Panduan Bagi Pelatih
PENDAPATAN DAERAH KURSUS KEUANGAN DAERAH Edisi Tahun 2013
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Panduan Bagi Pelatih PENDAPATAN DAERAH “Kursus Keuangan Daerah”
Pengarah
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan – Kementerian Keuangan
Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah – DJPK
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah – DJPK
Direktur Dana Perimbangan – DJPK
Editor:
Dr. Hefrizal Handra
Dr. Syarifuddin Saillelah
Kontributor:
Kepala Sub Direktorat Investasi dan Kapasitas Daerah – Dit PKD
Kepala Sub Direktorat Sinkronisasi dan Dukungan Teknis PDRD – Dit PDRD
Kepala Sub Direktorat DAU, Dit Dana Perimbangan
Niniek L Gyat, S.E., M.Sc.
(Universitas lndonesia)
Djaka Waluya, S.E.
(Universitas Gadjah Mada)
Sri Maryati, S.E., M.Si.
(Universitas Andalas)
Dr. Atim Djazuli (Universitas Brawijaya)
Fatmawati, S.E., M.Si.
(Universitas Hasanuddin)
Lidia Mawikere, SE, M.Si; Ak.
(Universitas Sam Ratulangi)
Andy Prasetiawan Hamzah
(Sekolah Tinggi Akuntansi Negara)
Sanusi Fattah (Tim QA) Izzuddin (Tim QA) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Didukung oleh: Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG) Program Fiscal Decentralisation Component Jakarta 2013
iii
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kata Sambutan Kapasitas sumber daya manusia yang handal di seluruh pemerintah daerah merupakan salah satu kunci sukses pengelolaan keuangan daerah yang effisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan pemahaman para aparat pengelolaan keuangan Daerah dari seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) - Kementerian Keuangan sejak tahun 1981/1982 telah menyelenggarakan Kursus Keuangan Daerah (KKD). Sementara itu, kegiatan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daereah (KKDK) diselenggarakan sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaannya, KKD dan KKDK dikerjasamakan dengan 7 perguruan tinggi negeri (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan center of knowledge/center), yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unan), Univeristas Hasanuddin (Unhas), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Pelaksanaan KKD-KKDK terus mengalami penyempurnaan dan updating terutama terkait dengan kurikulum, satuan acara pembelajaran (SAP), dan modul. Untuk pertama kali, pada tahun 2012, modulmodul kegiatan KKD-KKDK diseragamkan agar setiap lulusan mempunyai pemahaman yang sama atas materi yang diajarkan. Perbaikan kualitas pelaksanaan KKD-KKDK terus dilanjutkan dan pada tahun 2013, DJPK mendapat dukungan dari GIZ untuk melakukan standarisasi Modul KKD-KKDK sehingga modulmodul tersebut diharapkan dapat memenuhi standar modul internasional. Standarisasi modul ini menghasilkan dua produk utama, yaitu: (i) Materi Pelatihan (handbook) ; dan (ii) Panduan Bagi Pelatih (trainer guideline) untuk 6 (enam) jenis pelatihan, yaitu Perencanaan Penganggaran, Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, Barang Milik Daerah, Penatausahaan Perbendaharaan Daerah dan Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Kami mengucapkan terima kasih kepada GIZ yang telah mendukung pelaksanaan standarisasi materi pelatihan dan panduan bagi pelatih ini sehingga memudahkan bagi para pelatih untuk melaksanakan pelatihan sehingga output dari hasil pelatihan ini memiliki standar yang berkualitas tinggi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun modul, pimpinan dan pengurus center penyelenggara kegiatan KKD-KKDK serta seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyusunan standarisasi materi pelatihan KKD-KKDK ini. Diharapkan dengan kehadiran modul yang telah distandarisasi ini akan menjadikan kualitas dari pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK terjaga dengan baik dan juga memudahkan para pelatih dan penyelenggara dalam melaksanakan pelatihan KKD-KKDK. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan pelatihan KKD-KKDK dapat berkontribusi pada perbaikan pengelolaan keuangan daerah. Jakarta, Maret 2014 Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah
Adriansyah iv
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Daftar Isi
v
Kata Sambutan
iv
TOPIK 1 HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
1
1.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
2
1.2.
Alur Pembelajaran
3
1.3.
Ringkasan Materi
4
TOPIK 2 PENGANTAR PENDAPATAN DAERAH
10
2.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
11
2.2.
Alur Pembelajaran
12
2.3.
Ringkasan Materi:
13
TOPIK 3 PENGANTAR PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
17
31.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
18
3.2.
Alur Pembelajaran
19
3.3.
Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman)
20
TOPIK 4 PAJAK DAERAH
23
4.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
24
4.2.
Alur Pembelajaran
25
4.3.
Lembar Kerja/Media
28
4.4.
Ringkasan Materi:
29
TOPIK 5 PENGELOLAAN PBB-P2
34
5.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
35
5.2.
Alur Pembelajaran
36
5.3.
Ringkasan Materi:
37
TOPIK 6 RETRIBUSI DAERAH
42
6.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
43
6.2.
Alur Pembelajaran
44
6.3.
Ringkasan Materi:
46
TOPIK 7 PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF PAJAK DAERAH
51
7.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
52
7.2.
Alur Pembelajaran
53
7.3.
Lembar Kerja/Media
54
TOPIK 8 PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF RETRIBUSI DAERAH
58
8.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
59
8.2.
Alur Pembelajaran
60
8.3.
Lembar Kerja/Media (sesuai kebutuhan)
61
8.4.
Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman)
62
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
vi
TOPIK 9 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
66
9.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
67
9.2.
Alur Pembelajaran
68
9.3.
Ringkasan Materi:
69
TOPIK 10 SISTEM DAN PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
72
10.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
73
10.2
Alur Pembelajaran
74
10.3.
Ringkasan Materi:
78
TOPIK 11 LATIHAN PROSES PENYUSUNAN PERDA TENTANG PDRD
80
11.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
81
11.2.
Alur Pembelajaran
82
11.3.
Ringkasan Materi:
83
TOPIK 12 STUDI KASUS OPTIMALISASI PAD
88
12.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
89
12.2
Alur Pembelajaran
90
12.4.
Lembar Kerja/Media
91
TOPIK 13 KONSEP, PERANAN DAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KE DAERAH
95
13.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
96
13.2.
Alur Pembelajaran
97
13.3.
Ringkasan
97
TOPIK 14 BAGI HASIL PAJAK
99
14.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
100
14.2.
Alur Pembelajaran
101
14.3.
Ringkasan/Catatan Penting
103
TOPIK 15 BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM
106
15.1.
Tujuan, Waktu, Kata kunci, Metode, Media
107
15.2.
Alur Pembelajaran
108
15.3.
Ringkasan dan Catatan Penting:
110
TOPIK 16 DANA ALOKASI UMUM (DAU)
118
16.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
119
16.2.
Alur Pembelajaran
120
16.3.
Ringkasan Materi
122
TOPIK 17 DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
128
17.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
129
17.2.
Alur Pembelajaran
130
17.3.
Ringkasan Materi
132
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
vii
TOPIK 18 DANA TRANSFER LAINNYA
135
18.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
136
18.2.
Alur Pembelajaran
137
18.3.
Ringkasan Materi
138
TOPIK 19 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
142
19.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
143
19.2.
Alur Pembelajaran
144
19.3.
Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman)
146
TOPIK 20 SISDUR DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH
154
20.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
155
20.2.
Alur Pembelajaran
156
20.3.
Ringkasan Materi:
157
TOPIK 21 STUDI KASUS PENDAPATAN ASLI DAERAH
159
21.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
160
21.2.
Alur Pembelajaran
161
21.3.
Lembar Kerja/Media
162
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Deskripsi Umum Trainer Guidelines Modul Pendapatan Daerah
viii
1
Penjelasan Umum
Pedoman untuk trainer ini terdiri dari 21 topik yang keseluruhannya memerlukan waktu sekitar 50 Sesi (45 menit per sesi). Topik 1 hubungan pusat dan daerah dan topik 2 pengantar pendapatan daerah harus diberikan pada awal pelatihan. Topik-topik lainnya tidak harus diberikan secara berurutan, kecuali topik 3 pengantar pajak dan retribusi daerah harus diberikan sebelum topic-topik PAD dan topik 13 Konsep, kebijakan dan peranan dana transfer ke daerah harus diberikan sebelum topik-topik dana transfer
2
Trainer
Trainer modul ini sebaiknya 1. seseorang yang telah menguasai dan memahami dengan baik konsep-konsep keuangan negara dan daerah, ilmu perpajakan, dan juga menguasai berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan desentralisasi fiskal di Indonesia 2. Menguasai berbagai metode pelatihan yang partisipatif
5
Peserta
Peserta pelatihan ini adalah pegawai pemerintah daerah yang bekerja sebagai - Kepala Seksi dan Staf yang bekerja di Dinas Pendapatan Daerah ataupun di bidang pendapatan daerah pada Dinas Pengelola Keuangan Daerah. - Kepala Seksi dan Staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengelola dan mengadministrasi pendapatan daerah - Perencana, khususnya terkait dengan pendapatan daerah di Badan Perencana Pembangunan Daerah - Staf yang direncanakan untuk bekerja di bidang pengelolaan pendapatan daerah - Internal auditor (pemeriksa internal) pemerintah daerah Peserta pelatihan paling rendah memiliki tingkat pendidikan diploma dan telah berpengalaman paling sedikit 2 tahun di Pemerintahan
9
Penilaian Peserta
Penilaian terhadap peserta pelatihan dapat dilakukan dengan: - Menilai keaktifan peserta (langsung dilakukan oleh trainer ketika berlangsung pelatihan) - Memberikan test tertulis sebanyak dua kali (di pertengahan pelatihan dan di akhir pelatihan)
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 1
HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
Hubungan Pusat dan Daerah
1.1.
TOPIK 1 HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Peserta dapat menjelaskan hubungan antar level pemerintahan, hubungan keuangan antar level pemerintahan, hubungan antara APBN dan APBD, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.
3 Sesi (135 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
2
Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pendelegasian Kewenangan pendapatan, kesenjangan vertikal dan horizontal, Bagan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, Struktur APBN, Struktur APBD, Keterkaitan APBN dan APBD, Anggaran pembiayaan, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan • Kuliah • Diskusi • Simulasi
• Spidol, • Metaplan • Laptop
• Pengelompokan kartu metaplan
• Infocus. • Powerpoint yang atraktif • Pertanyaan Kunci
1. 2. 3. 4. 5.
UU No. 17/2003 UU No. 32/2004 UU No. 33/2004 UU No. 12/2008 Rondinelli,Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/. 6. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ 7. Handout untuk peserta dengan topik DAU
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
1.2. Pembelajaran AlurAlur Pembelajaran Hubungan Kewenangan Antar Level Pemerintah
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan
Kegiatan 1
Kegiatan 3
35
Lecture dan Diskusi
Lecture dan Simulasi
menit 0
10
20
30
40
35
menit 50
60
Kegiatan 2
Hubungan Keuangan Antar Level Pemerintah
70
Lecture dan Diskusi 80
90
25
menit
Pengelompokan Kartu Metaplan dan Diskusi
100
110
120
40
40” menit 130
140
Kegiatan 4
Struktur APBN, APBD, Latihan dan Diskusi
Penjelasan 1. Kegiatan I: Hubungan Kewenangan Antar Level Pemerintah (35 menit)
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami konsep hubungan kewenangan antar tingkatan pemerintahan di Negara Kesatuan Instruktur menjelaskan konsep hubungan kewenangan antar level pemerintahan selama 20 menit. Kemudian instruktur menggunakan sisa waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan peserta terkait dengan pembagian urusan antara pemerintah Pusat dengan Propinsi dan dengan Kabupaten/ Kota di Indonesia. Diskusi terutama untuk lebih memahami perbedaan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, disertai dengan contoh institusi yang melaksanakan tugas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
2. Kegiatan II: Hubungan Keuangan Antar Level Pemerintah (35 menit)
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami konsep hubungan keuangan antar tingkatan pemerintahan di Indonesia Instruktur menjelaskan konsep hubungan keuangan antar level pemerintahan selama 20 menit. Kemudian instruktur menggunakan sisa waktu 15 menit untuk latihan menghitung gap (kesenjangan) antara kebutuhan fiskal di daerahnya dengan pendapatan asli daerah (PAD). Kepada peserta diberikan worksheet berisi ringkasan APBD sebuah daerah. Sebaiknya peserta membawa laptop dan data APBD terakhir daerah masing-masing dalam bentuk softcopy. Peserta diminta menghitung selisih antara belanja tetap di daerah (yang diwakili oleh belanja tidak langsung) dengan PAD. Kemudian
3
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
latihan diakhiri dengan bersama-sama menghitung selisih antara total belanja tetap seluruh daerah Kabupaten/Kota di Indonesia dengan total PAD seluruh kabupaten/kota. Data worksheet APBD seluruh Indonesia daapt di download dari website DJPK (http://www.djpk.depkeu.go.id). 3. Kegiatan III: Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan (25 menit)
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami pengertian dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan di Indonesia Instruktur menjelaskan secara ringkas selama 15 menit perbedaan dana desentralisasi, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi selama 10 menit yang lansung dipimpin oleh instruktur dengan meminta ke para peserta untuk menyampaikan apa saja kegiatan di daerah mereka yang didanai oleh dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam diskusi perlu dibahas, apakah jenis kegiatan tersebut merupakan urusan Pusat atau urusan daerah mengacu kepada PP 38/2007.
4. Kegiatan IV: Struktur APBN, APBD, Latihan dan Diskusi (40 menit)
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami struktur APBN dan APBD serta keterkaitan keduanya di Indonesia Instruktur menyiapkan metaplan dan dua pohon struktur APBN dan APBD yang kosong. Peserta dibagi ke dalam dua kelompok (kelompok APBN dan kelompok APBD). Kepada masing-masing kelompok diminta untuk menuliskan komponen APBD dan APBN ke metaplan yang tersedia selama 5 menit. Kemudian 5 menit berikutnya masing-masing kelompok menempelkan metaplan tersebut ke pohon struktruk yang disediakan. Lalu masing-masing jurubicara kelompok diberi waktu untuk menjelaskan struktur yang dibuatnya selama 3 menit. Terakhir, 4 menit sisa waktu digunakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan.
Seterusnya untuk masing-masing kelompok disediakan waktu 10 menit untuk memberi penjelasan keterkaitan APBN dan APBD. Kelompok APBN menjelaskan mana komponen belanja di APBN yang menjadi Pendapatan Daerah dan mana komponen belanja yang dibelanjakan langsung oleh Kementrian/Lembaga dan mana komponen yang menjadi dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan. Kelompok APBD menjelaskan mana pendapatan daerah yang berasal dari APBN.
1.3. Ringkasan Materi Di negara kesatuan, kedaulatan pada dasarnya ada di pemerintah pusat. Provinsi dan daerah adalah bentukan pusat. Pusat dapat memilih untuk melakukan desentralisasi ataupun sentralisasi. Jumlah provinsi dan daerah dalam negara kesatuan ditentukan oleh pusat, sehingga penggabungan dan pemekaran 4
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
provinsi atau daerah dapat terjadi. Contoh negara kesatuan adalah: Belanda, China, Indonesia, Inggris, Jepang, Thailand. Bentuk Hubungan Kewenangan Antara Pusat Dan Daerah Ada 4 jenis bentuk hubungan kewenangan antara pusat dan daerah, yakni: a. Devolusi. b. Desentralisasi. c. Dekonsentrasi (Desentralisasi Administrasi). d. Tugas Pembantuan.
Devolusi
Tugas Pembantuan
Desentrali sasi
Dekonsentrasi (Desentralisasi Administrasi)
Di Indonesia, yang dikenal hanya tiga dari empat istilah di atas. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 (UU 32/2004) tentang Pemerintahan Daerah: a. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa, untuk melaksanakan tugas tertentu. Secara umum, konsep otonomi menurut UU 32/2004 dapat diuraikan sebagai berikut: a. General competency untuk kabupaten/kota (kewenangan selain kewenangan Pemerintah dan provinsi). b. Terjadi pembagian kewenangan antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. c. Berlaku prinsip subsidiarity (concurrent), yaitu kewenangan di setiap bidang dan dapat dibagi antartingkatan pemerintahan. d. Kewenangan sebuah kota besar akan berbeda dengan kewenangan sebuah kota kecil. Kota besar dapat saja memiliki kewenangan pilihan yang jauh lebih banyak di banding kota kecil. Kabupaten dapat memiliki kewenangan yang berbeda dengan kota. e. Otonomi terbatas di provinsi (kewenangan provinsi di batasi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2007).
5
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
f. Hubungan pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, tidak bersifat hirarkhis. g. Provinsi diberi tugas koordinasi dan supervisi dan fungsi lintas Kabupaten/Kota. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, sebagai penjabaran dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Gambar 1.1: Pembagian Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Yang Menjadi Kewenangan Pusat
6 Urusan ( Absolut) 1.Politik Luar Negri 2. Pertahanan 3. Keamanan 4. Yustisi 5 Moneler da Fiskal Nasional 6. Agama
Urusan di luar 6 Urusan Absolut
• Sebagian dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah • Sebagian dapat diselenggarakan melui DEKONSENTRASI • Sebagian dapat diselenggarakan melalui TUGAS PEMBANTUAN
Yang Menjadi Kewenangan Daerah
Urusan Wajib ( Obligatory) Wajib di selenggarakan terkait dengan pelayanan dasar( basic services), seperti : Pendidikan, Kesehatan, Perumahan, Ketahanan Pangan , Sosial Urusan Bersama (CONCURRENT)
Urusan Pilihan ( Optional) Terkait dengan potensi unggulan ( core competence ) seperti : Pertambangan, Perikanan, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Pariwisata
Diselenggarakan melalui asas DESENTRALISASI dengan kriteria: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
daerah. PP ini secara rinci menjelaskan urusan Pemerintah, pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota untuk 31 bidang urusan pemerintahan. Ketigapuluhsatu urusan pemerintahan tersebut dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
6
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
Gambar 1.2.: Hubungan Keuangan Antar Pemerintahan di Indonesia Hubungan Keuangan Antar Pemerintahan
di Indonesia
Sumber Pendapatan Nasional
1
Pendapatan Pajak dan Bukan Pajak Pemerintah Pusat
2
3
Pendapatan Pemerintah Provinsi 6
4 5
7
Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumber : Handra (2005) 1. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah berdasarkan berbagai UU.
3. Bagi hasil antara pusat dan daerah.
2. Pendelegasian kewenangan perpajakan ke pemerintah daerah.
5. Bantuan bersifat khusus dan jenis bantuan lainnya dari pusat ke daerah.
4. Bantuan bersifat umum dari pusat ke daerah.
6. Bagi hasil antara provinsi dengan kabupaten/kota. 7. Bantuan keuangan dari provinsi ke kabupaten/kota.
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia ditandai dengan besarnya dana transfer
Hubungan Keuangan Antar Tingkatan Pemerintahan paling sedikit mencakup antara lain: -
Pembagian kewenangan Pendapatan (Perpajakan)
87%
55%
PERIODE 2008-2010
7
Dari Pendapatan Kabupaten/kota
Dari Pendapatan Pemerintah Provinsi
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
-
Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimbangan vertikal (kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah
-
Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimpangan horizontal (ketimpangan fiskal antar daerah)
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia ditandai dengan besarnya dana transfer yaitu sekitar 87% dari pendapatan kabupaten/kota, dan 55% dari pendapatan pemerintah provinsi selama periode 2008-2010 Bentuk lain hubungan keuangan antar pemerintahan di Indonesia adalah hibah, dana dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Secara teknis, dana-dana tersebut tidak dianggap sebagai bagian dari transfer ke pemerintah daerah. Dana dari Pemerintah dikategorikan sebagai hibah, jika bersumber dari pinjaman atau hibah dari negara lain atau lembaga internasional. Dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi pada dasarnya bertujuan untuk membiayai fungsi Pemerintah yang dijalankan atau dibantu oleh pemerintah daerah. Dana tersebut tidak termasuk ke dalam kategori pendapatan pemerintah daerah melainkan pengeluaran Pemerintah yang dilaksanakan oleh atau melalui pemerintah daerah. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan negara selama satu tahun anggaran. APBN dapat mengalami satu atau dua kali perubahan dalam satu tahun, tergantung kondisi perekonomian dan perubahan asumsi dalam tahun tersebut. Sehingga terdapat APBN, Perubahan APBN, yang setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Selain itu terdapat Pertanggungjawaban APBN yang merupakan laporan realisasi yang juga ditetapkan dengan Undang-Undang. Pada masa orde baru, APBN berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Sedang untuk saat ini APBN dihitung sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBD merupakan wujud tahunan dari rencana jangka panjang daerah serta rencana jangka menengah yang dibuat dari visi misi kepala daerah. APBD dipersiapkan oleh pemerintah daerah, dibahas dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya merupakan produk hukum berupa Peraturan Daerah yang harus diikuti oleh segenap lembaga di daerah. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan Definisi dana dekonsentrasi yang diberikan oleh UU 33/2004 sebagaimana tercantum pada pasal 1.26 adalah sebagai berikut:
8
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran yang dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hubungan Pusat dan Daerah
Definisi di atas sejalan dengan definisi dekonsentrasi menurut UU 33/2004 yang lebih dipersempit sebagaimana tertulis di Pasal 1.9:
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah ke Gubernur sebagai wakil pemerintah.
Sedangkan Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah otonom dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembanguan terkait dengan pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan Pusat. Diantara urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat tersebut adalah Urusan mutlak Pemerintah Pusat dan Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan
TOPIK 2
PENGANTAR PENDAPATAN DAERAH
Pengantar Pendapatan Daerah
2.1.
TOPIK 2 PENGANTAR PENDAPATAN DAERAH Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Peserta dapat memahami konsep dan struktur pendapatan daerah, pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
1 Sesi (45 Menit) Waktu
Pendapatan daerah, PAD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain PAD yang sah, PAD yang dominan, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK, Dana Transfer lainnya, Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
11
• •
Curah pendapat. Diskusi kelompok dan pemaparan
• • • •
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. Lembar Media Presentasi. Handout Bahan Bacaan ‘Pengantar Pendapatani Daerah’
1. Nick Devas (1989) 2. Mardiasmo (2007), Perpajakan 3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. 4. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 5. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 6. PP No. 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pendapatan Daerah
2.2. Pembelajaran AlurAlur Pembelajaran Lecture dan Diskusi Kegiatan 1
35
10
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
Kegiatan 2
Kesimpulan
Penjelasan Kegiatan : Membangun pemahaman bersama tentang pendapatan daerah, pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami dan menjelaskan konsep dan struktur pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini (5 menit) 2. Tanyakan pada peserta (5 menit): • perbedaan antara pendapatan daerah dan pendapatan asli daerah? • DBH adalah pendapatan Asli daerah atau pendapatan daerah? • intinya berikan pertanyaan yang menarik untuk peserta. 3. Menjelaskan kepada peserta pengertian pendapatan daerah dan pendapatan asli daerah (10 Menit) 4. Galilah pemahaman peserta tentang sumber-sumber PAD dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut (10 Menit):
12
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pendapatan Daerah
• Apa yang anda ketahuii tentang sumber-sumber pendapatan daerah? • Apa saja jenis-jenis PAD? • Apa hubungan PAD dengan dana perimbangan? • Apa yang anda ketahui dengan dana transfer dan apa bedanya dengan dana perimbangan? 5. Masing-masing peserta diminta untuk berkontribusi dalam diskusi ini. Perhatikan peserta yang terlalu dominan dan peserta yang diam, usahakan terjadi keseimbangan dalam memberi pendapat. 6. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut (10 menit ). 7. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan menyangkut (5 menit): a) pengertian pendapatan daerah. b) mengapa PAD penting dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah. c) fungsi strategis dana perimbangan dalam membangun daerah.
Kesimpulan ini sebaiknya dirangkum dan diungkapkan oleh peserta.
2.3. Ringkasan Materi: A. PENGERTIAN PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Pendapatan daerah merupakan semua sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, antara lain pajak daerah dan retribusi daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, serta pendanaan melalui pemerintah pusat, yang disebut juga sebagai dana transfer, yang dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.
B. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
13
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Kebijakan PAD dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.
Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menggali potensi
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pendapatan Daerah
yang dimiliki sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik, tetapi yang terjadi adalah peningkatan pendapatan asli daerah tidak diikuti dengan kenaikan anggaran belanja modal yang signifikan. Hal ini disebabkan karena pendapatan asli daerah tersebut banyak tersedot untuk membiayai belanja lainnya.
C. SUMBER-SUMBER PAD Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi menurut jenis pendapatan, yang terdiri atas: 1) pajak daerah; 2) retribusi daerah; 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undangundang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: 1) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; 2) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; 3) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
Dasar Hukum PAD 1) Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D, dan Pasal 23A UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang- Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3) Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimabngan keuangan pusat dan daerah 4) Undang- Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah 5) Peraturan daerah yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
14
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pendapatan Daerah
D. PENGERTIAN DANA PERIMBANGAN
Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatankegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU No. 32 Tahun 2004). Dengan adanya transfer dana dari pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modal di daerahnya.
Dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah selain DAU adalah Dana Alokasi Khusus Dana Khususdari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu (DAK) yaituAlokasi dana yang bersumber dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh
90%
alokasi wajib dana pendamping Sisa DAK
10% Pemerintah Pusat dan hanya digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur jalan dan jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan, sarana prasarana pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan yang semuanya itu termasuk dalam komponen belanja modal dan pemerintah daerah diwajibkan untuk mengalokasikan dana pendamping sebesar 10% dari nilai DAK yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik.
Kelompok Dana Perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: 1) dana bagi hasil; 2) dana alokasi umum; dan
15
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pendapatan Daerah
3) dana alokasi khusus.
E. PENGERTIAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: 1) hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; 2) dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam; 3) dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; 4) dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan 5) bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
TOPIK 3
PENGANTAR PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH
Pengantar Pajak Dan Retribusi Daerah
31.
TOPIK 3 PENGANTAR PAJAK DAN RETRIBUSI Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media DAERAH
Peserta memahami arti penting PAD dalam perekonomian daerah, Tujuan
2 Sesi (90 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
18
Desentralisasi fiskal PBB P2, BPHTB Pajak Hiburan
• • •
Curah pendapat. Meta plan Diskusi kelompok dan pemaparan
• •
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. Lembar Media Presentasi.
1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 2. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. PP No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak. 4. PP No. 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pajak Dan Retribusi Daerah
3.2. Alur Pembelajaran Alur Pembelajaran Lecture dan Diskusi Kegiatan 1
35
10
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
Kegiatan 2
Kesimpulan
Penjelasan Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami arti penting PAD dalam perekonomian daerah, Kegiatan 1: Arti penting PAD dalam perekonomian daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam sesi ini. 2. Bagikan kepada peserta masing-masing dua lembar metaplan. 3. Selanjutnya, galilah nilai-nilai sesuai dengan pemahaman peserta tentang nilai-nilai yang perlu dibangun dalam pengertian dan fungsi pajak, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: • Apa yang Anda pahami arti penting pendapatan daerah bagi perekonomian? • Mengapa hal itu penting? 4. Masing-masing peserta menuliskannya dalam metaplan. Mintalah salah seorang peserta untuk merumuskan pokok-pokok gagasan dari pendapat peserta. 5. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. 6. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan kemandirian daerah ?
19
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pajak Dan Retribusi Daerah
Kegiatan 2 1. Bagilah kelompok dengan anggota 4-5 orang 2. Ajukan pertanyaan: • Bagaimana peranan PAD dalam mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan kemandirian daerah ? • Apa yang dimaksud dengan dampak eksternalitis atas sebuah pelayanan? 3. Berilah waktu 20 menit untuk berdikusi 4. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan mendapat komentar dari kelompok lain (20 menit) 5. Simpulkan hasil diskusi (5 menit)
3.3. Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman) 1) Arti Penting PAD dalam Perekonomian Daerah
20
Dalam era otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti, idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah. Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tentu saja hal ini dilakukan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi unsur PAD yang utama.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan kemandirian ekonomi daerah. PAD yang besar dapat menjadi salah satu tolok ukur kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat daerah, perlu dilakukan optimalisasi PAD. Langkah awal yang harus diperhatikan dalam optimalisasi PAD ialah aspek perencanaan, karena perencanaan PAD yang merupakan salah satu fungsi pengelolaan dapat mempengaruhi realisasi PAD. Perencanaan PAD dalam hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan terstruktur terkait dengan konsekuensi potensi yang difokuskan pada upaya efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan PAD.
Sebagai sumber utama Pendapatan Daerah selain Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan, PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pajak Dan Retribusi Daerah
Pemerintah senantiasa mendorong upaya-upaya peningkatan PAD kabupaten/kota, agar pemda yang bersangkutan mampu mendanai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, serta pelayanan kepada masyarakat. Dengan meningkatnya PAD dari tahun ke tahun, nantinya diharapkan bahwa pemda kabupaten/kota secara bertahap dapat mengurangi ketergantungannya dari pemerintah. Upaya peningkatan PAD tersebut antara lain dapat dilihat dari pendapatan APBD kabupaten/kota Tahun 2007-2011. Pertumbuhan rata-rata total pendapatan APBD seluruh kabupaten/kota sebesar 17,7 persen, sedangkan pertumbuhan rata-rata PAD seluruh kabupaten/ kota sebesar 14.1 persen. Pertumbuhan rata-rata PAD selama kurun waktu 5 tahun ini memberikan gambaran yang cukup baik dalam memperkuat kemandirian daerah. Selanjutnya, rasio PAD seluruh kabupaten/kota pada tahun 2007 tercatat sebesar 56,6 persen, sedangkan pada tahun 2011 adalah sebesar 59,59 persen. (Lihat Tabel-4.1 dan Tabel-4.2). Tabel-3.1 Pendapatan APBD Kabupaten/Kota Tahun 2007 – 2011 (Rp milyar) 119.039,6 96.727,3
60000 50000
47.553,7
62.110,7 44.515,5
40000 30000 20000
98.929,6 45.366,9
102.318,5
59.597,2
47.331,0 47.429,0
45.023,8
42.520,4
Pertumbuhan Rata-rata
14,1% 20,9%
35.177,1
22.196.6
26,2%
10000 PENDAPATAN APBD22.196.6 KABUPATEN/KOTA RASIO PER BAGIAN PENDAPATAN 0
TAHUN 2007-2011
2007
PAD
2008
2009
Lain –lain
2010
2011
Dana Perimbangan
Total
Keterangan : Tahun 2007-2009 angka Realisasi, Tahun 2010-2011 angka Anggaran Sumber : SIKD Kementerian Keuangan, data diolah
Tabel-3.2 Pendapatan Apbd Kabupaten/Kota Rasio Per Bagian Pendapatan Tahun 2007-2011 Dana Perimbangan 4,8%
Dana Perimbangan 7,6% Lain-lain 56,6%
PAD 56,6%
PAD 46,0% Lain-lain 49,2%
Dana Perimbangan 39,8% PAD 50,1% Lain-lain 10,1%
Dana Perimbangan 9,7%
Dana Perimbangan 11,1% PAD 45,9% Lain-lain 43,0%
PAD 46,3% Lain-lain 44,0%
Keterangan : Tahun 2007-2009 angka Realisasi, Tahun 2010-2011 angka Anggaran Sumber : SIKD Kementerian Keuangan, data diolah
21
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengantar Pajak Dan Retribusi Daerah
22
Walaupun pertumbuhan rata-rata PAD tersebut sudah menunjukkan kondisi yang relatif baik, namun Pemda masih perlu melakukan langkah-langkah strategis terkait pentingnya optimalisasi peningkatan PAD melalui pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), bagi hasil pajak daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Melalui penguatan sistem perpajakan daerah (local taxing power) di dalam struktur pendapatan daerah, peranan PAD juga diharapkan dapat memberikan dampak positip terhadap pertumbuhan ekonomi, selain menjadi alternatip pendanaan bagi penyediaan prasarana dan saran pelayanan di daerah. Hal ini sejalan dengan prinsip penggunaan hasil pungutan retribusi menurut Pasal 161 UU No. 28/2009 bahwa pemanfaatan dari penerimaan setiap jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat daerah. Dengan terciptanya lapangan kerja yang baru, diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi dapat meningkat.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 4
PAJAK DAERAH
Pajak Daerah
4.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media TOPIK 4 PAJAK DAERAH
Tujuan
Peserta dapat menjelaskan definisi pajak daerah (baik pajak propinsi maupun pajak kabupaten/kota), fungsi pajak daerah, serta masalah-masalah yang dihadapi dalam penerapan pajak daerah.
3 sesi (135 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
24
Pendapatan Asli Daerah, kontra prestasi Yield/Hasil Keadilan Jenis Pajak Ekonomi efisiensi atau Netralitas ekonomi
• • •
Permainan Round Robin Curah pendapat. Diskusi kelompok dan pemaparan
• •
Flipt Chart, spidol, laptop, dan infocus. Lembar Media Presentasi.
1. 2. 3. 4.
Nick Devas (1989), Mardiasmo (2005), Perpajakan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PP No. 97 Tahun 2012 Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. 5. Modul pelatihan tentang Pajak Daerah
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
4.2. Alur Pembelajaran Alur Pembelajaran Meta plan dan diskusi Kegiatan 1
45
Meta plan dan diskusi
45
Diskusi kelompok
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Diskusi kelompok
Penjelasan
Kegiatan 1: Prinsip-Prinsip Pajak Daerah Tujuan: Setelah mengikuti tahapan ini, menjelaskan prinsip pajak daerah dan mengapa hal tersebut penting pajak daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu lembar kertas. 3. Selanjutnya, galilah nilai-nilai sesuai dengan pemahaman peserta tentang nilai-nilai dalam prinsip pajak daerah, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut 25 menit) : • Sebutkan masing-masing dua prinsip-prinsip pajak daerah? • Masing-masing peserta menuliskannya dalam kertas. • Mintalah salah seorang peserta untuk membuang kelantai kertas jawabannya, diikuti perserta lain yang mempunyai jawaban yang sama. • Tanyakan: Mengapa prinsip-prinsip tersebut itu penting dijadikan dasar dalam menilai pajak daerah? 4. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut (8 menit). 5. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (7 menit).
25
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
Tujuan: Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan kemandirian daerah ?
Kegiatan 2: Masalah-masalah dalam Penerapan Pajak Daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (2 menit) 2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk berdasarkan hitungan, semua yang bernomor urut yang sama satu kelompok (3 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah penerapan pajak yang telah disepakati sekurang-kurangnya 2 masalah. 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Apa saja yang menjadi masalah penerapan pajak daerah? 5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 6. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 7. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
Kegiatan 3: Permainan Round Robin 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. 2. Buatlah kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang 3. Tentukan Ketua kelompok dan juru bicaranya. 4. Setiap kelompok diminta untuk mengisi tabel yang sudah disiapkan berikut ini (15 menit) 26
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
Tujuan: setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan penilaian sendiri kualitas dari masing-masing pajak, dan dapat mengusulkan pajak mana yang dapat dijadikan pajak unggulan di daerahnya.
PRESENTASI PAJAK DAERAH Jenis Pajak
Score
H
K
E
P
BP
JML
Pajak Kendaraan Bermotor; Pajak Penghasilan Perorangan
Pajak Hotel Pajak Penerangan Jalan
Pajak Rokok Pajak Restoran
Pajak Hiburan Pajak Reklame *) untuk air permukaan yang berada hanya pada 1 kabupaten/kota
Penjelasan: berilah skor -2 sangat jelek sampai 2 sangat baik untuk masing-masing pajak didaerah anda. H= Hasil; K=Keadilan; E=Efisiensi; P=Kepastian; BP=Biaya pungut
5. Kemudian lakukan kegiatan Round Robin (20 menit). 6. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit). 7. Sebelum menutup sesi ini, peserta diminta untuk menjawab pertanyaan di rumah yang akan dipresentasikan besok hari secara berkelompok (5 menit )
27
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
• Jelaskan bagaimana keterkaitan aspek keadilan horisontal dan aspek keadilan vertikal! Yang mana harus didahulukan? • Mengapa hasil merupakan syarat yang penting dalam menentukan sebuah usulan pajak? • Bagaimana kemampuan administratif pemerintah daerah dalam meng-implementasikan pajak daerah dan retribusi daerah secara menyeluruh?
4.3. Lembar Kerja/Media Isilah kolom di bawah ini dengan skor -2 sampai dengan 2 (dari sangat kurang ke sangat baik) gunakan data pemerintah daerah anda. Usahakan tercapai kesepakatan).
PRESENTASI PAJAK DAERAH Jenis Pajak
Score
H
K
E
P
BP
JML
Pajak Kendaraan Bermotor; Pajak Penghasilan Perorangan
Pajak Hotel Pajak Penerangan Jalan
Pajak Rokok Pajak Restoran
Pajak Hiburan Pajak Reklame *) untuk air permukaan yang berada hanya pada 1 kabupaten/kota
Penjelasan: berilah skor -2 sangat jelek sampai 2 sangat baik untuk masing-masing pajak didaerah anda. H= Hasil; K=Keadilan; E=Efisiensi; P=Kepastian; BP=Biaya pungut
Permainan Round Robin 1. Setiap kelompok menunjuk juru bicara dan sisanya menjadi anggota yang akan menjadi tamu dikelompok lain. 2. Anggota kelompok berkeliling kesetiap kelompok dalam waktu 5 menit untuk mendengarkan penjelasan dari juru bicara kelompok lainnya. 28
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
3. Anggota (tamu) memberikan komentar atas penjelasan juru bicara 4. Setelah proses selesai anggota kelompok berputar lagi ke kelompok lain yang belum dikunjungi. Demikian seterusnya sampai anggota kelompok mengunjungi semua kelompok lain.
4.4. Ringkasan Materi: 1. Pengertian dan Fungsi Pajak Daerah
29
Sebagai salah satu komponen penerimaan PAD, potensi pungutan pajak daerah lebih banyak memberikan peluang bagi daerah untuk dimobilisasi secara maksimal bila dibandingkan dengan komponen-komponen penerimaan PAD lainnya.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama karena potensi pungutan pajak daerah mempunyai sifat dan karakteristik yang jelas, baik ditinjau dari tataran teoritis, kebijakan, maupun dalam tataran implementasinya.
Pengertian Pajak Daerah
Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009) mengatakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Sedangkan pengertian Pajak menurut Abut (2007) menyatakan bahwa: “Pajak merupakan iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Dari beberapa pengertian pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peranserta dalam pembangunan, yang pengenaannya didasarkan pada undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung, serta dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.
Fungsi Pajak Daerah
Sebagaimana halnya dengan pajak pusat, pajak daerah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan fungsi negara/pemerintahan, baik dalam fungsi mengatur (regulatory), penerimaan (budgetory), redistribusi (redistributive), dan alokasi sumber daya (resource allocation) maupun kombinasi antara keempatnya. Pada hakikatnya fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) fungsi utama, yaitu fungsi budgetory dan fungsi regulatory. Namun, pembedaan ini tidaklah dikotomis.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
1) Fungsi Penerimaan (Budgetair) Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas daerah. Fungsi ini disebut fungsi budgetair yang secara sederhana dapat diartikan sebagai alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai kepentingan pembiayaan pembangunan daerah. Fungsi ini juga tercermin dalam prinsip efisiensi yang menghendaki pemasukan yang sebesarbesarnya dengan pengeluaran yang sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan pemungutan pajak daerah. 2) Fungsi Pengaturan (Regulerend) Fungsi lain dari pajak daerah adalah untuk mengatur atau regulerend. Dalam hal ini pajak daerah dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.Dalam hal ini, pengenaan pajak daerah dapat dilakukan untuk mempengaruhi tingkat konsumsi dari barang dan jasa tertentu.
30
Dalam banyak hal, pemungutan pajak daerah ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Terlebih-lebih di era otonomi daerah, dimana kebutuhan dana untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan daerah cukup besar, sementara sumber-sumber pendanaan yang tersedia sangat terbatas. Daerah dipacu untuk secara kreatif menciptakan sumber-sumber pendapatan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah..
Fungsi pengaturan dari pajak daerah dapat dilakukan dengan mengenakan pajak daerah yang tinggi terhadap kegiatan masyarakat yang kurang dibutuhkan. Sebaliknya, untuk kegiatan prioritas yang memberikan dampak positif bagi pengembangan ekonomi masyarakat dikenakan pajak daerah yang rendah.
Dalam berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan, peningkatan pendapatan asli daerah (yang di dalamnya termasuk pajak daerah) seolah-olah terkait secara langsung dengan kinerja pemerintah daerah. Peningkatan pendapatan asli daerah kadangkala digunakan sebagai indikator keberhasilan daerah. Hal ini mendorong pemerintah daerah berusaha menciptakan berbagai jenis pajak daerah yang berdasarkan pemahaman pemerintahan daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa mempertimbangkan dampak dari pengenaan pajak tersebut bagi masyarakat dan bagi kelangsungan kegiatan ekonomi di daerahnya.
Fungsi pengaturan dari pajak daerah belum banyak dimanfaatkan oleh daerah. Beberapa daerah memang sudah mengakomodir fungsi pendapatan dan fungsi pengaturan dalam perumusan kebijakan pajak daerah, antara lain melalui penerapan tarif yang berbeda antar golongan masyarakat. Kebijakan ini dapat membantu golongan masyarakat tertentu dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, namun belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi pengembangan ekonomi. Langkah yang belum banyak dipertimbangkan oleh daerah adalah pemberian insentif pajak daerah dalam rangka menarik investasi di daerahnya.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
2. Prinsip-prinsip Pajak Daerah
Suatu pajak daerah harus memenuhi beberapa prinsip umum, sehingga pemungutannya dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Dari sejumlah prinsip yang umum digunakan di bidang perpajakan, di bawah ini diuraikan beberapa prinsip pokok dari suatu pajak yang baik, antara lain: 1) Prinsip keadilan (Equity). Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya keseimbangan berdasarkan kemampuan masingmasing subjek pajak daerah. Yang dimaksud dengan keseimbangan atas kemampuan subjek pajak adalah dalam pemungutan pajak tidak ada diskriminasi di antara sesama wajib pajak yang memiliki kemampuan yang sama. Pemungutan pajak yang dilakukan terhadap semua subjek pajak harus sesuai dengan batas kemampuan masing-masing, sehingga dalam prinsip equity ini setiap masyarakat yang dengan kemampuan yang sama dikenai pajak yang sama dan masyarakat yang memiliki kemampuan yang berbeda memberikan kontribusi yang berbeda sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 2) Prinsip Kepastian (Certainty). Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya kepastian, baik bagi aparatur pemungut maupun wajib pajak. Kepastian di bidang pajak daerah antara lain mencakup dasar hukum yang mengaturnya; kepastian mengenai subjek, objek, tarif dan dasar pengenaannya; serta kepastian mengenai tata cara pemungutannya. Adanya kepastian akan menjamin setiap orang untuk tidak ragu-ragu dalam menjalankan kewajiban membayar pajak daerah, karena segala sesuatunya diatur secara jelas. 3) Prinsip Kemudahan (Convenience). Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya saat dan waktu yang tepat bagi wajib pajak daerah dalam memenuhi kewajibannya.Pemungutan pajak daerah sebaiknya dilakukan pada saat wajib pajak daerah menerima penghasilan.Dalam hal ini negara tidak mungkin melaksanakan pemungutan pajak daerah jika masyarakat tidak mempunyai kekuatan untuk membayar.Bahkan daerah seharusnya memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk memperoleh peningkatan pendapatan, dan setelah itu mereka layak memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk pajak daerah. 4) Prinsip efisiensi (Efficiency). Dalam prinsip ini ditekankan pentingnya efisiensi pemungutan pajak, artinya biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan pemungutan pajak tidak boleh lebih besar dari jumlah pajak yang dipungut.Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa pemungutan pajak daerah sebaiknya memperhatikan mekanisme yang dapat mendatangkan pemasukan pajak yang sebesar-besarnya dan biaya yang sekecil-kecilnya.
31
Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara sedang berkembang, adalah:
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
a) pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, yang berarti perbandingan antara Penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya; b) Relatif stabil, artinya penerimaan pajak tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara tajam; c) Basis pajaknya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay). 3. Kriteria pajak daerah 1) Bersifat pajak, dan bukan retribusi. Pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam undang-undang yaitu merupakan kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah: • tanpa imbalan langsung yang seimbang; • dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan; dan • digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah, serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Pajak ditujukan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. 4. Potensi pajak memadai, artinya hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan. 5. Objek Pajak bukan merupakan objek pajak pusat. Jenis pajak yang bertentangan dengan kriteria ini, antara lain adalah pajak ganda (double tax), yaitu pajak dengan objek dan/atau dasar pengenaan yang tumpang tindih dengan objek dan/ atau dasar pengenaan pajak lain yang sebagian atau seluruh hasilnya diterima oleh daerah. 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Pajak tidak mengganggu alokasi sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antardaerah maupun kegiatan ekspor-impor. 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Aspek keadilan, antara lain: • objek dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi • pemungutannya; • jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak; • tarif pajak ditetapkan dengan memperhatikan keadaan wajib pajak.
32
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pajak Daerah
8. Aspek kemampuan masyarakat. Pajak memperhatikan kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak, sehingga sebagian besar dari beban pajak tersebut tidak dipikul oleh masyarakat yang relatif kurang mampu. 9. Menjaga kelestarian lingkungan. Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada daerah atau pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan.
33
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 5
PENGELOLAAN PBB-P2
Pengelolaan PBB-P2
5.1.
TOPIK 5 PENGELOLAAN Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode,PBB-P2 Media
Peserta dapat menjelaskan konsep PBB P2, fungsi, optimalisasi PBB-P2, serta masalah yang dihadapi dalam penerapan PBB P2 Tujuan
2 sesi (90 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
35
• • •
IPEDA PBB Perdesaan dan Perkotaan NJOP
• • •
Pendataan, pnetapan, penagihan Administrasi SISMIOP, pendataan, penagihan
Isi dengan metode yang akan digunakan. Pilihan metode diantaranya: Feedback: tambahkan contoh untuk masing-masing metode • Peserta diminta menjelaskan sesuatu • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Pinboard • Powerpoint yang atraktif • Spidol, • Laptop • Meta plan • Infocus.
1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. PP No. 69 Tahun 2010 tentang Tatacara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. PP No. 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak 4. Permendagri No. 56 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. 5. Peraturan Bersama Menkeu dan Mendagri No. 186 Tahun 2010 dan No. 213 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah. 6. Darwin (2010)
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
5.2. Alur Pembelajaran Prinsip-Prinsip Pajak Daerah Kegiatan 1
45
meta plan
45
small group discussion
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Masalah-masalah dalam Penerapan Pajak Daerah
Penjelasan
Kegiatan 1 : Prinsip-Prinsip Pajak Daerah Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini Peserta dapat menjelaskan konsep PBB P2 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu lembar meta plan. 3. Selanjutnya, galilah nilai-nilai sesuai dengan pemahaman peserta tentang nilai-nilai dalam prinsip pajak daerah, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut 25 menit) : • Sebutkan masing-masing dua prinsip-prinsip dasar pengenaan PBB-P2? 4. Berikan kesempatan masing-masing peserta untuk mengemukakan pendapatnya 5. Berikan kesempatan peserta lain untuk mengomentari 6. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut (8 menit). 7. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (7 menit). Kegiatan 2 : Masalah-masalah dalam Penerapan Pajak Daerah Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat menjelaskan langkah-langkah optimalisasi PBB-P2 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (2 menit) 36
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk berdasarkan hitungan, semua yang bernomor urut yang sama satu kelompok (3 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan langkah-langkah dalam mengoptimalkan PBB-P2 sekurang-kurangnya 2 solusi. 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Bagaimana logika dibalik dijadikannya PBB P2 menjadi pajak daerah? • Apakah yang harus dilakukan oleh daerah untuk mendorong naiknya pendapatan PBB-P2? 5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 6. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 7. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
5.3. Ringkasan Materi: 1. Latar Belakang
37
Berpindahnya pengelolaan PBB-P2 yang sebelumnya dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai pajak pusat menjadi pajak daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah berdampak pada beberapa hal terkait pelaksanaan operasional pajak. PBB-P2 pada dasarnya merupakan pajak objektif yang mengacu pada objeknya dan memiliki karakter yang berbeda dengan jenis pajak lain, seperti Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Siapapun pemiliknya, penggunanya, maupun yang mendapat manfaat dari suatu objek PBB-P2 akan menjadi subjek pajak yang apabila memenuhi kriteria akan menjadi wajib pajak.
PBB-P2 yang selama ini dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak, telah memiliki sistem aplikasi dan database yang sudah sejak lama dibangun dan dikumpulkan. Suatu sistem dibuat untuk mempermudah suatu pekerjaan menjadi lebih efektif dan efisien. Begitu juga dengan sistem yang telah dibangun untuk pengelolaan PBB-P2 ini. Beberapa sistem yang digunakan antara lain adalah Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) yang memudahkan fiskus dalam mengadministrasikan maupun menganalisis kebijakan apa saja yang akan diambil dalam rangka memaksimalkan penerimaan dan kepatuhan wajib pajak. Selain itu, Sistem Informasi Geografis PBB (SIG PBB) dalam pengelolaan PBB-P2 tidak dapat begitu saja diabaikan karena dengan menggunakan sistem ini dapat diketahui posisi relatif terhadap kondisi sekitarnya.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
Sistem yang sudah dibangun sejak lama tersebut telah menghasilkan banyak sekali data yang berada di database Direktorat Jenderal Pajak. Data tersebut nilainya sangat tinggi dan merupakan hasil kerja bertahun-tahun. Seiring dengan berpindahnya pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah ke pemerintah daerah maka semua sistem dan data yang terkait harus ditransfer ke pemerintah daerah. Cukup kompleksnya sistem dan data yang sudah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak menjadikan semua sistem yang terkait dengan PBB-P2 menjadi sesuatu yang sangat berharga apabila dapat dikelola oleh pemerintah daerah setempat.
2. PBB-P2 Sebagai Pajak Pusat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan IPEDA merupakan pungutan yang pajak yang telah dipungut dalam kurun dilakukan oleh pemerintah pusat atas waktu yang sangat lama, yaitu mulai dari tanah, yang kemudian hasil pemungutan jaman kerajaan, jaman penjajahan, jaman tersebut seluruhnya dikembalikan kepada kemerdekaan, hingga sampai saat ini. Dalam daerah untuk kegiatan pembangunan. melakukan pemungutan PBB, pemerintah daerah harus memahami sejarah pemungutan PBB dengan mempelajari sejarah pengaturan dan praktek pemungutan PBB, hubungan antara pemajakan atas tanah dengan kepemilikan tanah, permasalahan sosial serta konsekwensi hukum yang timbul karena dikeluarkannya produk hukum pemungutan PBB (seperti Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)). 3. PBB-P2 Sebagai Pajak Daerah Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. sebagai pengganti UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 18 Tahun 1997. Pelaksanaan UU No.28 Tahun 2009 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Setelah adanya perubahan kebijakan pajak daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada beberapa perubahan yang cukup signifikan yang berpengaruh pada hubungan keuangan pusat dan daerah. Salah satu di antaranya adalah pengalihan pajak yang sebelumnya merupakan pajak pusat menjadi pajak daerah, yaitu PBB-P2 (PBB Perdesaan dan Perkotaan) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas tanah dan Bangunan). Ketika PBB-P2 dan BPHTB merupakan pajak pusat, maka daerah mendapat bagi hasil dari pendapatan yang dipungut oleh pusat. Namun, setelah PBB-P2 dan BPHTB dijadikan pajak daerah, maka tidak ada lagi dana bagi hasil dari kedua jenis pajak tersebut .
4. Fungsi dan Pelaksanaan PBB-P2 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan mempunyai fungsi sebagai pajak atas kekayaan/ kepemilikan perorangan atau badan. Salah satu pertimbangan diundangkannya UU PBB adalah adanya pajak berganda yang dikenakan pada satu bidang tanah/bangunan. Jenis pajak yang dicabut 38
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
dengan diberlakukannya Undang-undang PBB adalah sebagai berikut: (1) Pajak Rumah Tangga 1908; (2) Verponding Indonesia 1923; (3) Verponding 1928; (4) Pajak Kekayaan 1932; (5) Pajak Jalan 1942; (6) Pasal 14 huruf j, k, dan i Undang-Undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah; dan (7) Pajak Hasil Bumi/ IPEDA
Optimalisasi peningkatan PAD melalui Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) belum seluruhnya dapat dilakukan di seluruh kabupaten/kota mengingat PBB-P2 dan BPHTB sifatnya masih relatif baru, dalam arti merupakan pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak daerah berdasarkan UU N0. 28 Tahun 2009 tentang PDRD. Sementara pengalihan pajak tertentu dari provinsi ke kabupaten/kota sudah dapat diimplementasikan dalam perda sejak berlakunya UU N0. 28 Tahun 2009.
5. Langkah-langkah Optimalisasi PBB-P2
Berdasarkan pengalaman dalam pengelolaan PBB yang selama ini, kita dapat mengambil pelajaran guna keberhasilan dalam pengelolaan PBB-P2 oleh kabupaten/kota, antara lain: a) Aspek hukum. Meskipun tidak terkait dengan bukti (atas hak) atas suatu kepemilikan tanah, penerbitan SPPT (baru) harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Banyak permohonan penerbitan SPPT dengan bukti pendukung berupa fotocopy segel yang menyatakan terdapat jual beli antara pihak penjual dan pembeli, yang dilampiri dengan surat pengantar dari kelurahan (seharusnya surat keterangan lurah), di kemudian hari ternyata bersangkutan dengan permasalahan persengketaan tanah dan kasus hukum lainnya. b) Pendataan. Karena jumlah wajib pajak badan terbatas, di masa lalu optimalisasi dukungan teknologi informasi di pemerintah kabupaten/kota dengan menggunakan teknologi komputer yang bersifat standalone sudah dapat dianggap cukup memadai. Namun, ketika jumlah wajib pajak meningkat karena kemudian mayoritas wajib pajaknya adalah perseorangan, pemerintah kabupaten/kota harus mengoptimalkan teknologi komputer berbasis jaringan (network). Sebab, pemberian layanan ke wajib pajak perseorangan yang jumlahnya banyak tidak lagi bisa diberikan oleh satu atau dua orang pegawai pemerintah kabupaten/kota saja. Keseluruhan pegawai pemerintah kabupaten/ kota harus terlibat dalam proses pemberian layanan tersebut. Untuk itu, mereka harus didukung oleh suatu teknologi informasi yang andal, terutama perangkat komputer yang berbasis jaringan. Bahkan, dengan perkembangan teknologi informasi dan tuntutan masyarakat, optimalisasi teknologi informasi berbasis web dan mobile sudah harus dipertimbangkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sebab, wajib pajak perseorangan akan menuntut layanan yang mudah diakses berbagai saluran komunikasi, sesuai dengan perangkat yang dimilikinya. c) Penilaian Selama ini KPP tidak pernah menerbitkan formulir konfirmasi tentang PBB-P2 yang diterima dari setiap wajib pajak. KPP hanya menerbitkan SPPT tahun berjalan. Akhirnya, wajib pajak kurang dapat mengendalikan berapa sebenarnya pajak terhutang mereka. Mereka baru mengetahui
39
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
pajak terhutang mereka ketika mereka datang ke KPP. Hal ini terjadi ketika wajib pajak akan melakukan transaksi menjual tanah/bangunannya. Sebab, salah satu prasyarat untuk melakukan transaksi penjualan tanah/bangunan melalui notaris adalah SSP-BPHTB yang tervalidasi. Untuk kepentingan validasi di KPP, wajib pajak harus membayar hutang-hutang pajak sebelumnya. Sementara itu, mengelola teknologi informasi berbasis jaringan akan berbeda dengan mengelola teknologi informasi berbasis stand-alone. Jika pada teknologi berbasis stand-alone pengelola teknologi informasi dapat merangkap sebagai pengguna aplikasi yang juga melakukan updating data secara langsung, pada teknologi informasi berbasis jaringan peran antara pengelola teknologi informasi dan pengguna harus dipisahkan. Hal ini terutama untuk menjaga terimplementasinya tata kelola teknologi informasi, di mana check and balances tetap terjaga di antara para pihak. Jika tidak, updating data tidak akan terkendali. d) Penetapan. Lambatnya proses pemutakhiran data PBB-P2 di KPP selama ini juga terjadi pada sistem pembayaran. Mengingat banyaknya pintu gerbang untuk melakukan pembayaran PBB-P2, KPP harus secara rutin melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data. Untuk penerimaan pembayaran PBB-P2 yang tidak online, bahkan KPP juga harus merekam data pembayaran ini satu per satu. Rumitnya, keseluruhan proses rekonsiliasi, verifikasi, dan perekaman data pembayaran ini dilakukan oleh Seksi PDI. Hal ini menjadi penyebab seringnya komplain dari masyarakat bahwa mereka merasa telah melakukan pembayaran, tetapi di database KPP ternyata masih dianggap belum melakukan pembayaran. Karena itu, sampai sekarang masih muncul keraguan mengenai akurasi saldo piutang PBB-P2 per wajib pajak e) Penagihan. Sementara itu, jika diamati, baik di pemerintah kabupaten/kota ataupun kantor pelayanan pajak (KPP), saat ini tidak terjadi pemisahan fungsi pengihan. Pada praktiknya, pengelola teknologi informasi masih merangkap sebagai pengolah data/informasi. Hal ini pun banyak terjadi di instansi pemerintah lain. Pengelola teknologi informasi di instansi pemerintah masih merangkap fungsi updating data transaksi. Padahal, dengan teknologi berbasis jaringan, pengolahan data/ informasi harus dilakukan langsung oleh pemilik data (data owner), yang dalam hal ini adalah seksi/bagian lain di luar seksi/bagian teknologi informasi. Di KPP sendiri, walaupun pada dasarnya telah menggunakan teknologi informasi berbasis jaringan, umumnya setiap data transaksi yang masuk dientri sendiri oleh Seksi Pengolahan Data/Informasi (PDI). Sementara itu, seksi-seksi lain lebih fokus ke pengurusan substansi perpajakan. Sebagai contoh, ketika wajib pajak mengajukan permohonan perubahan data pemilik di SPPT, petugas layanan hanya bertugas memberikan tanda-terima permohonan tersebut. Selanjutnya, permohonan tersebut akan direview oleh seksiseksi terkait. Kemudian, jika disetujui, barulah Seksi PDI melakukan updating data. Karena itu, dapat dimaklumi jika sampai sekarang terdapat banyak keluhan tentang data SPPT yang menurut wajib pajak tidak update di beberapa daerah.
40
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pengelolaan PBB-P2
f) Pelayanan. Wajib Pajak PBB-P2 meliputi masyarakat dari semua kalangan masyarakat dari beberapa strata sosial dan ekonomi. Demikian pula bidang tanah (objek pajak) yang diadministrasikan cukup banyak. Pengelolaan PBB memerlukan ketentuan perudang-undangan (tax law) serta administrasi (tax administrasion) yang handal namun efisien/tidak terlalu birokratis sehingga dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada Wajib Pajak. g) Daya Pikul. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah/bangunan dilakukan secara cermat dengan memperhatikan kondisi data pasar properti dan daya pikul masyarakat.
41
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 6
RETRIBUSI DAERAH
Retribusi Daerah
6.1.
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media TOPIK 6 RETRIBUSI DAERAH
Peserta dapat menjelaskan definisi retribusi daerah, fungsi retribusi daerah, serta masalah-masalah yang dihadapi dalam penerapan retribusi daerah. Tujuan
2 sesi (90 menit) Waktu
• • Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
43
Pelayanan Publik Retribusi Jasa Umum, Usaha, Perizinan tertentu.
• • •
Pembebanan penuh Marginal Cost Kemampuan membayar
Isi dengan metode yang akan digunakan. Pilihan metode diantaranya: Feedback: tambahkan contoh untuk masing-masing metode • Kelompok kecil menyiapkan input dan presentasi pleno • Lintas kelompok • Teks dengan kesalahan Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Pinboard • Powerpoint yang atraktif • Spidol, • Laptop • Poster • Meta plan • Infocus.
1. 2. 3. 4.
Nick Devas (1989) Mardiasmo(2005,2007), Perpajakan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PP No. 69 Tahun 2010 tentang Tatacara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 5. PP No. 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. 6. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
6.2. Alur Pembelajaran Pengertian dan fungsi retribusi daerah Kegiatan 1 Falling leaves
Cross groups, Text with error
45
menit 0
10
20
30
40
45 40”
menit 50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Perbedaan jenis retribusi daerah
Penjelasan
Kegiatan 1 : Pengertian dan fungsi retribusi daerah Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, menjelaskan definisi retribusi daerah, fungsi retribusi daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu lembar kertas. 3. Selanjutnya, galilah nilai-nilai sesuai dengan pemahaman peserta tentang nilai-nilai dalam prinsip retribusi daerah, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: (25 menit) • Sebutkan masing-masing dua definisi retribusi daerah? • Masing-masing peserta menuliskannya dalam kertas. • Mintalah salah seorang peserta untuk membuang ke lantai kertas jawabannya, diikuti perserta lain yang mempunyai jawaban yang sama. • Tanyakan: o Mengapa retribusi daerah penting dalam PAD? 4. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau hal-hal yang perlu penjelasanlebihlanjut (8 menit). 5. Buatlahkesimpulandaripembahasan yang telahdilakukan (7 menit). Kegiatan 2 : Perbedaan jenis retribusi daerah Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi perbedaan jenis – jenis retribusi daerah
1. Menjelaskan kepada pesertatujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (2 menit) 44
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjukb erdasarkan hitungan, semua yang bernomor urut yang sama satu kelompok (3 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan lembar kerja yang akan dibagikan (Kasus jenis retribusi daerah) 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Kelompokkan retribusi menurut jenisnya. dan temukan kesalahan dalam pengelompokan? 5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 6. Beri tanda silang pada jenis retribusi yang salah temapt. 7. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5 menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 8. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
LATIHAN PENGELOMPOKAN JENIS RETRIBUSI Jasa Usaha
Jasa Umum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
45
Retribusi Pelayanan Kesehatan Retribusi KTP dan Akte Capil Retribusi Pemakaman/ Pengabuan Mayat Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi Tempat Pelelangan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang Retribusi Penyedotan Kakus Retribusi Pelayanan Pendidikan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi Retribusi Penyeberangan di Air Retribusi Pengendalian lalu-lintas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Pasar Grosir/ Pertokoan Retribusi Persampahan/ Kebersihan Retribusi Terminal Retribusi Tempat Khusus Parkir Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/ Villa Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Retribusi Rumah Potong Hewan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga Retribusi Pengolahan Limbah Cair Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Perizinan Tertentu 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Gangguan Retribusi Izin Trayek Retribusi Izin Usaha Perikanan Retribusi Perpanjangan IMTA
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
Catatan untuk Fasilitator: Retribusi yang salah tempat adalah : Retribusi Tempat Pelelangan Retribusi Persampahan/Kebersihan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor Retribusi Penyeberangan di Air Retribusi Pengolahan Limbah Cair
6.3. Ringkasan Materi: 1. Pengertian dan Fungsi Retribusi Daerah
Definisi atau pengertian retribusi daerah adalah iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada daerah yang dapat dipaksakan yang mendapat prestasi kembalinya secara langsung, misalnya retribusi perizinan tertentu, yang penerapannya berlaku umum. Dari pengertian retribusi daerah unsur paksanya bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayar retribusi perzinan tertentu, agar orang tersebut dapat memperoleh izin yang diperlukan.
Sejalan dengan penjelasan di atas, UU No. 28 Tahun 2009 tentang Retribusi Daerah, sebagai pengganti dari UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000, lebih mempertegas pengertian retribusi dalam tataran pemerintahan yang lebih rendah, sebagai berikut: “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.”
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, setiap pungutan retribusi daerah harus dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Prinsip dan Metode Penetapan Tarif Retribusi Daerah 1) Justifikasi retribusi pelayanan
Pemerintah mengenakan retribusi atas beberapa pelayanan tertentu yang mereka berikan, baik secara langsung maupun melalui badan usaha milik pemerintah. Beberapa alasan atas justifikasi retribusi suatu pelayanan adalah:
barang privat vs barang publik: apabila manfaat bersifat privat (misalnya: listrik, telepon), maka retribusi dapat dipertimbangkan atas penyediaan pelayanan tersebut. Apabila manfaat bersifat publik, karena pengaruh “spill over” (eksternalitas positif), atau penerima manfaat tidak dapat dikecualikan (misalnya: pertahanan, pengendalian penyakit), dan lain sebagainya, maka pembiayaan melalui pajak atas pelayanan tersebut umumnya yang sesuai.
Tetapi:
46
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
Terdapat masalah dalam mengelompokkan secara tepat antara barang privat dan barang publik, karena beberapa pelayanan memiliki kedua elemen unsur tersebut (misal: pendidikan, transportasi umum). Apabila pelayanan tersebut disediakan oleh pemerintah tidak berarti bahwa barang publik tersebut harus sepenuhnya dibiayai dari pajak.
Untuk ekonomi efisiensi: ketika individu-individu bebas memilih berapa banyak pelayanan yang akan mereka konsumsi, maka mekanisme harga memegang peranan penting dalam mengalokasi sumber daya melalui: • Perasionalan permintaan: didasarkan pada asumsi bahwa mereka yang mengkonsumsi barang atau pelayanan paling banyak akan membayar lebih besar • Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan • Pemberian sinyal dan insentif kepada pemasok tentang skala produksi • Penyediaan sumber daya kepada pemasok untuk menjaga sistem dan meningkatkan pasokan.
Tanpa harga, permintaan (demand) dan penawaran (supply) cenderung tidak akan mencapai ekuilibrium (keseimbangan), dengan demikian alokasi sumber daya secara ekonomi tidak akan efisien. Contoh: penyediaan air bersih, obat-obatan.
Tetapi: • Pasar sering tidak sempurna: dalam banyak kasus, pemerintah menjadi pemasok monopoli. Dalam kondisi ini, pemerintah tidak dapat memanfaatkan situasi tersebut (monopoly power) untuk memaksimalkan keuntungan, seperti, penyediaan air bersih. • Apabila pelayanan tersebut memiliki sifat barang publik (misalnya, eksternalitas positif), maka akan lebih baik jika mengenakan retribusi atas pelayanan tersebut kurang dari harga penuh (full price), atau tanpa harga sama sekali (gratis). • Distribusi yang tidak merata dari penghasilan berarti bahwa orang kaya dapat membayar lebih besar dari orang miskin
47
Prinsip Manfaat: apabila pelayanan tidak bersifat universal atau tidak sama untuk setiap orang (misalnya, pasokan air bersih untuk rumah tangga, sekolah, perusahaan industri), maka retribusi secara langsung bagi mereka yang menerima manfaat dianggap adil berkaitan dengan prinsip ini. Jadi, mereka yang tidak menerima manfaat atas pelayanan air bersih tidak harus membayar. Pemungutan retribusi dapat dilakukan sepanjang individu yang tidak membayar pelayanan dapat dikecualikan.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
2) Argumen kontra berkaitan dengan retribusi
Kesulitan administrasi/biaya: retribusi membutuhkan suatu sistem pengecualian (artinya, dapat membedakan antara perima manfaat dan bukan) dan sistem pengukuran (misalnya, batas-batas untuk jalan tol, meteran untuk pemakaian air bersih). Kedua sistem ini dapat meningkatkan biaya pelayanan.
Tetapi:
Tergantung dari pelayanan, karakteristik keterukuran dan pengecualian (excludability) membuat penilaian dan pelaksanaan lebih mudah dibandingkan dengan beberapa pajak (seperti, retribusi air atau listrik lebih mudah dibandingkan dengan pajak penghasilan)
Orang miskin tidak mampu membayar: penghasilan sangat tidak merata, sehingga orang miskin tidak mampu membayar untuk pelayanan dasar seperti: air bersih, transportasi umum, bahkan makanan.
Tetapi: • Dapatkah kita membuat daftar kebutuhan pokok? Apa yang dibutuhkan oleh seseorang dapat berbeda untuk orang lain. • Pelayanan gratis dapat mengganggu pilihan individu: daripada pelayanan gratis, beberapa individu lebih memilih untuk memperoleh uang dalam rangka membeli makanan atau buku sekolah. • Apabila kita mempertimbangkan orang miskin, maka pendekatan yang terbaik adalah redistribusi penghasilan (lumpsum transfer). Orang miskin bebas memilih, sehingga tidak mengganggu efisiensi alokasi. Namun, apakah pendekatan ini layak di negara berkembang? • Gratis (atau subsidi) atas pelayanan berdampak pada pemborosan. • Tidak adanya retribusi dapat berarti bahwa tidak tersedia sumber daya yang cukup untuk memperluas pelayanan kepada orang miskin. • Apakah pelayanan gratis atau subsidi benar-benar dinikmati oleh orang miskin? Orang kaya dapat saja lebih menikmati pelayanan subsidi tersebut (misalnya, memiliki akses yang lebih baik, korupsi, dll), atau subsidi dapat dijadikan tameng oleh birokrat untuk melakukan korupsi.
48
Eksternalitas, barang merit dan kewajiban hukum:
Eksternalitas positif (spillover effects), menunjukkan bahwa adanya retribusi atas suatu pelayanan dapat membuat individu enggan untuk mengkonsumsi pelayanan tersebut sehingga berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya, imunisasi). Demikian pula, barang yang secara sosial dibutuhkan (merit goods) maka harga retribusi dapat dikurangi atau gratis (misalnya pendidikan). Selain itu, apabila terdapat kewajiban hukum untuk mengkonsumsi pelayanan tersebut (misal pendidikan dasar), maka pelayanan gratis perlu menjadi pertimbangan.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
Untuk alokasi sumber daya langka, terdapat beberapa alternatif daripada hanya sekedar melalui harga, misalnya, melalui penjatahan, voucher, sistem antrian. Meskipun metode tersebut mampu meyakinkan bahwa orang miskin mendapat kesempatan yang sama, namun metode ini tidak dapat memenuhi seluruh fungsi dari sistem harga (yaitu mencegah pemborosan dan menghasilkan sumber daya tambahan), dan juga mudah untuk disalahgunakan.
Metode penetapan Harga Retribusi Dengan pertimbangan bahwa beberapa pelayanan dikenakan retribusi, maka pertanyaan yang muncul adalah berapa harga yang sesuai atas pelayanan tersebut?
Para ahli, umumnya menentukan harga berdasarkan biaya marjinal, yaitu harga yang dibebankan harus sama dengan biaya marjinal (biaya khusus) untuk melayani konsumen. Harga inilah yang sesuai apabila terdapat pasar kompetitif atas pelayanan tersebut. Harga ini disebut sebagai harga ekonomis efisien, karena hargalah yang akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan terbaik atas sumber daya (asumsi faktor lain dianggap sama). Karenanya, masyarakat memperoleh keuntungan dari peningkatan output atas barang atau jasa sampai pada titik di mana biaya marjinal sama dengan harga.
Prinsip harga berdasarkan biaya marjinal adalah prinsip yang umum digunakan dalam pasar yang kompetitif (misalnya, harga di restoran, biaya menyewa kendaraan, biaya telepon, dll).
Harga berdasarkan biaya marjinal, umumnya memperhitungkan secara penuh biaya-biaya sebagai berikut: • Biaya operasional variabel • Biaya overhead semi variabel, seperti pemeliharaan • Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalam memberikan pelayanan • Aset modal tambahan yang dibutuhkan untuk memenuhi tambahan permintaan (keterbatasan kapasitas)
49
Harga berdasarkan biaya marjinal, dengan demikian, tidak memperhitungkan biaya modal historis (misalnya, biaya modal atas jembatan yang sudah ada) atau biaya overhead murni yang tidak berhubungan sama sekali dengan penggunaan pelayanan (misalnya, nilai lukisan yang ada di galeri seni)
Kasus klasik biaya historis adalah pada jembatan penyeberangan: harga berdasarkan biaya marjinal mengatakan bahwa tidak ada pungutan yang dikenakan karena biaya marjinal atas penggunaan adalah nol (atau mendekati nol). Sepanjang kapasitas tersedia atas pelayanan jembatan penyeberangan, maka mengenakan biaya/retribusi atas pelayanan tersebut akan mengurangi penggunaan, dan hal ini dapat mengurangi manfaat ekonomi keseluruhan dari pelayanan tersebut.
Sebaliknya, biaya marjinal penyediaan perumahan tidak nol, karena, sekali rumah ditempati maka kapasitas habis digunakan, sehingga biaya marjinal penyediaan perumahan adalah biaya pengadaan rumah (ditambah biaya pemeliharaan, dll). Kebijakan harga di atas bukan merupakan sesuatu yang PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Retribusi Daerah
unik bagi sektor publik. Di sektor bisnis dengan surplus kapasitas, misalnya kamar hotel pada off peak season, akan menjual kamar setidaknya pada harga yang dapat menutupi biaya marjinal. Apabila mereka menetapkan harga penuh (yaitu harga yang menutupi biaya historis) ketika memiliki surplus kapasitas, maka akan mengurangi keinginan pelanggan sehingga menyebabkan terjadinya kerugian yang besar.
Contoh: listrik, biaya marjinal bervariasi tergantung dari: a) volume yang dikonsumsi b) jarak dari jalur pusat (supply utama) c) waktu/ jam sehari (waktu sibuk/tidak sibuk).
50
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 7
PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF PAJAK DAERAH
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
7.1.
TOPIK 7 PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF PAJAK DAERAH
Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat mengetahui dan menguasai: 1. prinsip yang harus diperhatikan dalam menentukan potensi pajak daerah yang ditetapkan; 2. pendekatan yang digunakan dalam melakukan perencanaan penerimaan pajak daerah; 3. teknik perhitungan potensi penerimaan dan tarif pajak daerah serta batasan-batasan dalam penetapan dan pemungutan pajak daerah
2 sesi (90 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
• • •
Ekstrapolasi Lingkungan potensi pajak Tarif Pajak
Isi dengan metode yang akan digunakan. Pilihan metode diantaranya: Feedback: tambahkan contoh untuk masing-masing metode • Kelompok kecil menyiapkan input dan presentasi pleno • Lintas kelompok • Teks dengan kesalahan Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Pinboard • Powerpoint yang atraktif • Spidol, • Laptop • Lembar Kerja Studi Kasus, Role Play, • Meta plan • Infocus. Pertanyaan Kunci, Best Practices/Lesson Learned, etc
1. Buku statistik (berbagai penulis). 2. Buku statistik daerah (daerah dalam angka). Bahan Bacaan
52
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
7.2. Alur Pembelajaran Menaksir Pertumbuhan dengan Teknik Ekstrapolasi Kegiatan 1 Calculation exercise, Cross groups
Group discussion
45
45
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Proyeksi Potensi Penerimaan Pajak Daerah
Penjelasan
Kegiatan 1: Menaksir Pertumbuhan dengan Teknik Ekstrapolasi Tujuan : Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat mengetahui dan menguasai prinsip yang harus diperhatikan dalam menentukan potensi pajak daerah yang ditetapkan 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan cara menentukan proyeksi pajak (15 menit) 2. Bagikan kepada peserta lembar kerja. 3. Selanjutnya, mintalah pada peserta untuk melakukan perhitungan taksiran dan tingkat pertumbuhan (15 menit) 4. Minta perserta mempresentasikan hasilnya (10 menit) 5. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : proyeksi potensi penerimaan Pajak Daerah Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi teknik perhitungan potensi penerimaan dan tarif pajak daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (10 menit) 2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk berdasarkan hitungan, semua yang bernomor urut yang sama satu kelompok (3 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan menentukan potensi pajak darah (10 menit) 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Dalam kategori apa pertumbuhan pajak daerah yang ada sekarang?
53
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (10 menit) 6. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (5 menit). 7. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
7.3.
Lembar Kerja/Media
Tugas: Hitunglah proyeksi penerimaan pajak 2014 dan 2015
Hitunglah proyeksi penerimaan pajak 2014 dan 2015 No
Tahun
x
Penerimaan Pajak Daerah (Juta Rp)
Koordinat
1.
2012
0
400.000
C (0; 400.000)
2.
2013
1
420.000
D (1; 420.000)
3.
2014
2
?
4.
2015
3
?
Tugas : Hitunglah pertumbuhan masing-masing pajak dan tentukan masuk dalam kelompok apa pertumbuhannya. Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman) Realisasi Penerimaan No.
Jenis Pajak Daerah
1
Pajak Hotel
400.000.000
450.000.000
2
Pajak Restoran
350.000.000
360.000.000
3
Pajak Hiburan
200.000.000
220.000.000
4
Pajak Reklame
175.000.000
180.000.000
5
Pajak Penerangan Jalan
150.000.000
160.000.000
6
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
180.000.000
185.000.000
7
Pajak Parkir
190.000.000
195.000.000
8
Pajak Air Tanah
140.000.000
145.000.000
Tahun 2010 (Rp)
Tahun 2011 (Rp)
Total Rata rata
54
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pertumbuhan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
1. Menaksir Pertumbuhan dengan Teknik Ekstrapolasi
Ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan penaksiran pertumbuhan, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Intinya, penaksir yang baik adalah penaksir yang paling kecil simpangannya terhadap data yang diwakili oleh penaksir bersangkutan (ordinary least square estimation = OLSE).
Salah satu teknik sederhana untuk melakukan penaksiran pertumbuhan, adalah teknik ekstrapolasi, yaitu melakukan penaksiran dengan menggunakan dua data terpilih untuk mewakili sebaran data yang akan disusun penaksirnya. Dengan demikian, teknik ekstrapolasi mengasumsikan bahwa pertambahan nilai variabel terikat untuk setiap satuan perubahan nilai variabel bebas, bersifat tetap (linear). Tentu saja oleh karena kesederhanaannya, teknik ini bisa menghasilkan nilai taksiran yang rendah akurasinya bahkan kadang-kadang dapat menyesatkan. Namun, pada kondisi tertentu (misalnya ketika sedang berada di lapangan yang jauh dari fasilitas teknis, atau oleh karena keterbatasan data yang tersedia sebagai dasar penaksiran), teknik ekstrapolasi dapat sangat membantu untuk melihat gambaran kasar.
Teknik ekstrapolasi tidak lain adalah mencari persamaan penaksir berupa garis lurus yang melalui 2 titik: A(xA,yA) dan B(xB,yB)
Persamaannya:
55
yt – yA yB – yA
=
xt – xA xB – xA
yt – yA
=
yB – yA (xt – xA) xB – xA
yt
=
yB – yA (xt – xA) xB – xA
yt
= {(y
B
+
yA atau
– yA)/(xB – xA)}(xt – xA) + yA
Tingkat pertumbuhan diperoleh dengan membandingkan perubahan nilai y (yaitu: yt – yt-1) dengan nilai yt-1. Jadi, tingkat pertumbuhan berdasarkan persamaan garis lurus yt adalah:
rt = {(yt – yt-1)/yt-1)} x 100%
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
Ambil contoh data hipotetis penerimaan pajak daerah Kabupaten Percontohan sebagai berikut:
No
Tahun
x
Penerimaan Pajak Daerah (Juta Rp)
Koordinat
1.
2012
0
300.000
C (0; 300.000)
2.
2013
1
310.000
D (1; 310.000)
3.
2014
2
?
E (2; ?)
4.
2015
3
?
F (3;?)
Persamaan garis lurus penaksir penerimaan pajak daerah Kabupaten Percontohan dengan menggunakan data tahun 2012 tahun 2013 dan tersebut di atas adalah:
yt = {(310.000 – 300.000)/(1 - 0)}(xt – 1) + 300.000
yt = 10.000 (xt – 0) + 300.000
yt = 10.000 xt + 300.000
Penerimaan pajak daerah Kabupaten Percontohan pada tahun 2014 berdasarkan persamaan penaksir di atas adalah sebesar:
y2014 = 10.000 x2014 + 300.000
y2014 = 10.000 (2) + 300.000 = 320.000
Tingkat pertumbuhan pada tahun 2014, ditaksir sebesar:
r2014 = {(y2014 – y2013) / y2013} x 100%
r2014 = {(320.000 – 310.000) / 310.000} x 100%
r2014 = 3,22%
Bagaimana dengan taksiran besarnya penerimaan (y2015) dan pertumbuhan penerimaan (x2015) pajak daerah Kabupaten Percontohan untuk tahun 2015? Ah, operasinya sama saja dengan penaksiran untuk tahun 2014 di atas. Langkah-langkahnya, persis.
56
y2015 = 10.000 x2015 + 300.000
y2015 = 10.000 (3) + 300.000 = 330.000
Tingkat pertumbuhan pada tahun 2015, ditaksir sebesar:
r2015 = {(y2015 – y2014) / y2014} x 100%
r2015 = {(330.000 – 320.000) / 320.000} x 100%
r2015 = 3,12% PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Pajak Daerah
Berdasarkan 2 penaksiran tersebut di atas (untuk tahun 2014 dan tahun 2015), terlihat bahwa pertambahan nilai y bersifat konstan (yaitu sebesar 10.000 per tahun), namun tingkat pertumbuhannya berbeda dari tahun ke tahun, yaitu 3,22% pada tahun 2014 dan menurun menjadi 3,12% pada tahun 2015. Hal yang sama akan diperoleh untuk penaksiran tahun 2016 dan seterusnya.
Dalam hal pertambahan nilai y secara faktual memang (relatif) konstan, penaksiran dengan menggunakan teknik ekstrapolasi tersebut memang tidak (terlalu) bermasalah. Permasalahan serius akan muncul jika secara faktual, nilai y untuk tahun-tahun yang akan dipergunakan sebagai basis penaksiran, ternyata berfluktuasi atau tidak beraturan perubahannya.
Rumusan Matriks Klasifikasi Potensi Penerimaan Pajak adalah: Rasio Proporsi Rasio Pertumbuhan rPXi rPXtotal rPXi
Xi Rata-rata X
>1
Xi Rata-rata X
>1
Prima
Berkembang
<1
Potensial
Terbelakang
<1
rPXi Pertumbuhan penerimaan jenis Pajak Daerah rPXtotal Pertumbuhan total penerimaan seluruh Pajak Daerah Xi Rata rata penerimaan seluruh Pajak Daerah
rPXtotal
Artinya: • Jika Rasio Proporsi > 1 dan Rasio Pertumbuhan > 1, maka penerimaannya prima atau sangat potensial. • Jika Rasio Proporsi > 1 dan Rasio Pertumbuhan < 1, maka penerimaannya potensial. • Jika Rasio Proporsi < 1 dan Rasio Pertumbuhan > 1, maka penerimaannya berkembang atau masih ada potensi untuk dikembangkan. • Jika Rasio Proporsi < 1 dan Rasio Pertumbuhan < 1, maka penerimaannya terbelakang atau kurang potensial.
57
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 8
PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF RETRIBUSI DAERAH
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
8.1.
TOPIK 8 Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF RETRIBUSI DAERAH
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat mengetahui jenis retribusi daerah manakah yang berpotensi atau yang tidak berpotensi untuk dilakukan pemungutan dengan mengacu pada penerimaan retribusi daerah.
3 sesi (135 menit) Waktu
• •
Potensi Retribusi Lingkungan potensi
Kata Kunci
Metode
Media
Isi dengan metode yang akan digunakan. Pilihan metode diantaranya: Feedback: tambahkan contoh untuk masing-masing metode • Peserta diminta menjelaskan sesuatu • Lintas kelompok • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Pinboard • Powerpoint yang atraktif • Spidol, • Laptop • Meta plan • Infocus.
Isi dengan referensi yang relevan, lengkapi dengan link website ( jika ada) Bahan Bacaan
59
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
8.2. Alur Pembelajaran Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Tarif Retribusi Kegiatan 1
45
meta plan
Diskusi kelompok, dan presentasi
menit 0
10
20
30
40
45 40”
menit 50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Proyeksi Potensi Penerimaan Retribusi Daerah
Penjelasan
Kegiatan 1 : Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Tarif Retribusi Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, menjelaskan sasaran dalam penetapan tarif retribusi. 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (10 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu lembar meta plan. 3. Selanjutnya, kembangkan pemahaman peserta tentang sasaran penetapan tarif retribusi daerah, dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut 35 menit) : • Sebutkan masing-masing dua sasaran penetapan tarif retribusi daerah? • Masing-masing peserta menuliskannya dalam mete plan. • Mintalah salah seorang peserta untuk menempel jawabannya di pin board, perserta lain yang mempunyai jawaban yang sama tidak perlu maju kedepan (10 menit) • Tanyakan: o Mengapa sasaran tersebut itu penting dijadikan dasar dalam penentuan tarif retribusi daerah? 4. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut (10 menit). 5. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
Kegiatan 2 : Proyeksi Potensi Penerimaan Retribusi Daerah Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat menentukan potensi retribusi daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses menentukan potensi retribusi daerah (20 menit) 2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk
60
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
berdasarkan warna kertas yang diperoleh, semua yang berwarna yang sama satu kelompok (5 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan menentukan potensi retribusi darah (10 menit) 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: 5. Dalam kategori apa pertumbuhan retribusi daerah yang ada sekarang? 6. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 7. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 8. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
8.3. Lembar Kerja/Media (sesuai kebutuhan) Tugas: Hitunglah pertumbuhan masing-masing retribusi dan tentukan masuk dalam kelompok apa pertumbuhannya.
61
No.
Jenis Retribusi Daerah
1
Realisasi Penerimaan Tahun 2010 (Rp)
Tahun 2011 (Rp)
Retribusi Pelayanan Kesehatan
400.000.000
450.000.000
2
Retribusi Pelayanan Pasar
250.000.000
260.000.000
3
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
1200.000.000
220.000.000
4
Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Capil
75.000.000
80.000.000
5
Retribusi Pelayanan Pe-makaman dan Pengabuan Mayat
150.000.000
160.000.000
6
Retribusi Pelayanan Per-sampahan/Kebersihan
80.000.000
85.000.000
7
Retribusi Pengujian Ken-daraan Bermotor
190.000.000
195.000.000
8
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
40.000.000
45.000.000
9
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
500.000.000
525.000.000
10
Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang
70.000.000
75.000.000
Total
1.595.000.000
Rata-rata
159.500.000
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Pertumbuhan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
8.4. Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman) 1. Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Tarif Retribusi
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah sesuai dengan UU No.28 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1) Retribusi Jasa Umum Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya operasi, biaya pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal. Dalam hal penetapn tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya. 2) Retribusi Jasa Usaha Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. 3) Retribusi Perizinan Tertentu Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan, meliputi: biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negativ dari pemberian izin tersebut. Prinsip dasar untuk mengenakan retribusi biasanya didasarkan pada total cost (biaya penyediaan jasa) dari pelayanan yang disediakan. Akan tetapi akibat adanya perbedaan-perbedaan tingkat pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap dibawah tingkat biaya (full cost). Ada 4 alasan utama mengapa hal ini terjadi: a) Apabila suatu pelayanan pada dasarnya merupakan kepentingan umum (public good) yang disediakan karena untuk melayani kepentingan umum masyarakat (jasa umum). Penetapan tarif retribusi disini memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Karena tarif retribusi disini memperhatikan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan, maka tidak ada unsur keuntungan yang diperoleh, sehingga tingkat biaya yang dikeluarkan dapat lebih tinggi dari penerimaan retribusi yang diterima. b) Apabila suatu pelayanan merupakan bagian dari swasta (jasa usaha) dan sebagian lagi merupakan good public (jasa umum). Misalnya tarif Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan. Disatu sisi Pemerintah Daerah menyediakan Pasar Grosir dan/atau Pertokoan sebagai jasa usaha untuk mencari keuntungan, tetapi disisi lain Pemerintah Daerah juga menyediakan Pasar Grosir dan/atau Pertokoan untuk memenuhi kepentingan umum, sehingga hal ini dapat berimplikasi pada tingkat biaya yang dikeluarkan dapat lebih tinggi dari penerimaan retribusi yang dihasilkan.
62
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
c) Pelayanan seluruhnya merupakan private good yang dapat disubsidi jika hal ini merupakan permintaan terbanyak dan Kepala Daerah enggan menghadapi masyarakat dengan full cost. Disatu sisi private good merupakan kepentingan pribadi, sehingga Pemerintah Daerah tidak perlu harus menyediakannya, tetapi kalau kepentingan yang bersifat pribadi tersebut banyak yang meminta, akhirnya menjadi kepentingan umum, sehingga dengan pertimbangan kepentingan umum, Pemerintah Daerah perlu untuk menyediakannya. Misalnya fasilitas rekreasi dari kolam renang. Kalau banyak masyarakat yang meminta fasilitas rekreasi dari kolam renang, maka fasilitas tersebut yang seharusnya bersifat private good (kepentingan pribadi) menjadi public good (kepentingan umum), akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk penyediaan jasa retribusi tersebut dapat lebuh tinggi dari penerimaan retribusinya. d) Private good yang dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia dan kelompok berpenghasilan rendah. Apabila private good yang merupakan kepentingan pribadi merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, maka sifatnya dapat berubah menjadi public good karena ketidak mampuan masyarakat untuk mencapai private good tersebut Misalnya kebutuhan masyarakat akan kesehatan yang merupakan private good, tetapi karena ketidak mampuan mereka untuk membayar biaya kesehatan tersebut, maka private good yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dapat mengakibatkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan yaitu biaya pelayanan kesehatan lebih tinggi dari penerimaan Retribusinya. 2. Proyeksi Potensi Penerimaan Retribusi Daerah
Selama ini penentuan target penerimaan lebih didasarkan pada kaidah incremental (dinaikkan sekian % dari tahun lalu), bukan didasarkan pada potensi penerimaan. Potensi penerimaan daerah untuk masing masing jenis/sumber Retribusi daerah belum dihitung secara menyeluruh. Pengukuran prestasi/kinerja instansi pemungut retribusi masih terbatas pada ukuran rasio pengumpulan (collection ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur persentase realisasi penerimaan retribusi dari target penerimaan retribusi bukan ukuran rasio cakupan (coverage ratio), yang meliputi rasio proporsi dan rasio pertumbuhannya. Sedangkan rencana tindakan (action plan) peningkatan pendapatan daerah lebih dianggap sebagai kegiatan rutin instansi pemungut. Rumus Rasio Pengumpulan (collection ratio) Retribusi Daerah: RPRxi RPR xi
= Realisasi xi X 100% Taget xi = Rasio Pengumpulan Retribusi = Jenis Retribusi tahun berkenaan
Contoh: Retribusi Pelayanan Pasar Target Retribusi Tahun 2011 = Rp.250.000.000,Realisasi Retribusi Tahun 2011 = Rp.300.000.000,= 300.000.000 X 100% . = 120,0% 250.000.000 RPRxi = 120 % artinya realisasi penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar pada tahun 2011 PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH mencapai 120%Direktorat dari target penerimaan. Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Jenderal Perimbangan Keuangan RPRxi
63
Sedangkan untuk mengetahui berapa persen pertumbuhan Retribusi dari tahun lalu dapat dipakai
xi
= Jenis Retribusi tahun berkenaan
Contoh: Retribusi Pelayanan Pasar Target Retribusi Tahun 2011 = Rp.250.000.000,Realisasi Retribusi Tahun 2011 = Rp.300.000.000,-
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
= 300.000.000 X 100% . = 120,0% 250.000.000 = 120 % artinya realisasi penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar pada tahun 2011 mencapai 120% dari target penerimaan.
RPRxi RPRxi
Sedangkan untuk mengetahui berapa persen pertumbuhan Retribusi dari tahun lalu dapat dipakai rumus sebagai berikut: = Xi(t) – Xi(t-1) X 100% Xi(t-1) = Pertumbuhan Retribusi Daerah = Penerimaan Jenis Retribusi Daerah tahun ke t. = Penerimaan Jenis Retribusi Daerah tahun ke t-1.
rRxi(t) rR Xi(t) Xi(t-1)
Contoh: Retribusi Pelayanan Pasar Penerimaan Retribusi Tahun 2010 = Rp.250.000.000,Penerimaan Retribusi Tahun 2011 = Rp.300.000.000,rRxi(2011) rRxit
= 300.000.000 – 250.000.000 X 100% 250.000.000 = 20 % artinya terjadi pertumbuhan penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar pada tahun 2011 sebesar 20 % dari tahun 2010.
Potensi penerimaan retribusi dapat dibedakan menjadi 4 kelompok: 1) Prima artinya sangat potensial. 2) Potensial. 3) Berkembang artinya masih ada potensi yang dapat dikembangkan. 4) Terbelakang artinya kurang potensi.
Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk menghitung proyeksi potensi penerimaan retribusi dan salah satunya adalah teori dengan menggunakan pendekatan rasio proporsi dan rasio pertumbuhan dengan rumus dan matriks sebagai berikut: Rasio Proporsi Rasio Pertumbuhan rPXi rPXtotal rPXi
Xi Rata-rata X
>1
Xi Rata-rata X
>1
Prima
Berkembang
<1
Potensial
Terbelakang
<1
rPXi
rPXtotal = Pertumbuhan total penerimaan seluruh Pajak Daerah Xi
rPXtotal
64
= Pertumbuhan penerimaan jenis Pajak Daerah
= Rata rata penerimaan seluruh Pajak
Daerah
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Proyeksi Potensi Dan Penentuan Tarif Retribusi Daerah
Artinya: • Jika Rasio Proporsi > 1 dan Rasio Pertumbuhan > 1, maka penerimaannya prima atau sangat potensial. • Jika Rasio Proporsi > 1 dan Rasio Pertumbuhan < 1, maka penerimaannya potensial. • Jika Rasio Proporsi < 1 dan Rasio Pertumbuhan > 1, maka penerimaannya berkembang atau masih ada potensi untuk dikembangkan. • Jika Rasio Proporsi < 1 dan Rasio Pertumbuhan < 1, maka penerimaannya terbelakang atau kurang potensi.
65
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 9
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
9.1.
TOPIK 9 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN DAN Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat menjelaskan hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPADS).
2 sesi (90 menit) Waktu
Kata Kunci
• • • •
Kekayaan daerah Kekayaan yang dipisahkan Hasil penjualan kekayaan daerah Pengelolaan barang milik darah
• •
Peserta diminta menjelaskan sesuatu Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran
• • • • •
Flipt Chart, Spidol, Laptop Infocus. Powerpoint yang atraktif
• •
Pengembangan objek LPADS Swastanisasi BUMD
Metode
Media
Bahan Bacaan
67
1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 2. Peraturan Daerah yang terkait
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
9.2. Alur Pembelajaran Konsep Dasar LPADS Kegiatan 1
45
lecture, diskusi
45
Diskusi kelompok
40” menit
menit 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Isu-isu Terkini Tentang LPADS
Penjelasan
Kegiatan 1 : Konsep Dasar LPADS Tujuan : Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat menjelaskan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPADS). 1. Menjelaskan kepada peserta konsep lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPADS). (20 menit) 2. Selanjutnya, tanyakan pada peserta contoh LPADS. Masing-masing peserta memberi 1 contoh kemudian fasilitator menulis di papan tulis . (10 Menit) 3. Kemudian tanyakan pada peserta bagaimana cara mengoptimalisasi LPADS, Masing-masing peserta memberi 1 contoh kemudian fasilitator menulis di papan tulis (10 menit) 4. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : Isu-isu Terkini Tentang LPADS Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi Isu-isu Terkini Tentang LPADS 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit) 2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk berdasarkan permen yang dibagikan sebelumnya, semua yang warna yang sama satu kelompok (5 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan Isu-isu Terkini Tentang LPADS sekurang-kurangnya 2 isu. 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Isu apa yang paling menonjol dalam LPADS?
68
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 6. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 7. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
9.3. Ringkasan Materi: 1. Konsep Dasar LPADS
Sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, terlihat struktur APBD yang merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan, sebagai berikut: a) pendapatan daerah; b) belanja daerah; dan c) pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah tersebut di atas, selanjutnya dikelompokan atas: a) pendapatan asli daerah; b) dana perimbangan; dan c) lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a) pajak daerah; b) retribusi daerah; c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
69
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (LPADS) adalah merupakan pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dari pendapatan yang secara keseluruhan masuk dalam Pendapatan Pemerintah/Daerah. LPADS ini merupakan wewenang dari daerah untuk mengelola dan menggunakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Penyajian dalam Laporan Realisasi Anggaran Sebagai contoh, kita dapat melihat penyajian Lain-lain PAD Yang Sah dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2007 sebagai berikut:
NO.
URAIAN
Jumlah Anggaran Setelah Perubahan (Rp)
Realisasi (Rp)
Lebih/Kurang dari Anggaran (Rp)
1
PENDAPATAN
1,1
PENDAPATAN ASLI DAERAH
1.1.1
Pajak Daerah
49.274.000.000,00
54.783.202.892,00
5.509.202.892,00
1.1.2
Retribusi Daerah
29.092.692.000,00
29.197.466.013,00
104.774.013,00
1.1.3
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
8.799.505.000,00
8.783.239.359,78
(16.265.640,22)
1.1.4
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
16.996.685.000,00
21.334.442.677,53
4.337.757.677,53
Jumlah Pendapatan Asli Daerah
104.162.882.000,00
114.098.350.942,31
9.935.468.942,31
Sedangkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan, Lain-lain PAD Yang Sah tersebut disajikan sebagai berikut: Uraian
Target
Realisasi
%
Hasil Penjualan Barang Milik Daerah
116.594.000,00
115.425.000,00
99,00
Jasa Giro
1.050.000.000,00
1.850.545.953,00
176,24
Bunga Deposito
7.050.000.000,00
11.115.620.235,11
157,67
TPTGR
29.000.000,00
29.751.352,00
102,59
Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan
10.461.000,00
33.235.092,75
317,70
Pendapatan dari Pengembalian
1.660.480.000,00
1.105.111.716,07
66,55
Pendapatan lain-lain
7.080.150.000,00
7.084.753.328,60
100,07
Jumlah
16.996.685.000,00
21.334.442.677,53 125,52
2. Jenis dan Sumber LPADS
70
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis PAD lainnya (pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah) yang dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
71
b) jasa giro dan pendapatan bunga;
c) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
d) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
e) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
f)
g) pendapatan denda pajak dan pendapatan denda retribusi;
h) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
i)
pendapatan dari pengembalian;
j)
fasilitas sosial dan fasilitas umum;
k) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
l)
m) Hasil pengelolaan dana bergulir.
pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 10
SISTEM DAN PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
10.1.
TOPIK 10 SISTEM DANKata PROSEDUR PAJAK DAERAH Tujuan, Waktu, Kunci,ADMINISTRASI Metode, Media DAN RETRIBUSI DAERAH
Tujuan
Peserta diklat dapat mengetahui konsep dan menguasai aspek teknis dasar sistem dan prosedur administrasi pajak daerah dan retribusi daerah, menyangkut pemahaman self assesment versus official assesment, pendataan, penetapan, serta penagihan dan penerapan sanksi.
2 sesi (90 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
73
• • •
sisdur self assesment versus official assesment Penagihan
• Studi kasus merupakan tema utama • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran • Peserta diminta menjelaskan sesuatu • Teks dengan kesalahan • Bermain Peran
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Powerpoint yang atraktif • Spidol, • Lembar Kerja Studi Kasus, Role Play • Laptop • Infocus. 1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain. 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008t tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
10.2 Alur Pembelajaran Maksud dan Tujuan Sisdur Kegiatan 1
45
lecture, meta plan
45 40”
Lecture, Dikusi kelompok
menit 0
10
20
30
40
menit 50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Kegiatan Penetapan Dengan Cara Penetapan Bupati (Official Assessment)
Penjelasan
Kegiatan 1 : Maksud dan Tujuan Sisdur Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, menjelaskan maksud dan tujuan sisdur administrasi pajak dan retribusi daerah 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu meta plan. 3. Selanjutnya, galilah pemahaman peserta tentang maksud dan tujuan sisdur , dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut 15 menit) : • Sebutkan masing-masing dua tujuan sisdur dalam administrasi pajak dan retribusi daerah? • Masing-masing peserta menuliskannya dalam meta plan. 4. Mintalah peserta menempelkan meta plan di papan yang telah disediakan. (5 menit) 5. Mintalah komentar dari peserta lain (10 menit) 6. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau hal-hal yang perlu penjelasan lebih lanjut (5 menit). 7. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : Kegiatan Penetapan Dengan Cara Penetapan Bupati (Official Assessment) Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi fungsi dari masing-masing pihak dalam sisdur official assessment 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit) 74
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk secara acak (5 menit) 3. Berperan sebagai 1)seksi penetapan; 2)bidang akuntansi dan pelaporan; 3) Wajib Pajak; 4)seksi penagihan. 4. Selanjutnya ajukan pertanyaan sebagai berikut: • Apa saja fungsi dari masing-masing pihak? 5. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno. Setiap kelompok diminta untuk menilai apakah sistim sudah akurat dan tidak dapat memungkinkan kolusi antar pelaku (15 menit) 6. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5 menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 7. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
Kertas kerja: (1) Berdasarkan Kartu Data dari Seksi Pendaftaran dan Pendataan, SIAPA membuat Nota Perhitungan Pajak Daerah; (2) Berdasarkan Nota Perhitungan Pajak Daerah, SIAPA Menerbitkan SKPD atau SKPDT jika terdapat tambahan obyek pajak yang sama sebagai akibat ditemukannya data baru dan (SIAPA) mencatatnya ke dalam Daftar SKPD/SKPDT; (3) SKPD/SKPDT ditandatangani oleh SIAPA dan Daftar SKPD/SKPDT ditandatangani oleh SIAPA dan disiapkan tanda terimanya. SKPD/SKPDT dibuat rangkap 5 (lima), dengan distribusi sebagai berikut: (SIAPA SAJA) (4) SIAPA mendistribusikan tembusan SKPD/SKPDT kepada pihak-pihak terkait. Sedangkan Asli SKPD/ SKPDT disampaikan kepada Wajib Pajak dan dibuatkan tanda terimanya; (5) Setelah Asli SKPD/SKPDT diterima SIAPA dan tanda terima ditandatangani, Seksi Penetapan mengarsipkannya. Daftar penetapan ditembuskan kepada SIAPA, dan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Pendapatan; (6) Apabila SKPD/SKPDT yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD/SKPDT diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) tiap bulan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD).
75
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
Catatan Untuk Fasilitator • Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. • Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati • Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang. • Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. • Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
Prosedur: (1) Berdasarkan Kartu Data dari Seksi Pendaftaran dan Pendataan, Seksi Penetapan membuat Nota Perhitungan Pajak Daerah; (2) Berdasarkan Nota Perhitungan Pajak Daerah, diterbitkan SKPD atau SKPDT jika terdapat tambahan obyek pajak yang sama sebagai akibat ditemukannya data baru dan mencatatnya ke dalam Daftar SKPD/SKPDT; (3) SKPD/SKPDT ditandatangani oleh Kepala Bidang Pendapatan I atas nama Kepala DIPENDA dan Daftar SKPD/SKPDT ditandatangani oleh Kepala Bidang Pendapatan I dan disiapkan tanda terimanya. SKPD/ SKPDT dibuat rangkap 5 (lima), dengan distribusi sebagai berikut: (a) Asli untuk Wajib Pajak; (b) Tembusan masing-masing untuk Bidang Akuntansi dan Pelaporan, Seksi Penagihan dan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Pendapatan; (c) Arsip. (4) Seksi Penetapan mendistribusikan tembusan SKPD/SKPDT kepada pihak-pihak terkait. Sedangkan Asli SKPD/SKPDT disampaikan kepada Wajib Pajak dan dibuatkan tanda terimanya; (5) Setelah Asli SKPD/SKPDT diterima wajib pajak dan tanda terima ditandatangani, Seksi Penetapan mengarsipkannya. Daftar penetapan ditembuskan kepada Bidang Akuntansi dan Pelaporan, dan Bidang Perencanaan dan Pengendalian Pendapatan;
76
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagan 10.5.
Kegiatan Penetapan Dengan Cara Penetapan Bupati
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
(Official Assessment)
(6) Apabila SKPD/SKPDT yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD/SKPDT diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) tiap bulan dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). SEKSI PENETAPAN
BIDANG AKUTANSI & PELAPORAN
WAJIB PAJAK
SEKSI PENAGIHAN
Mulai Kartu Data
Perhitungan Pajak Terulang
Nota Perhit Pajak Daerah
Penerbitan SKPD / SKPDT
Tembusan SKPD juga DIsampaikan Kepada Bidang P3
SKPD/ SKPDT
SKPD/ SKPDT
tanda terima
SKPD/ SKPDT
Lunas Lebih dari 30 Hari
tanda terima
Tidak
Daftar SKPD
tanda terima Setelah di tanda tangani
SKPD/ SKPDT
Ya
Pembuatan STPD
Selesai
STPD
Selesai
Sumber: Permendagri Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999
77
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
10.3. Ringkasan Materi: 1. Ruang Lingkup Sistem Dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah
Ruang lingkup keuangan daerah dinyatakan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi: 1) Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; 2) Penerimaan daerah; 3) Pengeluaran daerah; 4) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; 5) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan/atau kepentingan umum.
Memperhatikan ke empat aturan dasar tersebut dan mengingat aturan pedoman pelaksanaan tentang pajak dan retribusi daerah serta pentingnya pedoman pengadministrasian pendapatan maka dipandang perlu untuk menyusun Sistem dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah yang merupakan bagian dari Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, yang diperlukan untuk mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang akuntabel terutama dibidang pendapatan.
2. Maksud dan Tujuan
Penyusunan Sistem dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah dimaksudkan untuk mendukung terselenggaranya tertib administrasi pengelolaan pendapatan daerah di lingkungan Pemerintah Daerah. Adapun tujuannya adalah sebagai pedoman dan petunjuk bagi seluruh SKPD untuk mengadministrasikan pemungutan, pembukuan dan pelaporan atas pajak daerah yang dikelolanya. Dengan demikian terdapat kesamaan pemahaman bagi seluruh SKPD dalam pengadministrasian pengelolaan pajak daerah.
Urutan penyajian penyusunan Sistem dan Prosedur Pajak Daerah dalam modul ini yaitu: 1) Pendaftaran dan Pendataan 2) Penetapan 3) Penagihan
78
Hal lain dalam kaitannya dengan sistim dan prosedur ini akan di bahas dalam bagian lain.
Untuk memudahkan pemahaman, setiap sistem dan prosedur dari suatu kegiatan/sub kegiatan disajikan dalam sistematika sebagai berikut:
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
1) Pengertian Berisi penjelasan tentang prosedur yang diuraikan. 2) Pihak-pihak yang terkait Berisi semua pihak-pihak yang terlibat dalam sistem dan prosedur dari suatu kegiatan. Uraian ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas 3) Prosedur Merupakan uraian langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan dalam suatu kegiatan, serta hubungannya dengan kegiatan yang lain, untuk menghasilkan data atau informasi yang akan menjadi masukan bagi pelaksanaan kegiatan yang lainnya. 4) Bagan alur Bagan alur menjelaskan alur dokumen maupun alur pekerjaan yang dilaksanakan dari awal sampai berakhirnya suatu kegiatan. Selain itu, juga menjelaskan jenis pekerjaan, jenis dokumen yang digunakan, serta alur pendistribusian dokumen dari satu pihak/bagian kepada pihak/bagian lain yang terkait dalam suatu proses pelaksanaan sistem dan prosedur
3. Sistem dan prosedur pengelolaan pajak daerah
Pajak daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Sistem dan prosedur administrasi pajak daerah mengatur tata cara urutan pelaksanaan pekerjaan administrasi perpajakan, dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam suatu fungsi, untuk menghasilkan masukan bagi pelaksanaan kegiatan pada fungsi lain. a. Pendaftaran dan Pendataan Kegiatan Pendaftaran dilakukan untuk mendaftarkan Wajib Pajak (WP) baru dengan cara penetapan oleh Bupati sebagai Kepala Daerah (Official Assessment) atau Self Assessment (dibayar sendiri oleh WP). Sedangkan kegiatan Pendataan dilakukan untuk WP baru maupun untuk WP lama yang sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dengan menggunakan salah satu metode tersebut (Official Assessment atau Self Assessment). Kegiatan Pendaftaran dan Pendataan terdiri dari beberapa sub kegiatan dengan penjelasan dibawah ini.
79
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 11
LATIHAN PROSES PENYUSUNAN PERDA TENTANG PDRD
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
11.1.
TOPIK 11 LATIHAN PROSES PENYUSUNAN PERDA Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media TENTANG PDRD
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan: 1. Dapat memahami mekanisme dan tahapan penyusunan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Dapat mengetahui muatan-muatan yang wajib dicantumkan dalam penyusunan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Dapat mengetahui ketentuan pengawasan penyusunan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2 sesi (90 menit) Waktu
•
Perda PAD
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
81
• Peserta diminta menjelaskan sesuatu • Lintas Kelompok • Berikan cerita dalam konteks lebih • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran luas
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Infocus. • Spidol, • Powerpoint yang atraktif • Laptop
1. 2. 3. 4.
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Irawan S. (1993). Jazim H. (2005). Template Peraturan Daerah dan Kepala Daerah (DJPK)
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
11.2. Alur Pembelajaran Proses Penyusunan Peraturan Daerah PDRD Kegiatan 1
45
Lecture, diskusi kelompok
45 40”
Problem solving
menit 0
10
20
30
40
menit 50
60
70
80
90
Kegiatan 2
Problem Solving
Penjelasan
Kegiatan 1 : Proses Penyusunan Peraturan Daerah PDRD Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, peserta dapat menjelaskan proses penyusunan Perda PDRD 1. Menjelaskan kepada peserta Proses Penyusunan Peraturan Daerah PDRD (20 menit) gunakan power poin presentation. 2. Selanjutnya, ajukan pertanyaan (20 menit) : • Proses apa yang paling penting dalam penetuan Perda PDRD? • Masing-masing peserta memberikan jawaban. • Tanyakan: o Mengapa proses tersebut penting? 3. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : Problem Solving Tujuan : dapat mengetahui muatan-muatan yang wajib dicantumkan dalam penyusunan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Serta dapat mengetahui ketentuan pengawasan penyusunan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit) 2. Selanjutnya, mintalah peserta untuk membentuk kelompok yang berjumlah 4-5 orang. Ditunjuk berdasarkan hitungan, semua yang bernomor urut yang sama satu kelompok (5 menit) 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah berikut: 82
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
Pemerintah Daerah Kabupaten AB dalam menyusun Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memuat seluruh jenis Pajak Daerah dan sebagian Retribusi Daerah yang diperkenankan peraturan perundang-undangan dimulai pada awal tahun anggaran 2011. 1) Mempertimbangkan jangka waktu Perda lama yang diperkenankan berlaku hanya sampai dengan akhir tahun 2016, apa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten AB dalam teknis penyusunan perda terkait dengan penggolongan pajak daerah dan Retribusi Daerah. 2) Apabila ada beberapa perda jenis pajak daerah yang tidak dapat ditetapkan sampai dengan akhir tahun 2016, apakah Pemda AB dapat tetap melakukan pemungutan dengan menggunakan perda PDRD yang lama?
4. masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 5. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 6. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
11.3. Ringkasan Materi: 1. Proses Penyusunan Peraturan Daerah PDRD
83
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat harus berdasarkan Peraturan Daerah. Pemungutan Pajak Daerah yang bersifat memaksa, serta pemungutan retribusi atas pelayanan jasa yang disediakan Pemerintah Daerah tentu memerlukan keterlibatan DPRD sebagai wakil rakyat, yang akan menilai kelayakan tarif yang akan dikenakan kepada masyarakat. Pembentukan Peraturan Daerah mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah PDRD
Penyusunan Peraturan daerah PDRD diawali dengan tahap perencanaan yaitu penyusunan Program Legislatif Daerah (Prolegda). Dalam Prolegda dicantumkan judul Peraturan Daerah PDRD yang akan diproses, materi yang diatur serta keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
lainnya. Materi yang diatur dalam prolegda merupakan hasil dari pengkajian dan penyelerasan yang dituangkan dalam naskah akademik, yang memuat tentang latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan jangkauan dan arah pengaturan.
Penyusunan Peraturan Daerah PDRD Rancangan Peraturan Daerah PDRD dapat disusun baik dari pihak Pemerintah Daerah maupun inisiatif dari DPRD. Rancangan Peraturan Daerah diajukan dengan menyertakan penjelasan atau keterangan, dan/atau Naskah Akademik. Apabila penyusunan Peraturan Daerah merupakan inisiatif dari DPRD, maka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi.
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, ketentuan minimal yang harus dimuat adalah mengenai: 1) nama, objek, dan subjek pajak; 2) dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak; 3) wilayah pemungutan; 4) masa pajak; 5) penetapan; 6) tata cara pembayaran dan penagihan; 7) kedaluwarsa; 8) sanksi administratif; dan 9) tanggal mulai berlakunya.
Peraturan Daerah tentang Pajak dapat juga mengatur ketentuan mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya; 2) tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa; dan/atau 3) asas timbal balik, berupa pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak kepada kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing sesuai dengan kelaziman internasional.
Sedangkan pada Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah paling sedikit harus memuat ketentuan mengenai: 1) nama, objek, dan subjek retribusi; golongan retribusi; 2) cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; 3) prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi; 4) struktur dan besarnya tarif retribusi;
84
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
5) wilayah pemungutan; 6) penentuan pembayaran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran; 7) sanksi administratif; 8) penagihan; 9) penghapusan piutang Retribusi yang kedaluwarsa; dan 10) tanggal mulai berlakunya.
Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah dapat juga mengatur ketentuan mengenai: 1) masa retribusi; 2) pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok 3) retribusi dan/atau sanksinya; dan/atau 4) tata cara penghapusan piutang Retribusi yang kedaluwarsa.
Selanjutnya Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama Pemerintah Daerah melalui beberapa kali pembahasan yang dilakukan melalui rapat komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
2. Pengawasan Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
85
Sebelum ditetapkan, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang PDRD yang telah disetujui bersama oleh Gubernur dan DPRD Provinsi, harus disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud. Menteri Dalam Negeri melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 dan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan dapat berupa persetujuan atau penolakan. Selanjutnya hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada gubernur dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud. Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan, Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat langsung ditetapkan. Apabila hasil evaluasi berupa penolakan, maka penyampaian hasil evaluasi harus disertai alasan penolakan. Kemudian Rancangan Peraturan Daerah yang ditolak dapat diperbaiki oleh gubernur, untuk kemudian disampaikan kembali kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan untuk dievaluasi kembali.
Perda Pemerintah Kabupaten/Kota Proses penetapan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota juga melalui tahapan evaluasi. Rancangan Peraturan Daerah PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
kabupaten/kota tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota, sebelum ditetapkan disampaikan kepada gubernur dan Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan dimaksud. Gubernur melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah untuk menguji kesesuaian Rancangan Peraturan Daerah dengan ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009, kepentingan umum, dan/ atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Gubernur dalam melakukan evaluasi berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/ walikota dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud.
86
Hasil evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan dapat berupa persetujuan atau penolakan. Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan, Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat langsung ditetapkan. Namun apabila hasil evaluasi berupa penolakan maka disampaikan dengan disertai alasan penolakan. Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan, Rancangan Peraturan Daerah dimaksud dapat diperbaiki oleh bupati/walikota bersama DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan, untuk kemudian disampaikan kembali kepada gubernur dan Menteri Keuangan.
Penetapan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Menteri Dalam Negeri atau Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Salinan Peraturan Daerah yang telah ditetapkan harus disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
Pembatalan Peraturan Daerah tentang PDRD Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah. Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden. Keputusan pembatalan Peraturan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan, Kepala Daerah harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.
Jika provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dengan alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung dapat berupa menolak atau mengabulkan (sebagian atau seluruhnya) keberatan Kepala Daerah. Dalam hal keberatan diterima, putusan Mahkamah Agung dapat menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Jika Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Latihan Proses Penyusunan Perda Tentang PDRD
untuk membatalkan suatu Peraturan Daerah, maka Peraturan Daerah dimaksud dinyatakan berlaku.
Pengenaan Sanksi Apabila terjadi pelanggaran atas ketentuan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, maka daerah dapat dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil atau restitusi. Ketentuan mengenai sanksi atas pelanggaran peraturan di bidang PDRD diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/MK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Ketentuan di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan pokok-pokok sebagai berikut: 1) Pengenaan sanksi berupa penundaan DAU atau Dana Bagi Hasil PPh bagi daerah yang melakukan pelanggaran Menetapkan Perda PDRD tanpa melalui proses evaluasi, menetapkan Perda PDRD tidak sejalan dengan hasil evaluasi, atau tidak menyampaikan Perda yang telah ditetapkan. Besaran penundaan DAU ditetapkan 10% alokasi DAU atau 10% DBH PPh bagi daerah yang tidak memperoleh DAU untuk setiap penyaluran. 2) Pengenaan sanksi berupa pemotongan DAU atau DBH PPh bagi Daerah yang tetap melaksanakan pemungutan atas dasar Perda yang telah dibatalkan. Besaran pemotongan DAU atau DBH PPh ditetapkan sejumlah perkiraan PDRD yang dipungut berdasarkan Perda yang telah dibatalkan. Apabila jumlah PDRD yang dipungut tidak dapat diperkirakan, maka pemotongan DAU ditetapkan sebesar 5% dari DAU atau DBH PPh (mana yang terbesar).
87
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 12
STUDI KASUS OPTIMALISASI PAD
Studi Kasus Optimalisasi Pad
TOPIK 12
12.1. Tujuan, Waktu, STUDI Kata Kunci, Media KASUS Metode, OPTIMALISASI PAD
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan memiliki pengetahuan mengenai: 1. kebijakan terkait Pendapatan Asli Daerah; 2. ruang lingkup Pendapatan Asli Daerah; 3. pengelolaan Pendapatan Asli Daerah
3 sesi (135 menit) Waktu
•
optimalisasi PAD
• •
Studi kasus sebagai tema utama Permainan Round Robin
Kata Kunci
Metode
Media
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Infocus. • Spidol, • Lembar Kerja Studi Kasus • Laptop
UU No. 28 Tahun 2009 TENTANG Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahan Bacaan
89
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Optimalisasi Pad
12.2 Alur Pembelajaran Diskusi kelompok
Mempelajari Kasus
Kegiatan 2
Kegiatan 1
45
work in small work
45
Diskusi kelompok
menit 0
10
20
30
40
Round Robin
40” 45”
menit 50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Kegiatan 3
Permainan Round Robin
Penjelasan
Kegiatan 1 : Mempelajari Kasus Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, perserta dapat memahami kondisi PAD daerah tertentu 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu set kasus 3. Bagi kelompok 4. Selanjutnya minta mereka mendiskusikan kasus tersebut (40 menit)
Kegiatan 2 : Diskusi kelompok 1. Diskusi kelompok (45 menit) Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi masalah-masalah optimalisasi PAD 2. Fasilitator memberikan arahan jika ada peserta yang mengalami kesulitan dalam memahami masalah.
Kegiatan 3: Permainan Round Robin 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan penilaian sendiri atas upaya- upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalisasi PAD mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. 2. Buatlah kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang 3. Tentukan Ketua kelompok dan juru bicaranya.
90
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Optimalisasi Pad
12.4. Lembar Kerja/Media STUDI KASUS OPTIMALISASI PAD Perbandingan Pendapatan APBD Gunung Kidul Bidang Kesehatan
Tabel-4.5: Perbandingan Pendapatan APBD Gunung Kidul 2007 – 2010 Milyar Rupiah
800 700 600 500 400 300 200 100 0
709,501,511,672
729,518,588,364
650,655,344,555 573,552,434,040 Rp. 586,697,618,097
Rp. 635,317,518,463
Rp. 606,911,930,000
Rp. 529,089,447,170
Rp. 27,473,888,570 Rp. 16,989,098,300
2007
Rp. 38,718,181,000 Rp. 25,239,545,458
2008
Lain-lain pendapatan yg sah
Rp. 70,638,960,400 Rp. 31,950,621,272
2009
Rp. 39,756,344,801 Rp. 54,444,725,100
2010
Dana perimbangan
Pendapatan asli daerah
Gambar-4.2: Peningkatan PAD dari Retribusi Pelayanan Kesehatan RSUD Milyar Rupiah
15 13.981.449.000
12 11.461.170.000
9 6
9.041.584.008 7.604.224.000
3 0
2007
2008
2009
2010
Diolah dari Dokumen APBD 2007 -2010
91
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Total
Studi Kasus Optimalisasi Pad
Gambar-4.3: Jumlah dan Jenis Layanan Kesehatan (Dep. Kes dan Swasta) di Gunung Kidul Tahun 2007
108 5 29
152
9
29 1 108 43
Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Klinik KB Program Posyandu Polindes Rumah Bersalin Praktek Dokter
1.457
Praktek Bidan Apotik
Diolah dari: Gunungkidul dalam angka 2008
Diolah dari: Gunungkidul dalam angka 2008
Tabel-4.8: Retribusi Pelayanan Kesehatan yang dikelola oleh DINAS KESEHATAN
Retribusi Pelayanan Kesehatan yang dikelola oleh DINAS KESEHATAN SUMBER PENDAPATAN
TAHUN
%
2008
2009
2010
PAD
580.563.000
1.599.884.000
3.156.635.000
97,30%
Rawat inap
106.400.000
330.000.000
706.125.000
113,98%
Rawat jalan
324.400.000
348.000.000
986.960.000
183,61%
730.800.000
1.100.000.000
50,52%
Penunjang Medik
73.080.000
150.000.000
105,25%
UGD
20.880.000
97.500.000
366,95%
Ambulan
10.900.000
4.100.000
29,36%
3.160.000
9.500.000
200,63%
Tindakan medik
Rujukan Medik Sumber: APBD Gunung Kidul 2008-2010
92
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Optimalisasi Pad
Bidang Perindustrian dan Pertambangan Tabel-4.17: PAD di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan
PAD di Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertambangan SUMBER PENDAPATAN
TAHUN
%
2008
2009
2010
PAD
111,000,000
153,300,000
173,850,000
13.41%
Retribusi Ijin Gangguan Kemanan
90,000,000
130,000,000
150,000,000
15.38%
Ret. SIU Perdagangan
8,000,000
10,000,000
10,000,000
0.00%
Ret. Wajib daftar perusahaan
10,000,000
10,000,000
10,000,000
0.00%
-
-
550,000
100.00%
310,000,000
0.00%
Iuran tetap pertambangan
Dikelola Oleh BPKKD Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol C/ Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
280,000,000
310,000,000
Sumber: APBD Gunung Kidul 2008-2010
1. Analisa 1) Adanya kenaikan penerimaan dari beberapa jenis pelayanan kesehatan baik di RSUD, Puskesmas termasuk layanan rawat inap dan rawat jalan, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2010 terjadi kenaikan jumlah pasien. Apabila memang diprediksikan terjadi kenaikan jumlah pasien, hal ini ada 2 kemungkinan, yang pertama adalah masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya menjaga kesehatan, sehingga sebelum mereka jatuh sakit sudah memeriksakan ke rumah sakit, dokter atau sarana kesehatan yang lain. Yang kedua bisa juga dikarenakan memang jumlah masyarakat yang sakit semakin banyak, jika demikian yang terjadi, maka upaya Pemerintah Daerah dalam membangun masyarakat dibidang kesehatan tidak berhasil. Bagaimana menyikapi hal ini? 2) Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang diberlakukan kepada semua konsumen pelanggan listrik (PLN) terkadang masih menyisakan persoalan di tingkat masyarakat. Penerangan jalan umum sebenarnya tidak hanya kebutuhan bagi masyarakat kota, karena warga desa yang menjadi konsumen pelanggan listrik juga harus membayar PPJ yang telah menjadi satu dengan tagihan rekening listrik. Sampai saat ini pengadaan penerangan jalan umum masih sebatas pada jalan kabupaten, jalan propinsi dan jalan nasional. Sedangkan untuk jalan desa belum mendapatkan fasilitas penerangan jalan umum. 93
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Optimalisasi Pad
Untuk memberikan rasa keadilan kepada seluruh warga masyarakat sebagai pembayar Pajak, kiranya Pemerintah Daerah harus mencari langkah-langkah strategis. Anda bisa memberikan beberapa alternatif langkah strategis yang bisa ditempuh, atau Anda lebih memilih “Do Nothing” dengan menganggap bahwa hal tersebut sudah sesuai prinsip “Pajak Daerah” sebagai pungutan wajib tanpa adanya imbalan langsung kepada pembayar pajak. 3) Tarif Retribusi Parkir, kebijakan tarif parkir seringkali tidak ditaati oleh petugas parkir, contohnya, berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir, tarif parkir untuk sepeda motor 200,- mobil 500,- dan bus/truck 1.000,-/sekali parkir. Kenyataan dilapangan, parkir untuk sepeda motor antara 500 – 1.000,-/sekali parkir, dan untuk mobil juga jauh diatas tarif yang ditetapkan. Dengan demikian pengutan retribusi parkir beotensi besar terhadap praktek korupsi, karena selain petugas parkir menentukan tarif sendiri, seringkali konsumen tidak diberikan kartu parkir atau kartu parkir digunakan berkali-kali. Apa yang seharusnya dilakukan untuk menghindari hal tersebut berlarut-larut terjadi? 4) Pendapatan dari Pajak Bahan Galian Golongan C atau yang sekarang menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, pada tahun 2010 tidak mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Jika dapat disimpulkan, hal Ini berarti Pemerintah Gunung Kidul tidak lagi mengembangkan daerah pertambangan maupun membuka izin baru untuk usaha penambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Apabila hal ini yang terjadi, berarti sudah ada kesadaran Pemerintah Daerah untuk memperhatikan masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan. Bagaimana pendapat Saudara? 5) Kawasan wisata Gua Cerme, sejak tahun 2009 sudah tidak ditargetkan lagi sebagai salah satu sumber PAD, hal ini dikarenakan pintu masuk Gua Cerme berada di wilayah Kabupaten Bantul, namun sepanjang gua tersebut merupakan wilayah Gunung Kidul. Bagi pengunjung yang bermaksud menelusuri gua tersebut, berarti akan masuk dari wilayah Bantul dan keluar di wilayah Gunung Kidul. Keberadaan sungai didalam gua yang jernih akan sangat tergantung pada kondisi alam diatasnya, dimana wilayah tersebut merupakan wilayah Kabupaten Gunung Kidul, sehingga pengelolaan kelestarian hutan disekitar gua tersebut yang akan mendukung keberadaan kawasan wisata Gua Cerme agar tetap diminati oleh wisatawan sedikit banyak juga merupakan tanggungjawab Pemerintah Gunung Kidul, dengan alokasi dana yang tidak sedikit. Apa yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Daerah Gunung Kidul untuk dapat memperoleh PAD dari Kawasan Wisata Gua Cerme?
94
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 13
KONSEP, PERANAN DAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KE DAERAH
Konsep, Peranan Dan Kebijakan Dana Transfer Ke Daerah
TOPIK 13
13.1. Tujuan, Kata Kunci, Metode, Media KONSEP,Waktu, PERANAN DAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KE DAERAH
Tujuan
Peserta dapat mengetahui dan memahami konsep, peranan, dan kebijakan dana transfer ke daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah, serta mampu membandingkan antara kebijakan dengan implementasinya di daerah
1 Sesi (45 menit) Waktu
Kesenjangan vertikal dan horizontal, Dana Perimbangan, Dana Otsus, Dana Penyesuaian, Kesinambungan fiskal Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
96
• • •
Kuliah Diskusi Simulasi
• • • • •
Spidol, Laptop Infocus. Lembaran text berisi kalimat Powerpoint yang atraktif
• Pengelompokan kartu metaplan
1. UU No. 33/2004 2. PP No. 55/2005 (Dana Perimbangan) 3. Nota Keuangan RAPBN Tiap Tahunnya dapat di download dari web http://www.anggaran.depkeu.go.id 4. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ 5. Handout untuk peserta
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep, Peranan Dan Kebijakan Dana Transfer Ke Daerah
13.2. Alur Pembelajaran Konsep dan Peranan Dana Transfer
Memilih Text
Kegiatan 1
10
Lecture
Kegiatan 3
latihan menghitung
menit 0
10
15
20 40”
Memilih Text
menit 20
menit 30
40
50
Kegiatan 2
Menghitung Kesenjangan Fiskal
Langkah demi langkah Proses Pembelajaran 1. Kegiatan I: Konsep dan Peranan Dana Transfer (10 menit) Instruktur menjelaskan konsep dan peranan dana transfer dan pengertian kesenjangan fiskal selama 10 menit dengan power poin. 2. Kegiatan 2: Menghitung Kesenjangan Fiskal (15 menit) Instruktur memberikan 1 lembar worksheet berisi data keuangan daerah (terlampir). Dari data tersebut instruktur meminta peserta untuk menghitung kesenjangan fiskal vertikal dan meminta beberapa orang peserta untuk menjelaskan hitungannya sebelum akhirnya menampilkan hasil hitungan yang betul (terlampir). 3. Kegiatan 3: Memilih Text (20 menit) Untuk peranan Instruktur membagikan sekitar 10 kalimat tujuan dana transfer kepada peserta, dimana lima diantaranya adalah tujuan yang benar. Kemudian instruktur meminta kepada peserta yang merasa kalimat yang dipegangnya benar untuk tampil ke depan dan menuliskan di board. Instruktur dapat menanyakan kepada peserta apakah yakin bahwa kalimat yang dipengangnya adalah tujuan dana transfer yang tepat.
13.3. Ringkasan Dana Transfer di Indonesia adalah instrumen dari kebijakan desentralisasi fiskal. Sedangkan desentralisasi fiskal adalah kebijakan, bukan suatu tujuan. Desentralisasi fiskal adalah salah satu pilihan dalam mengelola pembangunan guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional. Melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik diharapkan akan tercipta kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga akan berimbas kepada kondisi perekonomian yang lebih baik dan pada gilirannya adalah terujudnya kesejahteraan masyarakat. 97
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Konsep, Peranan Dan Kebijakan Dana Transfer Ke Daerah
Dana transfer secara keseluruhan dapat dipandang sebagai pengisi kesenjangan fiskal vertikal. Kesenjangan yang dimaksud disebabkan karena kapasitas fiskal yang dimiliki oleh seluruh Pemerintah Daerah tidak mencukupi untuk mendanai seluruh kebutuhan belanja Pemda. Kapasitas fiskal daerah yang sangat rendah terlihat dari kecilnya sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah. Sementara itu kebutuhan belanja daerah dapat terlihat secara jelas dengan besarnya tanggungjawab daerah untuk mendanai berbagai urusan. Rasio dana transfer terhadap Pendapatan Dalam Negeri (PDN) naik tajam dari hanya 16% di tahun 2000 menjadi 31% di tahun 2001. Sejak tahun 2001 hingga saat ini rasio dana transfer terhadap PDN berada dalam range 31-34%. Tentu sudah saatnya untuk dievaluasi apakah rasio dana transfer hingga menjadi 34% di tahun 2010 memang setara dengan kebutuhan keseluruhan Pemda. Jenis-jenis Dana Transfer di Indonesia Dana Transfer di Indonesia terdiri dari: • Dana Perimbangan, • Dana Otonomi Khusus (Aceh dan Papua), • dan Dana Penyesuaian Sementara itu Dana Perimbangan yang diatur oleh UU 33/2004, terdiri dari • Dana Alokasi Umum (DAU) • Dana Bagi Hasil (DBH) dan • Dana Alokasi Khusus (DAK) Ketiga dana perimbangan merupakan satu kesatuan dengan peranan untuk mengatasi ketimpangan vertikal dan horizontal. DBH terutama berperan untuk mengurangi ketimpangan vertikal, sedangkan DAU ditujukan untuk mengurangi ketimpangan horizontal. Sementara itu DAK selain untuk mengurangi ketimpangan horizontal, juga bertujuan untuk mendanai urusan daerah yang menjadi prioritas nasional. Dana Otonomi Khusus diatur dalam UU otonomi khusus Papua dan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Penyesuaian merupakan bagian dari kebijakan fiskal tahunan diatur setiap tahunnya dalam UU APBN. Tujuan Dana Transfer Tujuan transfer ke daerah antara lain untuk: (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah (3) Mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; (4) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan (5) Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
98
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 14
BAGI HASIL PAJAK
Bagi Hasil Pajak
14.1.
TOPIK 14 BAGI PAJAKMedia Tujuan, Waktu, Kata Kunci,HASIL Metode,
Tujuan
1. Peserta memahami mengenai dasar filosofis, konsep kebijakan dan alokasi DBH Pajak. 2. Peserta mampu menjelaskan esensi kebijakan dan alokasi DBH Pajak. 3. Peserta mampu menjelaskan alokasi sementara, alokasi definitif dan mekanisme penyaluran DBH Pajak
3 sesi (135 menit) Waktu
DBH Pajak, Ketimpangan vertikal, PPh, PPN, Basis PPB P3, Perhitungan PBB Migas, WPOP, Pembayar Cukai. Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
100
• • •
Tutorial dan diskusi • Kerja Kelompok dan presentasi Pembahasan issu terkini di daerah • masing-masing.
Pemecahan Masalah Bersama dalam kelompok Tugas mandiri
• • • • •
Flipt Chart, Spidol, Pinboard Laptop Infocus.
Powerpoint yang atraktif Artikel Koran terkait issue terkini
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
• •
UU No. 12/1994 UU No. 33/2004 UU No. 28/2009 PP No. 55/2005 PP PPh Perseorangan UU No 39/2007 Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Pajak
14.2. Alur Pembelajaran DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPODN
Pengertian dan Dasar Hukum DBH
Kegiatan 3
Kegiatan 1 Tutorial dan diskusi
Kerja Kelompok Dan Presentasi
20
60
menit 0
10
20
Pemecahan Masalah Bersama dalam Kelompok
menit 30
40
50
60
70
80
90
100
30 40” menit
110
120
Pembahasan Isu Terkini Daerah 25 40” menit 130
Kegiatan 2
Kegiatan 4
Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3
DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)
140
Tugas Mandiri (diserahkan esok hari)
150
1H 40”
1 hari
Penjelasan
Kegiatan 1 (waktu 20 menit) : Pengertian dan Dasar Hukum DBH Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat menjelaskan tentang pengertian dan dasar hukum penetapan bagi hasil pajak serta tujuan dan konsekuensi penerapan kebijakan ini. 1. Instruktur menjelaskan kepada peserta tentang metode dan proses pelatihan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini (3 menit) 2. Instruktur menjelaskan dasar hukum dan filosofis, serta konsep kebijakan dan alokasi DBH Pajak. (5 menit) 3. Instruktur mengajak peserta untuk berdiskusi tentang dasar hukum dan berbagai aturan terkait dengan DBH pajak. Untuk bahan diskusi disarankan Instruktur untuk membawa contoh PMK terakhir tentang bagi hasil pajak lengkap dengan lampiran perkiraan dana bagi hasil untuk daerah kota/ kabupaten. Selanjutnya instruktur meminta kepada peserta untuk mempelajari dengan cepat data bagi hasil tersebut dan menyampaikan pendapat tentang data tersebut dan mendiskusikan jika ada pertanyaan peserta yang perlu penjelasan lebih lanjut (8 menit). 4. Instruktur membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (4 menit).
Kegiatan 2 (waktu 60 menit): Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat menjelaskan tentang pola bagi hasil PBB P3 serta memahami mekanisme alokasi ke darah serta mekanisme penyaluran ke daerah 1. Instruktur menjelaskan konsep dasar tentang PBB dan jenisnya serta memberikan pemahaman tentang PBB P2 dan BPHTB yang sudah diserahkan pada daerah kota/kabupaten, sehingga PBB yang
101
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Pajak
akan dibagihasilkan hanyalah PPP P3. Penjelasan juga dilengkapi dengan besaran porsi bagi hasil yang akan diterima serta mekanisme penyaluran DBH PBB P3 ini dalam waktu ( 10 menit) 2. Instruktur membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, dengan metode penggunaan kartu warna atau angka; dimana warna atau angka yang sama menjadi satu kelompok (5 menit) 3. Instruktur meminta peserta untuk mendiskusikan minimal 3 masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan bagi hasil PBB P3 serta saran untuk solusi atas masalah tsb di dalam kelompok dan menuliskan pada kartu visual yang ditempelkan pada papan presentasi ( 10 menit) 4. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain dapat menanggapinya ( total waktu 30 menit) 5. Instruktur merangkum dan membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 3 (waktu 30 menit) : DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPODN Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat menjelaskan tentang pola bagi hasil PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPODN serta memahami mekanisme alokasi ke darah serta mekanisme penyaluran ke daerah 1. Instruktur menjelaskan konsep dasar tentang DBH PPh dan jenisnya serta berbagai objek pajak, besaran porsi bagi hasil bagi provonsi, kota/kabupaten dan mekanisme penyalurannya. (7 menit). 2. Instruktur memberikan latihan penghitungan PPh pada peserta diklat atau melakukan simulasi penghitungan bagi hasil. Latihan dilakukan dalam kelompok. (15 menit) 3. Instruktur mengumpulkan tugas yang sudah selesai dikerjakan peserta dan memberikan penjelasan tentang jawaban yang benar dan memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya atau menanggapinya. (8 menit)
Kegiatan 4 (waktu 30 menit) : DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPODN Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat menjelaskan tentang pola bagi hasil PPh DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dan memahami mekanisme alokasi ke darah serta mekanisme penyaluran ke daerah 1. Instruktur menjelaskan konsep dasar konsep dasar tentang DBH Cukai Tembakau (DBH CHT) dan penggunaan DBH CHT yang bersifat specific grant. Penjelaan juga mencakup besaran proporsi bagi hasil pagi provinsi, kota dan kabupaten serta mekanisme penyalurannya. (7 menit). 2. instruktur meminta peserta untuk menyampaikan issue terkini yang mereka ketahui terkait dengan penggunaan DBH CHT bersifat specific grant di daerah para peserta diklat dan menuliskan di selembar karton visualisasi kemudian menempelkan di papan visualisasi ( 10 menit)
102
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Pajak
3. Instruktur mengelompokkan jawaban bersama peserta dan mendiskusikan bersama untuk kemudian menyimpulkan hasil pembahasan tersebut. ( 8 menit )
Kegiatan 5 (waktu 1 hari) : Tugas Mandiri Tujuan : Setelah mengikuti semua kegiatan tentang DBH Pajak peserta diberi tugas mandiri terkait DBH pajak sehingga peserta dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah diberikan dalam menyelasikan masalah DBH Pajak dalam tugas mandiri 1. Instruktur membagi tugas mandiri kepada masing-masing peserta dan meminta untuk menjawab soal yang ada di dalam modul ataupun memberikan tugas dari sumber lainnya. Tugas diserahkan pada hari berikutnya. 2. Instruktur membuat catatan dan kesimpulan tentang hasil evaluasi terhadap tugas mandiri peserta.
14.3. Ringkasan/Catatan Penting 1. DBH merupakan dana transfer yang relatif penting didalam menjamin tingkat desentralisasi (high degree of decentralization) melalui unconditionality dalam penggunaan dana. Dana transfer DBH umumnya bersifat unconditional (bebas digunakan oleh penerima).. 2. Issue terkait penerapan DBH adalah : 1) proporsi bagi hasil, 2) penentuan total penerimaan yang dibagihasilkan, 3) eligibility untuk daerah penerima DBH, dan 4) alokasi periode PNBP (pool revenue) yang dibagihasilkan. 3. Dasar pelaksanaan DBH Pajak tertuang dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta PP Nomor 55 tentang Dana Perimbangan. 4. Pelaksanaan DBH Cukai Hasil tembakau merupakan amanat dari UU Nomor 39 Tahun 2007 dan amanat MK 54/PUU-VI/2008 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dikelompokan menjadi: a. PBB Sektor Pedesaaan adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri pedesaan seperti sawah, ladang, empang tradisional dan lain-lain. b. PBB Sektor Perkotaan adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki fasilitas perkotaan, seperti: pemukiman penduduk yang memiliki fasilitas perkotaan, real state, komplek pertokoan, industri, perdagangan daan jasa. c. PBB Sektor Perkebunan adalah objek PBB yang diusahakan dalam bidang budidaya perkebunan, baik yang diusahakan oleh BUMN, BUMD, maupun swasta. d. PBB Sektor Perhutanan adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil hutan, seperti kayu tebangan, rotan, dammar, dan lain-lain. 103
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Pajak
e. PBB Sektor Pertambangan adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil tambang seperti emas, batubara, minyak, dan gas bumi dan lain-lain.
Porsi Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan jenis DBH dan peraturan terkait UU 33 Tahun 2004
Papua dan Papua Barat
Nanggroe Aceh Darrussalam
Pusat
Pusat
Pusat
Daerah
Daerah
Daerah
Bagi Hasil Pajak PPh Individu
80
20
80
20
80
20
PBB-P3
10
90
10
90
10
90
CHT 1)
98
2
98
2
98
2
Minyak Bumi
84.5
15.5
30
70
30
70
Gas
69.5
30.5
30
70
30
70
Pertambangan Umum
20
80
20
80
20
80
Kehutanan
20
80
20
80
20
80
Perikanan
20
80
20
80
20
80
Geothermal
20
80
20
80
20
80
Bagi Hasil SDA
Catatan: 1) basis daerah adalah propinsi Sumber: Aceh PEER (Worldbank 2006), UU No.21 Tahun 2001
6. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (selanjutnya disebut UU PDRD), maka PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) menjadi pajak daerah kota/kabupaten. Untuk itu Pemerintah Daerah harus mengelola sendiri PBB P2 dan PBB P3 tetap merupakan penerimaan pemerintah pusat yang dibagihasilkan dengan daerah. 7. Perhitungan alokasi DBH PBB migas dan panas bumi ditatausahakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. PBB migas onshore dan panas bumi ditatausahakan berdasarkan letak dan kedudukan objek pajak dan dibagi by origin; b. PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi ditatausahakan per kabupaten/kota dengan menggunakan formula dan dibagi sesuai persentase DBH PBB, dimana perhitungan PBB migas offshore dan PBB migas tubuh bumi per kabupaten/kota dari PBB migas yang ditanggung Pemerintah ditetapkan dengan– 10% menggunakan formula dan 90% dibagi secara proporsional sesuai realisasi PBB migas tahun anggaran sebelumnya.
104
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Pajak
yang digunakan PBB untukmigas menghitung migas yang ditanggung pemerintah: 8. Formula Formula untuk menghitung yangPBB ditanggung pemerintah
PBB per Kabupaten/ Kota =
20% x rasio JP + 10% x rasio LW + (5% x rasio PAD + (65% x rasio lifting Migas)
x
PBB Migas Off Shore dan PBB Migas tubuh bumi
9. Formula PBB untuk PBB migas yang dibayar langsung KKKS ke bank persepsi: migas yang dibayar langsung oleh KKKS ke bankoleh persepsi menggunakan formula:
PBB per Kabupaten/ Kota = Rasio lifting Migas x
PBB Migas Off Shore dan PBB Migas tubuh bumi
10. Ada dua jenis pajak penghasilan, yaitu (i) pajak penghasilan (PPh) badan dan (ii) pajak penghasilan (PPh) individu. PPh Badan tidak dibagihasilkan dan sepenuhnya menjadi pendapatan pemerintah pusat. Sedangkan PPh Individu termasuk jenis yang dibagihasilkan dengan daerah otonom. Jenis PPh yang dibagihasilkan adalah PPh yang diatur pada pasal 21 dan pasal 25/29. 11. PPh pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima dari pemberi kerja, sedangkan PPh pasal 25 adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak pada tiap bulan. 12. PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN yang dibagihasilkan ke daerah sebesar 20% dari realisasi penerimaan PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN 13. Penyaluran DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN dilaksanakan berdasarkan alokasi sementara, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan, dana alokasi definitif, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat pada bulan pertama triwulan IV tahun anggaran berjalan. 14. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) merupakan dana bagi hasil yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah penghasil dari pembayaran pajak berupa cukai tembakau. Penggunaan DBH CHT bersifat specific grant. 15. Sesuai amanat UU 39 Tahun 2007 cukai hasil tembakau dibagihasilkan sebesar 2% dari penerimaan cukai hasil tembakau kepada kabupaten/kota/provinsi yang menghasilkan cukai hasil tembakau 16. Penyaluran DBH CHT dilakukan secara triwulanan dengan perincian sebagai berikut: a. Triwulan I sebesar 20% dari alokasi sementara. b. Triwulan II sebesar 30% dari alokasi sementara c. Triwulan III sebesar 30% dari alokasi sementara d. Triwulan IV selisih antara alokasi definitif dengan alokasi yang sudah disalurkan pada triwulan I s.d triwulan IV
105
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 15
BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
15.1.
TOPIK 15 BAGI HASIL DAYA ALAM Tujuan, Waktu, Kata kunci,SUMBER Metode, Media
Tujuan
1. Peserta memahami filosofis, konsep dan kebijakan DBH SDA 2. Peserta memahami berbagai jenis DBH SDA di Indonesia 3. Peserta memahami prinsip pengalokasian DBH SDA dan mekanisme penyalurannya
3 sesi (135 menit) Waktu
Non Renewable Resources, Externality, kepemilikan SDA, PNBP SDA, lifting, Formula Bagi Hasil, Perhitungan Perkiraan, Realisasi, Triwulan V Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
107
• • • •
Tutorial dan Diskusi Jajak Pendapat Partisipan Diskusi Kelompok dan Presentasi Latihan dengan penggunaan data riil
• • • • •
Flipt Chart, Spidol, Pinboard Laptop Infocus.
•
Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran dari Daerah Lain atau Negara Lain
• Powerpoint yang atraktif • Data DBH SDA dari PMK tahun terakhir • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran dari daerah atau negara terpilih
1. 2. 3. 4. 5.
• Gambar/Foto • Poster DBH SDA
Modul Pendapatan Daerah UU No. 33/2004 PP No. 55/2005 Bappenas - LPEM UI (2000) Nota Keuangan RAPBN Tiap Tahunnya dapat di download dari web http://www.anggaran.depkeu.go.id 6. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ 7. PMK tentang DBH SDA tahun terakhir
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
15.2. Alur Pembelajaran Mekanisme Penyaluran DBH SDA
Pengertian, filosofi, Dasar Hukum dan Dasar Perhitungan DBH SDA
Kegiatan 3
Kegiatan 1 Lecture,group discussion
30
Grup Presentasi ke Panel
60
menit 0
10
20
30
Lecture, diskusi
25
50
60
70
80
90
25
40” menit
menit 40
Latihan/Diskusi DBH SDA
100
110
120
40” menit 130
140
150
Kegiatan 2
Alokasi DBH SDA (Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, Panas Bumi)
Kegiatan 4
Latihan/Diskusi DBH SDA
Penjelasan
Kegiatan 1 (30 menit) : Pengertian, filosofi, Dasar Hukum dan Dasar Perhitungan DBH SDA Tujuan : Setelah menyelesaikan kegiatan ini, peserta memahami tentang pengertian, jenis dan arti penting dilakukannya kebijakan bagi hasil SDA dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah. 1. Instruktur menjelaskan kepada peserta tentang metode dan proses pelatihan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini (3 menit) 2. Instruktur meminta peserta untuk berdiskusi dengan teman di sampingnya (berpasangan) tentang SDA yang dimiliki di daerah masing-masing serta menuliskannya di selembar karton visualisasi yang sudah dibagikan. (7 menit) 3. Instruktur meminta peserta menempelkan karton visualisasi di pinboard; dan bersama peserta sambil berdiskusi mengelompokkan jawaban sesuai jenisnya. (10 menit) 4. Instruktur menyimpulkan hasil pembahasan dan memberikan penjelasan lebih rinci tentang pengertian, jenis dan konsekuensi dari penerimaan DBH SDA (10 menit)
Kegiatan 2 (waktu 60 menit): Alokasi DBH SDA (Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, Panas Bumi) Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami tentang pola dan sistem bagi hasil SDA sesuai jenisnya serta berbagai masalah yang mungkin muncul dalam pelaksanaan DBH SDA. 1. Instruktur menjelaskan konsep dasar DBH SDA dan jenisnya, dan menyiapkan kertas/kartu yang ditulis jenis DBH SDA (Minyak Bumi, Gas, Pertambangan Umum, Panas Bumi, Kehutanan dan Perikanan)
108
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
selanjutnya meminta peserta untuk mengambil satu kartu, yang akan jadi penentu kelompok peserta menurut jenis DBH SDA. (5 menit). Dengan demikian, terbentuk kelompok sesuai jenis DBH SDA. 2. Sebelum diskusi dimulai, Instruktur memutar video tentang dana bagi hasil sebagai informasi ke peserta bahwa banyak aspirasi terkait dengan formula DBH SDA (5 menit) 3. Instruktur meminta setiap kelompok menyiapkan Visualisasi dengan pinboard dan karton, yang berisikan dasar perhitungan DBH SDA sesuai jenisnya dan porsi bagi hasil serta potensi masalah yang mungkin timbul dan saran solusi atas masalah tersebut, dengan memanfaatkan modul yang sudah dibagikan. (15 menit) 4. Instruktur meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, masing-masing diberi waktu 6 menit. ( total waktu 30 menit) 5. Instruktur merangkum dan membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 3 (waktu 25 menit) : Mekanisme Penyaluran DBH SDA Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami tentang bagaimana mekanisme penyaluran DBH SDA serta kondisi apa yang harus dipenuhi agar penerimaan DBH SDA diterima tepat waktu oleh daerah. 1. Instruktur menjelaskan konsep dasar tentang aturan dan mekanisme penyaluran DBH SDA (7 menit). Partisipan berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang sudah ditetapkan pada sesi sebelumnya. 2. Instruktur meminta peserta untuk menyampaikan issue terkini yang mereka ketahui terkait dengan penyaluran DBH SDA di daerah masing-masing dalam keompok dan menuliskannya pada kertas Flip Chart ( 10 menit) 3. Instruktur membacakan hasil diskusi masing-masing kelompok dan mengambil kesimpulan dari pembahasan ini. ( 8 menit )
Kegiatan 4 (waktu 20 menit): Latihan/Diskusi DBH SDA 1. Pada bagian akhir modul ada 5 pertanyaan; instruktur meminta peserta untuk menjawab minimal 3 pertanyaan dalam waktu 15 menit 2. Instruktur menjelaskan secara ringkas kunci jawaban untuk masing-masing soal agar peserta memahami kemampuan mereka dalam menguasai konsep bagi hasil SDA. (5 menit).
109
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
15.3. Ringkasan dan Catatan Penting: 1. Sumber penerimaan SDA mayoritas bersifat Non Renewable Resources atau tidak dapat diperbaharui. Beberapa sektor SDA yang menurut best practices dapat dibagihasilkan antara lain sumber daya mineral yang berasal dari minyak bumi, gas bumi, pertambangan umum, dan geothermal. 2. Ada dua argumen yang melatarbelakangi pentingnya pelaksanaan DBH SDA; yaitu DBH SDA sebagai Biaya Kompensasi Eksternalitas dan SDA Sebagai Endowment yangTerbatas 3. Permasalahan dalam DBH SDA diantaranya adalah: DBH SDA berpotensi tidak stabil dan DBH SDA berpotensi menimbulkan ketimpangan keuangan antar daerah 4. DBH SDA di Indonesia berasal dari penerimaan: a. Pertambangan Minyak Bumi; b. Pertambangan gas Bumi; c. Pertambangan umum; d. Pertambangan Panas Bumi; e. Kehutanan; dan Perikanan 5. Alokasi DBH SDA ditunjukkan dalam skema dibawah ini:
Alokasi DBH SDA
Kehutanan Iuran Hak Penguasaan Hutan (IHPH)
Provinsi Sumber Daya Hutan ( PSDH)
20 % 64 %
16 %
20 % 32 % 32 %
16 %
Pertambangan Umum Iuran Tetap ( land Rent )
Iuran Eksplorasi dan Ekspoitasi ( Royalty)
20 % 64 %
16 %
32 %
20 % 16 %
32 %
Perikanan
110
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Pungutan Pengusahaan Pungutan Hasil Kementerian Perikanan Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Perikanan
20 % 20 %
Dana Reboisasi
20 % 20 %
60 %
40 %
20 % 64 %
20 %
32 %
16 %
16 %
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
32 %
Perikanan Pungutan Pengusahaan Perikanan
Pungutan Hasil Perikanan
20 % 20 %
20 % 20 % 80 %
80 %
Pertambangan Minyak Bumi 3,1 % 6,2 % 6,2 %
0,1 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
0,2 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
0,2 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
84,5 %
Pertambangan Gas Bumi 3,1 % 12,2 %
69,5,5 %
6,2 %
0,1 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
0,2 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
0,2 %
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pertambangan Panas Bumi Setoran Bagian Pemerintah
Iuran Tetap dan Produksi
20 %
32 %
32 %
20 % 16 %
16 % 32 %
32 %
Keterangan warna untuk wilayah pusat
111
daerah
propinsi
kabupaten/ kota penghasil
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
kabupaten/ kota dalam 1 profinsi
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
6. Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi Daerah Penghasil PROVINSI
Daerah Penghasil Kab/ Kota
Provinsi Penghasil
5%
Seluruh Kab/Kota dalam Prov ybs
10 %
3%
15 %
6 % Kab/Kota Penghasil 6 % Kab/Kota lainnya dalam Prov ybs
+ Provinsi Penghasil
0,17 %
Seluruh Kab/Kota dalam Prov ybs
0.33 %
Provinsi ybs
0,1 % Provinsi ybs
0,5 %
0,2 % Kab/Kota Penghasil lainnya 0,2 % Kab/Kota dalam Prov ybs
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
Pembagian 7. PorsiPorsi Pembagian DBH SDA GasDBH Bumi
SDA Gas Bumi
Daerah Penghasil PROVINSI
Daerah Penghasil Kab/ Kota
Provinsi Penghasil
10 %
Seluruh Kab/Kota dalam Prov ybs
20 %
6%
30 %
+ Provinsi Penghasil
0,17 %
Seluruh Kab/Kota dalam Prov ybs
0.33 %
Provinsi ybs
12 % Kab/Kota Penghasil 12 % Kab/Kota lainnya dalam Prov ybs
0,1 % Provinsi ybs
0,5 %
0,2 % Kab/Kota Penghasil 0,2 % Kab/Kota lainnya dalam Prov ybs
Untuk Anggaran Pendidikan Dasar
8. Pola pembagian untuk Daerah Otonomi Khusus yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua Barat: • bagian dari pertambangan Minyak Bumi sebesar 55%; dan • bagian dari pertambangan Gas Bumi sebesar 40%.
112
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
9. Proses pelaksanaan perhitungan realisasi DBH Migas: KKKS DEP. ESDM Ditjen Migas
DEPKEU Ditjen PK
Lifting per Daerah per KKKS
BP. MIGAS
Proses Perhitungan DEPKEU Dit. PNBP DJA
Ratio Lifting/ GR
PNBP per KKKS
PNBP per Daerah DEPKEU DPJ PBB Migas
DBH per Daerah
10. Alur Perhitungan dan Penyaluran DBH Migas
Ditjen Pajak PBB
DJA/ DPNBP
BP Migas
PNBP per KKKS
Lifting, Gross Revenue, Cost Recovery, FTP, Lifting BGN Pemerintah, PPN
Ditjen Migas
DJPK Perhitungan Dengan Ratio PNBP Netto per Daerah
SPM
DJPB DIPA
DBH Migas Per Daerah
Lifting
SP2D
BI KKKS Pemda
113
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
11. Pola Penyaluran DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Pola Penyaluran DBH Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Triwulan
Periode Realisasi
Besaran Penyaluran
Waktu Penyaluran
I
Tidak mempertimbangkan realisasi
20% dari perkiraan alokasi
Maret
II
Tidak mempertimbangkan realisasi
20% dari perkiraan alokasi
Juni
III
Desember s/d Mei
Realisasi dikurangi penyaluran Tw I dan Tw II
September
IV
Desember s/d Agustus
Realisasi dikurangi penyaluran Tw I s/d Tw III
Desember
V
Desember s/d November
Realisasi dikurangi penyaluran Tw I s/d Tw IV
Februari
Sumber: Kementerian Keuangan RI.
12. Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor pertambangan umum terdiri dari iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) dan iuran tetap (landrent). 13. Porsi DBH SDA Pertambangan Umum
PENERIMAAN KP, PKP2B, dan KK Royalty
Iuran Tetap
80 %
80 %
16 % propinsi
64 % 114
kabupaten/ kota penghasil
32 %
kabupaten/ kota dalam 1 profinsi
32 %
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
16 %
propinsi
kabupaten/ kota penghasil
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
14. Porsi Pembagian DBH SDA Pertambangan Umum LAND RENT PENGHASIL KAB/KOTA
LAND RENT PENGHASIL PROVINSI
80 % 16 % propinsi
64 %
80 % propinsi
kabupaten/ kota penghasil
ROYALTI PENGHASIL KAB/KOTA
ROYALTI PENGHASIL PROVINSI
16 %
32 %
32 %
kabupaten/ kota dalam 1 profinsi
26 %
propinsi
propinsi
54 %
kabupaten/ kota penghasil
kabupaten/ kota dalam 1 profinsi
15. Dana Bagi Hasil SDA Kehutanan berasal dari : Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 16. Pola Perhitungan DBH SDA Kehutanan
PENERIMAAN KEHUTANAN
IIUPH
PSDH
20 % 64 %
pusat
115
16 %
20 % 32 %
DR 40 %
16 %
32 %
propinsi
kabupaten/ kota penghasil
kabupaten/ kota dalam 1 profinsi
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
17. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perikanan berasal dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). 18. Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP)
Tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) No.
Ukuran Kapal
Tarif
1.
< 50 DWT
US$ 500
2.
50-100 DWT
US$1.000
Sumber: SK Mentan No.424/Kpts/7/1977 Catatan: untuk setiap kelebihan di atas 100 DWT dengan pembulatan perhitungan sampai dengan 50 DWT, dikenakan tambahan tarif sebesar US$ 250.
19. Tarif Pungutan Pungutan Hasil Perikanan (PHP)
Tarif Pungutan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) No.
Ukuran Kapal
Tarif %
1
Udang
2,0
2
Ikan tuna, cakalang.
1,5
3
Lain-lain yang tidak termasuk gol.1 dan 2
1,0
Sumber: SK Mentan No.424/Kpts/7/1977
20. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi terdiri dari: Setoran Bagian Pemerintah, Iuran Tetap dan Iuran Produksi. 21. Penetapan Alokasi DBH SDA sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 pasal 27. 22. Mekanisme Penetapan Alokasi DBH SDA APBN
Penetapan Daerah Penghasil Men. Teknis
SK Daerah Penghasil
Konsultasi Batas Wilayah Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang berbatasan atau berada pada lebih dari 1 daerah
Per Kab/ Kota (dalam Volume Produksi)
MENKEU
116
Penetapan Perkiraan Alokasi
MENDAGRI
Per Kab/ Kota dalam rupiah
PMK Alokasi DBH SDA
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Bagi Hasil Sumber Daya Alam
23. Pola penyaluran DBH SDA dilaksanakan secara triwulanan: a. Triwulan I sebesar 20% dari pagu di Peraturan Menteri Keuangannya; b. Triwulan II sebesar 20% dari pagu di Peraturan Menteri Keuangannya; c. Triwulan III berdasarkan: • perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan II. • penyaluran triwulan I dan II (40 persen PMK)) + (lebih salur tahun sebelumnya). d. Triwulan IV berdasarkan (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan III) – (penyaluran s.d. triwulan III) e. Penyaluran rampung tahun sebelumnya (bulan Februari) berdasarkan (perhitungan perkiraan realisasi penerimaan negara sampai dengan triwulan IV) – (penyaluran s.d. triwulan IV).
117
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 16
DANA ALOKASI UMUM (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU)
16.1.
TOPIK 16 DANA ALOKASI UMUMMedia (DAU) Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, • • Tujuan
Peserta memahami konsep, tujuan dan fungsi Dana Alokasi Umum Peserta mengetahui formula DAU dan peranan masing-masing variabel dalam penentuan jumlah DAU setiap daerah
3 sesi (135 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
119
Pemerataan Fiskal, Alokasi Dasar, Variabel Penentu Kebutuhan Fiskal, Variabel Penentu Kapasitas Fiskal, Koefisien Variasi, Rasio DAU terhadap total Pendapatan, Kenaikan DAU setelah pemekaran, Perubahan variabel, perubahan data, hold harmless
• • •
Kuliah dan Diskusi Simulasi Grup kecil menyiapkan input dan menjelaskan ke pleno
• • •
Spidol, Laptop Infocus.
• •
•
Membahas Pertanyaan dan Jawaban
Powerpoint yang atraktif Pertanyaan Kunci,
1. 2. 3. 4.
UU No. 33/2004 UU No 28/2009 PP No. 55/2005 Nota Keuangan RAPBN Tiap Tahunnya dapat di download dari web http://www.anggaran.depkeu.go.id 5. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ 6. PMK Tahun berjalan 7. Handout untuk peserta dengan topik DAU
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
16.2. Alur Pembelajaran Analisis Peranan DAU dalam pemerataan fiskal antar daerah, Ketergantungan Pendapatan Daerah Terhadap DAU, Berbagai Permasalahan Permasalahan DAU dan Insentif Pemekaran
Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAU Kegiatan 1
Kegiatan 1 Latihan dan Diskusi
Lecture dan Diskusi
25
40
Simulasi
menit 0
10
20
30
menit 40
50
60
60
.Grup Kecil Menjelaskan ke Pleno..
10
40” menit
menit 70
80
90
Kegiatan 2
Formula DAU (Alokasi Dasar dan Fiskal Gap)
100
110
120
130
140
Kegiatan 2
Latihan dan Diskusi
Penjelasan
Kegiatan I: Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAU (25 menit) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat memahami konsep, tujuan dan fungsi DAU •
Instruktur menjelaskan konsep dasar, tujuan dan fungsi DAU selama 15 menit (power point tersedia).
• Kemudian instruktur menggunakan sisa waktu 10 menit untuk berdiskusi dengan peserta terkait dengan konsep pemerataan fiskal antara Kabupaten/Kota di Indonesia. Penekanan diskusi adalah kepada konsep pemerataan untuk keadilan terkategori. Konsep ini menyatakan bahwa seluruh warga negara dimanapun berada berhak mendapatkan pelayanan dasar (seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, infrastruktur daerah, dll) pada standar minimum tertentu. Oleh karena pelayanan dasar adalah merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah, maka Pemda yang “miskin” harus dicukupkan dananya agar dapat menyediakan pelayanan dasar dengan standar minimum tersebut. Artinya pengalokasian DAU yang optimal adalah dapat memeratakan kemampuan keuangan daerah untuk mendanai penyediaan pelayanan dasar tertentu pada standar minimum nasional.
120
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
Kegiatan II: Formula DAU (Alokasi Dasar dan Fiskal Gap) (40 menit) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami formula DAU dan pengaruh variabel-variabel yang digunakan dalam formula terhadap alokasi DAU suatu daerah •
Instruktur menjelaskan formula DAU selama kurang lebih 20 menit (power point tersedia). Penekanan penjelasan kepada formula kepada variabel-variabel yang menentukan jumlah DAU yang diterima daerah. Untuk ini, selain memahami formula, instruktur juga harus mempelajari sebelumnya contoh worksheet perhitungan DAU (yang disediakan sebagai bagian dari modul ini).
•
Kemudian dilanjutkan dengan simulasi worksheet DAU selama 20 menit yang dipimpin langsung oleh Instruktur. Instruktur membuka worksheet perhitungan DAU (disediakan pada file khusus) dan ditampilkan dengan in focus. Instruktur memperlihatkan alokasi DAU untuk salah satu kabupaten tertentu (pada sheet Hasil) . Kemudian, instruktur mengasumsikan terjadi perubahan data penduduk kabupaten tersebut, datanya diganti (pada sheet Data), lalu dilihat besar peningkatan ataupun penurunan alokasi DAU (pada sheet Hasil) karena perubahan data tersebut. Kalau bisa juga dilihat dampak perubahan penduduk daerah A terhadap alokasi DAU daerah B, dst. Tampilkan kedua sheet (klik view dan arrange all secara vertical).
Analisis Peranan DAU dalam pemerataan fiskal antar daerah, Ketergantungan Pendapatan Daerah Terhadap DAU, Berbagai Permasalahan Permasalahan DAU dan Insentif Pemekaran (60 menit) • Instruktur membagi peserta kedalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah yang mendalami tentang peran DAU dalam pemerataan fiskal. Kelompok kedua adalah yang mendalami tentang ketergantungan daerah terhadap DAU, kelompok ketiga adalah yang mendalami tentang keterkaitan DAU dengan pemekaran daerah, kelompok ke empat mendapali tentang berbagai permasalahan DAU selain tiga yang kerjakan oleh kelompok 1, 2 dan 3.
121
•
Masing-masing kelompok diminta membaca secara cepat topik DAU terkait dengan tugas kelompok pada modul yang disediakan dan mendiskusikannya selama 20 menit untuk menentukan poin-poin yang akan disampaikan dalam diskusi bersama. Setiap kelompok diminta untuk menyiapkan poinpoin hasil diskusinya untuk disampaikan ke pleno
•
Kemudian 40 menit berikutnya dilakukan diskusi bersama yang dimulai dengan penyampaikan poinpoin dari masing-masing kelompok selamat 5 menit dan kemudian Tanya jawab 5 menit.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
4. Latihan dan Diskusi (10 menit) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta me-review kembali apa yang sudah dipahami pada tiga kegiatan sebelumnya Pada bagian akhir modul ada 5 pertanyaan; instruktur meminta peserta untuk menjawab minimal 3 pertanyaan dalam waktu 5 menit dan 5 menit terakhir digunakan untuk menjelaskan kata kunci masing-masing jawaban agar peserta menyadari kemampuan mereka tentang DAU.
16.3. Ringkasan Materi 1. Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAU
122
Dana Alokasi Umum (DAU) diberbagai Negara disebut General Purpose Grants adalah salah satu jenis transfer yang menjadi pendapatan umum bagi penerimanya. Jenis transfer ini juga disebut unconditional grant dimana grant yang diberikan tidak dikaitkan dengan persyaratan apapun oleh sipemberi. Dengan sifatnya yang bebas digunakan, unconditional grant pada umumnya juga digunakan sebagai instrumen utama pemerataan kemampuan fiskal antar daerah. Sehingga jenis tranfer ini juga dinamai equalization grant (grant pemerataan). Program pemerataan kemampuan fiskal dipraktekkan oleh banyak negara di dunia, baik negara federasi maupun negara kesatuan. Program ini dapat dianggap sebagai upaya untuk menempatkan daerah-daerah pada posisi fiskal yang sama untuk menjalan tugasnya.
Indonesia sejak tahun 2001 telah mendistribusikan Dana Alokasi Umum (DAU). DAU didistribusikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah dengan sasaran untuk memeratakan kemampuan fiskal antar daerah, sebagaimana tertulis pada pasal 1 ayat 18 UU 25/1999 dan juga pasal 1 ayat 21 UU 33/2004 sebagai berikut:
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah bagian dari dana perimbangan yang ditransfer oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk tujuan mengurangi ketimpangan fiskal horizontal (horizontal fiscal imbalance). Daerah yang “miskin” (kemampuan keuangan yang rendah) akan mendapat DAU yang relatif lebih besar dari daerah yang “kaya” (kemampuan keuangan yang tinggi). Keberadaan DAU dilandasi oleh prinsip cathegorical equity (keadilan kategori) menyatakan bahwa seluruh warga negara dimanapun berada berhak mendapatkan pelayanan dasar (seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, infrastruktur daerah, dll) pada standar minimum tertentu. Oleh karena pelayanan dasar adalah merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah, maka Pemda yang “miskin” harus diberi bantuan dana agar dapat menyediakan pelayanan dasar dengan standar minimum tersebut. Artinya pengalokasian DAU yang optimal adalah dapat memeratakan kemampuan PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
keuangan daerah untuk mendanai penyediaan pelayanan dasar tertentu pada standar minimum nasional.
2. Formula DAU (Alokasi Dasar dan Fiscal Gap) DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF) Alokasi Dasar ≈ Belanja Gaji PNSD Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal (KbF) – Kapasitas Fiskal (KpF) 1) Kebutuhan Fiskal (KbF) Rumusan tentang kebutuhan fiskal (KbF) dapat ditunjukkan sebagai berikut: KbF = TBR (α1IP + α2IW + α3IPM + α4IKK + α5IPDRB/kap) Dimana: TBR
= Total Belanja Rata-rata APBD;
IP
= Indeks Jumlah Penduduk;
IW
= Indeks Luas Wilayah;
IPM
= Indeks Pembangunan Manusia;
IKK
= Indeks Kemahalan Konstruksi;
IPDRB/kap
= Indek Produk Domestik Regional Bruto per kapita;
α1, α2, α3, α4, α5
= Bobot dari masing-masing indeks variabel;
α1 + α2 + α3 + α4 + α5
= 100%.
2) Kapasitas (KpF): KpF
= PAD + DBH Pajak + DBH SDA
DBH Pajak
= PBB + BPHTB + PPh + CHT
Keterangan:
123
PAD
: Pendapatan Asli Daerah;
DBH
: Dana Bagi Hasil;
PBB
: Pajak Bumi dan Bangunan;
BPHTB
: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
PPh
: Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan Pasal 25 dan 29, PPh WPOPDN;
CHT
: Cukai Hasil Tembakau;
SDA
: Sumber Daya Alam
Pagu/Total DAU dan pembagiannya untuk provinsi dan kabupaten/kota dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2009, dapat digambarkan sebagai berikut:
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
Pagu/Total DAU dan pembagiannya Penerimaan Dalam Negri
-
Dibagi kepada semua Kab/ Kota yang berhak
=
Dana Bagi Hasil(DBH)
Penerimaan Dalam Negri Netto
26 %
90 % Perpres. No 53/2009 Pasal 1 ayat (4)
Dibagi kepada semua provinsi yang berhak
Perpres. No 53/2009 Pasal 1 ayat (3)
total DAU
10 %
3. Analisis Peran DAU Dalam Pemerataan Fiskal Antar Daerah
DAU sebagai instrumen fiskal hanya dapat mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah. Sementara itu ketimpangan tingkat pelayanan publik antar daerah tidak otomatis dapat diselesaikan dengan DAU karena akan sangat tergantung bagaimana daerah mengalokasikannya. Secara statistik, ketimpangan fiskal antar daerah dapat diukur dengan berbagai metode seperti (1) koefisien variasi (KV), (2) Indeks Williamson (IW), dan (3) rasio pendapatan perkapita maksimum terhadap pendapatan perkapita minimum (RMM).
Tabel dibawah secara sederhana memperlihatkan bagaimana DAU berperan mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah. Keempat Provinsi tersebut hampir setara dalam jumlah penduduk. Propinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dan Propinsi NTT yang memiliki PAD dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang jauh lebih rendah dari Propinsi Riau dan Propinsi Kalimantan Timur. Kapasitas fiskal kedua propinsi (Kalbar dan NTT) menjadi lebih baik setelah mendapatkan DAU yang relatif lebih besar.
Perbandingan DAU Tahun 2012 Empat Propinsi (dalam Juta Rp) Uraian
Prov. Riau
Prov. Kalimantan Barat
Prov. Kalimantan Timur
Prov. Nusa Tenggara Timur
PAD
1.824.504,00
1.113.388,00
4.295.804,00
389.647,00
Dana Perimbangan
2.998.999,00
1.207.643,00
4.392.796,00
1.102.993,00
DBH
2.447.327,00
140.500,00
4.287.267,00
105.258,00
DAU
489.180,00
1.023.230,00
52.638,00
940.647,00
DAK
62.491,00
43.913,00
52.891,00
57.089,00
Lain-lain Pendapatan yang Sah
664.274,00
516.378,00
414.013,00
714.538,00
Total Pendapatan
5.487.776,00
2.837.409,00
9.102.613,00
2.207.179,00
Sumber: Data Ringkasan APBD 2012, Kemenkeu RI.
124
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
4. Analisis Ketergantungan Pendapatan Daerah Terhadap DAU
Daerah otonom, khususnya daerah Kabupaten/Kota sangat tergantung kepada DAU sebagai sumber pendapatan. Tabel berikut memperlihatkan bahwa ketergantungan pendapatan Kabupaten/ Kota terhadap DAU mencapai rata-rata sebesar 60%. Terlihat juga bahwa terdapat kecenderungan penurunan dari tahun ke tahun.
Tabel Rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota se Indonesia
Rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota se Indonesia 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Pendapatan
79,0
96,9
112,6
112,0
124,9
183,3
147,5
200,4
285,7
300,7
360,1
414,3
Dana Alokasi Umum
54,0
59,6
68,0
68,4
70,2
109,9
97,3
126,3
167,7
173,2
203,8
246,1
DAU/Total Pendapatan
68%
62%
60%
61%
56%
60%
66%
63%
59%
58%
57%
59%
Diolah dari data Ringkasan APBD beberapa tahun, Kemenkeu RI
Sementara itu pendapatan daerah Propinsi, tidak terlalu tergantung kepada DAU, karena DAU hanya sekitar 17% pada tahun 2012. Terlihat juga kecenderungan penurunan ketergantungan terhadap DAU.
Rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah Propinsi se Indonesia 2006
2012
Pendapatan
64,253
162,758
DAU
13,751
27,052
DAU/Pendapatan
21%
17%
Sumber: Diolah dari Data Ringkasan APBD 2002 dan 2010, Kemenkeu RI.
5. Permasalahan DAU dan Insentif Pemekaran
Terdapat beberapa kelemahan kelemahan dalam formulasi DAU yang berlaku saat ini, terutama terkait dengan pemekaran daerah. Formula DAU memberikan insentif jika terjadi pemekaran. Dengan kata lain, jika satu daerah mekar menjadi dua daerah, maka pertumbuhan total DAU yang diterima kedua daerah akan jauh lebih besar dari pertumbuhan DAU yang hanya oleh satu daerah. Penjelasannya adalah sbb:
125
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
1. Tiga variabel yang mengestimasi kebutuhan fiskal, yaitu IPM, IKK dan PDRB Perkapita mengandung insentif bagi pemekaran daerah. 2. Adanya Alokasi Dasar (AD) dalam formula DAU saat ini yang dihitung dari kebutuhan belanja pegawai daerah tentunya akan menjadi insentif bagi daerah untuk mengusulkan pengangkatan pegawai sebanyak-banyaknya
Tabel berikut memperlihatkan Kabupaten Pontianak yang dimekarkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan DAU yang luar biasa pada tahun 2010 setelah dalam formula dihitung sebagai dua daerah, kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Peningkatan DAU yang dialami kedua kabupaten pada tahun 2010 juga dapat dibandingkan dengan peningkatan DAU kabupaten/kota yang lain di Indonesia.
Perbandingan Kenaikan DAU daerah pemekaran dengan lainnya, Tahun 2010 Kab P+KR
2008
2009
Naik 2009
531.739
561.076
29.338
Kab. Pontianak
5,5%
185.529
Kab. Kubu Raya
375.547
2010
Naik 2010
727.916
166.839
29,7%
313.155
127.626
68,8%
414.760
39.213
10,4%
Kab. Sambas
422.843
447.339
24.496
5,8%
463.406 16.067
3,6%
Kota Pontianak
399.351
404.247
4.896
1,2%
408.180
3.933
1,0%
Kab. Ponorogo
538.600
550.746
12.146
2,3%
563.868 13.122
2,4%
Sumber: Diolah dari data Kemenkeu RI beberapa tahun.
6. Isu-isu Berkaitan dengan DAU (Perubahan Formula, Daerah Dengan DAU Nol atau Minus, Luas Wilayah Laut dan lain-lain)
126
Formula DAU telah diperbaiki beberapa kali, antara lain pada tahun 2002 karena dianggap terdapat banyak kelemahan dalam formula tahun 2001, terutama terhadap formula kapasitas fiskal. Untuk tahun 2003, 2004 dan 2005, formula DAU hampir tidak mengalami perubahan yang mendasar. Yang diperbaiki dari tahun ke tahun adalah peranan kesenjangan fiskal dalam formula DAU ditingkatkan sejalan dengan penurunan peran variable transisi.
Formula DAU kemudian diubah oleh UU 33/2004 dengan adanya variabel Alokasi Dasar (AD) yang dihitung berdasarkan kebutuhan belanja pegawai daerah. Berbeda dengan formula yang diatur oleh UU 25/1999, variabel Penghitung kebutuhan fiskal ditambah dengan memasukkan PDRB (produk domestik regional bruto) sebagai penghitung kebutuhan. Selain itu Juga terdapat salah satu kelebihan UU 33/2004 yang membuat peranan pemerataan DAU lebih baik yaitu menghilangkan holdharmless. UU 33/2004 secara eksplisit menyatakan bahwa sebuah daerah dapat saja menerima DAU lebih kecil dari DAU sebelumnya atau bahkan nol jika Kebutuhan Fiskal ditambah AD nya lebih kecil dari Kapasitas Fiskal nya (lihat penjelasan pasal 32 UU 33/2004). Kebijakan ini diterapkan oleh PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Umum (DAU)
Pemerintah pada tahun 2008 dengan adanya daerah yang mendapat DAU nol dan turun dari tahun sebelumnya.
127
Dalam perkembangannya, pada tahun 2009 juga terjadi perubahan penggunaan data, khususnya data luas wilayah dalam formulasi DAU. Keputusan Pemerintah bersama DPR dalam pembahasan formulas DAU menyepakati bahwa luas wilayah laut perlu ditambahkan ke total luas wilayah sebuah daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota. Dalam perhitungan total luas wilayah untuk DAU 2010 digunakan perhitungan berikut:
Luas wilayah Propinsi = 100% x wilayah darat + 30% x Luas laut Propinsi
Luas Wilayah Kabupaten/Kota = 100% x wilayah darat + 35% x Luas Laut kab/kota
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 17
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK)
TOPIK 17
17.1. Tujuan, Waktu, DANA Kata Kunci, Metode, Media ALOKASI KHUSUS (DAK) • Tujuan
• •
peserta memahami dan menjelaskan pengertian dan tujuan Dana Alokasi Khusus, peserta memahami formula perhitungan alokasi per daerah dan mengaplikasikannya peserta memahami mekanisme penyaluran DAK ke daerah
3 sesi (135 menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
129
Grant spesifik, matching grant, closed-ended grant, urusan daerah dan prioritas nasional , Indeks fiskal netto, indeks karakteristik kewilayahan, indeks teknis, formula DAK, Tahapan penyaluran, monitoring dan evaluasi, pelaporan
• • •
Tutorial dan Diskusi Diskusi berpasangan Kerja kelompok dan Presentasi
•
• • •
Spidol, Laptop Infocus.
• •
•
Kerja kelompok dan menyiapkan laporan Pembahasan isu terkini
Powerpoint yang atraktif Perangkat presentasi visualisasi (pinboard, kertas, flipchart dll)
9. Modul Pendapatan Daerah 10. UU No. 32/2004 11. UU No. 33/2004 12. PP No. 55/2005 13. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK)
17.2. Alur Pembelajaran Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAK
Mekanisme Penyaluran dan Pelaporan DAK
Kegiatan 1
Kegiatan 3
40
Lecturer, diskusi
Group discussion, dan mempresentasikan ke pleno
menit 0
10
20
30
40
50
Cross Group Discussion
menit 50
60
70
80
90
100
25
40” menit
110
Diksusi Kelompok 120
Kegiatan 2
Kegiatan 2
Kriteria DAK (Kriteria Umum, Khusus, dan Teknis)
Isu-isu Terkini Tentang DAK
130
20
40” menit 140
Penjelasan
Kegiatan I (40 menit): Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAK Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta dapat memahami konsep, tujuan dan fungsi DAK dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintah • Instruktur menjelaskan kepada peserta tentang metode dan proses pelatihan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini. (5 menit) •
Instruktur menyiapkan sekitar 20 kata yang telah dituliskan ke lembaran metaplan terkait dengan konsep, tujuan dan fungsi DAK. Kemudian meminta peserta memahami dan memikirkan kata tersebut selama 5 menit (kalau perlu membaca modul). Kemudian instruktur meminta peserta untuk menempelkan kata-kata tersebut ke pinboard menurut pengelompokkannya (DAK, non DAK atau ???). untuk berdiskusi dengan teman disampingnya (berpasangan) tentang tujuan dan jenis serta DAK terbesar yang diterima oleh daerah masing-masing.
• Instuktur meminta penjelasan kepada peserta kenapa mereka menempatkan kata tersebut di kelompok yang mereka pilih, sekaligus instruktur mendiskusikan apakah pengelompokan itu salah atau betul. Jika salah dipindahkan ke kelompok yang seharusnya (15 menit). •
130
Instruktur melanjutkan dengan menampilkan jenis-jenis DAK yang ada di saat ini, Kemudian instruktur mengajak peserta untuk mendiskusikan bagaimana tujuan DAK dapat dicapai dengan jenis-jenis
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK yang telah diterima oleh daerah masing-masing. (10 menit) • Instruktur menyimpulkan hasil pembahasan dan memberikan penjelasan lebih rinci tentang pengertian, jenis DAK di Indonesia. (5 menit)
2. Kegiatan II (50 menit) : Kriteria DAK (Kriteria Umum, Khusus, dan Teknis) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami tentang formula DAK dan kriteria penetapan DAK serta konsekuensi dari penyaluran DAK ke suatu daerah 1. Instruktur menjelaskan formula DAK dan kriterianya (kriteria umum, khusus, dan teknis) (10 menit). Kemudian meminta peserta untuk mengambil memilih kedalam 3 kelompok (kelompok kriteria demikian, terbentuk kelompok sesuai jenis DAK yaitu 3 kelompok 2. Instruktur meminta setiap kelompok mendiskusikan menyiapkan Visualisasi dengan pinboard dan karton, yang berisikan kriteria untuk perhitungan DAK yang digunakan, dengan memanfaatkan modul yang sudah dibagikan. (10 menit) 3. Instruktur meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, masing-masing diberi waktu 8 menit. ( total waktu 24 menit) 4. Instruktur merangkum dan membuat kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (6 menit).
Kegiatan III (30 menit) : Mekanisme Penyaluran dan Pelaporan DAK Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami bagaimana mekanisme penyaluran DAK ke daerah dan pelaporannya. 1. Instruktur menjelaskan mekanisme penyaluran DAK yang berlaku saat ini (5 menit). 2. Instruktur melanjutkan diskusi kelompok, dengan pembagian yang berbeda. Kelompok 1 adalah kelompok status quo, mempertahankan mekanisme yang ada saat ini. Kelompok 2 adalah kelompok yang mengusulkan perubahan dari mekanisme sekarang dalam bentuk transfer DAK per jenis. Kelompok 3 adalah kelompok yang mengusulkan perubahan dari mekanisme sekarang dengan mengusulkan agar transfer DAK dilakukan dua kali saja yaitu 50% dan 50%. Partisipan berdiskusi dan membuat argumentasinya pada kertas Flip Chart (10 menit). 3. instruktur meminta perwakilan setiap kelompok untuk membacakan hasil dan mendiskusikannya bersama dalam kelas sekaligus menyimpulkan hasil diskusi tersebut. (15 menit) 131
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Kegiatan IV (15 menit): Isu-isu Terkini Tentang DAK Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat memahami berbagai masalah dan isu yang berkembang terkait DAK baik di daerah maupun di pusat 1. Instruktur meminta partisipan untuk berdiskusi menyampaikan pendapat tentang issu terkini terkait DAK yang diketahui oleh peserta dan menuliskannya pada selembar kerta/karton visualisai (7 menit). 2. Instruktur meminta peserta membacakan pendapatnya dan menemperlkan di Pin Board lalu bersama peserta, dilakukan pengelompokkan atas jawaban peserta dalam kelas sekaligus menyimpulkan hasil diskusi tersebut. ( 13 menit)
17.3. Ringkasan Materi 1. Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAK
DAK (Dana Alokasi Khusus) adalah salah satu jenis dana transfer (grant) dari Pemerintah Pusat ke Daerah di Indonesia. Secara umum terdapat dua jenis grant dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, yaitu: a. General Purpose Grant (Grant Bersifat Umum) b. Specific Grant (Grant Bersifat Khusus)
Grant bersifat umum (general purpose grant) yang di Indonesia disebut Dana Alokasi Umum (DAU) adalah jenis bantuan yang bebas digunakan oleh si penerima. Tidak ada arahan terhadap penggunaan dana tersebut dan umumnya ditujukan untuk pemerataan kemampuan fiskal antar daerah. Sementara itu, Specific Grant sesuai namanya merupakan grant bersifat khusus atau bantuan bersyarat (conditional grant). Grant spesifik biasanya ditujukan untuk membiayai bidang tertentu yang telah menjadi kewenangan daerah otonom, namun Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai si penerima tidak boleh menggunakan dana tersebut kecuali untuk kegiatan yang telah ditentukan oleh pemberi; diantaranya: a. Untuk mencapai tujuan nasional tertentu, namun fungsi dan kewenangannya urusannya telah didesentralisasikan ke daerah otonom. b. Untuk mempengaruhi pola belanja daerah penerima. c. Untuk mengakomodasi spillover benefit (penyediaan pelayanan publik oleh daerah tertentu tetapi dimanfaatkan oleh penduduk daerah lain/tetangga).
2. Dasar hukum dan pengaturan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Indonesia diatur oleh UU 33/2004 dan PP 55/2005.
132
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) di Indonesia diatur oleh UU 33/2004 dan PP 55/2005. Namun demikian pengaturan yang sama juga ada di UU 32/2004. Dari peraturan tersebut DAK di Indonesia dapat dikatakan sebagai specific matching grant, yaitu bantuan yang bersifat khusus dengan mensyaratkan dana pendamping. Tujuan DAK menurut UU 32/2004 dan UU 33/2004 adalah untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Seterusnya dijelasan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (kriteria umum, kriteria teknis dan kriteria khusus), dengan demikian tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK.
Menurut PP 55/2005 pasal 60 ayat 3 :” DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.”
3. Kriteria DAK (Kriteria Umum, Khusus, dan Teknis) a. Kriteria Umum: dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhankebutuhan dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai. Daerah yang memiliki kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional mendapatkan alokasi DAK. • Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) = Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah. • Penerimaan Umum = DBH + PAD + DAU. • Belanja Pegawai Daerah = gaji PNSD b. Kriteria Khusus i. Ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yaitu otonomi khusus NAD dan Papua. ii. Karakteristik wilayah: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara-negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk ketegori ketahanan pangan. iii. Hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR menambah karakteristik wilayah yaitu: daerah rawan banjir/lonsor, daerah penampung dan penerima pengungsi, daerah penerima transmigrasi, daerah pasca konplik, daerah rawan pangan/kekeringan dan daerah yang memiliki pulau terluar. c. Kriteria Teknis; Ditetapkan oleh kementrian negara/departemen teknis, yang dicerminkan dengan indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi sarana/prasarana pada masingmasing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK. 4. Besaran alokasi DAK suatu daerah ditentukan berdasarkan perhitungan kriteria pengalokasian, yaitu Indeks Fiskal Netto (IFN) mewakili kriteria umum, Indeks Karakteristik Wilayah (IKW) mewakili kriteria khusus dan Indeks Teknis (IT) mewakili kriteria teknis. 5. Mekanisme Penyaluran DAK diatur dengan berbagai peraturan terutama Peraturan Menteri Keuangan. UU 33/2004 tidak mengatur secara detail mengenai mekanisme penyaluran DAK.
133
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Menurut PP 55/2005 pasal 62: “DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah”.
Kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada : a. Menteri Keuangan; b. Menteri teknis; dan c. Menteri Dalam Negeri.
Mekanisme penyaluran DAK diatur dengan PMK 06/PMK.07/2012, dengan cara pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah yang dilaksanakan secara bertahap, sebagai berikut: 1. Tahap I : disalurkan sebesar 30% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling cepat pada bulan Februari setelah Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (DJPK) menerima Perda APBD tahun anggaran berjalan, laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, laporan realisasi penyerapan DAK tahap III tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan penyediaan dana pendamping. 2. Tahap II : disalurkan sebesar 45% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling lambat 15 hari kerja setelah DJPK menerima laporan realisasi penyerapan DAK tahap I tahun anggaran berjalan yang secara kumulatif telah mencapai 90%. 3. Tahap III : disalurkan sebesar 25% dari pagu alokasi DAK, dilaksanakan paling lambat 15 hari kerja setelah DJPK menerima laporan realisasi penyerapan DAK tahap II tahun anggaran berjalan.
6. Isu-isu Tentang DAK : salah satu isu tentang DAK adalah Pengalihan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ke DAK, sebagaimana UU 33/2004 pada pasal 108, menyatakan sbb:
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementrian negara/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundangundangan menjadi urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi Dana Alokasi Khusus. Ada 3 masalah/tantangan pengalihan Dana Dekon dan TP menjadi DAK: a. Kejelasan pembagian urusan antara pusat, propinsi dan kabupaten/kota b. Sempitnya Definisi DAK mengurangi fleksibilitas dalam menampung berbagai cara Kementrian/ Lembaga untuk menyalurkan dana sektoral. c. Resistensi Kementrian/Lembaga Pusat
134
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 18
DANA TRANSFER LAINNYA
Dana Transfer Lainnya
18.1. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media TOPIK 18 DANA TRANSFER LAINNYA
Setelah mengikuti materi ini peserta memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian Tujuan
2 Sesi (90 menit) Waktu
Otsus Aceh dan Papua, Ad hoc, Satuan Pendidikan Dasar, Kriteria kinerja, Tunjangan Profesi Guru Kata Kunci
Metode
• • •
Kuliah Diskusi Grup Kecil Menyediakan Input dan Presentasi untuk Pleno
Media
• • •
Spidol, Laptop Infocus.
Bahan Bacaan
136
• •
Powerpoint yang atraktif Pertanyaan Kunci
8. UU No. 33/2004 9. PP No. 55/2005 10. Bappenas - LPEM UI (2000) 11. UU APBN dan Nota Keuangan RAPBN Tiap Tahunnya dapat di download dari web http://www.anggaran.depkeu.go.id 12. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari http://www.djpk.depkeu.go.id/ 13. PMK 06/2012 14. PMK 165/2012
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Transfer Lainnya
18.2. Alur Pembelajaran Data Otsus dan Penyesuaian Kegiatan 1
35
Lecture dan Diskusi
60 40”
Grup Kecil Menyediakan Input dan Presentasi untuk
menit 0
10
20
30
menit 40
50
60
70
80
90
100
Kegiatan 2
Dana BOS, TPG, DID, dan Lain-Lain
Penjelasan
Kegiatan I Data Otsus dan Penyesuaian (30 menit) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami pengertian dan konsep dana Otsus dan Dana Penyesuaian Instruktur menjelaskan konsep Dana Otsus dan Dana Penyesuaian dalam waktu 15 menit. Kemudian instruktur menggunakan sisa waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan peserta. Berikan pertanyaan seperti kenapa harus ada dana otsus. Sekiranya tidak ada dana penyesuaian?
Kegiatan II: Dana BOS, TPG, DID, dan Lain-Lain (60 menit) Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami berbagai jenis Dana Penyesuaian dan mekanismenya Instruktur membagi peserta menjadi empat kelompok, pertama kelompok Dana BOS, kedua kelompok TPG, ketiga kelompok DID dan keempat kelompok Dana Penyesuaian lainnya. Kelompok satu, dua dan tiga diminta untuk mendiskusikan tujuan dan mekanismenya, dan menunjuk seorang juru bicara untuk menjelaskan kepada pleno. Kelompok empat mengidentifikas dan mendiskusikan berbagai permasalahan terkait dana penyesuaian dan menunjuk seorang juru bicara untuk menyampaikan ke pleno. Masingmasing kelompok diminta untuk berdiskusi selama 15 menit. Kemudian di pleno, setiap kelompok diberi kesempatan selama 5 menit untuk menjelaskan dan 5 menit untuk ditanya oleh kelompok lain. Terakhir sisa waktu 5 menit digunakan oleh instruktur untuk memberi catatan penting.
137
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Transfer Lainnya
18.3. Ringkasan Materi Dana Otonomi Khusus Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah tertentu berdasarkan undang-undang otonomi khusus. Ada dua undang-undang yang mengatur Otonomi Khusus, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (jo) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana otonomi khusus merupakan dana yang khusus diberikan untuk percepatan pembangunan di daerah. Alokasi Dana Otsus untuk Papua ditetapkan sebesar 2% (dua persen) dari plafon DAU Nasional pertahunnya dan berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. Dari Alokasi tersebut, ditetapkan bahwa Provinsi Papua mendapatkan proporsi 70% (tujuh puluh persen) dan sisanya untuk Provinsi Papua Barat. Dana Otsus untuk Provinsi Aceh adalah berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otsus ini juga berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 besarnya setara dengan 2 % (dua persen) plafon DAU Nasional dan untuk tahun ke-16 sampai dengan tahun ke-20 besarnya setara dengan 1 % (satu persen) plafon DAU Nasional. Penyaluran Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh serta Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dilaksanakan secara bertahap dan tidak dapat dilakukan sekaligus, yaitu: Tahap I : 30 % dari alokasi (Maret) Tahap II : 45 % dari alokasi (Juli) Tahap III : 25 % dari alokasi (Oktober) Dana Penyesuaian Dana Penyesuaian, adalah dana transfer yang bersifat adhoc. Pada dasarnya dana penyesuaian ini bertujuan untuk menampung program-program tertentu yang tidak tertampung dalam definisi dana perimbangan, terutama tidak tertampung dalam definisi DAK di Indonesia. Berbagai program prioritas Pemerintah yang menjadi tugas pemerintah daerah dan menimbulkan beban keuangan di daerah namun tidak tertampung dalam dana perimbangan, dimunculkan dalam bentuk dana penyesuaian. Sebagai contoh adalah dana penyesuaian dialokasikan untuk tambahan tunjangan kependidikan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), muncul karena adanya UU Guru dan Dosen yang mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan tambahan dana untuk membayar guru yang sudah disertifikasi. Demikian juga Dana BOS yang muncul sebagai kebijakan untuk memberikan bantuan operasional ke sekolah dasar, namun harus disalurkan sebagai bagian dari Dana Transfer ke daerah mengingat sekolah dasar adalah merupakan urusan Pemda. Berikut contoh berbagai jenis Dana Penyesuaian di APBN dan APBNP 2010, 2011, 2012, 2013 • 138
Data Tambahan tunjangan guru PNSD PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Transfer Lainnya
•
Dana Insentif Daerah
•
Kurang Bayar DAK 2008
•
Kurang Bayar Dana Infrastruktur Sarana dan Prasarana (DISP)
•
Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah
•
Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah
•
Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan
•
Tunjangan Profesi Guru
•
Bantuan Operasional Sekolah
•
Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID)
•
Dana Penyesuaian lainnya
Dana BOS Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah dana yang digunakan terutama untuk biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai pertunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk tahun 2011 penyaluran BOS dilakukan melalui transfer langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah, menggantikan mekanisme sebelumnya dimana dana BOS disalurkan melalui DIPA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana konsep dekonsentrasi. Sementara itu untuk tahun 2012, mekanisme penyaluran dana BOS dilakukan melalui transfer dana dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi, untuk selanjutnya diteruskan oleh Propinsi secara langsung ke satuan pendidikan dasar dalam bentuk hibah. Pemerintah Provinsi wajib menyalurkan BOS kepada masing-masing sekolah paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di Rekening Kas Umum Daerah Provinsi setiap triwulannya. Penyaluran BOS tersebut mengacu kepada rincian alokasi BOS masing-masing sekolah per kabupaten/kota yang dihitung/ditetapkan berdasarkan data nama sekolah dan jumlah siswa serta ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS. Untuk tahun angaran 2012 alokasi untuk SD dan SMP per siswa per tahun diberikan sebesar: • SD/SDLB di kabupaten dan kota sebesar Rp.580.000,00 per siswa per tahun; • SMP/SMPLB/SMPT di Kabupaten dan kota sebesar Rp.710.000,00 per siswa per tahun. Total alokasi BOS TA 2012 adalah sebesar Rp.23.594.800.000.000,00 (dua puluh tiga triliun lima ratus sembilan puluh empat miliar delapan ratus juta rupiah) disediakan untuk daerah dengan rincian sebagai berikut:
139
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Transfer Lainnya
Dana Insentif Daerah (DID) Tujuan utama dialokasikannya DID adalah untuk mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dari perolehan opini Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, dan berfungsi membantu daerah dalam rangka melaksanakan program pendidikan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat. DID dialokasikan kepada daerah provinsi dan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kriteria daerah yang berprestasi yang memenuhi 3 (tiga) kriteria tertentu, yaitu Kriteria Utama, Kriteria Kinerja, dan Batas Minimum Kelulusan Kinerja. a. Kriteria Utama meliputi sekurang-kurangnya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan dan penetapan APBD yang tepat waktu. b. Kriteria Kinerja terdiri dari Kriteria Kinerja Keuangan, Kriteria Kinerja Pendidikan, dan Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Alokasi Minimum Dalam alokasi DID Tahun Anggaran 2012 juga dikenal adanya alokasi minimum yang diberikan kepada daerah yang telah memenuhi minimal persyaratan penilaian atas kriteria utama diberikan alokasi minimal sebesar Rp2.000.000.000,- sedangkan bagi daerah yang menyampaikan LKTD ke BPK tepat waktu mendapatkan insentif tambahan sebesar Rp.3.000.000.000,-. Penyaluran Penyaluran DID dilakukan secara sekaligus melalui transfer dari Rekening Kas Umum Negara kepada Rekening Kas Umum Daerah setelah daerah penerima menyampaikan Perda APBD tahun berjalan, Surat Pernyataan pencantuman DID dalam APBD/ APBD-P, dan Rencana penggunaan DID kepada Dirjen Perimbangan Keuangan. Dana TPG dan Tamsil Guru Dana Tunjangan Profesi Guru (DTP Guru), Alokasi dana ini diberikan kepada Guru pegawai Negeri Sipil Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tunjangan Profesi Guru-PNSD diberikan sebesar maksimal 1 kali gaji pokok PNS yang bersangkutan. Sedangkan Dana Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil Guru) diperuntukkan bagi guru yang belum mendapatkan tunjangan profesi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan guru PNSD. Mulai tahun 2009, DTP Guru PNSD merupakan komponen Anggaran Transfer ke Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Isu Tentang Dana Transfer Lainnya
140
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Transfer Lainnya
Pola Penyaluran Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian A.
Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur
Penyaluran dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan dari Mendagri - Tahap I (Maret): 15%; Tahap II (Juni): 30%; Tahap III (Sept): 40%; Tahap IV (Nov): 15%
B.
Dana Bantuan Operasional Sekolah
Penyaluran dilaksanakan secara Triwulanan untuk daerah non-terpencil masing-masing 25%; sedangkan untuk daerah terpencil secara semesteran (50%)
C.
Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNSD
Penyaluran dilaksanakan secara Triwulanan masingmasing 25%
D.
Dana Tunjangan Profesi Guru PNSD
Penyaluran dilaksanakan secara Triwulanan masingmasing 25%
E.
Dana Insentif Daerah
Penyaluran dilaksanakan jika Daerah telah menyampaikan Perda APBD 2010 dan Surat Pernyataan dan disalurkan secara sekaligus
F.
Dana Penyesuaian lainnya
Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku
Keberadaan Dana Transfer Lainnya sangat membantu dalam operasional daerah baik Kabupaten, maupun Kota. Namun demikian juga terdapat kekurangan didalam pelaksanaannya. Seperti misalnya untuk Dana Otonomi Khusus terdapat penyimpangan dalam penggunaannya; yang semestinya untuk pembangunan percepatan daerah akan tetapi digunakan untuk operasional pemerintahan. Sedangkan untuk yang lainnya adalah tidak sampainya dana tersebut kepada sasaran dan sering terjadi penyelewengan.
141
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 19
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
TOPIK 19
19.1. Tujuan, Waktu, KataPENDAPATAN Kunci, Metode, Media LAIN-LAIN DAERAH YANG SAH
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat mengetahui dan memahami konsep Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDS), optimalisasi LPDS, dan Isu-isu Terkini tentang LPDS.
3 Sesi (135 Menit) Waktu
Kata Kunci
• • •
Struktur APBD, Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Jenis pajak propinsi yang dibagihasilkan Hibah dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Penerusan pinjaman/hibah Luar Negeri melalui hibah ke Daerah Dasar hukum, Ekstensifikasi LPDS
Metode
• • •
Peserta diminta menjelaskan sesuatu Kelompok kecil menyiapkan input dan presentasi pleno Lintas Kelompok
Media
Bahan Bacaan
143
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Infocus. • Spidol, • Powerpoint yang atraktif • Laptop
Referensi : • UU No. 33/2004 • PP No. 55/2005 • PP No. 57/2005 ttg Hibah • PP No. 10/2011 ttg Tatacara pinjaman LN dan Penerimaan Hibah • PMK tahun berjalan
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
19.2. Alur Pembelajaran konsep, jenis, dan sumber lain-lain pendapatan Daerah yang sah
Optimalisasi LPDS Kegiatan 2
Kegiatan 1
45
lecture, diskusi kelompok
45
diksusi kelompok
menit 0
10
20
30
40
45
Diskusi kelompok
40” menit
menit 50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Kegiatan 3
Diskusi kelompok
Penjelasan
Kegiatan 1 : konsep, jenis, dan sumber lain-lain pendapatan Daerah yang sah Tujuan : Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat dapat mengetahui dan memahami konsep Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDS) 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Menjelaskan konsep, jenis, dan sumber lain-lain pendapatan Daerah yang sah, gunakan power point presentation. (30) 3. Selanjutnya, Tanyakan (5 Menit): o Mengapa LPDS dalam konteks pendapatan Daerah? 4. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : Optimalisasi LPDS Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami berbagai jenis Dana Penyesuaian dan mekanismenya 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit) 2. Selanjutnya, buat kelompok
144
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan masalah dan cara mendorong pertumbuhan pendapatan LPDS 4. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 5. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 6. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
Kegiatan 3 : Diskusi kelompok Tujuan : Setelah berdiskusi, peserta diklat dapat mengetahui dan memahami konsep Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDS), optimalisasi LPDS, dan Isu-isu Terkini tentang LPDS. 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit) 2. Selanjutnya, buat kelompok 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan pertanyaan dibawah ini: 1. Jelaskan penyajian Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah dalam Laporan Realisasi Anggaran! 2. Jelaskan perbedaan antara LPDS dengan Lain-lan PAD yang sah. 3. Jelaskan komponen Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah! 4. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (15 menit) 5. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 5menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 6. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
145
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
19.3. Ringkasan Materi: (maksimal 5 halaman) Sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya, struktur APBD merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu sebagai berikut: a.
pendapatan daerah;
b.
belanja daerah; dan
c.
pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah tersebut di atas, selanjutnya dikelompokan atas: a.
Pendapatan Asli Daerah;
b.
Dana Perimbangan; dan
c.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Kelompok Pendapatan Asli Daerah terdiri atas: a.
pajak daerah;
b.
retribusi daerah;
c.
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d.
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDS) adalah merupakan pendapatan yang tidak dapat dipisahkan dari pendapatan yang secara keseluruhan masuk dalam Pendapatan Pemerintah/Daerah. LPDS ini merupakan wewenang dari daerah untuk mengelola dan menggunakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perlu diperhatikan bahwa LPDS berbeda dengan lain-lain PAD yang sah. Penyajian dalam Anggaran Sebagai contoh, kita dapat melihat penyajian Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah (LPDS) dalam Ringkasan APBD 2013 Kabupaten Subang sebagai berikut:
146
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 No
Uraian
Jumalah
1.
PENDAPATAN DAERAH
1.1.
PENDAPATAN ASLI DAERAH
1.1.1.
HASIL PAJAK DAERAH 1)
42.415.500.000,00
1.1.2.
HASIL RETRIBUSI DAERAH 1)
18.569.535.200,00
1.1.3.
HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
11.410.000.000,00
1.1.4.
LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
1.2.
DANA PENGEMBANGAN
1.2.1.
DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
1.2.2.
DANA ALOKASI UMUM
1.2.3.
DANA ALOKASI KHUSUS
59.497.100.000,00
1.3.
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
68.737.236.599,00
1.3.1.
PENDAPATAN HIBAH
1.3.3.
DANA BAGI HASIL PAJAK DARI PROPINSI DAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA JUMLAH PENDAPATAN
1.499.668.098.462,00 119.940.035.200,00
47.545.000.000,00 1.310.990.826.663,00 218.926.194.663,00 1.032.567.532.000,00
2.425.100.000,00 66.312.136.599,00
1.499.669.098.462,00
Semua jenis pendapatan yang sah yang tidak masuk kepada kategori PAD dan Dana Perimbangan adalah merupakan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Jenisnya antara lain: 1. Pendapat Hibah 2. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah daerah lainnya 3. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya 4. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 5. Dana Darurat 6. Lainnya Pada bagian berikutnya akan diuraikan beberapa jenis lain-lain pendapatan daerah yang sah yang cukup besar. Terkait dana penyesuaian dan dana otonomi khusus, penjelasannya ada di bagian dana transfer lainnya. 147
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
A.
BAGI HASIL PAJAK PROVINSI
Sebagaimana diamanatkan oleh UU 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, salah satu sumber pendanaan Pemerintahan Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber dari pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Lebih lanjut, pelaksanaan pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah tersebut diatur dengan Undang-undang tersendiri, yang saat ini adalah UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan UU 28/2009 tersebut, jenis pajak Provinsi harus dibagihasilkan kepada Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Pendapatan Pajak Provinsi yang Dibagihasilkan Kepada Kabupaten/Kota Jenis Pajak
Proporsi Bagi Hasil
Provinsi
Kab/Kota
Pajak Kendaraan Bermotor
70%
30%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
70%
30%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
30%
70%
Pajak Rokok
30%
70%
Pajak Air Permukaan
50%
50%
20%
80%
*) untuk air permukaan yang berada hanya pada 1 kabupaten/kota
Selanjutnya bagian kabupaten/kota dialokasikan per kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut, dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antar kabupaten/kota. Contoh Kasus 1. Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Provinsi X senilai Rp500 miliar. Provinsi X terdiri dari 1 Kota dan 4 Kabupaten. Buatlah beberapa alternatif Bagi Hasil yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Provinsi X dengan memperhitungkan aspek pemerataan dan/atau potensi (buat asumsi potensi setiap kabupaten/kota). 2. Penerimaan Pajak Air Permukaan Provinsi Y senilai Rp1 miliar. Provinsi Y terdiri dari 1 kota dan 4 kabupaten. Penerimaan Pajak Air Permukaan diperoleh dari pemanfaatan sungai yang mengaliri 1
148
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
kota dan 1 kabupaten. Buatlah beberapa alternatif Bagi Hasil yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Y dengan memperhitungkan aspek pemerataan dan/atau potensi (buat asumsi potensi setiap kabupaten/kota).
B. PENDAPATAN HIBAH Konsep Dasar Pendapatan Hibah adalah pendapatan yang diterima Pemerintah Daerah, baik berupa barang/jasa ataupun uang dari dari berbegai pihak (seperti Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, individu/badan swasta dalam negeri) kepada Pemerintah Daerah yang tidak perlu dibayar kembali. Sesuai dengan definisi di atas Pendapatan Hibah Pemerintah Daerah dapat bersumber dari Pemerintah (pusat), pemerintah daerah lain, badan/lembaga organisasi swasta dalam negeri, dan atau kelompok masyarakat/perorangan dalam negeri. Hibah dari lembaga internasional/pemerintah asing ke Pemerintah Daerah harus melalui Pemerintah Pusat. Sehingga hibah dari Pemerintah (pusat) sendiri dapat bersumber dari pendapatan APBN, pinjaman luar negeri, dan/atau hibah luar negeri. Hibah dari Pemerintah Pusat yang bersumber dari Luar Negeri disebut juga penerusan hibah ke daerah. Nilai dari keseluruhan hibah ke daerah khususnya dari Pemerintah (pusat) selama beberapa tahun ini memang tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan transfer ke daerah. Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan urusan pemerintahan yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah. Untuk Hibah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri APBN dan dari pihak lain di dalam negeri dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Sedangkan Hibah yang bersumber dari luar negeri (baik dari pinjaman luar negeri maupun hibah luar negeri yang diterushibahkan) dilakukan melalui Pemerintah Pusat melalui penandatanganan Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH) antara Pemerintah c.q. Menteri Keuangan atau kuasanya dengan kepala daerah. Khusus untuk hibah dari Pemerintah (pusat) yang bersumber dari pinjaman luar negeri, prioritas diberikan kepada daerah berkapasitas fiskal rendah berdasarkan peta kapasitas fiskal yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan atau prioritas sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah (RPJP/RPJM). Pemberian hibah harus memenuhi kriteria paling sedikit: 1. Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; 2. Peruntukannya untuk peningkatan fungsi Pemerintahan, layanan dasar umum, dan pemberdayaan aparatur; 3. Peruntukannya guna penyelenggaraan kegiatan Pemerintah Daerah yang berskala regional di daerah; 4. Peruntukannya guna melaksanakan kegiatan sebagai akibat kebijakan Pemerintah yang mengakibatkan penambahan beban APBD;
149
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
5. Tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan Iain oleh peraturan perundang-undangan; dan memenuhi persyaratan penerima hibah.
Apabila dalam naskah Perjanjian Hibah Daerah dipersyaratkan untuk menyediakan dana pendamping, maka hibah diberikan kepada penerima hibah yang bersedia menyediakan dana pendamping.
Hibah mempunyai 3 bentuk, yaitu: 1. Hibah dalam bentuk uang; 2. Hibah dalam bentuk barang dapat berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan jalan irigasi jaringan, aset tetap lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; 3. Hibah dalam bentuk jasa dapat berupa bantuan teknis pendidikan, pelatihan, penelitian dan jasa Iainnya.
Ruang lingkup hibah daerah meliputi:
Hibah Daerah, meliputi: a. Hibah kepada Pemerintah Daerah; b. Hibah dari Pemerintah Daerah.
Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat berasal dari: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah Lain; c. badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau d. kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri.
Hibah dari pemerintah kepada Pemerintah Daerah dapat diteruspinjamkan, diterushibahkan, dan/ atau dijadikan penyertaan modal kepada badan usaha milik daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah Daerah dan badan usaha milik daerah.
Hibah dari Pemerintah Daerah dapat diberikan kepada: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah lain; c. badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau d. badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. 1) Hibah dari Pemerintah yang bersumber dari APBN meliputi: a. penerimaan dalam negeri; b. hibah luar negeri; dan c. Pinjaman Luar Negeri.
150
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Mekanisme Penyaluran Penyaluran hibah kepada pemerintah daerah berdasarkan Rencana Tahunan untuk setiap permintaan penyaluran hibah kepala daerah wajib menyampaikan surat permintaan penyaluran hibah yang dilampiri dengan Surat Tanggung Jawab Mutlak dan dokumen terkait kepada Kuasa Pengguna Anggaran Hibah kepada Pemerintah Daerah. Permintaan penyaluran dilakukan setelah ada pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Hibah kepada Pemerintah Daerah. Dokumen terkait tersebut harus mendapat pertimbangan dari kementerian lembaga terkait sebelum disampaikan Kuasa Pengguna Anggaran – Hibah Kepada Pemerintah Daerah (KPA-HPD). Penyaluran hibah berupa uang yang sumbernya berasal dari pendapatan APBN dilakukan melalui pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD. Pemerintah daerah dalam rangka penyaluran hibah membuka rekening tersendiri yang bersifat khusus untuk menampung dana hibah sebagai bagian dari RKUD sesuai peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah atau kuasanya menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada KPA- HPD yang dilampiri dengan copy bukti pembukaan rekening. Permintaan atas penyaluran hibah untuk tahap pertma dilampiri dengan dokumen terkait: a. Rencana penggunaan hibah b. Copy DPA – SKPD dan dokumen pendukung terkait c. Copy SPM yang disampaikan oleh SKPD kepada BUD dalam rangka pencairan dana hibah dan dokumen pendukung terkait. Permintaan atas penyaluran hibah sebagaimana dimaksud untuk tahap berikutnya dilampiri dengan dokumen terkait: a. Rencana penggunaan hibah b. Copy SPM yang disampaikan oleh SKPD kepada BUD dan copy rekening Koran dalam rangka pencairan dana hibah dan dokumen pendukung terkait c. Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan dokumen terkait d. Copy SP2D yang disahkan oleh BUD untuk tahap sebelumnya dan dokumen terkait e. Laporan penggunaan hibah dan laporan penggunaan dana pendamping untuk tahap sebelumnya yang ditetapkan oleh SKPD dan BUD serta dokumen pendukung terkait Dalam hal penyaluran hibah tahap terakhir telah dilakukan oleh KPA – HDP, Kepala Daerah atau kuasanya menyampaikan dokumen antara lain: a. Copy SP2D yang disahkan oleh BUD dan dokumen pendukung terkait. b. Laporan penggunaan hibah dan laporan penggunaan dana pendamping secara keseluruhan yang ditetapkan oleh SKPD dan dokumen pendukung terkait.
151
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Isu-isu Tentang Hibah Hibah daerah seringkali dikaitkan dengan politik di daerah-daerah misalnya untuk pilkada.
C. Dasar Hukum, Optimalisasi, Dan Isu Terkini Tentang Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Dasar Hukum Dalam rangka melaksanakan pengelolaan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, maka telah diterbitkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait yaitu: 1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah; 2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perben 3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara dan Daerah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar akuntansi Pemerintahan; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2011; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah;
Optimalisasi Optimalisasi LPDS dapat dilakukan baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi dimaksudkan adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan LPDS dengan cara meningkatkan usaha pemungutan dari obyek LPDS yang selama ini belum dilakukan secara optimal; sehingga realisasinya akan meningkat. Sedangkan usaha ekstensifikasi dilakukan melalui usaha-usaha untuk mengembangkan obyek LPDS yang terbaru yang sebelumnya tidak dilakukan. Optimalisasi LPDS yang berada dalam lingkup kewenangan Pemerintah Daerah adalah terkait dengan Bagi Hasil Pajak Propinsi. Jika Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membantu Pemerintah Propinsi untuk mengoptimalkan pendapatan pajak propinsi, maka Pemerintah Kabupaten/Kota akan menerima bagihasil yang semakin besar.
152
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Isu Terkini Isu-isu yang berkembang saat ini yang berkaitan dengan LPDS adalah dengan semain banyaknya jenis dana penyesuaian (dalam bentu dana transfer dari Pusat ke daerah) yang bersifat ad hoc tentu akan mengganggu kepastian pendapatan daerah. Dana yang bersifat ad hoc tidak bisa diandalkan sebagai sumber pendanaan pelayanan publik di daerah karena bisa mengganggu keberlanjutan pelayanan jika hanya bersifat temporer. Namun ada juga LPDS yang berasal dari dana penyesuaian yang sudah menjadi rutinitas tahunan seperti Dana BOS. Dana ini sebaiknya ke depan dipindahkan ke kelompok transfer rutin, bukan di LPDS.
153
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 20
SISDUR DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH
Sisdur Dan Penatausahaan Pendapatan Daerah
20.1. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode, Media TOPIK 20 SISDUR DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH
Tujuan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mamu: • menjelaskan azas umum penatausahaan keuangan daerah; • menjelaskan sisdur penerimaan pendapatan SKPD dan PPKD; • menjelaskan sisdur penyetoran pendapatan ke kas daerah; • menjelaskan sisdur restitusi penerimaan pendapatan
3 Sesi (135 Menit) Waktu
Kata Kunci
Metode
Media
Bahan Bacaan
155
• • • •
Kewajiban penyelenggaraan penatausahaan Surat Ketetapan Retribusi bendahara penerimaan PPPKD Nota Kredit
• • •
Peserta diminta menjelaskan sesuatu Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran Teks dengan kesalahan
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Infocus. • Spidol, • Powerpoint yang atraktif • Laptop
1. 2. 3. 4. 5. 6.
PP No. 58/2005 Permendagri No. 13/2006 jo. 59/2007 jo 21/2011 Permendagri No. 55/2008 PP No. 60/2008 Abdul Halim (2012) SE Ditjen DJPK ttg Sisdur.
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sisdur Dan Penatausahaan Pendapatan Daerah
20.2. Alur Pembelajaran : Sisdur dan Penatausahaan Kegiatan 1 : lecture, diskusi
Diskusi kelompok
75
65 40”
menit 0
10
20
30
40
50
60
70
80
menit 90
100
110
120
130
140
150
Kegiatan 3
Diskusi kelompok
Penjelasan
Kegiatan 1 : Sisdur dan Penatausahaan Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, menjelaskan prinsip Sisdur dan Penatausahaan pendapatan. 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Menjelaskan Sisdur dan Penatausahaan Pendapatan dengan power poin presentation (50) 3. Selanjutnya, mengajukan pertanyaan:
Apa peranan sisdur dalam mengamankan kekayaan daerah?
4. Catatlah hasil pembahasan dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit) 5. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (5 menit).
Kegiatan 2 : Diskusi kelompok Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan ini peserta memahami berbagai jenis Dana Penyesuaian dan mekanismenya 1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. (5 menit)
156
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sisdur Dan Penatausahaan Pendapatan Daerah
2. Selanjutnya, buat kelompok 3. Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan pertanyaan dibawah ini: 1. Jelaskan perbedaan jenis penerimaan pendapatan di SKPD dan PPKD! 2. Jelaskan prinsip umum penerimaan pendapatan di SKPD! 3. Uraikan prosedur penerimaan pendapatan tunai SKPD dengan menggambarkannya melalui bagan alir! 4. Jelaskan prosedur penerimaan pendapatan PPKD! 4. Masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk berdiskusi dan menyusun bahan paparan berupa pokok-pokok masalah penting yang akan disampaikan dalam pleno (40 menit) 5. Setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusinya dalam pleno selama 10 menit. Berikan kesempatan kepada peserta atau kelompok lain untuk memberikan pendapat, saran atau kritik (10 menit). 6. Catatlah hasil pembahasan pleno dan mintalah klarifikasi kepada peserta, jika terdapat istilah atau catatan yang perlu penjelasan lebih lanjut. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan (10 menit).
20.3. Ringkasan Materi: Pendahuluan Berdasarkan amanah Permendagri Nomor 13/2006 jo Permendagri 50/2007 jo Permendagri 21/2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. Sistem dan prosedur (Sisdur) pengelolaan keuangan daerah tersebut mencakup tata cara penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban kepala daerah.Sisdur tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidance) bagi pejabat penatausahaan keuangan daerah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola keuangan daerah, serta seluruh pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan keuangan daerah, sehingga tercipta pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien, efektif, transparan dan akuntabel yang sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Azas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 184 Permendagri 13/2006, azas umum penatausahan keuangan daerah meliputi 2 hal yaitu: Kewajiban penyelenggaraan penatausahaan. Bahwa Pengguna Anggaran/Kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
157
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Sisdur Dan Penatausahaan Pendapatan Daerah
Tanggung jawab kebenaran material atas bukti penerimaan dan/atau pengeluaran. Bahwa Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggungjawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. Sisdur dan Penatausahaan Berdasarkan Permendagri 55 tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, disebutkan jenis penatausahaan penerimaan pendapatan meliputi : • •
158
Penatausahaan penerimaan pendapatan SKPD Penatausahaan penerimaan pendapatan PPKD
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
TOPIK 21
STUDI KASUS PENDAPATAN ASLI DAERAH
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
TOPIK 21
21.1. Tujuan, Waktu, Kata Kunci, Metode,ASLI Media STUDI KASUS PENDAPATAN DAERAH Peserta dapat mengetahui isu-isu terkini, permasalahan serta langkah-langkah solusinya dalam rangka optimalisasi pendapatan daerah Tujuan
3 Sesi (135 Menit) Waktu
Kata Kunci
• • •
• Metode
Media
Strategi peningkatan PAD Pariwisata dan PAD Kecenderungan Pertumbuhan PAD
Studi kasus merupakan tema utama • Peserta diminta menjelaskan sesuatu • Praktek Terbaik/Contoh Pelajaran
• •
Latihan menghitung Kelompok kecil menyiapkan input dan presentasi pleno • Lintas Kelompok
Isi dengan media yang relevan. Pilihan media antara lain: • Flipt Chart, • Infocus. • Spidol, • Powerpoint yang atraktif • Laptop • Lembar Kerja Studi Kasus
1. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Modulpelatihan tentang PajakDaerah. Bahan Bacaan
160
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
21.2. Alur Pembelajaran Diskusi kelompok
Mempelajari Kasus
Kegiatan 2
Kegiatan 1 Dikusi kelompok Understanding case
45
45
Diskusi kelompok
menit 0
10
20
30
40
Cross groups presentation
menit 50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Kegiatan 3
Cross groups presentation
Penjelasan
Kegiatan 1 : Mempelajari Kasus Tujuan : Setelah mengikuti tahapan ini, perserta dapat memahami pola dan trategi dalam meningkatkan PAD 1. Menjelaskan kepada peserta tujuand an proses yang akan dilakukan dalam kegiatan inidengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya (5 menit) 2. Bagikan kepada peserta masing-masing satu set kasus 3. Bagi kelompok 4. Selanjutnya minta mereka mendiskusikan kasus tersebut (40 menit)
Kegiatan 2 : Diskusi kelompok Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat mengidentifikasi cara-cara mendorong pertumbuhan PAD 1. Diskusi kelompok (45 menit) 2. Fasilitator memberikan arahan jika ada peserta yang mengalami kesulitan dalam memahami masalah.
Kegiatan 2 : Cross groups presentation Tujuan : setelah mengikuti kegiatan ini peserta dapat melakukan penilaian sendiri atas upaya- upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalisasi PAD 161
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
1. Menjelaskan kepada peserta tujuan dan proses yang akan dilakukan dalam kegiatan ini dengan mengaitkan hasil pembahasan sebelumnya. 2. Buatlah kelompok terdiri dari 4 atau 5 orang 3. Tentukan Ketua kelompok dan juru bicaranya. 4. Lakukan presentasi kelompok, masing-masing kelompok menyampaikan startegi mendorong PAD 5. Masing-masing kelompok diberi waktu 10 menit untuk menyampaikan hasilnya, disusul dengan pertanyaan dari kelompok lain (40 menit) 6. Simpulkan hasil diskusi kelompok (5 Menit)
21.3. Lembar Kerja/Media UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH MELALUI SEKTOR PARIWISATA DI KABUPATEN KUNINGAN Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi yang cukup besar dalam PAD -nya. Salah satu potensi PAD Kabupaten Kuningan adalah dari sektor pertanian dan pariwisata yang merupakan keunggulan kompetitif Kabupaten Kuningan karena letak dan kondisi geografisnya di daerah dataran tinggi dengan iklim yang sejuk dan tanah yang subur. Secara geoggrafis Kabupaten Kuningan berada di Region III dengan Cirebon sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Oleh karena itu arah pembangunan Kabupaten Kuningan dalam posisi ini akan berperan sebagai buffer zone , yang secara global akan memberikan daya dukung berupa catchment area, penyedia air bersih, pereduksi polusi/karbon, jasa pariwisata dan alternatif hunian yang nyaman. Salah satu potensi besar yang dapat menjadi modal pembangunan di Kabupaten Kuningan adalah kekayaan potensi pariwisata berbasis alam. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kuningan dalam meningkatkan PAD, sehingga dalam rencana pembangunan menempatkan pariwisata sebagai komponen pembangunan yang utama. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah menargetkan menjadi “Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun 2027”. Target tersebut dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009-2013 dengan menetapkan tujuan pembangunan selama 5 tahun seperti yang dimuat dalam visi RPJM yaitu “Kuningan Lebih Sejahtera Berbasis Pertanian dan Pariwisata Yang Maju Dalam Lingkungan Yang Lestari dan Agamis Tahun 2013”. Prioritas dan dukungan bagi pengembangan pariwisata akan menempati tempat utama dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan daerah. Hal tersebut didukung pula dengan adanya Rencana Strategis Pembangunan Pariwisata Kabupaten Kuningan 20092013 melalui Dinas Kebudayaandan Pariwisata. Komponen pariwisata ini bisa meliputi:
162
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
1) Objek dan daya tarik wisata 2) Akomodasi 3) Angkutan Wisata 4) Sarana dan fasilitas wisata 5) Prasarana wisata. Dengan mengetahui komponen pariwisata diatas, maka arah pengembangan pembangunan pariwisata bisa terarah dengan baik. Banyak sekali manfaat yang bisa didapat jika pembangunan pariwisata ini terarah dan bisa memancing minat wisatawan untuk berkunjung. Beberapa manfaat dalam pembangunan pariwisata ini antara lain: 1) Manfaat Ekonomi Adanya penerimaan penerimaan devisa atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) Adanya kesempatan untuk berusaha Terbukanya lapangan kerja Meningkatnya Pendapatan masyarakat dan pemerintah Mendorong pembangunan daerah 2) Manfaat Sosial Budaya, Pelestarian budaya dan adat istiadat, Meningkatkan kecerdasan masyarakat, Mengurangi konflik sosial 3) Manfaat dalam berbangsa dan bernegara, Mempererat persatuan, Menumbuhkan rasa memiliki, Memelihara hubungan baik internasional dalam hal pengembangan pariwisata. 4) Manfaat Bagi Lingkungan, Arah pembangunan pariwisata agar dapat memenuhi keinginan wisatawan seperti bersih, jauh dari populasi, santai, dan sejuk akan memberikan upaya dalam pengembangan untuk melestarikan lingkungan supaya hijau dan bersih. Sasaran yang akan dicapai dalam rangka otonomi daerah seperti yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat harus dapat menggali potensi-potensi yang ada di daerah. Dalam hal ini potensi-potensi yang ada di daerah berkenaan dengan pariwisata yang bertujuan dapat peningkatan PAD. Potensi Sektor Pariwisata di Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan memiliki potensi yang besar dalam PAD-nya , salah satunya adalah dari sektor pertanian dan pariwisata yang merupakan keunggulan kompetitif Kabupaten Kuningan karena letak dan kondisi geografisnya di daerah dataran tinggi dengan iklim yang sejuk dan tanah yang subur. Oleh karena itu arah pembangunan Kabupaten Kuningan dalam posisi ini akan berperan sebagai buffer zone, yang secara global akan memberikan daya dukung berupacatchment area , penyedia air bersih, pereduksi polusi/karbon, jasa pariwisata dan alternatif hunian yang nyaman. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kuningan dalam meningkatkan PAD, sehingga dalam rencana pembangunan menempatkan pariwisata sebagai komponen pembangunan yang utama.
163
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
Target dan Realisasi PAD dari Sektor Pariwisata Tahun 2001-2011 Tahun
Target (Rp.)
Realisasi (Rp.)
Presentase (%)
2001
204.607.000
231.034.625
112,92
2002
258.180.000
272.187.275
105,42
2003
289.666.000
290.919.900
100,43
2004
302.270.160
314.737.070
104,12
2005
347.849.000
353.309.055
101,57
2006
387.358.600
385.516.060
99,50
2007
471.809.000
478.269.550
101,37
2008
541.348.350
544.002.325
100,49
2009
622.550.600
671.154.260
107,81
2010
1.157.788.000
1.205.655.375
104,13
2011
733.305.000
759.839.200
103,62
Sumber: Dispenda Kabupaten Kuningan, 2012
Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap PAD Kabupaten Kuningan Tahun 2001-2011 Tahun
2001
Penerimaan dari Sektor Pariwisata (Rp.)
PAD (Rp.)
231.034.625
12.093.675.538
1,91
2002
272.178.275
16.496.871.043
1,65
2003
290.919.900
20.511.178.117
1,42
2004
314.737.070
24.412.352.859
1,29
2005
353.309.055
31.064.548.152
1,14
2006
385.516.060
35.731.420.985
1,08
2007
478.269.550
43.507.886.549
1,09
2008
544.002.325
42.825.180.706
1,27
2009
671.154.260
63.573.538.311
1,06
2010
1.205.655.375
2.935.375.414
1,65
2011
759.839.200
82.913.615.301
0,92
Rata-rata
-
Sumber: Dispenda Kabupaten Kuningan, 2012
164
Presentase (%)
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
1,32
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dari Sektor Pariwisata di Kabupaten Kuningan Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan Kabupaten Kuningan dalam meningkatkan PAD, sehingga dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Kuningan telah menargetkan menjadi “Kabupaten Agropolitan dan Wisata Termaju di Jawa Barat Tahun 2027”. Target tersebut dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009-2013 dengan menetapkan tujuan pembangunan selama 5 tahun seperti yang dimuat dalam visi RPJM yaitu “Kuningan Lebih Sejahtera Berbasis Pertanian dan Pariwisata Yang Maju Dalam Lingkungan Yang Lestari dan Agamis Tahun 2013”. Prioritas dan dukungan bagi pengembangan pariwisata akan menempati tempat utama dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan daerah. Hal tersebut didukung pula dengan adanya Rencana Strategis Pembangunan Pariwisata Kabupaten Kuningan 2009-2013 melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dalam rangka meningkatan pariwisata di Kabupaten Kuningan, pemerintah daerah setempat telah menetapkan Peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Induk pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA). RIPPDA ini disusun dengan pertimbangan bahwa potensi kepariwisataan di Kabupaten Kuningan perlu dikembangkan guna menunjang Pembangunan Daerah dan Pembangunan Kepariwisataan pada khususnya. RIPPDA adalah rumusan pokok-pokok kebijaksanaan perencanaan dan pemanfaatan pembangunan pariwisata di daerah yang didalamnya mencakup aspek ketataruangan, usaha pariwisata, faktor penunjang dan pengembangan kepariwisataan secara berlanjut dan berwawasan lingkungan. RIPPDA merupakan landasan bagi semua kegiatan pemanfaatan potensi pariwisata secara optimal, serasi, selaras, seimbang, terpadu, tertib, lestari dan berkelanjutan. RIPPDA berfungsi sebagai : 1) Pedoman pembinaan dan pengembangan kawasan pariwisata, obyek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana wisata, pemasaran wisata, promosi, kelembagaan kepariwisataan, sumber daya manusia kepariwisataan, serta investasi pembangunan di bidang kepariwisataan. 2) Pedoman bagi pengawasan dan pengendalian pengembangan pariwisata, obyek dan daya tarik wisata. 3) Pedoman penyusunan rencana pembangunan Daerah sub sektor pariwisata. 4) Penjabaran pemanfaatan ruang sub sektor kepariwisataan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Ruang Lingkup RIPPDA terdiri atas : 1) Ruang Lingkup wilayah RIPPDA adalah Daerah dengan batas yang ditentukan bedasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas 111.857,55 Ha. Batas-batas wilayah adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, sebelah timur dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dengan Kabupaten Ciamis dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. 2) Ruang lingkup Pekerjaan RIPPDA memfokuskan pada perencanaan satu atau beberapa obyek wisata yang menjadi atau akan menjadi unggulan Daerah. 3) Ruang lingkup Substansi RIPPDA, meliputi : a) Kebijaksanaan makro dan mikro pariwisata Daerah; b) Obyek dan Daya Tarik Wisata(ODTW); 165
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
c) Sarana dan Prasarana pendukung wisata; d) Karakteristik Pasar Wisatawan; e) Kawasan wisata unggulan dan prioritas pengembangan wisata; f) Kebijaksanaan, strategi dan program pengembangan kepariwisataan. Kebijaksanaan sektor pariwisata Daerah menurut RIPPDA, meliputi: 1) peningkatan mutu sarana dan prasarana serta pelayanan jasa pariwisata dan jasa penunjang dengan tetap memelihara kebudayaan Daerah; 2) Pembinaan pelestarian peninggalan sejarah dan promosi obyek-obyek pariwisata yang dilakukan sesuai dengan perkembangan kepariwisataan; 3) Kegiatan kepariwisataan diarahkan untuk penggalian obyek wisata baru. Sasaran pembangunan pariwisata Daerah menurut RIPPDA, yaitu: 1) Terkelolanya seluruh potensi pariwisata secara lebih profesional dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan pengusaha yang sejalan dengan kepentingan penataan ruang, peningkatan pendapatan asli daerah, pengembangan seni dan budaya Daerah serta pelestarian lingkungan; 2) Menjadikan Daerah menjadi daerah tujuan wisata regional Jawa Barat; 3) Memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong penggunaan produk lokal; 4) Menjadikan kegiatan pariwisata menjadi kegiatan masyarakat dan pemerintah. 5) Menjaga kelestarian serta memupuk rasa cinta alam dan budaya serta memperhatikan nilai-nilai agama. RIPPDA juga menetapkan strategi kebijaksanaan dalam pengembangan pariwisata, yaitu: 1) Pengembangan dan penataan obyek serta daya tarik wisata dan menggali obyek dan daya tarik wisata baru. 2) Membangun, mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan. 3) Meningkatkan promosi kepariwisataan untuk mewujudkan Daerah sebagai tujuan wisata. 4) Meningkatkan pendidikan dan latihan kepariwisataan guna lebih terampil dan mampu bagi tenaga usaha pariwisata dan aparat terkait. 5) Menggali, melestarikan dan mengembangkan seni budaya Daerah serta memelihara dan melestarikan benda-benda purbakala sebagai peninggalan sejarah dan aset Daerah. 6) Meningkatkan peranan sektor pariwisata sebagai lapangan kerja, sumber Pendapatan Daerah dan masyarakat. 7) Melestarikan dan menertibkan sarana transportasi berciri khas Daerah (delman) yang berdimensi wisata.
166
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
Adapun strategi pengembangan pariwisata menurut RIPPDA yaitu: 1) Strategi Pengembangan Produk Wisata, meliputi: a) Menata dan mengembangkan produk wisata secara teratur sesuai dengan pasar wisatawan, terutama wisatawan nusantara. b) Mengoptimalkan produk wisata yang mempunyai selling point (nilai jual) secara khusus, untuk pasar wisatawan mancanegara. c) Menata event-event pariwisata secara teratur untuk ditingkatkan menjadi event regional dan nasional. d) Usaha penganekaragaman produk/daya tarik wisata. e) Menata dan mengembangkan produk wisata yang berwawasan lingkungan. f) Menjaga kelokalan dan keaslian, mengatur dan menetapkan agar setiap obyek wisata mempunyai kekhasan sendiri. g) Menggabungkan obyek wisata menjadi satu kesatuan kawasan dan menyatukan kawasan menjadi satu kesatuan daerah tujuan. 2) Strategi pemasaran dan promosi pariwisata, meliputi : a) Meningkatkan dan mengembangkan sistem informasi serta kualitas promosi yang efektif dan kemudahan wisatawan untuk memperoleh semua hal tentang produk wisata yang ada dan siap jual. b) Meningkatkan citra produk wisata Daerah agar mampu bersaing dengan daerah-daerah wisata lainnya yang sudah berkembang di Jawa Barat. c) Meningkatkan peran serta biro perjalanan di Cirebon dan Majalengka untuk menjual produk wisata Daerah. d) Meningkatkan “sadar wisata“ dan sapta pesona di kalangan para pejabat, pengusaha dan masyarakat, agar tumbuh kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. 3) Strategi Pengembangan Aksesibilitas, meliputi: a) Meningkatkan akses antara daerah-daerah yang memiliki potensi wisatawan, khususnya jalur Bandung- Majalengka- Kuningan –Cirebon. b) Menata sistem penunjuk jalan/rambu-rambu lalu-lintas yang mempermudah para wisatawan untuk mencapai obyek dan daya tarik wisata yang terdapat di Daerah. c) Terintegrasi dengan sektor yang lain. 4) Strategi pengembangan prasarana untuk menunjang kegiatan pariwisata meliputi: a) Perencanaan kebutuhan prasarana pariwisata yang meliputi : jalan, jembatan, air bersih, listrik, telepon disesuaikan dengan arah perkembangan objek dan daya tarik wisata. b) Pemenuhan kebutuhan prasarana pariwisata secara bertahap diusahakan pada objek-objek dan daya tarik wisata unggulan atau yang sudah berkembang yang seterusnya menyebar ke setiap objek dan daya tarik wisata lainnya.
167
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
c) Penetapan legalitas kewenangan dan pungutan. 5) Strategi pengembangan usaha, meliputi: a) Mewujudkan iklim yang menguntungkan bagi dunia usaha kepariwisataan dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi pengusaha yang akan menanamkan modalnya dalam bidang pariwisata. b) Membina pengusaha pariwisata menengah dan kecil dalam upaya peningkatan kualitas jasa usaha pariwisata. c) Menumbuhkan dan mengembangkan profesionalisme. d) Bertahap dan konsisten (tahap eksplorasi, pengembangan, konsolidasi dan stagnat). e) Pola pariwisata inti rakyat dan kemitraan. Pelaksanaan RIPPDA berbentuk program pembangunan pariwisata daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah, perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha swasta yang harus memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Program pembangunan pariwisata Daerah meliputi beberapa tahapan, yaitu: 1) Prioritas Rencana Tindak, meliputi: a) Rencana Tindak Pengembangan Sarana dan Prasarana. b) Pentahapan Insentif dan disinsentif Program Investasi. c) Pentahapan Program Investasi. d) Prosedur Kemitraan. 2) Prioritas Program, meliputi: a) Prioritas Program Penanganan. b) Prioritas Penanganan Kawasan c) Tahapan Pelaksanaan Program, meliputi: d) Indikasi Program. e) Indikasi Program Pembangunan Sektoral. f) Indikasi Program Pembangunan. RIPPDA ditetapkan pada tahun 2009 dan mulai efektif diimplementasikan pada tahun 2010. Oleh karena itu, keberhasilan strategi pengembangan pariwisata yang ditetapkan dalam RIPPDA dapat dilihat dari realisasi penerimaan PAD dari sektor pariwisata tahun 2010 dan 2011 (sesudah RIPPDA dilaksanakan) dengan membandingkannya dengan tahun 2009 (sebelum RIPPDA dilaksanakan). Mengenai hal tersebut, dengan berdasarkan data pada tabel 4.4 dan 4.5 di muka, maka dapat diketahui bahwa :
168
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Studi Kasus Pendapatan Asli Daerah
1) Berdasarkan data pada Tabel di atas, nilai nominal realisasi PAD dari sektor pariwisata dibandingkan dengan targetnya, dari tahun ke tahun memang terus meningkat tetapi tidak berbanding lurus dengan prosentasi realisasinya. Pada tahun 2009 (sebelum RIPPDA dilaksanakan), persentase realisasinya adalah sebesar 107,81 %. Tetapi pada tahun 2010 dan 2011 (setelah RIPPDA dilaksanakan), prosentase realisasinya justru terus menurun yaitu sebesar 104,13 % pada tahun 2010 dan 103,62 % pada tahun 2011. Hal ini disebabkan oleh adanya pengalihan pengelolaan beberapa obyek wisata dari Disparda Kabupaten Kuningan dan pihak ketiga kepada PD. Aneka Usaha. 2) Berdasarkan data pada Tabel di atas, nilai nominal kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD memang terus mengalami kenaikan, tetapi tidak berbanding lurus dengan prosentase kontribusinya. Pada tahun 2009 (sebelum RIPPDA dilaksanakan) prosentase kontribusinya adalah sebesar 1,06 %, tetapi pada tahun 2010 dan 2011 (setelah RIPPDA dilaksanakan) kontribusinya berfluktuasi yaitu meningkat menjadi 1,65 % pada tahun 2010 tetapi menurun menjadi 0,92 % pada tahun 2011. Hal ini juga disebabkan oleh adanya pengalihan pengelolaan beberapa obyek wisata dari Disparda Kabupaten Kuningan dan pihak ketiga kepada PD. Aneka Usaha (PDAU), tetapi PDAU sendiri pada tahun 2011 belum memberikan kontribusi berupa Bagian Laba Perusahaan Daerah terhadap PAD.
SOAL DISKUSI: 1) Seberapa besarkah pengaruh pariwisata terhadap peningkatan PAD? 2) Aspek-aspek apakah yang dapat berkembang dengan berkembangnya sektor pariwisata? 3) Apakah strategi Pemerintah daerah Kabupaten Kuningan sudah tepat dalam mendorong peningkatan PAD? 4) Masalah-masalah apa yang bisa muncul dan apa solusinya? 5) Buatlah perkiraan pertumbuhan PAD sektor Pariwisata.
169
PANDUAN BAGI PELATIH PENDAPATAN DAERAH - KURSUS KEUANGAN DAERAH Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan