PENGANTAR Latar Belakang Kambing mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan hidup dan merupakan bagian penting dari sistem usaha tani. Hampir 99% populasi ternak ruminansia kecil di Indonesia dipelihara oleh petani di pedesaan (Soedjana, 1993). Mayoritas bangsa kambing di Indonesia adalah kambing Kacang dan Peranakan Etawah (Edey, 1983). Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing persilangan antara kambing Etawah (Jamnapari) dengan kambing Kacang. Untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing guna memenuhi kebutuhan hasil ternak dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka dilakukan beberapa upaya antara lain dengan mempersilangkan kambing lokal, atau yang sudah ada di masyarakat, dengan kambing yang memiliki produktivitas yang lebih baik. Kambing di Indonesia, yang utama digunakan untuk produksi daging, sehingga sifat-sifat produksi yang penting untuk diperhatikan adalah jumlah anak yang dihasilkan induk dalam setahun dan pertambahan bobot (Bradford, 1993). Lasley (1978) menyatakan bahwa produktivitas kambing pedaging dapat dilihat dari fertilitas, pertumbuhan, produksi daging, dan persentase karkas. Kambing Boer merupakan salah satu bangsa kambing yang cukup baik untuk produksi daging. Hal ini telah dibuktikan bahwa kambing Boer memiliki konformasi tubuh yang baik, laju pertumbuhan yang cepat dan kualitas karkas yang baik. Popularitas kambing Boer sebagai bangsa kambing pedaging sudah dibuktikan
1
dalam dekade ini di Australia, New Zealand dan terakhir di Amerika Utara serta belahan dunia lainnya (Lu, 2009). Kambing Boer memiliki sifat-sifat untuk memproduksi daging, dibandingkan dengan bangsa kambing lainnya. Karena sifat-sifat tersebut, kambing Boer telah berhasil meningkatkan performans produksi kambing dari bangsa-bangsa lokal melalui persilangan. Beberapa hasil penting yang dapat dicatat meliputi terjadinya peningkatan bobot lahir, laju pertambahan bobot badan harian (PBBH), bobot sapih, bobot dewasa, jarak beranak, dan kualitas karkas (Waldron et al., 1997; Cameron et al., 2001). Sifat-sifat tersebut merupakan sifat utama yang mempengaruhi produksi kambing pedaging secara menyeluruh. Sifat-sifat reproduksi yang dimiliki oleh kambing Boer antara lain memiliki siklus estrus antara 18-21 hari, rerata waktu estrus 37,4 jam, dan lama bunting sekitar 148 hari (Greyling, 1990). Estrus pertama setelah melahirkan dapat terjadi 20 hari kemudian. Aktivitas perkawinan tertinggi tercatat pada bulan April sampai dengan Mei saat waktu siang lebih pendek, sedangkan terendah
tercatat pada
bulan Oktober sampai dengan Januari (Greyling dan van Niekerk, 1986). Litter size kambing Boer rerata 2 ekor, 50%
dalam proses satu kali
kelahiran menghasilkan 2 anak, 10-15% menghasilkan 3 anak (Greyling dan van der Nest, 2000). Kambing Boer betina mencapai pubertas rerata umur 6 bulan, sehingga memungkinkan untuk dilakukan perkawinan pada umur tersebut, apabila pertumbuhannya baik pada bobot 32 kg sudah mengalami pubertas yaitu di umur sekitar 4-5 bulan (Lu, 2009).
2
Berdasarkan karakteristik dari kambing Boer, maka kambing Boer digunakan untuk meningkatkan produktivitas kambing di Indonesia dengan melakukan persilangan. Usaha untuk meningkatkan produktivitas kambing lokal di Lampung sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung sejak tahun 2001 dengan mendatangkan 2 ekor pejantan kambing Boer dari Australia dan 2 ekor pejantan kambing Boerawa dari Sulawesi Selatan (Hadi, 2006). Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, merupakan wilayah agropolitan. Pengembangan
kawasan
agropolitan
sudah
dimulai
pada
2004
dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Tanggamus Nomor 13.164/10/03/2004 tentang
Penetapan
Lokasi
Pengembangan
Kawasan
Agropolitan
Berbasis
Komoditas Campuran di bidang tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Untuk mewujudkan kawasan agropolitan, khususnya di bidang peternakan, maka sejak 2006 pemerintah kabupaten mulai melakukan langkah-langkah untuk mempersiapkan sarana dan prasarana di bidang peternakan, antara lain ketersediaan tenaga paramedis kesehatan hewan, petugas penyuluh lapangan, petugas Inseminasi Buatan (inseminator), dan penyediaan bibit unggul. Kambing Boerawa merupakan produk unggulan dari Kabupaten Tanggamus, kambing
ini
hasil persilangan pejantan kambing Boer dengan kambing PE betina. Oleh karena keberhasilan pengembangan kambing ini, maka Gubernur Lampung pada bulan Juli 2007 dalam acara Expo Pertanian menyatakan Kambing Boerawa sebagai kambing unggul dan Kecamatan Gisting sebagai wilayah pengembangannya.
3
Kambing Boerawa menjadi idola baru peternak kambing di kawasan ini, karena memiliki produktivitas yang baik. Pada awal pengembangan kambing Boerawa semua berjalan dengan baik, akan tetapi pada tahun keempat dan selanjutnya produktivitas kambing Boerawa mengalami penurunan. Beberapa peternak menyatakan bahwa bobot lahir, bobot sapih, dan bobot potong pada umur tertentu tidak lagi seperti pada awal memelihara Kambing Boerawa. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menggambarkan tentang performans kambing Boerawa pada awal dikenalkan di masyarakat, Bobot lahir kambing Boerawa 3,7 kg dan pada
umur 8 bulan dapat mencapai 40 kg
(Ditbangnak, 2004). Hadi (2006) melaporkan bahwa rerata bobot lahir kambing Boerawa adalah 3,39 kg dan pada saat sapih seberat 24,80 kg. Adhianto dan Sulastri (2007) menyatakan bahwa kambing Boerawa memiliki bobot lahir, sapih dan umur 1 tahun masing-masing sebesar 2,9 kg; 19,8 kg; dan 40,9 kg. Faktor peternak memegang peranan yang penting dalam usaha peternakan, tingkat pengetahuan akan ternak dan keterampilan peternak, serta hubungan dengan petugas lapangan/inseminator dapat memberikan dampak pada usaha ternak yang dikelolanya.
Tujuan Penelitian Penelitian Boerawa
pada
memiliki tujuan untuk mengetahui produktivitas dari kambing pemeliharaan
kelompok
peternak
di
pedesaan
dengan
memanfaatkan sumberdaya pakan berbasis limbah agroindustri di Kecamatan Gisting, Tanggamus, Lampung.
4
Mengacu pada tujuan di atas maka tujuan khusus yang akan dicapai adalah: 1. Identifikasi profil kelompok peternak kambing Boerawa yang ada di Kecamatan Gisting. 2. Evaluasi produktivitas kambing Boerawa pada pemeliharaan pedesaan di Kecamatan Gisting. 3. Peningkatan performans reproduksi dan produksi Kambing Boerawa pada pemeliharaan di pedesaan dengan pemanfaatan konsentrat berbasis limbah agroindustri.
5