BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan antar wilayah. Selain itu IKM terbukti mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya sektor ini masih memanfaatkan sumberdaya lokal, baik itu untuk sumberdaya manusia, modal, bahan baku, hingga peralatan, artinya sebagian besar kebutuhan IKM tidak mengandalkan barang impor. Salah satu contohnya krisis yang terjadi pada tahun 1998, dimana justru pada saat itu IKM yang berorientasi ekspor mengalami windfall profit akibat depresiasi rupiah karena mereka mendapatkan penghasilan dalam dolar Amerika Serikat. IKM juga tidak terpengaruh oleh credit crunch karena pada umumnya sektor ini tidak ditopang dana pinjaman dari bank, melainkan dari dana sendiri untuk mengembangkan usahanya, sehingga tidak terlalu terpengaruh ketika terjadi krisis. Terdapat dua definisi IKM atau yang lebih dikenal dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dikenal di Indonesia, yakni definisi menurut Undang-undang (UU) Nomer 20 tahun 2008 dan Badan Pusat Statistik (BPS). Perbedaan dari dua definisi tersebut terletak pada kriteria dari IKM/UMKM. Menurut UU Nomer 20 tahun 2008, pembagian kriteria IKM/UMKM didasarkan pada kekayaan bersih dan hasil penjualan dari usaha tersebut, seperti yang dijabarkan berikut ini:
1
2
Usaha Mikro merupakan usaha memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000. Usaha Kecil merupakan usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000. Usaha Menengah merupakan usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000. Sedangkan, menurut BPS pembagian kriteria IKM didasarkan pada jumlah tenaga kerja, seperti yang dijabarkan pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1. Klasifikasi Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja. No.
Segmen Klasifikasi Industri
Jumlah Tenaga Kerja
1
Industri Rumah Tangga
1-4 Orang
2
Industri Kecil
5-19 orang
3
Industri Sedang atau Menengah
4
Industri Besar
20-99 Orang Lebih dari 99 Orang
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Pembangunan nasional selama ini lebih menekankan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan pemerataan distribusi pendapatan. Sejak tahun 1983, pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai deregulasi sebagai upaya
3
penyesuaian struktural dan restrukturisasi perekonomian. Namun, berbagai deregulasi terutama di bidang perdagangan dan investasi hanya memberikan keuntungan untuk industri besar dan konglomerat. Studi empiris membuktikan bahwa pertambahan nilai tambah ternyata tidak dinikmati oleh industri kecil dan menengah, namun justru industri dengan skala konglomerat dengan tenaga kerja lebih dari 1000 orang yang menikmati kenaikan nilai tambah secara absolut ataupun per rata-rata perusahaan (Kuncoro & Abimanyu, 1994). Kenaikan nilai tambah industri besar dan konglomerat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketimpangan dan distribusi pendapatan. Menurut Musgrave dan Musgrave (2004) terdapat tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi distribusi dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut harus saling mendukung dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan untuk menjaga dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan nasional yang tercermin dari berbagai deregulasi menunjukan bahwa pelaksanaan pembangunan sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi tanpa penciptaan distribusi pendapatan yang merata, sehingga dapat menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Konsep pembangunan ekonomi hanya diartikan sebagai peningkatan kapasitas ekonomi dalam negeri yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB), ternyata tidak mampu menjawab tujuan dari pembangunan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penduduk miskin yang tidak berubah kualitas hidup mereka walaupun perumbuhan ekonomi tumbuh dengan cepat (Sumodiningrat, 2001).
4
Perhatian untuk menumbuh kembangkan IKM didasarkan pada tiga hal. Pertama IKM menyerap banyak tenaga kerja dan juga intensif menggunakan sumberdaya lokal. Kedua IKM memegang peranan penting dalam ekspor nonmigas. Ketiga adanya urgensi di mana struktur ekonomi lebih didominasi oleh skala usaha menengah dan kecil yang beroperasi dalam iklim usaha yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah, margin keuntungan rendah, dan tingkat droup-out yang tinggi (Kuncoro, 2010) Kecenderungannya IKM yang banyak menyerap tenaga kerja membuat sektor ini juga intensif dalam menggunakan sumberdaya lokal. Banyaknya jumlah orang yang bekerja pada IKM memperlihatkan betapa pentingnya peranan IKM dalam membantu memecahkan masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan. Lokasinya yang banyak di pedesaan membuat pertumbuhan dari IKM ini akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja, pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi di pedesaan (Simatupang, et al., 1994; Kuncoro 1996). Dengan kata lain, pengembangan IKM merupakan bagian dari strategi pembangunan ekonomi yang pro-poor dan pro-job. Peran penting IKM lainnya adalah memberikan tambahan pendapatan yang merupakan seed-bed bagi pengembangan industri dan sebagai pelengkap produksi pertanian bagi penduduk miskin. Sehingga IKM dapat berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup di tengah krisis. Oleh karena itu dapat dikatakan IKM merupakan ujung tombak perekonomian terutama dalam hal pengentasan kemiskinan.
5
Sebagai ujung tombak perekonomian negara, lebih dari 83 persen sebaran IKM di Indonesia terkonsentrasi pada kawasan barat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dengan tingkat sebaran industri kecil lebih dari 65 persen baik dari segi penyerapan tenaga kerja dan jumlah unit usahanya (BPS: Sensus Ekonomi 2006). IKM banyak terkonsentrasi secara spasial pada kota-kota kecil di Pulau Jawa. Kota-kota kecil ini dihubungkan dengan jaringan jalan yang baik dan memiliki pelabuhan laut yang memungkinkan perusahaan-perusahanan terkait untuk meminimalkan biaya transportasi (Kuncoro, 2010). Kebanyakan kota-kota ini berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Industri Kecil dan Menengah merupakan tulang punggung perekonomian DIY. Sensus ekonomi 2006 mencatat, bahwa 99 persen jumlah unit usaha di Provinsi DIY tergolong IKM dan unit usaha IKM tersebut menyerap 76 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor industri pengolahan. Pada tahun 2005 terdapat sebanyak 74.941 unit usaha IKM dengan jumlah tenaga kerja 243.313 orang, bila dibandingkan dengan tahun 2012 jumlah unit usaha IKM yang ada 81.515 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 300.539 orang (Disperindagkop DIY, 2012). Dengan kata lain, laju pertumbuhan IKM selama kurun waktu 2005-2012 mencapai lebih dari 8,7 persen untuk jumlah unit usaha dan lebih dari 24 persen untuk penyerapan tenaga kerja. Hal ini membuktikan bahwa IKM masih menjadi sektor andalan perekonomian DIY, walaupun selama kurun waktu tersebut terjadi bencana alam dan krisis global yang juga ikut mempengaruhi perkembangan dari IKM.
6
Penelitian ini akan menganalisis keunggulan dari tiap subsektor IKM di Kabupaten Bantul, karena sektor industri pengolahan di Kabupaten Bantul didominasi oleh IKM dan merupakan sektor yang paling berkembang di Provinsi DIY. Jika dibandingkan dengan empat kabupaten/kotamadya lain di DIY, sektor industri pengolahan di Kabupaten Bantul merupakan sektor yang paling besar kontribusinya terhadap perekonomian kabupaten (lihat Tabel 1.2). Hal ini membuktikan bahwa sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor unggulan di Kabupaten Bantul dan Provinsi DIY Tabel 1.2 Persentase Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2011 Nama Daerah
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Bantul
20,29 19,93 17,22
16,88
16,48 16,16
16,33
16,54
Sleman
16,91 16,74 16,45
16,04
15,49 15,11
14,91
15,07
Kulon Progo
16,02 16,12 15,98
15,83
15,36 15,10
15,25
14,36
Gunungkidul
11,86 11,72 11,58
11,31
10,98 10,67
11,06
11,47
Kota Yogyakarta
12,06 11,78 11,58
11,29
10,82 10,48
10,80
10,43
Sumber: Badan Pusat Statistik DIY, 2012 Selain itu sektor industri pengolahan pada subsektor IKM, banyak menyerap tenaga kerja dan dominan pada jumlah unit usaha, sehingga sangat cocok dengan strategi pembanganan ekonomi yang pro-poor dan pro-job. Tabel 1.3 Rekapitulasi Data Potensi IKM Provinsi D.I. Yogyakarta, 2012 Tenaga Kerja Nilai Investasi Nama Daerah Unit usaha (Orang) (Rp.000) 18.685 84.972 481.271.198 Bantul 16.771 62.077 232.974.645 Sleman 4.183 22.661 82.640.278 Kota Yogyakarta 21.018 58.169 58.449.539 Kulon Progo 20.660 33.562 40.813.207 Gunungkidul 81.317 261.441 896.148.867 Provinsi DIY Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi DIY, 2012
7
Berdasarkan pada tabel 1.3, dapat dilihat bahwa Kabupaten Bantul merupakan kabupaten dengan penyerapan tenaga kerja paling tinggi dan nilai investasi yang paling besar di Provinsi DIY. Dengan jumlah unit usaha yang masih di bawah Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo, Kabupaten Bantul dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak juga nilai investasinya yang jauh lebih besar. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sektor Industri Kecil Menengah di Kabupaten Bantul sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu tujuan dan sasaran dari misi Kabupaten Bantul adalah ―Peningkatan daya saing Industri Kecil dan Menengah (IKM), berlandaskan keunggulan kompetitif, berdaya saing tinggi, yang dikelola secara efektif dan efisien,‖ sehingga dapat menghasilkan produk berkualitas, berdaya saing global dan menjadi motor penggerak perekonomian daerah (RPJMD Kabupaten Bantul, 2011-2015). Dalam rangka meningkatkan daya saing IKM guna mempercepat akselerasi pembangunan ekonomi Kabupaten Bantul, maka dibutuhkan analisis mengenai subsektor-subsektor IKM unggulan. Dalam RPJMD Kabupaten Bantul tahun 2011-2015 terdapat beberapa subsektor IKM Unggulan di mana penentuannya berdasarkan pada pemakaian bahan baku tingkat penyerapan tenaga kerja, nilai ekspor, jumlah negara tujuan ekspor, dan tingkat pertumbuhan ekspor selama lima tahun terakhir dari subsektor IKM tersebut. Subsektor IKM Unggulan dalam RPJMD Kabupaten Bantul, diantaranya adalah subsektor IKM Kimia dan Bahan Bangunan; serta Kerajinan. Penelitian ini akan menelaah kembali subsektor-subsektor IKM Unggulan di Kabupaten Bantul dengan metode penentuan yang berbeda dari RPJMD
8
Kabupaten Bantul. Hal ini dikarenakan penentuan dari subsektor IKM Unggulan dalam RPJMD Kabupaten Bantul hanya pada peranan subsektor itu untuk wilayah Kabupaten Bantul saja, namun belum memperbandingkan dengan subsektorsubsektor IKM di luar Kabupaten Bantul secara regional. Dengan memperbandingkan besarnya peranan suatu subsektor IKM Kabupaten Bantul terhadap besarnya peranan subsektor IKM tersebut secara regional, maka kita dapat menentukan subsektor IKM unggulan yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk pasar di dalam dan luar Kabupaten Bantul secara regional. Penjualan keluar akan menghasilkan pendapatan bagi daerah yang akan meningkatkan permintaan dari subsektor IKM unggulan dan subsektor IKM lainnya yang masih terkait dengan subsektor IKM unggulan. Sehingga penentuan subsektor IKM unggulan tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Bantul. Selain itu, penentuan subsektor IKM Unggulan didalam RPJMD Kabupaten Bantul belum menelaah keunggulan kompetitif dan komparatif serta potensi dari subsektor IKM tersebut. Analisis mengenai keunggulan kompetitif dan komparatif diperlukan agar pengembangan subsektor IKM unggulan dapat diberdaya gunakan secara berkelanjutan. Sehingga dapat memperkuat perekonomian lokal yang menjadi bagian integral dari keseluruhan kegiatan ekonomi dan memperkuat basis ekonomi daerah Kabupaten Bantul. Oleh karena itu pada penelitan ini akan menelaah subsektor-subsektor IKM di Kabupaten Bantul yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, serta potensi dari subsektor IKM unggulan tersebut di tahun-tahun berikutnya.
9
1.2 Rumusan Masalah Pembangunan ekonomi selama ini lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan pemerataan distribusi pendapatan. Industri kecil dan Menengah (IKM) dapat dijadikan solusi untuk mengatasi masalah pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan, karena kecenderungan IKM yang menyerap banyak tenaga kerja dan juga intensif menggunakan sumberdaya lokal. IKM beroperasi didalam iklim usaha yang sangat kompetitif, hambatan masuk rendah, margin keuntungan rendah, dan tingkat droup-out yang tinggi, sehingga diperlukan peningkatan daya saing IKM dengan menelaah subsektorsubsektor IKM Unggulan. IKM Kabupaten Bantul merupakan tulang punggung perekonomian, namun penentuan subsektor IKM unggulan di Kabupaten Bantul (RPJMD Kabupaten Bantul, 2011) hanya ditentukan berdasarkan peranan subsektor IKM tersebut terhadap perekonomian Kabupaten Bantul dan belum memperbandingkan dengan subsektor-subsektor IKM yang sama di luar Kabupaten Bantul. Oleh karena itu pada penelitian ini akan menelaah subsektor IKM Unggulan Kabupaten Bantul dengan memperbandingkan besarnya peranan suatu subsektor IKM Kabupaten Bantul terhadap besarnya peranan subsektor IKM tersebut secara regional baik secara komparatif maupun kompetitif. Selain itu diperlukan juga penelusuran
potensi
dari
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
agar
pengembangan subsektor IKM unggulan dapat diberdaya gunakan secara berkelanjutan, sehingga dapat memperkuat perekonomian lokal Kabupaten Bantul.
10
1.3 Pertanyaan Penelitian Dari permasalahan yang dijelaskan pada perumusan masalah tersebut, maka ada dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Subsektor IKM apa saja di Kabupaten Bantul yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif? 2. Bagaimana Potensi dari IKM Unggulan tersebut pada periode selanjutnya? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan yang dikaji pada penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menelaah subsektor IKM yang unggul secara komparatif dan kompetitif di Kabupaten Bantul. 2. Menelaah potensi dari IKM Unggulan untuk periode selanjutnya. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya: 1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, untuk mengembangkan IKM berdasarkan pada potensi yang dimilikinya. 2. Dengan mengetahui potensi dari IKM di Kabupaten Bantul, maka akan memudahkan pemerintah daerah untuk menentukan prioritas andalan dalam kebijakan pengembangan sektor IKM di daerahnya. 3. Memberikan kontribusi kepada bidang akademis, sebagai informasi untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
11
1.6 Sistematika Penulisan Penelitian terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN Menguraikan latar belakang, perumusan masalah, pertanyaan, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN DAN METODE PENELITIAN Menguraikan teori yang dijadikan landasan dalam penelitian, penelitian sebelumnya yang mendukung serta menjadi acuan penelitian, serta alat analisis yang dipergunakan dalam penelitian. BAB III : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Menguraikan hasil penelitian serta pembahasannya yaitu berupa analisis perhitungan hasil-hasil pengujian data yang telah dikumpulkan dan diolah serta interpretasinya. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Menguraikan
kesimpulan
dan
saran
dari
hasil
penelitian.