jenis atau lebih gulma. Komunitas gulma tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda-beda. Penyebaran komunitas gulma dipengaruhi oleh lingkungan, kultur teknis, dan tanaman. Faktor lingkungan mempengaruhi komunitas gulma yang tumbuh melalui iklim, tanah, dan organisme biotik. Iklim merupakan faktor yang paling besar dalam menentukan jenis tumbuhan/tanaman/gulma yang cocok di daerah tersebut. Misalnya, daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi akan menimbulkan kerapatan gulma, kecepatan pertumbuhan, dan keragaman yang tinggi dibandingkan dengan daerah yang beriklim sebaliknya. Kultur teknis meliputi pengolahan tanah, pemupukan, rotasi tanaman sebelumnya, dan pengendalian gulma sebelumnya. Jenis pola tanam yang diterapkan juga mempengaruhi komunitas gulma yang tumbuh di suatu daerah. Hal ini berkaitan dengan umur tanaman yang mempengaruhi lebar tajuk (adanya naungan) dan ruang hidup.
Aplikasi Herbisida Herbisida. Wudianto (2006) menyatakan bahwa herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dimanfaatkan untuk membunuh atau mengendalikan gulma. Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan menjadi dua, yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak akan mematikan jaringan gulma yang terkena herbisida.
Herbisida kontak diaplikasikan dengan penyemprotan sesuai untuk mengendalikan gulma setahun/semusim,
seperti
ceplukan
(Physalis
angulata),
babadotan
(Ageratum
conyzoides), dan bayam berduri (Amanranthus spinosus). Namun, bila diaplikasikan pada gulma tahunan, maka hanya bagian atas yang mati dan akarnya tetap hidup. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma mengalami kematian. Aplikasinya dengan cara penyemprotan daun atau penyiraman ke akar tanaman. Gulma sasarannya adalah gulma tahunan, seperti alang-alang (Imperata cylindrica). Dosis, konsentrasi, bahan aktif, formulasi dan larutan herbisida. Dosis adalah jumlah herbisida yang diperlukan untuk luasan areal tertentu. Dosis herbisida/ha yang digunakan untuk pengendalian gulma sangat tergantung dari jenis gulma sasaran. Konsentrasi adalah jumlah herbisida yang dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan yang terkena dan dinyatakan dengan persen. Bahan aktif adalah kandungan bahan kimiawi herbisida yang bekerja sesuai dengan tujuan sasaran herbisida digunakan dalam bentuk w/w, v/v, w/v, atau v/w. Formulasi dibentuk dalam larutan, emulsi, suspensi, dan butiran, agar mempermudah aplikasi di lapangan, mempertinggi daya bunuh herbisida, memudahkan bagi konsumen (aman, mudah, dan ekonomis dalam pengangkutan). Larutan adalah campuran yang merata (homogen) yang terdiri dari satu atau lebih bahan yang dilarutkan (padat, cair, atau gas) dalam suatu pelarut (Moenandir, 1988). Untuk teknis di lapangan, dosis tersebut harus dikonversi menjadi konsentrasi dan volume larutan semprot. Untuk menentukan konsentrasi larutan semprot, terlebih dahulu harus melakukan kalibrasi alat semprot, nozel, kecepatan jalan, untuk mengetahui kebutuhan volume semprot per ha. Selanjutnya konsentrasi larutan semprot dapat dihitung dengan memakai data dosis per/ha dan kebutuhan volume larutan semprot per ha. Kalibrasi volume semprot. Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan herbisida. Jika dosis rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata karena cara aplikasi yang tidak benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu gulma tidak mampu dikendalikan di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi, dan gulma dan tanaman budidaya akan mati di areal yang teraplikasi herbisida yang lebih tinggi dari dosis rekomendasi. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan kalibrasi yang tepat (Guntoro et al., 2007).
Kalibrasi dilakukan pada setiap jenis alat semprot, nozel, serta kecepatan jalan sebelum memulai penyemprotan atau pada waktu-waktu tertentu adalah mutlak dilakukan untuk setiap operator semprot, sehingga penggunaan herbisida menjadi efesien dan efektif. Manfaat kalibrasi adalah untuk memperoleh : tingkat akurasi penyemprotan yang tinggi, pengendalian yang efektif, dan mencegah kontaminasi lingkungan.
Prosedur kalibrasi
• Ukur lebar semprotan rata-rata (meter) (=A) • Ukur jarak jalan (m) oleh operator selama 10 detik (=B) • Ukur Output semprot atau flow rate (Ltr/ha Blanket) pada tekanan pompa optimum (1 kg/cm2) (=C) • Hitung kebutuhan volume semprot (Ltr/ha blanket) dengan rumus :
D=
atau, Liter/ha =
Contoh perhitungan : A = Lebar semprot rata-rata adalah 1,5 m B = Jarak jalan rata-rata adalah 8.0 m/10 detik C = Output semprotan rata-rata adalah 1.6 liter/menit D = Berapakah volume semprot (Ltr/ha= …?)
Volume Semprot =
= 222 Ltr/ha
Selanjutnya, kebutuhan herbisida untuk satu tangki alat semprot (Solo atau CP 15) yang berisi 15 liter, dapat dihitung bila dosis herbisida telah ditentukan.
Contoh perhitungan : Pemakaian Prima Up 480 AS untuk penyempotan alang-alang Sheet membutuhkan dosis 6.0 ltr/ha Blanket, sedangkan volume semprot 222 ltr/ha Blanket. Berapakah Prima Up 480 AS yang dibutuhkan dalam volume 15 liter (volume isi tangki alat semprot)?
Kebutuhan Prima Up 480 AS =
= 405 ml
Rotasi dan Prestasi Kerja Semprot Jumlah Rotasi semprot di BPE tergantung pada umur tanaman, jenis gulma yang dominan, jenis dan dosis herbisida yang digunakan, jenis tanah dan kerapatan gulma, dan keadaan iklim. Apabila rotasi pengendalian gulma (secara manual atau kimia) di suatu blok terlambat dilaksanakan, maka keterlambatan tersebut menyebabkan keterlambatan pengendalian gulma di blok berikutnya. Prestasi semprot TBM sampai TM berkisar antara 2 – 5 ha/HK dan dipengaruhi oleh : jenis alat semprot yang digunakan, umur tanaman, topografi, prasarana yang ada dalam blok (pasar rintis, titi pasar rintis, dll), kondisi kerapatan gulma, keterkaitan dengan pekerjaan perawatan lainnya (misalnya prestasi kerja semprot pada TBM lebih tinggi pada blok yang sudah ditunas), serta pengorganisasian dan disiplin kerja.
Organisasi Penyemprotan BPE membentuk tim unit semprot untuk kegiatan pengendalian gulma secara “rayon” (ranah kerja di tiga divisi). Pembentukan unit semprot meningkatkan efesiensi pengendalian gulma, pengorganisasian kerja lebih mudah dilakukan, pengontrolan dapat dilakukan dengan lebih baik, serta menghemat tenaga supervisi.
Tim semprot difasilitasi kendaraan tangki air dengan kapasitas dengan volume 3 000 liter. Pengadaan kendaraan tangki air memudahkan dalam hal penyediaan air, memungkinkan kualitas pencampuran herbisida lebih baik, membuat pekerjaan penyemprotan dapat lebih cepat berpindah tempat, dan meningkatkan prestasi kerja. Jumlah tenaga kerja tim unit semprot adalah 20 orang tenaga semprot wanita (termasuk tenaga kerja cadangan untuk sakit, haid, dan mangkir), satu orang tukang air, satu orang tukang campur dan kalibrasi bahan, satu orang supervisi/mandor, dan satu orang operator. Tenaga semprot umumnya adalah orang telah berpengalaman dan telah bekerja bertahuntahun di pekerjaan pengendalian gulma. Operator bertugas untuk membawa kendaraan tangki air dan mengisi tangki dengan air bersih di divisi yang akan dilakukan pengendalian gulma esok harinya. Peran asisten divisi berperan dalam menentukan teknis pengendalian gulma di divisinya meliputi rencana kegiatan, pemakaian tenaga kerja, alat, herbisida, dan biaya. Tim semprot dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tim Semprot
Setiap divisi harus konsisten dalam pemakaian jumlah hari yang telah ditetapkan. Bila dalam hari yang telah ditentukan itu terdapat hari hujan, maka hari penggantinya di ambil dari lima hari yang telah dicadangkan (program semprot setiap bulan dibuat hanya 20 hari kerja). Berikut ini adalah sistem pengancakan penyemprotan yang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Sistem Pengancakan Penyemprotan Pengancakan kerja untuk alat semprot yang hanya dapat meng-cover ½ pasar rintis. Setelah sampai di collection road (CR), tangki alat semprot diisi lagi dengan larutan induk dan penyemprotan dilanjutkan pada blok berikutnya. Untuk alat semprot dapat mengcover 1 pasar rintis, pengancakan dilakukan dari CR sampai CR selanjutnya. Setiap selesai pekerjaan semprot, mandor wajib melaporkan pemakaian bahan, ha yang disemprot, dan output per HK kepada kerani divisi. Buku kegiatan mandor (BKM) diparaf oleh asisten divisi yang bersangkutan setiap harinya dan diketahui oleh manajer kebun setiap selesai program di rayonnya.
Teknik Pengendalian Gulma Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Efisiensi pengendalian gulma tergantung pada efektifitas tindakan pengendalian untuk mencapai batas minimum. Pada suatu pertanaman terdapat suatu periode dimana gulma harus dipertahankan di bawah batas daya saing tertentu, sehingga dapat dicapai produksi optimum. Pengendalian gulma yang tepat dilaksanakan pada saat periode kritis gulma (Sukman, 2002).
Teknik pengendalian gulma dilakukan BPE dengan cara kombinasi pengendalian secara kimia dan manual. Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi gulma yang ada di lapangan. Pengendalian gulma dilakukan di gawangan dan piringan karena tempat ini merupakan tempat kegiatan operasinal dan produksi kebun. Pengendalian gulma secara kimia di BPE diarahkan pada piringan, pasar rintis, TPH, dan gawangan karena tempat tersebut merupakan tempat berlangsungnnya kegiatan operasional dan produksi kebun. Pengendalian secara manual memerlukan HK yang lebih besar dibandingkan dengan pengendalian secara kimia. Gulma seperti Chromolaena odorata dan Melastoma malabathricum tidak efektif jika dikendalikan dengan cara ditebas karena gulma tersebut akan tumbuh kembali dengan cepat sehingga sebelum tiba rotasi pengendalian gulma berikutnya, gulma ini telah tumbuh lebat. Cara yang efektif adalah dengan mendongkel gulma tersebut hingga ke akar-akarnya. Pengendalian secara kimia dilakukan pada piringan, pasar rintis, TPH, dan gawangan. Pengendalian secara kimia menggunakan alat semprot knapsack sprayer dan MHS (micron herbi sprayer). Bahan yang digunakan berasal dari gudang sentral kemudian dibawa menuju blok target. Keefektifan pengendalian gulma yang dilakukan dapat dilihat pada peta kondisi pertumbuhan gulma yang terdapat di setiap kantor divisi. Peta kondisi tersebut terdiri dari peta kondisi lalang, gawangan, piringan, pasar rintis, dan TPH. Contoh peta kondisi gulma di gawangan BPE dapat dilihat pada Lampiran 11. Peta kondisi pertumbuhan gulma yang diberi warna hijau berarti kondisi gulma pada lahan tersebut ringan. Warna kuning berarti sedang, dan warna merah berarti berat. Suatu areal akan berada pada kondisi ringan setelah aplikasi pengendalian gulma dilakukan. Apabila rotasi terlambat atau herbisida yang disemprotkan tidak mematikan gulma akibat hujan ataupun konsentrasi yang digunakan kurang maka areal tersebut akan masuk pada kondisi sedang atau berat. Pada prinsipnya jika rotasi dapat terpenuhi tepat waktu maka kondisi pertumbuhan gulma di lahan akan selalu ringan. Untuk mengetahui apakah suatu areal masih berada dalam kondisi ringan atau berat pada waktu dilakukan pengendalian dapat dilihat pada jumlah HK dan bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan pengendalian gulma di areal tersebut. Apabila jumlah HK dan bahan yang diperlukan lebih kecil atau sama dengan norma berarti pertumbuhan gulma di areal tersebut ringan.
Semprot VOPs Pengutipan brondolan yang tidak efisien sering menghasilkan biji sawit yang berkecambah pada beberapa tempat di lapangan, pada akhirnya tumbuh voluntary oil palm seedlings (VOPs) kecil atau anakan sawit (kentosan). Keterlambatan pengendalian dari VOPs kecil sehingga tumbuh menjadi besar menyebabkan biaya pengendalian lebih mahal dan sulit dikendalikan. Keberadaannya di piringan, gawangan, dan di TPH dapat mengganggu kegiatan kebun. Keberadaannya mengakibatkan kerugian akibat kehilangan hasil dan biaya pengendaliannya. Pengendalian secara manual belum menuntaskan permasalahan dan metode yang efektif saat ini adalah dengan cara kimia. Oleh karena itu, penulis mengamati dan melakukan kegiatan pengendalian terhadap kentosan. Pengendalian terhadap kentosan ini menggunakan herbisida sistemik berdasarkan pertimbangan bahwa kentosan adalah gulma annual (tahunan) serta pengendalian yang efektif dengan cara penyemprotan herbisida sistemik. Oleh karena itu, dalam semprot VOPs ini digunakan beberapa herbisida sistemik. Hasil pengamatan semprot VOPs disajikan pada Tabel 14, 15, dan 16.
Tabel 14. Hasil Pengamatan Waktu Timbul Gejala Kerusakan Timbul Gejala Kerusakan Perlakuan
A
B
C
UL
1 MSA
2 MSA
3 MSA
4 MSA
Gejala
%
Gejala
%
Gejala
%
Gejala
%
1
0
0
9
45
15
75
17
85
2
0
0
8
40
12
60
16
80
X
0
0
8.5
42.5
13.5
67.5
16.5
82.5
1
2
10
10
50
13
65
16
80
2
3
15
12
60
13
65
15
75
X
2.5
12.5
11
55
13
65
15.5
77.5
1
1
5
8
40
11
55
14
70
2
0
0
7
35
12
60
13
65
D
E
F
Keterangan :
X
0.5
2.5
7.5
37.5
1.5
57.5
13.5
67.5
1
0
0
2
10
3
15
6
30
2
0
0
2
10
4
20
6
30
X
0
0
2
10
3.5
17.5
6
30
1
5
25
12
60
16
80
19
95
2
3
15
12
60
18
90
20
100
X
4
20
12
60
17
85
19.5
97.5
1
2
10
10
50
11
55
15
75
2
3
15
11
55
14
70
15
75
X
2.5
12.5
10.5
52.5
12.5
62.5
15
75
X
= rata-rata
%
= persentase contoh yang timbul gejala kerusakan
MSA
= minggu setelah aplikasi
Catatan : Persentase contoh yang timbul kerusakan didapatkan dengan cara menghitung jumlah kentosan yang bergejala dibagi dengan jumlah total kentosan yang diamati. Contoh perhitungan untuk perlakuan E Ul. 2 yaitu :
=
=
x 100%
x 100 %
= 15 %
Tabel 15. Hasil Pengamatan Gejala Kerusakan pada 2 MSA Gejala Kerusakan Perlakuan Kemudahan dicabut
Busuk titik
Bau
Daun
tumbuh
Busuk
Menguning
A
---
---
---
---
B
---
---
---
---
C
---
---
---
---
D
+
+
+
+
E
+++
++
++
+++
F
+
-
-
++
Tabel 16. Hasil pengamatan gejala kerusakan pada 4 MSA Gejala Kerusakan Perlakuan
Kemudahan
Busuk titik
dicabut
tumbuh
A
+++
++
++
+
B
+++
++
+++
+++
C
++
++
+
++
D
---
---
---
---
E
++++
+++
+++
++++
F
---
---
---
---
Keterangan :
Bau Busuk
Daun Menguning
Kriteria kerusakan +++++ = Kentosan mati
++++ = Tinggi +++ = Sedang ++ = Rendah +
= Sangat rendah
-
= Tidak ada gejala
---
= tidak dilakukan pengamatan
Vademicum Minamas (2009) menyebutkan penyemprotan VOPs menggunakan herbisida sistemik berbahan aktif Glifosat dengan konsentrasi 2.5 % disemprotkan menggunakan knapsack sprayer ke bagian pupus dengan sebasah-basahnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 15 dan 16 menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan E dengan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat, kemudian perlakuan B, A, C, D dan F. Hal tersebut ditunjukkan pada gejala kerusakan yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Gejala kerusakan/ kerusakan pada perlakuan E berupa kemudahan tercabut dari tanah sangat tinggi, busuk pada titik tumbuh, bau busuk, dan daun berwarna coklat (seperti terbakar). Hal di atas diperkuat data hasil pengamatan pada Tabel 14 merupakan pengamatan terhadap kecepatan waktu timbul gejala kerusakan/kerusakan pada contoh. Perlakuan E adalah perlakuan dengan waktu tercepat dan tampak jumlah kerusakan contoh terbanyak pada pengamatan 1 MSA (minggu setelah aplikasi) yaitu 20 % dari 20 contoh dan jumlah kerusakan contoh terbanyak pula pada 4 MSA yaitu 97.5 %.
Gambar 11. Gejala Kerusakan Kentosan (VOPs) pada 4 MSA
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat menimbulkan daya bunuh yang lebih efektif terhadap kentosan. Sedangkan pada kombinasi lainnya yaitu Triklopir + metil Metsulfuron dan Triklopir + Garam menimbulkan daya bunuh yang sangat rendah atau kurang. Pada kombinasi bahan aktif Triklopir + Metil Metsulfuron menyebabkan daun menguning dan kentosan masih sukar tercabut dari akarnya, tapi lain halnya kombinasi Triklopir + Garam yang tidak menimbulkan efek yang berarti bila dilihat dari jauh karena daun masih hijau namun kentosan mudah untuk dicabut dari akarnya. Hasil yang berbeda juga ditampilkan oleh penyemprotan herbisida tunggal pada perlakuan A dan E yang kurang menimbulkan kerusakan/kerusakan pada kentosan, namun pada perlakuan B, daya bunuh herbisida tunggal Triklopir akan lebih baik bila di campur dengan bahan tambahan seperti perekat. Keberadaan kentosan dapat memberikan kesan dan citra yang tidak baik bagi perusahaan perkebunan dikarenakan keberadaannya ini berarti banyak brondolan yang tidak terkutip dan merupakan kerugian bagi perusahaan tersebut. Tindakan preventif harus dilakukan dengan memperhatikan inti permasalahan,
yaitu ketepatan dan
keteraturan rotasi panen, meningkatkan kualitas SDM pemanen, dan pengawasan panen yang ketat.
Faktor Keberhasilan Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma harus berorientasi terhadap kualitas (gulma dapat dikendalikan secara efektif) dan kuantitas (pencapaian hasil luasan aktual sama dengan budget). Keberhasilan pengendalian gulma dapat dilihat dari pencapaian target rotasi pengendalian gulma. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma di lapangan adalah faktor iklim, kondisi lapangan, kesiapan serta ketepatan alat dan bahan, dan tenaga semprot yang terampil. Faktor iklim. Iklim merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Faktor iklim ini banyak dikaitkan dengan curah hujan. Faktor iklim perlu diperhatikan karena menentukan hasil akhir pengendalian gulma. Curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi prestasi kerja dan hasil pengendalian. Penggunaan bahan herbisida kurang tahan terhadap hujan seperti glifosat menyebabkan hasil pengendalian kurang baik. Aplikasi pengendalian gulma secara kimia harus dilakukan pada kondisi cuaca yang cerah dengan asumsi sebelum atau sesudah penyemprotan 6 jam tidak turun hujan. Kegagalan pengendalian gulma di BPE umumnya dipengaruhi oleh hujan, konsentrasi yang digunakan kurang dari dosis anjuran, atau kesalahan dalam teknik pelaksanaan penyemprotan di lapangan. Kondisi lapangan. Kondisi lahan di BPE berbukit menyulitkan pergerakan penyemprot di lapangan. Dalam pelaksanaan di lapangan kecepatan jalan dipengaruhi oleh bentuk topografi dan penghalang alami seperti batang melintang, parit, dan kerapatan gulma. Disamping itu, BPE menerapkan sistem koservasi tanah dan air terhadap dampak erosi yang ditimbulkan oleh pengendalian gulma dengan cara tidak melakukan pengendalian gulma menyeluruh terhadap gulma yang bermanfaat untuk mengurangi erosi akibat aliran permukaan (run off). Jenis gulma tersebut memiliki kriteria : perakaran dangkal, akar serabut dan mudah dalam pengendaliannya agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok, seperti pakis (Nephrolepis bisserata). Alat dan bahan. Kesiapan serta ketepatan alat dan bahan menjadi salah satu kunci keberhasilan pengendalian gulma, dimulai dari kesiapan alat dan bahan, sarana pendukung, dan ketepatan bahan. Kesiapan bahan meliputi ketersedian yang cukup serta dalam kondisi yang baik sehingga tidak menghambat saat penyemprotan di lapangan. Sarana pendukung akan mendukung pelaksanaan dan keberhasilan pengendalian gulma. Ketepatan alat dan bahan dimulai dari ketepatan pemilihan bahan herbisida. Ketepatan pemilihan bahan herbisida disesuaikan dengan kondisi gulma sasaran yang akan dikendalikan. Ketepatan bahan akan mempengaruhi keberhasilan pengendalian
pengendalian gulma secara kimia. Ketepatan bahan berkaitan dengan jenis gulma sasaran dan konsentrasi yang digunakan. Penetuan konsentrasi sangat penting dikuasai untuk tujuan keefisienan dan keefektifan kerja penyemprotan. Ketepatan bahan juga berhubungan dengan penggunaan air sebagi pelarut. Penggunaan air keruh seringkali mengurangi kefektifan herbisida yang mudah terikat dan menjadi tidak aktif oleh partikel tanah seperti glifosat dan paraquat. Ketepatan alat juga berpengaruh dalam keberhasilan pengendalian pengendalian gulma. Penggunaan herbisida harus disesuiakan denga jenis alat aplikasi yang digunakan. Herbisida kontak akan menghasilkan pengendalian gulma yang baik jika menggunakan knapsack sprayer, sedangkan penetrasi herbisida glifosat akan meningkat melalui pemakaian MHS (mikron herbi sprayer) atau CDA. Sumberdaya manusia. Tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman sangat dibutuhkan untuk mencapai target dan keberhasilan pengendalian gulma. Peran pengawasan sangat penting untuk menjamin kualitas dan kuantitas yang dihasilkan. Pengawasan yang baik akan menciptakan budaya kerja yang baik dimulai dari kedisiplinan kerja hingga keselamatan kesehatan (safety health) menjadi pusat perhatian. Kedisiplinan para pekerja khususnya pengendalian gulma secara manual sangat tergantung pada pengawasan mandor. Jika mandor tidak memperhatikan pekerja ketika bekerja, maka pekerja mencuri-curi waktu untuk tidak bekerja. Hal ini yang menyebabkan penurunan kuantitas hasil pengendalian sehingga rotasi bisa terlambat atau tidak tercapai.
Evaluasi Pelaksanaan Pengendalian Gulma Gulma merupakan penyebab utama penurunan hasil tanaman budidaya melalui persaingan untuk mendapatkan cahaya, air, nutrisi, CO2, dan ruang hidup. Gulma termasuk komponen dalam pertanaman yang dapat menimbulkan risiko, terutama penurunan hasil. Penurunan hasil oleh gulma dapat mencapai 20 sampai 80 % bila gulma tidak dikendalikan (Moenandir, 1985). Oleh karena itu, perusahaan perkebunan harus melakukan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat dalam pengendalian gulma di lapangan. Selanjutnya Sukman (2002) menambahkan pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan. Pembiayaan pengendalian gulma merupakan biaya pemeliharaan termahal setelah pemupukan. Pemakaian biaya dan luasan pengendalian gulma BPE dapat dilihat pada
Lampiran 12. Pemakaian biaya pada bulan Januari - Mei 2009 sebesar 5.39 % di bawah budget. Hal ini disebabkan oleh realisasi luasan pelaksanaan kurang 23.63 % dari budget akibat keterlambatan realisasi agrochemical oleh pihak purchasing Jakarta. Selain itu, faktor curah hujan yang tinggi 276.2 mm/bulan dengan 12.8 hari hujan (Lampiran 13). Kenaikan pemakaian biaya pengendalian gulma terjadi akibat curah hujan pada bulan Januari – Mei 2009 yang tinggi ( > 100 mm/bulan) menyebabkan perusahaan banyak melakukan pengendalian gulma secara manual.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penulis mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan teknis serta manajerial selama
magang di Bukit Pinang Estate (BPE). Hal ini
berimplikasi tehadap peningkatan pemahaman dan keterampilan teknis penulis tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengelolaan gulma perkebunan kelapa sawit. Pengendalian gulma di BPE dilakukan di piringan dan gawangan. Pengendalian gulma di BPE dilakukan secara manual dan kimia. Jenis pekerjaan pengendalian gulma di BPE yaitu gawangan dan piringan manual, gawangan dan piringan kimia, dan semprot lalang. Ageratum conyzoides merupakan gulma yang paling dominan pada blok F33 (Divisi III BPE) dengan nisbah jumlah dominansi (NJD) sebesar 17.6% diikuti oleh gulma Paspalum conjugatum (NJD = 13.1%), anakan sawit (NJD = 10.3%). Semprot anakan sawit (kentosan) menggunakan kombinasi herbisida sistemik berbahan aktif Triklopir dan Glifosat lebih efektif dalam pengendaliannya. Tindakan preventif harus dilakukan dengan memperhatikan inti permasalahan, yaitu ketepatan dan keteraturan pusingan/rotasi panen, meningkatkan kualitas SDM pemanen, dan pengawasan panen yang ketat. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian gulma di BPE adalah faktor iklim, kondisi lapangan, kesiapan dan ketepatan alat dan bahan, dan tenaga semprot yang terampil. Pemeliharaan yang baik dan berkesinambungan terhadap gawangan, piringan, jalan rintis, dan TPH akan menekan kehilangan hasil serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Saran Pengendalian gulma harus berorientasi terhadap kualitas (gulma dapat dikendalikan secara efektif) dan kuantitas (pencapaian hasil luasan aktual sama dengan budget). Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan lebih teliti, perlu pengawasan yang lebih ketat, serta mengutamakan keselamatan kerja dan keselamatan kesehatan (safety health). Keberhasilan pengendalian gulma dapat dilihat dari pencapaian target rotasi pengendalian gulma, sehingga sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma harus dilakukan pengarahan
tentang
target
dan
hasil
yang
akan
dicapai
per
hari
kerja.
DAFTAR PUSTAKA Ditjenbun. 2008. Pendataan Kelapa Sawit Tahun 2008 secara Komprehensif dan Objektif. http://ditjenbun.deptan.go.id. [17 Desember 2008]. Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2005. Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, dan Analisis Usaha Pemasaran Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal. Guntoro, D., I. H. Utomo, A. P. Lontoh, dan S. Zaman. 2007. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Pengendalian Gulma. Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor. 36 hal. Hakim, M. 2007. Agronomis dan Manajemen Kelapa Sawit Buku Pegangan Agronomis dan Pengusaha Kelapa Sawit. Lembaga Pupuk Indonesia. Jakarta. 305 hal. Mangoensoekarjo, S., dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal. Minamas. 2009. Vademicum Minamas. Minamas Plantation. Jakarta. 552 hal. Moenandir, J. 1988. Fisiologi Herbisida. Rajawali Press. Jakarta. 143 hal. . 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 159 hal. Nasution, U. 1981. Inventarisasi gulma di perkebunan karet sumatera utara dan hubungannya dengan pengelolaan gulma. Hal. 193-210. Dalam S. Mangoensoekarjo (Ed.). Prosiding Konferensi VI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. HIGI. Medan. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 hal. Sastroutomo, S. S. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 125 hal. Sukman, Y. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. 217 hal. Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia. Jakarta. 194 hal.
Wudianto, R. 2006. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. 209 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Harian Sebagai Karyawan Harian Tanggal
Uraian Kegiatan
12/2/2009 13/2/2009 14/2/2009 15/2/2009 16/2/2009
28/2/2009 1/3/2009 2/3/2009 3/3/2009 4/3/2009
Until pupuk Gawangan kimia Semprot lalang Minggu Diskusi dengan Manager Estate Gawangan kimia Gawangan manual Gawangan kimia Gawangan kimia Gawangan kimia Minggu Gawangan kimia Penanaman benefecial plant Penanaman benefecial plant Penanaman benefecial plant Penanaman benefecial plant Silt pit Minggu Piringan kimia Piringan kimia Kerani kantor divisi
5/3/2009 6/3/2009 7/3/2009
Pengawas alat berat Gawangan manual Potong buah (panen)
8/3/2009 9/3/2009 10/3/2009
17/2/2009 18/2/2009 19/2/2009 20/2/2009 21/2/2009 22/2/2009 2/3/2009 24/2/2009
Penulis 1200 kg/HK Orientasi 4 ha/HK -
Prestasi kerja (satuan/HK) Karyawan Standar 1500 kg/HK 1500 kg /HK 2 ha/HK 3 ha/HK 4.2 ha/HK 5 ha/HK -
Lokasi (Blok) Gudang Sentral C29 F31 - F32 Kantor Besar BPE
2 ha/HK 0,5 ha/HK 3 ha/HK 3 ha/HK 3 ha/HK 3 ha/HK 140 m/3org/HK
2 ha/HK 0,5 ha/HK 3 ha/HK 3 ha/HK 4 ha/HK 4 ha/HK 140 m/3 org/HK
5 ha/HK 0,5 ha/HK 5 ha/HK 5 ha/HK 5 ha/HK 5 ha/HK Belum ada
72 m/2org/HK
72 m/2 org/HK
Belum ada
H29 (MRI)
120 m/3org/HK
120 m/3 org/HK
Belum ada
CR G27 - G28
85 m/3org/HK
85 m/3 org/HK
Belum ada
CR G27 - G28
Orientasi 3 ha/HK 3,3 ha/HK
1,5 lubang/HK 3,4 ha/HK 3,3 ha/HK
1,5 lubang /HK 5 ha/HK 5 ha/HK
Orientasi
10 jam/HK
10 jam/HK
Orientasi 0,6 ha/HK Orientasi
10 BU/HK 0,6 ha/HK 4 ha/HK
10 BU/HK 0,5 ha/HK 3-4 ha/HK
Minggu
-
-
-
H30 F34 F34 Kantor Divisi Div. III BPE CR F33 – F34 G31 Seksi Panen D (G26 - G27 – G28 – E29) -
Libur Maulid Nabi
-
-
-
-
Gawangan kimia
4,2 ha/HK
4,2 ha/HK
5 ha/HK
A14 – A15
11/3/2009
Gawangan manual
0,3 ha/HK
0,5 ha/HK
0,5 ha/HK
G31
12/3/2009
Thinning Out
Orientasi
3 pkk/HK
8 pokok/HK
H30
13/3/2009
Thinning Out
5 pkk/HK
5 pkk/HK
8 pkk/HK
H30
14/3/2009
Pengawas alat berat
Orientasi
10 BU/HK
10 BU/HK
CR H32 – H33
15/3/2009
Minggu
-
-
-
-
16/3/2009
7 jam/HK
7 jam/HK
-
Pondok Karyawan
40 polybag/HK
60 polybag/HK
Belum ada
Pondok Karyawan
50 polybag/HK
60 polybag/HK
Belum ada
Pondok Karyawan
19/3/2009
Pembuatan plot pembibitan benefecial plant Pembibitan benefecial plant Pembibitan benefecial plant Kontrol buah
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
E34
20/3/2009
Sensus ulat api
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
G32
21/3/2009
Sensus ulat api
G31
Minggu
1 blok/1 tim -
1 blok/1 tim
22/3/2009
1 blok/1 tim -
-
-
23/3/2009
Potong buah (panen)
2 ha/HK
4 ha/HK
3-4 ha/HK
24/3/2009
Sensus ulat api
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
1 blok/1 tim
Seksi Panen E (G30 – G31 – H30 – H31) G27
25/3/2009
Langsir batu bata
26/3/2009
Hari Raya Nyepi
7 jam/HK -
7 jam/HK -
Belum ada -
Traksi BPE -
25/2/2009 26/2/2009 27/2/2009
17/3/2009 18/3/2009
D24 - D25 E34 D24 – D25 D26 – D27 – D28 D26 – D27 – D28 E28 - E29 - E30 – E31 H30 (MRI)
Lampiran 1. (Lanjutan) Tanggal
Uraian Kegiatan
Penulis
Prestasi kerja (satuan/HK) Karyawan
Standar
Lokasi (Blok) CR G27 – G28
27/3/2009
Reparasi portal
7 jam/HK
7 jam/HK
Belum ada
28/3/2009
Reparasi portal Minggu
7 jam/HK -
Belum ada -
CR E28 – E29
29/3/2009
7 jam/HK -
30/3/2009
Sebar pupuk
500 kg/HK
500 kg/HK
500 kg/HK
G30 - G31 - G32
31/3/2009
Langsir buah
Orientasi
7,5 ton/HK
4 ton/HK
LR H30, H31 (MRI)
1/4/2009
Langsir buah
25 jjg/HK
7,5 ton/HK
4 ton/HK
CR G32 – G33
2/4/2009
Kerani kantor divisi
3/4/2009
Kerani buah
7 jam/HK Orientasi
10 jam/HK -
10 jam/HK -
Kantor Div. III BPE Seksi Panen D (G26 - G27 – G28 – E29)
4/4/2009
Kerani buah
Orientasi
-
-
Seksi Panen E (G30 – G31 – H30 – H31)
5/4/2009
Minggu
-
-
-
-
6/4/2009
Rawat jalan
7/4/2009 8/4/2009
Orientasi 1 lubang
25 m 1,5 lubang/HK
25 m/HK 1,5 lubang/HK
CR G29 – G30 G30
3 lubang
-
-
G30
9/4/2009
Silt pit Pembuatan lubang tanam Libur Pemilu Caleg
-
-
-
-
10/4/2009
Libur Wafat Yesus
11/4/2009
Sebar pupuk
-
-
-
-
-
500 kg/HK
500 kg/HK
500 kg/HK
H27 - H28
Lampiran 2. Jurnal Harian Sebagai Pendamping Mandor Kegiatan/Mandor I Prestasi kerja (satuan/HK) Kegiatan (satuan)
13/4/2009
Sebar pupuk
7
C24 – C25 – C26
14/4/2009
Sebar pupuk
9
28
6
G25 – G26 – G27
15/4/2009
Potong buah (panen)
15
132
7
Seksi Panen B (E28 – E29 – E30)
16/4/2009
Potong buah (panen)
14
150
7
17/4/2009
Potong buah (panen)
15
153
7
18/4/2009
Sebar pupuk
10
29
7
19/4/2009
Minggu
-
-
-
-
20/4/2009
Sebar pupuk
9
28
6
G31 – G34 – G35
21/4/2009
Potong buah (panen)
15
120
7
23/4/2009
Sebar pupuk
9
110
7
Seksi Panen E (G31 – G32) H29 – H31 – H32
22/4/2009
Pemeriksaan ancak
-
-
7
E29
24/4/2009
2
2.5
7
2
2.5
7
26/4/2009
Semprot VOPs (pengamatan) Semprot VOPs (pengamatan) Minggu
-
-
-
27/4/2009
Potong buah (panen)
14
52
7
28/4/2009
Potong buah (panen)
14
62
7
29/4/2009
Kunjungan ke pengolahan CPO Kunjungan ke PKS
-
-
9
-
-
7
PKS Sungai Pinang
1/5/2009
Kunjungan ke PKS
-
-
7
PKS Sungai Pinang
2/5/2009
Supervisi dosen
-
-
-
-
3/5/2009
Libur
-
-
-
-
4/5/2009
2
2.5
7
2
2.5
7
2
2.5
7
G29
7/5/2009
Semprot VOPs (pengamatan) Semprot VOPS (pengamatan) Semprot VOPs (Pengamatan) Gawangan kimia
16
40
7
G29 – G30 – G31
8/5/2009
Gawangan kimia
16
38
5
F28 – F29 – F30
25/4/2009
30/4/2009
5/5/2009 6/5/2009
Luas yang diawasi (ha) 30
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi (Blok)
Jumlah KH yang diawasi (org) 12
Tanggal
Seksi Panen C (F30 – F31) Seksi Panen C (H33 – H34) G28 – G31 – G32 – G33
F33 – F34 F33 – F34 Seksi Panen E (G29 – G30 – G31 – G32) Seksi Panen E (H30 – H31 – H32) PKS Sungai Pinang
G33 G33
9/5/2009
Libur Hari Raya Waisak
-
-
-
-
10/5/2009
Minggu
-
-
-
-
11/5/2009
Administrasi kantor divisi
-
-
7
Kantor Div. III BPE
12/5/2009
Gawangan kimia
16
35
7
B18 – B19
13/5/2009
Gawangan kimia
15
45
7
F27 – F28
14/5/2009
Gawangan manual
6
3
7
F31
15/5/2009
Grading TBS
-
-
9
Loading Ramp
16/5/2009
Grading TBS
-
-
8
Loading Ramp
Lampiran 3. Jurnal Harian Sebagai Pendamping Asisten Divisi Tanggal 18/5/2009 19/5/2009 20/5/2009 21/5/2009 22/5/2009 23/5/2009 24/5/2009 25/5/2009 26/5/2009 27/5/2009 28/5/2009 29/5/2009 30/5/2009 31/5/2009 1/6/2009 2/6/2009 3/6/2009 4/6/2009 5/6/2009 6/6/2009 7/6/2009 8/6/2009 9/6/2009 10/6/2009 11/6/2009 12/6/2009
Kegiatan (satuan) Timbang buah manual Timbang buah manual Kontrol buah/ transportasi Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Minggu Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Minggu Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Kontrol lapang Minggu Administrasi dan cek laporan mandor Administrasi dan cek laporan mandor Administrasi dan cek laporan mandor Pengumpulan data Pengumpulan data
Prestasi kerja (satuan/HK) Jumlah Mandoran Luas yang diawasi Lama Kegiatan yang diawasi (Satuan Kerja) (jam) (org) 9
Lokasi (Blok) Loading Ramp
-
-
9
Loading Ramp
1
7 jam
7
F33 - F34
1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 3 5 -
200 m 75 m 160 m 150 m 160 m 160 m 120 m 75 m 140 m 140 m 140 m 150 m 150 m 7 jam 7 jam -
10 5 9 7 7 7 7 5 7 5 7 7 7 7 7 7
F28 F28 F28 CR F27 – G28 CR F27 – G28 CR F27 – G28 CR F27 – G28 CR F27 – G28 CR F27 – G28, G28 F28 F28 MR II MR II Divisi III BPE Divisi III BPE Kantor Div. III BPE
-
-
7
Kantor Div. III BPE
-
-
7
Kantor Div. III BPE
-
-
7 5
Kantor Besar BPE Kantor Besar BPE
Lampiran 4. Peta Posisi Kebun di Propinsi Sumatera Selatan
Lampiran 5. Peta HGU PT Bina Sains
63
Cemerlang
Lampiran 6. Peta Bukit Pinang Estate
Lampiran 7. Data Curah Hujan dan Hari Hujan di Bukit Pinang Estate, PT Bina Sains Cemerlang, Musi Rawas, Sumatera Selatan (1999-2008) 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Rata-Rata
zzz HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
HH
CH
Januari
23
357
21
440
15
319
20
378
18
348
18
76
12
221
14
261
21
267
20
681
18.2
334.8
Februari
17
185
12
160
13
265
9
126
17
387
20
361
9
178
17
185
16
160
11
230
14.1
223.7
Maret
11
132
9
171
16
170
20
301
11
214
14
275
22
506
18
159
14
168
17
399
15.2
249.5
April
5
99
13
249
15
287
17
267
18
277
14
179
10
155
10
74
16
238
16
241
13.4
206.6
Mei
12
268
8
233
9
113
10
140
9
126
10
111
8
110
9
124
10
165
8
221
9.3
161.1
Juni
6
97
15
191
15
174
9
147
3
20
3
59
8
60
9
56
10
123
7
148
8.5
107.5
Juli
5
136
13
141
4
33
11
139
6
168
10
81
9
144
6
81
6
61
7
93
7.7
107.7
Agustus
6
141
8
164
4
111
4
72
8
245
2
32
11
196
3
106
5
168
11
168
6.2
140.3
September
5
68
11
128
13
148
5
73
10
127
11
169
14
159
5
54
9
227
11
240
9.4
139.3
Oktober
18
341
16
250
20
251
5
111
16
260
12
314
26
384
5
44
15
362
15
381
14.8
269.8
November
20
321
17
240
19
390
18
299
22
225
16
280
12
584
20
231
14
311
13
467
17.1
334.8
Desember
18
352
10
123
26
471
15
263
22
587
20
472
12
192
8
54
20
504
19
384
17
340.2
Total
146
2497
153
2490
169
2732
143
2316
160
2984
150
2409
153
2889
124
1429
156
2754
155
3653
150.9
2615.3
BK
0
0
1
0
1
2
0
3
0
0
0.7
BL
3
0
0
2
0
2
1
2
1
1
1.2
BB
9
12
11
10
11
8
11
7
11
11
10.1
Sumber
: Kantor Besar Kebun, 2009
Keterangan :
BB = Bulan Basah ( >100 mm) BL = Bulan Lembab (60-100 mm )
Q = Rata – rata BK x 100 % Rata – rata BB
BK = Bulan Kering (< 60 mm) = 0.7/ 10.1 x 100 %
= 6.9 %
Menurut Klasifikasi Scmidht dan Ferguson, tipe iklim untuk BPE adalah A
Lampiran 8. Asal Bibit Tanaman
No. Blok
Ha
Asal Bibit
DIVISI I (Satu) 1992
B
1992
No. Blok
TT
Ha
Asal Bibit
No. Blok
TT
DIVISI II (Dua)
24
30
Socf
1992
25
34
Socf
1992
B
Asal Bibit
DIVISI III (Tiga)
26
38
Socf
1993
27
25
Socf
24
20
E
27
31
Mrs
1993
28
31
Mrs
Socf
1993
29
31
Mrs
1993
A
25
35
Mrs
1992
1993
B
15
21
Mrs
1992
25
23
Socf
1993
30
29
Mrs
1993
16
10
Lons
1992
26
27
Socf
1993
31
37
Mrs
1993
17
45
Lons
1992
27
16
Socf
1993
32
23
Mrs
1993
18
34
Lons
1992
28
26
Socf
1993
33
40
Mrs
1993
19
31
Socf
1993
26
26
Mrs
1993
27
40
Mrs
1993
22
31
Socf
1993
27
34
Mrs
1993
28
25
Mrs
13
9
Socf
1993
B
29
6
Socf
1993
29
27
Mrs
1996
14
39
Socf
1993
C
29
19
Socf
1993
30
30
Mrs
1996
15
41
Socf
1993
30
10
Socf
1993
31
36
Mrs
1996
16
14
Socf
1993
31
10
Socf
1993
32
29
Mrs
1996
17
52
Socf
1993
32
10
Socf
1996
26
10
Socf
1996
18
45
Socf
1993
22
43
Mrs
1996
27
27
Socf
1996
22
36
Mrs
1993
23
42
Mrs
1996
28
32
Socf
1996
23
37
Mrs
1993
24
41
Mrs
1996
26
26
Socf
1996
24
37
Mrs
1993
25
31
Mrs
1996
27
30
Socf
28
17
Socf
1996
A
C
Ha
A
D
F
G
H
1996
B
23
32
Socf
1993
26
48
Mrs
1996
1998
A
12
3
Socf
1993
27
42
Mrs
1997
F
33
34
Socf
1998
19
42
Lons
1993
28
36
Mrs
1997
G
29
34
Socf
1998
20
45
Lons
1993
29
36
Mrs
1997
30
28
Socf
1998
21
18
Lons
1993
30
34
Mrs
1997
31
34
Socf
20
35
Socf
1993
31
36
Mrs
1997
32
25
Socf
21
24
Socf
1993
32
41
Mrs
1997
33
20
Socf
1998 1998
B
1998
12
4
Mrs
1993
33
53
Mrs
1997
29
29
Socf
1998
13
7
Mrs
1998
27
18
Lons
1997
30
38
Socf
1998
14
8
Mrs
1998
28
32
Lons
1997
31
30
Socf
1998
15
8
Mrs
1998
29
12
Mrs
1997
32
10
Socf
1998
16
9
Mrs
1998
26
6
Mrs
1998
E
34
29
Lons
1998
17
12
Mrs
1998
28
11
Mrs
1998
F
34
20
Lons
1998
18
7
Mrs
1998
29
6
Mrs
1998
35
33
Lons
1998
19
6
Mrs
1998
26
3
Mrs
1998
26
7
GPI
1998
20
8
Mrs
1998
30
11
Lons
1998
34
28
GPI
1998
21
4
Mrs
1998
31
19
Lons
1998
35
21
Mrs
1998
22
8
Mrs
1998
32
11
Lons
1998
31
3
Mrs
1998
23
8
Mrs
1998
33
20
GPI
1998
32
18
Mrs
1998
24
7
Mrs
1998
34
12
GPI
1998
33
26
Mrs
1998
25
10
Mrs
1998
35
8
GPI
1998
34
36
GPI
12
5
Lons
1998
26
6
GPI
2000
E
34
16
Lons
2000
13
10
Lons
1998
27
9
GPI
2000
F
34
9
Lons
2000
14
18
Lons
1998
28
11
Mrs
2000
15
15
Lons
1998
29
9
Lons
2000
16
11
Mrs
2000
28
7
Socf
2000
17
40
GPI
2000
29
11
Socf
2000
19
21
GPI
2000
30
19
Socf
2000
20
26
GPI
2000
33
2
Socf
2000
34
8
Socf
2000
35
3
GPI
34
49
GPI
35
7
Socf
2000
I
I
Grand Total
1 017
2000 2000
A
B
C
I
B
C
D
Grand Total
H
G
H
Grand Total
1 073
1 083
Lampiran 10. Panduan Penyusunan Budget Pengendalian Gulma di Perkebunan Minamas Plantation
Kondisi Tanaman
Sasaran Pengendalian
Alternatif Herbisida
Metode pengendalian
Alat Bahan Aktif
Dosis
Rotasi per Tahun
Tenaga Kerja (HK/ha/Rotasi)
4
4
Lokasi
Jenis Gulma
gawangan
putihan + LCC
slashing
parang babat
pakis
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 75 gram
2
2
bambu Liar
spot spraying
knapsack Sprayer. nozzle polijet
Triklopir
konsentrasi 2 % dengan volume semprot = 3 ltr per m2 rumpun bambu
2
0.5
grasses di lahan pasang surut
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 100 gram
2
2
lalang Sheet
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat
3 - 4 ltr
1
2
lalang Sheet + anak kayu
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat + Metil-metsulfuron
2 ltr + 100 gram
1
2
LCC + broad leaf + grasses
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat + Florosikpir
1 ltr + 0.25 ltr
4
0.5
pakis + broad leaf + grasses
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 75 gram
3
1
lalang sheet + anak kayu
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat + Metil-metsulfuron
2 ltr + 100 gram
1
2
lalang sheet
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat
1.5 ltr
3
0.5
TBM
piringan
gawangan
putihan + LCC
slashing
parang babat
4
4
pakis
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 75 gram
2
2
bambu liar
spot spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Triklopir
konsentrasi 2 % dengan volume semprot = 3 ltr per m2 rumpun bambu
2
0.5
grasses di lahan pasang surut
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 100 gram
2
2
lalang sheet
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat
3 - 4 ltr
1
2
lalang sheet + anak kayu
spraying
knapsack sprayer. nozzle VLV 100/200
Glifosat + Metil-metsulfuron
2 ltr + 100 gram
1
2
LCC + broad leaf + grasses
spraying
MHS. nozzle kuning
Glifosat + Florosikpir
1 ltr + 0.25 ltr
2
0.2
pakis
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 75 gram
1
0.5
pakis + broad leaf + grasses
spraying
knapsack sprayer. nozzle polijet
Ammonium glufosinat + Metil-metsulfuron
3.3 ltr + 75 gram
3
0.5
lalang sheet
spraying
MHS. nozzle kuning
Glifosat
1.2 ltr
3
0.2
TM
piringan
68
Sumber : Vademicum Minamas, 2009
Lampiran 11. Peta Kondisi Kerapatan Gulma pada Gawangan BPE
Lampiran 12. Rekapitulasi Luasan dan Biaya Pengendalian Gulma Bukit Pinang Estate Bulan Januari – Mei 2009 Luasan (ha)
Biaya (Rp)
Jenis Pekerjaan Aktual
Budget
Aktual
Budget
Pengendalian Gulma Pemeliharaan Piringan / Pasar Rintis / TPH (Manual)
1 300
723
111 963 478
154 907 611
Pemeliharaan Piringan / Pasar Rintis / TPH (Chemist)
3 222
2 998
107 695 937
186 861 517
Pemeliharaan Gawangan (Manual)
1 663
1 593
171 800 044
128 452 783
Pemeliharaan Gawangan (Chemist)
4 076
3 636
191 981 540
264 165 050
Pemberantasan Lalang
3 047
5 548
61 686 103
45 615 250
13 937
14 301
26 057 619
98 961 345
Transportasi Air Total
27 245
28 799
671 184 721
878 963 556
Sumber : Laporan Bulanan BPE (Juni, 2009)
Lampiran 13. Data Curah Hujan pada Bulan Januari - Mei 2009 Bulan
HH
mm
Januari
19
615
Febuari
11
228
Maret
15
224
April
10
154
Mei
9
160
12.8
276.2
Rata-rata/bulan Sumber : Laporan Bulanan BPE (Juni, 2009)