KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Disusun oleh: Nama Peneliti/Pengkaji I NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: Puji Agus : 197508231999031002 : Penata / IIIc : Widyaiswara Muda
Nama Peneliti/Pengkaji II NIP Pangkat/Golongan Jabatan
: Riyanto : 197510011996021001 : Penata / IIIc : Widyaiswara Madya
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN JAKARTA 2012
i
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN SEKRETARIAT BADAN JALAN PURNAWARMAN NOMOR 99, KEBAYORAN BARU, JAKARTA 12110 TELEPON (021) 7394666,7204131; FAKSIMILI (021) 7261775; SITUS www.bppk.depkeu.go.id
SURAT PERNYATAAN Kami yang bertanda tangan dibawah ini : 1
2
Nama NIP Pangkat/gol. Unit Organisasi
: :
Nama NIP Pangkat/gol. Unit Organisasi
: :
:
:
Adang Karyana Syahbana, SSt NIP 19570811 198109 1 001 Widyaswara Madya/ IV a Pusdiklat Bea dan Cukai, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Purjono, Mcom NIP 19610704 198202 1001 Widyaswara Madya/IVa Pusdiklat Bea dan Cukai, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
menyatakan bahwa Kajian Akademis yang berjudul:
PERANAN DITJEN BEA CUKAI SEBAGAI COMMUNITY PROTECTOR DALAM IMPORTASI PRECURSOR merupakan hasil kajian akademis asli yang kami susun berdua dan bukan jiplakan atau plagiat. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan sebagai mestinya. Jakarta, Penulis
Purjono, MCom NIP 19610704 198202 1001
Desember 2011
Adang Karyana Syahbana, SSt NIP 19570811 198109 1 001
ii
Pengaruh Implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja, dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Kinerja Abstrak Kajian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan terhadap Kinerja pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat di Wilayah Jawa Barat. Kajian ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dan analisis inferensial dengan regresi berganda. Populasi penelitian adalah seluruh Satuan Kerja Pemerintah Pusat di Wilayah Jawa Barat, sampel diambil secara wilayah agar mempunyai keterwakilan antar wilayah. Seluruh sampel satuan kerja pemerintah pusat diberikan kuesioner dan diteliti sebagai data penelitian. Keberpengaruhan diuji dengan menggunakan regresi linier berganda, sehingga dapat dijelaskan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penganggaran Terpadu (X1) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) mempunyai pengaruh nyata terhadap Kinerja (Y) sedangkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap Kinerja (Y). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mengoptimalkan Kinerja maka dapat melalui peningkatan implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat. Kata Kunci : Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Kinerja, Satuan Kerja.
iii
The Impact Implementation of Unified Budget, Performance Based Budgeting and Medium Term Expenditure Framework to Performance Abstract This study is subjected to examine the association of Unified Budget, Performance Based Budgeting, and Medium Term Expenditure Framework on Performance at Goverment Working Unit in West Java. This study use an analytical descriptive research method and inferential research method. The populatioan of this study is all Goverment Working Units in West Java, sample are taken for representativenees. All sample units are investigated as a data research. The impact has been tested using the multiple regression analysis, therefore the direct influence of independent variable on dependent variable can be explained. The result of study shows that the Unified Budget (X1), and Performance Based Budgeting (X2) have a sufficient and strong influence on Performance (Y). Medium Term Expenditure Framework (X3) has not a sufficient and strong influence on Performance (Y). This study shows that the enhance implementation of Unified Budget, Performance Based Budgeting and Medium Term Expenditure Framework will optimalize Performance in Goverment Working Units in West Java. Key words : Unified budget, Performance based budgeting, Medium term expenditure framework, Performance, Goverment Working Unit.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan kajian akademis yang berjudul: Pengaruh Implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Kinerja. Kajian akademis ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan di bidang keuangan negara. Selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian dalam kajian akademis ini, penulis tidak luput dari kendala. Kendala tersebut dapat diatasi penulis berkat adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Kamil Sjoeib, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang telah memberikan arahan kepada tim kajian akademis. 2. Bapak Dodi Iskandar, Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang telah memberikan arahan kepada tim kajian akademis. 3. Bapak Seto Utarko, Kepala Kanwil XII Bandung Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang telah memberikan arahan kepada tim kajian akademis. 4. Kepala KPPN Bandung I, Kepala KPPN Bogor, Kepala KPPN Sumedang, dan Kepala KPPN Purwakarta yang telah mengizinkan tim untuk melakukan penelitian pada satuan kerja binaan KPPN. 5. Kepada semua pihak yang telah membantu proses kajian akademis ini.
Penulis
v
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii ABSTRAK ............................................................................................................ iii ABSTRACT ......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v DAFTAR ISI......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ......................................................................... 4 C. Maksud dan Tujuan Penelitian.......................................................... 7 D. Sasaran............................................................................................. 8 E. Ruang Lingkup .................................................................................. 9 F. Keluaran (output) .............................................................................. 9 G. Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 9 H. Waktu Penelitian ............................................................................... 10 I. Sistematika Penulisan....................................................................... 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11 1. Anggaran Sektor Publik................................................................ 11 2. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik .............................. 12 3. Anggaran Sebagai Fungsi Alokasi ............................................... 12 4. Jenis Anggaran Sektor Publik ...................................................... 13 5. Pendekatan Penyusunan Anggaran............................................. 14 6. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik .............................. 16 7. Anggaran Sebagai Fungsi Alokasi ............................................... 17 8. Efisiensi Alokasi (Allocation Efficiency) ........................................ 18 9. Anggaran Terpadu ....................................................................... 20 10.Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting).................................................................................... 24 11.Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) .......................... 29 12.Kinerja (Performance) .................................................................. 35 13.Hubungan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dengan Kinerja (Performance) .................................................... 39 B. Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 40 1. Medium Term Expenditure Frameworks: From Concept to Practice : Preliminary lessons from Africa ................................... 40 2. The Management of Public Expenditures and Its Implications for service delivery ............................................................................ 41 3. Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Efektivitas pengendalian keuangan terhadap kinerja keuangan ................... 41
vi
4. Pengaruh Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Penganggaran Terpadu Dan Penganggaran Kinerja Terhadap Implementasi Anggaran Dan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintah Daerah Yang Baik Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah ............................................................................... 42 5. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natala...................................................... 43 6. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Tebing Tinggi ............................................................................... 43 7. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Simalungun.................................................................................. 44 8. Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Efisiensi Operasional ................................................................................. 45 C. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 46 D. Hipotesis ........................................................................................... 48 BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS A. Objek Penelitian................................................................................ 49 B. Metode Penelitian ............................................................................. 50 1. Desain Penelitian ......................................................................... 50 2. Operasionalisasi Variabel Penelitian............................................ 50 3. Populasi dan Teknik Sampel........................................................ 54 C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 57 1. Kuesioner ..................................................................................... 58 2. Teknik dokumentasi ..................................................................... 58 D. Metode Pengujian Data .................................................................... 58 1. Uji Validitas .................................................................................. 59 2. Uji Reliabilitas............................................................................... 61 3. Metode Pengujian / Analisis Data ................................................ 62 E. Analisis Deskriptif ............................................................................. 62 F. Pengujian Hipotesis .......................................................................... 63 1. Kriteria Ekonometrika................................................................... 63 2. Kriteria Statistik ............................................................................ 69 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data..................................................................................... 72 1. Hasil Uji Validitas ......................................................................... 72 2. Hasil Uji Reliabilitas...................................................................... 75 3. Analisis Deskriptif......................................................................... 76 4. Analisis Inferensial ....................................................................... 88 B. Pembahasan................................................................................... 100 1. Pembahasan Analisis Deskriptif................................................. 100 2. Pembahasan Analisis Inferensial ............................................... 103 BAB V PENUTUP A. Simpulan......................................................................................... 106 B. Keterbatasan Penelitian.................................................................. 108
vii
C. Saran ............................................................................................. 108 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 111 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS
viii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian ................................................ 52
Tabel 3.2
Jumlah satuan kerja pada KPPN wilayah Jawa Barat...................... 55
Tabel 3.3
Sampel Jumlah satuan kerja pada KPPN wilayah Jawa Barat......... 57
Tabel 3.4
Kriteria Standar Validitas & Reliabilitas Instrumen Penelitian........... 62
Tabel 5.1
Hasil Perhitungan Validitas Variabel Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah ............................................................................ 73
Tabel 5.2
Hasil Pengujian Reliabilitas .............................................................. 75
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1
Tahun-tahun yang menentukan dalam alokasi pengeluaran publik untuk Indonesia............................................. 2
Gambar 1.2
Ruang Gerak Fiskal APBN terbatas............................................. 3
Gambar 2
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 47
Gambar 3
Autokorelasi Durbin Watson ......................................................... 69
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Data Variabel X1 Penganggaran Terpadu ................................. 114
Lampiran 2.
Data Variabel X2 Penganggaran Berbasis Kinerja .................... 116
Lampiran 3.
Data Variabel X3 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah.... 118
Lampiran 4.
Data Variabel Y Kinerja.............................................................. 120
Lampiran 5.
Output spss Validitas & Reliabilitas X1 Penganggaran Terpadu, X2 Penganggaran Berbasis Kinerja, dan X3 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah ................... 122
Lampiran 6.
Output spss Uji Normalitas......................................................... 125
Lampiran 7.
Output spss Uji Linearitas .......................................................... 128
Lampiran 8.
Output spss Uji Autokorelasi ...................................................... 132
Lampiran 9.
Output spss Multikolinearitas ..................................................... 134
Lampiran 10. Output spss Heterokedastisitas ................................................. 136 Lampiran 11 Output spss Regresi Berganda .................................................. 140 Lampiran 12 Kuesioner Penelitian .................................................................. 143
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini bangsa Indonesia telah mengalami transformasi dibidang tata laksana keuangan publik. Kebijakan penting yang diambil untuk melakukan alokasi ulang terhadap berbagai sumber daya, mengurangi beban utang, dan meningkatkan pendapatan negara mengimplikasikan bahwa kini Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar untuk dimanfaatkan. Kebijakan desentralisasi yang dimulai sejak 2001 juga memberikan implikasi bahwa tambahan sumber daya yang diperoleh tersebut tidak akan digunakan oleh pemerintah pusat saja, melainkan oleh pemerintah daerah. Menurut Bank Dunia dalam kajian pengeluaran publik indonesia terdapat tiga momen penting yang perlu diperhatikan dalam transformasi yang luar biasa pada pengelolaan dan pengalokasian berbagai sumber daya publik di Indonesia yaitu : 1)
1997-1998 – Masa krisis ekonomi. Ekonomi lesu, pengeluaran publik turun, hutang dan subsidi meningkat, sementara itu pengeluaran pembangunan menurun tajam.
2)
2001 – Desentralisasi. Sepertiga pengeluaran pemerintah pusat dialihkan ke daerah.
3)
2006 – Dana sebesar US$15 milyar untuk dialokasikan kembali. Pengurangan subdisi bahan bakar minyak (BBM) memberikan peluang untuk dialokasikan kembali. Jumlah hutang menurun sampai di bawah 40 persen dari PDB, pengeluaran agregat meningkat sampai dengan 20
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
persen, dan transfer dana ke pemerintah daerah meningkat menjadi sebesar 32 persen. Gambar 1.1 Tahun-tahun yang menentukan dalam alokasi pengeluaran publik untuk Indonesia
Sumber : kajian pengeluaran publik Indonesia, Bank Dunia Sumber daya yang meningkat berdasarkan tiga momen diatas harus dapat dimanfaatkan
dengan
baik, namun
dengan
berjalannya
waktu
ternyata
sumberdaya tersebut telah terfokus menjadi belanja yang mengikat. Terlebih lagi dari sisa belanja negara yang dapat diolah kembali atau dapat kita sebut sebagai fiscal Space APBN yang terbatas pemerintah menjadi lebih sulit dalam mengelola belanja negara tersebut.
2
BAB I PENDAHULUAN
Gambar 1.2 Ruang Gerak Fiskal APBN terbatas
Sumber : Materi Presentasi Wakil Menteri Keuangan Masalah utama penganggaran selama ini karena penekanan diberikan pada kontrol terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes. Pendekatan
penganggaran
ini
disebut
pendekatan
tradisional
yaitu
pengalokasian menggunakan konsep inkremental dan penyusunan berdasarkan pos belanja bukan berdasarkan kinerja yang akan dicapai sehingga hal tersebut menimbulkan pengalokasian sumber daya yang jumlahnya terbatas tidak efisien (Dedi Nordiawan : 2006). Pengalokasian sumber daya yang lemah tersebut ternyata kurang efisien sehingga diperlukan pendekatan yang lebih realistis. Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan tiga hal penting dalam penganggaran, yaitu dengan menggunakan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Mediun Term Expenditure Framework (MTEF) dan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting).
3
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Penjelasan UU nomor 17 tahun 2003 mengemukakan alasan perubahan dari anggaran rutin dan pembangunan ke Anggaran Terpadu dimaksudkan untuk menghindari duplikasi pada pengalokasian anggaran antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan sehingga dalam pengalokasian diharapkan lebih efisien dalam alokasi (Mardiasmo:2002). Konsep MTEF (Medium Term Expenditure Framework) atau Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya
yang
dituangkan
dalam
prakiraan
maju
(forward
estimate).
Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi alokasi anggaran mendistribusikan sumberdaya atas dasar prioritas pemerintah dan efektifitas program, mengalihkan sumberdaya dari prioritas lama ke prioritas baru atau dari yang wilayah tidak produktif ke wilayah lebih produktif sesuai dengan tujuan pemerintah (Bappenas:2009). Konsep penganggaran berbasis kinerja diharapkan dapat menutupi kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena dalam pendekatan tradisional tidak ada tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja
pencapaian
tujuan
dan
sasaran
pelayanan
publik
(Mardiasmo:2002).
B. Perumusan Masalah Sebelum lahirnya tiga paket perundang-undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
4
BAB I PENDAHULUAN
UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara terdapat beberapa permasalahan mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia. Beberapa permasalahan yang sangat mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia, yang sering kali dikemukakan oleh berbagai pihak termasuk lembaga internasional adalah (Dedi Nordiawan : 2006) : 1.
Tidak
jelasnya
penganggaran,
keterkaitan karena
antara
sering
kebijakan,
kali
perencanaan,
kebijakan
disusun
dan tanpa
mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, dan pengalokasian anggaran
tidak
mencerminkan
prioritas
yang
telah
ditetapkan
oleh
pemerintah. 2.
Rendahnya kinerja penyediaan pelayanan masyarakat karena penekanan diberikan pada kontrol terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes, serta kurang memperhatikan prediktabilitas dan kesinambungan pendanaannya.
3.
Kurangnya disiplin fiskal, karena total belanja negara tidak disesuaikan dengan kemampuan penyediaan pembiayaannya, dan perumusan kebijakan fiskal hanya terfokus pada stabilitas ekonomi makro jangka pendek. Kelemahan-kelemahan yang diungkapkan diatas sejalan dengan pendapat
Bank Dunia (public expenditure management handbook : 1998) antara lain mengungkapkan bahwa kelemahan pada alokasi sumber daya adalah lemahnya perencanaan, tidak ada kaitan antara membuat kebijakan, perencanaan dan penganggaran serta tidak cukupnya pelaporan atas kinerja keuangan. Permasalahan inefisiensi dalam alokasi sumber daya menurut Robinson M. dan Brumby J. (2005) bahwa efisiensi alokasi anggaran akan meningkat jika terjadi peningkatan pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan
5
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
peningkatan pelaksanaan Anggaran Berbasis kinerja pada tahap perencanaan dan penganggaran. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan “dual budgeting,” dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak kelemahan (Anggito Abimanyu): 1. Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena
alokasi
dana
yang
ada
tidak
mencerminkan
kondisi
yang
sesungguhnya. 2. Penggunaan “dual budgeting” mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan. 3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi. 4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan
6
BAB I PENDAHULUAN
dalam
pembiayaan
kegiatan
pemerintahan,
juga
menyebabkan
ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi. Pengalokasian sumber daya yang lemah tersebut memerlukan pendekatan yang lebih realistis. Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan
tiga
hal
penting
dalam
penganggaran,
yaitu
dengan
menggunakan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dan
pendekatan
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting). Seperti
dijelaskan
diatas
Konsep
penganggaran
berbasis
kinerja
diharapkan dapat menutupi kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena dalam pendekatan tradisional tidak ada tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Mardiasmo:2002).
C. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menemukan bukti empiris tentang pengaruh Implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Kinerja pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat.
2.
Penelitian sebagai bahan kajian akademis pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan-Kementerian Keuangan sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan penelitian.
7
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
3.
Penelitian sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kebijakan dalam perencanaan dan penganggaran khususnya dalam meningkatkan Kinerja.
4.
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti berkenaan dengan Implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Kinerja pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat.
D. Sasaran Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN) Nomor 14 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya bahwa Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah.
Dari
pengertian tersebut menunjukkan bahwa widyaiswara sebagai salah satu komponen dalam pembelajaran memegang peran yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran pembelajaran, tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas lulusan pendidikan dan pelatihan. Sebagai pejabat fungsional widyaiswara dituntut memiliki wawasan yang luas
mengenai
ilmu
yang
diampunya
dan
dapat
mendorong
mereka
memperdalam spesialisasi ajarnya serta untuk tujuan peningkatan program pendidikan dan pelatihan yang tepat guna. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kegiatan riset dalam rangka pengkajian dan pengembangan keilmuan
8
BAB I PENDAHULUAN
yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga dan untuk pengembangan profesi widyaiswara. Penelitian ini meneliti pengaruh implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat, diharapkan dapat memberikan masukan dalam membuat kebijakan penganggaran terutama terkait dengan implementasi Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada satuan kerja.
E.
Ruang Lingkup Penelitian ini meneliti pengaruh implementasi Penganggaran Terpadu,
Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada satuan kerja pemerintah pusat, dengan demikian hasil ini merupakan kesimpulan atas pemerintah pusat.
Penelitian ini juga berdasarkan sampel
sehingga memiliki keterbatasan pada hal tersebut.
F.
Keluaran (output) Keluaran (output) dari kegiatan ini adalah Laporan Hasil Penelitian yang
merupakan hasil akhir yang menggambarkan langkah-langkah mulai dari perencanaan, proposal, olah data dan hasil akhir dari penelitian.
G. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh widyaiswara dengan mengajukan proposal kepada Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Penelitian dilaksanakan oleh Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Cimahi.
9
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
H. Waktu Penelitian Waktu Penelitian dilakukan sebagai berikut 1.
Kegiatan persiapan, berupa rapat pembahasan tema/topik penelitian, berdiskusi dengan nara sumber yang kompeten (Februari - April 2012).
2.
Pelaksanaan Penelitian (Mei – Agustus 2011).
3.
Olah data dan penyusunan hasil riset (September - Oktober 2012).
I.
Sistematika Penulisan Penyajian Proposal Kajian Akademis ini terdiri atas tiga bab, yaitu :
Bab I
: Pendahuluan menyajikan Latar Belakang Penelitian, Perumusan Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Sasaran Penelitian, Ruang Lingkup, Keluaran (output), Pelaksanaan Penelitian, Waktu Penelitian dan Sistematika Penyajian.
Bab II
: Landasan Teori berisi Kajian Pustaka, Penelitian Sebelumnya, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis .
Bab III
: Metode
Kajian
Akademis
berisi
Obyek
Penelitian,
Metode
Penelitian, Prosedur Pengumpulan Data, Metode Pengujian Data dan Pengujian Hipotesis. Bab IV
: Analisis dan Pembahasan berisi Analisis dan Pembahasan hasil penelitian.
Bab V
.
10
: Penutup berisi Simpulan, Keterbatasan Penelitian dan Saran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Anggaran Sektor Publik Anggaran (budget) menurut Salvatore Schiavo-Campo dalam bukunya
Managing Government Expenditure (1999) berasal dari kata budjet, yang berarti kantong sang raja yang berisikan uang untuk kepentingan pembayaran publik. Anggaran juga berasal dari kata budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil. Anggaran negara
(state budget)
menurut John F. Due dalam ”Government Finance and Economic Analysis” diartikan rencana keuangan untuk suatu periode tertentu. Menurut Wildavsky, anggaran adalah
(i) catatan masa lalu; (ii) rencana
masa depan; (iii) mekanisme pengalokasian sumber daya; (iv) metode untuk pertumbuhan; (v) alat penyaluran pendapatan; (vi) mekanisme untuk negosiasi; (vi) harapan-aspirasi-strategi organisasi; (vi) satu bentuk kekuatan kontrol; dan (vii) alat atau jaringan komunikasi. Menurut Freeman (2003), anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the process of allocating resources to unlimited demands). Pengertian tersebut mengungkap peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik. Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki (Deddi Nordiawan : 2006).
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
2.
Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik Tahapan penyusunan anggaran berbasis kinerja menurut Deddi Nordiawan
meliputi empat langkah yaitu ; a.
Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi) Visi dan Misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi gambaran tentang suatu kondisi yang harus dicapai oleh sebuah organisasi.
b.
Pembuatan tujuan Tujuan dalam hal ini adalah sesuatu yang akan dicapai dalam kurun waktu satu tahun atau sering diistilahkan dengan tujuan operasional.
Karena
tujuan operasional merupakan turunan dari Visi dan Misi organisasi, tujuan operasional seharusnya menjadi dasar untk alokasi sumber daya yang dimiliki, mengelola akivitas harian, serta pemberian penghargaan dan hukuman. c.
Penetapan Aktivitas Tahapan selanjutnya adalah menetapkan aktifitas yang dipilih berdasarkan strategi organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan.
d.
Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Langkah selanjutnya setelah pengajuan anggaran disiapkan adalah proses evaluasi dan pengambilan keputusan.
3.
Anggaran Sebagai Fungsi Alokasi Pengeluaran pemerintah mempunyai 3 (tiga) fungsi utama (Musgrave &
Musgrave, 1984) yaitu fungsi alokasi, fungsi redistribusi, dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi adalah mengalokasikan sumber daya yang dimiliki kepada sektor-
12
BAB II LANDASAN TEORI
sektor yang memberikan manfaat paling besar. Fungsi redistribusi yaitu bertujuan pembagian pendapatan nasional kepada masyarakat lebih adil dan merata dan fungsi stabilisasi mengarahkan kebijakan pemerintah agar kondisi perekonomian tetap stabil.
4.
Jenis Anggaran Sektor Publik Secara garis besar anggaran dapat diklasifikasikan menjadi anggaran
operasional dan anggaran modal.
Anggaran operasional (current budget)
digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi seharihari dalam kurun waktu satu tahun.
Anggaran operasional ini sering juga
dikelompokkan sebagai pengeluaran pendapatan (revenue expenditure), yaitu jenis pengeluaran yang bersifat rutin dan jumlahnya kecil serta tidak menambah fungsi suatu asset.
Anggaran Modal (capital budget) menunjukkan rencana
jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap.
Belanja modal adalah
pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah jumlah aset atau kekayaan organisasi sektor publik, yang selanjutnya akan menambah anggaran operasional untuk biaya pemeliharaanya. Menurut
Mardiasmo
(2002),
Anggaran
Pemerintah
merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan daerah, yakni sebagai alat kebijakan fiskal untuk stabilisasi ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
13
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lebih lanjut menurut Mardiasmo pada dasarnya pemerintah tidak mempunyai uang sendiri, melainkan milik publik. Adanya keterbatasan sumber daya menyebabkan anggaran memiliki trade off.
Sebagian uang tidak dapat
dialokasikan untuk suatu bidang tanpa mengurangi alokasi untuk bidang lainnya, atau adanya penambahan jumlah pajak yang harus dibayar publik. Pemerintah tidak mungkin memenuhi keinginan seluruh stakeholder secara simultan. Pemerintah
memutuskan
bidang
mana
yang
akan
diprioritaskan
atau
didahulukan. Namun demikian, pada umumnya pemerintah belum menjalankan fungsi dan peranannya secara efisien. Pemborosan adalah fenomena umum yang terjadi di berbagai unit kerja pemerintah.
Pemborosan muncul karena
pendekatan umum yang digunakan dalam penentuan besarnya alokasi dana untuk setiap kegiatan adalah pendekatan inkrementalisme, yang didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Bila tingkat inflasi dan jumlah penduduk meningkat, maka besarnya alokasi untuk setiap kegiatan akan meningkat dari alokasi semula.
Selain pendekatan inkrementalisme, pendekatan umum yang sering
digunakan adalah line-item budget, yaitu perencanaan anggaran didasarkan pada pos-pos anggaran yang sudah ada tahun sebelumnya.
Pendekatan ini
tidak memungkinkan pemerintah untuk menghilangkan satu atau lebih pos pengeluaran yang telah ada, meskipun keberadaannya secara riil tidak dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan.
5.
Pendekatan Penyusunan Anggaran Pendekatan dalam penyusunan anggaran di Indonesia telah mengalami
banyak perubahan, diantaranya adalah telah ditinggalkannya pendekatan
14
BAB II LANDASAN TEORI
tradisonal yang bercirikan line item dan inkremental ke arah penganggaran berbasis kinerja dengan mengacu pada Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yaitu pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimate). Pendekatan KPJM dalam alokasi sumber daya ke dalam belanja modal dan belanja pemeliharaan harusnya memberikan wawasan kepada pembuat kebijakan
bahwa
ada
konsekuensi
atas
belanja
modal
dengan
lebih
memperhatikan belanja pemeliharaan di masa yang akan datang atas belanja modal yan diputuskan. Secara teoritis apabila organisasi melakukan suatu kebijakan untuk membelanjakan dana dari anggaran yang sudah ditetapkan untuk belanja modal, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap anggaran operasional dan pemeliharaan organisasi tersebut. Undang – Undang tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa anggaran disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan
15
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
6.
Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik Tahapan
penyusunan
anggaran
berbasis
kinerja
menurut
Deddi
Nordiawan meliputi empat langkah yaitu ; a.
Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi) Visi dan Misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi gambaran tentang suatu kondisi yang harus dicapai oleh sebuah organisasi.
b.
Pembuatan tujuan Tujuan dalam hal ini adalah sesuatu yang akan dicapai dalam kurun waktu satu tahun atau sering diistilahkan dengan tujuan operasional.
Karena
tujuan operasional merupakan turunan dari Visi dan Misi organisasi, tujuan operasional seharusnya menjadi dasar unutk alokasi sumber daya yang dimiliki, mengelola akivitas harian, serta pemberian penghargaan dan hukuman. c.
Penetapan Aktivitas Tahapan selanjutnya adalah menetapkan aktifitas yang dipilih berdasarkan strategi organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan.
d.
Evaluasi dan Pengambilan Keputusan Langkah selanjutnya setelah pengajuan anggaran disiapkan adalah proses evaluasi dan pengambilan keputusan.
16
BAB II LANDASAN TEORI
7.
Anggaran Sebagai Fungsi Alokasi Pengeluaran pemerintah mempunyai 3 (tiga) fungsi utama (Musgrave &
Musgrave, 1984) yaitu fungsi alokasi, fungsi redistribusi, dan fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi adalah mengalokasikan sumber daya yang dimiliki kepada sektorsektor yang memberikan manfaat paling besar (efisiensi alokasi). Fungsi redistribusi yaitu bertujuan pembagian pendapatan nasional kepada masyarakat lebih adil dan merata dan fungsi stabilisasi mengarahkan kebijakan pemerintah agar kondisi perekonomian tetap stabil. Kebijakan pengeluaran pemerintah juga bisa dilihat dari teori The First Best & Second Best Condition (Tresch, 2002: 66-98). Menurut teori ini, manfaat optimal
dari
kebijakan
pemerintah
tercapai
ketika
kurva
pareto-optimal
bersinggungan dengan kurva welfare optimal (The First Best Condition). Tugas pemerintah adalah memilih kondisi terbaik kedua melalui kebijakan fiskalnya. Dengan kata lain, kalaupun pemerintah tidak mampu mencapai first best condition, paling tidak pemerintah harus memilih the second best condition. Mengalokasikan sumber daya sesuai dengan prioritas pemerintah (diantarnya membelanjakan atas pertimbangan paling penting) adalah Efisiensi Alokasi (Allocation Efficiency). Alokasi secara efisien (Allocation Efficiency) merupakan kapasitas dalam mewujudkan prioritas melalui anggaran (Wilopo : 2002). Adrienne Shall (2008) berdasarkan lesson learned di negara Afrika Selatan, mendefinisikan tujuan perencanaan dan penganggaran berjangka menengah dan berbasis kinerja adalah menentukan alokasi yang mencerminkan prioritas yang dapat dikatakan
meningkatnya efisiensi alokasi (allocative
efficiency).
17
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Perencanaan dan Penganggaran Berjangka Menengah dan Berbasis Kinerja merupakan mekanisme dalam meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan ke sektor publik terhadap outcomes dan output, melalui formal performance information yang terkait dengan tiga hal yaitu pengukuran kinerja, pengukuran biaya untuk menghasilkan output dan outcomes serta penilaian keefektifan dan efisiensi pengeluaran/belanja dengan berbagai alat analisis (Robinson, M., & Brumby. J. Does Performance Budgeting Work? An Analytical Review
of
The
Empirical
Literature.
IMF
Working
Paper.
2005:210).
Meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan merupakan meningkatnya efisiensi alokasi (allocative efficiency) dalam proses penganggaran. Pencapaian (outcome) yang diharapkan dari pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) ini menurut bank dunia dalam laporannya successful instalation of MTEF to the Korean Fiscal System adalah : a. Memperbaiki keseimbangan makro ekonomi. b. Memperbaiki alokasi sumber daya (allocative efficiency). c. Meningkatkan komitmen. d. Meningkatkan otoritas dalam penganggaran.
8.
Efisiensi Alokasi (Allocation Efficiency) Keterbatasan
sumber
daya
membuat
penganggaran menjadi sangat penting.
keputusan-keputusan
dalam
Satuan kerja diharapkan dapat
memutuskan alokasi anggaran secara efisien yaitu membandingkan berbagai alternatif berdasarkan perhitungan manfaat terbesar dari dana yang terbatas sehingga keputusan-keputusan atas prioritas dapat dilakukan. Tiga pendekatan
18
BAB II LANDASAN TEORI
penganggaran yaitu Anggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF), Penganggaran Berbasis Kinerja / Performance Based Budgeting memberikan kontribusi pada satuan kerja dalam melakukan Efisiensi Alokasi (Allocation Efficiency). Menurut Wilopo (2002) Efisiensi Alokasi (Allocation Efficiency) adalah untuk mengalokasikan sumber daya sesuai dengan prioritas pemerintah (diantarnya membelanjakan atas pertimbangan paling penting). Alokasi secara efisien (Allocation Efficiency) merupakan kapasitas dalam mewujudkan prioritas melalui anggaran, yaitu a. mendistribusikan sumberdaya atas dasar prioritas pemerintah dan efektifitas program. b. mengalihkan sumberdaya dari prioritas lama ke prioritas baru atau dari yang wilayah tidak produktif ke wilayah lebih produktif sesuai dengan tujuan pemerintah. Dalam Modul 1 Kerangka Pemikiran Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) konsep Allocative efficiency mengacu kepada kapasitas pemerintah untuk mendistribusikan sumber daya yang ada kepada program maupun kegiatan yang lebih efektif dalam mencapai sasaran pembangunan (strategic objective). Dalam pelaksanaannnya, pemerintah dituntut untuk dapat melakukan prioritasi terhadap anggaran guna mencapai sasaran pembangunan yang diwujudkan dengan mempertegas keterkaitan yang erat antara prioritas, program dan kegiatan pokok dengan penganggarannya.
Penentuan prioritas memuat fokus dan kegiatan-
kegiatan prioritas yang jelas dan terukur (serta dilengkapi dengan perhitungan
19
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
biaya yang jelas) sehingga dapat lebih mencerminkan pemecahan masalah terhadap sasaran pembangunan yang ditetapkan. Bank dunia (1998) dalam Public expenditure Management Handbook menyatakan bahwa para pengambil keputusan dalam mengambil keputusan harus mendapatkan informasi yang jelas atas setiap pilihan kebijakan anggaran.
9.
Anggaran Terpadu Penganggaran
di
Indonesia
telah
mengalami
reformasi
dengan
menekankan pada anggaran terpadu (unified budgeting), berjangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Anggaran terpadu (unified budgeting) menurut definisi Bappenas (2009) merupakan penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi
untuk
seluruh
jenis
belanja
guna
melaksanakan
kegiatan
pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian (outcome) efisiensi alokasi dana. Sistem penganggaran terpadu (unified budgeting) merupakan sistem penganggaran yang tidak lagi memisahkan anggaran belanja rutin (current expenditure) dengan anggaran pembangunan (development expenditure) yang saat ini dikenal dengan anggaran belanja modal (capital expenditure). Sistem penganggaran ini mengintegrasikan jenis belanja dalam satuan kerja sehingga satuan kerja dianggap sebagai entitas yang dapat melakukan kedua belanja tersebut sebagai satu kesatuan belanja. Belanja rutin (current expenditure) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau
20
BAB II LANDASAN TEORI
kekayaan bagi satuan kerja tersebut sedangkan anggaran pembangunan (development expenditure) atau belanja modal (capital expenditure) merupakan pengeluaran yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset satuan kerja. Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) belanja diklasifikasi secara ekonomi dengan membagi menjadi belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Suatu
belanja
dapat
dikategorikan
sebagai
Belanja
Modal
jika
pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah, pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Masalah yang mendasar sebelum reformasi penganggaran adalah terpisahnya antara Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan sehingga dapat terjadi duplikasi anggaran dalam pengalokasian anggaran sehingga akan berpotensi menimbulkan pemborosan dan berpengaruh pada tidak tercapainya efisiensi alokasi anggaran. Dalam sistem dual budgeting (Anggito Abimanyu), pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan, yang terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) pembayaran bunga utang, (iv) subsidi, dan
21
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
(v) pengeluaran rutin lainnya. Sementara itu, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai proyekproyek pembangunan yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan sasaran pembangunan nasional, baik berupa sasaran fisik maupun nonfisik. Dalam hal ini, pengeluaran pembangunan terdiri dari (i) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan rupiah, yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam bentuk pinjaman
program,
dan
(ii) pengeluaran
pembangunan
dalam
bentuk
pembiayaan proyek, yang pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam (1) kompensasi untuk pegawai; (2) penggunaan barang dan jasa; (3) kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan biaya produksi yang dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah; (4) bunga hutang; (5) subsidi; (6) hibah; (7) tunjangan sosial (social benefits); dan (8) pengeluaranpengeluaran lain dalam rangka transfer dalam bentuk uang atau barang, dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga untuk dikirim kepada unit lainnya. Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian tersebut, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai,
22
BAB II LANDASAN TEORI
(ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget). Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, vakasi, tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian
juga
sebaliknya
sering
diklasifikasikan
sebagai
pengeluaran
pembangunan. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal aset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/nonfisik. Dalam prakteknya selama ini belanja
23
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
lainnya
nonfisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan
perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.
10. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) Menurut Deddi Nordiawan pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Deddi Nordiawan: 2006). Karakteristik dari pendekatan ini adalah sebagai berikut : a. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dan aktifitas dan juga berdasarkan unit organisasi dan rincian belanja. b. Menyelidiki dan mengukur aktifitas guna mendapatkan efisiensi maksimum dan untuk mendapatkan standar biaya. c. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya per unit standar dikalikan dengan jumlah unit aktifitas yang diperkirakan harus dilakukan pada periode tersebut.
Total anggaran untuk suatu lembaga
adalah jumlah dari perkalian dari biaya standar per unit dengan jumlah unit aktifitas yang diperkirakan pada periode yang akan datang. Penggunaan anggaran berbasis kinerja secara teori dapat memberikan kelebihan dibandingkan dengan pendekatan lain.
Hasil pendekatan ini
pengalokasian sumber daya yang terbatas dimaksimalkan pada program yang bersifat prioritas dengan ukuran yang jelas untuk yaitu kinerja yang ingin dicapai sehingga dapat dikatakan pendekatan kinerja dapat memberikan pengaruh terhadap efisiensi alokasi anggaran.
24
BAB II LANDASAN TEORI
Penganggaran Berbasis Kinerja adalah pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input. Prinsip-prinsip
yang
diungkapkan
Bappenas
dalam
penerapan
penganggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut : a. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome oriented). Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan dana yang terbatas. Dalam hal ini, program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana. b. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the maneger manages). Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja dalam melaksanakan
kegiatan
untuk
mencapai
keluaran
sesuai
rencana.
Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan prakiraan atau asumsi yang dapat dibayangkan dalam pelaksanaan kegiatan. c. Money follow function, function followed by structured Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas
dan
fungsi
dari
masing-masing
unit
kerja
sesuai
maksud
25
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
pendiriannnya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip function followed by structured, yaitu suatu prinsip yang melekatkan tugas-tugas fungsi unit kerja pada struktur organisasi yang ada. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas-fungsi. Mahmudi (2005) mengatakan bahwa proses perencanaan dan pengendalian anggaran didahului dengan tujuan (objective) oleh manajemen puncak dan penetapan strategi untuk mencapainya. Tujuan merupakan hasil yang diinginkan untuk dicapai sedangkan strategi adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pengelolaan keuangan daerah terdiri dari beberapa tahap, yaitu: 1)
Perumusan Strategi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut kemana satuan kerja harus dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif.
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya
yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh satuan kerja, sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Satuan kerja juga menentukan arah dan tujuan satuan kerja dalam mewujudkan visi dan misi tersebut. (Deddi Nordiawan : 2006) Visi dan Misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi gambaran tentang sutau kondisi
26
BAB II LANDASAN TEORI
yang harus dicapai oleh sebuah organisasi, Visi dan Misi organisasi harus dapat : -
Mencerminkan apa yang ingin dicapai.
-
Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas.
-
Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis.
-
Memiliki orientasi masa depan.
-
Menumbuhkan seluruh unsur organsiasi.
-
Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi.
Rumusan misi hendaknya mampu: -
Melingkupi semua pesan yang terdapat dalam visi,
-
Memberikan petunjuk terhadap tujuan yang hendak dicapai,
-
Memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani pemerintah,
2)
Memperhitungkan berbagai masukan dari stakeholders.
Perencanaan Strategik Hasil
dari
perumusan
diimplementasikan
dalam
strategi bentuk
berupa
misi
dan
program-program
visi
yang
harus konkrit.
Perencanaan strategik merupakan aktivitas untuk melahirkan programprogram baru. (Deddi Nordiawan : 2006) Sebuah tujuan operasional yang baik harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : -
Harus merepresentasikan hasil akhir (outcome) bukannya keluaran (output).
-
Harus dapat diukur untuk menentukan apakah hasil akhir (outcome) yang diharapkan telah tercapai.
27
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
-
Harus dapat diukur dalam jangka pendek agar dapat dilakukan tindakan koreksi (corrective action).
-
Harus tepat, artinya tujuan tersebut memberikan peluang kecil untuk menimbulkan intepretasi individu namun ketepatan ini seharusnya tidak berada pada perincian yang salah.
3)
Pembuatan Program Program merupakan rencana kegiatan dan aktivitas yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. (Deddi Nordiawan : 2006) tujuan operasional akan menjadi dasar dalam penyusunan anggaran.
Aktivitas dipilih berdasarkan strategi
organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan. 4)
Penganggaran Program-program yang telah ditetapkan akan menimbulkan konsekuensi biaya. Biaya program tersebut merupakan gabungan dari biaya aktivitas untuk melaksanakan program. Secara agregatif biaya seluruh program tersebut akan diringkas dalam bentuk anggaran. (Deddi Nordiawan : 2006) anggaran dengan pendekatan kinerja : -
Penekanan pada dimasukkannya deskripsi secara naratif.
-
Anggaran disusun berdasarkan aktivitas, estimasi biaya dan pencapaian diukur secara kuantitatif.
-
Penekanannya pada kebutuhan mengukur input dan output.
-
Anggaran kinerja mensyaratkan adanya data-data kinerja.
-
Menyediakan kepala eksekutif pengendalian yang lebih terhadap bawahannya.
28
BAB II LANDASAN TEORI
-
Anggaran kinerja menekankan aktivitas yang memakai anggaran daripada daripada jumlah anggaran yang terpakai.
11. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) menurut Salvatore Schiavo-Campo dalam Managing
Government
Expenditure
(1999):
seluruh
kebijakan
stratejik
pemerintah diantara para pengguna anggaran tanggung jawab besar adalah mengalokasikan sumber daya.
Kunci keberhasilan MTEF adalah adanya
mekanisme istitusi yang dapat memfasilitasi keseimbangan secara agregat untuk disandingkan prioritas dari pemerintah. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) sangat penting karena diperlukan dalam pembuatan keputusan atas pengalokasi anggaran
yang
baik.
Sebagai
contoh
jika
suatu
instansi
memutuskan
membangun sebuah gedung tahun berjalan maka tahun yang akan datang terdapat konsekuensi biaya pemeliharaan atas gedung baru tersebut, maka dengan KPJM di harapkan setiap keputusan yang diambil tidak berdasarkan atas perspetif tahunan namun perspektif lebih dari satu tahun (multi years). Pendekatan ini dapat memberikan pengaruh terhadap efisiensi alokasi anggaran. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (medium term expenditure framework) merupakan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimates). Prakiraan maju (forward estimates)
29
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
merupakan perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya (Bappenas : 2009). Penerapan
penganggaran
berjangka
menengah
dalam
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) dengan forward estimates yang memperhitungkan konsekuensi putusan terhadap anggaran pada tahun berikutnya dalam bentuk rolling plan. Penerapan forward estimates dalam perspektif jangka menengah menciptakan kepastian pendanaan bagi satuan kerja. Kepastian tersebut memberikan kesempatan kepada satuan kerja dalam membuat perencanaan belanja pada tahun yang akan datang secara efisien. Manfaat (outcome) yang diharapkan dari Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) adalah : a. Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik (allocative efficiency). b. Meningkatkan kualitas perencaan penganggaran (to improve quality of planning). c. Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best policy option). d. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline). e. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) memiliki karakteristik pelaksanaan yang terdiri dari Konseptual KPJM, Lingkungan, Prinsip Kerja dan Implementasi.
30
BAB II LANDASAN TEORI
Konseptual Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) menurut Bappenas (2009) adalah: a.
Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget). Paradigma sistem penganggaran bergulir (rolling budget) merupakan paradigma baru penganggaran untuk memperbaiki sistem penganggaran zero based yang mengabaikan alokasi anggaran tahun sebelumnya (historical budgetary allocation) yang mengidentifikasi kembali biaya-biaya yang diperlukan bagi implementasi program dan kegiatan yang telah disetujui. Penerapan paradigma rolling budget dengan baik mensyaratkan kebijakan sebagai basis utama (policy driven) dalam proses penganggaran (budget
alignment).
Desain
kebijakan
yang
disusun
harus
dapat
memberikan informasi yang jelas, khususnya menyangkut target rencana penyelesaian kebijakan (policy accomplishment indicator) yang jelas sehingga dampak anggaran yang dibutuhkan melebihi satu tahun anggaran dapat diproyeksikan secara baik. b.
Adanya angka dasar (baseline). Angka dasar (baseline) merupakan jumlah total biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan pemerintah pada saat tahun anggaran berjalan dan tahun-tahun anggaran berikut sesuai dengan target waktu penyelesaian kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk menetapkan angka dasar masing-masing kebijakan publik yang akan dilaksanakan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1)
Penetapan kebijakan-kebijakan yang akan dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang,
dengan
indikator
penyelesaian
yang
jelas
(Policy
Accomplishment Indicator).
31
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
2)
Penetapan besaran angka dasar (baseline) kebijakan ini harus memperhatikan prinsip penghitungan secara keseluruhan (full costing) sehingga pada saat implementasi kebijakan dapat memenuhi seluruh kebutuhan pendanaannya, yang meliputi identifikasi hal-hal sebagai berikut (a) biaya tetap dan biaya variabel; (b) rentang waktu program/kegiatan; (c) item dan volume biaya input untuk tahun anggaran
yang
bersangkutan
dan
tahun-tahun
berikutnya;
(d)
parameter-parameter ekonomi dan nonekonomi yang berpengaruh terhadap harga-harga untuk tahun-tahun berikutnya. c.
Penetapan parameter Parameter adalah nilai-nilai yang digunakan sebagai acuan.
Nilai-nilai
tersebut dapat berupa keterangan atau informasi yang dapat menjelaskan batas-batas atau bagian-bagian tertentu dari suatu sistem.
Agar dapat
menerapkan KPJM secara efektif maka perlu dilakukan identifikasi terhadap parameter-parameter
yang
mempengaruhi
proyeksi
penghitungan
pendanaan pada masa yang akan datang baik berupa parameter ekonomi maupun parameter nonekonomi. d.
Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar (baseline adjusment) Penyesuaian terhadap angka dasar sangat diperlukan bagi kesinambungan implementasi kebijakan yang ditetapkan untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Mekanisme penyesuaian ini dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditetapkan baik parameter ekonomi (seperti inflasi) dan parameter nonekonomi (seperti penerima manfaat kebijakan) maka angka dasar harus disesuaikan.
32
BAB II LANDASAN TEORI
e. Adanya mekanisme untuk pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for new initiatives) Pengajuan usulan anggaran untuk kebijakan baru harus diatur untuk memberikan kepastian mekanisme dan prosedural bagi para pihak yang berkepentingan. Usulan anggaran bagi kebijakan baru diajukan setelah
diketahui
terdapat
sisa
ruang
fiskal
berdasarkan
penghitungan terhadap proyeksi sumber daya anggaran yang tersedia dikurangi dengan kebutuhan angka dasar. Penerapan
penganggaran
berjangka
menengah
dalam
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework), membutuhkan kondisi lingkungan dengan karakteristik : a.
Kebijakan, Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaan yang saling terkait.
b.
Proses pengambilan keputusan yang terkendali, melalui 1)
Penentuan prioritas program dalam batas ketersediaan anggaran.
2)
Penyusunan kegiatan yang mengacu pada pencapaian sasaran program.
c.
3)
Pembiayaan disesuaikan dengan kegiatan yang diharapkan.
4)
Ketersediaan informasi atas hasil monitoring dan evaluasi.
Tersedianya media kompetisi bagi kebijakan, program dan kegiatan yang diambil.
d.
Meningkatnya kapasitas dan kesediaan untuk melakukan penyesuaian prioritas program dan kegiatan sesuai alokasi sumber daya yang disetujui legislatif.
33
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Prinsip Kerja Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework), terdiri dari tiga komponen penting : a. Pendekatan Top-Down dalam menentukan besaran sumber daya anggaran (resource envelope) yang berperan sebagai batas pendanaan tertinggi (hard budget constrain) bagi setiap institusi/ sektor. b. Pendekatan Bottom-Up dalam melakukan estimasi kebutuhan sumber daya anggaran, baik kebutuhan di tahun anggaran saat ini maupun dalam jangka menengah, untuk membiayai kebijakan yang tengah dilakukan saat ini dan akan terus dilaksanakan beberapa tahun kedepan sesuai dengan amanat perencanaan yang diputuskan. c. Kerangka kerja anggaran yang menghasilkan kesesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya anggaran dalam jangka menengah. Menurut Bappenas penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) selain kerangka konseptual dan kerangka kerja diperlukan tahapan implementasi KPJM secara operasional. Tahapan secara sistematis meliputi : a. Evaluasi kebijakan berjalan. b. Penyusunan prioritas (daftar prioritas). c. Proses penganggaran. d. Penetapan baseline anggaran. e. Penetapan parameter / indikator yang akan mempengaruhi besaran alokasi. f.
34
Penetapan tiga tahun prakiraan maju.
BAB II LANDASAN TEORI
12. Kinerja (Performance) Mardiasmo (2002) dalam Tubagus Syah Putra (2010) menyatakan bahwa kinerja mencerminkan ekonomis, efisiensi dan efektifnya suatu pelayanan publik. Pengertian ekonomis adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendahrendahnya.
Pengertian
efektivitas
pada
dasarnya
berhubungan
dengan
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dapat dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan. Dalam konteks pengukuran kinerja untuk instansi pemerintah, Whittaker (1995) dalam Tubagus Syah Putra (2010) mendefinisikan sebagai suatu alat manajemen
yang
digunakan
untuk
meningkatkan
kualitas
pengambilan
keputusan dan akuntabilitas dalam menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Sejalan dengan itu, Smith (1996) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja dapat membantu pengelola dalam memonitor implementasi
35
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
strategi organisasi dengan cara membandingkan antara hasil (output) aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan
suatu
metode
untuk
menilai
kemajuan
yang
telah
dicapai
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Laporan
Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD. Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, laporan kinerja yang berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
Bentuk dan isi Laporan Kinerja
disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait. Dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 20 Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.
Sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
36
BAB II LANDASAN TEORI
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, dalam sistem yang baru, perencanaan pembangunan terdiri dari 4 (empat) tahapan, yakni: (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian-bagian dari fungsi manajemen, yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempatnya saling melengkapi dan masing-masing memberi umpan balik serta masukan kepada yang lainnya. Perencanaan yang telah disusun dengan baik, tidak ada artinya jika tidak dapat dilaksanakan. Setiap pelaksanaan rencana tidak akan berjalan lancar jika tidak didasarkan kepada perencanaan yang baik. Sejalan dengan itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program pembangunan, perlu dilakukan upaya pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana pembangunan. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana, yang sekurang-kurangnya meliputi; (i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil/manfaat.
37
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Efisiensi adalah derajat hubungan antara barang/jasa yang dihasilkan melalui suatu program/kegiatan dan sumberdaya yang diperlukan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut yang diukur dengan biaya per unit keluaran (output).
Efektifitas
adalah
ukuran
yang
menunjukkan
seberapa
jauh
program/kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan. Kemanfaatan adalah kondisi yang diharapkan akan dicapai bila keluaran (output) dapat diselesaikan tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat sasaran serta berfungsi dengan optimal.
Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan.
Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. Peraturan
Pemerintah
nomor
39
tahun
2006
tentang
tatacara
pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan pasal 12 Evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan Renja-KL dan RKP untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari suatu program/ kegiatan berdasar indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam Renstra-KL dan RPJM Nasional. Evaluasi sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan sumberdaya yang digunakan serta indikator dan sasaran kinerja keluaran untuk kegiatan dan/atau indikator dan sasaran kinerja hasil untuk program. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana pembangunan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan rencana pembangunan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak
38
BAB II LANDASAN TEORI
(impacts) dari pelaksanaan rencana pembangunan. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana, yang sekurangkurangnya meliputi; (i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil/manfaat. Pada kedua PP tersebut yaitu PP 8 tahun 2006 dan PP 39 tahun 2006, format laporan terdiri dari realisasi output dan realisasi keuangan, sehingga dlm penelitian ini kinerja diwakili/menggunakan realisasi output dan realisasi keuangan dalam laporan tersebut proporsi yang sama.
13. Hubungan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dengan Kinerja (Performance). Perencanaan dan Penganggaran berbasis kinerja, berjangka menengah serta penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik (public financial management) yaitu : (i) kerangka kebijakan fiskal jangka menengah (medium term fiscal framework) yang dilaksanakan secara konsisten (aggregat fiscal diciplin) : (ii) Alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas (allocative efficiency) yaitu melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) yang terdiri dari penerapan perkiraan maju (forward estimate), Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan Anggaran Terpadu (Unified Budget), dan (iii) Efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan (technical and operational efficiency). Wayne C. Parker (1996) dalam Tubagus Syah Putra (2010) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu: (1)
39
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan, (2) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal, (3) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik, (4) Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan, dan (5) Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Konsep penganggaran berbasis kinerja diharapkan dapat menutupi kekurangan yang terdapat dalam pendekatan tradisional karena dalam pendekatan tradisional tidak ada tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja
pencapaian
tujuan
dan
sasaran
pelayanan
publik
(Mardiasmo:2002)
B. Penelitian sebelumnya 1.
Medium Term Expenditure Frameworks: From Concept to Practice : Preliminary lessons from Africa Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio (2002) meneliti kaitan antara
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Mediun Term Expenditure Framework (MTEF) di negara-negara Afrika diantaranya Benin, Burkina Faso, Gabon, Ghana, Guinea, Kenya, Malawi, Mozambique, Namibia, Rwanda, South Africa,
Tanzania
dan
Uganda
dengan
tujuan
dari
MTEF
yaitu
untuk
mengefektifkan alokasi sumber daya. Di Uganda, terdapat bukti bahwa MTEF berpengaruh terhadap realokasi sektoral dimana pada sektor-sektor yang dianggap prioritas mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sebaliknya di negara Ghana MTEF tidak memiliki kontribusi atas efisiensi alokasi pada sektor prioritas di negara tersebut. Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio juga mendapatkan hasil bahwa MTEF saja belum mampu untuk memaksimalkan efisiensi sumber daya dalam
40
BAB II LANDASAN TEORI
Public Expenditure Management (PEM) hal tersebut harus diikuti dengan eksekusi dan audit yang baik.
2.
The Management of Public Expenditures and Its Implications for service delivery Matthew Andrews and J. Edgardo Campos (2003) meneliti pelaksanaan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) di negara Uganda, Afrika Selatan dan Albania, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) memiliki potensi menjanjikan dalam mendapatkan efisiensi alokasi (allocative efficiency) namun pengalaman sejauh ini di negara berkembang berbeda-beda.
Di Uganda reformasi keuangan dimulai sejak tahun 2001, di
Albania MTEF diperkenalkan pertama kali tahun 2001 dan di Afrika Selatan MTEF diperkenalkan tahun 1988. Temuan dalam penelitian ini yang paling penting adalah Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF)
dapat
sukses
jika
para
pembuat
keputusan
anggaran
dapat
memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya dalam alokasi anggaran.
3.
Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Efektivitas pengendalian keuangan terhadap kinerja keuangan Doddi Irawan (2009) meneliti Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja
dan Efektivitas pengendalian keuangan terhadap kinerja keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penganggaran berbasis kinerja dan efektivitas pengendalian keuangan dengan kinerja keuangan pada pemerintah daerah di Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penganggaran
41
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
berbasis kinerja (X1) dan efektivitas pengendalian keuangan (X2) mempunyai pengaruh cukup kuat terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat (Y).
4.
Pengaruh Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Penganggaran Terpadu Dan Penganggaran Kinerja Terhadap Implementasi Anggaran Dan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintah Daerah Yang Baik Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Oman Rusmana (2010) melakukan penelitian (disertasi) tentang Pengaruh
Implementasi
Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah,
Penganggaran
Terpadu Dan Penganggaran Kinerja Terhadap Implementasi Anggaran Dan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintah Daerah Yang Baik Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian sensus pada 36 Pemerintah Daerah di Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer pengumpulan data didapat melalui kuesioner. Data sekunder didapat dengan menggunakan hasil laporan audit laporan keuangan pemerintah daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Responden penelitian ini adalah Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. Keabsahaan dan keandalan hasil kuesioner diuji terlebih dahulu sebelum uji hipotesis dilakukan. Analisis data untuk pengujian hipotesis adalah dengan path analysis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa : 1) terdapat hubungan yang tinggi antara
implementasi
pendekatan
KPJM,
Penganggaran
Terpadu,
dan
Penganggaran Kinerja, di Pemerintah Daerah; 2) implementasi pendekatan KPJM, Penganggaran Terpadu, dan Penganggaran Kinerja berpengaruh secara
42
BAB II LANDASAN TEORI
simultan maupun parsial terhadap implementasi anggaran Pemerintah Daerah; 3) implementasi pendekatan KPJM, Penganggaran Terpadu, Penganggaran Kinerja dan implementasi anggaran Pemerintah Daerah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Prinsip-prinsip tata kelola Pemerintah Daerah yang baik; dan 4) implementasi pendekatan KPJM, Penganggaran Terpadu, Penganggaran Kinerja, implementasi anggaran Pemerintah Daerah, dan implementasi
Prinsip-prinsip
tata
kelola
Pemerintah
Daerah
yang
baik
berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap kinerja keuangan Pemerintah Daerah.
5.
Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal Penelitian dilakukan oleh Yusriati tahun 2007 meneliti Pengaruh
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal menunjukkan bahwa ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD.
6.
Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Tebing Tinggi Penelitian dilakukan oleh Julianto tahun 2009 yang merupakan replikasi
dari penelitian dilakukan oleh Yusriati tahun 2007, Populasi penelitian ini adalah seluruh pejabat SKPD dilingkungan Pemkot Tebing Tinggi. Unit Analisisnya, selain Kepala SKPD (Pengguna Anggaran), Pejabat Eselon III (Kuasa Pengguna Anggaran), Kasubbag Keuangan ( Pejabat Penatausahaan Keuangan – PPK SKPD) dan para Bendaharawan SKPD. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diantar langsung oleh penulis kepada seluruh responden, dan
43
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
permintaan data sekunder dari SKPD/Unit Kerja yang berkompeten. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan melalui Analysis Regresi Berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja SKPD di Pemerintah kota Tebing Tinggi.
7.
Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Simalungun Penelitian dilakukan oleh Tubagus Syahputra tahun 2010 dengan tujuan
untuk mengetahui apakah Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Kinerja SKPD baik secara simultan maupun parsial berdasarkan persepsi setiap pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja SKPD. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Yusriati, Julianto, Tuasikal dan juga Arif Yulianto yang menyimpulkan bahwa Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja SKPD. Secara parsial baik Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja maupun Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah memiliki berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja SKPD. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Yusriati, Julianto, Tuasikal dan juga Arif Yulianto yang menyimpulkan bahwa Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem
44
BAB II LANDASAN TEORI
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja SKPD.
8.
Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Efisiensi Operasional Penelitian dilakukan oleh Puji Agus & Rasida tahun 2011, Penelitian ini
bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) terhadap Efisiensi Operasional (Operational Efficiency). Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) pada satuan kerja secara rata-rata kurang/rendah, Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) berpengaruh terhadap Operasional Efisiensi (Operational Efficiency).
Jadi semakin baik
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) maka akan meningkatkan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency), Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) berpengaruh terhadap Efisiensi Operasional (Operational Efficiency). Hal ini mengandung makna bahwa Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) cukup kuat untuk meningkatkan Operasional Efisiensi (Operational Efficiency).
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah atau Mediun Term Expenditure Framework (MTEF)
dapat
sukses
jika
para
pembuat
keputusan
anggaran
dapat
memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya dalam Efisiensi Operasional, Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term
45
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Expenditure (Performance
Framework Based
(MTEF)
Budgeting)
dan
Penganggaran
berpengaruh
positif
Berbasis terhadap
Kinerja Efisiensi
Operasional (Operational Efficiency). Hal ini mengandung makna bahwa dengan adanya Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) akan meningkatkan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency).
C. Kerangka Pemikiran Anggaran belanja pemerintah selama ini dikelompokkan atas belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokkan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran sehingga alokasi pada prioritas yang diharapkan menjadi tidak efisien. Dengan telah diubahnya pendekatan tersebut diatas menjadi anggaran terpadu (unified budget) maka diharapkan memberikan kontribusi dalam efisiensi alokasi pada saat penganggaran, yaitu tidak terjadinya pemborosan dan duplikasi anggaran yang pada akhirnya akan membawa satuan kerja lebih leluasa dalam memanfaatkan sumber daya anggaran yang terbatas kepada prioritas yang ditetapkan. Tidak jelasnya keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, penganggaran dan perspektif tahunan juga menimbulkan ketidakpastian pendanaan bagi satuan kerja, dengan telah diubahnya pendekatan tersebut menjadi pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) diharapkan menciptakan kepastian pendanaan bagi satuan kerja, kepastian tersebut memberikan
46
BAB II LANDASAN TEORI
kesempatan kepada satuan kerja dalam merencanakan anggaran pada tahuntahun berikutnya secara efisien. Anggaran tradisional selama ini dirasakan kurang memperhatikan hasil (output) dari anggaran yang bersangkutan, sehingga dengan diubahnya pendekatan tradisional tersebut dengan pendekatan kinerja diharapkan dapat mengarahkan satuan kerja dapat memilih kegiatan prioritas yang memiliki hasil (output) tertinggi. Anggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka menengah (KPJM) /Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dimaksudkan untuk lebih memberikan hasil (outcome) yang maksimal (outcome) dalam Efisiensi Alokasi Anggaran dari sumber daya yang terbatas. Dengan ketiga pendekatan tersebut diatas satuan kerja dapat memilih dan memutuskan alokasi program/kegiatan terbaik (prioritas) dari berbagai alternatif program/kegiatan yang tersedia secara efisien yaitu mendapatkan tingkat keluaran (output) maksimal dari masukan (input) pada tingkat tertentu. Berdasarkan uraian di atas kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Gambar 2 Kerangka Pemikiran
47
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
D. Hipotesis Berdasarkan landasan teoritis, penelitian sebelumnya dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proporsi yang dapat diuji secara empiris.
Dengan demikian maka yang dijadikan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : “Penganggaran Terpadu, Penganggaran Berbasis Kinerja, dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah berpengaruh positif terhadap Kinerja” .
48
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
A. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan diteliti adalah variabel Penganggaran Terpadu (Unified
Budget),
Budgeting),
Penganggaran
Kerangka
Berbasis
Pengeluaran
Jangka
Kinerja
(Performance
Menengah
(Medium
Based Term
Expenditure Framework), dan Kinerja (Performance) pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat. Satuan Kerja yang diteliti adalah Satuan Kerja pada Wilayah Jawa Barat. Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) adalah variabel independen, sedangkan Kinerja (Performance) adalah variabel dependen. Semua data yaitu data Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagai variabel independen dikumpulkan datanya berdasarkan daftar pertanyaan yang dibagikan (kuesioner)-data primer, sedangkan Kinerja (Performance) sebagai variabel dependen akan dikumpulkan datanya berdasarkan laporan kinerja-data sekunder.
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
B. Metode Penelitian 1.
Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe hubungan sebab akibat (causal
relationship), karena penelitian ini mempelajari tentang besarnya pengaruh atau sebab akibat dua atau lebih variabel. Dalam penelitian ini terdapat variabel dependen (Y) berupa Kinerja (Performance) dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (X1), (X2) dan (X3) yaitu Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(Medium
Term
Expenditure
Framework). Penelitian ini menggunakan Metode deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk
menemukan
fakta
dengan
interpretasi
yang
tepat
serta
untuk
menggambarkan fenomena secara akurat, dengan tujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan subjek yang diteliti. (Moh.Nazir , 2004:105).
2.
Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Penganggaran Terpadu
(Unified Budget) (X1), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) (X2) dan Variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) (X3), sebagai variabel bebas (independent variabel) dan Kinerja (Performance) (Y) sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel).
50
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
a. Variabel Independen (X) 1) Penganggaran Terpadu (Unified Budget) (X1) merupakan sistem penganggaran yang tidak lagi memisahkan anggaran belanja rutin (current expenditure) dengan anggaran pembangunan (development expenditure) yang saat ini dikenal dengan anggaran belanja modal (capital expenditure). Sistem penganggaran ini mengintegrasikan jenis belanja dalam satuan kerja sehingga satuan kerja dianggap sebagai entitas yang dapat melakukan kedua belanja tersebut sebagai satu kesatuan belanja. 2) Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) (X2), merupakan pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input. 3) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure
Framework
(MTEF)
(X3),
merupakan
pendekatan
penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimates).
b. Variabel Dependen (Y) : Kinerja (Performance) Kinerja mencerminkan ekonomis, efisiensi dan efektifnya suatu pelayanan publik. Pengertian ekonomis adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomis terkait
51
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output) Variabel-variabel
independen
dan
dependen
beserta
indikator-
indikatornya dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel (X1) Penganggar an Terpadu Bappenas (2009) (Anggito Abimanyu)
Dimensi 1. Penyusunan rencana keuangan dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja.
Indikator Integrasi perencanaan belanja rutin (current expenditure) dengan belanja modal (capital / development expenditure). Integrasi anggaran rutin (current expenditure) dengan anggaran modal/pembangunan (capital / development expenditure). Implikasi belanja modal (capital / development expenditure) tahun berjalan kepada belanja rutin (current expenditure) tahun yang akan datang.
1
Satuan Kerja dapat melakukan pelaksanaan belanja rutin (current expenditure) dengan anggaran modal/pembangunan (capital / development expenditure) sebagai satu kesatuan dokumen pelaksanaan anggaran.
4
•
Penentuan Visi Penentuan Misi Arah dan tujuan satuan kerja
5 6 7
•
Rencana strategik aktivitas
8
•
•
•
2. Satuan Kerja sebagai entitas yang dapat melakukan kedua belanja sebagai satu kesatuan belanja. (X2) Penganggara n Berbasis
52
1. Perumusan Strategi 2. Perencanaan
No Kuesi oner
•
• •
2
3
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Variabel Kinerja
Dimensi
Indikator
strategik •
Mahmudi (2005), Deddi Nordiawan (2006) Bappenas (2009)
•
•
3. Pembuatan Program
•
•
•
4. Penganggaran
• • • • • •
(X3) Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) Bappenas (2009) Salvatore SchiavoCampo Managing Government Expenditure (1999)
1. Kerangka Konseptual.
•
•
• •
•
2. Lingkungan
•
•
• •
3. Prinsip Kerja
• • •
melahirkan program-program Merepresentasi outcome Dapat dilakukan tindakan koreksi Target kinerja berupa outcome
No Kuesi oner 9 10 11
Kesesuaian program dengan perencanaan stratejik Sumber daya untuk melaksanakan program dan kegiatan Pengkoordinasian program dengan strategi organisasi
12
Terdapat penjelasan deskriptif Berdasarkan aktivitas Mengukur input dan output. Adanya data kinerja Pengendalian kepala eksekutif Menekankan pada aktivitas
15 16 17 18 19 20
Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget). Adanya angka dasar (base line). Penetapan parameter. Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar. Adanya mekanisme pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for new initiatives).
21
Kebijakan, Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaan yang saling terkait. Proses pengambilan keputusan yang terkendali. Tersedianya media kompetisi. Meningkatnya kapasitas dan kesediaan untuk penyesuaian prioritas program dan kegiatan.
26
Pendekatan Top-Down Pendekatan Bottom-Up Kerangka Kerja Anggaran
30 31 32
13 14
22 23 24 25
27 28 29
53
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Variabel
Dimensi 4. Tahapan KPJM
• • • • •
•
(Y) Kinerja (Performanc e) Mardiasmo (2002) Smith (1996) PP 8 thn 2006
3.
No Kuesi oner
Indikator Evaluasi Kebijakan berjalan. Penyusunan Prioritas. Proses Penganggaran. Penetapan baseline anggaran. Penetapan Parameter / indikator yang akan mempengaruhi besaran alokasi. Penetapan tiga tahun perkiraan maju.
33 34 35 36 37
38
Data Kinerja
Populasi dan Teknik Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek
yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Riduan:237). Nasir (2004) mengatakan bahwa populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya. Nawawi (2003) menyebutkan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap. Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Pemerintah Pusat di Jawa Barat, Alasan dipilihnya Satuan Kerja Pemerintah di Jawa Barat adalah dikarenakan Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja
dan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) berdasarkan hasil penelitian terdahulu
54
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
(Puji Agus dan Rasida : 2011) pada satuan kerja secara rata-rata kurang/rendah dan belum ada penelitian mengenai hal ini di wilayah Jawa Barat. Penentuan ukuran populasi dan sampel dalam penelitian ini mengacu pada pernyataan Arikunto (1998 ; 107), bahwa untuk menentukan anggota sampel sebagai ancer-ancer, maka apabila subjek kurang dari seratus lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi (sensus). Mengacu pada definisi tersebut dan dikarenakan satuan kerja pemerintah pusat lebih dari seratus maka penelitian ini menggunakan sampel yaitu yang diteliti adalah satuan kerja pada wilayah Jawa Barat, artinya sampel populasi diambil sebagai objek penelitian. Secara rinci populasi dari penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini : Tabel 3.2 Jumlah Satuan Kerja pada KPPN Wilayah Jawa Barat
Arikunto (2003) mengatakan sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh
55
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
populasi. Sugiono (2004) memberikan pengertian sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populiasi. Sukardi (2004:55) mengatakan bahwa untuk penelitian sosial, pendidikan, ekonomi dan politik berkaitan dengan masyarakat yang mempunyai karakteristik heterogen, pengambilan sampel disamping syarat besarnya sampel harus memenuhi syarat representativeness (keterwakilan) atau mewakili semua populasi. Penelitian ini menggunakan Area Sampling (Sampling daerah atau wilayah). Area Sampling (Sampling daerah atau wilayah) ialah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah geografis yang ada (Sudjana, 1992:173-174). Wilayah Jawa Barat terdiri dari 12 KPPN, dari 12 KPPN tersebut diambil empat perwakilan sebagai sampel yaitu KPPN Bogor sebagai sampel dari wilayah kerja bagian barat, KPPN Purwakarta sebagai sampel dari wilayah kerja bagian utara, KPPN Sumedang sebagai sampel dari wilayah kerja bagian timur dan KPPN Bandung I sebagai sampel dari wilayah Selatan. Satuan Kerja pemerintah pusat yang diambil adalah satuan kerja yang bersifat KP (Kantor Pusat) dan KD (Kantor Daerah) sebagai satuan kerja pemeritah pusat pada empat KPPN perwakilan tersebut.
Jumlah KP (Kantor
Pusat) dalam tabel tersebut adalah berjumlah 285 dan jumlah KD (Kantor Daerah) 794, sehingga jumlah populasi adalah 1.079 satuan kerja.
Teknik
pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamane atau Slovin sebagai berikut : n = N / (N.d2 + 1) dimana : n = jumlah sampel
56
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
N = Jumlah Populasi d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%) sehingga didapat : n = N / (N.d2 + 1) n = 1.079/(1.079.(0,1)2 + 1 n = 1.079/(1.079.(0,01) + 1 n = 1.079/(1.079.(0,01) + 1 n = 1.079/(10,79 + 1) n = 1.079/(11,79) = 91,52 ≈ 92 Target Sampel menurut wilayah dapat disajikan Tabel 3.3 berikut : Tabel 3.3 Sampel Jumlah Satuan Kerja pada KPPN Wilayah Jawa Barat
C. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi Penganggaran Terpadu, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat di di Jawa Barat. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
57
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
1.
Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, yang berhubungan dengan indikator-indikator yang berhubungan
Penganggaran
Terpadu,
Penganggaran
berbasis
Kinerja,
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Kinerja pada satuan kerja pemerintah Pusat.
2.
Teknik dokumentasi Pengumpulan data dan informasi dengan cara memanfaatkan sejumlah
dokumen tertulis berupa laporan dan peraturan serta literatur-literatur yang memiliki
relevansi dengan penelitian ini, khususnya data sekunder yang
berhubungan dengan Penganggaran Terpadu, Penganggaran berbasis Kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat yang digunakan dalam penelitian ini.
D. Metode Pengujian Data Selanjutnya untuk dasar pengolahan, kuesioner disusun berdasarkan urutan data yang diperlukan dan jawaban yang tepat menurut responden yang dipilih dengan memberikan tanda cek pada huruf yang dipilih. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Dalam mengukur Penganggaran Terpadu, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), Penganggaran berbasis Kinerja digunakan indikator
masing-masing
menggunakan
58
kuesioner yang pertanyaannya mengarah pada indikator-
skala
variabel
pilihan
(Tabel
yang
3.1.)
diharuskan
Adapun (forced
angket
tersebut
choice),
yaitu
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
memungkinkan responden untuk memilih objek secara relatif satu sama lain, diantara alternatif yang disediakan (Uma Sekaran,2006), sedangkan data Kinerja diambil dari Laporan Kinerja Satuan Kerja. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal. Selanjutnya tingkat pengukuran interval melalui Methode of Successive Interval (Harun Alrasyid, 2000). Data sekunder diperoleh dari data kepustakaan (informasi laporan keuangan, literatur, jurnal, buku-buku) dari instansi yang terkait. Mengingat pengumpulan data pokok melalui kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan yang tersedia sangat penting dalam penelitian ini. Keabsahan suatu penelitian sangat ditentukan pula oleh alat ukur yang digunakan. Apabila tidak valid atau tidak dipercaya maka hasil penelitian yang diperoleh tidak akan menggambarkan keadaan sesungguhnya. Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu kiranya dalam pengujian data ini dilakukan dua pengujian yaitu uji validitas (test of validity) dan uji reliabilitas (test of reliability) (Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1995:122).
1.
Uji Validitas Uji validitas instrumen digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk melakukan pengujian validitas terhadap instrumen, dalam penelitian ini hanya ditinjau pada validitas internal. Untuk mengetahui apakah setiap butir dalam instrumen itu valid atau tidak, dapat
59
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
diketahui dengan cara menghitung koefisien korelasi antara skor butir (dipandang sebagai X) dengan skor total (dipandang sebagai Y). Dalam penelitian ini digunakan korelasi Rank Spearman karena data memiliki skala ukur ordinal dan rumus korelasi Rank Spearman adalah :
dimana : di = R(Xi)-R(Yi) R(Xi) = rank pada X umtuk data responden yang ke-i R(Yi) = rank pada Y untuk data responden yang ke-i
T= Faktor koreksi
t = banyaknya observasi yang berangka sama pada suatu skor tertentu (Daniel, 1990;362) Bila koefisien korelasi untuk seluruh butir pernyataan telah dihitung, perlu ditentukan angka terkecil yang dapat dianggap cukup “ tinggi ” sebagai indikator adanya konsistensi antara skor butir pernyataan dan skor keseluruhan. Dalam hal ini tidak ada batasan yang tegas. Prinsip utama pemilihan butir pernyataan dengan melihat koefisien korelasi adalah mencari harga koefisien yang setinggi mungkin dan menyingkirkan setiap butir pernyataan yang mempunyai korelasi negatif (-) atau koefisien yang mendekati nol (0,00). Biasanya dalam
60
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi, digunakan harga koefisien korelasi yang minimal sama dengan 0,30 (Saifuddin Azwar 1997 :158)
2.
Uji Reliabilitas Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila
alat tersebut memiliki kemampuan untuk menghasilkan
pengukuran yang konsisten. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah alat pengumpul data menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari individu, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Adapun metode perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode alpha cronbach dengan rumus sebagai berikut :
Rumus: r
=
Keterangan: r
= Nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach’s
k
= Jumlah item pertanyaan
s
= Varians masing-masing item
s
= Varians skor total
Kriteria yang digunakan untuk penentuan item valid dan memiliki nilai reliabilitas yang dapat diterima didasarkan kepada Tabel 3.4 berikut:
61
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Tabel 3.4 Kriteria Standar Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliabilitas
Validitas
Good (Baik)
0.8
0.5
Acceptable (Cukup Baik)
0.7
0.3
Marginal
0.6
0.2
0.5
0.1
Poor (Tidak Baik ) Sumber : Barker , et. al., 2002:70
3.
Metode Pengujian / Analisis Data Sebagaimana yang telah dirancang dalam operasionalisasi variabel,
Penganggaran Terpadu,
Penganggaran berbasis Kinerja, dan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) diukur menggunakan kuesioner. Data yang dihasilkan merupakan data yang berskala ordinal. Dengan menggunakan tipe pertanyaan tertutup (close end question) setiap item ditentukan berbagai alternatif jawaban. Pilihan jawaban responden merupakan nilai skor jawaban, sehingga variabel diperoleh dari data skor jawaban dari setiap item.
E.
Analisis Deskriptif Hasil olah data dari pengumpulan kuesioner akan dianalisis secara
deskriptif terlebih dahulu untuk memberikan gambaran data dan informasi yang diperoleh berkenaan dengan variabel yang diteliti yaitu Penganggaran berbasis Kinerja, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), dan Efisiensi Operasional. Analisis deskriptif memberikan gambaran variabel yang diteliti hasil skor yang dikumpulkan melalui kuesioner penelitian dikategorisasi menggunakan distribusi rentang antar kuartil. Data ordinal atau data interval/ratio yang memiliki
62
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
distribusi asimetris, ukuran pemusatan dapat dilakukan melalui distribusi rentang antar kuartil (Cooper, 2006 ;467). Pada data diskrit yang berurutan, nilai kuartil I, Kuartil II dan kuartil III dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut : Kuartil II (Median) = [ Skor minimum + Skor maksimum] : 2 , Kuartil I = [ Skor minimum + Median ] : 2 dan Kuartil III = [ Median + Skor maksimum ] : 2.
F.
Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis dimaksudkan untuk memutuskan apakah taksiran-
taksiran terhadap parameter bermakna secara teoritis (theoritically meaningful) dan nyata secara statistik (statistically significant).
Untuk itu digunakan dua
kriteria untuk mengevaluasinya (Gunawan Sumodiningrat, 2003) yaitu: a. Kriteria ekonometrika, yaitu tidak adanya pelanggaran asumsi masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi, namun sebelumya di ujia dengan Uji Normalitas dan Uji Linearitas. b. Kriteria statistika, yaitu uji regresi linear berganda, parsial signifikansi (t-test), dan koefisien determinasi (R2). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dibantu dengan bantuan program komputer SPSS (Statistical Packages for Social Science) versi 18.0.
1.
Kriteria Ekonometrika Kriteria ini ditentukan oleh teori ekonometrika. Pengujian dengan kriteria ini
membantu dalam menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan seperti BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Jika asumsi-asumsi teknik ekonometrika yang diterapkan untuk menaksir parameter tidak dipenuhi,
63
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
maka taksiran-taksiran tersebut dianggap tidak memiliki sifat-sifat yang dibutuhkan. Pengujian-pengujian ekonometrika meliputi: a.
Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menentukan apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Penentuan apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan rasio skewness dan rasio kurtosis. Rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Rasio skewness adalah nilai skewnes dibagi dengan standar error skewness, sedang rasio kurtosis adalah nilai kurtosis dibagi dengan standar error kurtosis. Sebagai pedoman, bila rasio kurtosis dan skewness berada diantara -2 hingga +2, maka distribusi data adalah normal (Santoso, 2000:53). b.
Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah model yang dibangun
mempunyai hubungan yang linear atau tidak. Model dibentuk berdasarkan tinjauan teoritis bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya adalah linear. Sifat linearitas antara variabel independen dan variabel dependen dapat diamati melalui Scatter Plot Diagram dengan tambahan garis regresi. Karena diagram pencar hanya menampilkan hubungan antara dua variabel, maka pengujian dilakukan secara berpasangan setiap dua variabel (Santoso, 2004). Uji Linieritas dilakukan degan mencari persamaan garis regresi varabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya.
Uji
linearitas antara variabel bebas X dengan varabel terikat Y dilakukan dengan
64
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
olah
data.
Olah
data
dilakukan
dengan
langkah-langkah
(Andryan
Setyadharma:2010): -
Susun hipotesis:H0: Model Regresi Linier, H1: Model Regresi Tidak Linier
-
Menetapkan taraf signifikansi (misalnya a=0,05)
-
Membandingkan signifikansi yang ditetapkan dengan signifikansi yang diperoleh dari analisis (Sig.) Bila a < Sig. maka H0 diterima, berarti regresi linier Bila a ≥ Sig. maka H1 diterima, berarti regresi tidak linier
c.
Uji Gejala Multikolinearitas Multikolinearitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya
hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model. Jika hanya ada satu variabel bebas dalam model berarti tidak ada masalah multikolinearitas. Adanya
multikolinearitas
di
antara
variabel-variabel
bebas
akan
menyebabkan koefisien regresi masing-masing variabel bebas ini secara statistik tidak
signifikan
sehingga
tidak
dapat
diketahui
variabel
mana
yang
mempengaruhi variabel independen. Untuk mengetahui ada tidaknya masalah multikolinearitas dalam model, tanda yang paling jelas adalah ketika R2 tinggi (misal; antara 0,7 dan 1) tetapi tidak satupun atau sangat sedikit koefisien regresi secara parsial secara statistik berdasarkan pengujian t-test. Cara menanggulangi multikolinearitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan mentransformasikan variabel, mengeluarkan salah satu variabelnya, atau dengan menambah data baru (Agus Widarjono, 2005). Uji multikolinearitas dapat menggunakan partial corelation yaitu dengan melihat keeratan hubungan antara dua variable penjelas atau lebih dikenal
65
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
dengan istilah korelasi. Penentuan apakah ada hubungan antara dua variable bebas memiliki masalah multikolinearitas adalah melihat nilai significance (2tailed), jika nilai lebih kecil dari 0,05 (α=5%) maka diindikasikan memiliki gejala multikolineritas yang serius. Uji multikolineritas dapat menggunakan Uji VIF yaitu dengan melihat apakah untuk masing-masing variable lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka diindikasikan model tersebut memiliki gejala multikolinearitas. d.
Uji Gejala Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah pelanggaran dari asumsi homoskedastisitas
(semua gangguan/disturbance yang muncul dalam model persamaan regresi bersifat homoskedastik atau mempunyai varians yang sama pada setiap kondisi pengamatan). Oleh karena itu, konseuensi dari adanya heteroskedastisitas dalam sistem persamaan bahwa penaksiran tidak lagi mempunyai varians yang minimum. Salah satu cara untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan White Heteroscedasticity Test (Gujarati, 2003), yaitu dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut: H0
: σ i2 = σ 2
(tidak terdapat gejala heteroskedastisitas)
H1
: σ i2 ≠ σ 2
(terdapat gejala heteroskedastisitas)
Apabila nilai nR2 atau Obs * R2 lebih besar dari nilai χ2 pada tingkat signifikasi tertentu maka H0 ditolak. Atau dengan menggunakan nilai probabilitas dengan kriteria tolak H0 jika nilai signifikansi < α
66
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Cara lain dalam uji heterokedastisitas adalah dengan menggunakan Uji Glejser. Uji Glejser secara umum dinotasikan sebagai berikut : ׀e =׀b1 + b2X2 + v Dimana : ׀e =׀Nilai absolut dari residual yang dihasilkan dari regresi modul X2 = Variabel penjelas e.
Uji Gejala Autokorelasi Autokorelasi merupakan pelanggaran dari asumsi non-autokorelasi, yaitu
adanya
korelasi
yang
terjadi
antara
anggota-anggota
dari
serangkaian
pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu pada data time series. Autokorelasi mengakibatkan metode OLS menghasilkan taksiran yang tidak bias namun tidak efisien (underestimated). Salah satu cara mendeteksi masalah autokorelasi bisa dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM) yang dikembangkan oleh BrueschGodfrey (Gujarati, 2003) dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut: H0
ρ1 = ρ2 = ... = ρp = 0
(tidak terdapat gejala autokorelasi dalam model)
H1
ρ1 ≠ ρ2 ≠ ... ≠ ρp ≠ 0
(terdapat model)
gejala
autokorelasi
dalam
Statistik Uji: (n – p) R2 ≈ χ2p Kriteria Uji: Tolak H0 jika nilai (n – p) R2 ≈ χ2p pada derajat kepercayaan tertentu. Atau dengan menggunakan nilai signifikansi dengan ketentuan tolak H0 jika nilai signifikansi < α.
67
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Penanggulangan
autokorelasi
yaitu
dengan
menggunakan
model
peramalan dalam Time Series Analysis di antaranya model autoregresif (AR); model rata-rata bergerak (MA); model campuran (ARMA/ARIMA). Cara lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah Uji Durbin-Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel penjelas. Hipotesis yang diuji adalah : Ho:p = 0 (hipotesis nolnya adalah tidak ada autokorelasi. Ha:p = 0 (hipotesis alternatifnya adalah ada autokorelasi. Keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah : •
Bila nilai DW berada diantara du sampai dengan 4-du, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak ada autokorelasi.
•
Bila nilai DW lebih kecil daripada du koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya ada autokorelasi positif.
•
Bila DW terletak diantara dl dan du, maka tidak dapat disimpulkan.
•
Bila nilai DW lebih besar daripada 4 – du, koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol. Artinya ada autokorelasi negatif.
•
Bila nilai DW terletas diantara 4 – du dan 4 – dl, maka tidak dapat disimpulkan.
68
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
Gambar 3 Autokorelasi Durbin Watson
2.
Kriteria Statistik Kriteria ini ditentukan oleh teori statistik, termasuk di dalamnya adalah
analisis regresi berganda, penaksiran koefisien determinasi (R2), dan Uji-t dari model yang digunakan. a.
Uji Hipotesis menggunakan Analisis Regresi Berganda Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis kuantitatif, yaitu dalam menarik kesimpulan didasarkan pada perhitungan statistik dan matematis.
Dalam menganalisis permasalahannya penulis
menggunakan bantuan model ekonometrika dan model dilakukan dengan teknik pengolahan data dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji adanya hubungan antara dua atau lebih variabel bebas dengan satu variabel terikat. Penggunaan analisis regresi berganda tidak hanya untuk menganalisis korelasi antara variabel bebas yang sering disebut faktor-faktor penyebab terhadap
69
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
variabel terikat, namun juga dapat memprediksi nilai variabel terikat jika faktorfaktor bebas berubah. b.
Penaksiran Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan
antar variable independent yang digunakan dengan variable dependen.
R2
adalah angka yang menunjukkan besarnya proporsi atau persentase variasi variable dependen yang dijelaskan oleh variable independent secara bersamasama. Besarnya R2 berada antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin mendekati 1 nilai R2 berarti dapat dikatakan model tersebut baik, karena semakin dekat hubungan antara variable dependen dengan variable independen. Dengan kata lain, semakin mendekati 1 maka variasi dependen hamper seluruhnya dipengaruhi dan dijelaskan oleh variable independent (Gujarati, 2003). Nilai R2 menurut Mubyarto (1995) bahwa jika R2 antara 0,00 s.d. 0,4 hubungan kurang signifikan, jika R2 lebih besar dari 0,4 s.d. 0,6 hubungan dinyatakan sedang, jika R2 lebih besar dari 0,6 s.d. 0,8 hubungan tinggi, dan jika R2 diatas 0,8 hubungan sangat tinggi. c.
Uji Parsial Signifikansi (t-test) Uji ini digunakan untuk menguji signifikasi setiap variabel independen
dalam mempengaruhi variabel dependen, atau untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen, dan dilakukan dengan uji t satu arah. Hipotesis yang diuji pada uji t-stat adalah sebagai berikut (Gujarati, 2003): H0 : αn ≤ 0, masing-masing variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
70
BAB III METODE KAJIAN AKADEMIS
H1 : αn > 0, masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai t-hitung yang didapat dari hasil regresi dengan nilai kritis yang didapat dari t-tabel pada tingkat kepercayaan tertentu.
Jika t-stat < t-tabel, maka H0 akan tidak ditolak, yang
berarti variabel independen tidak signifikan. Sebaliknya jika t-stat > t-tabel, maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen signifikan.
71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Data 1.
Hasil Uji Validitas Data penelitian untuk variabel yang diteliti Penganggaran Terpadu
(Unified
Budget),
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM (Medium Term Expenditure Framework/MTEF), dan Kinerja (Performance) dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner. Ketepatan data dalam menggambarkan kondisi yang diteliti dari hasil penelitian sangat ditentukan oleh data yang dihasilkan oleh alat ukur yang digunakan. Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik atau tidak terlebih dahulu dilakukan pengujian data melalui uji validitas dan uji reliabilitas, sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan apa yang diukur, sebelum dilakukan analisis data berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul. Kuesioner diisi dengan menjawab pertanyaan tertutup berupa pilihan pernyataan-pernyataan atas pelaksanaan variabel yang diteliti, artinya satuan kerja memeberikan tanda pada pernyataan-pernyataan yang benar-benar mereka lakukan. Kuesioner penelitian Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) terdiri atas 4 (empat) item pernyataan, kuesioner penelitian Variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) terdiri atas 16 (enam
belas) item
pernyataan, kuesioner penelitian Variabel Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) terdiri atas 18 (delapan belas) item pernyataan sehingga total
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
pertanyaan menjadi 38 (tiga puluh delapan) item pertanyaan. Sedangkan Data Kinerja diperoleh dari laporan laporan kinerja format Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah atau format Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan tahun 2011 atau Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Hasil perhitungan korelasi untuk skor setiap butir pernyataan dengan total skor Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Variabel Penganggaran Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting),
Variabel
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF), dapat dilihat dalam Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Validitas Variabel Hasil Perhitungan Validitas Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Variabel
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) Item Pernyataan
Korelasi
Nilai Batas
Kesimpulan
Q1
0.759
0,300
Valid
Q2
0.549
0,300
Valid
Q3
0.759
0,300
Valid
Q4
0.414
0,300
Valid
Q5
0.778
0,300
Valid
Q6
0.766
0,300
Valid
Q7
0.727
0,300
Valid
Q8
0.783
0,300
Valid
Q9
0.852
0,300
Valid
Q10
0.806
0,300
Valid
Q11
0.911
0,300
Valid
Q12
0.801
0,300
Valid
Q13
0.794
0,300
Valid
73
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Item Pernyataan
Korelasi
Nilai Batas
Kesimpulan
Q14
0.586
0,300
Valid
Q15
0.793
0,300
Valid
Q16
0.884
0,300
Valid
Q17
0.852
0,300
Valid
Q18
0.780
0,300
Valid
Q19
0.518
0,300
Valid
Q20
0.438
0,300
Valid
Q21
0.777
0,300
Valid
Q22
0.607
0,300
Valid
Q23
0.488
0,300
Valid
Q24
0.588
0,300
Valid
Q25
0.461
0,300
Valid
Q26
0.816
0,300
Valid
Q27
0.854
0,300
Valid
Q28
0.503
0,300
Valid
Q29
0.637
0,300
Valid
Q30
0.816
0,300
Valid
Q31
0.677
0,300
Valid
Q32
0.549
0,300
Valid
Q33
0.687
0,300
Valid
Q34
0.640
0,300
Valid
Q35
0.424
0,300
Valid
Q36
0.455
0,300
Valid
Q37
0.872
0,300
Valid
Q38 0.687 0,300 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian Hasil pengujian validitas item kuesioner menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan dalam setiap variabel memiliki nilai korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas suatu item kuesioner penelitian dikatakan dapat digunakan (dapat diterima),
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa
item
kuesioner
Variabel
Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Variabel Penganggaran Berbasis
74
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kinerja (Performance Based Budgeting), Variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. 2.
Hasil Uji Reliabilitas Uji
Reliabilitas
digunakan
tanggapan
responden
terhadap
untuk item
mengukur
pernyataan
tingkat
kekonsistenan
kuesioner
berdasarkan
pemahaman responden terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang diajukan. Uji Reliabilitas dilakukan dengan metode one shoot. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas untuk masing-masing variabel diberikan pada tabel berikut. Tabel 5.2 Hasil Pengujian Reliabilitas No
Variabel
Koefisien Reliabilitas
Penggaran Terpadu (Unified Budget) (X1), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) (X2), dan 0,964 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) (X3) Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian
Keterangan
Reliabel
Nilai reliabilitas untuk semua variabel seperti terlihat pada Tabel 5.2 lebih dari 0,7 (nilai batas suatu instrumen penelitian dikatakan dapat digunakan dan nilai reliabilitas masuk dalam kategori dapat diterima/cukup baik) sehingga seluruh item variabel penelitian yang digunakan dalam kuesioner konsisten dan memiliki reliabilitas yang dapat dipercaya. Hasil uji validitas dan reliabilitas semua pernyataan valid dan reliabel, yang berarti bahwa data penelitian yang diperoleh dari instrumen yang
75
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
digunakan layak untuk digunakan mengetahui dan menguji permasalahan yang diteliti. 3.
Analisis Deskriptif Pengisian Kuesioner setiap KPPN dilakukan dengan mendistribusikan
kuesioner kepada setiap satuan kerja mitra KPPN dan dikembalikan pada batas waktu yang ditentukan, dari 120 kuesioner (KPPN Bandung sebanyak 40 satuan kerja, KPPN Bogor sebanyak 40 satuan kerja, KPPN Purwakarta sebanyak 20 satuan kerja, dan KPPN Sumedang sebanyak 20 satuan kerja) yang dibagikan, kuesioner yang kembali adalah sebanyak 103 kuesioner atau 86% dari total kuesioner yang dibagikan. Jumlah tersebut memenuhi syarat minimal yaitu 92 satuan kerja atau
111% dari syarat minimal dan dapat diolah sebagai data
penelitian. Analisis Deskriptif memberikan gambaran atas pelaksanaan dari variabel yang diteliti yaitu Penggaran Terpadu (Unified Budget) (X1), Penganggaran Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting)
(X2),
dan
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)/Medium Term Expenditure Framework (MTEF) (X3) yang akan terlebih dahulu disajikan dalam bentuk grafik. Grafik tersebut akan memberikan gambaran tingkatan pelaksanaan setiap variabel pada satuan kerja. Setelah penyajian secara grafik maka selanjutnya data hasil penelitian dibagi berdasarkan distribusi capaian pelaksanaannya pada setiap satuan kerja, penyajian data ini dimaksudkan untuk membagi satuan kerja yang pelaksanaan dari setiap variabel yang diteliti pada tingkatan tinggi, sedang, rendah, atau kurang.
Untuk data ordinal atau data interval/ratio yang memiliki distribusi
asimetris, ukuran pemusatan dapat dilakukan melalui distribusi rentang antar
76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
kuartil pada data diskrit yang berurutan, nilai kuartil I, kuartil II dan kuartil III dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut (Cooper, 2006;467):
a.
Kuartil II (Median) = [ Skor minimum + Skor maksimum] : 2
Kuartil I = [ Skor minimum + Median ] : 2
Kuartil III = [ Median + Skor maksimum ] : 2
Analisis Deskriptif Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) Variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) diukur dengan 4
(empat) item
pertanyaan yang berisi pertanyaan tentang dimensi dari
Penganggaran Terpadu (Unified Budget) tersebut yaitu Integrasi belanja rutin dan belanja modal dan Kesatuan Pelaksanaan. Satuan kerja memberi tanda silang pada setiap pernyataan dari kedua dimensi tersebut yang telah sepenuhnya dilaksanakan pada satuan kerja. Berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah didapatkan bahwa dari total
kondisi
ideal
skor
maksimal
dari
pelaksanaan Penganggaran Terpadu
(Unified
Budget) yang harus dicapai oleh seluruh sampel
adalah
berjumlah
927.
Hasil
data
yang
olah
telah
77
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
dikumpulkan menunjukkan bahwa capaian dari skor seluruh sampel adalah 503 atau 54% dari skor maksimal, sehingga gap antara kondisi ideal berupa skor maksimal dengan pelaksanaan adalah 424 atau 46%, hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan atas Penganggaran Terpadu (Unified Budget)
saat
penelitian ini dilakukan belum maksimal dengan nilai pelaksanaan rata-rata setiap satuan kerja sebanyak 54 % dari kondisi ideal (lihat tabel Penganggaran Terpadu dalam skor). Pengolahan data dilanjutkan dengan mengeksplorasi capaian dari setiap dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) tersebut yaitu dimensi Integrasi belanja rutin dan belanja modal dan Kesatuan Pelaksanaan. Hasil olah data setiap dimensi menunjukkan capaian setiap dimensi tersebut (disajikan dalam bentuk grafik).
Terlihat pada grafik bahwa setiap dimensi dari
Penganggaran Terpadu (Unified Budget) tersebut yaitu dimensi Integrasi belanja rutin dan belanja modal dan Kesatuan Pelaksanaan menunjukkan bahwa pelaksanaan setiap dimensi masih belum maksimal, hal tersebut terlihat bahwa capaian pelaksanaan dimensi Integrasi belanja rutin dan belanja modal sebanyak
55
% dan Pelaksanaan dimensi
Kesatuan
Pelaksanaan sebanyak
52
%. Setelah
pe-
nyajian secara
78
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
grafik dari setiap dimensi, selanjutnya data hasil penelitian diolah kembali dan dibagi berdasarkan distribusi capaian pelaksanaan pada setiap satuan kerja, penyajian data ini dimaksudkan untuk membagi satuan kerja yang pelaksanaan dari setiap dimensi yang diteliti pada tingkatan tinggi, sedang, rendah, atau kurang.
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, untuk 4 (empat) item
sebagai ukuran variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget), nilai kuartil I, Kuartil II dan kuartil III dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 9
Kuartil II (Median) = [0 + 9] : 2 = 4,5
Kuartil I = [0 +4,5] : 2 = 2,25
Kuartil III = [4,5 +9] : 2 = 6,75 Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang
diteliti menunjukkan variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang dilaksanakan masih
kurang
yaitu sebanyak 62 satuan kerja atau 60,19 %. Sedangkan sebanyak satuan atau 20,39 % masuk dalam kelompok sedang.
21 kerja
Satuan Kerja yang masuk
kelompok penilaian terhadap variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) dalam kategori tinggi ada 19 atau 18,45 %. Sedangkan yang dalam kelompok
79
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
penilaian terhadap variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) masuk dalam kategori rendah ada 1 atau 0,97%. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 54% dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai terendah adalah Kesatuan Pelaksanaan (52%), dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai tertinggi adalah Integrasi belanja rutin dan belanja modal (55%), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 62 satuan kerja atau 60,19%.
b.
Analisis Deskriptif Variabel (Performance Based Budgeting)
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
Variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) diukur dengan 21 (dua puluh satu) item pertanyaan yang berisi pertanyaan tentang
di-
mensi
dari
Penganggaran Berbasis nerja
Ki-
(Perfor-
mance Based Budgeting) tersebut yaitu Perumusan Strategi, Perencanaan Stratejik, Pembuatan Program, dan Penganggaran. Satuan kerja memberi tanda silang pada setiap pernyataan dari keempat dimensi tersebut yang telah sepenuhnya dilaksanakan pada satuan kerja.
80
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah didapatkan bahwa dari total
kondisi
ideal
skor
maksimal dari pelaksanaan Penganggaran
Berbasis
Kinerja (Performance Based
Budget-
ing) yang harus dicapai oleh seluruh sampel adalah berjumlah 1.468.
Hasil olah data
yang telah dikumpulkan menunjukkan
bahwa
capaian dari skor seluruh sampel adalah 667 atau 46% dari skor maksimal, sehingga
gap
antara
kondisi ideal berupa skor maksimal dengan pelaksanaan adalah 801 atau 54%, hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan atas Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)
saat penelitian ini dilakukan belum maksimal dengan nilai
81
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
pelaksanaan rata-rata setiap satuan kerja sebanyak 46% dari kondisi ideal (lihat tabel Penganggaran Berbasis Kinerja dalam skor). Pengolahan data dilanjutkan dengan mengeksplorasi capaian dari setiap dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) tersebut
yaitu
dimensi
Perumusan
Strategi,
Pembuatan Program, dan Penganggaran.
Perencanaan
Stratejik,
Hasil olah data setiap dimensi
menunjukkan capaian setiap dimensi tersebut (disajikan dalam bentuk grafik). Terlihat pada grafik bahwa setiap dimensi dari Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) tersebut yaitu dimensi Perumusan Strategi, Perencanaan
Stratejik,
Pembuatan
Program,
dan
Penganggaran
menunjukkan bahwa pelaksanaan setiap dimensi masih belum maksimal, hal tersebut terlihat bahwa capaian pelaksanaan dimensi Perumusan Strategi sebanyak 48%, Pelaksanaan dimensi Perencanaan Stratejik sebanyak 45%, Pelaksanaan Dimensi Pembuatan Program sebanyak 48%, dan Pelaksanaan dimensi Penganggaran sebanyak 43%. Setelah penyajian secara grafik dari setiap dimensi, selanjutnya data hasil penelitian diolah kembali dan dibagi berdasarkan distribusi capaian pelaksanaan pada setiap satuan kerja, penyajian data ini dimaksudkan untuk membagi satuan kerja yang pelaksanaan dari setiap dimensi yang diteliti pada tingkatan tinggi, sedang, rendah, atau kurang. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, untuk 21 (dua puluh satu) item sebagai ukuran variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), nilai kuartil I, Kuartil II dan kuartil III dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:
82
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 57
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kuartil II (Median) = [0 + 57] : 2 = 28,5
Kuartil I = [0 +28,5] : 2 = 14,25
Kuartil III = [28,5 +57] : 2 = 42,75 Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang
diteliti menunjukkan variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang dilaksanakan masih
kurang
yaitu sebanyak 72 satuan kerja atau 69,90 %. Sedangkan sebanyak 20 satuan kerja atau 19,42 % masuk dalam kelompok sedang. Satuan Kerja yang masuk kelompok penilaian terhadap variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dalam kategori tinggi ada 11 atau 10,68 %. Sedangkan yang dalam kelompok penilaian terhadap variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) masuk dalam kategori rendah tidak ada. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 46 % dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai tertinggi adalah perumusan strategi dan pembuatan program (48 %), dimensi Penganggaran Berbasis
83
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah Penganggaran (43 %), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 72 satuan kerja atau 69,90 %. c.
Analisis Deskriptif Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) Variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) diukur dengan 18 belas)
(delapan item
pertanyaan yang berisi pertanyaan tentang dimensi dari Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) tersebut yaitu Kerangka Konseptual, Lingkungan, Prinsip Kerja, serta Tahapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah.
Satuan kerja memberi tanda silang pada
setiap pernyataan dari keempat dimensi tersebut yang telah sepenuhnya dilaksanakan pada satuan kerja.
84
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasa rkan data yang dikumpulkan dan diolah didapatkan
bahwa
dari total kondisi ideal skor maksimal dari pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang harus dicapai oleh seluruh sampel adalah berjumlah 1.186.
Hasil olah data yang telah
dikumpulkan menunjukkan bahwa capaian dari skor seluruh sampel adalah 553 atau 48% dari skor maksimal, sehingga gap antara kondisi ideal berupa skor maksimal dengan pelaksanaan adalah 632 atau 52%, hal itu menunjukkan bahwa pelaksanaan atas Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) saat penelitian ini dilakukan belum maksimal dengan nilai pelaksanaan rata-rata
setiap
satuan
kerja sebanyak 48% dari kondisi ideal (lihat tabel KPJM dalam skor). Pengolahan
data
dilanjutkan dengan mengeksplorasi
capaian
dari
85
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
setiap dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) tersebut yaitu dimensi Kerangka Konseptual, dimensi Lingkungan,
dimensi
Prinsip
Kerja,
serta
dimensi
Tahapan
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah. Hasil olah data setiap dimensi menunjukkan capaian setiap dimensi tersebut (disajikan dalam bentuk grafik). Terlihat pada grafik bahwa setiap dimensi dari Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yaitu Kerangka Konseptual, Lingkungan, Prinsip Kerja, serta Tahapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah menunjukkan bahwa pelaksanaan setiap dimensi masih belum maksimal, hal tersebut terlihat bahwa capaian pelaksanaan dimensi Kerangka Konseptual sebanyak 41%, Pelaksanaan dimensi Lingkungan sebanyak 49%, Pelaksanaan Dimensi Prinsip Kerja sebanyak 54%, dan Pelaksanaan dimensi Tahapan KPJM sebanyak 48%. Setelah penyajian secara grafik dari setiap dimensi, selanjutnya data hasil penelitian diolah kembali dan dibagi berdasarkan distribusi capaian pelaksanaan pada setiap satuan kerja, penyajian data ini dimaksudkan untuk membagi satuan kerja yang pelaksanaan dari setiap dimensi yang diteliti pada tingkatan tinggi, sedang, rendah, atau kurang. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, untuk 18 (delapan belas) item sebagai ukuran variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, nilai kuartil I, Kuartil II dan kuartil III dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:
86
Skor minimum = 0
Skor maksimum = 46
Kuartil II (Median) = [0 + 46] : 2 = 23
Kuartil I = [0 +23] : 2 = 11,50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kuartil III = [23 + 46] : 2 = 34,50 Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang diteliti menunjukkan variabel Kerangka
Pe-
ngeluaran Jangka Menengah yang dilaksanakan masih
kurang
yaitu sebanyak 82 satuan kerja atau 79,61 %. Sedangkan sebanyak 17 satuan kerja atau 16,50 % masuk dalam kelompok tinggi. Satuan Kerja yang masuk kelompok penilaian terhadap variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam kategori sedang ada 3 atau 2,91 %. Sedangkan yang dalam kelompok penilaian terhadap variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah masuk dalam kategori rendah ada 1 atau 0,97%. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(Medium
Term
Expenditure
Framework) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 48% dari kondisi ideal, dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai tertinggi adalah prinsip kerja (54%), dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah Kerangka Konseptual (41%), penyebaran atas pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term
87
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Expenditure Framework) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 82 satuan kerja atau 79,61 %.
4.
Analisis Inferensial
a.
Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji autokorelasi, uji
multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas untuk mendapatkan hasil estimasi yang memenuhi kriteria BLUE (best linear unbiased estimator). Uji normalitas diperlukan untuk menentukan apakah data berdistribusi normal atau tidak, Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel bersifat linear atau tidak.
Selanjutnya Uji autokorelasi merupakan pengujian untuk
mengetahui adanya korelasi antara variabel pengganggu (disturbance term) antar periode. Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara satu atau lebih dari variabel independen dalam model persamaan. Sedangkan uji heteroskedastisitas menyangkut pengujian untuk mengetahui apakah variance dari disturbance term sama atau tidak. Jika tidak sama, maka model persamaan mengandung masalah heteroskedastisitas. 1)
Uji normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menentukan apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Penentuan apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak dapat menggunakan rasio skewness dan rasio kurtosis. Rasio skewness dan rasio kurtosis dapat dijadikan petunjuk apakah suatu data berdistribusi normal atau tidak. Rasio skewness adalah nilai skewnes dibagi dengan standar error skewness, sedang rasio kurtosis adalah nilai kurtosis dibagi dengan standar error
88
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
kurtosis. Sebagai pedoman, bila rasio kurtosis dan skewness berada diantara -2 hingga +2, maka distribusi data adalah normal (Santoso, 2000:53). Descriptive Statistics
Skewness Statistic Unstandardized Residual
- 0,450
Kurtosis
Std. Error
Statistic
0,238
Std. Error
0,139
0,472
Valid N (listwise) Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian Hasil olah data dengan menggunakan SPSS didapatkan Rasio Skewness : - 0,450 / 0,238 = - 1,890 dan Rasio Kurtosis : 0,139/0,472 = 0,295. Terlihat bahwa Rasio Skewness - 1,890 dan Rasio Kurtosis 0,295. Rasio Skewness dan Rasio Kurtosis berada diantara -2 hingga +2 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. 2)
Uji Linearitas
Uji Linearitas Penganggaran Terpadu (X1) dengan Kinerja (Y) Uji Linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi varabel
bebas X terhadap variabel terikat Y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya.
Uji
linearitas antara variabel bebas X dengan varabel terikat Y dilakukan dengan olah
data.
Olah
data
dilakukan
dengan
langkah-langkah
(Andryan
Setyadharma:2010): -
Susun hipotesis: H0: Model Regresi Linier, H1: Model Regresi Tidak Linier
-
Menetapkan taraf signifikansi (misalnya a=0,05)
-
Membandingkan signifikansi yang ditetapkan dengan signifikansi yang diperoleh dari analisis (Sig.) Bila a < Sig. maka H0 diterima, berarti regresi linier
89
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Bila a ≥ Sig. maka H1 diterima, berarti regresi tidak linier
ANOVA Table F Y * X1
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sig.
1.743
.108
10.395
.002
.301
.935
Within Groups Total
Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa harga F sebesar 0,301 dengan signifikansi 0,935 > 0,05 berarti model regresi linier. Uji linearitas persamaan linear Penganggaran Terpadu dengan Kinerja dapat dilihat pada kurva scatterplot berikut ini : Grafik Uji Linearitas Penganggaran Terpadu (X1) dengan Kinerja (Y)
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian
90
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada kurva scatter plot memperlihatkan semua plot (titik) dari setiap pasangan variabel membentuk garis regresi yang condong ke kanan (linear).
Hal ini menggambarkan pertambahan nilai dari satu
variabel diikuti oleh pertambahan nilai dari variabel lainnya. Maka terbukti bahwa hubungan pada setiap pasangan variabel memenuhi asumsi linearitas.
Uji Linearitas Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) dengan Kinerja (Y) Uji Linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi varabel
bebas X terhadap variabel terikat Y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya.
Uji
linearitas antara variabel bebas X dengan varabel terikat Y dilakukan dengan olah
data.
Olah
data
dilakukan
dengan
langkah-langkah
(Andryan
Setyadharma:2010): -
Susun hipotesis: H0: Model Regresi Linier, H1: Model Regresi Tidak Linier
-
Menetapkan taraf signifikansi (misalnya a=0,05)
-
Membandingkan signifikansi yang ditetapkan dengan signifikansi yang diperoleh dari analisis (Sig.) Bila a < Sig. maka H0 diterima, berarti regresi linier Bila a ≥ Sig. maka H1 diterima, berarti regresi tidak linier ANOVA Table F Y * X2
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sig. .939
.569
7.904
.006
.721
.845
Within Groups Total
91
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa harga F sebesar 0,721 dengan signifikansi 0,845 > 0,05 berarti model regresi linier Uji linearitas persamaan linear Penganggaran Berbasis Kinerja dengan Kinerja dapat dilihat pada kurva scatterplot berikut ini : Grafik Uji Linearitas Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) dengan Kinerja(Y)
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian Pada kurva scatterplot memperlihatkan semua plot (titik) dari setiap pasangan variabel membentuk garis regresi yang condong ke kanan (linear).
Hal ini menggambarkan pertambahan nilai dari satu
variabel diikuti oleh pertambahan nilai dari variabel lainnya. Maka terbukti bahwa hubungan pada setiap pasangan variabel memenuhi asumsi linearitas.
92
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji Linearitas Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) dengan Kinerja (Y) Uji Linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi varabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya. Uji linearitas antara variabel bebas X dengan varabel terikat Y dilakukan dengan olah data.
Olah data dilakukan dengan
langkah-langkah (Andryan Setyadharma:2010): -
Susun hipotesis: H0: Model Regresi Linier, H1: Model Regresi Tidak Linier
-
Menetapkan taraf signifikansi (misalnya a=0,05)
-
Membandingkan signifikansi yang ditetapkan dengan signifikansi yang diperoleh dari analisis (Sig.) Bila a < Sig. maka H0 diterima, berarti regresi linier Bila a ≥ Sig. maka H1 diterima, berarti regresi tidak linier ANOVA Table F Y * X3
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sig. .737
.815
4.467
.038
.599
.931
Within Groups Total
Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa harga F sebesar 0,599 dengan signifikansi 0,931 > 0,05 berarti model regresi linier Uji linearitas persamaan linear Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dengan Kinerja dapat dilihat pada kurva scatterplot berikut ini :
93
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Grafik Uji Linearitas Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) dengan Kinerja (Y)
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian Pada kurva scatterplot memperlihatkan semua plot (titik) dari setiap pasangan variabel membentuk garis regresi yang condong ke kanan (linear).
Hal ini menggambarkan pertambahan nilai dari satu
variabel diikuti oleh pertambahan nilai dari variabel lainnya. Maka terbukti bahwa hubungan pada setiap pasangan variabel memenuhi asumsi linearitas. 3)
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya pelanggaran dari
asumsi nonautokorelasi yaitu adanya korelasi yang terjadi antara anggotaanggota dari serangkaian pengamatan.
Autokorelasi mengakibatkan metode
OLS menghasilkan taksiran yang tidak bias namun tidak efisien.
94
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Model Summary Model R d i m e n s i o n 0
1
.331
R Square a
Adjusted R Square
.109
b
Std. Error of the Estimate
.082
Durbin-Watson
16.43030
1.712
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Hasil Uji Autokorelasi menggunakan Uji Durbin-Watson (DW test) menunjukkan hasil 1,712.
Berdasarkan tabel Durbin-Watson dengan tingkat
kepercayaan 95% dan memiliki sampel (n) sebanyak 103 dengan variable penjelas sebanyak 3 maka didapat nila dl = 1,48 dan du = 1,60 , sehingga nilai DW sebesar 1,712 berada pada du (1,60) dan 4-du (4-1,60=2,40), sehingga dapat dikatakan tidak ada autokorelasi. 4)
Uji Multikolinearitas Uji multikolineritas dengan menggunakan Uji VIF yaitu dengan melihat
apakah untuk masing-masing variable lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka diindikasikan model tersebut memiliki gejala multikolinearitas. Coefficients Model Unstandardized Coefficients B 1
(Constant)
Std. Error
73.693
6.792
X1
2.723
1.504
X2
.298
.280
X3
-.195
.440
a
Standardized Coefficients t
Beta
Sig.
10.850
.000
.227
1.811
.073
.196
1.064
.290
-.075
-.443
.659
a. Dependent Variable: Y
95
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Coefficients Model
a
Collinearity Statistics Tolerance
1
VIF
(Constant) X1
.572
1.748
X2
.265
3.768
X3
.310
3.231
Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk variabel Penganggaran Terpadu (X1) = 1,748, Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) = 3,768 dan variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) = 3,231. Nilai VIF dari semua variabel menunjukkan lebih kecil dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan linear antar variabel independen atau model terbebas dari multikolinear. 5)
Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
dilakukan
untuk
mengetahui
apakah
ada
pelanggaran dari asumsi homoskedastisitas (semua gangguan yang muncul dalam model persamaan regresi bersifat homoskedastik atau mempunyai varians yang sama pada setiap kondisi pengamatan).
Oleh karena itu konsekuensi
adanya heteroskedastisitas dalam sistem persamaan bahwa penaksiran tidak lagi mempunyai varians yang minimum.
Coefficients Model Unstandardized Coefficients B 1
(Constant)
15.981
4.078
X1
-.361
.903
X2
-.287
X3
.274
a. Dependent Variable: abresid
96
Std. Error
a
Standardized Coefficients t
Beta
Sig.
3.919
.000
-.052
-.399
.690
.168
-.324
-1.705
.091
.264
.182
1.037
.302
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Variabel
T hitung
t-tabel
Keterangan
Penganggaran Terpadu (X1)
-0,399
± 1,980
Tidak heterokedastisitas
terjadi
Penganggaran Berbasis Kinerja (X2)
-1,705
± 1,980
Tidak heterokedastisitas
terjadi
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3)
1,037
± 1,980
Tidak heterokedastisitas
terjadi
Pendeteksiannya dilakukan dengan metode Glejser (Arief 1992:134) yaitu dengan meregresikan nilai absolut residuals. Jika t-hitung berada diantara ± ttabel, maka tidak terjadi heterokedastisitas. b.
Hasil Uji Hipotesis menggunakan Analisis regresi berganda Hasil olah data mendapatkan informasi besarnya korelasi (R), Koefisien
determinasi (R2) dan Koefisien determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2). Model Summary Model R d i m e n s i o n 0
1
,331
R Square a
,109
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
,082
16,43030
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
Koefisien korelasi (R) sebesar 0,331 menunjukkan hubungan antara variabel-variabel
independen
dengan
variabel
independen,
artinya
Penganggaran Terpadu (X1), Berbasis Kinerja (X2), dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) berpengaruh terhadap Kinerja (Y). Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,109 artinya bahwa 10,9 persen Kinerja (Y) dipengaruhi oleh Penganggaran Terpadu (X1), Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3).
97
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
b
df
Mean Square
3282,060
3
1094,020
Residual
26725,514
99
269,955
Total
30007,575
102
F 4,053
Sig. ,009
a
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
F hitung hasil olah data digunakan untuk menguji apakah model persamaan Y = a + b1x1 +b2x2+b3x3 merupakan persamaan linear. Nilai F hitung dengan α=0.05 dengan derajad bebas pembilang = k - 1 = 3 - 2 = 2 dan derajad penyebut (n-k) = 103-3=100 adalah 3,150. F hitung (4,053) > F tabel (3,150) maka model di atas dapat diterima. Setelah menguji signifikansi persamaan regresi, selanjutnya perlu diuji apakah masing-masing variabel independen, Penganggaran Terpadu (X1), Penganggaran Berbasis Kinerja
(X2) dan Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (X3) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Kinerja (Y) untuk itu dilakukan uji t. Hipotesis : Ho : variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara nyata. Ha: variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan : Jika – t tabel < t hitung < t tabel, Ho diterima. Jika t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel, Ho ditolak
98
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients B 1
(Constant)
Std. Error
73,693
6,792
2,723
1,504
X2
,298
X3
-,195
X1
Standardized Coefficients t
Beta
Sig.
10,850
,000
,227
1,811
,073
,280
,196
1,064
,290
,440
-,075
-,443
,659
a. Dependent Variable: Y
T tabel dengan derajad bebas = n - k = (103-3) = 100 Uji t dilakukan uji dua arah (2 tailed) sehingga t – tabel = 3,950/2=1,975 t hitung Penganggaran Berbasis Terpadu (X1) = 1,811, karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak artinya Penganggaran Terpadu (X1) secara nyata berpengaruh terhadap Kinerja (Y), t hitung Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) = 1,064, karena t hitung < t tabel maka Ho diterima artinya Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) secara nyata berpengaruh terhadap Kinerja (Y), dan t hitung Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) = -0,443, karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak artinya Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X2) secara nyata berpengaruh nyata terhadap Kinerja (Y).
Variabel
T hitung
t-tabel
Keterangan
Penganggaran Terpadu (X1)
1,811
± 1,975
Penganggaran Terpadu (X1) berpengaruh nyata terhadap Kinerja (Y)
Penganggaran Berbasis Kinerja (X2)
1,064
± 1,975
Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) berpengaruh nyata terhadap Kinerja (Y)
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3)
-0,443
± 1,975
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) berpengaruh nyata terhadap Kinerja (Y)
99
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients B 1
(Constant)
Std. Error
73,693
6,792
2,723
1,504
X2
,298
X3
-,195
X1
Standardized Coefficients t
Beta
Sig.
10,850
,000
,227
1,811
,073
,280
,196
1,064
,290
,440
-,075
-,443
,659
a. Dependent Variable: Y
Selanjutnya yang sangat penting adalah persamaan regresi yang dihasilkan Konstanta (a) = 73,693, konstanta untuk faktor konstanta untuk Penganggaran Terpadu (X1)=2,723 Penganggaran Berbasis Kinerja (X2)=0,298, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X3) = -0,195. Persamaan regresi Y = 73,693 + 2,723X1 + 0,298X2 - 0,195X3
B. Pembahasan 1.
Pembahasan Analisis Deskriptif
a.
Penganggaran Terpadu (Unified Budget) Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang
diteliti menunjukkan variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 54% dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai terendah adalah Kesatuan Pelaksanaan (52%), dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai tertinggi adalah Integrasi belanja rutin dan belanja modal (55%), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 62 satuan kerja atau 60,19%.
100
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil di atas memberikan gambaran bahwa penerapan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) sebanyak 62 satuan kerja atau 60,19% masih berada pada tingkat kurang sehingga masih diperlukan upaya untuk peningkatan atas penerapan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), upaya-upaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai terendah yaitu Kesatuan Pelaksanaan (52%), Kesatuan Pelaksanaan tercermin dari beberapa hal: dokumen pagu anggaran satuan kerja memperoleh belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) dalam satu dokumen pagu anggaran, dalam pelaksanaan anggaran satuan kerja memperoleh otoritas penuh dalam belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure), Satuan kerja melakukan pertanggungjawaban belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) sebagai satu kesatuan pertanggungjawaban belanja. Namun tidak kalah penting karna masih bernilai 55% bahwa penerapan atas integrasi belanja rutin dan belanja modal haru juga diperhatikan, integrasi belanja rutin dan belanja modal seperti dalam melakukan penganggaran satuan kerja
mempertimbangkan
Implikasi
belanja
modal
(capital/development
expenditure) tahun berjalan terhadap belanja rutin (current expenditure) tahun yang akan datang dan dalam penganggaran belanja rutin (current expenditure) mempertimbangkan belanja modal (capital expenditure) tahun sebelumnya. b.
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) Pelaksanaan
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 46 % dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki
101
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
nilai tertinggi adalah perumusan strategi dan pembuatan program (48 %), dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah Penganggaran (43 %), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 72 satuan kerja atau 69,90 %. Hasil di atas memberikan gambaran bahwa penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) sebanyak 72 satuan kerja atau 69,90 % masih berada pada tingkat kurang sehingga masih diperlukan upaya untuk
peningkatan
atas
penerapan
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(Performance Based Budgeting), upaya-upaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai terendah yaitu penganggaran (43%), penganggaran tersebut tercermin dari beberapa hal: mekanisme penyusunan anggaran satuan kerja, penentuan anggaran pada satuan kerja berdasarkan aktivitas, Pertimbangan anggaran yang disusun oleh satuan kerja, kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan, Pengendalian atas penetapan anggaran, Pengendalian proses penganggaran pada satuan kerja, dan menekankan setiap pos anggaran berdasarkan aktivitas yang bersangkutan. c.
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) Pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term
Expenditure Framework) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 48% dari kondisi ideal, dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai tertinggi adalah prinsip kerja (54%), dimensi
102
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(Medium
Term
Expenditure
Framework) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah Kerangka Konseptual (41%), penyebaran atas pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 82 satuan kerja atau 79,61 %. Hasil di atas memberikan gambaran bahwa penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebanyak 82 satuan kerja atau 79,61 % masih berada pada tingkat kurang sehingga masih diperlukan upaya untuk peningkatan atas penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework), upayaupaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai terendah yaitu Kerangka Konseptual (41%), Kerangka Konseptual tercermin dari beberapa hal: penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget), adanya angka dasar (base line), adanya parameter (assumption), adanya mekanisme penyesuaian angka dasar, dan adanya mekanisme pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new policy proposal).
2.
Pembahasan Analisis Inferensial
a.
Persamaan Regresi Persamaan regresi Y = 73,693 + 2,723X1 + 0,298X2 - 0,195X3 dapat
diuraikan sebagai berikut : •
Konstanta
(a)
73,693
artinya
jika
Penganggaran
Terpadu
(X1),
Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X2) tidak dilakukan maka Kinerja bernilai 73,693.
103
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
•
Koefisien regresi X1 = 2,723, artinya jika terjadi peningkatan kualitas Penganggaran Berbasis Terpadu 1 satuan maka akan meningkatkan Kinerja (Y) sebesar 2,723 satuan.
•
Koefisien regresi X2 = 0,298, artinya jika terjadi peningkatan kualitas Penganggaran Berbasis Kinerja 1 satuan maka akan meningkatkan Kinerja (Y) sebesar 0,298 satuan.
•
Koefisien regresi X3 = - 0,195, artinya jika terjadi peningkatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah kualitas 1 satuan maka akan menurunkan Kinerja (Y) sebesar - 0,195 satuan.
b.
Pengaruh Implementasi Penganggaran Terpadu terhadap Kinerja Hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
Penganggaran Terpadu dengan Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat, diperoleh 2,723, kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Penganggaran Berbasis Terpadu dalam penelitian ini berpengaruh terhadap Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat pada umumnya. Hasil uji T menghasilkan Penganggaran Terpadu (X1) bernilai karena 1,811, t hitung diantara ± t tabel maka Ho diterima artinya Penganggaran Terpadu (X1) secara nyata berpengaruh terhadap Kinerja (Y) c.
Pengaruh Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja Hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
Penganggaran Berbasis Kinerja dengan Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat,
diperoleh
0,298,
kondisi
ini
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan
Penganggaran Berbasis Kinerja dalam penelitian ini secara nyata berpengaruh terhadap Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat pada umumnya. Hasil uji T menghasilkan Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) bernilai karena 1,064, karena
104
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
t hitung diantara ± t tabel maka Ho diterima artinya Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) tidak secara nyata berpengaruh terhadap Kinerja (Y). d.
Pengaruh Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) terhadap Kinerja Hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah dengan Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat, diperoleh - 0,195, kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam penelitian ini berpengaruh negative terhadap Kinerja pada satuan kerja pemerintah pusat pada umumnya. Hasil uji T menghasilkan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) (X3) bernilai karena -0,443, karena t hitung diantara ± t tabel maka Ho diterima artinya Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(KPJM)
(X3)
secara
nyata
berpengaruh terhadap Kinerja (Y). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio (2002) yang juga mendapatkan hasil bahwa MTEF saja belum mampu untuk memaksimalkan efisiensi sumber daya dalam Public Expenditure Management (PEM), jika ingin memaksimalkan efisiensi alokasi anggaran maka hal tersebut harus diikuti dengan eksekusi dan audit yang baik. Hasil ini juga sejalan dengan temuan Matthew Andrews and J. Edgardo Campos (2003) bahwa Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dapat sukses jika para pembuat keputusan anggaran dapat memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya dalam alokasi anggaran.
105
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)/Medium Term Expenditure Framework (MTEF), terhadap Kinerja (Performance). Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang diteliti menunjukkan variabel Penganggaran Terpadu (Unified Budget) secara ratarata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 54% dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai terendah adalah Kesatuan Pelaksanaan (52%), dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai tertinggi adalah Integrasi belanja rutin dan belanja modal (55%), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 62 satuan kerja atau 60,19%.
2.
Pelaksanaan
Penganggaran
Berbasis
Kinerja
(Performance
Based
Budgeting) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 46 % dari kondisi ideal, dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai tertinggi adalah perumusan strategi dan pembuatan
BAB V PENUTUP
program (48 %), dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah Penganggaran (43 %), penyebaran atas pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 72 satuan kerja atau 69,90 %. 3.
Pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) secara rata-rata pada satuan kerja pemerintah pusat di Jawa Barat masih tergolong rendah yaitu sebanyak 48% dari kondisi ideal, dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai tertinggi adalah prinsip kerja (54%), dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai terendah dalam pelaksanaan adalah
Kerangka
Konseptual
(41%),
penyebaran
atas
pelaksanaan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) pada satuan kerja sebagian besar pada tingkat kurang yaitu sebanyak 82 satuan kerja atau 79,61 %. 4.
Implementasi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)
berpengaruh positif
terhadap Kinerja (Performance). Hal ini mengandung makna bahwa Penganggaran Terpadu (Unified Budget) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) cukup kuat untuk meningkatkan Kinerja (Performance). 5.
Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)/Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dalam penelitian ini Kerangka
107
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(KPJM)/Medium
Term
Expenditure
Framework (MTEF) secara nyata berpengaruh negatif terhadap Kinerja (Performance).
Hal ini mengandung makna bahwa saja belum dapat
meningkatkan Kinerja (Performance).
B. Keterbatasan Penelitian 1. Pengatahuan dan Pemahaman Satuan Kerja atas pertanyaan – pertanyaan pada kuesioner penelitian berpengaruh terhadap hasil kajian ini sehingga hasil dalam kajian ini terbatas pada pemahaman satuan kerja pada saat penelitian ini dilakukan. 2. Penelitian ini menggunakan sampel terbatas sehingga kesimpulan akan menjadi lebih baik jika pada penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih luas lagi atau dengan menggunakan sensus.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, sebagai berikut: 1.
Diperlukan upaya untuk peningkatan penerapan Penganggaran Terpadu (Unified Budget) pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat, upaya-upaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Penganggaran Terpadu (Unified Budget) yang memiliki nilai terendah yaitu Kesatuan Pelaksanaan (52%), Kesatuan Pelaksanaan tercermin dari beberapa hal: dokumen pagu anggaran satuan kerja memperoleh belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital
expenditure)
dalam
satu
dokumen
pagu
anggaran,
dalam
pelaksanaan anggaran satuan kerja memperoleh otoritas penuh dalam
108
BAB V PENUTUP
belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure), Satuan
kerja
melakukan
pertanggungjawaban
belanja
rutin
(current
expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) sebagai satu kesatuan pertanggungjawaban belanja. 2.
Tidak kalah penting karna masih bernilai 55% bahwa penerapan atas integrasi belanja rutin dan belanja modal
harus juga diperhatikan pada
Satuan Kerja Pemerintah Pusat, integrasi belanja rutin dan belanja modal seperti dalam melakukan penganggaran satuan kerja mempertimbangkan Implikasi belanja modal (capital/development expenditure) tahun berjalan terhadap belanja rutin (current expenditure) tahun yang akan datang dan dalam penganggaran belanja rutin (current expenditure) mempertimbangkan belanja modal (capital expenditure) tahun sebelumnya. 3.
Diperlukan upaya untuk peningkatan atas penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja
(Performance Based Budgeting) pada Satuan Kerja
Pemerintah Pusat upaya-upaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang memiliki nilai terendah yaitu penganggaran (43%), penganggaran tersebut tercermin dari beberapa hal: mekanisme penyusunan anggaran satuan kerja, penentuan anggaran pada satuan kerja berdasarkan aktivitas, Pertimbangan anggaran yang disusun oleh satuan kerja, kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan, Pengendalian atas penetapan anggaran, Pengendalian proses penganggaran pada satuan kerja, dan menekankan setiap pos anggaran berdasarkan aktivitas yang bersangkutan.
109
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
4.
Masih diperlukan upaya untuk peningkatan atas penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat, upaya-upaya itu sebaiknya difokuskan pada dimensi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang memiliki nilai terendah yaitu Kerangka Konseptual (41%), Kerangka Konseptual tercermin dari beberapa hal: penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget), adanya angka dasar (base
line),
adanya
parameter
(assumption),
adanya
mekanisme
penyesuaian angka dasar, dan adanya mekanisme pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new policy proposal). 5.
Satuan Kerja harus lebih memperhatikan penerapan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dalam penyusunan anggaran untuk mencapai peningkatan Kinerja (Performance), sehingga kinerja pemerintah dalam penganggaran bisa menjadi lebih baik.
6.
Para
pembuat
keputusan
anggaran
pada
Satuan
Kerja
dapat
memaksimalkan Kinerja (Performance) dengan penerapan Penganggaran Terpadu (Unified Budget), Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) /Medium Term Expenditure Framework (MTEF) yang baik. 7.
Untuk peneliti yang tertarik dengan permasalahan yang sama disarankan untuk meneliti lebih lanjut terutama pada varibel tersebut di wilayah yang berbeda
dan
menggunakan
alat
penelitiannya dapat dibandingkan.
110
analisis
yang
berbeda
sehingga
DAFTAR PUSTAKA Axelrod, D. 1988. Budgeting for Modern Government. St. Martin’s Press: New York. Arif Pratista, 2009, Statistik menjadi mudah dengan SPSS 17, PT Gramedia, Jakarta Adrienne Shall 2008 berdasarkan lesson learned di negara Afrika Selatan. Andryan Setyadharma, 2010, Uji Asumsi Klasik dengan SPSS.16, Fakultas Ekonomi Universiats Negeri Semarang. Brown, J.R. 2003. Performance-Based Budgeting. In Rabin, J. (Ed). Encyclopaedia of Public Administration and Public Policy. Marcel Dekker: New York. Barberton C. et al (2002) ‘South Africa’ in Folscher A. (ed) Budget Transparency and Participation: Five African Case Studies IDASA, Cape Town. Burger D. (2004/05) South Africa Yearbook [Online]. Available: http://www.gcis.gov.za/docs/publications/yearbook/transport.pdf. ( 2005, October 03). Christensen, P., McElravy, J. and Miranda, R. 2003. What is wrong with budgeting – a framework for evaluating and fixing public sector financial planning process. Government Finance Review, October, volume 19 No. 5. Dickey, T. 1992. Budgeting – A practical guide for better business planning. Crisp Publication Inc.London. Deddi Nordiawan, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat Jakarta. Gujarati, Damodar (1995). Basic Econometrics, (3rd edition). New York:Mc-Graw Hill, Inc Indra Bastian, 2007, Audit Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat Jakarta. Kajian Pengeluaran Publik, 2007, The World Bank, 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A. Mardiasmo, 2005, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi Yogyakarta. Mahmudi, 2010, Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Erlangga. Robinson M dan Brumby J : 2005, Performance budgeting, Palgrave Macmillan, October 2007
111
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Rosen Harvey S, 2005, Public Finance seventh Edition McGraw-Hill Education (Asia). Robinson, M., & Brumby. J. Does Performance Budgeting Work? An Analytical Review of The Empirical Literature. IMF Working Paper. 2005:210 Salvatore Schiavo Campo and Daniel Tommasi, 1999, Managing Goverment Expenditure : Asian Development Bank. Steven Cohen and William Eimicke, 1995, The New Effective Public Manager, Jossey-Bass Publisher San fransisco. Sugiyono (2000), Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta. The world bank, maret 2007, Kajian Pengeluaran Publik Indonesia : memaksimalkan peluang baru, The world bank office Jakarta. The world bank, 1998, Public Expenditure Management Handbook, The world bank wahington, D.C. William N Dunn, 2000 Pengantar Analisis Kebijakan Publik Gadjah Mada University press. Republik Indonesia. Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Republik Indonesia. Undang Perbendaharaan Negara.
Undang
nomor
1
tahun
2004
tentang
Republik Indonesia. Undang Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pengaruh Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Penganggaran Terpadu Dan Penganggaran Kinerja Terhadap Implementasi Anggaran Dan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintah Daerah Yang Baik Serta Implikasinya Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah Disertasi Oman Rusmana (2010) URI: http://repository.unpad.ac.id/handle/123456789/6014 Disertasi Julianto, Thesis : Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Tebing Tinggi : 2009 Tubagus Syah Putra, Thesis : Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Simalungun : 2010
112
DAFTAR PUSTAKA
Yusriati, thesis : Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal : 2007 Puji Agus & Rasida, Kajian Akademis : Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Efisiensi Operasional : 2011 Puji Agus & Widhayar RW, Kajian Akademis : Pengaruh Penghargaan dan Sanksi Terhadap Inisiatif Baru dengan Variabel Intervening Efisiensi Operasional : 2011
113
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 1 Data Variabel X1 Penganggaran Terpadu (Unified Budget)
114
LAMPIRAN 1
115
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 2. Data Variabel X2 Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)
116
LAMPIRAN 2
117
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 3 Data Variabel X3 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)
118
LAMPIRAN 3
119
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 4 Data Variabel Y Kinerja (Performance)
120
LAMPIRAN 4
121
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 5 Output spss Validitas & Reliabilitas X1 Penganggaran Terpadu, X2 Penganggaran Berbasis Kinerja, dan X3 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah.
Reliability Notes Output Created Comments Input
27-Aug-2012 15:57:16 Data
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Matrix Input Missing Value Handling
Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
Processor Time Elapsed Time
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_LAPORAN FINAL\01_validitas dan reliabilitas\GABUNGAN.sav DataSet1 <none> <none> <none> 20
User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on all cases with valid data for all variables in the procedure. RELIABILITY /VARIABLES=Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31 Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q38 /SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA /STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE /SUMMARY=TOTAL. 00:00:00.016 00:00:00.016
[DataSet1] E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_LAPORAN FINAL\01_validitas dan reliabilitas\GABUNGAN.sav
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N % Valid 20 100.0 a Excluded 0 .0 Total 20 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Cases
Reliability Statistics
122
LAMPIRAN 5
Cronbach's Alpha .964
N of Items 38
Item Statistics Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31 Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q38
Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9
Mean 1.2500 1.0500 1.2500 1.7500 3.1000 2.1000 1.6500 1.7500 1.7500 1.3500 2.1500 1.5000 1.1500 1.6000 1.3000 1.3500 1.7500 1.6500 1.0000 1.0500 1.2000 1.2000 1.0500 1.1000 1.1000 1.2000 1.4500 1.4000 1.3000 1.2000 1.0500 1.0500 1.3500 1.0500 .9500 1.0000 1.1000 1.3500
Std. Deviation .44426 .22361 .44426 .85070 1.86096 1.20961 .87509 .85070 1.11803 .74516 1.26803 .76089 .36635 .75394 .65695 .81273 1.06992 .87509 .32444 .39403 .52315 .61559 .51042 .55251 .44721 .41039 .75915 .82078 .73270 .41039 .39403 .22361 .67082 .22361 .39403 .32444 .30779 .67082
Scale Mean if Item Deleted 51.3500 51.5500 51.3500 50.8500 49.5000 50.5000 50.9500 50.8500 50.8500
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Item-Total Statistics Corrected ItemScale Variance Total if Item Deleted Correlation 323.292 .759 331.103 .549 323.292 .759 322.239 .414 283.421 .778 301.947 .766 312.366 .727 311.397 .783 301.292 .852
Cronbach's Alpha if Item Deleted .963 .964 .963 .964 .966 .963 .963 .962 .962
123
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Item Statistics Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31 Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31
124
Mean Std. Deviation N 1.2500 .44426 1.0500 .22361 1.2500 .44426 1.7500 .85070 3.1000 1.86096 2.1000 1.20961 1.6500 .87509 1.7500 .85070 1.7500 1.11803 1.3500 .74516 2.1500 1.26803 1.5000 .76089 1.1500 .36635 1.6000 .75394 1.3000 .65695 1.3500 .81273 1.7500 1.06992 1.6500 .87509 1.0000 .32444 1.0500 .39403 1.2000 .52315 1.2000 .61559 1.0500 .51042 1.1000 .55251 1.1000 .44721 1.2000 .41039 1.4500 .75915 1.4000 .82078 1.3000 .73270 1.2000 .41039 1.0500 .39403 1.0500 .22361 1.3500 .67082 1.0500 .22361 .9500 .39403 1.0000 .32444 1.1000 .30779 51.2500 313.776 50.4500 294.366 51.1000 313.463 51.4500 324.997 51.0000 319.263 51.3000 316.642 51.2500 309.671 50.8500 302.766 50.9500 310.787 51.6000 329.411 51.5500 329.208 51.4000 320.779 51.4000 321.832 51.5500 326.366 51.5000 323.632 51.5000 327.947 51.4000 323.411 51.1500 312.134 51.2000 320.168 51.3000 318.432 51.4000 323.411 51.5500 325.839
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 .806 .911 .801 .794 .586 .793 .884 .852 .780 .518 .438 .777 .607 .488 .588 .461 .816 .854 .503 .637 .816 .677
.962 .961 .962 .963 .963 .962 .962 .962 .962 .964 .964 .963 .963 .964 .963 .964 .963 .962 .964 .963 .963 .963
LAMPIRAN 5
Item Statistics Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31 Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q38
Mean 52.6000
Mean Std. Deviation N 1.2500 .44426 1.0500 .22361 1.2500 .44426 1.7500 .85070 3.1000 1.86096 2.1000 1.20961 1.6500 .87509 1.7500 .85070 1.7500 1.11803 1.3500 .74516 2.1500 1.26803 1.5000 .76089 1.1500 .36635 1.6000 .75394 1.3000 .65695 1.3500 .81273 1.7500 1.06992 1.6500 .87509 1.0000 .32444 1.0500 .39403 1.2000 .52315 1.2000 .61559 1.0500 .51042 1.1000 .55251 1.1000 .44721 1.2000 .41039 1.4500 .75915 1.4000 .82078 1.3000 .73270 1.2000 .41039 1.0500 .39403 1.0500 .22361 1.3500 .67082 1.0500 .22361 .9500 .39403 1.0000 .32444 1.1000 .30779 51.5500 331.103 51.2500 318.724 51.5500 330.366 51.6500 329.397 51.6000 330.147 51.5000 325.842 51.2500 318.724
Scale Statistics Variance Std. Deviation 335.621 18.31996
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 .549 .687 .640 .424 .455 .872 .687
.964 .963 .964 .964 .964 .963 .963
N of Items 38
125
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
126
Lampiran 6 Output spss Uji Normalitas
Regression Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 09:02:53 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
Variables Created or Modified
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots RES_1
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\01_uji normal ormalitas.sav DataSet0 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y /METHOD=ENTER X1 X2 X3 /SAVE RESID. 00:00:00.031 00:00:00.047 1956 bytes 0 bytes Unstandardized Residual
[DataSet0] E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\01_uji normal\normalitas.sav b
Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Method a X3, X1, X2 . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y b
Model d i m e n s i o n 0
1
R a .331
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate .109 .082 16.43030
127
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Model 1
Regression Residual Total
ANOVA df
Sum of Squares 3282.060 26725.514
b
Mean Square 1094.020 269.955
3 99
30007.575
F 4.053
Sig. a .009
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Coefficients
a
Model
1
(Constant)
Standardized Coefficients Beta
Unstandardized Coefficients B Std. Error 73.693 6.792
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
2.723 .298 -.195
1.504 .280 .440
.227 .196 -.075
Residuals Statistics Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y
Minimum 77.6792 -42.25945 -2.266 -2.572
Maximum 105.9353 43.79055 2.715 2.665
t
Sig.
10.850
.000
1.811 1.064 -.443
.073 .290 .659
a
Mean 90.5331 .00000 .000 .000
Std. Deviation 5.67248 16.18687 1.000 .985
N 103 103 103 103
Descriptives Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 09:05:04 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
128
Processor Time
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\01_uji normal ormalitas.sav DataSet0 <none> <none> <none> 103 User defined missing values are treated as missing. All non-missing data are used. DESCRIPTIVES VARIABLES=RES_1 /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX KURTOSIS SKEWNESS. 00:00:00.015
LAMPIRAN 6
Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 09:05:04 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\01_uji normal ormalitas.sav DataSet0 <none> <none> <none> 103 User defined missing values are treated as missing. All non-missing data are used. DESCRIPTIVES VARIABLES=RES_1 /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX KURTOSIS SKEWNESS.
Processor Time Elapsed Time
00:00:00.015 00:00:00.016
Unstandardized Residual Valid N (listwise)
Unstandardized Residual Valid N (listwise)
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Statistic Statistic Statistic 103 -42.25945 43.79055 103 Descriptive Statistics Skewness Statistic Std. Error -.450 .238
Mean Statistic .0000000
Std. Deviation Statistic 16.18687266
Kurtosis Statistic Std. Error .139 .472
129
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 7 Output spss Uji Linearitas
Means Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 09:44:53 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing
Cases Used
Syntax
Resources
Y * X1 Y * X2 Y * X3
Case Processing Summary Cases Included Excluded N Percent N Percent 103 100.0% 0 .0% 103 100.0% 0 .0% 103 100.0% 0 .0%
Report
130
For each dependent variable in a table, user-defined missing values for the dependent and all grouping variables are treated as missing. Cases used for each table have no missing values in any independent variable, and not all dependent variables have missing values. MEANS TABLES=Y BY X1 X2 X3 /CELLS MEAN COUNT STDDEV /STATISTICS ANOVA LINEARITY.
Processor Time Elapsed Time
Y * X1 Y X1 1.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 Total
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\02_Uji Linearitas\linearitas X1 Y.sav DataSet0 <none> <none> <none> 103
Mean 89.3100 73.9100 87.2011 91.4758 92.0478 99.1400 99.7250 114.2800 90.5331
N
Std. Deviation 1 1 61 12 9 13 4 2 103
. . 18.29632 12.29439 13.92950 12.26044 10.64872 33.88456 17.15202
00:00:00.015 00:00:00.014
Total N 103 103 103
Percent 100.0% 100.0% 100.0%
LAMPIRAN 7
ANOVA Table Y * X1
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 3415.171 2909.663 505.508 26592.404 30007.575
df 7 1 6 95 102
Mean Square 487.882 2909.663 84.251 279.920
ANOVA Table Y * X1
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
F 1.743 10.395 .301
Sig. .108 .002 .935
Within Groups Total Measures of Association R Y * X1
.311
R Squared .097
Eta .337
Eta Squared .114
Y * X2 Report Y X2 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00 30.00 31.00 32.00 34.00 35.00 36.00 37.00 38.00 39.00 40.00 42.00
Mean 94.2400 85.6410 83.0620 102.1750 103.0633 81.8600 74.8240 85.5333 82.2000 99.4850 82.9167 96.7060 85.6567 95.2225 101.6150 94.0800 85.6200 91.1100 95.1350 98.4500 105.2200 89.6800 90.3200 88.2500 76.0000 101.3300
N
Std. Deviation 1 30 5 2 3 2 5 3 2 4 3 5 3 4 4 1 3 1 2 1 3 1 1 1 1 1
. 20.95466 16.67960 4.03758 14.59524 23.84364 16.62488 18.76115 24.32447 10.57155 22.22105 4.44948 12.11545 4.29756 3.74075 . 15.76319 . .41719 . 19.64373 . . . . .
131
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
45.00 48.00 49.00 51.00 53.00 54.00 55.00 56.00 Total
87.0500 110.3700 91.1000 99.2200 108.9650 89.8250 92.5400 138.2400 90.5331
1 1 2 1 2 2 1 1 103
. . 8.34386 . 12.70671 12.48043 . . 17.15202
ANOVA Table Y * X2
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 9300.162 2371.990 6928.172 20707.412 30007.575
df
ANOVA Table F Y * X2
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
.939 7.904 .721
Within Groups Total
Measures of Association R Y * X2
.281
R Squared .079
Eta .557
Eta Squared .310
Y * X3 Report Y X3 11.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00
132
Mean 90.8900 127.7500 98.5100 94.7300 87.2060 87.8202 85.0922 91.0800 90.4880 80.6150 97.2800 99.3400 83.8400 95.4300 85.2000 98.7300
N
Std. Deviation 1 1 1 2 5 47 9 5 5 2 3 1 2 1 1 1
. . . 2.20617 19.74658 19.40861 16.51982 15.57662 11.30787 22.08294 8.24942 . 11.08743 . . .
Sig. .569 .006 .845
33 1 32 69 102
Mean Square 281.823 2371.990 216.505 300.107
LAMPIRAN 7
29.00 30.00 31.00 32.00 33.00 34.00 35.00 36.00 37.00 38.00 40.00 41.00 46.00 Total
90.3200 98.4500 91.4350 98.2800 117.9500 99.2200 93.5150 89.6800 104.5100 92.5400 97.0000 81.0000 138.2400 90.5331
1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 103
. . 2.02940 . . . 9.14289 . 8.28729 . . . . 17.15202
ANOVA Table Y * X3
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 6546.749 1416.113 5130.636 23460.825 30007.575
df 28 1 27 74 102
Mean Square 233.812 1416.113 190.024 317.038
ANOVA Table F Y * X3
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
.737 4.467 .599
Sig. .815 .038 .931
Within Groups Total
Measures of Association R Y * X3
.217
R Squared .047
Eta .467
Eta Squared .218
133
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 8 Output spss Uji Autokorelasi
Regression Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 10:36:41 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\03_autokorelasi\autokorelasi.sa v DataSet1 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y /METHOD=ENTER X1 X2 X3 /RESIDUALS DURBIN.
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots
00:00:00.016 00:00:00.031 1956 bytes 0 bytes
b
Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Method a X3, X1, X2 . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y
b
Model d i m e n s i o n 0
1
R a .331
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate .109 .082 16.43030
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
134
Durbin-Watson 1.712
LAMPIRAN 8
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3282.060 26725.514
ANOVA df
b
Mean Square 1094.020 269.955
3 99
30007.575
F 4.053
Sig. a .009
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Coefficients
a
Model
1
(Constant)
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
Standardized Coefficients Beta
Unstandardized Coefficients B Std. Error 73.693 6.792 2.723 .298 -.195
1.504 .280 .440
.227 .196 -.075
Residuals Statistics Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y
Minimum 77.6792 -42.25945 -2.266 -2.572
Maximum 105.9353 43.79055 2.715 2.665
t
Sig.
10.850
.000
1.811 1.064 -.443
.073 .290 .659
a
Mean 90.5331 .00000 .000 .000
Std. Deviation 5.67248 16.18687 1.000 .985
N 103 103 103 103
135
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 9 Output spss Multikolinearitas
Regression Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 10:53:58 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\04_multikolinearitas\multikolinier itas.sav DataSet1 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y /METHOD=ENTER X1 X2 X3.
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots
b
Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Method a X3, X1, X2 . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y
Model d i m e n s i o n 0
1
R a .331
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate .109 .082 16.43030
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
136
00:00:00.031 00:00:00.032 1948 bytes 0 bytes
LAMPIRAN 9
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3282.060 26725.514
ANOVA df
b
Mean Square 1094.020 269.955
3 99
30007.575
F 4.053
Sig. a .009
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
Coefficients
a
Model
1
(Constant)
Unstandardized Coefficients B Std. Error 73.693 6.792
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
2.723 .298 -.195
Standardized Coefficients Beta
1.504 .280 .440
.227 .196 -.075
t
Sig.
10.850
.000
1.811 1.064 -.443
.073 .290 .659
a
Model 1
Coefficients Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant)
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
.572 .265 .310
1.748 3.768 3.231
Collinearity Diagnostics Model
Dimension Eigenvalue
1
1 2 3 4 a. Dependent Variable: Y d i m e n s i o n 0
a
dimension1
Condition Index
3.863 .085 .035 .017
1.000 6.723 10.517 15.292
(Constant) .00 .33 .19 .48
Variance Proportions X1 X2 .00 .00 .01 .22 .88 .00 .10 .78
137
X3 .00 .01 .15 .84
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 10 Output spss Heterokedastisitas
Regression Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 11:06:37 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
Variables Created or Modified
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots RES_1
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\05_heteroskedastisitas\heteroke dastisitas.sav DataSet1 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y /METHOD=ENTER X1 X2 X3 /SAVE RESID. 00:00:00.031 00:00:00.062 1956 bytes 0 bytes Unstandardized Residual
b
Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered/Removed Variables Variables Method Entered Removed a X3, X1, X2 . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y
b
Model d i m e n s i o n 0
1
R a .331
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate .109 .082 16.43030
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y
138
LAMPIRAN 10
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 3282.060 26725.514 30007.575
ANOVA df
b
Mean Square 1094.020 269.955
3 99
F 4.053
Sig. a .009
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y Coefficients
a
Model
1
(Constant)
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
Standardized Coefficients Beta
Unstandardized Coefficients B Std. Error 73.693 6.792 2.723 .298 -.195
1.504 .280 .440
.227 .196 -.075
Residuals Statistics Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y
Minimum 77.6792 -42.25945 -2.266 -2.572
Maximum 105.9353 43.79055 2.715 2.665
t
Sig.
10.850
.000
1.811 1.064 -.443
.073 .290 .659
a
Mean 90.5331 .00000 .000 .000
Std. Deviation 5.67248 16.18687 1.000 .985
N 103 103 103 103
Regression Notes Output Created Comments Input
30-Aug-2012 11:09:13 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh_ver.1\02_Uji Asumsi Klasik\05_heteroskedastisitas\heteroke dastisitas.sav DataSet1 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used.
139
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Syntax
REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT abresid /METHOD=ENTER X1 X2 X3 /SAVE RESID.
Resources
Variables Created or Modified
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots RES_2
00:00:00.047 00:00:00.048 1996 bytes 0 bytes Unstandardized Residual
b
Model d i m e n s i o n 0
1
Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed Method a X3, X1, X2 . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: abresid
b
Model d i m e n s i o n 0
R a .232
1
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate .054 .025 9.86500
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: abresid
Model 1
Regression Residual
Sum of Squares 546.263 9634.506
Total
10180.768
ANOVA df
b
Mean Square 182.088 97.318
3 99
F 1.871
Sig. a .139
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: abresid
Coefficients Model
1
(Constant)
Unstandardized Coefficients B Std. Error 15.981 4.078
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: abresid
140
-.361 -.287 .274
.903 .168 .264
a
Standardized Coefficients Beta -.052 -.324 .182
t
Sig.
3.919
.000
-.399 -1.705 1.037
.690 .091 .302
LAMPIRAN 10
Residuals Statistics Minimum Predicted Value 6.4302 Residual -14.31241 Std. Predicted Value -2.698 Std. Residual -1.451 a. Dependent Variable: abresid
Maximum 15.9651 28.90759 1.422 2.930
a
Mean 12.6739 .00000 .000 .000
Std. Deviation 2.31420 9.71884 1.000 .985
N 103 103 103 103
141
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Lampiran 11 Output spss Regresi Berganda
Regression Notes Output Created Comments Input
28-Nov-2012 12:27:55 Data
Missing Value Handling
Active Dataset Filter Weight Split File N of Rows in Working Data File Definition of Missing Cases Used
Syntax
Resources
E:\BACKUP\Kajian Akademis 2012\kajian_puji agus_riyanto\01_kajian akademis 2012 Puji Agus & Riyanto BDK cmh\Kajian Akademis Puji Agus dan Riyanto FINAL revisi Seminar\regresi final.sav DataSet0 <none> <none> <none> 103 User-defined missing values are treated as missing. Statistics are based on cases with no missing values for any variable used. REGRESSION /DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA CHANGE ZPP /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT Y /METHOD=ENTER X1 X2 X3.
Processor Time Elapsed Time Memory Required Additional Memory Required for Residual Plots
00:00:00,031 00:00:00,022 1948 bytes 0 bytes
Descriptive Statistics Y X1 X2 X3
Mean 90,5331 4,8835 25,9126 21,4757
Std. Deviation 17,15202 1,43008 11,26952 6,64483
N 103 103 103 103
Correlations Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
142
Y X1 X2 X3 Y
Y 1,000 ,311 ,281 ,217 .
X1 ,311 1,000 ,651 ,573 ,001
X2 ,281 ,651 1,000 ,830 ,002
X3 ,217 ,573 ,830 1,000 ,014
LAMPIRAN 11
X1 X2 X3 Y X1 X2 X3
N
Model d i m e n s i o n 0
1
,001 . ,002 ,014 103 103 103 103
Variables Entered/Removed Variables Variables Entered Removed a X3, X1, X2 .
,000 ,000 . ,000 103 103 103 103
,000 . 103 103 103 103
,000 ,000 103 103 103 103
b
Method Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y
Model d i m e n s i o n 0
R a ,331
1
Model Summary Adjusted R Std. Error of the R Square Square Estimate ,109 ,082 16,43030
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 Model Summary Change Statistics
Model
d i m e n s i o n 0
R Square Change ,109
1
Model 1
F Change 4,053
Sum of Squares 3282,060 26725,514
Regression Residual Total
df1
df2 3
ANOVA df
99
b
Mean Square 1094,020 269,955
3 99
30007,575
Sig. F Change ,009
F 4,053
Sig. a ,009
102
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2 b. Dependent Variable: Y Coefficients Model
1
Unstandardized Coefficients B Std. Error 73,693 6,792
(Constant)
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
2,723 ,298 -,195
a
Standardized Coefficients Beta
1,504 ,280 ,440
,227 ,196 -,075
t
Sig.
10,850
,000
1,811 1,064 -,443
,073 ,290 ,659
a
Coefficients Correlations Zero-order Partial
Model 1
Part
(Constant) X1 X2 X3
,311 ,281 ,217
,179 ,106 -,044
,172 ,101 -,042
143
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
a
Coefficients Correlations Zero-order Partial
Model 1
X1 X2 X3 a. Dependent Variable: Y
,311 ,281 ,217
,179 ,106 -,044
144
Part
(Constant) ,172 ,101 -,042
Lampiran 12 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN Oleh : Puji Agus & Riyanto
Judul Penelitian:
PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER: 1. Dengan hormat, mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi atau memberi jawaban atas pernyataan dan pertanyaan yang diajukan; 2. Pernyataan dan pertanyaan yang diajukan atau jawaban yang diterima hanya untuk tujuan ilmiah, dan tidak berpengaruh terhadap posisi, kedudukan dan atau kepentingan Bapak/Ibu; 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara umum oleh pemerintah pusat untuk memberikan informasi dan masukan tentang pentingnya penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah terhadap kinerja; 4. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penelitian pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan RI. Oleh sebab itu kami mohon dengan hormat kesediaan dan kesungguhan Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu dari kesibukan kerja untuk mengisi kuesioner ini. Besar sekali harapan kami kepada Bapak/Ibu yang berkenaan berkontribusi secara positif terhadap penelitian kami ini. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu tak lupa kami ucapkan terima kasih.
145
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Kami mohon Bapak/Ibu memberikan informasi mengenai: a. Nama (boleh tidak di isi)
: ....................................................................................
b. Jenis Kelamin c. Jabatan
: Pria
Kepala Sub Bagian Kepala Sub Bidang
d. e.
Lainnya..............................................
Wanita
: Kepala Badan Kepala Pusat Kepala Sub Bidang Kepala Bagian Kepala Bidang Kepala Seksi
Pengalaman Menduduki Jabatan : 1 – 5 tahun 6 – 10 tahun 0 > 10 tahun Usia
: .............Tahun
A. Penganggaran Terpadu. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk memberi tanda silang (X) atau contreng (√) pada jawaban yang sesuai ( ) dengan proses pelaksanaan penganggaran pada satuan kerja periode Tahun 2010-‐2014 khususnya tahun 2011. (pilihan jawaban dapat lebih dari satu) Integrasi belanja rutin dengan belanja modal. 1. Integrasi perencanaan belanja rutin dan belanja modal. Dalam perencanaan pada satuan kerja telah terintegrasi antara belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure). Dalam perencanaan pada satuan kerja telah diperhitungkan implikasi belanja rutin (current expenditure) yang akan datang terhadap belanja modal (capital expenditure) tahun berjalan. 2. Integrasi anggaran belanja rutin dan anggaran belanja modal. Dalam melakukan penganggaran satuan kerja berpedoman hasil proses perencanaan. Dalam penganggaran tidak memisahkan belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure). 3. Implikasi belanja rutin terhadap anggaran belanja modal.
Dalam melakukan penganggaran satuan kerja mempertimbangkan Implikasi belanja modal (capital / development expenditure) tahun berjalan terhadap belanja rutin (current expenditure) tahun yang akan datang. Dalam penganggaran belanja rutin (current expenditure) mempertimbangkan belanja modal (capital expenditure) tahun
146
LAMPIRAN 12
sebelumnya. Kesatuan pelaksanaan belanja rutin dengan belanja modal. 4. Proses Pelaksanaan belanja pada satuan kerja. Dalam dokumen pagu anggaran satuan kerja memperoleh belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) dalam satu dokumen pagu anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran satuan kerja memperoleh otoritas penuh dalam belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure). Satuan kerja melakukan pertanggungjawaban belanja rutin (current expenditure) dan belanja modal (capital expenditure) sebagai satu kesatuan pertanggungjawaban belanja. B. Penganggaran berbasis kinerja. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk memberi tanda silang (X) atau contreng (√) pada jawaban yang sesuai ( ) dengan proses pelaksanaan penganggaran pada satuan kerja periode Tahun 2010-‐2014 khususnya tahun 2011. (pilihan jawaban dapat lebih dari satu) Perumusan Strategi 5. Rumusan visi yang di tetapkan oleh satuan kerja. Mencerminkan apa yang ingin dicapai satuan kerja, Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas. Menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategi yang ada pada satuan kerja Memiliki orientasi terhadap masa depan. Menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan satuan kerja Menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi 6. Rumusan misi yang di tetapkan oleh satuan kerja. Melingkupi semua pesan yang terdapat dalam visi Memberikan arah dan fokus strategi yang jelas Memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani satuan kerja Memperhitungkan berbagai masukan dari stakeholders 7. Rumusan arah dan tujuan yang di tetapkan oleh satuan kerja, mampu dalam? Melingkupi visi dan misi yang telah ditetapkan Merupakan penjabaran misi satuan kerja Menjembatani keadaan sekarang dan keadaan masa depan
147
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
Perencanaan Strategik 8. Proses penyusunan rencana strategis oleh satuan kerja. Informasi kekuatan dan peluang yang sedang dan akan dihadapi Informasi kelemahan dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi Penyusunan rencana strategis melahirkan program/kegiatan. 9. Program/kegiatan merepresentasikan outcome. Satuan kerja melakukan perumusan strategi bisnis Satuan kerja mengkomunikasikan strategi tersebut ke seluruh organisasi Satuan kerja mengembangkan dan menggunakan taktik untuk melaksanakan strategi Satuan kerja mengembangkan dan menerapkan sistem pengendalian manajemen untuk memonitor pelaksanaan strategi Perencanaan strategik menghasilkan sasaran strategik dan target yang akan dicapai berupa outcome. 10. Satuan kerja dapat melakukan tindakan koreksi. Satuan kerja melakukan evaluasi strategi Satuan kerja melakukan revisi terhadap strategi Satuan kerja dapat melakukan tindakan koreksi strategi 11. Satuan kerja manargetkan outcome yang bersifat.
Spesifik dan jelas Dapat diukur secara obyektif Relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas Menggambarkan hasil atau kondisi yang ingin dicapai
Pembuatan Program 12. Program dan kegiatan yang disusun oleh satuan kerja.
Sesuai dengan tujuan dan misi satuan kerja. Sesuai dengan perencanaan. Aktivitas satuan kerja dan program yang dibuat selaras dan mempunyai tujuan yang relatif sama 13. Kemampuan satuan kerja dalam memanfaatkan sumber daya untuk pelaksanaan.
Satuan kerja mampu menggunakan keahlian (skill) yang dimiliki untuk melaksanakan program yang telah dibuat
Satuan kerja memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan program dan kegiatan yang telah disusun
Paling baik ditinjau dari segi sumber daya dan programnya 14.
Pengkoordinasian program pada satuan kerja, dilaksanakan dengan?
Penempatan program-‐program pada fungsi /subfungsi yang sesuai
148
LAMPIRAN 12
Penyesuaian/penambahan program-‐program satuan kerja konsisten dengan tugas pokok dan fungsi
Penempatan kegiatan-‐kegiatan pada program yang benar-‐benar sesuai, sehingga keluaran/output kegiatan menunjang tercapainya hasil dari program. Penganggaran 15. Mekanisme penyusunan anggaran satuan kerja diantaranya?
Terdapat kejelasan anggaran dalam setiap program dan kegiatan Pengangaran program dan kegiatan memiliki penjelasan atas anggaran secara deskriptif
Penjelasan secara deskriptif menggambarkan keseluruhan aspek dari setiap kegiatan /program 16.
Penentuan anggaran pada satuan kerja berdasarkan aktivitas.
Besaran anggaran berdasarkan pada kegiatan yang direncanakan. Menghasilkan alokasi dana yang akurat dan adil bagi setiap aktivitas Memberi kesempatan bagi setiap satuan kerja untuk melaksanakan pemilihan kegiatan
Dilakukan oleh pengelola keuangan daerah 17.
Anggaran yang disusun oleh satuan kerja, mempertimbangkan?
Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja Standar pelayanan yang diharapkan Perkiraan biaya (input) dari kegiatan yang bersangkutan Perkiraan hasil (output) dari kegiatan yang bersangkutan
18. Untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan, satuan kerja menggunakan data kinerja ?
Standar Analisis Belanja (SAB) Standar Biaya Tolak ukur kinerja Standar pelayanan minimal
19. Dalam proses penganggaran pada satuan kerja.
Pengendalian atas penetapan anggaran dilakukan berdasarkan jabatan Pengendalian dilakukan oleh kepala eksekutif 20. Dalam proses penganggaran pada satuan kerja.
Menekankan setiap pos anggaran berdasarkan aktivitas yang bersangkutan Perhitungan anggaran berdasarkan frekuensi aktivitas. C. Kami mohon Bapak/Ibu memberikan jawaban mengenai Kerangka pengeluaran jangka menengah. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk memberi tanda silang (X)
149
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
atau contreng (√) pada jawaban yang sesuai ( ) dengan proses pelaksanaan penganggaran pada satuan kerja periode Tahun 2010-‐2014 khususnya tahun 2011 (pilihan jawaban dapat lebih dari satu). Kerangka Konseptual 21. Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget). Dalam penganggaran pada satuan kerja mempergunakan kebijakan sebagai basis utama (policy driven) dalam proses penganggaran (budget aligment). Dalam penganggaran pada satuan kerja mengidentifikasi kembali biaya-‐ biaya yang diperlukan bagi implementasi program dan kegiatan yang telah disetujui tahun sebelumnya. Dalam penganggaran pada satuan kerja ada kejelasan kebijakan yang disusun memberikan informasi yang jelas mengenai target dan rencana penyelesaian kebijakan tersebut. 22. Adanya angka dasar (base line). Dalam penganggaran pada satuan kerja terdapat angka dasar yang merupakan jumlah total biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan tahun berjalan dan tahun-‐tahun berikutnya. Dalam penganggaran pada satuan kerja terdapat penetapan kebijakan multi tahun yang akan dilanjutkan pada tahun-‐tahun mendatang. angka dasar (base line) telah menghitung selurh biaya (full costing). 23. Adanya parameter (assumption). Dalam penganggaran satuan kerja mengidentifikasi parameter ekonomi dan nonekonomi. Dalam penganggaran satuan kerja dilakukan penetapan parameter. Dalam penganggaran satuan kerja parameter-‐parameter yang diidentifikasi mempengaruhi proyeksi perhitungan anggaran. 24. Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar. Dalam penganggaran dimungkinkan penyesuaian terhadap angka dasar (baseline adjustment). Satuan kerja dapat melakukan penyesuaian terhadap angka dasar (baseline adjustment). Penyesuaian angka dasar (baseline adjustment) dilakukan untuk kesinambungan implementasi kebijakan. 25. Adanya mekanisme pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new policy proposal). Dalam penganggaran terdapat mekanisme pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru. Pengajuan usulan kebijakan baru diajukan setelah mendapatkan informasi ruang fiskal (fiscal space) berdasarkan perhitungan pyoyeksi anggaran yang tersedia (resource availibility). Pengajuan usulan kebijakan baru berdasarkan hasil evaluasi kebijakan sebelumnya.
150
LAMPIRAN 12
Lingkungan 26. Kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan saling terkait. Satuan kerja telah mengaitkan antara kebijakan dengan perencanaan. Satuan kerja telah mengaitkan antara perencanaan dengan penganggaran. 27. Proses pengambilan keputusan yang terkendali. Penyusunan kegiatan mengacu pada sasaran program. Pembiayaan disesuaikan dengan kegiatan yang diharapkan. Terdapat informasi atas hasil evaluasi dan monitoring kegiatan yang lalu. 28. Tersedianya media kompetisi. Setiap alternatif kebijakan memiliki kesempatan yang sama untuk diambil. Setiap alternatif program memiliki kesempatan yang sama untuk diambil. Setiap alternatif kegiatan memiliki kesempatan yang sama untuk diambil 29. Kapasitas penyesuaian program dan kegiatan. Setiap kebijakan dapat menyesuaikan dengan alokasi anggaran Setiap program dapat menyesuaikan dengan alokasi anggaran. Setiap kegiatan dapat menyesuaikan dengan alokasi anggaran. Prinsip Kerja 30. Pendekatan Top-‐Down untuk nilai batas tertinggi. Satuan kerja mendapatkan data nilai batas tertinggi (hard budget constraint). Dalam penganggaran satuan kerja menggunakan nilai batas tertinggi (hard budget constraint). 31. Pendekatan Bottom Up untuk estimasi kebutuhan. Satuan kerja melakukan estimasi kebutuhan sumber daya anggaran tahun berjalan. Satuan kerja melakukan estimasi kebutuhan sumber daya anggaran jangka menengah. 32. Kerangka kerja anggaran. Satuan kerja memiliki kerangka kerja anggaran untuk menghasikan kebutuhan dengan ketersediaan dana tahun berjalan. Satuan kerja memiliki kerangka kerja anggaran untuk menghasikan kebutuhan dengan ketersediaan dana jangka menengah. Tahapan KPJM 33. Evaluasi kebijakan berjalan. Satuan kerja melakukan evaluasi kebijakan berjalan dengan menggunakan cost-‐effectiveness analysis. Satuan kerja melakukan evaluasi kebijakan berjalan dengan menggunakan cost-‐benefit analyssis.
151
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
34. Penyusunan dana prioritas. Satuan kerja melakukan perhitungan alokasi pendanaan yang dibutuhkan kebijakan. Satuan kerja melakukan perhitungan alokasi pendanaan yang dibutuhkan kebijakan prioritas. 35. Proses Penganggaran. Satuan kerja melakukan proses perhitungan anggaran kebijakan lanjutan dengan penyesuaian-‐penyesuaian parameter yang ada. Satuan kerja melakukan proses perhitungan anggaran kembali jika ada kebijakan baru. 36. Penetapan baseline anggaran. Satuan kerja melakukan penetapan biaya dalam jangka menengah. Penetapan biaya dilakukan dengan menjumlahkan kegiatan berjalan dengan kegiatan baru. 37. Penetapan parameter/indikator yang akan mempengaruhi besaran alokasi. Satuan kerja menggunakan penetapan indikator ekonomi. Satuan kerja menggunakan penetapan indikator nonekonomi. Parameter-‐parameter akan digunakan dalam menentukan besaran estimasi alokasi anggaran. 38. Penetapan perkiraan maju. Satuan kerja melakukan perencanaan dalam prakiraan maju. Satuan kerja melakukan penganggaran dalam prakiraan maju. Prakiraan maju dilakukan (t+3) atau tiga tahun. D. Kinerja Mohon Bapak / ibu menyertakan laporan kinerja format Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan tahun 2011 atau Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
152
RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Puji Agus, SST., Ak, M.Ak
NIP
: 197508231999031002
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta/23 Agustus 1975
Unit Organisasi
: BDK Cimahi
Riwayat Pekerjaan/Jabatan: 1. Pelaksana BDK VII Cimahi Tahun 1999 2. Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Tahun 2009 3. Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Cimahi Riwayat Pendidikan: 1. Diploma III STAN 2. Diploma IV STAN 3. Magister Akuntansi Universitas Padjadjaran Bandung Karya yang Pernah Dibuat: 1. Manajemen Aset Daerah 2011 2. Puji Agus & Rasida, Kajian Akademis: Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah terhadap Efisiensi Operasional : 2011 3. Puji Agus & Widhayat RW, Kajian Akademis: Pengaruh Penghargaan dan Sanksi Terhadap Inisiatif Baru dengan Variabel Intervening Efisiensi Operasional : 2011
153
KAJIAN AKADEMIS PENGARUH IMPLEMENTASI PENGANGGARAN TERPADU, PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA, DAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH TERHADAP KINERJA (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA PEMERINTAH PUSAT DI JAWA BARAT)
RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Riyanto
NIP
: 197510011996021001
Tempat/Tanggal Lahir
: Tegal/1 Oktober 1975
Unit Organisasi
: BDK Cimahi
Riwayat Pekerjaan/Jabatan: 1.
Pelaksana pada Sekretariat BPPK Tahun 1997
2.
Pelaksana BDK Cimahi
3.
Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Cimahi Tahun 2010
Riwayat Pendidikan: 1. Diploma III STAN 2. Sarjana Ekonomi Universitas Garut 3. Magister Manajemen Universitas ARS Internasional Bandung Karya yang Pernah Dibuat: 1. Manajemen Aset Daerah 2011 2. Manajemen Perpustakaan Sekolan Berbasis Komputer 2012
154