BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul 1.
Aktualitas Persaingan usaha yang semakin besar dituntut dengan kinerja perusahaan
yang semakin besar pula, Setiap organisasi atau perusahaan pasti menginginkan usahanya terus berkembang dan bertahan di dalam masyarakat sehingga dalam bisnis apapun prioritas utama adalah keberlanjutan usaha, sedangkan keberlanjutan usaha tanpa ditopang kepedulian terhadap aspek lingkungan dan sosial ada potensi yang menimbulkan kendala-kendala baik berbentuk laten maupun manifest, yang tentunya akan menghambat pencapaian keuntungan suatu organisasi atau perusahaan. Hal tersebut terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni pembangunan yang diharapkan
mampu
memenuhi
kebutuhan
manusia
saat
ini
tanpa
mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang.Bagaimanapun sebuah bisnis tidak akan berjalan optimal jika tidak mampu menjaga cadangan sumber daya alam (resource) yang meliputi aspek social dalam hal ini sumber daya manusia ( SDM ) dan aspek lingkungan atau sumber daya alam ( SDA ). Keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek social dan lingkungan, bukan lagi semata-mata demi keuntungan bisnis (profit) dikarenakan aspek sosial dan lingkungan merupakan parameter untuk mengetahui apakah ada dampak positif dan negatif dari kehadiran perusahaan
1
sebagai komunitas baru terhadap komunitas lokal ( masyarakat setempat ). Selain itu juga perusahaan perlu mendapatkan izin lokal ( local license ) sebagai bentuk legalitas secara cultural jika keberadaannya diterima di dalam masyarakat. Perusahaan terkadang sudah merasa cukup dengan hanya mengandalkan operasional baik dari pemerintah pusat, provinsi,dan kabupaten namun mengabaikan izin lokal dalam wujud kepeduliaan terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan. Oleh sebab itu, hal ini dapat menjadi pengantar sebagai perubahan paradigma kita semua untuk mengetahui tanggung jawab sosial perusahaan yang biasa dikenal dengan corporate social responsibility ( CSR ). Dahulu banyak perusahaan memaknai CSR atau istilah lain seperti community development ( CD ) program kemitraan, program bina lingkungan itu sebagai sebuah beban atau biaya resiko karena tidak menghasilkan timbal balik terhadap keuntungan yang didapat perusahaan. Tapi seiring berkembangnya isu tentang CSR yang di dalam masyarakat, perusahaan pun semakin menyadari bahwa CSR bukan lagi beban, melainkan bagian dari modal sosial dimana
keberlanjutan
sebuah
perusahaan
tidak
dilihat
dari
profit
(keuntungan) tetapi juga daya dukug planet (lingkungan alam) dan people (masyarakat). Tanggung jawab sosial dan lingkungan akan semakin besar disandang jenis perusahaan pengelola sumber daya alam (ekstraktif) perkebunan dan jenis perusahaan yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap perubahan lingkungan alam dan sosial. Parameter keberlanjutan ditentukan oleh sejauh mana perusahaan mampu mengelola hubungan dengan masyarakat dan lingkungan melalui program CSR. Perkembangan CSR tidak
2
bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development) definisi pembangunan berkelanjutan menurut the world commission on evirotmentand development yang lebih dikenal dengan The brundtland comissiom adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dan memenuhi kebutuhan mereka. 2. Orisinalitas Kegiatan CSR ( Corporate Sosial Resposibility ) Perusahaan merupakan hal yang dibicarakan dalam penelitian ini. Penelitian yang mengkaji tentang kegiatan CSR perusahaan pernah dilakukan oleh beberapa pihak.Penelitian yang mengangkat tema Corporate Social Responsibility telah banyak dilakukan, baik secara kulitatif ataupun kuantitatif. Tema yang saya angkat yaitu CSR, tetapi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah fokus yang mengarah dampak implementasi program CSR masyarakat terkait program kemitraan oleh PT Krakatau Steel. Ada peneliti yang meneliti keefektifan program CSR PT Krakatau Steel dengan fokus pinjaman modal kepada masyarakat kecamatan Citangkil periode 2010-2011 yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Marina, mahasiswi fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis belum menemui kajian yang sama dengan yang akan diteliti, sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar tanpa adanya berbagai spekulasi yang mengatas namakan penelitian orang lain.
3
Dari beberapa peneltian sebelumnya, persamaan dengan penelitian yang hendak dilaksanakan adalah sama-sama terfokus pada bentuk pelaksanaan CSR di sebuah perusahaan. Namun, pada penelitian yang sebelumnya lebih fokus pada keefektifan pelaksanaan program CSR. Sedangakanpenelitian yang dilaksanakan ini adalah mengkaji mengenai bagaimana proses implementasi program CSR oleh perusahaan dengan kaitannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat serta bagaimana munculnya kendala dalam proses implementasi program CSR PT Krakatau Steel.
3. Relevansi dengan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Mempelajari masyarakat ini termasuk mempelajari kehidupan dan pola masyarakat, seperti hubungan antar masyarakat dan pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat ini meliputi segala tindakan manusia untuk menciptakan keseimbangan hubungan antara kebutuhan (needs) dengan sumber daya (resources) demi mendapatkan kesejahteraan mental,fisik, dan sosial masyarakat. Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dalam konsentrasinya memiliki 3 fokus keilmuan, diantaranya yaitu Social Policy, Community, Development, dan Coorporate Social Responsibility. Dalamperkembangannya community development memiliki kaitan dengan arah pembangunan yang berkelanjutan yang ada dinegara kita. Pembangunan yang sekarang dilakukan oleh negara kita lebih mengarah pada pemberdayaan dimana dalam proses perwujudannya membutuhkan adanya partisipasi dari masyarakat dan
4
dikelola secara berkelanjutan. Masyarakat merupakan subjek dalam proses pembangunan berbasis pemberdayaan. Masyarakat menjadi objek dalam pemberdayaan agar terjadi pengembangan pada diri masyarakat sehingga nantinya akan timbul masyarakat yang berdaya. Dam mandiri dan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam perekonomian mereka sendiri.
B. Latar Belakang Masalah Di masa era globalisasi seperti ini sering terjadi kecelakaan dan musibah yang menimpa masyarakat, sehingga menimbulkan masalah bagi masyarakat, hal inilah yang perlu disadari bersama perlunya kesadaran tentang CSR (corporate Social Responsibility) demi dicapainya keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakat sekitar (stakeholders) yang tentunya menuntut para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya lebih bertanggung jawab. Banyak yang tidak sadar dengan perubahan lingkungan yang sangat dinamis, baik yang dipicu oleh kekuatan eksternal maupun internal telah memaksa para pelaku bisnis untuk tidak semata meningkatkan laba dan kinerjanya, tetapi juga mesti peduli terhadap problem sosial. Semakin besarnya kekuasaan para pelaku bisnis ternyata telah membawa dampak yang signifikan terhadap kualitas kehidupan manusia, baik individu,masyarakat dan sekitarnya. Fenomena inilah yang mendorong wacana tentang CSR yang menekankan tanggung jawab social bukan lagi sekedar aktivitas ekonomi belaka,(menciptakan profit untuk kelangsungan bisnis) melainkan juga tanggung jawab social di dalam masyarakat( people ), dan lingkungan(planet).
5
Secara umum CSR merupakan bentuk kontribusi yang nyata dan menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan tentu saja mempertimbangkan
dampak
ekonomi,sosial,dan
lingkungan
dari
kegiatannya.Penerapan CSR saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia sebagai respon untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan resiko, menuju sustainability dari kegiatan usahanya.Jelas subtansi yang dimaksud adalah kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global, seperti menurut ahliElkington (1997).Seperti yang beliau katakan
perusahaan
yang
memberikan
perhatian
masyarakat,
khususnya
menunjukkan
kepada
tanggungjawab
peningkatan
komunitas
sekitar
kualitas (people);
sosialnya
akan
perusahaan(profit); serta
lingkungan
hidup(planet). Ia berpendapat bahwa CSR merupakan aksi dari sebuah perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab sosial di dalam masyarakat dengan cara peningkatan kualitas perusahaan ( profit ) masyarakat sekitar ( people ) dan juga lingkungan hidup ( planet ). Oleh sebab itu, ketika ingin mengkaji lagi lebih dalam permasalahan sosial yang menyangkut tentang CSR perusahaan-perusahaan yang ada di Indoenesia tidak akan ada habisnya karena pola pikir yang ada dimasyarakat, merasa banyak pihak yang bertahan dengan kepentingannya masing-masing, misalnya masyarakat disekitar tempat perusahaan beroperasi merasa masih memiliki hak untuk menuntut lebih banyak padahal dari sisi perusahaan merasa sudah berbuat banyak bahkan lebih dari cukup untuk semua kalangan kepentingan, ada juga dari sisi birokrat merasa memiliki kewajiban untuk memperjuangkan hak yang terdiri atas pajak, Penerimaan Negara Bukan
6
Pajak (PNBP) dan bahkan bagi hasil bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Sehingga berbagai permasalahan pun bisa timbul diantaranya masalah sosial walaupun hal tersebut bisa dikatakan permasalahan “antara ada dan tiada” sebagai dampak sosio phsycologis dari kondisi tersebut, menimbulkan beberapa masalah diantaranya adalah : 1. Masalah ketenagakerjaan yang sampai saat ini tuntutan proritas tenaga kerja “ pribumi atau putra daerah yang terkadang harus dilakukan dengan cara frontal untuk mendapat respon kepada pihak perusahaan maupun mitra perusahaan. Hal yang wajar jika kemudian isu pribumi atau putra daerah semakin menguat misalnya banyak kasus yang terjadi seperti pemulangan paksa tenaga kerja yang berasal dari daerah lain. 2. Masalah pemberdayaan yang cenderung kadang “pilih kasih” bahkan terkesan melupakan azas persaingan sehat dalam tender. 3. Amarah sosial yang menjadi hal yang rentan terjadi, dikarenakan mudah terpicunya persoalan ekonomi yang sulit yang ada di masyarakat. 4. Hubungan yang harmonis antara pihak perusahaan dengan masyarakat setempat
seolah tidak berjalan,
karena
masyarakat
memandang
perusahaan masih terlalu over protectif dikarenakan sifat “tertutup” dari perusahaan. Sehingga menimbulkan rasa tidak memiliki yang kuat dalam diri masyarakat terhadap perusahaan pada sisi lain perusahaan juga menganggap masyarakat terlalu banyak menuntut (dengan banyaknya permintaan
bantuan
yang
masuk
mengatasnamakan
kepentingan
umum/masyarakat).
7
Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat memberikan keuntungan kepada perusahaan jika kegiatan dilakukan dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, dalam implementasinya masih banyak perusahaan hanya untuk formalitas dan untuk mentaati undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah dalam melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan hanya memikirkan keuntungan dan citra perusahaan tanpa memperhatikan apa yang telah dirusak yaitu lingkungan dan masyarakat sekitar yang dirugikan oleh perusahaan. Hal ini yang membuat pola pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) tidak efektif. Konsep tanggung jawab sosial
perusahaan atau Corporate Sosial
Responsibility ( CSR ) yang termasuk dalam UU. No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal LNNo. 67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan keputusan menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tentang program kemitraan dan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL), muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat dan lingkungan alam. Tapi seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakholder perusahaan, maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para
stakeholder dalam
kegiatan operasinya mencarikeuntungan.Stakeholder yang dimaksud diantaranya
8
adalah para shareholder , karyawan (buruh),customer, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya. Demikian juga dengan perusahaan BUMN PT Krakatau Steel yang memproduksi baja. Perusahaan sempat menjadi penghasil baja terbesar di Asia saat tahun 90-an dan baja-baja yang dihasilkan banyak diekspor ke berbagai benua karena memang kualitasnya sangat baik. Tidak heran kini kota Cilegon yang pada awalnya adalah daerah pertanian, kini berubah menjadi daerah industri karena banyak perusahaan atau pabrik yang berdiri hampir sejajar diujung barat pulau Jawa.Sehingga saat ini tanggung jawab social perusahaan disebutdengan program Krakatau Steel Peduli. Begitu juga kegiatan CSR juga dilakukan lewat beberapa unit usaha: Baitul Maal Krakatau Steel Group, Yayasan Pendidikan Krakatau Steel, Serikat Karyawan Krakatau Steel, dan Badan Pembina Olahraga dan Seni Krakatau Steel. Selain sebagai kewajiban eksistensial Krakatau Steel, pelaksanaan PKBL juga amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Berikut adalah 5 program CSR PT. Krakatau Steel: a. Program Peduli Pendidikan b. Program Peduli Kesehatan c. Program Peduli Sarana dan Prasarana Umum d. Program Peduli Usaha Kecil e. Program Tanggap Bencana
9
Tabel 1.1Realisasi Program Bina Lingkungan Tahun 2011
Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 47
Tabel 1.2Realisasi Program Kemitraan Tahun 2011
Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 46
10
Tabel I.3Daerah Penerima Program PT. Krakatau Steel
Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel Hlm. 47
Dari data ini dapat dilihat berapa banyak dana CSR yang keluarkan oleh perusahaan PT Krakatau Steel di tahun 2011 dan yang paling banyak ada disektor perdagangan dalam wujud pinjaman modal bagi masyarakat sekitar. Dengan begitu program CSR yang berjalan tentu saja sangat membantu masyarakat, tapi pertanyaannya apakah semua dana yang dikeluarkan itu bisa merata ke dalam masyarakat dan apakah masyarakat telah berdaya dan bisa hidup mandiri dalam artian masyarakat sudah sejahtera. Wujud implementasi dari program CSR di PT Krakatau Steel adalah merupakan bentuk kontribusi nyata CSR perusahaan dalam mengembangkan dan melakukan pemberdayaan ekonomi masyrakat, komitmen perusahaan untuk melakukan program CSR nya tidak perlu diragukan lagi. Tapi hal ini juga lagi-lagi
11
bisa menimbulkan pertanyaan, dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, dimasa yang akan datang apakah bisa diketahui implementasi program CSR perusahaan PT Krakatau Steel telah berhasil memberdayakan masyarakat disekitarnya, tanpa kita mengetahui proses penerapan dan tata kelola dari program CSR itu sendiri, tentunya bentuk CSR perusahaan yang baik adalah yang mampu memegang kuat prinsip “3P” prinsip pembangunan berkelanjutan serta berkomitmen dalam hal penerapan sistem manajemen dan tata kelola CSR di dalam perusahaannya. Dengan menerapkan sistem dan tata kelola CSR yang baik, maka tentunya perusahaan mampu mengedentifikasi serta mengembangkan program PKBL berdasarkan prioritas dari kebutuhan masyarakat pada saat itu, dengan kata lain perusahaan dengan sendirinya mampu meningkatkan kinerja perusahaannya melalui bentuk CSR perusahaan serta mampu menaikan image perusahaan dimata masyarakat. Pada kenyataannya, walaupun perusahaan telah melaksanakan program CSR sesuai dengan prosedur yang sudah ada masih ada kendala-kendala yang ditemukan dalam keberlangsungan kegiatan untuk mensukseskan program secara keberlanjutan, karena program berbasis Community Development tentunya melibatkan masyarakat dari tahap perencanaan sampai pada tahap evaluasi, karena dengan terlibatnya masyarakat dalam program PKBL akan sangat membantu untuk mensukseskan keberlanjutan program dan sukses memberdayakan masyarakat setempat jadi lebih mandiri dan sejahtera. Dalam
proses
impelementasi
program
CSR
yang
baik
tentunya
perusahaanharus melibatkan masyarakat, semisal dengan hadirnya perusahaan dalam forum rembuk desa untuk membahas hal-hal yang akan dijadikan
12
rekomendasi untuk implementasi progran CSR di suatu tempat. Penglibatan ini juga dapat dilihat dari sejauh mana perusahan memanfaatkan exsisting forum yang telah ada di dalam masyarakat sejak lama, seperti Forum PKK, Karang Taruna, Forum Masyarakat dan lainnya.Selain itu perusahaan juga dituntut untuk membuat sebuah perencanaan matang untuk menjalan program CSR-nya. Walaupun demikian, tata kelola CSR yang fleksibel juga harus didukung oleh ketersediaan struktur dan tujuan yang jelas dalam membantu pelaksanaan program CSR yang dibuat oleh pihak perusahaan. Hal ini tidak kalah penting karena SDM yang menjalankan program CSR harus didukung oleh ketersediaan pendidikan dan pelatihan yang mumpuni dalam hal-hal yang bersifat praktis. Seperti memposisikan SDM yang memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan terkait Community Development dalam struktur CSR. Dengan mengikuti perkembangan dan minat serta kebutuhan yang ada di dalam masyarakat, perusahaan harus mengefektifkan program-program CSR dan juga tentunya pihak perusahaan tidak mengeluarkan dana secara percuma hanya untuk mengikuti aturan-aturan CSR yang wajib dilakukan sesuai yang ada dalam undang-undang UU. No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal LNNo. 67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan keputusan menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tentang program kemitraan dan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ( PKBL). Program Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah program CSR yang di bentuk oleh divisi PKBL PT Krakatau Steel, yang sudah berjalan dari tahun 1992, hingga kini dimana program ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam
13
memberdayakan masyarakat dengan melakukan pemberdayaan pada usaha-usaha kecil yang ada di dalam masyarakat. Program kemitraan merupakan program yang sudah berjalan dan mempunyai mitra binaan sebanyak 3783 unit. Mitra binaan adalah
masyarakat
yang
telah
secara
resmi
sudah
menjadi
mitra
perusahaan,karena tidak semua usaha yang bisa menjadi mitra binaan perusahaan ada beberapa kriteria yang harus diikuti untuk menjadi mitra binaan PT. Krakatau Steel. Dalam pelaksanaan CSR, terdapat kendala yang munculdi dalam proses implementasi program pengembangan usaha kecil dan menengah oleh PT krakatau Steel. Kendala tersebut adalah terjadinyakemacetan dana bergulir di dalam masyarakat. Kemacetan yang dimaksud adalah ketika mitra binaan tidak mampu mengembalikan pinjaman modal yang telah didapat dari perusahaan, sehingga perusahaan harus menagih kepada mitra binaan tersebut. karena mengingat dana yang telah dikeluarkan oleh perusahaan PT. Krakatau Steel tidak sedikit, setiap tahun tahun selalu bertambah ditahun 2013 ini ada sekitar 35 milyar dana yang telah disiapkan untuk program kemitraan, tapi sampai saat ini hanya sekitar 8 milyar dana yang baru keluar dimasyarakat, sehingga ini juga perlu dijadikan perhatian dari pihak perusahaan. Dan kadang masyarakat harus mengajukan proposal baru kepada pihak perusahaan untuk mendapatkan bantuan baru untuk usahanya, dan tidak sesuainya pengajuan dana proposal pinjaman diawal dengan yang didapatkan. Sebenarnya selagi masyarakat atau penerima bantuan dana ingin maju, pihak perusahaan akan tetap membantu dengan bantuan dan perjanjian yang baru antara perusahaan dan pengembangan usaha. tapi yang menjadi pertanyaan dsini apa yang menyebabkan permasalahan kemacetan dana
14
bergulir yang ada di dalam masyarakat? Banyak hal yang bisa terjadi, bisa dari segi proses implementasi program CSR yang kurang cocok ataukah kondisi masyarakatnya yang belum mampu menyesuaikan. Karena di dalam proses implementasi program CSR dalam bentuk pengembangan ekonomi masyarakat, seringkali mengalami kendala-kendala seperti kurangnya pendampingan dan kurangnya waktu pelatihan softskill dan management kepada mitra binaan setempat, karena mengingat sebagian besar mitra binaan tidak mengerti apa-apa mengenai bagaimana menjalankan sebuah usaha dan cara mendapatkan profit, atau kurangnya pengawasan yang berkelanjutan dari pihak perusahaan bisa juga menjadi salah satu pemicu terjadi permasalahan yang akan kita cari tahu nantinya.Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pihak perusahaan agar tidak terus menjadi kendala dan menimbulkan permasalah baru nantinya. (Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 42.
Dalam proses implementasi program CSR yang baik, kita harusmengetahui dulu akar masalah yang terjadi dilapangan, jumlah dana yang macet dari para mitra binaan PT Krakatau Steel berkisar sampai Rp 491.443.911,00 itu baru pada satu wliayah kecamatan saja yaitu pada daerah Cibeber, sedangkan jumlah total dana yang macet pada dalam program kemitraan telah mencapai 11 M, ini juga menjadi alasan kenapa peneliti ingin melakukan penelitian dalam proses implementasi sebuah program CSR di PT. Krakatau Steel karena diketahui setiap perusahaan sudah menjalankan CSR-nya namun mengapa masih ada saja kendala yang terjadi, banyak yang mempengaruhi hal tersebut, Apakah dari sebuah proses implementasi yang berjalan yang belum maksimal ataukah memang ada kendala yang terjadi di dalam intern perusahaan sendiri. sehingga dengan demikian nantinya diharapkan penelitian mampu memberikan sebuah solusi ketika 15
mendapat
kendala
ditengah-tengah
jalannya
program
kemitraan.Bisa
jugamelakukan sebuah perbaikan sistem yang lebih fleksibel yang akan memberikan hasil yang maksimal terhadap program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan. dengan melakukan sebuah transformasi terhadap sistem management CSR yang diaplikasikan, misalnya seperti melibatkan masyarakat dari proses perencanaan sampai tahap evaluasi, melakukan pendampingan dan pengawasan serta memberikan pelatihan softskill dan management yang lebih intens terhadap mitra binaan terhadap usaha yang dijalankannya, atau juga melakukan promosi hasil usaha masyarakat, adalah beberapa bentuk transformasi sistem management CSR yang bisa memberikan dampak besar terhadap program CSR sehingga nantinya akan memberikan efek positif dari program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan.
C. RUMUSAN MASALAH Bagaimana proses implementasi Program Kemitraan Divisi PKBLdan penyebab kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan PT Kratakau Steel di kota Cilegon, Banten? D. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui proses implementasi program kemitraan divisi PKBL dan kendala kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan PT Krakatau Steel di kota Cilegon, Banten.
16
E. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Bagi Perusahaan : dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan untuk program CSR dalam bidang pengembangan usaha kecil dan menengah ( UKM ) kedepannya sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang mengatur tentang CSR dalam sebuah Perusahaan. 2. Manfaat Bagi divisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan :dapat dijadikan bahan evaluasi dari program-program yang telah berjalan. 3. Manfaat Bagi Mitra Binaan ( UKM ) setempat:dapat membantu memberikan masukan kepada perusahaan ketika menghadapi kendala ketika menjalankan usahanya. 4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya: mendapatkan pengetahuan yang mendalam
mengenai
diperusahaan-perusahaan
konsep dalam
CSR
yang
diimplementasikan
meningkatkan
pengembangan
ekonomi masyarakat.
17
F. TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Corporate Social Responsibility ( CSR ) Ada banyak definisi konsep tentang CSR yang selama ini dikenal, dulu konsep CSR hanya sebagai bentuk derma ( charity ) dan sebelum orang mengenal konsep CSR pada tahun 1970-an yang sekarang ini, ternyata sebelumnya telah ada yang mengemukakan konsep CSR yang dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953 ( Carrol, 1999: 270 ) dalam karyanya “ Social Resposibilities of the businessman”. dan ternyata konsep CSR sudah lama ada, tapi dengan konsep berbeda dari yang sekarang berkembangoleh karena itu untuk menghormatinya, Carrol menyebut Bowen sebagai “ the father ‘s of corporate Social responsibility “ yang merumuskan konsep tanggung jawab social sebagai the obligations of the businessman to pursue those police, to make those decisions, or to follow those lines of action which are desirable in term of the objectives and values of our society “ Steiner and Steiner ( 1994: 105 110 ).ia menyebutkan tanggung jawab Dengan memandang rumusan Bowen mengenai tanggung jawab social yang dilakukan oleh pelaku bisnis, adalah sebagai kelanjutan dari pelaksanaan berbagai kegiatan derma (charity ) sebagai wujud kecintaan manusia terhadap sesama manusia ( philantrophy) yang banyak dilakukan oleh para pengusaha ternama pada akhir abad ke 19 sampai periode tahun 1930-an. Tapi seiring waktu konsep CSR sendiri telah banyak mengalami perubahan baik dari segi tujuan dan keberlangsungan usaha di dalam perusahaan. Karena banyaknya konsep-konsep baru yang bermunculan tentang CSR sehingga menjadikan CSR lebih fleksibel dimata masyarakat.Konsep awal CSR yang pertama adalah merupakan kegiatan
18
derma untuk sesama manusia yang berkembang hingga menjadikan konsep CSR sebagai bentuk tanggung jawab oleh sekelompok komunitas atau perusahaan. Maiganan and Farel ( 2004 ) dalam Susanto ( 2007 )hal.7Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai “ a business act in sociallyresponsible manner when its
decision
and
action
account
for and
balance
diversestakeholder
interests”.Definisi inilebih menekankan bahwa perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan sebagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara bertanggung jawab. Definisi CSR sangatlah beragam, tergantung dari visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan “ need, desire, wants dan interest “ masyarakat.Menurut (Wahyudi dan Azheri 2008:37) Berikut merupakan beberapa definisi CSR dalam Rahman (2009b),yaitu: 1. Melakukan tindakan
sosial termasuk kepedulian terhadap
lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan undang-undang (Chambers dalam Irantara, 2004:49) 2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas (Trinidads dan Tobacco Bureau of Standards). 3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan
19
kualitas hidup (The World BusinessCouncil for Sustainable Development). CSR yang telah banyak berubah dari sebelumnya hanya sebuah kegiatan derma berkembang menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh sekelompok komunitas atau perusahaan dalam menjalakan bisnisnya. Perusahaan akan tetap melakukan usaha bisnis, akan tetapi masyarakat juga perlu sebuah bentuk “ giving back “ dari perusahaan agar keharmonisan antara perusahaan dan masyarakat tetap terjaga dan akan terus berlanjut kedepannya, karena jelas tujuan dari dibentuknya CSR di perusahaan adalah karena inginnya tiap perusahaan dengan bisnis apapun menginginkan keberlanjutan dan kestabilan usaha, karena keberlanjutanakan
mendatangkan
keuntungan
sebesar-sebesarnya
bagi
perusahaan. Setidaknya ada 3 alasan penting mengapa kalangan dunia usaha wajib merespon CSR agar sejalan dengan jaminan keberlanjutan operasional perusahaannya, seperti yang di kemukakan oleh Wibisono ( 2007:06 ). 1.
Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karena itu wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan mestinya menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan social ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan saham yang bersifat ekpansif atau eksploratif, di samping
sebagai
kompensasi
social
karena
timbul
ketidaknyamanan pada masyarakat. 2. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan
yang
bersifat
simbiosis
mutualisme
untuk
20
mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi
hubungan
bahkan pendongkrakan
citra
dan
performa perusahaan. 3. Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik social. Potensi konflik itu berasal akibat dari dampak operasional perusahaan akibat kesenjangan structural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen masyarakat. Dengan adanya konsep baru tentang CSR maka perusahaan jelas akan mempertimbangkan atau setidaknya merespon demi keberlangsungan usahanya kedepan. Karena masyarakat dan perusahaan bagaimanapun juga akan saling membutuhkan baik dari segi finansial dan sosial. Meskipun banyak definisi, secara esensial CSR merupakan wujud dari giving back dari perusahaan kepada masyarakat. Perihal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasarkan pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif pada komunitas (stakeholders). Di Indonesia, CSR secara gencar dikampanyekan oleh Indonesia Business Link (IBL). Aktivitas CSR tidak hanya memperhatikan satu fokus saja ( profit ) akan tetapi juga melihat dari berbagai aspek-aspek yang saling berkaitan satu sama lain untuk mendukung perusahaan. misalnya mampu menciptakan SDM yang handal dan juga mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya, dengan begitu keharmonisan antara masyarakat dan perusahaan akan tetap terjaga dan akan mengurangi resiko konflik bagi perusahaan tentunya. Dengan munculnya konsep management modern saat ini yang sangat membantu baik dalam lingkup internal perusahaan
21
maupun didepan publik, karena perusahaan disini dipandang sebagai agen moral dimana perusahaan yang seharusnya dengan atau tanpa ada aturan hukum pun, perusahaan akan menjunjung tinggi moralitas dalam melakukan usaha bisnisnya. Karena bagaimanapun juga Perusahaan harus bertanggung jawab secara etis. Ini berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan operasi bisnis sebuah perusahaan. Seperti yang ada dalam buku yang dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun (1997 hal. 23)“ cannibals with Forksm the triple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness”, Elkington memperkenalkan istilah “ Triple Bottom Line” untuk pertama kalinya,
dengan konsep Triple Bottom Line di antaranya ada
pengembangan konsep Economic Prosperity, Environmental quality, dan Social justice( Wibisiono,2007: 08) pandangan Elkington bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P” karena selain mengejar profit, perusahaan juga memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontributif dalam menjaga kelestarian lingkungan ( planet). Adapun aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom Line, diantaranya :
22
1. Profit Merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan dalam adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk
menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. 2. People Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi
perusahaan berpotensi
memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya
pula
perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel perusahaan harus menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial. 3. Planet Jika perusahaan ingin tetap eksis maka harus disertakan pula tanggung jawab kepada lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan kita. Namun sayangnya, sebagian 23
besar dari kita masih kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak ada
keuntungan langsung di
dalamnya. Keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis
dan itu
merupakan hal yang wajar. Maka, kita melihat banyak pelaku industri yang hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyakbanyaknya tanpa
melakukan upaya untuk melestarikan lingkungan.
Padahal dengan melestarikan
lingkungan, mereka justru akan
memperoleh keuntungan yang lebih,terutama dari kenyamanan,
disamping
ketersediaan
sumberdaya
sisi kesehatan, yang
lebih
terjaminkelangsungannya.
Dengan mengacu dari konsep “Tripple Bottom Line”akan terlihat perusahaan yang ingin usahanya tetap berlanjut,dengan menggunakan konsep 3P karena akan mengalami banyak perubahan baik dari sisi profit yang didapatnya dan juga “image” dimata masyarakat dan juga secara hukum dan undang-undang melakukan pemeliharaan lingkungan untuk masa akan datang yang akan digunakan oleh anak cucu kita nanti.Sehingga dengan konsep seperti ini jelas akan mengurangi resiko negative terhadap perusahaan itu sendiri dan tentunya malah mendapat keberlanjutan usaha kedepannya. Maka dari itu perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial-nya saja, namun juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Profit (keuntungan) merupakan unsur penting dan menjadi rujukan utama setiap kegiatan usaha. Maka tidak heran fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah menjadi profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. People (masyarakat) menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan
24
merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaannya, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan, maka perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar mungkin kepada masyarakat. Planet (lingkungan) jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan pada tanggung jawab kepada lingkungan. Hubungan masyarakat dengan lingkungan adalah hubungan yang sebab akibat, dimana jika merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, begitu juga sebaliknya.Dalam perkembangannya CSR tentu saja menjadikan perusahaanperusahaan bersaing secara sehat untuk menjadikan perusahaannya menjadi lebih baik.Bersaing untuk mendapatkan “ image” yang baik di mata masyarakat akan sangat membantu perusahaan dalam mengembangkan bisnis yang mereka jalankan. Emirzon (2006) Vol.4 hal. 8 diera pasar bebas, dalam kaitan bisnis yang kemudian dituntut untuk mengembangkan, menerapkan sistem, dan paradigma baru dalam pengelolan bisnis yaitu dengan melakukan prinsip-prinsip tata kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, disingkat GCG).Menurut Emirzon diera pasar,bisnis yang baik adalah metode yang telah menggunakan paradigma baru dan sistem yang baru, dengan menjalankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik Good Corporate Governance ( GCG ).Konsep dasar dan pengertian Good Corporate Governance yaitu sebagai sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Definisi Good Corporate Governance yang disampaikan diatas, memiliki kesamaan makna yang menekankan
pada
bagaimana
mengatur
hubungan
antara
pihak
yang
25
berkepentingan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan. Terdapat lima prinsip dalam GCG dalam Emirzon (2006)Vol.4. Hal. 8 Yaitu : 1. Transparancy, sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability,
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
pertanggung-jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility, kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency, suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness, perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yangberlaku. Selain adanya hubungan antara konsep CSR, perusahaan juga membutuhkan suatu sistem yang baik untuk mengendalikan dan mengelola perusahaan antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan sehingga akan memberikan kesesuaian dan keseimbangan yang mampu menjaga image perusahaan di dalam masyarakat dan juga dari perusahaan lainnya.Dengan adanya prinsip-prinsip
26
dalam mengelola perusahaan tentunya akan menjadikan perusahaan-perusahaan untuk bersaing dalam mengembangkan perusahaan mereka dalam artian akan menjadikan perusahaan menjadi lebih baik. 2.
UKM ( usaha kecil dan menengah ) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Sumodiningrat 2007
(http://www.ekonomirakyat.org/edisi_13/artikel_2.htm diakses pada 20 Juni 2013), mempunyai ciri utama: (1) pada umumnya dalam berusaha tidak memisahkan kedudukan pemilik dengan managerial; (2) menggunakan tenaga kerja sendiri; (3) (unbankable) mengandalkan modal sendiri, (4) sebagian tidak berbadan hukum dan memiliki tingkat kewirausahaan yang relatif rendah. Kriteria lain menurut Bank Indonesia adalah: (1) kepemilikan oleh individu atau keluarga; (2) memanfaatkan teknologi sederhana dan padat karya; (3) rata-rata tingkat pendidikan dan keterampilan tergolong rendah; (4) sebagian tidak terdaftar secara resmi dan atau belum berbadan hukum serta; (5) tidak membayar pajak.Ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu
27
No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil) antara lain adalah Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil): 1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; 2. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar; 3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun. Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan brutto tak lebih dari 600 juta.
Usaha Menengah menurut Inpres No. 10/1999,
tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah: a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; b. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Besar;
28
c. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun; Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil): Usaha pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai instansi di Indonesia, yaitu: 1). UU No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (diluar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (diluar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar. 2). BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. Berdasarkan definisi tersebut, data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2002 menunjukkan populasi usaha kecil mencapai sekitar 41,3 juta unit atau sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah usaha di Indonesia; sedangkan usaha menengah berjumlah sekitar 61,1 ribu unit atau 0,15 persen dari seluruh usaha di Indonesia. Sementara itu persebaran UKM paling banyak berada di sektor pertanian (60 persen) dan perdagangan (22persen) dengan
29
total penyerapan tenaga kerja dikedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang (68 persen penyerapan tenaga kerja secara total). 3). Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp. 5 milyar.Sementara itu, usaha kecil dibidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995). 4). Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp. 200 juta s/d Rp. 5 miliar) dan non manufaktur (Rp. 200 – 600 juta). 5). Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang. Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut: a). Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan b). Aspek legalitas usaha lemah c). Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku
30
d). Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan e). Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha f). Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas h). Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik. Usaha Kecil dan Menengah memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian nasional. Adapun fungsi dan peran UKM diantaranya adalah sebagai : penyedia barang dan jasa, penyerap tenaga kerja, pemerataan pendapatan, nilai tambah bagi produk daerah, peningkatan taraf hidup melihat perannya yang begitu besar maka pembinaan dan pengembangan industri kecil bukan saja penting sebagai jalur kearah pemerataan hasil-hasil pembangunan, tetapi juga sebagai unsur pokok dari seluruh struktur industri di Indonesia, karena dengan investasi yang kecil dapat berproduksi secara efektif dan dapat menyerap tenaga kerja.Dengan adanya UKM di indonesia, tentunya akan sangat membantu peran pemerintah dalam mengelola perekonomian negara, karena dengan adanya UKM bisa menyerap tenaga kerja yang banyak dan tentu saja sebagai penyedia barang didaerah-daerah yang masih pelosok. Dengan begitu semuanya akan merata keseluruh masyarakat, tidak ada lagi ketimpangan yang terjadi dari segi perkenomian karena harapannya nanti bisa membuat masyarakat lebih sejahtera dan lebih mandiri ketika menghadapi masalah perekonomian yang berat.
31
Hubungan UKM dalam penelitian ini adalah bagaimana sebenarnya sebuah UKM dalam mengelola usaha yang dijalaninya, apakah UKM yang dimaksud merupakan sebuah UKM yang memang termasuk kategori dalam usaha kecil, ataukah semua bentuk usaha yang menjadi mitra binaan tidak melihat dari persektif kategori usaha kecil.
3.
Program Kemitraan CSR sebagai Alternatif Pengembangan UKM Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa adakemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas di dalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi dimasa depan (Dipta, 2008). Vol. 26 hal.62-75,Iajuga menyebutkan salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan diluar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan kita kenal
32
dengan “win-win solution”. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih teknologi
dan
manajemen
dari
perusahaan
besar
kepada
yang
lebih
kecil.Disamping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk, karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Selain kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, dibanyak negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan kecil. Pola kepedulian perusahaan besar dalam bentuk sosial seperti ini yang sering disebut CSR telah banyak dikembangkan. CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing UMKM.Kemitraan antara UMKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong UMKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan besar akan memberi manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial antara sikaya semakin kaya dan simiskin semakin miskin. Pengembangan programkemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Secara spesifik menyebutkan bahwa CSR bisa diarahkan agar UMKM bisa dibantu dalam inovasi packaging, inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Selain hal-hal tersebut, bentuk program CSR lainnya yang juga bisa dilakukan adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM Ali, (2007) hal. 8. ia juga mengatakan bahwa dalam
33
setiap bisnis harus ada inovasi baik dalam segi produk dan penampilan, sehingga barang atau produk itu nantinya dapat bersaing di dalam pasar.
4. Implementasi Corporate Social Responsibility Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam tahap implementasi program CSR yaitu identifikasi masalah,menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap evaluasi adalah hal yang mutlakada. Terdapat perbedaan penyusunaan program CSR antara perusahaan nirlaba dengan lembaga bisnis. Menurut DeMartinis dalam Rahman (2009b: 54 ) menyebutkan beberapa langkah yang dilakukan oleh perusahaan non-profit dalam menyusun program CSR, yaitu: 1. Merumuskan Komunitas Organisasi Yaitu dengan melakukan penyusunan pembatasan kategori masyarakat lokal, mengidentifikasi norma, adat, nilai dan hukum setempat, mengidentifikasi pemuka pendapat yang berpengaruh dan memiliki komunitas primer dan sekunder. 2. Menentukan tujuan Menentukan tujuan dapat dilakukan dengan menemukan data yang terdapat dilapangan kemudian diformulasikan menjadi tujuan program CSR, atau dapat juga diarahkan dalam upaya aplikasi dari visi dan misi organisasi yang bersangkutan. 3. Menyusun pesan yang hendak disampaikan. Program CSR mengandung sejumlah isu yang menjadi fokus kegiatannya, maka perlu disampaikan kepada masyarakat. Kesuksesan program CSR sangat ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat.
34
4. Memilih metode yang paling baik dalam penyampaian pesan Pemilihan metode merupakan sebuah tahap eksekusi dari mekanisme pemilihan pesan. Eksekusi dalam hal ini, berkaitan dengan pemilihan apakah akan menggunakan
media
atau
tidak
(mediated
communication/non
mediatedcommunication), maupun penggabungannya dan metode komunikasi seperti apa yang digunakan. Cara penyampaian pesan harus selaras dengan kemampuan audiens dalam memahami pesan. 5. Realisasi program Realisasi dari sejumlah perencanaan yang dilakukan merupakan tahapan berikutnya. Menjalankan sejumlah aktivitas dan isu yang telah disepakati, merupakan hal wajib dilakukan. 6. Analisis hasil/evaluasi Evaluasi harus dilakuan, untuk mengetahui efektifitas dan tingkat keberhasilan program CSR yang dijalankan.
Dalam tahap menyusun program CSR yang dilakukan oleh perusahaan nonprofit lebih kepada maksud dan tujuan program CSR itu dibuat dan disesuaikan dengan visi dan misi perusahaan, dan juga melakukan pemilihan metode penyampaian pesan dalam tahap eksekusi dari mekanisme pemilihan pesan yang akan disampaikan apakah melalui media ataupun penggabungan dengan metode komunikasi tergantung audiens dalam memahami pesan. Pesan akan disesuaikan dengan tingkat pemahaman yang dimiliki oleh audiens sehingga nantinya program CSR tersebut tidak mengalami miss understanding dalam pelaksanaannya.Setelah itu baru masuk dalam pelaksanaan program atau realiasi program yang sudah
35
direncanakan sebelumnya, hasil dari penyusunan program tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan program karena pelaksanaan program yang menentukan apakah program berhasil atau tidak dan hasilnya nanti akan ditindaklanjuti dengan analisis/evaluasi program. Sementara itu Brown(Iriantara 2004:88 dalam Rahman 2009b) menunjukkan langkah-langkah yang dilakukan perusahaan bisnis dalam menyusun program CSR sebagai berikut: a. Segmentasi Segmentasi merupakan mekanisme penggolongan berdasarkan sejumlah faktor tertentu yang membedakan karakter audiens. Faktor yang dapat digunakan antara lain faktor demografi, psikografi dan geografi. b. Skala prioritas Penentuan skala prioritas mengkategorikan audiens dalam kelompok primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer merupakan kelompok yang menjadi sasaran utama dari aktivitas CSR, disusul kelompok sekunder dan kelompok tersier. Kelompok tersier bisa jadi hanya terpaan (exposure) karena perannya yang sangat kecil. kelompok “tetangga” yang mempunyai relevansi dengan kelompok primer. c. Penelitian tentang need, desire, wants dan interest komunitas Tahap ini merupakan langkah yang mutlak dilakukan guna mendapatkan data tentang komunitas yang nantinya digunakan sebagai dasar pertimbangan penyusunan program CSR. d. Dialog dengan opinion leader dalam komunitas
36
Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data asli tentang komunitas. Selain pengumpulan data dengan dialog langsung dengan anggota masyarakat, dialog dengan pemuka pendapat juga dianggap representative untuk mewakili aspirasi komunitas. e. Penyelarasan Sinkronisasi jenis program dengan target, pilihan pesan/isu, pemilihan media dan metode komunikasi yang digunakan dalam CSR dilakukan guna meningkatkan efektivitas program CSR yang diselenggarakan. Dalam tahap penyusunan program CSR yang dilakukan oleh perusahaan bisnis juga
mempunyai
cara
yang
berbeda,
perusahaan
bisnis
sebelumnya
mengkategorikan golongan karakter audiens yang nanti menjadi objek program CSR setelah itu baru melakukan penggolongan audiens menjadi kelompok primer,sekunder, dan tersier. Dan yang menjadi fokus utama program CSR perusahaan adalah kelompok primer, setelah itu baru sekunder lalu tersier, tersier disini bisa hanya sebuah terpaan karena perannya yang sangat kecil. Perusahaan bisnis juga dalam tahap ini melakukan dialog dengan komunitas setempat, tapi disini lebih kepada opini leader seperti pemuka yang dapat mewakili aspirasi dari masyarakatnya. Setelah itu perusahaan baru membedakan target, pemilihan program, dan juga pemilihan media yang dipakai dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Dalam Wibisono (2007: 37) juga
menyatakan ada empat tahapan yang
dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:
37
1) Tahap perencanaan Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspekaspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi
konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu
memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.
2) Tahap implementasi Tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.
38
3) Tahap evaluasi Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR. 4) Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Seperti yang dijelaskan oleh Wibisono (2007)dalam pelaksanaan program CSR ada 4 tahapan yang harus diperhatikan, tahapan-tahapan ini jelas akan sangat mempengaruhi pelaksanaan program, dalam tahap perencanaan perusahaan melakukan CSR assesment untuk memetakan masyarakat yang dijadikan prioritas atau biasa juga disebut dengan ( social mapping ).Setelah mengetahui apa kebutuhan dan siapa saja yang dijadikan prioritas oleh perusahaan maka perusahaan baru menentukan langkah-langkah yang yang akan digunakan dalam pelaksanaan program CSR. Setelah itu baru melaksanakan tahap implementasi dimana dalam tahap ini ada 3 langkah yang harus diperhatikan yaitu sosialisasi,pelaksanaan, dan internalisasi.Sosialisasi adalah bagaimana perusahaan mampu mensosialisasikan program CSR nya kemasyarakat agar masyarakat paham akan kegunaan program CSR tersebut, karena tidak banyak juga masyarakat belum mengerti dengan program CSR mereka hanya mengerti perusahaan memberikan dana setelah itu selesai.Ada baiknya perusahaan memberikan sosialisasi program sebelum melaksanakan program CSR kedalam masyarakat sehingga masyarakat sudah mengerti akan kewajiban dan hakhaknya.Setelah program CSR berjalan di dalam masyarakat, bukan berarti tugas
39
perusahaan telah selesai, langkah berikutnya perusahaan melakukan tahapan evaluasi. Mengevaluasi program CSR sangat penting demi keberlanjutan program CSR, apa yang menjadi kendala dan kekurangan dalam program tersebut ketika mengalami masalah dan juga untuk mempertahankan program tetap berjalan dan berlanjut. Setelah itu baru mulai membuat laporan dari hasil program CSR sebagai bentuk “ keterbukaan “ didepan masyarakat dan pemerintah, dan juga untuk mengetahui dana yang dikeluarkan oleh perusahaan digunakan untuk apa, sehingga tidak timbul kecurigaan yang berlebihan dari pihak pemerintah maupun masyarakat nantinya. Dalam tahap implementasi yang efektif dengan prioritas perhatian perusahaan dan untuk mempermudah implementasi program dalam Soemanto (2007 : 63 ), pemilihan dampak dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: a) Ring 1 yaitu daerah yang menerima dampak paling besar. Daerah yang menjadi prioritas pertama ini tidak selalu berada dekat dengan perusahaan. misalnya, daerah yang jauh dari aktivitas produksi perusahaan, tetapi menjadi daerah pelintasan truk membawa bahan mentah. Tidak bisa dipungkiri bahwa aktivitas pengangkutan bahan mentah menimbulkan debu yang merugikan masyarakat. b) Ring 2 yaitu daerah yang menjadi tempat pembanguan infrastruktur pendukung perusahaan seperti pipa air atau sarana lainnya. Adanya pemabangunan infrastruktur ini menimbulkan dampak fisik maupun psikologi. c) Ring 3 yaitu wilayah yang menerima dampak paling kecil atau sama sekali tidak ada dampak negatif. Selain ketiga ring tersebut, perusahaan juga
40
memiliki komitmen untuk membantu masyarakat diberbagai daerah Indonesia. Dalam pelaksanaan CSR harus mengetahui daerah-daerah yang akan diberikan suatu program agar program yang diberikan sesuai dengan apa yang dialami oleh masyarakat setempat. Terdapat tiga pilar utama yang harus diperhatikan dalam Mapisangka (2009), yaitu pertama, format CSR yang sesuai dengan nilai lokal masyarakat; kedua, kemapuan diri perusahaan tekait dengan kapasitas SDM dan institusi dan ketiga, adalah peraturan dan kode etik dalam dunia usaha. Tahap implementasi yang dikemukakan dalam Soemanto ( 2007) sebenarnya lebih kepada untuk mempermudah perusahaan untuk menentukan perhatian program CSRnya yang menjadi prioritas, sehingga nantinya program CSR akan lebih efektif dan efesien. Pembagian ring 1 sampai 3 berlaku “fleksibel” tergantung perusahaan dimana beroperasi, karena ada juga perusahaan yang melaksanakan program CSR nya jauh dari perusahaan tempat mereka beroperasi. Demi kenyamanan dan tidak timbulnya kecemburuan sosial di dalam masyarakat, perusahaan harus lebih siap memanagement program CSR yang menjadi kebutuhan masyarakat, karena dengan program CSR yang memang dibutuhkan oleh masyarakat yang akan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,Maka perusahaan harus bisa cepat tanggap dengan keadaan yang ada disekitarnya, dengan adanya program CSR dan pelaksanaan yang baik maka perusahaan akan tetap aman dan bisa melanjutkan operasi bisnisnya tanpa mengalami resiko yang tinggi.
41
5.
Implementasi dalam Sebuah Program atau Kebijakan Implementasi program adalah salah satu hal yang terpenting dalam
pembuatan kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai tujuan dan dampak yang jelas diinginkan.Jika ingin sebuah program berhasil maka harus mempunyai tujuan yang jelas dan tentu saja sesuai dengan keinginan diawal. Wahap dalam Setyadi (2005 : 23 ) mengutip pendapat para pakar yang menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak negatif maupun positif, dengan demikian dalam mencapai keberhasilan implemetasi, diperlukan kesamaan pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan.Keberhasilan implementasi dalam sebuah program atau kebijakan, dapat diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan desain, tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak atau hasil positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi. Dalam implementasi juga memperhatikan dampak atau hasil positif yang akan dibuat dalam pembuatan program, sehingga nantinya sebuah program mempunyai sebuah tujuan dengan hasil yang memuaskan. Ketika dampak dari program itu berhasil atau tidak maka yang jelas dampaknya yang pertama kali dilihat dalam program tersebut seperti apa setelah itu baru melihat keberlanjutan
42
program itu.Apabila dampak dari program itu negatif maka perlu ditinjau ulang kendala yang terjadi dan mencari titik permasalahannya setelah itu baru pemecahan masalahnya. Menurut Edward III (1980 :9-12) dan Emerson, Grindle, serta Mize dari beberapa ahli ada 4 variabel
yang harus diperhatikan dalam implementasi
program.Yaitu komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi (communications), ketersediaan sumberdaya dalam jumlah dan mutu tertentu (resources ), sikap dan komintment dari pelaksana program atau kebijakan birokrat ( disposititon ), dan strukutur birokrasi atau standar operasi yang mengatur tata laksana ( bureaucratic structure ). Variabel-variabel tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan implementasi kebijakan ; 1. Komunikasi (communications): berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan
pada
organisasi
dan
atau
publik,
ketersediaan
sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan.Bagi suatu organisasi, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkan.Keberhasilan
komunikasi
ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi. Faktor komunikasi
43
dianggap penting, karena dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”. 2.
Ketersediaan sumberdaya (resources): berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu : a. Sumber daya manusia: merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan merupakan potensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan personal. b. Informasi: merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam implementasi kebijakan atau program.Informasi yang disampaikan atau diterima haruslah jelas sehingga dapat mempermudah atau memperlancar pelaksanaan kebijakan atau program. c.
Kewenangan:
hak
untuk
mengambil
keputusan,
hak
untuk
mengarahkan pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah. d. Sarana dan prasarana: merupakan alat pendukung dan pelaksana suatu kegiatan.Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan mereka. e.
Pendanaan: membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut, informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan atau program, dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi
44
kebijakan atau program tersebut.Hal ini dimaksud agar para implementator
tidak
melakukan
kesalahan
dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut. 3. Sikap dan komitmen dari pelaksana program (disposition): berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan publik tersebut.Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.Disposisi menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan.Kunci keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau dukungan yang telah ditetapkan. 4. Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture): berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik.Struktur birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana kebijakan,memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan prosedur standar operasi. Dari variabel-variabel tersebut bisa dijelaskan bahwa proses implementasi yang baik dan mempunyai tujuan yang jelas adalah melihat dari beberapa variabel seperti komunikasi, sumberdaya,sikap dan komitmen. Dan sturuktur birokasi yang jelas.Ketika variabel- variabel tersebut sudah ada dalam tahap implementasi maka jelas implementasi program atau sebuah kebijakan itu akan berdampak baik dan hasilnya positif, dan juga akan tetap memperhatikan keberlanjutan dari program tersebut karena itu juga merupakan suatu hal yang diukur dalam melihat implementasi dari sebuah program.
45
6. Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran
PERUSAHAAN
MASYARAKAT/ MITRA BINAAN
MITRA KERJA
PROGRAM CSR
Proses Implementasi
= Fokus Penelitian
Dalam tahap implementasi program CSR,harus benar-benar diperhatikan karena dalam pelaksanaannya akan sangat menentukan apakah program itu berhasil atau tidak. Karena mengingat program CSR adalah sebuah strategi perusahaan agar terciptanya sebuah hubungan yang harmonis antara masyarakat dan perusahaan, dan juga nantinya perusahaan bisa tetap beroperasi sesuai rencana dan tetap mendapatkan keuntungan tanpa menanggung resiko yang besar berada ditengahtengah masyarakat.Melihat secara netral baik pihak perusahaan ataupun masyarakat diposisikan sama-sama mendapat keuntungan. Dari pihak perusahaan, ini adalah sebuah image building atau pencitraan yang tentu saja sangat menguntungkan bagi perusahaan.Sedangkan masyarakat diuntungkan karena mendapatkan berbagai macam jenis bantuan dana ataupun barang, dan bisa merasakan fasilitas-fasilitas yang disediakan perusahaan untuk kepentingan masyarakat.
46
Dalam tahap impelementasi banyak langkah-langkah
yang harus
diperhatikan sehingga nantinya kita bisa mengetahui hasil atau dampak dari program CSR tersebut, ketika perusahaan mampu mengaplikasikan langkah-langkah dalam
tahap impelementasi CSR maka dampak dari program tersebut bagi
perusahaan harusnya bisa menjaga dan mempertahankan program CSR sehingga nantinya akan berlanjut terus, ketika program CSR sudah berlanjut maka perusahaan telah mampu mensejahterakan masyarakat dan juga memberdayakan menjadi lebih mandiri dalam peningkatan perekonomian masyarakat, yang menjadi ukuran suksesnya suatu program CSR adalah Proses implementasiprogram, dalam hal ini indikator yang bisa kita lihat dari 4 variabel seperti yang dikatakan oleh beberapa ahli Edward III (1980 :9-12) Emerson, Grindle, serta Mize yaitu komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi ( communications ), ketersediaan sumberdaya dalam jumlah dan mutu tertentu ( resources ), sikap dan komitmen dari pelaksana program atau kebijakan birokrat ( disposititon ), dan strukutur birokrasi atau
standar
operasi
yang
mengatur
tata
laksana
(
bureaucratic
structure).Sebenarnya yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan dalam proses implementasi program kemitraan divisi PKBL PT Krakatau Steel kota Cilegon, Banten.Sehingga kita akan mengetahui dampak dari hasil program CSR yang berjalan.Apakah perusahaan PT krakatau Steel mengimplementasikan program CSR yang dijalankannya di dalam masyarakat dengan melihat variabel-variabel dari sebuah proses
implementasi
program
atau
tidak,
ketika
perusahan
sudah
mengimplementasikan sebuah program dan mempertahankan program CSR yang buatnya tetap berjalan dan tidak mengalami kendala atau masalah, bahkan mampu
47
memberikan kontribusi yang lebih kepada masyarakat maka bisa dikatakan program CSR nya berhasil memberdayakan masyarakat dan juga berhasil membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, Dan tentu saja program tersebut sudah pasti berhasil meningkatkan image perusahaan dimata masyarakat. Program CSR perusahaan PT Krakatau Steel didasarkan atas 5 bidang yaitu: pendidikan, kesehatan,tanggap bencana, sarana dan prasarana, dan ekonomi. Program yang dibuat pada setiap bidang dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat.Oleh karena itu,suatu perusahan melakukan kolaborasi dengan stakeholder lain seperti pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat.Dengan adanya kolaborasi dari tiap stakeholder ini diharapkan program yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian
masyarakat.Implementasi
program
CSR
melalui
program
pengembangan usaha kecil dan menengah( UKM ) di kota Cilegon merupakan salah satu bentuk program CSR yang dilakukan oleh divisi PKBL PT Krakatau Steel. Dan UKM ini tidak hanya dijalankan oleh divisi PKBL sebagai pemrakarsa, tetapi juga berkolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah, mitra, dan masyarakat. Kolaborasi dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini kemudian memberikan bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha ataupun pelatihan manajemen kepada UKM yang ada. Dengan bantuan yang diberikan ini diharapkan memberikan dampak yang baik kepada masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan UKM tersebut.Dampak ini dapat berupa kenaikan pendapatan dari masyarakat yang terlibat program ataupun kemajuan usaha dari masyarakat tersebut.Dampak tersebut pada akhirnya akan membuat usaha masyarakat berkelanjutan.
48