BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perusahaan atau organisasi yang mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi yang berkepanjangan bukanlah perusahaan/organisasi yang hanya mengandalkan keuangan perusahaan tersebut. Selain
pendanaan, perusahaan
memiliki sumber daya yang lain yang tidak kalah pentingnya yaitu sumber daya manusia. Sebuah perusahaan agar dapat mempertahankan daya saingnya, harus memperhatikan 2 (dua) faktor penting yaitu faktor personil (SDM) dan teknologi (Rayadi, 2012). Sumber daya manusia merupakan elemen yang sangat penting dalam satu perusahaan/organisasi. Kegagalan mengelola sumber daya manusia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dalam pencapaian tujuan dalam organisasi, baik dalam kinerja, profit, maupun kelangsungan hidup organisasi itu sendiri. Kondisi umum saat ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa perusahaan di Indonesia masih lemah dalam beberapa hal, antara lain: manajemen yang tidak efisien, keterbatasan dana dan teknologi serta kualitas SDM yang belum memadai (Rayadi, 2012). Nawawi (2006) menyatakan bahwa, sumber daya manusia adalah faktor sentral di lingkungan organisasi mencari laba (perusahaan dan industri), nir laba (instansi
pemerintah)
dan
voluntir
(organisasi/perkumpulan
berdasarkan
kemanusiaan dan pengabdian) . Oleh karena itu, sumber daya manusia di
1 Universitas Sumatera Utara
lingkungan organisasi harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga tercapainya tujuan organisasi. Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang melakukan pekerjaan. Seorang karyawan perlu diperhatikan dengan baik agar karyawan tetap bersemangat dalam bekerja. Hasibuan dalam Darmawan (2010) menyebutkan bahwa organisasi bukan saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Selanjutnya Dharmawan, Wahyuni, dan Kurniawan (2013) menambahkan bahwa sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan terampil serta memiliki keinginan untuk bekerja dengan giat dalam usaha mencapai hasil kerja yang optimal merupakan modal penting di dalam suatu perusahaan. Dalam suatu instansi atau organisasi diperlukan suatu hal yang dapat menunjang kinerja organisasi tersebut. Salah satunya adalah semangat kerja yang tinggi. Semangat kerja merupakan keadaan yang harus ada bila aktivitas proses kerja ingin berjalan lancar. Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana (Anwar, 2013). Terdapat beberapa definisi semangat kerja yang diungkapkan para ahli. Salah satunya ahli tersebut ialah Haddock dalam Ngambi (2011), semangat kerja didefinisikannya sebagai suatu konsep intangible yang mengacu pada seberapa positif perasaan kelompok terhadap organisasi. Selanjutnya Seroka dalam Ngambi (2011) menjelaskan bahwa semangat kerja ialah level umum dari kepercayaan
2 Universitas Sumatera Utara
atau keoptimisan individu atau kelompok terhadap organisasi yang akan mempengaruhi kedisiplinan dan kesediaan individu dalam kegiatan organisasi. Dengan semangat kerja yang tinggi, maka kinerja akan meningkat karena para karyawan akan melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Begitu juga sebaliknya jika semangat kerja turun maka kinerja akan turun juga yang akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan (Nurhendar, 2007). Nurhendar (2007) dalam penelitiannya mengenai semangat kerja menemukan bahwa diantara variabel stres kerja dan semangat kerja, variabel yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah variabel semangat kerja. Selanjutnya, terdapat beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pentingnya semangat kerja. Salah satu ahli tersebut yaitu Millet (dalam Ngambi, 2011) menyatakan bahwa terdapat enam alasan pentingnya semangat kerja karyawan, yaitu meningkatkan produktifitas, meningkatkan performa dan kreatifitas, mengurangi absen, meningkatkan perhatian, menjadikan tempat kerja lebih aman, dan meningkatkan kualitas kerja. Selanjutnya tingginya semangat kerja karyawan juga akan meningkatkan kemauan karyawan untuk datang tepat waktu, meningkatkan komunikasi, mengurangi waktu untuk bergosip, dan menambah kreatifitas (Mazin dalam Ngambi, 2011). Menurut para ahli terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja. Salah satunya yaitu Anoraga (1992), beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja, job security, kesempatan untuk maju (Opportunities for
3 Universitas Sumatera Utara
advancement ), kondisi kerja yang menyenangkan, kepemimpinan yang baik, serta kompensasi, gaji, dan imbalan. Selain itu, kondisi kerja juga mempengaruhi semangat kerja karyawan. Menurut Stewart and Stewart (1983), kondisi kerja adalah sebagai serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja di dalam lingkungan tersebut ( Working condition can be defined as series of conditions of the working environment in which become the working place of the employee who works there). Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan karyawan, seperti temperatur, kelambaban, ventilasi, penerangan, kebersihan dan lain–lain yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja (jurnal-sdm.blogspot.com). Menurut Manuaba (1992) bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat berkerja secara optimal dan produktif. Dengan demikian, lingkungan kerja harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Satria (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan fisik yang meliputi penerangan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat. Semangat kerja yang lebih baik akan diperoleh apabila anggota merasa bahwa manajemen menaruh perhatian kepada mereka dan suasana bekerja menyenangkan. Setiasih dalam Anwar (2013) mengatakan bahwa agar dapat bekerja dengan penuh semangat,
4 Universitas Sumatera Utara
seseorang membutuhkan lingkungan kerja yang nyaman, seterampil apapun seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya, jika dihadapkan pada suatu kondisi lingkungan yang kotor, panas, dan intensitas cahaya yang kurang, maka akan mengalami kesulitan dan mengurangi kegairahan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas kerja. Dengan memerhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat kerja (Sunyoto, 2012). Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain (Sunyoto, 2012). Rahayu (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan PT Telkom Pekanbaru. Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didayagunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Menurut Sihombing (2004), lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan
5 Universitas Sumatera Utara
kinerja organisasi tersebut . Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001). Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 1984). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja. Intenistas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja (Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, 2004). Ruang kerja yang silau atau terlalu terang juga dapat mengurangi kualitas kinerja karena kenyamanan bekerja berkurang. Ukuran terang yang kita butuhkan tergantung dari macam kerja apa yang kita lakukan di ruangan. Penerangan yang baik dan penggunaan warna yang tepat dapat membuat suasana menjadi nyaman (Moekijat, 1975). Beberapa hasil penelitian di Inggris, Perancis, Jerman dan negara lainnya, menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas, pengurangan produk gagal, dan kecelakaan lebih sedikit terjadi setelah meningkatnya penerangan (Grandjean, 1988). Sanders & McCormick dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng (2004) menyimpulkan dari hasil penelitian pada 15 perusahaan, dimana seluruh perusahaan yag diteliti menunjukkan kenaikan hasil kerja antara 4-35 % ketika 6 Universitas Sumatera Utara
intensitas penerangan disesuaikan dengan jenis pekerjaan karyawan. Selanjutnya hal tersebut diperkuat oleh Amstrong dalam Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng (2004) menyatakan bahwa intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguan visibilitas dan eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat menyebabkan glare,reflection, excessive shadows, visibility & eyestrain. Usaha konveksi “X” beralamat di Jalan Amaliun Gg. Abadi No. 17 B. Usaha konveksi ini menghasilkan celana kain. Usaha ini termasuk usaha rumahan karena kegiatan produksi sepenuhnya dilakukan di rumah. Karyawan yang bekerja berjumlah 7 orang, diantaranya bekerja sebagai tukang potong bahan, jahit pinggiran celana, jahit kantong, menggosok merek dan menjahit akhir (finishing). Lingkungan kerja fisik di ruang kerja karyawan, khususnya penerangan, kurang memadai yaitu ± 485.94 luks. Besarnya ruang kerja karyawan yaitu sekitar 6 m x 9m. Ruangan tersebut hanya menggunakan satu buah lampu yang hanya diletakkan di salah satu sisi. Oleh karena itu, karyawan akan membuka jendela – jendela yang ada di ruang kerja ketika cuaca mendung untuk menambah cahaya sewaktu bekerja. Hal itu dikemukakan oleh salah satu karyawan, melalui komunikasi interpersonal pada tanggal 20 Januari 2014 , “Kalau lampu ya memang agak kurang dek, ya kayak gini la kalo mendung kan jadi susah jugak. Makanya ni jendelanya di buka “. Penerangan yang ada di usaha konveksi tersebut kurang efektif bagi karyawan jika dilihat dari jenis kegiatan yang dilakukan karyawan, misalnya
7 Universitas Sumatera Utara
menjahit. Menurut Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964 dikatakan bahwa, penerangan yang diperlukan untuk pekerjaan yang membedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500-1000 luks. Dalam hal ini usaha konveksi “X” termasuk dalam jenis pekerjaan yang membutuhkan penerangan minimal 500-1000 luks. Karyawan yang ada berjumlah 7 orang dimana terdapat 2 orang karyawan yang baru bekerja selama 0-1 tahun. Hal tersebut mengindikasikan tingginya turnover. Berdasarkan hal tersebut, menurut Azwar (2002) tingginya turnover termasuk indikator turunnya semangat kerja. Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi “X””.
Gambar 1. Lokasi penelitian
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Lokasi penelitian
B. Perumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh penerangan terhadap semangat kerja?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerangan terhadap semangat kerja.
9 Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai pengaruh penerangan ruangan terhadap semangat kerja. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui tingkat semangat kerja karyawan usaha konveksi X, dapat memberikan infomasi kepada pemilik konveksi mengenai kondisi semangat kerja karyawan, serta mengetahui ada tidaknya pengaruh penerangan terhadap semangat kerja karyawan usaha konveksi X.
E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian,
meliputi landasan teori semangat kerja dan penerangan.
Dalam bab ini juga memuat tentang hipotesa penelitian.
10 Universitas Sumatera Utara
BAB III : Metode Penelitian Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan data, uji validitas, uji daya beda dan reliabilitas alat ukur, metode analisa data serta hasil uji coba alat ukur penelitian. BAB IV : Hasil Analisis Data Bab ini berisi analisa data dan pembahasan berisi uraian singkat hasil penelitian, interpretasi data dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan Saran
11 Universitas Sumatera Utara