IMPLIKASI TUGAS DAN KEWENANGAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH PASCA PUTUSAN MK NO.93/PUU-X/2012 TENTANG PENGUJIAN KONSTITUSIONAL UU NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH.
OLEH: RATNA SOFIANA 1320312085 TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Master Studi Islam Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Hukum Bisnis Syariah
YOGYAKARTA 2015
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks akan melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama dalam berbisnis. Mengingat kegiatan berbisnis diakui semakin meningkat dari hari kehari maka tidak mungkin menafikan akan terjadinya sengketa antara pihak yang terlibat baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Berdasarkan Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap warga Negara berhak atas atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal inilah yang mendasari Ir. H. Dadang Achmad mengajukan pengajuan uji materiil Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94) yaitu pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji dan meneliti berbagai dokumen atau literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Penelitian ini juga bersifat deskriptif-analitis, yakni mendeskripsikan dan menganalisis putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah pertama, Sebelum Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah penyelesaian sengketa perbankan syariah rata-rata dilakukan melalui proses Arbitrase oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang kemudian berubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau sebagian kecil melalui proses litigasi di PengadilanNegeri. Kedua Setelah lahirnya UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, penyelesaian sengketa perbankan syariah diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang ini yang menyatakan selain sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama penyelesaian sengketa perbankan syariah juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad. Walaupun Mahkamah Konstitusi tidak mengadili perkara secara konkrit dan hanya menilai muatan materi atau norma yang dikandung suatu Undang-Undang bertentangan atau tidaknya dengan konstitusi, namun ada beberapa konklusi hukum yang bisa ditarik dari putusan Nomor 93/PUUX/2012 tersebut :a. Penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan absolut (mutlak) Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama sebagaimana yang diamanahkan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. b. Pihakpihak yang melakukan akad dalam aktifitas perbankan syariah yakni Bank Syariah dan nasabah dapat membuat pilihan forum hukum(choice of forum) jika para pihak tidak bersepakat untuk menyelesaikan sengketanya melaui Pengadilan Agama, namun hal tersebut harus termuat secara jelas dalam akad (perjanjian), para pihak harus secara jelas menyebutkan forum hukum yang dipilih bilamana terjadi sengketa. Jadi pencantuman forum hukum yang dipilih oleh para pihak dalam akad (perjanjian) menjadi suatu keharusan. ii
MOTTO Think☻ Idea☺ Try♪ Do♫ Do Again☺ And Again☻ Keep doing♫♫ and Succes♥ ♥♫You Try and You Can♥♫
(6 :إِ ﱠن َﻣ َﻊ اﻟْﻌُ ْﺴ ِﺮ ﻳُ ْﺴًﺮا )اﻹﻧﺸﺮاح
Sesungguhnya Sesudah Kesulitan Itu Ada Kemudahan (QS. Al- Insyirah: 6)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN Aku persembahkan karya ini untuk: ☻Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan segala daya dan upaya untuk memberikan yang terbaik untuk ananda.
♫Kedua adik tercinta, Selfi Alfiana dan Naufal Hanan El-Fairuz yang selalu membuat semangat ini membara.
♥Partner terbaik yang kumiliki, yang tidak pernah letih menemani, membimbing serta menasehatiku
☺Seluruh sahabat seperjuangan Hukum Bisnis Syariah Non Reguler 2013, Kalian Luar Biasa
♪Almamater tercinta UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
viii
KATA PENGANTAR
أﺷﻬﺪ أن ﻻ إﻟﻪ.أﳊﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﳌﲔ وﺑﻪ ﻧﺴﺘﻌﲔ ﻋﻠﻰ أﻣﻮراﻟﺪﻧﻴﺎ واﻟﺪﻳﻦ واﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم ﻋﻠﻰ أﺷﺮف اﻷﻧﺒﻴﺎء واﳌﺮﺳﻠﲔ.إﻻ اﷲ وأﺷﻬﺪ أن ﳏﻤﺪا رﺳﻮل اﷲ . أﻣﺎﺑﻌﺪ.ﺳﻴﺪﻧﺎ ﳏﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﻪ وﺻﺤﺒﻪ أﲨﻌﲔ Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kenikmatankenikmatan-Nya yang agung, sehingga penulisan tesis yang berjudul IMPLIKASI TUGAS DAN KEWENANGAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA
EKONOMI
SYARIAH
PASCA
PUTUSAN
MK
NO.93/PUU-X/2012 TENTANG PENGUJIAN KONSTITUSIONAL UU NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH dapat terselesaikan dengan baik.
Lantunan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sang revolusioner sejati yang telah membawa dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang benderang. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Hukum Islam di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada konsentrasi Hukum Bisnis Syariah. Dalam penulisan Tesis ini, penulis
xv
menyadari bahwa Tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan,
disebabkan
oleh
keterbatasan
kemampuan
penulis
banyak
mendapatkan bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Maka dengan kerendahan hati dan rasa hormat dapat sekiranya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghormatan yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan Tesis ini, yaitu: 1. Bapak Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Bapak Prof. Dr. H. Khoirudin Nasution, M.A. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Bapak Dr. Syafiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. 4.
Bapak Drs. Kholid Zulfa, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
5. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Salam Arif, M.A., selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar memotivasi, membimbing serta mengarahkan penyusun sehingga tesis ini dapat tersusun. 6. Bapak/ Ibu Dosen Prodi Hukum Islam dengan Jurusan Hukum Bisnis Syariah yang telah mencurahkan segala wawasan keilmuan kepada penyusun. xvi
7. Seluruh staf Tata Usaha Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah mempermudah administrasi dan penyusunan Tesis ini. 8. Terimakasih yang setulusnya kepada kedua orang tua tercinta, yang dalam situasi apapun tidak penah berhenti mengalirkan rasa cinta dan kasih sayangnya buat penyusun. Adikku tersayang Selfi Alfiana dan Naufal Hanan El-Fairuz. 9.
Ribuan Terima Kasih kepada seseorang yang menjadi partner terbaik dalam belajar penyusun. Satria Utama S.E.I Semoga Allah membalas segala kebaikanmu.
10. Kepada seluruh kolega di Jogja Smart bersama kalian semua menjadi indah. 11. Semua teman-teman Jurusan Hukum Bisnis Syariah yang selalu bersamasama belajar dan mengarungi suka duka di kampus tercinta. Terima kasih juga atas segala masukan-masukan dan bantuannya dalam penyusunan tesis ini.
xvii
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan imbalan yang berlipat ganda dan meridhai semua amal baik yang telah diberikan. Penyusun sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, sumbangan saran dan kritik yang membangun sangat penyusun nantikan. Penyusun berharap semoga Tesis ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Yogyakarta, 4 Februari 2015
Penyusun
Ratna Sofiana 1320312085
xviii
DAFTAR ISI
BAB I:
BAB II:
HALAMAN JUDUL ...................................................................
i
PENGESAHAN DIREKTUR. ...................................................
ii
DEWAN PENGUJI .....................................................................
iii
NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................
iv
ABSTRAK ...................................................................................
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................
x
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Pokok Masalah ..........................................................................
8
C. Tujuan dan Kegunaan ...............................................................
8
D. Telaah Pustaka ..........................................................................
9
E. Kerangka Teoretik .....................................................................
13
F. Metode Penelitian ......................................................................
25
G. Sistematika Pembahasan ...........................................................
29
TINJAUAN UMUM TERHADAP KEWENANGAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH A Legitimasi Basyarnas dalam Menyelesaiakan Sengketa Sengketa Ekonomi Syariah............................................................................ xix
31
1. Fungsi dan wewenang Basyarnas ......................................
41
2. Sejarah Basyarnas ..............................................................
42
B. Kewenangan BASYARNAS Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah ......................................................................
47
1. Kekuatan Hukum dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah ......................................................................................
47
2. Ruang Lingkup Kewenangan Basyarnas ..................................
57
3. Keunggulan dan Kelemahan Basyarnas ....................................
60
D. Kewenangan Basyarnas Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah ......................................................................
77
BAB III: PERKEMBANGAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH SECARA LITIGASI DAN NON LITIGASI A. PERKEMBANGAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH SECARA LITIGASI..........................
71
1. Landasan Yuridis Kompetensi Pengadilan Agama ...................
89
B. PERKEMBANGAN
PENYELESAIAN
SENGKETA
EKONOMI SYARIAH SECARA NON LITIGASI ................
96
BAB IV: ANALISIS IMPLIKASI TUGAS DAN KEWENANGAN BASYARNAS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH PASCA PUTUSAN MK NO.93/PUU-X/2012 TENTANG PENGUJIAN KONSTITUSIONAL UU NO 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH A. Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Terhadap penyelesaian ekonomi syariah Sebelum Putusan MK No.93/PUU-X/2012 ..................................................... 110 xx
a. Kewenangan badan arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) terhadap penyelesaian sengketa sesudah Putusan MK No.93/PUU-X/2012 ........................................................... 111 B. Implikasi Tugas dan Kewenangan ..................................... 117 BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 162 B. Saran-Saran.........................................................................
165
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 167 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
xxi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks akan melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama dalam berbisnis. Mengingat kegiatan berbisnis diakui semakin meningkat dari hari kehari maka tidak mungkin menafikan akan terjadinya sengketa antara pihak yang terlibat baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.Sengketa merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya dalam penggunaan
istilah “sengketa” sering
kali disamakan dengan istilah
“konflik”. Walaupun sebenarnya antara sengketa dan konflik merupakan dua hal yang berbeda, baik di lihat dari segi kondisi yang terjadi juga dengan metode penyelesaian yang di gunakan. Secara definitive, istilah sengketa1 berasal dari bahasa inggris, yang berarti conflict dan dispute,
1
Menurut Abdul Manan, sengketa itu dalam arti sempit, sedangkan perkara cakupannya sangat luas. Dengan kata lain sengketa itu adalah sebagian perkara, sedangkan sengketa itu belum tentu perkara. Dalam pengertian perkara tersimpul dua keadaan yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Dalam perselisihan ada sesuatu yang diperselisihkan dan dipertentangkan serta yang disengketakan, ia tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah tersebut, melainkan penyelesaiannya perlu lewat pengadilan sebagai istansi yang berwenang. Sedangkan tidak ada perselisihan artinya tidak ada yang disengketakan, yang bersangkutan tidak minta putusan pengadilan melainkan hanya penetapan saja dari hakim sehingga mendapat kepastian hukum yang dihormati dan diakui oleh semua pihak. Lihat: Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006). hlm. 21. Dan didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang pengadilan agama menyebutkan bahwa kewenangan pengadilan Agama adalah mengadili perkara yang mengandung tuntutan hak perdata yang bersifat sengketa. Ibid., hlm. 20. Menurut Ahmad Mujahidin bahwa istilah conflict dan dispute keduanya mengandung pengetian tentang adanya perselisihan dan percekcokan, atau perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih. Kata conflict sudah diterapkan dalam bahasa Indonesia menjadi “konflik” sedangkan dispute dapat diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi “sengketa”. Lihat juga Ahmad Mujahidin, Kewenangan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, hlm.46-47.
1
yang berarti pertentangan atau perselisihan. Keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua pihak atau lebih, tapi keduanya tidak dapat dibedakan. Dalam suatu hubungan dunia bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan atau dengan kata lain transaksi bisnis berpotensi timbulnya masalah yaitu silang sengketa. Sengketa bisnis syariah berawal dari adanya perasaan tidak puas dari salah satu pihak karena ada pihak lain yang tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan atau terjadi wanprestasi dari salah satu pihak sehingga dituntut untuk diminta ganti rugi tanpa pembatalan perjanjian seperti: tidak melaksanakan prestasi sama sekali, melaksanakan prestasi tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, melaksanakan prestasi tetapi terlambat atau tidak tepat waktu, dan melaksanakan hal-hal yang dilarang dalam perjanjian.2Dari itu diperlukan adanya pengaturan penyelesaian sengketa bisnis yang dapat mendamaikan, memberikan solusi dan memberikan suatu rasa keadilan pada pihak-pihak yang bersengketa, sehingga pihak yang bersengketa dapat terselesaikan dengan baik. Silang sengketa yang perlu diantisipasi dalam hubungan dunia bisnis atau perjanjian, mengenai bagaimana cara melaksanakan klausulklausul perjanjian, apa isi perjanjian atau pun disebabkan hal-hal lainnya di luar dugaan karena keadaan memaksa (overmacht; force majeur).
Untuk itu sangat diperlukan mencari jalan keluarnya
(problem
solving)
untuk menyelesaikan
sengketa,
biasanya
ada
2
Abdul Ghofur Anshori, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah : Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008), (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), hlm. 35-36.
2
beberapa alternatif atau opsi dalam rangka penyelesaian sengketa yang bisa ditempuh, baik melaui jalur litigasi maupun jalur non litigasi, seperti melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa,3 dapat dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.4 Dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan bahwa: ”Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.” Dengan demikian lembaga arbitrase yang ada di Indonesia, baik
Badan
Arbitrase Nasional Indonesia maupun Badan Arbitrase
Syariah Nasional tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga (al-ahwalu as
syaksyiah). Arbitrasesyariah
hanya dapat diterapkan untuk masalah- masalah sengketa ekonomi syariah. Bagi kalangan pengusaha, arbitrase merupakan pilihan hukum (law choise) yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Dalam banyak perjanjian perdata syariah di Indonesia, klausula arbitrase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase syariah bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok
(yang dimintakan pendapatnya pada lembaga
arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat 3
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 4 Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
3
hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract -wanprestasi). Oleh karena itu, tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Keputusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan hukum dari putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional tersebut. Jika
dikaji
ulang
terhadap
fatwa-fatwa
Dewan
Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Diperoleh bagian penyelesaian sengketa dalam praktek ekonomi syariah. Seluruh fatwa itu menyebutkan, hanya Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang ekonomi syariah. Jika dilihat ketentuan Undang-Undang
Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sudah bahwa jelas penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Basyarnas, namun ketika Undangundang tersebut telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dalam ketentuan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Penjelasannya, berwenang
memeriksa,
Pengadilan
memutus,
Agama
dan menyelesaikan
bertugas perkara
dan di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, diantaranya disebutkan bidang ekonomi syariah.5 Adapun yang dimaksud dengan
5
Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 49 Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. warta; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.” Lihat Undang-undang Nomor 3 Tahun
4
ekonomi syariah sesuai dengan penjelasan Undang-undang tersebut adalah kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah. Meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pengadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut telah diundangkan pada tanggal 20 Maret 2006 dan berselang 3 hari kemudian, Dewan Syariah Nasional MUI meluncurkan fatwa baru, yaitu: Fatwa Dewan Syariah
Nomor:
51/DSN-MUI/III/2006
tentang
Akad Mudharabah
Musyarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nomor: 52/DSNMUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reansuransi Syariah dan Fatwa Dewan
Syariah
Nomor: 53/DSN-
MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reansuransi Syariah.7 Dalam fatwa tersebutkan pada dictum kelima ketentuan penutup angka 2 disebutkan; jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak terjadi kesepakatan musyawarah,8 walau dalam pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Penjelasannya nyata2006 tentang Perubahan Undangundang nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 6 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 7 Lihat Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hlm. 915-937 8 ibid
5
nyata telah menyebutkan bahwa sengketa ekonomi syariah merupakan telah menjadi kewenangan Peradilan Agama suatu penyelesaian melalui litigasi. Sementara sengketa
kewenangan
perbankan syariah
Basyarnas
hanya
sebatas
dalam
menyelesaikan
sebagai
penyelesaian
melalui non litigasi hal ini diperkuat dengan disyahkannya UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) yang berbunyi, “Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Bahwa dalam penjelasan Pasal 55 sebagai berikut yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut: a. musyawarah, b. mediasi perbankan, c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), d. atau lembaga arbitrase lain dan/atau melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum. Undang-undang penyelesaian
sengketa
tersebut yang
memberikan
disesuaikan dengan
alternatif
lain
isi
atau
akad
perjanjian bahkan peluang penyelesaian sengketa melalui Peradilan Umum.
Munculnya
alternatif
penyelesaian tersebut memunculkan
berbagai persoalan, diantaranya membinggungkan bagi para pihak, oleh karena itu perlu ketegasan tentang kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah agar adanya kepastian hukum. Dengan adanya kewenangan baru yang didapatkan oleh pengadilan agama serta pilihan forum untuk menyelesaiakan sengketa ekonomi
6
syariah melalui Basyarnas akan memunculkan konflik hukum, dalam beberapa putusan pada tingkat arbitrase atau pengadilan mengadili kasus yang sama. Beberapa putusan oleh lembaga berbeda ini jelas-jelas menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Dengan pertimbangan hukumnya Mahkamah Konstitusi mengakui akad adalah kesepakatan yang harus dipatuhi sebagaimana undangundang. Akad mempunyai kekuatan hukum mengikat sebagai undangundang (pacta sun servanda) bagi mereka yang membuatnya. Akan tetapi isi akad tetap memiliki rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar, yaitu harus sesuai dengan undang-undang. Undang-undang dalam hal ini telah menegaskan kompetensi mutlak (kekuasaan absolute) dari Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Oleh sebab itu, kejelasan dalam penyusunan perjanjian merupakan suatu keharusan, termasuk forum hukum yang dipilih bilamana terjadi sengketa. MK berpendapat, penjelasan pasal 55 ayat (2) UU Perbankan Syariah dalam beberapa kasus konkret membuka ruang adanya pilihan forum (choice of forum) penyelesaian. Akibatnya timbul persoalan konstitusionalitas
yang
akhirnya
dapat
memunculkan
adanya
ketidakpastian hukum yang dapat menyebabkan kerugian bukan hanya bagi nasabah, tetapi juga pihak unit usaha syariah.9 Hukum sudah saatnya memberikan kepastian kepastian bagi nasabah dan juga unit usaha syariah dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah.
9
Jurnal Konstitusi Menegaskan Kompetensi Pengadilan Agama Edisi No. 79September 2013
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
kewenangan
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasional
(Basyarnas) terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum dan sesudah putusan MK No.93/PUU-X/2012? 2. Bagaimana implikasi tugas dan kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca
putusan
MK
No.93/PUU-X/2012
tentang
pengujian
konstitusional UU No 21 tahun 2008 pasal 55 ayat (2) tentang Perbankan Syariah? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan yang akan di tempuh dan menjadi harapan penyusun dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk
menelaah
serta
menganalisis
lebih
dalam
tentang
kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum dan sesudah putusan MK No.93/PUU-X/2012 2. Menganalisis lebih dalam tentang implikasi tugas dan kewenangan badan arbitrase syariah nasional dalam penyelesaian sengketa
8
ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Adapun kegunaan penelitian ini dimaksudkan: 1. Secara Teoritis Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
memberikan
kontribusi
pemikiran dalam memperkaya informasi dan kepustakaan ilmu pengetahuan bidang hukum bisnis syari’ah, secara normatif yuridis dapat
memberikan
kepastian
hukum
terhadap
persoalan
penyelesaian sengketa perbankan syari’ah khususnya dalam kewenangan Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa. Karena faktanya masih banyak tumpang tinding undang-undang yang menjadikan ketidak pastian hukum dalam menyelesaiakan sengketa syari’ah 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini di harapkan dapat member masukan terkait dengan kewenangan Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa syariah sehingga akan tercapai amanat UUD 1945 tentang kepastian hukum untuk seluruh masyarakat. D. Kajian Pustaka Pada tahap ini penyusun telah menyadari sudah demikian banyak penelitian yang dilakukan di luar sana terkait obyek penelitian ini yaitu tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah atau premis lain yang hampir sama. Di dalam proses penelusuran referensi yang di lakukan 9
setidaknya ada beberapa referensi yang dapat di sandingkan pada kesempatan kali ini sebagai bukti orisinalitas penelitian ini. Muhammad Arif dalam tesisnya berjudul Respon BASYARNAS Perwakilan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Terhadap
Kewenangan
Pengadilan Agama.10 Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sekaligus mendeskripsikan respon pengurus Basyarnas Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, serta bagaimana respon basyarnas terhadap kewenangan baru pengadilan agama tersebut serta eksistensi Basyarnas Pasca lahirnya UU No. 3/2006. Dan berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Basyarnas mempunyai respon yang positif terhadap kewenangan baru yang di dapatkan oleh pengadilan Agama dalam menyelesaikan Sengketa ekonomi syariah. Bukan hanya itu, adanya kewenangan baru yang di dapatkan oleh pengadilan Agama merupakan aspirasi umat Islam di Indonesia sejak lama, dan eksistensi Basyarnas tetap kuat pasca Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Aries Syahbudin dalam tesis nya yang berjudul “Penerapan Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa di Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)”.11 Merupakan penelitian yuridis normatif, dan tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk
10
Muhammad ‘Arif, Respon BASYARNAS Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Kewenangan Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2008) 11 Aries Syahbudin, Penerapan Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa di Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2007).
10
mengetahui cara penyelesaian sengketa di bank syariah, mengetahui prosedur arbitrase dalam hal penyelesaian sengketa di bank syariah dan penerapannya melalui BASYARNAS. Hasil penelitian menunjukan bahwa setiap kegiatan bank syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia begitu juga dengan penyelesaian sengketa pada bank syariah. BASYARNAS memiliki peraturan prosedur sendiri yang sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. sehingga setiap kasus yang masuk BASYARNAS harus beracara sesuai dengan peraturan prosedur tersebut. Rahayu Hartini dalam penelitiannya berjudul “Kedudukan Fatwa MUI mengenai Penyelesaian Sengketa Melalui BASYARNAS Pasca Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama “.12 Hasil dari penelitian ini bahwa kedudukan fatwa MUI dalam penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS Pasca Lahirnya UU No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang merupakan perubahan UU No.7 tahun 1989 disebutkan dalam pasal 49 beserta penjelasannya, maka kewenangan absolute sengketa ekonomi Islam beralih pengadilan Agama. Namun MUI masih tetap memberikan fatwa yang menyatakan bahwa apabila terjadi sengketa harus diselesaikan oleh BASYARNAS. Disini terjadi dualism aturan tentang kewenangan penyelesaian sengketa kegiatan ekonomi
12
Rahayu Hartini dalam penelitiannya berjudul “Kedudukan Fatwa MUI mengenai Penyelesaian Sengketa Melalui BASYARNAS Pasca Lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama, (malang: Universitas Muhammadiyah, 2007)
11
syariah kecuali ada klausula arbitrase maka BASYARNAS yang berwenang untuk menyelesaikannya. Rohmad Adisaputro dalam tesisnya yang berjudul “Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Lembaga Keuangan Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)”13 merupakan penelitian yuridis normative yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian sengketa keuangan syariah di lembaga keuangan syariah melalui BASYARNAS. Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan bisnis keuangan syariah saat ini telah menjadi tuntutan pasar dan diterima masyarakat di Indonesia. Praktek operasional bisnis berdasarkan prinsip syariah berupa aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam yang secara tegas disebutkan dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Adapun upaya Penyelesaian sengketa bisnis keuangan syariah yang dilakukan jika terjadi sengketa para pihak secara umum tetap ditempuh melalui jalur pengadilan (litigasi) oleh pengadilan Negeri dan bukan melalui pengadilan Agama karena pengadilan Agama mempunyai wewenang yang terbatas. Alternative lainnya
adalah
melalui
peradilan
swasta
(non
litigasi)
dengan
menggunakan peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang sengaja didirikan sebagai lembaga arbitrase untuk penyelesaian sengketa bisnis keuangan syariah. Melalui BASYARNAS penyelesaian bisnis dapat dilakukan secara cepat, rahasia, mengikat dan diputus oleh arbiter yang ahli di bidangnya. Legalitas BASYARNAS diakui Undang13
Rohmad Adisaputro dalam tesisnya yang berjudul “Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Lembaga Keuangan Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2005).
12
undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Tehedi, dalam tesisnya yang berjudul Implementasi penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah di BASYARNAS Perwakilan Yogyakarta (Studi Terhadap Penerapan Sifat Final dan Binding), mefokuskan pada implementasi penyelesaian sengketa di BASYARNAS pada Praktek atau prosedur penyelesaian sengketa di BASYARNAS, juga menfokuskan pada studi terhadap penerapan sifat final dan binding putusan BASYARNAS Berbeda dengan apa yang akan penulis teliti selain lebih menfokuskan pada Bagaimana kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum dan sesudah putusan MK No.93/PUU-X/2012, apakah akan memperkuat atau malah mereduksi kewenangan yang dimiliki oleh Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Serta mengkaji lebih dalam tentang implikasi tugas dan kewenangan badan arbitrase syariah nasional dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang telah dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi. Hal ini penting dilakukan sebagai usaha untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pengguna jasa perbankan syariah dan perbankan syariah itu sendiri. E. Kerangka Teoritik Teori Hierarki Peraturan Perundang-undangan
13
Pada dasarnya bahwa Negara Indonesia bukanlah Negara kekuasaan (machtstaat), melainkan Negara hukum (rechtstaat), sehingga salah satu konsekuensi logisnya bahwa suatu Negara hukum tidak dapat tercapai tanpa adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka. Hal ini dikarenakan secara konseptual bahwa yang namanya kekuasaan Negara yang diberikan oleh masing-masing lembaga Negara untuk menjalankan wewenang sudah menjadi hal yang biasa dipahami cenderung disalah gunakan, oleh karena itu kekuasaan kehakiman hadir sebagai pelaksana peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan atas sengketa-sengketa tersebut diatas. Pengertian seperti tersebut merupakan bentuk pelaksanaan amanat pasal 24
setelah amandemen ketiga tahun 2001, berbunyi: “kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”14 Kemudian pada redaksi pasal selanjutnya mengatakan bahwa pelaku kekuasaan kehakiman yang ada di Indonesia ada dua lembaga yaitu Mahkamah Agung dan sebuah Mahkamah Konstitusi, Sedangkan dalam perjanjian, Handri Raharjo mengemukakan ada lima asas yaitu: -
Asas kebebasan berkontrak, asas ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
membuat atau tidak
membuat perjanjian,
mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian, 14
Lihat Pasal 24 Ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14
pelaksanaan dan persyaratannya serta menentukan bentuk perjanjian dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan -
Asas konsensualisme, asas ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemauan (kesepakatan) para pihak dalam melakukan perjanjian.
-
Asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda), sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, jadi setiap perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum bagi para pihak yang membuatnya
-
Asas iktikad baik, asas ini menginginkan agar setiap perjanjian dapat dilaksanakan dengan iktikad baik.
-
Asas kepribadian. Asas ini menyatakan bahwa pada umumnya tidak ada seorang pun yang dapat melakukan suatu perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri, artinya perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitas sebagai individu hanya akan mengikat untuk dirinya sendiri. Jika dibandingkan asas yang terdapat dalam akad dan asas yang terdapat dalam perjanjian maka akan ditemukan persamaan bahwa asas kebebasan berkontrak sama dengan asas al-hurriyah, selanjutnya asas konsensualisme sama dengan asas ar-Ridha, asas pacta sunt servanda sama dengan pengertian dari akad itu sendiri.Jadi, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara
pengaturan
muamalah
akad
yang
dengan perjanjian
dikenal
yang
diatur
dalam dalam
kajian Buku
fikih III
15
Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) tentang perikatan.Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa sumber hukum formil bukan
hanya
peraturan perundang-undangan, tetapi persetujuan (consensus) juga bagian dari sumber hukum. Achmad Sanusi menyebutkan perjanjian sebagai
sumber
hukum
karena
undang-undang
sendiri
juga
menyebutnya sebagai sumber hukum. Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 memunculkan beberapa norma baru dan juga jaminan kepastian hukum sebagaimana yang diamanahkan oleh Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terutama dalam hal penyelesaian sengketa perbankan syariah itu sendiri, hal ini setidaknya dapat dilihat dari beberapa catatan berikut : a. Pilihan forum penyelesaian sengketa yang dibuka oleh penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam beberapa kasus konkret telah nyata menimbulkan ketidakpastian hukum
yang dapat merugikan bukan
hanya nasabah tetapi juga pihak bank yang pada akhirnya akan menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan untuk mengadili karena ada dua peradilan yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan
sengketa
perbankan
syariah sedangkan dalam
Undang-Undang lain (baca : Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama) secara tegas dinyatakan bahwa Peradilan Agama
diberikan
kewenangan
untuk
menyelesaikan
sengketa
16
perbankan syariah
termasuk
juga
sengketa
ekonomi
syariah,
padahal hukum sudah seharusnya memberikan kepastian bagi nasabah dan bank dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah sebagaimana amanah Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. b. Pada prinsipnya dalam sengketa perbankan syariah pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme penyelesaian sengketa yang dikehendaki sesuai prinsip syariah atau hukum Islam yang termuat dalam kesepakatan tertulis antara Bank Syariah dengan pihak lain (nasabah) yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang selanjutnya kesepakatan tertulis
ini
dituangkan
dalam
bentukakad dan ketentuan ini
sesungguhnya sudah diatur dalam Pasal 55 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989Tentang
Peradilan
Agama
yang
memberikan
tugas
dan
kewenangan kepada pengadilan di lingkungan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Jadi selama belum ditentukan atau tidak ditentukan pilihan forum hukum dalam akad, maka seluruh sengketa perbankan syariah menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. c. Secara sistematis pilihan forum hukum sesuai dengan akad adalah pilihan kedua
jika
para
pihak
tidak
sepakat
menyelesaikan
sengketa melalui Pengadilan Agama. Dengan demikian pilihan
17
forum hukum untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah harus secara jelas tercantum di dalam akad (perjanjian). Para pihak harus bersepakat memilih salah satu forum hukum dalam penyelesaian sengketa
bilamana
para
pihak
tidak ingin
menyelesaikan
sengketanya melalui Peradilan Agama, karena akad (perjanjian) merupakan
Undang-Undang
bagi
mereka
yang
membuatnya
sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata (asas pacta sunt servanda), namun suatu akad tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang,
terlebih
lagi
Undang-undang
yang
telah
menetapkan adanya kekuasaan mutlak bagi suatu badan peradilan yang mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. Oleh sebab itu
kejelasan
dalam
penyusunan perjanjian merupakan suatu
keharusan.Dari beberapa catatan di atas, walaupun Mahkamah Konstitusi tidak mengadili perkara secara konkrit dan hanya menilai muatan materi atau norma yang dikandung suatu Undang-Undang bertentangan atau tidaknya dengan konstitusi, namun ada beberapa konklusi hukum yang bisa ditarik dari putusan tersebut : 1. Penyelesaian sengketa perbankan syariah merupakan kewenangan absolut (mutlak) Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama sebagaimana yang diamanahkan Pasal 49
huruf (i) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
18
2.
Pihak-pihak yang melakukan akad dalam aktifitas perbankan
syariah yakni Bank Syariah dan nasabah dapat membuat pilihan forum hukum (choice of forum) jika para pihak tidak bersepakat untuk menyelesaikan sengketanya melaui Pengadilan Agama, namun hal tersebut harus termuat secara jelas dalam akad (perjanjian), para pihak harus secara jelas menyebutkan forum hukum yang dipilih bilamana terjadi sengketa. Jadi pencantuman forum hukum yang dipilih oleh para pihak dalam akad (perjanjian) menjadi suatu keharusan. Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia, diawali dengan bertemunya para pakar, cendekiawan muslim, praktisi hukum, para kyai dan ulama untuk bertukar pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Pertemuan ini dimotori Dewan Pimpinan MUI pada tanggal 22 April 1992. Setelah mengadakan beberapa kali rapat dan setelah diadakan beberapa kali penyempurnaan
terhadap
rancangan
struktur
organisasi
dan
prosedur beracara akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1993 telah diresmikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), sekarang telah
berganti
nama
menjadi
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasional(BASYARNAS) yang diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003
sebagai lembaga arbiter yang menangani penyelesaian
perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah.
19
Terdapat dua aspek yang dalam proliferasi penyelesai sengketa ekonomi syari’ah
terkait persoalan tersebut. Pertama, kewenangan
absolut pengadilan agama. Kedua, penyelesaian sengketa perbankan syariah diluar pengadilan agama sesuai dengan isi akad yang diperjanjikan para pihak. Pertama, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dibagi dan dipisahkan berdasarkan
kompetensi atau
yurisdiksi (separation court system based on jurisdiction) masingmasing badan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan
tata
usaha
negara.
Pembagian
empat
lingkungan
peradilan tersebut menunjukan adanya pemisahan yurisdiksi antar lingkungan peradilan yang menimbulkan pembagian kewenangan (kekuasaan) absolut atau atribusi kekuasaan (attributive competentie atau attributive jurisdiction) yang berbeda-beda dan tertentu pada tiaptiap lingkungan peradilan. Sehingga jenis perkara tertentu yang merupakan kewenangan satu lingkungan peradilan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh pengadilan lain. Pembagian kewenangan absolut masing-masing peradilan kemudian ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan sebagai berikut:
20
1. Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai
dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan (Pasal 25 ayat (2). 2. Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 25 ayat (3)). 3. Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan (Pasal 25 ayat (4)). 4. Peradilan
tata
usaha
negara
berwenang
memeriksa,
mengadili,
memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 25 ayat (5)). Pengaturan lingkungan mengatur
mengenai
peradilan juga masing-masing
kewenangan diatur
dalam
absolut
masing-masing
Undang-Undang
yang
badan peradilan. Dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Peradilan Umum bertugas dan
berwenang
memeriksa,
memutus,
dan menyelesaikan perkara
pidana dan perkara perdata [vide Pasal 50 dan Pasal 51 ayat
(1)].
Sementara Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (vide Pasal 47). Adapun Peradilan Militer sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
21
hanya berwenang mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI, sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata, dan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan [vide Pasal 9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)]. Peradilan Agama berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan
antara orang-orang
perkara-perkara
yang beragama
Islam
di
di
tingkat
pertama
bidang: perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf serta shadaqah. Kewenangan Peradilan Agama tersebut diperluas berdasarkan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dengan
kewenangan memeriksa, memutus,dan
menyelesaikan perkara ekonomi syariah. tentang kewenangan perkara
absolut
pengadilan
ekonomi syariah khususnya
dinyatakan
secara
tegas
Lebih agama
bidang
lanjut,
pengaturan
untuk
menangani
perbankan
syariah
dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang
Perbankan Syariah. Dengan demikian kewenangan untuk memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa perbankan syariah merupakan
kewenangan absolut dari pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama yang tidak dapat diselesaikan oleh peradilan lain karena akan melanggar prinsip yurisdiksi absolut. Kedua, pada dasarnya upaya penyelesaian setiap sengketa perdata di bidang perdagangan dan mengenai sengketa hak keperdataan
22
dimungkinkan untuk diselesaikan di luar pengadilan negara, baik melalui arbitrase maupun melalui alternatif penyelesaian sengketa [Pasal 58 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa]. Hal itu dapat dilakukan melalui perjanjian atau kesepakatan/akad tertulis yang disepakati para pihak, baik
sebelum
terjadinya
sengketa
(pactum de
compromittendo)
maupun setelah terjadinya sengketa dimaksud (akta kompromi) sesuai dengan prinsip pacta sunt servanda. Akad atau perjanjian tersebut merupakan hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan akad atau perjanjian tersebut (vide Pasal 1338 KUHPerdata). Namun
demikian,
perjanjian atau
akad
tersebut
harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang (vide Pasal 1320 KUHPerdata). Dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut ditentukan bahwa untuk sahnya syarat, yaitu: 1. Sepakat
suatu perjanjian
mereka
yang
diperlukan
empat
mengikatkan dirinya. 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Dalam ilmu hukum, syarat pertama dan kedua digolongkan sebagai syarat subjektif yang melekat pada diri persoon yang membuat perjanjian, yang bila tidak terpenuhi menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar,
voidable), sementara syarat ketiga dan keempat
dikategorikan sebagai syarat objektif yang berhubungan dengan objek perjanjian, yang bila tidak terpenuhi menyebabkan perjanjian batal
23
demi hukum (nietig, null and void). Lebih lanjut, agar suatu perjanjian atau akad memenuhi syarat keempat, yaitu “suatu sebab yang halal”, maka sebab dibuatnya akad atau perjanjian tersebut harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Perjanjian atau akad yang tidak memenuhi syarat tersebut menjadi batal demi
hukum.
penyelesaian
Demikian halnya perjanjian sengketa
perbankan
syariah
atau akad mengenai harus
pula
memenuhi
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dengan ancaman batal demi hukum berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata. Selain dasar filosofis proliferasi utama yang dipermasalahkan dalam subtansial hukum penyelesai sengketa ekonomi syari’ah adalah pasal a quo ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan
Syariah, dalam
istilah
hukum
Islam akan
menimbulkan yang disebut dengan ta’arudh al-adillah, pertentangan dua aturan ketika ayat (2) dan ayat (3) nya masih tetap ada. Selanjutnya, terkait dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bertentangan sebetulnya apabila masih tetap ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut, yaitu dengan Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum karena salah satu karakter negara hukum adalah adanya kepastian hukum dan juga bertentangan dengan Pasal 28D
24
yang menyebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia, termasuk di dalamnya adalah para nasabah, adalah dijamin kepastian hukum.
F. Metode Penelitian Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.15 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran
secara
sistematis,
metodologis,
dan
konsisten.16 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.17 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu. Penelitian ini akan melakukan analisis dengan metode wawancara yang dielaborasikan dengan metode kepustakaan (Library Research) dengan memadukan beberapa teori-teori yang ada terhadap praktek hukum yang menurut dugaan sementara penyusun mengalami ketimpangan. Selain itu untuk lebih membuktikan akurasi penelitian,
15
Soerjono soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hlm.106 16 Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001)hlm.1. 17 Bambang Waluyo ,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm.6.
25
1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) yang terfokus pada dokumen putusan Mahkamah Konstitusi. Kemudian untuk menemukan keterkaitan (interconnected) dari data yang diperoleh dalam dokumen putusan tersebut, dilakukan penelusuran data secara langsung pada koresponden di lapangan, yaitu Hakim Mahkamah Konstitusi dan anggota Basyarnas. Setelah
data
tersebut
terkumpul
kemudian
diuraikan
dan
diklasifikasikan secara jelas untuk menghasilkan pemahaman secara utuh dari fenomena yang terjadi, terkait kewenangan menyelesaikan sengketa perbankan syariah. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia dianggap pantas.18 Adapun penelitian ini dijabarkan secara deskriptif analitis, 3. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer yang dimaksud adalah berupa peraturan hukum yang dijadikan sumber utama dalam tengah berlaku pada suatu rentang waktu dan pada suatu wilayah negara tertentu (ius 18
Muslin Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2009), hlm.94.
26
konstitutium). Sebagai stat fundamental norm undang-undang dasar 1945 yang akan dijadikan pedoman dan bahan primer dalam penelitian ini. Sebuah putusan yang mempunyai putusan hukum mengikat yaitu Putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012, kemudian undang-undang tentang Perbankan Syariah, serta Undang-undang tentang Arbitrase dan alternatif penyelesian sengketa serta peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yang dimaksud merupakan data yang dapat menunjang dari penguatan analisis setelah mendapatkan data primer. Adapun macam sumber data sekunder disini di bagi menjadi, yaitu: i.
Bahan Hukum Primer Berupa peraturan-peraturan hukum positif yang tengah berlaku pada suatu rentang waktu dan pada suatu wilayah Negara tertentu ( ius konstitutum). Sebagai stat fundamental norm undang-undang dasar 1945 yang akan dijadikan pedoman dan bahan primer dalam penelitian ini. Sebuah
ii.
Bahan Hukum Sekunder
iii.
Sumber Hukum Komplementer
c. Sumber Data Sekunder 4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Metode atau teknik menunjuk
27
suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui angket, pengamatan, ujian,dokumen dan lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research),yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topic dalam thesis ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum. Artikel-artikel, pendapat para sarjana dan bahan-bahan lainnya. Serta melakukan observasi, wawancara serta mencari dokumen yang relevan untuk menunjang penelitian ini. 5. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.19 Analisis data didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat,20 kemudian di hubungkan dengan teoriteori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. Analisis data adalah cara bagaimana data yang sudah diperoleh dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan. Adapun metode analisis data yang dipakai untuk menganalisis muatan kualitatif, yaitu dengan 19
Lexy J.Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm.103 20 Suharsini Arikunto, hlm. 243.
28
cara menganalisis data tanpa menggunakan perhitungan angka-angka melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk memperlengkap
data
yang
penyusun
inginkan.
Penyusun
menggunakan metode deduktif, yaitu analisis data dari yang bersifat umum, seperti halnya dari data lapangan, kemudian ditarik konklusi yang dapat mengkhususkan menjadi kesimpulan yang bersifat khusus G. Sistematika Pembahasan Dalam penyusunan tesis ini, penyusunan menggunakan pokok pembahasan secara sistematik yaitu terdiri dari lima bab, dan setiap bab terdiri dari sub-sub sebagai pembahasan yang konkrit. Adapun sistematika pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: Pada bab pertama, yaitu pendahuluan yang memberikan petunjuk secara umum untuk memudahkan dalam tesis ini, yang diantaranya memuat latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Pada bab kedua akan dipaparkan secara definitif, limitatif dan terminologis tentang peran Badan arbitrase syariah nasional dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, mulai dari legitimasi badan arbitrase syariah nasional dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, serta fungsi dan wewenang badan arbitrase syariah nasional. Kemudian pada bab ketiga dipaparkan mengenai perkembangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara litigasi dan non litigasi, serta mekanisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah pra putusan
29
MK Nomor 93/PUU-X/2012 dan pasca putusan MK No 93/PUUX/2012. Selanjutnya pada bab empat, yaitu analisis terhadap kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum dan sesudah putusan MK No.93/PUU-X/2012 serta bagaimana implikasi tugas dan kewenangan badan arbitrase syariah nasional dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pada bab kelima, yaitu penutup yang memuat kesimpulan dan saran dari sekian banyak pemaparan dan penulisan-penulisan sebelumnya. Didalam kesimpulan ini penyusun sesekali memaparkan tawaran futuristik
yang
kemungkinan
dapat
dicapai
untuk
mengatasi
ketimpangan-ketimpangan yang ada.
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu mengenai implikasi tugas dan kewenangan badan arbitrase syariah nasional dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebelum Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah penyelesaian sengketa perbankan syariah rata-rata dilakukan
melalui Badan
Arbitrase Syariah
Nasional
(BASYARNAS) atau sebagian kecil melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri, namun sejak lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama muncul dispute settlement option (pilihan
penyelesaian
sengketa
yang
baru
dengan
memberikan tugas dan kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syariah
termasuk
di dalamnya
perbankan
syariah
kepada
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. 2. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, penyelsaian sengketa perbankan syariah diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang ini
yang
menyatakan
selain
163
sengketa perbankan
syariah
lingkungan Peradilan Agama
dilakukan
oleh
penyelesaian
pengadilan
dalam
sengketa perbankan
syariah juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, maksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut : (a) Musyawarah, (b) mediasi perbankan, (c) melalui BASYARNAS atau lembaga arbitrase lain dan atau (d) melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum”
dengan
catatan mekanisme penyelesaian sengketa tersebut sesuai dengan prinsip syariah. 3. Implikasi tugas dan kewenangan Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah masih mengambang, mengingat belum adanya revisi Undang-undang perbankan syariah atau Peraturan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk memperkuat tugas dan kewenangan Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah untuk menegaskan legitimasi Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. 4. Walaupun
para
pihak
dalam
membuat
akad
(perjanjian)
mempunyai asas kebebasan berkontrak (freedom of making contract) dan menjadi Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya (asas pacta sunt servanda), namun suatu akad tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang yang telah menetapkan adanya kekuasaan
164
(kewenangan) mutlak (absolut) bagi suatu badan peradilan untuk menyelesaikan
sengketa,
karena
undang-undang
itu
sendiri
mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. B. SARAN-SARAN 1. Diharapkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera merevisi Undang-undang yang terkait dengan Putusan MK No.93/PUU-X/2012 tentang Pengujian Konstitusional UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atau mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) agar jelas kepastian hukum yang didapat pasca dikeluarkannya putusan ini. 2. Diharapkan aspek Penyelesaian
sengketa
Perbankan
Syariah
secara litigasi menjadi kewenangan absolut Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, karena para pihak tidak boleh memperjanjikan
lain
akibat
terikat dengan
Undang-Undang
yang telah menetapkan adanya kekuasaan (kewenangan) mutlak (absolut) bagi suatu badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa namun secara non litigasi para pihak dibebaskan untuk membuat pilihan forum penyelesaian sengketa (settlement dispute option), termasuk menyelesaikan sengketanya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional yang putusannya bersifat final dan binding dengan memberikan legitimasi yang jelas untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya.
165
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman,Muslin Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2009) Abdurrahman, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di Pengadilan Agama, (Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2010). Afandi. Fiqh muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Logung Pustaka. 2009). Anshori, Abdul Ghofur, Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No.3 Tahun 2006, Sejarah, Kedudukan & Kewenangan, (Yogyakarta: UII Press, 2007) ____________________, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah : Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008), (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010) ‘Arif,Muhammad
Respon
BASYARNAS
Perwakilan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta Terhadap Kewenangan Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2008) Arto,A Mukti Peradilan Agama Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Kajian Historis, Filosofis, Ideologis, Yuridis, Futuristis, Pragmatis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012)
166
Ashidiqie,Jimly Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Amandemen, (Jakarta: Konpress, 2006) ______________Gagasan
Kedaulatan
Rakyat
dalam
Konstitusi
dan
Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994) ______________Struktur
Ketatanegaraan
Indonesia
Setelah
Perubahan
Keempat UUD Tahun 1945, (Jakarta: Konpress, 2003) ______________, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, (Jakarta: Konpress, 2005) ______________, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) ______________Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) Asro, Muhamad dan Muhamad Kholid, Fiqih Perbankan (Bandung; CV Pustaka Setia) Badrulzaman,Mariam Darus Peranan BAMUI dalam Pembangunan Hukum Nasional” dalam Abdul rahman Saleh. Et. Al. Arbitrase Islam Indonesia Bisri,Cik Hasan Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, (Bandung : Rosdakarya, 1997) Boemiya,Helmy Artikel “Teori Kewenangan dan Sumber-Sumber Kewenangan (Atribusi, Delegasi dan Mandat)” Djamil, Fathurrahman Arbitrase Dalam Perspektif Sejarah Islam, dalam Arbitrase Islam di Indonesia, Badan Arbitrase Muamalat Indonesia Kerjasama dengan Bank Muamalat, (Jakarta: BAMUI, 1994)
167
E.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en. Administratief Recht, Alphen aan den Rijn : Samsom H.D. Tjeenk Willink, 1985 Hadjon,Phillipus M. Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5 & 6 Tahun XII, SepDes 1997 Halim,Abdul Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia: dari Otoriter Konservatif menuju konfigurasi Demokratis-responsif, (Jakarta: Rajawali Press) Harahap,M. Yahya Beberapa Tinjauan Mengenai Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 1997 _______________Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993) Huda,Ni’matul Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2006) Idroes dan Sugiarto. Manajemen Risiko Perbankan. (Jakarta: Graha Ilmu. 2006) Kamil, Ahmad dan M. Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan
Ekonomi
Karim. Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010) Khan dan Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, penerjemah dan pengantar Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) Latif,Abdul Muhammad Syarif nuh, dkk, Buku Ajar Hukum Mahkamah Konstitusi, (Yogyakarta: Total Media, 2009) Lebacqz,Karen Teori-teori keadilan, Six Theories of Justice, (Bandung: Nusa Media, 1986)
168
Mahkamah Agung RI, Membangun Peradilan Agama Yang Bermartabat: Kumpulan Artikel Pilihan Jilid 2, (Jakarta: Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, 2012) MD,Moh. Mahfud Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) Manan,Bagir Kekuasaan Kehakiman Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, (Yogyakarta: UII Press, 2004) Mertokusumo,Sudikno Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2008) Moeloeng,Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994)Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007 Muhammad. Manajemen Bank Syari’ah. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2005) Munawir,Sjadzali Landasan Pemikiran Politik Hukum Islam dalam Rangka Menentukan
Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung:
Remaja
Rosdakarya, 1991) Nugroho,Susanti Adi Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Telaga Ilmu Indonesia, 2009 Perwataatmaja,Karnaen
dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
(Jakarta:Prenada Media), 2005 Rasyid,Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2003)
169
Rosyadi, Rahmat dan Ngatino, “Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001) Rosyadi,Rahmat
Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,
(Bandung:Citra Aditya Bakti), 2002 Raharjo, Handri Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009) Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca-Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Kencana, 2012) Samad,Sofyan Negara dan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) Soekanto, Soerjono Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990) Soekanto, Soerjono dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001) Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2005) Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi. (Yogyakarta: Ekonisia. 2008) Sutiyoso,Bambang Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2010) Syahbudin,Aries Penerapan Arbitrase Sebagai Penyelesaian Sengketa di Bank Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2007).
170
Taswan. Manajemen Perbankan Konsep, teknik dan Aplikkasi. (Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 2010) Umam,Khotibul
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Yogyakarta:
Pustaka Yustisia, 2010) Usman,Rahmadi Aspek-aspek Hukum Bank Bagi Hasil (Banjarmasin: Fakultas Hukum Universitas Lampung Mangkurat, 1997) Usman,Rachmadi
Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia,
(Bandung:PT. Citra Aditya Bakti), 2002 Wahyudi,Abdullah Tri Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) Waluyo, Bambang,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) Warkum,Sumitro Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait BAMUI dan Takaful di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996) Winarta,Frans Hendra Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta: Sinar Grafika,2012 Widjaja, Gunawan
dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada), 2000
Jurnal Konstitusi Menegaskan Kompetensi Pengadilan Agama Edisi No. 79- September 2013Dalam makalah Al-Fitri, Badan Arbitrase Syariah Nasional Dan Eksistensinya, (Hakim Pratama Madya Pengadilan Agama Tanjungpandan)
171
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
172
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. IDENTITAS DIRI Nama
: Ratna Sofiana, SH.
Tempat/tanggal lahir : Bojonegoro. 16 Juli 1991 Alamat
: Ds. BanjarAnyar, RT 07/002, Bojonegoro
Nama ayah
: Patkun
NamaIbu
: Suratmi
B. RIWAYAT PENDIDIKAN I.
Pendidikan Formal a. SD lulus tahun
: 2002
b. SMP lulus tahun
: 2005
c. SMA lulus tahun
: 2008
d. S1 lulus tahun
: 2013
C. PRESTASI/ PENGHARGAAN 1. Penghargaan dari UIN sunan Kalijaga sebagai Wisudawan/wati yang lulus tepat waktu dan terbaik peringkat III pada Jursan Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum. 2. Penghargaan dari UIN sunan Kalijaga sebagai Wisudawan/wati yang lulus tepat waktu dan terbaik peringkat VIII pada Fakultas Syari’ah dan Hukum
3. Penghargaan dari UIN sunan Kalijaga sebagai Wisudawan/wati dengan predikat Cum Laude Wisuda Periode III Tahun Akademik 2012/2013. 4. Peraih IPK tertinggi ketiga Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (SK Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga) 5. Juara II Lomba Student Expo Ilmu Hukum Tahun 2010
D. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Koordinator Departemen Intelektual Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN sunan Kalijaga Yogyakarta 2. Pusat Studi dan Konsultasi Hukum (PSKH) UIN sunan Kalijaga Yogyakarta. E. MINAT KEILMUAN F. KARYA ILMIAH 1. ARTIKEL a. Apa Kabar MEA 2015? Opini Pada Harian Kedaulatan Rakyat
tanggal 17 februari 2015 b. Formula Parasit Demokrasi, Opini pada Harian Kedaulatan
Rakyat tanggal 3 Februari 2015
c. Parasit Demokrasi, Opini pada Harian Radar Bojonegoro
tanggal 16 Desember 2013 d. Saat Atut Menjadi Tersangka, Opini pada Harian Radar
Bojonegoro tanggal 23 Desember 2013 2. PENELITIAN a. Tinjauan Yuridis Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Peningkatan Demokrasi Di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Skripsi S1 Ilmu Hukum, UIN Sunan Kalijaga).
Yogyakarta, 4 Februari 2015
(Ratna Sofiana)