METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta-IPB; dan Bengkel Ibrahim, Bandung. Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor bertekanan, thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, air pressure gauge, thermostat, heater, stopwatch, kamera digital, meteran, peralatan perbengkelan, pompa udara manual yang dilengkapi dengan air pressure gauge, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak nyamplung, minyak tanah (sebagai kontrol), air, kertas millimeter blok, besi plat, dan besi pipa jenis mild steel. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yang saling terkait. Identifikasi masalah menjelaskan secara garis besar target teknis yang ingin dicapai dalam penelitian ini, penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendukung data-data yang akan digunakan pada simulasi selain data sekunder, menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, menguji profil penyemprotan minyak nyamplung, membuat modifikasi desain koil pemanas minyak berdasarkan hasil perhitungan pendugaan dan karakteristik pemanasan minyak nyamplung, melakukan uji fungsional dari koil pemanas minyak hasil modifikasi, dan melakukan uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi. Diagram alir proses penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 12.
26
Mulai Identifikasi masalah Penelitian pendahuluan dan pengumpulan data-data sekunder Menghitung pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak Uji profil penyemprotan minyak nyamplung
Membuat modifikasi desain pipa koil pemanas minyak
Uji fungsional pipa koil pemanas minyak
Tidak
Ya Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi
Evaluasi dan analisis data
Selesai Gambar 12 Diagram alir prosedur penelitian Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi burner kompor bertekanan yang semula digunakan untuk bahan bakar minyak tanah, menjadi elemen pemanas minyak nyamplung. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Panjang
27
pipa yang akan dibentuk menjadi koil ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Koil pipa pemanas minyak ini dirancang untuk dapat memanaskan minyak nyamplung hingga mencapai suhu tertentu dimana viskositas minyak pada suhu tersebut mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu 5 cP (Couper et al. 2005). Sumber pemanas adalah api hasil pembakaran minyak itu sendiri, sehingga proses pemanasannya berkesinambungan. Penurunan viskositas bertujuan agar minyak nyamplung mempunyai karakteristik penyemprotan yang mirip dengan minyak tanah, sehingga diharapkan kualitas pembakarannya pun dapat mendekati kualitas pembakaran minyak tanah. Minyak nyamplung yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian dengan penambahan asam fosfat dan air. Penambahan asam fosfat dan air ini bertujuan untuk memisahkan gum yang ada pada minyak (degumming). Hasil dari degumming akan memperlihatkan perbedaan yang sangat jelas dari minyak asalnya, yaitu berwarna lebih jernih. Penelitian Pendahuluan Dalam penelitian pendahuluan ini dilakukan pengujian densitas minyak nyamplung pada beberapa tingkat suhu, mengukur laju aliran massa minyak nyamplung, dan menentukan kenaikan suhu minyak dalam tangki pada tahap pemanasan awal sebelum dilakukan pembakaran. Data-data dari penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai data pendukung untuk melakukan perhitungan pendugaan selain data-data sekunder dari penelitian terdahulu. a. Pengukuran densitas Pengukuran densitas dilakukan dengan menggunakan alat piknometer 9.2 ml, neraca digital, thermocouple tipe K, pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, gelas ukur, dan heater. Sampel minyak yang akan diukur densitasnya dimasukkan ke dalam cawan heater sebanyak 500 ml. Kemudian minyak dipanaskan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, dan 110 oC. Setelah minyak mencapai suhu yang diinginkan, kemudian minyak dimasukkan ke dalam piknometer 9.2 ml dan setelah itu sampel
28
ditimbang. Massa hasil pengukuran dikurangi dengan massa piknometer kosong. Densitas minyak nyamplung dihitung dengan persamaan (8) sebagai berikut. .......................................................................................................... (8) dimana: ρ = densitas (kg/l) m = massa minyak nyamplung (kg) v = volume minyak nyamplung (l) b. Laju aliran massa Laju aliran massa didapat dari pengukuran konsumsi bahan bakar pada kompor yang sama dengan kompor yang akan dimodifikasi. Pengukuran laju aliran massa dilakukan dengan menggunakan kompor bertekanan, koil pemanas minyak sebelum modifikasi, dan gelas ukur. Besar diameter pipa dan nosel pada koil pemanas minyak sebelum modifikasi ini juga akan dijadikan acuan diameter pipa dan nosel koil pemanas minyak yang akan dimodifikasi. Laju aliran massa diukur dengan cara memasukan minyak nyamplung sebanyak 800 ml ke dalam tangki kompor bertekanan. Kemudian tangki diberi tekanan sebesar 2 bar. Setelah itu kompor dinyalakan selama 40 menit. Setelah 40 menit pembakaran, kompor dimatikan dan volume bahan bakar yang tersisa diukur kembali. Laju aliran massa dihitung dengan persamaan (9) sebagai berikut. (
̇
)
............................................................................................... (9)
dimana: ̇
= laju aliran massa (kg/s)
t
= waktu selama pembakaran (s)
ρ
= densitas (kg/l)
v1 – v2 = selisih antara volume minyak awal dan sisa pembakaran (l) c. Menentukan suhu awal minyak dalam tangki sebelum pembakaran Suhu minyak di dalam tangki akan meningkat pada saat pemanasan awal. Pemanasan awal dilakukan selama 10 menit sebelum saluran bahan bakar dibuka dan kemudian minyak terbakar sempurna. Suhu setelah 10 menit pemanasan awal
29
inilah yang akan digunakan sebagai input parameter (Ta) pada proses simulasi. Penentuan suhu awal ini dilakukan dengan menggunakan kompor bertekanan, thermocouple tipe K, dan pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. Percobaan dilakukan dengan mengisi tangki bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Thermocouple tipe K dihubungkan ke pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa, kemudian sensor thermocouple dimasukan ke dalam tangki bahan bakar. Setelah itu kompor dinyalakan selama 30 menit. Perubahan suhu minyak di dalam tangki selama proses pemanasan awal dan pembakaran secara otomatis akan tercatat oleh pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. Menghitung Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Minyak nyamplung memiliki viskositas yang cukup tinggi (50.4 cP). Untuk dapat menggunakan minyak nyamplung sebagai bahan bakar pada kompor bertekanan, maka minyak harus dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak nyamplung agar mendekati nilai viskositas minyak tanah yaitu ± 5 cP (Couper et al. 2005). Minyak dipanaskan sambil dialirkan pada sebuah pipa besi jenis mild steel dengan panjang l. Ketika minyak dialirkan sambil dipanaskan, maka akan terjadi perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa. Panjang pipa ketika viskositas mendekati nilai viskositas minyak tanah adalah panjang pipa yang akan digunakan untuk modifikasi pipa koil pemanas minyak. Secara garis besar, alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan ini diilustrasikan oleh Gambar 13. Minyak nyamplung Viskositas μ = 50.4 cP Tawal = 30oC
Target : viskositas minyak nyamplung viskositas minyak tanah μ = 5 cP Tawal = 30oC Suhu pemanas (api) dianggap konstan sepanjang pipa Tapi/pipa = 990oC
Gambar 13 Alur pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor bertekanan
30
Ada beberapa asumsi yang digunakan pada pendugaan hubungan sebaran suhu, viskositas, dan panjang pipa untuk modifikasi kompor ini. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tidak terjadi perubahan kecepatan aliran sepanjang pipa. Tekanan dari tangki minyak diasumsikan tidak mengalami penurunan dan tetap pada tekanan 2 bar 2. Laju aliran massa fluida selalu konstan 3. Suhu pemanas konstan sepanjang pipa 4. Tidak terjadi pindah panas konveksi secara alamiah karena minyak mengalir akibat tekanan yang diberikan pada tangki 5. Dalam perhitungan digunakan pipa dalam kondisi lurus, belum dibentuk koil seperti yang direncanakan pada desain pipa koil pemanas minyak. Pada kondisi tunak, dengan mengabaikan kehilangan panas di sepanjang aliran yang dilaluinya, maka panas yang dipindahkan dari pipa (qp) sama dengan panas yang diterima oleh minyak nyamplung (qm). Pindah panas yang terjadi pada pipa adalah pindah panas secara konduksi dari api pemanas di luar pipa ke bagian dinding dalam pipa, sedangkan pindah panas yang diterima minyak adalah pindah panas konduksi dari bagian dinding dalam pipa ke minyak nyamplung di dalam pipa, dan pindah panas konveksi paksa karena adanya aliran minyak di dalam pipa akibat tekanan. Proses pindah panas yang terjadi di sepanjang pipa diilustrasikan oleh Gambar 14. l
ri
ro T2 T1/Ti To
Gambar 14 Perpindahan panas yang terjadi dari pipa ke minyak Persamaan-persamaan yang mewakili proses pindah panas yang terjadi pada aliran minyak di sepanjang pipa adalah sebagai berikut. qsistem = qpipa-minyak qsistem = qkonduksi pipa + qkonduksi minyak + qkonveksi paksa minyak + qkonveksi bebas
31
( (
) )
(
(
)
)
............(10)
Karena pipa besi jenis mild steel yang digunakan memiliki ketebalan dinding yang tipis, maka diasumsikan panas yang diberikan oleh api pada permukaan dinding luar pipa sama dengan panas yang diterima pada permukaan dinding dalam pipa. Dalam hal ini dianggap tidak ada panas yang hilang akibat ketebalan dinding, atau tidak ada beda suhu antara permukaan dinding luar dan dalam, sehingga pindah panas konduksi akibat pemanasan api dari permukaan dinding luar pipa ke bagian permukaan dinding dalam pipa diabaikan. Pindah panas secara konveksi bebas pada minyak juga diabaikan karena bahan bergerak lebih dominan disebabkan oleh adanya tekanan dari tangki bahan bakar. Sedangkan pergerakan bahan akibat perubahan densitas hampir tidak ada sama sekali. Sehingga persamaan (10) diatas dapat disederhanakan sebagai berikut. ( (
) )
(
<=> <=> (
) )
(
)
) (
(
)
(
)
((
(
)
(
(
)
(
)
( (
)
)
)(
(
))
))
)
((
))
<=> (
)
(
)
<=> (
)
(
) )
((
<=>
(
)
(
<=>
( <=>
(
(
)
)
(
(
)
(
))
)
(
(
(
)
)
(
)
(
)
)
) (
) ( (
) (
) ( ) (
) )
....................................................(11)
32
dimana: ̇
= laju aliran massa (kg/s)
Cp
= panas jenis minyak nyamplung (kJ/kgoC)
k
= konduktifitas termal minyak nyamplung (W/moC)
h
= koefisien pindah panas konveksi (W/m°C)
A
= luas kontak pindah panas (m2)
l
= panjang bidang aliran pipa (m)
Ta
= suhu awal minyak (oC)
To
= suhu dinding permukaan luar pipa (oC)
T1/Ti = suhu dinding bagian dalam pipa (oC) T2
= suhu titik pusat bahan (oC)
ri
= jari-jari bagian dalam pipa (m)
ri
= jari-jari bagian luar pipa (m) Untuk menghitung nilai koefisien pindah panas konveksi (h), maka dapat
didekati dengan persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa seperti tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas konveksi paksa di dalam pipa Sistem
Persamaan
Nomor Persamaan 12
Pipa panjang (L/D > 20) Aliran laminar (Re < 2100)
Nu = 1.86 (Re Pr Dh/L)0.33 (μb/μs)0.14 Pemanasan cairan μb/μs = 0.36 Pendinginan cairan μb/μs = 0.20
Pipa pendek (L/D < 20) Aliran laminar (Re < 2100)
Nu = Re Pr Dh/(4L) ln (1- (2.6 (Pr0.167(Re Pr Dh/L)0.5)))-1
13
Pipa panjang (L/D > 20) Aliran turbulen (Re >2100)
Nu = 0.023 Re0.8 Pr0.33
14
Pipa pendek (L/D < 20) Aliran turbulen (Re >2100)
Nu = 0.023 (1 + (Dh/L)0.7 Re0.8 Pr0.33
15
Sumber: Suhardiyanto et al. (2007) Dimana Mc. Adams dalam Syaiful (2009) mengorelasikan nilai Nusselt rata-rata untuk kondisi temperatur dinding seragam dalam bentuk sebagai berikut.
33
̅̅̅̅
....................................................................................................(16)
Bilangan Prandtl dicari dengan persamaan (17) sebagai berikut. .....................................................................................................(17) Bilangan Reynold digunakan sebagai kriteria untuk menunjukan jenis aliran turbulen atau laminer. Bilangan Reynold dicari dengan menggunakan persamaan (18) sebagai berikut. .................................................................................................(18) dimana: Re = bilangan Reynold ρ
= densitas fluida (kg/m3)
v
= kecepatan aliran fluida (m/s)
Dh = diameter (m) μ
= viskositas dinamik fluida (Pa/detik) Menurut Steffe (1992), pengaruh suhu terhadap viskositas untuk fluida
Newtonian dapat dinyatakan dalam persamaan tipe Arrhenius melibatkan suhu mutlak (T), konstanta gas universal (R), dan energi aktivasi untuk viskositas (Ea) sebagai berikut. ( )
( ) .............................................................................(19)
Konstanta A dan energi aktivasi untuk viskositas (Ea) digunakan untuk menghitung prediksi nilai viskositas terhadap suhu. Penentuan nilai konstanta A dan energi aktivasi untuk viskositas (Ea) dilakukan dengan logaritma natural (ln) pada kedua sisi persamaan (19) di atas sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut. ( (
) ( (
)) )
34
...................................................................................(20) Selanjutnya persamaan (20) di atas diubah menjadi persamaan regresi linier sebagai berikut. ................................................................................................(21)
dimana: x =
..................................................................................................................(22)
y = ln µ ...............................................................................................................(23) a = ln A ..............................................................................................................(24) b =
................................................................................................................(25) Dengan menyubtitusikan persamaan (19) ke persamaan (20) maka hubungan
antara perubahan suhu terhadap panjang pipa, hubungan perubahan viskositas minyak nyamplung terhadap perubahan suhu, dan hubungan perubahan viskositas terhadap panjang pipa dapat diperoleh. Uji Profil Penyemprotan Minyak Nyamplung Uji penyemprotan awal dilakukan untuk mengetahui profil penyemprotan minyak nyamplung setelah dilakukan pemanasan pada beberapa tingkat suhu 30, 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 oC. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi pola, diameter, dan sudut penyemprotan. Kontrol yang digunakan adalah membandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Uji penyemprotan dilakukan dengan kompor yang telah dilengkapi pemanas (heater) pada bagian dalam tangki bahan bakarnya. Percobaan diawali dengan mengisi tabung bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Selanjutnya tabung bahan bakar diberi tekanan 2 bar, kemudian heater dinyalakan. Jika suhu minyak pada tangki sudah mencapai suhu yang diinginkan, kemudian keran bahan bakar dibuka sampai minyak menyembur. Minyak yang
35
tersembur akan terekam profilnya pada kertas millimeter blok yang telah dibentangkan diatas semburan minyak tersebut dengan jarak 30 cm dari ujung lubang nosel (Gambar 15). Hasil penyemprotan tersebut kemudian langsung difoto dengan menggunakan kamera digital. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran bentuk penyemprotan bahan bakar akibat terserap oleh kertas milimeter blok, sehingga dapat mempengaruhi besarnya diameter hasil penyemprotan yang diukur. Parameter uji penyemprotan yang diamati meliputi pola, diameter, dan sudut penyemprotan. Bentuk pola, diameter, dan sudut penyemprotan ini kemudian dibandingkan dengan profil penyemprotan minyak tanah. Perbandingan ini akan menunjukan seberapa besar pengaruh pemanasan pada minyak nyamplung terhadap hasil penyemprotannya. Berdasarkan data diameter hasil penyemprotan, menurut Suastawa (2006) besarnya sudut penyemprotan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (26) sebagai berikut. (
) ................................................................................(26)
dimana: θ
= sudut penyemprotan (°)
Ds = diameter penyemprotan (mm) Tn = tinggi nosel (mm) Sumbu vertikal Kertas millimeter blok
Sumbu horizontal Sudut penyemprotan
30 cm
θ Nosel
Gambar 15 Uji karakteristik penyemprotan bahan bakar
36
Modifikasi Desain Burner Pipa Koil Pemanas Minyak a. Kriteria Perancangan Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi elemen pemanas minyak nyamplung yang akan digunakan pada kompor bertekanan. Elemen pipa pemanas ini dirancang berbentuk koil. Perancangan pipa koil pemanas minyak ini bertujuan untuk memanaskan minyak nyamplung agar dapat menurunkan nilai viskositasnya sehingga mendekati nilai viskositas minyak tanah. Panjang pipa yang akan dibentuk menjadi koil diperoleh berdasarkan hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak, dan uji profil penyemprotan minyak nyamplung. Pemanasan dilakukan dengan memanfaatkan nyala api pembakaran pada kompor itu sendiri. Panas ini akan memanaskan minyak baik secara konduksi maupun konveksi. b. Rancangan Fungsional Rancangan pipa koil pemanas minyak terdiri dari tiga komponen utama yaitu, elemen pipa pemanas minyak, nosel, dan mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Ketiga komponen tersebut diharapkan dapat menunjang rancangan agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk memenuhi tujuan perancangan pipa koil pemanas minyak ini, maka diperlukan fungsi-fungsi yang dapat menunjang agar rancangan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Elemen pipa pemanas minyak berfungsi sebagai penyalur minyak dari tangki ke nosel. Pada bagian pipa pemanas inilah proses penurunan viskositas minyak terjadi. Nosel berfungsi sebagai tempat pengeluaran minyak setelah dipanaskan. Minyak yang keluar dari nosel ini diharapkan telah memiliki nilai viskositas mendekati minyak tanah. Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal berfungsi sebagai wadah bahan bakar untuk melakukan pemanasan awal. Api dari proses pemanasan awal ini juga nantinya akan menjadi starter pada pembakaran utama setelah minyak tersembur dari nosel.
37
c. Rancangan Struktural Dalam perancangan, pemilihan bentuk, dimensi, dan bahan yang digunakan merupakan hal yang sangat penting karena akan berdampak langsung pada kinerja alat atau mesin yang dirancang. Masing-masing rancangan struktural pada desain pipa koil pemanas minyak dijelaskan sebagai berikut. 1.
Elemen pipa pemanas minyak Elemen pipa pemanas minyak dibuat berbentuk koil (Gambar 16). Bahan
yang digunakan adalah pipa besi jenis mild steel berdiameter 0.25 inci dengan tebal dinding pipa 1 mm. Panjang elemen pipa pemanas minyak ini diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan hubungan perubahan suhu dan viskositas minyak terhadap panjang pipa pemanas minyak.
Gambar 16 Modifikasi pipa koil pemanas minyak 2.
Nosel Nosel merupakan lubang pada elemen pipa pemanas minyak. Nosel ini berdiamater 0.5 mm.
3.
Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal Mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal ini dibuat dengan bahan besi mild steel. Mangkuk ini memiliki diameter 8 cm, dan dapat menampung minyak untuk pemanasan awal sebanyak 54 ml. Secara umum, proses modifikasi desain pipa koil pemanas minyak ini
ditampilkan pada Gambar 17. Tahap-tahap dalam pembuatan modifikasi kompor bertekanan ini dijelaskan sebagai berikut.
38
1. Tahap perancangan, meliputi pembuatan gambar detail rancangan struktural alat, gambar tiga dimensi alat, gambar bagian-bagian alat, penentuan ukuran, penentuan bahan konstruksi. 2. Tahap pengumpulan alat dan bahan, yaitu: penentuan jumlah bahan-bahan konstruksi yang diperlukan, pembelian bahan, penyediaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses perakitan. 3. Tahap pembuatan dan perakitan, meliputi pembuatan pipa koil pemanas minyak, nosel, dan mangkuk bahan bakar untuk pemanasan awal. Selanjutnya akan dilakukan perakitan dan pengujian. 4. Tahap pengujian, merupakan tahapan untuk mencoba apakah alat yang telah dirancang dapat bekerja dan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Mulai Tahap perancangan Tahap pengumpulan alat dan bahan Tahap pembuatan dan perakitan Tahap pengujian
Kriteria rancangan
Tahap modifikasi
Tidak
Ya Tahap pengamatan dan analisis data
Selesai Gambar 17 Diagram alir proses perancangan
39
Uji Fungsional Pipa Koil Pemanas Minyak Hasil Modifikasi Pada pengujian ini akan diukur suhu minyak yang keluar dari nosel. Pengujian dilakukan dengan kompor bertekanan dan pipa koil pemanas minyak hasil modifikasi. Percobaan diawali dengan mengisi tabung bahan bakar dengan minyak nyamplung sebanyak 800 ml. Selanjutnya tabung bahan bakar diberi tekanan 2 bar, dan kemudian kompor dinyalakan. Setelah api pembakaran stabil, selanjutnya dilakukan pengukuran suhu minyak yang baru saja tersembur dari nosel menggunakan thermocouple tipe K. Ada dua cara pengambilan data, yang pertama pengukuran minyak pada saat api kompor menyala. Minyak yang diukur suhunya adalah minyak yang baru saja keluar dari nosel sebelum terbakar. Sedangkan pengujian kedua dilakukan sesaat setelah api pembakaran dipadamkan. Setelah api dipadamkan, saat itu juga minyak yang masih tersembur diukur suhunya. Data-data suhu minyak hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan suhu hasil pendugaan. Uji Coba Pembakaran Kompor Bertekanan Termodifikasi Uji coba pembakaran kompor bertekanan termodifikasi ini bertujuan untuk mengetahui waktu dan jumlah bahan bakar terpakai yang dibutuhkan untuk memanaskan air hingga mendidih dengan mengunakan kompor bertekanan termodifikasi
berbahan
bakar
minyak
nyamplung.
Hasilnya
kemudian
dibandingkan dengan pengujian kompor bertekanan mengunakan bahan bakar lainnya yang diperoleh dari data sekunder. Pada pengujian ini juga akan diukur peningkatan suhu pada beberapa titik pengukuran yang mewakili suhu air, uap air, permukaan luar panci, ruangan, dan pemanas. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Sebanyak 800 ml minyak nyamplung dimasukkan ke dalam tangki bahan bakar, kemudian tangki yang telah diisi bahan bakar diberi tekanan 2 bar. b. Air sebanyak 1 liter dimasukkan ke dalam panci yang telah disediakan. c. Thermocouple tipe K dipasang antara lain berada pada posisi-posisi yang dapat mewakili suhu air (T1), uap air (T2), permukaan dinding luar panci (T3), ruangan (T4), serta pemanas (T5) seperti digambarkan pada Gambar 18.
40
T2 T3 T1
T4
T5
Gambar 18 Skema pengujian efisiensi pembakaran d. Thermocouple lalu dihubungkan dengan pencatat suhu jenis hybrid recorder Yokogawa. e. Kompor kemudian dinyalakan, dan setelah api stabil lalu panci diletakkan di atas kompor. Hybrid recorder dinyalakan, dan pencatatan suhu dilakukan secara bersamaan saat panci diletakkan di atas kompor. f. Menghentikan proses pemanasan dan pengukuran suhu setelah air mendidih (saat titik pengukuran suhu air menunjukkan nilai konstan). g. Mengukur dan menimbang sisa minyak nyamplung pada tangki bahan bakar. Analisis Data Data hasil percobaan, pengamatan, dan perhitungan yang diperoleh disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel dan grafik.