MEMAHAMI PENTINGNYA NILAI-NILAI KEMENTERIAN KEUANGAN Oleh: Widyantoro Setyawan Widyaiswara Madya Pusdiklat Pengembangan SDM PENDAHULUAN Dengan disosialisasikannya Nilai-Nilai Kementerian Keuangan berarti Kementerian Keuangan akan membangun komunitas Kementerian Keuangan dengan profil yang berbeda dengan saat lalu. Nilai – Nilai ini akan menjadi pondasinya oleh karenanya harus dibuat yang kuat, mengakar, sehingga mampu menopang bangunan diatasnya, mampu menahan kalau ada goncangan sehingga bangunan tersebut tidak roboh. Upaya ini sebagai langkah yang sungguh luar biasa strategisnya untuk menghadapi tugas-tugas Kementerian Keuangan yang semakin berat dimasa datang untuk mengumpulkan penerimaan negara ( lihat tabel 1 ) Tabel 1. PERKEMBANGAN PENERIMAAN NEGARA (Dlm triliun rupiah)
Rupiah . %
2005 495,2
2006 637,99
100%
129%
2007 707,81
2008 981,61
2009 871.00
2010 949,66
2011 1.169,9
143%
198%
176%
192%
236%
2012 1.292,9 (RAPBN) 261%
Menghadapi perkembangan tugas yang semakin besar tidak cukup hanya mengandalkan penguasaan ilmu dan teknologi saja, tetapi juga dibarengi dengan membangun karakter insani Kementerian Keuangan. Pengadobsian, pengenalan, penyerapan dan pemahaman 5 Nilai-Nilai Utama akan membantu pembentukan karakter spesifik insan Kementerian Keuangan. Keberhasilan ini akan menyeimbangkan antara tuntutan tugas yang semakin berat dengan perilaku mulia yang pada akhirnya dapat membuahkan hasil atau kinerja yang sangat memuaskan. Kita perhatikan di Negara-negara maju, mereka memiliki penguasaan ilmu & teknologinya yang tinggi, tetapi juga karakternya tetap terpuji sehingga angka indek korupsi yang rendah. Suatu contoh perusahaan LL Bean menerapkan dua nilai penting yakni menyediakan jasa bermutu prima kepada pelanggan dan pengembangan karyawan. Untuk menghasilkan jasa bermutu yang memaksimalkan kepuasan pelanggan, melalui pendekatan mutu terpadu bukan dengan focus perbaikan proses sebgaimana dilakukan oleh banyak perusahaan , tetapi dengan cara memusatkan pada pengembangan karyawan. Dengan
mengadobsi dua nilai tersebut perusahaan mampu bersaing bahkan mengalami kemajuan yang memuaskan. Contoh lainnya, Perusahaan Du Pont mengambil “keselamatan kerja” sebagai nilai utama yang ditonjolkan dikalangan pekerja. Pimpinan DuPont mengatakan “Apakah anda membuat mesiu dengan aman, atau anda tidak akan bertahan lama” Dengan cara tersebut, setiap pekerja paham bagaimana harus melakukan pekerjaan yang sangat berbahaya sekalipun, tanpa perlu takut karenanya. Dampak penerapan nilai ini tidak terjadi turnover karyawan yang tinggi, serta menurunnya tingkat kecelakaan kerja, sehingga sangat menguntungkan perusahaan. Kenapa penetapan nilai-nilai keutamaan dimulai dari Kementerian Keuangan ? Kementerian Keuangan sebagai Kementerian yang memiliki keunikan tersendiri dan mempunyai keterkaitan langsung dengan kementerian manapun serta seluruh daerah otonom. Kinerja Kementerian Keuangan yang berupa penerimaan negara akan digunakan oleh Kementerian lain dan daerah otonom untuk membiayai kegiatan dan pembangunan. Sehingga kalau Kementerian Keuangan dapat mengumpulkan penerimaan negara dalam jumlah yang besar, maka otomatis Kementerian lain dan daerah otonom akan mendapatkan alokasi dana yang besar pula, sebaliknya kalau Kementerian Keuangan loyo, tidak dapat mengumpulkan dana yang banyak maka kementerian lain dan daerah otonom akan mendapatkan dana yang kecil juga, sehingga kegiatan pembangunan yang dilakukannya ikut mengalami keloyoan. Hal ini bila pemerintah ini digambarkan sebagai kereta api, maka peran lokomotifnya adalah Kementerian Keuangan, dia dapat mendorong atau menarik gerbong-gerbong lain, cepat-lambatnya kereta tergantung jalannya lokomotif. Jadi tidak salah kalau insan Kementerian Keuangan berusaha untuk memposisikan diri sebagai lokomotif ekpress yang dapat lari kencang, jangan seperti kereta api klutuk yang larinya seperti siput. MANUSIA HIDUP DENGAN NILAI Nilai menunjukan adanya “keberhargaan” ( worth ) atau “kebaikan” ( goodness ), secara bertingkat. Benda yang sudah tidak bernilai atau sudah tidak berharga pada umumnya akan dibuang. Sebaliknya orang mau membayar harga suatu barang karena barang tersebut mempunyai nilai. Perilaku yang memiliki “kebaikan” yang sangat tinggi akan memperoleh sanjungan sebaliknya yang tidak memiliki “kebaikan” akan dicela. Di dalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences menyatakan nilai adalah kemampuan yang dipercayai, yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Benda yang dapat memberikan kepuasan kepada manusia akan memiliki harga ( bernilai ), tindakan /perilaku yang memilki kebaikan akan bernilai. Menurut G. Everet nilai-nilai manusia dapat digolongkan dalam 8 kelompok : 1. Nilai-nilai ekonomis ( diunjukan harga pasar, meliputi semua benda yang dapat dibeli)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nilai-nilai kejasmanian ( meningkatkan kesehatan, meningkatkan efisiensi sumberdaya) Nilai-nilai hiburan / permainan. Nilai-nilai social Nilai-nilai watak / kepribadian Nilai-nilai estetika / keindahan Nilai-nilai intelektual Nilai-nilai keagamaan.
Dengan mengacu pendapat G Everet diatas, pada dasarnya manusia hidup dikelilingi oleh nilainilai dan tidak dapat lepas darinya. Karena begitu banyaknya nilai yang ada dimasyarakat orang tua kita telah mengajarkannya sejak kita kecil, agar mulai mengenal nilai meskipun baru yang sederhana. Dengan cara demikian diharapkan sang anak lama kelamaan dapat berperilaku yang baik dalam lingkungannya, tanpa harus didampingi & diawasi kapan saja dan dimana saja dia berinteraksi. Dapat menyatu dengan kehidupan lingkungan, tanpa membuat suasana tak harmonis, serta untuk tidak mendapatkan stempel sebagai anak yang tidak mengetahui adat sebagai hal yang memalukan. Dengan perkembangan usia, manusia akan mendapatkan nilai dilingkungan tempat tinggal kita. Ketika kita disekolah mendapatkan pengajaran nilai-nilai oleh guru untuk menjalani kehidupan disekolah. Dalam kehidupan lingkungan yang lebih luas, misalnya daerah, disana ada nilai-nilai yang harus diikuti. Lebih luas lagi, setiap suku bangsa memiliki nilai mungkin secara khusus harus dipegang teguh dan dilaksanakan oleh anggotanya. Pada saat ini setiap insan Kementerian Keuangan, tentu sudah memiliki nilai-nilai, yang diperolehnya dari pergaulannya di masyarakat maupun yang dikembangkan oleh lingkungan organisasi sendiri misalnya kita pegawai BPPK mendapatkan nilai-nilai diantaranya dari ETIKA BPPK, disamping dari Kementerian Keuangan itu sendiri yang dituangkan dalam Permen Keu Nomor 72/PMK 01/2007 tanggal 28 Juni 2007, kemudian yang lebih luas lagi peraturanperaturan dari Pemerintah yang berkaitan dengan hak, kewajiban PNS. PERANAN NILAI-NILAI KEMENTERIAN KEUANGAN Kalau setiap insan Kementerian Keuangan sudah memiliki banyak nilai apa gunanya diperkenalkan 5 Nilai Kementerian Keuangan yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, Kesempurnaan? Dengan memiliki Nilai-nilai berarti tersebut memiliki sesuatu yang dapat berperan menjadi pemandu berinteraksi serta sekaligus menjadi rambu-rambu. Sebagai pemandu berarti menjadi pengarah kepada anggota agar berperilaku sesuai dengan nilai yang didukungnya. Pemandu mengatakan jalan lurus, pelaku harus berjalan lurus, pemandu mengatakan belok pelaku harus belok. Pemandu mengharuskan begini dan begitu,sebagai adaptasi atas situasi dan kondisi
dengan maksud agar pelaku lancar dan selamat sampai pada tujuan. Sebagai rambu-rambu memberitahu kepada anggota adanya keharusan, dan larangan . Dengan patuh pada ramburambu yang tersedia, anggota berkeyakinan akan sampai pada tujuan dengan selamat. Dalam kondisi normal siapapun orangnya yang mengikuti koridor rambu-rambu seharusnya dapat sampai tujuan dengan selamat, kalau tidak maka anggota kemungkinannya akan meninggalkan atau mengacuhkan . Contoh, banyak pengendara yang tengah malam tidak mau berhenti ketika traffic light berwarna merah, karena khawatir terjadi penodongan pada saat berhenti. Dengan penerapan 5 nilai keutamaan, berarti pimpinan Kementerian Keuangan membuat warna yang spesifik bagi PNS Kementerian Keuangan yang tidak sama warna dengan PNS lainnya. Keberanian mengambil nilai-nilai utama tersebut sebagai langkah konkret membentuk karakter insan Kementerian Keuangan yang sungguh-sungguh beda dengan karakter PNS lainnya. Untuk mencapai hasil demikian tentu memerlukan waktu, tidak langsung otomatis saat diambil dan diperkenalkan kepada anggotanya. Ada proses pembelajaran organisasi yang memerlukan waktu oleh masing-masing unit organisasi diligkungan Kementerian Keuangan dan jangka waktunya pun berbeda-beda. Unit yang satu dapat lebih cepat dari yang lain, tergantung dari besar kecilnya unit organisasi serta iklim unit organisasi yang bersangkutan. Dengan memasukkan 5 Nilai Utama pada saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menaikan kembali citra Kementerian Keuangan karena mengalami penurunan yang tajam, oleh kasus Gayus dan lainya. Sehingga masyarakat menggeneralisasi dan melabel aparat Kementerian Keuangan memiliki moral yang kurang tinggi, mengakibatkan apa yang menjadi kebijakan pemerintah berkaitan dengan Kementerian Keuangan selalu dipandang sebagai hal yang negative. Misalnya : Reformasi birokrasi dianggap telah gagal, tidak ada artinya. Alokasi dana belanja pembanguan yang lebih kecil dari belanja pegawai khususnya pada RAPBN Tahun 2012 ini dianggap sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat. Penggunaan dana perimbangan sebagian besar untuk kebutuhan birokrasi oleh daerah otonom, dianggap karena kelemahan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan. Hal ini seperti peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelanga. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG DIINGINKAN Image Kementerian Keuangan yang sudah merosot dimata masyarakat, tidak bisa dihilangkan hanya dengan mengeluarkan pernyataan-pernyataan sebagai pembelaan. Tetapi diperlukan langkah konkrit yang penting untuk memperbaiki internal, dan meningkatkan kinerja yang nyata sehingga masyarakat luas dapat melihat adanya perbaikan kinerja dan perubahan perilaku dalam organisasi Kementerian Keuangan. Hal ini dapat mencontoh LL Bean dan DuPont diatas, dimana nilai-nilai yang diambil tidak hanya berhenti setelah diperkenalkan, tetapi diteruskan dalam wujud penerapan. Untuk memperkenalkannya langkah yang diperlukan lebih mudah, misalnya sosialisai, edaran, publikasi, promosi dan lain sebagainya.
Langkah tersebut sudah dilakukan, namun belum menjamin terjadinya perubahan perilaku anggota organisasi. Ada 3 tahap untuk mencapai keberhasilan dalam penerapan 5 nilai utama setelah sosialisasi : a. Komitmen yang tinggi dari para manajer puncak Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukan adanya political will, dan keseriusan terhadap berlakunya 5 Nilai Utama tersebut. Semua itu menjadi acuan sikap para bawahan terhadap 5 Nilai Utama tersebut, menjadi dasar pijakan untuk mengembangkan sikap dan perilaku, serta tindakan-tindakan yang mendukung. Tanpa itu, kepatuhan bawahan hanya semu. b. Membuat kondisi yang kondusif “hidup dan berkembangnya” 5 nilai utama tersebut. Dari ke 5 nilai utama tersebut ada yang memerlukan dukungan kondisi sebelum bisa menerapkan nilai antara lain : Profesionalisme; Pelayanan dan Kesempurnaan. Untuk menjadikan seorang pegawai yang professional perlu dibekali ilmu, teknis dan teknologi pengalaman dibidangnya, tanpa itu seseorang sulit menunjukan profesionalisme dalam bekerja. Untuk menyelesaiakan tugas dengan cepat, cermat dan tuntas, adakalanya perlu dukungan arsip yang bagus, tanpa itu sulit mewujudkan. Untuk Nilai Pelayanan membutuhkan kondisi sistem dan prosedur kerja yang jelas dan tranparan secara online, dukungan sistem arsip yang baik dan cepat. Untuk Nilai Kesempurnaan, diperlukan iklim yang mendukung yang dibuat para manajer yang menjadi atasan. Gaya kepemimpinan otoriter akan sulit menciptakan bawahan melakukan inovasi dan kreatifitas karena pimpinan lebih mementingkan intruksi atau perintah dari pada persuasi. c. Tahap transisi. Penerapan 5 Nilai Utama memerlukan adanya perubahan perilaku. Dalam tahap ini dapat menggunakan konsep BF Skinner yaitu : Stimulus -- Respon ----- Kosekwensi ------- Respon masa datang Stimulus (Rangsangan): ini dapat berwujud komitmen atasan dalam penerapan 5 nilai utama tersebut, kebijakan-kebijakan yang mencerminkan 5 nilai utama, keputusankeputusan dan juga tindakan-tindakan yang mencerminkan 5 nilai utama tsb. Respon ( tanggapan ) adalah tindakan, sikap dan perbuatan bawahan dalam penerapan 5 nilai utama tersebut Konsekwensi adalah imbalan yang diberikan atas dasar respon yang muncul. Apabila yang muncul respon positif maka oleh lembaga diberikan imbalan positif sedangkan bila yang muncul respon negative harus diberikan imbalan negative. Respon masa datang adalah tindakan, sikap dan perbuatan setelah diberikannya imbalan. Dengan imbalan positif diharapkan ada pengulangan perbuatan, sebaliknya hukuman untuk meniadakan munculnya pengulangan perbuatan.
Pada masa awal penerapan 5 nilai Kementerian Keungan, lembaga menyediakan 2 imbalan yaitu imbalan positif dan imbalan negatif. Setiap manajer seharusnya sudah menerapkan lebih dahulu, kemudian mengendalikan penerapan anak buahnya. Anak buah yang dapat memberikan respon yang baik diberikan imbalan positif. Sebaliknya yang memberikan respon kurang baik diberi imbalan negatif. Cara ini terus menerus dijalankan, sampai seluruh karyawan merubah perilakunya dan menjadikan kebiasaan. Setelah itu imbalan positif ditiadakan tetapi imbalan negative tetap dipertahankan, sehingga karyawan berpikir untuk tidak melanggar ketentuan agar tidak terkena hukuman, otomatis dia tetap akan berperilaku, bersikap dan berbuat yang sesuai dengan 5 nilai Kementerian Keuangan termaksud. Semoga dengan penerapan 5 nilai, Kementerian Keuangan menjadi motor penggerak pengelolaan pemerintahan yang baik dan akuntabel, yang akan diikuti oleh Kementerian yang lain. DAFTAR PUSTAKA 1. Griffin, Ricky W, Manajemen, Jilid II, Edisi VII, Erlangga, Jakarta, 2. Hanafi, Mamduh M, Manajemen, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2003. 3. Handoko, T.Hani. Manajemen, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta, 2003. 4. Kaelan, MS, Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi, Paradigma, Yogyakarta, 2003 5. Kansil, CST. Christine ST Kansil, Pendidikan Kewarganegaraan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003. 6. Stoner, James AF. Edward Freeman, dkk , Manajemen, Jilid II, Prehalindo, Jakarta, 1996 7. Sumarsono, S. Agus Susarso, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005