BELAJAR TUNTAS (MASTERY LEARNING) Oleh: Basuki,M.Pd. Widyaiswara Madya Abstrak Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnya. Sebagian besar sesungguhnya tidak menguasainya. Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery Learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual. Belajar tuntas (mastery Learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal. Kata kunci: Belajar Tuntas Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar. Sedangkan inti proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu mengajar tidak dapat dipisahkan dari belajar, sehingga dalam peristilahan kependidikan kita mengenal ungkapan proses belajar mengajar selanjutnya disingkat KBM. Menganalisis proses belajar mengajar pada intinya tertumpu pada suatu persoalan yaitu bagaimana guru memberi kemungkinan bagi siswa agar terjadi proses belajar mengajar yang efektif atau
dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan. Menurut Ali (2002;1) proses KBM membawa implikasi ke persoalan seperti 1) guru harus mempunyai pegangan asasi tentang mengajar dan dasar-dasar teori belajar, 2) guru harus dapat mengembangkan sistem pengajaran, 3) guru harus mampu melakukan proses belajar mengajar yang efektif dan 4) guru harus mampu melakukan penilaian hasil belajar sebagai dasar umpan balik bagi seluruh proses yang ditempuh. Banyak pandangan kita jumpai tentang mengajar. Setiap pandangan membawa implikasi terhadap pelaksanaan pengajaran dilakukan
pemegang pandangan
itu.
Sebagaimana
mengajar,
tentang belajar pun terdapat aneka ragam pandangan. Masingmasing pendangan atau teori mempunyai relevansi dengan situasi tertentu. Oleh karena itu guru harus memiliki pengetahuan minimal tentang teori belajar maupun mengajar sebagai pegangan dalam praktek. Tujuan
guru
mengajar
adalah
agar
bahan
yang
disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi. Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Mendasarkan hasil pelajaran pada kurva normal berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari anak-anak yang kita harapkan dapat memahami pelajaran kita sepenuhnya. Sebagian besar sesungguhnya tidak menguasainya. Apakah guru boleh puas dengan hasil yang demikian ? Apakah guru boleh merasakan bahwa guru telah menunaikan tugasnya dengan hasil yang mengikuti distribusi kurva normal? Dalam praktek, pengajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Agar pengajaran dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang direncanakan guru perlu mempertimbangkan strategi belajar mengajar yang efektif. Ali (2002;2) menyatakan ada dua macam pendekatan dalam strategi mengajar dapat dipilih,
yaitu 1) strategi mengajar pendekatan kelompok dan 2) strategi mengajar pendekatan individual. Strategi mengajar pendekatan kelompok berkenaan dengan pengajaran suatu bahan pelajaran sama dalam waktu bersamaan untuk sekelompok siswa. Fokus pembahasan tentang strategi ini berkaitan dengan: 1) bagaimana melakukan entry behavior yaitu mengenal kemampuan awal siswa sebelum berlangsungnya proses belajar mengajar; 2) bagaimana memilih metode yang efektif; 3) bagaimana memilih alat pelajaran yang relevan; 4) bagaimana melakukan pengendalian waktu. Bila diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery Learning). Dengan konsep ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar dengan pendekatan individual. Belajar tuntas (mastery Learning)
merupakan proses
pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan
untuk
mengadaptasikan
kelompok
besar
(pengajaran
pembelajaran
klasikal),
membantu
pada
siswa
mengatasi
perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal. Belajar tuntas dilandasi dua asumsi, pertama, bahwa adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial (bakat). John B Carrol (Yamin 2008;215) menyatakan bahwa anak didik apabila didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya
secara
potensial
untuk
beberapa
bidang
pengajaran, kemudian siswa diberi pengajaran yang sama dan hasil belajar diukur, ternyata menunjukkan distribusi normal. Hal ini
berarti bahwa anak didik yang berbakat cenderung memperoleh nilai yang tinggi Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur, maka semua peserta didik (siswa) akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya. Tujuan proses mengajar belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Ini disebut ”mastery learning” atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita
cita
ini
meninggalkan
hanya kurva
dapat
dijadikan
tujuan
normal
sebagai
patokan
apabila
guru
keberhasilan
mengajar. Bila kita ingin agar seseorang mau belajar terus sepanjang hidupnya, maka pelajaran di sekolah harus merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Siswa yang sering frustasi karena mendapat angka yang rendah di samping teguran, kecaman, dan celaan akan benci terhadap segala bentuk pelajaran formal dan tidak mempunyai cukup motivasi untuk melanjutkan pelajarannya. Dan selama angka-angka yang baik hanya diberikan kepada sejumlah kecil saja dari siswa, maka sebagian besar yang mendapat angka rendah dan mengalami frustasi akan berhenti belajar dan tidak mengembangkan bakat yang dapat disumbangkannya kepada masyarakat. Bila kita dapat membimbing anak-anak sehingga semua atau hampir semua berhasil, maka ini akan membawa keuntungan besar bagi murid, orang tua maupun negara. A. Prinsip Belajar Tuntas Pada dasarnya belajar tuntas (mastery learning) akan menciptakan siswa memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak yang tidak cerdas. Belajar tuntas (mastery learning) menciptakan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan anak didik yang kurang
cerdas
mencapai
sebagian
tujuan
pembelajaran
atau
tidak
mencapai sama sekali tujuan pembelajaran. John B Carrol (Yamin, 2008;216) menyatakan bahwa siswa yang berbakat tinggi memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan siswa yang memiliki bakat rendah. Siswa dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pengajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Semiawan intelektual,
(1997;113)
aspek
teoritis,
menyatakan dan
tingkat
bahwa
perilaku
abstraksi
mereka
menunjukkan karakteristik mental yang berbeda dalam kecepatan melihat hubungan yang bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi logis, mudah mengadaptasikan prinsip abstrak ke situasi konkret dengan mengkaji komponen situasi yang identik, serta mampu menggeneralisasikan. Winkel (1996;414) bilamana seorang siswa tidak mencapai tingkat keberhasilan yang dituju, hal ini tidak disediakan jumlah waktu yang cukup, sesuai dengan kebutuhan siswa atau karena waktu yang disediakan dan sebenarnya cukup itu, tidak digunakan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian, tingkat penguasaan dalam belajar bergantung dengan jumlah waktu yang disediakan, misalnya bila seseorang hanya belajar dengan sungguh-sungguh selama 2 jam, padahal disediakan jumlah waktu 3 jam, maka tingkat penguasaan atau tingkat keberhasilan hanya mencapai 67% dari target yang direncanakan. Waktu yang disediakan untuk belajar, selain bergantung pada kecepatan belajar siswa, juga ikut ditentukan oleh kualitas pengajaran dan kemahiran siswa untuk menangkap suatu uraian dalam bentuk lisan dan tertulis. B. Strategi Belajar Tuntas (Mastery Learning) Belajar tuntas (mastery learning) bilamana dilakukan dalam kondisi yang tepat dengan semua siswa mampu belajar dengan baik,
dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan terutama
dalam
mengornisir
tujuan
dan
bahan
belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberi bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Supaya
pembelajaran
terstruktur,
menurut
Winkel
(1996;413) menyarankan: 1) tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan dirangkaikan dan materi pelajaran dibagi-bagi atas unit-unit pelajaran yang diurutkan, sesuai dengan rangkaian segala tujuan pembelajaran; 2) dituntut
supaya
siswa
mencapai
tujuan
pembelajaran
dan
pembelajaran harus tercapai lebih dahulu, sebelum siswa maju lebih lanjut dan seterusnya. Dengan kata lain yang berikutnya tidak dimulai, sebelum yang sebelumnya dikuasai, maka sistem belajar ini menekankan penguasaan (mastery); 3) ditingkat motivasi belajar siswa dan efektivitas usaha belajar siswa, dengan memonitor proses belajar
siswa
melalui
testing
berkala
dan
kontinyu,
serta
memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau kegaggalannya pada saat-saat itu juga (testing formatif); 4) diberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan pada saat-saat yang tepat, yaitu sesudah penyelenggaraan testing formatif dan dengan cara yang efektif untuk siswa bersangkutan. Banyamin S Bloom (Yamin, 2008;219) menyebutkan tiga strategi dalam belajar tuntas yaitu mengidentifikasi prakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar, dan mengimplementasikan
dalam
pembelajaran
klasikal
dengan
memberi bumbu untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual yang menliputi: 1) corrective technique , pengajaran remidial yang dilakukan dengan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang
gagal dicapai oleh siswa, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; 2) memberikan tambahan waktu kepada siswa yang membutuhkan (belum menguasai bahan secara tuntas). C. Prosedur Belajar Tuntas. Banyamin S Bloom berpendapat bahwa tingkat keberhasilan atau penguasaan itu dapat dicapai, kalau pengajaran yang diberikan secara klasikal bermutu baik dan berbagai tindakan korektif terhadap siswa yang mengalami kesulitan, dilakukan dengan tepat. Dengan demikian, kalau kurang 95% siswa di kelas mencapai taraf penguasaan yang ditentukan, kesalahan dilimpahkan pada tenaga pengajar (guru), bukan pada siswa. Untuk mengatasi kesalahan yang dilimpahkan kepada guru secara oprasional Bloom (Winkel, 1996;415) menyiapkan langkahlangkah
sebagai
berikut:
1)
menentukan
tujuan-tujuan
pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun yang khsusu; 2) menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran
yang
dirangkaikan,
yang
masing-masing
dapat
diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu; 3) memberi pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari; 4) memberikan tes kepada siswa pada akhir masingmasing unit pelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran. Tes bersifat formatif yaitu bertujuan mengetahui sampai berapa jauh siswa berhasil dalam pengelolaan materi pelajaran (diagnostic progress test) Dalam testing formatif ini, diterapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya minimal 85% dari jumlah pertanyaan dalam tes dijawab betul, supaya siswa dinyatakan berhasil atau telah menguasai tujuan pembelajaran.
; 4 ) siswa belum mencapai tingkat
penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku pelajaran lain, mengambil unit pelajaran yang telah
diprogramkan; 5) setelah semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran berikutnya. Menurut Bloom, tidak mesti satu kelas harus menguasai tes sumatif, namun 95% dari jumlah siswa boleh diharapkan mereka berhasil. Tingkat penguasaan untuk setiap unit pelajaran, tidak harus sama dengan tingkat penguasaan untuk seluruh rangkaian unit pelajaran, namun kedua-duanya tidak dituntut sempurna atau 100% berhasil. Dalam tes formatif hanya dituntut keberhasiln sebanyak minimal 85% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul, sedang tes sumatif dituntut tingkat keberhasilan sebanyak minimal 80% 90% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul.
DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad. 2002. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Indonesia. Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.Indonesia. Nasution, S. 1984. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bina Aksara. Jakarta. Indonesia. Semiawan, Conny R.1997. Persfektif Pendidikan Anak Berbakat. Penerbit Gramedia Widiasarana. Jakarta. Indonesia Winkel, W S. 1996. Psikologi Sosial. Penerbit Gramedia Widiasarana Jakarta. Indonesia. Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Kontruktivistik”Implementasi KTSP & UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”. Gaung Persada Press. Jakarta. Indonesia.