IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) UNTUK PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2 KEC. TARUB KAB. TEGAL
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh: NUR HIKMAH NIM : 073111052
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nur Hikmah
NIM
: 073111052
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 29 November 2011 Saya yang menyatakan,
Nur Hikmah NIM.073111052
ii
KEMENTERIAN AGAMA R.I INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax. 7615387
PENGESAHAN Naskah skripsi dengan: Judul
: Implementasi Mastery Learning (Belajar Tuntas) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal Nama : Nur Hikmah NIM : 073111052 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam telah diujikan dalam sidang munaqosyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam. Semarang, 8 Desember 2011 DEWAN PENGUJI Ketua,
Sekretaris,
Drs. Wahyudi, M.Pd NIP. 19680314 199503 1 001
Dr. Ahwan Fanani, M.Ag NIP. 19780930 200312 1 001
Penguji I,
Penguji II,
Ismail SM, M.Ag NIP. 19711021 199703 1 002
Nur Asiyah, S.Ag. M.S.I NIP.19710926 199803 2 002
Pembimbing I
Pembimbing II
H. Abdul Kholiq, M.Ag NIP. 19710915 199703 1 003
Lift Anis Ma’sumah, M.Ag NIP. 19720928 199703 2 061
iii
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 15 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
: Implementasi Mastery Learning (Belajar Tuntas) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi Dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. tegal
Nama
: Nur Hikmah
NIM
: 073111052
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamualaikum wr wb
Abdul Kholiq, M.Ag. NIP: 19710915 199703 1003 iv
NOTA PEMBIMBING
Semarang, 29 November 2011
Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan: Judul
: Implementasi Mastery Learning (Belajar Tuntas) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi Dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. tegal
Nama
: Nur Hikmah
NIM
: 073111052
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diajukan dalam Sidang Munaqosyah. Wassalamualaikum wr wb
Lift Anis Ma’sumah, M.Ag. NIP. 19720928 199703 2061 v
ABSTRAK Judul : Implementasi Mastery Learning (Belajar Tuntas) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal Nama : Nur Hikmah NIM : 073111052 Skripsi ini membahas pelaksanaan mastery learning (belajar tuntas) dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2. Kajiannya dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa khususnya yang menyangkut penguasaan terhadap materi Pendidikan Agama Islam. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana proses pelaksanaan belajar tuntas dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. tegal? (2) Apa kelemahan dan kekuatan yang dihadapi dalam pelaksanaan belajar tuntas pada pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal? Permasalahan tersebut dibahas melalui studi lapangan yang dilaksanakan di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal. Datanya diperoleh melalui wawancara terbuka, observasi, dan studi dokumentasi. Semua data dianalisis dengan pendekatan sosiologis dan analisis deskriptif menggunakan logika induksi. Kajian ini menunjukkan bahwa: (1) Proses pelaksanaan mastery learning (belajar tuntas) dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 terwujud dalam dua bentuk metode yaitu metode drill (latihan) dan metode diskusi kelompok. Namun dalam pelaksanaan dua metode tersebut tetap berlandaskan pada empat komponen sebagai acuannya yaitu: tujuan pembelajaran, materi embelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran. Dengan pelaksanaan metode drill dan metode diskusi kelompok tersebut mampu menghasilkan siswa yang saling asah, asih dan asuh antar siswa. (2) Pada pelaksanaan mastery learning di SDN Bulakwaru 2 terdapat kelemahan dan kekuatan. Kelemahan mastery learning ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain, faktor guru, faktor siswa, faktor waktu, faktor materi pelajaran. Sedangkan kekuatan dalam pelaksanaan mastery learning antara lain, tujuan pendidikan yang sudah jelas, guru PAI yang profesional dan telah memenuhi kualifikasi akademik, telah menggunakan metode yang bervariasi dan tepat sesuai dengan kompetensi, kemampuan rata-rata siswa yang bagus, sarana prasarana representative dan penilaian terencana dengan baik, baik dari segi proses maupun hasil. Penelitian ini bermanfaat untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru, peserta didik dan materi pembelajaran dapat diminimalkan.
vi
MOTTO Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S. Ali-Imran/003: 190)
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur`an dan Terjemahannya, (Semarang: CV Andi Gravika, 1994), hlm. 951
vii
PERSEMBAHAN Tiada sesuatupun yang dapat memberikan rasa bahagia melainkan senyum manis penuh bangga dengan penuh rasa bakti, cinta dan kasih sayang dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsi ini untuk: Abah dan Ummi Tercinta yang telah mendidik dan membesarkanku serta mencurahkan kasih sayangnya. Kakak-kakakku ( mas Ulum, mba Lilies, mas Miftah, mba Tini, mba Lala,) serta adikku Ela yang senantiasa memberi inspirasi untuk selalu semangat dalam hidupku. Seluruh keluarga besar penulis, terima kasih atas doa serta dukungannya. Mas Andri Fitrianto dan Keluarga terimakasih atas semuanya, kehadiranmu telah memberikan inspirasi dan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga semuanya akan indah pada tempat dan waktu yang tepat. Sahabat-sahabat PAI Bhe ‘07 ( Nayla, Tiah, Novi, Ani, Dzan, Yudit, Fadli, dan semua teman-teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu) senasib seperjuangan yang telah memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal dan kebaikan mereka mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Kuasa.
viii
TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R. I. Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya. a
t}
b
z}
t
‘
s|
Gh
j
F
h}
Q
kh
K
d
L
z|
M
r
N
z
W
s
H
sy
’
s}
Y
d} Bacaan Madd:
Bacaan Diftong:
a> = a panjang
= au
i> = I panjang
= ai
u> = u panjang
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillâhi rabill ‘aalamin. Segenap puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada diri penulis, sehingga penelitian hasil dari sebuah usaha ilmiah yang sederhana ini guna menyelesaikan tugas akhir kesarjanaan terselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sosok historis yang membawa proses transformasi dari masa yang gelap gulita ke zaman yang penuh peradaban ini, juga kepada para keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman. Penelitian yang berjudul “Implementasi Mastery Learning (Belajar Tuntas) Untuk Pencapaian Standar Kompetensi dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal” ini pada dasarnya disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Karya ini merupakan salah satu sudut pandang bagi kita dalam melihat suatu fenomena yang ada dalam dunia pendidikan, Karena dengan media ini penulis telah banyak belajar, berfikir, berimajinasi, mencurahkan segenap kemampuan dalam hal pemikiran, kreativitas dan ketelitian untuk memenuhi kebutuhan curiosity (rasa ingin tahu) penulis atas strategi mastery learning sebagai sebuah strategi mengajar utamanya pada pembelajaran PAI. Usaha dalam menyelesaikan skripsi ini memang tidak bisa lepas dari berbagai kendala dan hambatan, tetapi dapat penulis selesaikan juga walaupun masih banyak kekurangan yang ada. Oleh karena, itu izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang membantu penulis sehingga karya sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan hanya angan dan keinginan semata, diantaranya kepada:
x
1.
Dr. Sudja`i, M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
2.
Abdul Kholiq, M. Ag. Dosen Pembimbing I dan Lift Anis Ma’sumah, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
3.
Kepala SDN Bulakwaru 2, Bahrudin S.Pd yang telah memberikan izin tempat untuk melakukan penelitian.
4.
Bapak Muanas selaku guru pengajar PAI kelas IV beserta seluruh civitas akademik di lingkungan SDN Bulakwaru 2 yang turut mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Nasirudin, M.Ag. dosen wali studi penulis dan seluruh Bapak/Ibu Dosen, karyawan, pegawai IAIN Walisongo, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, serta kepada seluruh civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
6.
Abah dan Ummi tercinta yang telah berjuang dan tiada henti-hentinya selalu mendoakan dengan tulus selama penulis studi.
7.
Saudara-saudaraku (mas Ulum, mba Lilies, mas Miftah, mba Tini, mba Lala, dik Ela) yang telah memberikan bimbingan dan bantuan baik spirituil dan materiil untuk penulis sehingga mampu menyelesaikan studi sampai selesai.
8.
Mas Andri Fitrianto yang telah menjadi penyemangat dan inspirasi bagi penulis.
9.
Kawan – kawan mahasiswa senasib seperjuangan dalam perjalanan panjang nan melelahkan yang bergerak bersama membangun peradaban kampus IAIN, Kawan-kawan di Tarbiyah 2007, kawan-kawan PAI paket Bhe 2007 terima kasih atas bantuan dan kerja samanya yang tak akan terlupakan.
10. Keluargaku di kost adawiyah (mba Inayah, Eli, Omet, Irnani, Fika, Elya, Sofi, Zulfa) 11. Serta berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu hanya ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam penulis haturkan dan semoga amal dan jasa baik sahabat-sahabat akan dicatat sebagai amal kebajikan dan dibalas sesuai amal perbuatan oleh Allah SWT.
xi
Akhirnya, penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun, terlepas dari kekurangan yang ada, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Besar harapan penulis skripsi ini dapat dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Semarang, 15 November 2011 Penulis
NUR HIKMAH NIM: 073111052
xii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................
ii
PENGESAHAN ............................................................................................
iii
NOTA PEMBIMBING .................................................................................
iv
ABSTRAK ...................................................................................................
vi
MOTTO
...................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN .........................................................................................
viii
TRANSLITERASI ARAB LATIN KATA PENGANTAR ..................................................................................
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xiv
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
5
LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ......................................................................
7
B. Kerangka Teoritik .................................................................
8
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .....................................................................
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
40
C. Sumber Penelitian .................................................................
41
D. Fokus Penelitian....................................................................
41
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................
41
F. Teknik Analisis Data.............................................................
43
ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2 A. Gambaran Umum SDN Bulakwaru 2 .................................... xiii
44
B. Mastery Learning dan Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 ...........................................................................................
47
C. Implementasi Mastery Learning dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 ................................................................. D. Analisis
Implementasi
Mastery
Learning
54
dalam
Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru ..................................
62
E. Analisis Kelemahan dan Kekuatan Pelaksanaan Mastery Learning di SDN Bulakwaru 2 ........................................... BAB V
66
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................
69
B. Saran......................................................................................
69
C. Kata Penutup.........................................................................
70
DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara dan Dokumentasi 2. Pedoman Observasi 3. Foto Penelitian 4. RPP 5. Silabus Mata Pelajaran PAI Kelas IV SDN Bulakwaru 2 6. Struktur Organisasi SDN Bulakwaru 2 Tahun Ajaran 2011/2012 7. Daftar Guru dan Karyawan SDN Bulakwaru 2 8. Daftar jumlah Siswa SDN Bulakwaru 2 Tahun Ajaran 2011/2012 9. Surat Penunjukkan Pembimbing 10. Surat Permohonan Izin Riset 11. Surat Keterangan Ko-Kurikuler 12. Transkip Ko-Kurikuler 13. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian 14. Piagam PASSKA Institut 15. Piagam PASSKA Fakultas 16. Piagam Orientasi Akademik dan Keagamaan 17. Piagam KKN 18. Daftar Riwayat Hidup
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu bidang studi yang wajib diberikan kepada siswa pada setiap jenjang pendidikan, hal ini menunjukkan betapa penting dan kuatnya PAI di sekolah. Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan usaha seorang guru dalam mendidik siswanya untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.1 Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Dasar ini adalah suatu mata pelajaran yang harus diketahui oleh para siswa SD. Pendidikan Agama Islam di SD terdiri atas lima aspek, yaitu: Al-Qur’an Hadis, Akidah, Akhlak, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam. Namun lima aspek tersebut dijadikan menjadi satu mata pelajaran yaitu Pendidikan Agama Islam. Masing-masing aspek tersebut pada dasarnya saling terkait, saling mengisi dan saling melengkapi. Pendidikan Agama Islam di SD yang mencakup lima aspek tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Al-Quran Hadis menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan
kandungannya
menekankan
pada
dalam
kemampuan
kehidupan memahami
sehari-hari. dan
Aspek
akidah
mempertahankan
keyakinan/keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Alasma’al-husna. Aspek akhlak menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek fiqih menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Aspek sejarah Kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam),
meneladani tokoh-
tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik,
1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005). Cet. 2, hlm. 132.
1
ekonomi, iptek, seni dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. Pendidikan Agama Islam berusaha melahirkan siswa yang beriman, berilmu dan beramal saleh. Sebagai suatu pendidikan moral, Pendidikan Agama Islam tidak menghendaki pencapaian ilmu untuk semata, tetapi harus didasari oleh adanya semangat moral yang tinggi (akhlak yang baik) 2 . Tiap-tiap usaha yang dilakukan oleh seorang guru agama di dalam kelas tidak hanya dibekali dengan menguasai bahan atau materi pelajaran saja, tetapi juga harus dibekali dengan menguasai strategi atau sistem pendekatan yang diperlukan dalam mengelola pelajaran. Model-model pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah saatnya harus direformasi karena adanya pergeseran nilai dan perubahan yang sangat cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara fundamental, reformasi pembelajaran merupakan suatu upaya dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran yang meliputi berbagai pemahaman terhadap sistem dalam proses pembelajaran. Hal ini akan mengantarkan suatu atmosfer dan kreasi dalam membuat suatu perubahan besar pada sistem pembelajaran yang fundamental, serta berusaha mengatasi kegagalan individu dalam sistem pembelajaran. Pada tingkatan PAI, reformasi pembelajaran diharapkan mampu untuk memberikan dan menyiapkan tujuan pembelajaran di sekolah secara jelas yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, baik bagi siswa yang bersangkutan, PAI maupun bagi kebutuhan pembangunan bangsa. Mengajar PAI merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks dan rumit. Oleh sebab itu, jika seorang guru agama merasakan bahwa tugas-tugasnya sering mengalami kendala-kendala, seperti kurang diminati para siswa, mereka selalu ribut ketika guru yang bersangkutan sedang mengajar pelajaran, atau pelajaran agama yang disampaikan kurang dipahami, maka ia harus lebih serius dan pandai dalam menggunakan pendekatan secara arif dan bijaksana. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi sistem pendekatan yang diambil dalam pengajaran. Guru yang
2
Mukhtar, Desain pembelajaran PAI, (Jakarta : CV. Misaka Galiza, 2003), Cet. 2, hlm. 92.
2
memandang peserta didik sebagai pribadi yang berbeda dengan peserta didik lainnya, akan berbeda dengan guru yang memandang peserta didik sebagai makhluk yang sama. Dengan demikian pandangan yang keliru dalam menilai anak didik perlu diluruskan. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai makhluk individual dengan segala perbedaannya sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.3 Pada umumnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah dewasa ini masih berjalan klasikal, artinya seorang guru di dalam kelas menghadapi sejumlah besar siswa (antara 30-40 orang) dalam waktu yang sama dan menyampaikan bahan pelajaran yang sama pula.4 Dalam pengajaran klasikal seperti ini guru beranggapan bahwa seluruh siswa dalam satu kelas itu mempunyai kemampuan (ability), kematangan (maturity), dan kecepatan belajar yang sama. Sebagai akibat dari pengajaran semacam klasikal ini, maka anak yang cepat (pandai) akan terlambat kemajuannya, sebaliknya anak yang lambat seolah-olah dipaksakan untuk berjalan cepat. Hal ini tentu akan mendorong proses belajar mengajar yang tidak efektif dan efisien serta tidak menyenangkan bagi peserta didik. Sehubungan dengan pengelolaan pengajaran Agama Islam, agar dapat berjalan secara kondusif, maka persoalan perbedaan individual peserta didik perlu mendapat perhatian dari guru menekankan pentingnya memperhatikan perbedaan individu dalam pengajaran Agama Islam merupakan suatu keharusan, meskipun saat ini masih banyak kita lihat guru mengajar dengan berdasarkan kemampuan secara “pukul rata” tanpa memperhatikan kemampuan masing-masing. Namun demikian untuk mewujudkan sistem pengajaran yang memperhatikan perbedaan individu peserta didik, guru harus memahami dan menggabungkan strategi belajar mengajar dengan pendekatan individu.
3
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), Cet. 3, hlm. 6. 4
Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet. 1, hlm. 83.
3
Dewasa ini, para ahli pendidikan telah mencoba menggambarkan dan menerapkan beberapa cara pendekatan atau sistem pengajaran dalam proses belajar mengajar. Salah satu sistem pengajaran yang banyak menarik perhatian para pengajar akhir-akhir ini adalah sistem belajar tuntas (mastery learning). Sistem belajar tuntas merupakan suatu pola pengajaran terstruktur, yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran pada kelompok siswa yang besar (pengajaran klasikal) sedemikian rupa, sehingga diberikan perhatian secukupnya pada perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara siswa, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar (rate of progress).5 Ide belajar tuntas (mastery learning) merupakan salah satu usaha inovasi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi serta usaha belajar siswa guna mencapai tingkat tuntas (mastery) terhadap seluruh bahan atau materi yang dipelajari khususnya materi Pendidikan Agama Islam. Penguasaan tersebut berlaku bagi seluruh siswa baik yang IQ-nya tinggi, sedang, maupun yang rendah sehingga proses belajar mengajar diharapkan menjadi lebih efektif dan efisien. Inovasi di atas merupakan pembaruan dari sistem lama atau konvensional yang beranggapan bahwa para siswa belajar suatu bahan pelajaran di sekolah, maka penyebaran tingkat keberhasilan siswa-siswi tersebut akan mengikuti distribusi normal, masih sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. 6 Berdasarkan intelegensi kurva normal, guru menganggap angkanya wajar bila sebagian kecil dari murid-murid memperoleh angka yang rendah, sebagian besar memperoleh angka yang sedang, dan sebagian kecil memperoleh angka yang tinggi. Dengan teori pendekatan mastery learning diharapkan tidak ada murid yang jauh ketinggalan dari teman-temannya yang lain dalam menguasai materi pelajaran Agama Islam. Menurut salah satu guru PAI di SDN Bulakwaru 2, SDN Bulakwaru 2 merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan konsep pendekatan mastery learning khususnya dalam sistem pengajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh hasil prestasi belajar yang masih ada sebagain siswa yang
5 6
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hlm. 266-267. Zuhairini, et. al., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: CV Ramadhani, 1993), cet. 1, hlm.
137.
4
memiliki nilai rendah. Atas dasar inilah peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut. Secara khusus Pendidikan Agama Islam di SDN Bulakwaru 2 dikemas dengan meramu materi-materi Pendidikan Agama Islam yang berada di bawah pengawasan Departemen Pendidikan Nasional dan mata pelajaran Agama Islam berada di bawah pengawasan Departemen Pendidikan Agama. Dari latar belakang diatas peneliti sangat tertarik untuk mengangkat judul “IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) UNTUK PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2 KEC. TARUB KAB. TEGAL” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi mastery learning (belajar tuntas) dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDN Bulakwaru 2 kecamatan Tarub kabupaten Tegal? 2. Apa saja kelemahan dan kekuatan yang dihadapi dalam pelaksanaan mastery learning pada pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 kecamatan Tarubkabupaten Tegal ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Setiap penulisan ilmiah tentu memiliki maksud dan tujuan pokok yang akan dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2. 2. Untuk mengetahui implementasi pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam pembelajaran PAI di kelas IV SDN Bulakwaru 2. 3. Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaan mastery learning di SDN Bulakwaru 2. Dengan dilaksanakannya mastery learning dalam pembelajaran PAI diharapkan dapat membawa manfaat, diantaranya adalah:
5
1. Bagi guru: dengan dilaksanakan penelitian ini guru dapat mengetahui strategi pembelajaran dengan mastery learning untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh guru, peserta didik dan materi pembelajaran dapat diminimalkan. 2. Bagi lembaga pendidikan SDN Bulakwaru 2: memberi masukan kepada para guru SDN Bulakwaru 2 agar lebih meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran PAI melalui strategi mastery learning. 3. Bagi peserta didik : dengan adanya strategi mastery learning ini peserta didik akan lebih mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran serta menguasai materi yang dipelajari secara tuntas.
___________________
6
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, peneliti akan menyampaikan beberapa kajian atau skripsi yang berkaitan dengan judul skripsi: 1.
Skripsi saudara Abdul Latif yang berjudul “Konsep Mastery Learning dan Implementasinya dalam Pengajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Jepara”. Dalam penelitian tersebut dikaji tentang cara mengetahui perbedaan individual siswa dalam penguasaan Bahasa Inggris, serta penggunaan metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik siswa. Abdul Latif dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa materi Bahasa Inggris dapat dikuasai secara tuntas apabila seorang guru dapat menyesuaikan metode pengajarannya dengan perbedaan individual siswa.1
2.
Skripsi saudara Ruhimat (3199198) yang berjudul “Implementasi Pendekatan Mastery Learning dalam Proses Belajar Mengajar PAI pada KBK di Sekolah”. Dalam penelitian tersebut dikaji tentang ciri-ciri belajar mengajar dengan prinsip belajar tuntas (mastery learning) serta evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran mastery learning. Ruhimat dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pelaksanaan pendekatan mastery learning dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan secara sistematis berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.2
3.
Skripsi saudara Munir (073111427) yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Fiqih Berbasis Mastery Learning di Kelas XI Madrasah Aliyah Miftahul Huda Tahun Pelajaran 2008/2009”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dalam bidang Fiqih menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam semester pertama 98% dari seluruh peserta didik kelas XI sudah dapat
1
Abdul Latif, “Konsep Mastery Learning dan Implementasinya dalam Pengajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Jepara”, Skripsi (Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, 2001), hlm. 73. 2
Ruhimat, “Implementasi Pendekatan Mastery Learning dalam Proses Belajar Mengajar PAI pada KBK di Sekolah”, Skripsi (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009), hlm. 85.
7
mencapai ketuntasan dalam belajar dan 20% dari seluruh siswa yang memerlukan program remidial.3 Setelah menelaah berbagai karya tulis berupa hasil penelitian yang ada, peneliti berkeyakinan bahwa skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) UNTUK PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2 KEC. TARUB KAB. TEGAL” memang belum pernah diujikan pada penelitianpenelitian sebelumnya, karena fokus dalam penelitian ini adalah mastery learning untuk pencapaian Standar Kompetensi pada mata pelajaran PAI. Dengan demikian peneliti yakin dalam penelitian ini masih relevan untuk diterima.
B. Kerangka Teoritik 1.
Landasan Konseptual Pembelajaran PAI
a.
Pengertian pembelajaran Gagne dan Briggs mendefinisikan pembelajaran sebagai berikut:” instruction is a set of event which affect learners in such a way that learning is facilitated”. (Pembelajaran adalah suatu rancangan yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga pelajaran menjadi mudah).4 Menurut Mohamad Ali, pembelajaran adalah suatu upaya memberi rangsangan, bimbingan, arahan, dan dorongan agar terjadi proses belajar mengajar.5 Pengertian ini mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran ada aktifitas belajar dan mengajar yang melibatkan guru dan peserta didik. Upaya ini juga mengandung tujuan agar peserta didik secara sadar mau belajar mandiri. Istilah pembelajaran merupakan pengganti dari istilah mengajar yang telah melembaga pada dunia pendidikan. Namun dalam prakteknya, mengajar lebih berpusat pada guru (teacher centered), karena guru harus mempersiapkan 3
Munir, “Efektivitas Pembelajaran Fiqih Berbasis Mastery Learning di Kelas XI Madrasah Aliyah Miftahul Huda Tahun Pelajaran 2008/2009”, Skripsi (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009), hlm. 99. 4 Robert Gagne dan Leslie Briggs, Principles Of Instruction Design, (New York: Holt Rinehart & Winston, 1992), hlm. 3. 5
Mohamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm.13
8
diri secara administratif serta harus menguasai materi dan metode mengajar, serta evaluasi belajar tanpa harus memperhatikan apakah peserta didik mampu menguasai materi pelajaran atau tidak. Proses pembelajaran yang demikian peserta didik lebih ditempatkan sebagai obyek pendidikan, padahal peserta didik adalah subyek pendidikan. Max Darsono secara umum mendefinisikan pembelajaran sebagai upaya untuk membangkitkan prakarsa belajar peserta didik untuk mencapai hasil yang optimal.6 Dengan istilah pembelajaran, maka fungsi dan tugas guru adalah membelajarkan peserta didik untuk mencapai hasil yang optimal, yakni perubahan tingkah laku secara keseluruhan.7 Dalam hal ini telah terjadi transformasi model pembelajaran dari “teacher centered” menjadi “student centered”, dimana peran guru adalah sebagai motivator, dinamisator dan mitra belajar peserta didik yang bertugas menyiapkan materi dan media pembelajaran, serta menciptakan kondisi peserta didik untuk aktif mengikuti pembelajaran secara total, baik fisik maupun psikologis. Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran secara konsepsional mengandung pengertian yang konstruktif, yakni titik tekannya adalah membangun dan mengupayakan keaktifan siswa untuk mencapai kompetensi yang diinginkan. b. Unsur-unsur pembelajaran Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah unsur-unsur yang meliputi: 1) Tujuan pembelajaran Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan maka dalam kegiatan suatu apapun tujuan
6
Max Darsono, Belajar Dan Pembelajaran, (Semarang: IKIP Semarang Press, 2000), hlm. 24.
7
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hlm. 2.
9
tidak bisa diabaikan. Demikian halnya dengan kegiatan pembelajaran. 8 Suatu tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut:9 a) Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi belajar. b) Tujuan mendefinisikan tingkah laku dalam bentuk dapat diukur dan diamati. c) Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki. Untuk itu dapat digarisbawahi bahwa tujuan pokok pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan anak secara individu agar bisa menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapinya. Dr. Sayyid Ibrahim al-Jabbar mengatakan:10
“Sesungguhnya tujuan pokok pendidikan haruslah dapat memberikan rangsangan kuat untuk pengembangan kemampuan individu dalam upaya mengatasi semua permasalahan baru yang muncul serta dapat mencari terobosan-terobosan solusi alternatif dalam menghadapinya.” 2) Peserta didik Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 disebutkan peserta didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.11 Dalam pandangan modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pembelajaran, melainkan juga harus diperhatikan sebagai subyek dalam pembelajaran.12 Dasar peserta didik sebagai obyek sekaligus subyek dalam wilayah keilmuan harus dikaji dan 8
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), Cet. 4, hlm. 42. 9
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), Cet. 3,
hlm. 77. 10
Sayyid Ibrahim al-Jabbar, Dirasat fi al-Tajdid al-Tarbawi, (Mesir: Maktabah Gharib, tt),
hlm. 5. 11
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Perundang-Undangan RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), hlm. 10 12
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hlm. 133.
10
dikembangkan secara optimal. Perpaduan pengembangan keilmuan peserta didik ditinjau sebagai obyek maupun subyek dalam jangka panjang dapat menghindarkan terjadinya perpecahan kepribadian dalam peserta didik.13 3) Pendidik Pendidik adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Semula kata pendidik mengacu pada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain. Sejalan perkembangan keilmuan pendidikan, muncul konsep bahwa mendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu kepada orang yang belum tahu, tetapi suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri.14 Dalam pembelajaran, salah satu tugas yang dilaksanakan oleh pendidik ialah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan itu. Selain itu pendidik juga sebagai pembimbing, yaitu proses pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum terhadap keluarga, sekolah serta masyarakat.15 Frederick J. McDonald mengatakan:16 “The teacher is responsible for the over-all manipulation of the educative act, of which the child is the center and focus.” (Guru adalah orang yang bertanggungjawab atas semua aktifitas suatu pendidikan, dimana yang menjadi pusat dan fokusnya adalah anakanak.) 4) Bahan pelajaran Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Melalui bahan pelajaran ini peserta didik diantarkan kepada tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan
13
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan, hlm. 134.
14
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan, hlm. 142..
15
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan, hlm. 33. Frederick J. McDonald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication, tt), hlm. 26.
16
11
kepada peserta didik sesuai kurikulum yang digunakannya.17 Dengan demikian, bahan pelajaran merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembelajaran, sebab bahan pelajaran adalah inti dalam proses pembelajaran yang akan disampaikan pada peserta didik. 5) Sumber pembelajaran Sumber pembelajaran dalam arti sempit adalah, misalnya, buku-buku atau bahan-bahan tercetak lainnya. Pengertian tersebut masih sama sempitnya bila diartikan sebagai sarana pengajaran yang dapat menyajikan pesan secara auditif maupun visual saja, misal OHP, slides, video, film dan perangkat keras lainnya. Pengertian yang lebih luas tentang sumber pembelajaran adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan dalam proses pembelajaran.18 Yang dimaksud dengan sumber-sumber pembelajaran disini adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang. Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan.19 6) Alat peraga Alat peraga disebut dengan audio visual, dari pengertian alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga. Alat tersebut berguna agar bahan pelajaran yang disampaikan guru lebih mudah difahami oleh peserta didik. Dalam pembelajaran alat peraga dipergunakan dengan tujuan untuk membantu guru agar proses pembelajaran lebih efektif dan efisien.20 7) Metode Metode pembelajaran adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.21
17
Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi, hlm.43. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), Cet. 4, hlm. 76. 19 Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi, hlm. 48. 20 Nana Sudjana dan Ahmad Riva‟i, Teknologi, hlm. 99. 18
21
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hlm. 8.
12
Metode-metode yang sampai saat ini masih digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, eksperimen, demonstrasi, pemberian tugas dan resitasi, sosio drama, drill (latihan), kerja kelompok, metode proyek, problem solving, karya wisata, resource person, survey masyarakat, dan metode simulasi.22 8) Strategi Secara umum strategi mempunyai pengertian “suatu garis-garis besar haluan” untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru peserta didik, dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.23 Kalau metode merupakan cara untuk melakukan suatu pembelajaran agar lebih tepat dan sesuai situasi peserta didik, maka perlu juga diatur ketepatan penggunaan metode, tehnik dan strategi penerapan metode. Andai saja metode itu sebenarnya sudah baik tetapi karena kurang tepatnya penerapan metode maka hasil pembelajarannya pun akan kurang maksimal.24 Jadi bisa disimpulkan bahwa strategi disini berbeda dengan metode. Kalau metode itu terkait langsung dengan pembelajaran, maksudnya terkait langsung antar guru dengan siswa dalam suatu pembelajaran, maka strategi disini berfungsi mengatur ketepatan penggunaan berbagai metode dalam pembelajaran tersebut. c. Teori-teori belajar Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu: 1) Teori disiplin mental Teori belajar ini dikembangkan tanpa didasari eksperimen, ini berarti dasar orientasinya adalah filosofis atau spekulatif, teori ini menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih. Teori yang 22
Ismail SM, Strategi, hlm. 19-24.
23
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi, hlm. 5.
24
Ismail SM, Strategi , hm. 24
13
berlawanan sekali dengan teori disiplin mental ialah teori perkembangan ilmiah. Menurut teori ini, anak itu akan berkembang secara ilmiah. Teori
yang
berlawanan
dengan
teori
disiplin
mental
dan
perkembangan ilmiah adalah teori apersepsi, yang merupakan suatu asosionisme mental yang dinamis, didasarkan pada premis fundamental bahwa tidak ada gagasan bawaan sejak lahir, apapun yang diketahui seseorang datang dari luar dirinya. Menurut teori apersepsi, belajar merupakan suatu proses terasosiasinya gagasan-gagasan baru dengan gagasan lama yang sudah membentuk pikiran.25 2) Teori Behaviorisme Ada beberapa ciri dari teori ini yaitu: mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, bersifat mekanisme, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan
reaksi
atau
respon,
dan
menekankan
kepentingan latihan. Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Thorndike yang mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu : belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan, dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis yang banyak dipakai adalah: proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu proses tertentu saja, tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak, dan perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.26
25
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 41.
26
Syaiful Sagala, Konsep, hlm. 43.
14
3) Teori Cognitive Gestalt Teori belajar Gestalt meneliti pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.27 Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubunganhubungan antara bagian-bagian dalam situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.28 Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar akan menimbulkan makna yang berarti. Sebab dalam proses belajar, makin lama akan timbul suatu pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari, bila perhatian ditujukan pada objek yang dipelajari telah mengerti dan dapat apa yang dicari. d. Pembelajaran PAI 1) Pengertian Pembelajaran PAI Pendidikan agama memiliki peran penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang harmonis, damai, dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi umat manusia, maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keharusan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sebelum menjelaskan pengertian pembelajaran PAI, dipandang perlu untuk menjelaskan pengertian PAI itu sendiri. Menurut Zuhairini, pendidikan
27
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 43.
28
Syaiful Sagala, Konsep, hlm. 47.
15
agama Islam adalah usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.29 Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani
ajaran
agama
Islam
dibarengi
dengan
tuntunan
untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.30 Sementara menurut Zakiyah Daradjat, dkk., pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui anjuran-anjuran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.31 Pendidikan agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha untuk membantu dan mengembangkan fitrah keberagamaan peserta didik agar menghargai, menghayati, memahami, dan meyakini serta mengamalkan ajaran-ajaran agama islam dalam kehidupan supaya menjadi manusia yang bertakwa dan mempunyai kepribadian yang utama serta berguna bagi umat manusia. 29
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Malang: Biro Ilmiyah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1983), hlm. 27. 30
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi :Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 3, hlm. 130 31
Zakiyah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2011), hlm. 86.
16
2) Fungsi, Tujuan dan Ruang lingkup Pembelajaran PAI di SD a) Fungsi PAI di SD Pendidikan agama Islam di SD berfungsi untuk: (1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. (2) Penanaman nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. (3) Penyesuaian
mental,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik atau sosial yang dapat mengubah lingkungan sesuai dengan ajaran Islam. (4) Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. (5) Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan diri peserta didik dan menghambat perkembangannya menuju manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. (6) Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsional. (7) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan orang lain.32 b) Tujuan PAI di SD Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006, tujuan PAI di SD adalah: (1) Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan,
pengamalan,
pembiasaan,
serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
32
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan ,hlm. 134-135.
17
manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. (2) Mewujudkan manusia indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.33 c) Ruang lingkup PAI di SD Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai berikut: Al-Qur‟an dan Hadist, Aqidah, Akhlak, Fiqih, Tarikh dan Kebudayaan Islam. Pendidikan agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.34 2. Mastery Learning a.
Pengertian dan Konsep dasar Mastery Learning (belajar tuntas) Secara “keunggulan”.35
bahasa, Sedang
kata
“mastery”
“learning”
berarti
sering
“penguasaan”
diartikan
“belajar”
atau atau
“pengetahuan”.36 Sehingga kalau digabung dua kata tersebut “mastery learning” berarti “penguasaan pengetahuan” atau “penguasaan penuh”. Namun dalam dalam dunia pendidikan “mastery learning” bisa diartikan dengan “belajar tuntas” atau “pembelajaran tuntas”. Mastery learning (belajar tuntas) dalam KTSP adalah pendekatan pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh
33
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Th 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar tingkat SD, MI dan SDLB, (Jakarta: CV. Mini jaya Abadi, 2006), hlm. 4 34
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Th 2006,
hlm. 4.
35
John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 374.
36
John Echols dan Hasan Shadily, Kamus, hlm. 352.
18
standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.37 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mastery learning merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan di dalam kelas, dengan tujuan agar sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran (kompetensi) secara tuntas.38 Mastery learning merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (klasikal), membantu mengatasi perbedaanperbedaan yang terdapat pada siswa dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of progress).39 Pendekatan ini bersifat individual dan diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan pembelajaran yang bersifat klasikal. Artinya, mastery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menganut azas ketuntasan belajar, dengan tolok ukur yang digunakan pada pencapaian hasil belajar, yakni tingkat kemampuan siswa orang perorang, bukan per kelas dalam mencapai
kompetensi
yang
telah
ditetapkan.
Pembelajaran
individual
(individualized instruction) merupakan ciri khas dari mastery learning ini. Secara konseptual, mastery learning ini merupakan strategi atau model pembelajaran yang telah lama digagas oleh Carrol dalam bukunya “model of school learning”. Teori Carrol tersebut kemudian dimodifikasi secara operasional oleh Bloom, lalu dikembangkan lagi oleh Block.40 Namun demikian, model ini tetap masih relevan dan baik, apalagi diterapkan dalam upaya pencapaian standar kompetensi siswa, terutama dalam pembelajaran PAI dalam KTSP sebagai kurikulum baru yang berbasis kompetensi. Artinya mastery learning merupakan suatu keniscayaan (necessary being) dan bagian integral yang tak dapat dipisahkan. Pendekatan/strategi pembelajaran ini lebih menekankan pada pencapaian kompetensi dan hasil 37
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 327. 38
E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, Implementasi, dan inovasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 53. 39 40
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT Gramedia, 1989), hlm. 266-267. Suryosubroto, ,Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), hlm. 84.
19
belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning). Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KTSP merupakan
suatu
pola
pembelajaran
yang
menggunakan
pendekatan
diagnostic/preskriptif (mengetahui kesulitan belajar siswa) dan ketuntasan secara individual. Tentunya hal ini diperlukan pemberian kebebasan belajar serta berupaya mengurangi kegagalan siswa dalam belajar. Pada sisi lain, strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada kelompok siswa (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa, sehingga potensi masing-masing siswa berkembang secara optimal. Dasar pemikiran dari mastery learning dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing.41 b. Karakteristik Mastery Learning Adapun karakteristik mastery learning, sebagai berikut:42 1) Pada pokoknya strategi mastery learning adalah jika kepada para siswa diberikan waktu yang cukup, dan mereka diperlakukan secara tepat, maka mereka akan mampu dan dapat belajar sesuai dengan tuntutan kompetensi yang diharapkan. 2) Belajar atas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yang ditentukan terlebih dahulu. Tujuan pembelajaran memberi arah balik kepada guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, ini berarti bahwa tujuan strategi pembelajaran adalah agar hampir atau semua siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan. Jadi, baik sarana, metode, materi pelajaran maupun evaluasi yang digunakan untuk keberhasilan siswa berkaitan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
41
Kunandar, Guru, hlm. 327.
42
Suryosubroto, Proses, hlm. 86.
20
3) Memperhatikan perbedaan individu (individual difference) Suatu kenyataan bahwa individu mempunyai perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena faktorfaktor intern maupun ekstern. Terutama faktor ekstern melalui indra dan kecepatan belajar siswa. Untuk itu pelaksanaan pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan kepekaan indra siswa. Jadi, proses pembelajaran yang tepat adalah menggunakan multimedia dan multi metode yang sesuai dengan tujuan dan keadaan individu siswa. 4) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif (active learning) Belajar aktif (active learning) memungkinkan para siswa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara belajar yang demikian memungkinkan siswa untuk bertanya apabila mengalami kesulitan dalam mencari buku-buku atau sumber-sumber lain dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya. 5) Menggunakan satuan pelajaran terkecil (RPP) Satuan-satuan pelajaran dengan unit terkecil disusun secara sistematis, berurutan dari yang mudah ke yang sukar. Pembagian unit pelajaran menjadi yang kecil-kecil (cremental units) sangat diperlukan guna memperoleh umpan balik (feedback) secepat mungkin, sehingga perbaikan dapat segera dilakukan sedini mungkin dan untuk memberikan layanan yang terbaik. 6) Menggunakan sistem evaluasi yang kontinyu dan berdasar atas kriteria Evaluasi secara kontinu berarti evaluasi dilaksanakan terus menerus yaitu pada awal, selama dan pada akhir proses belajar mengajar. Evaluasi ini dilakukan agar guru memperoleh umpan balik dengan segera, sering dan sistematis. Sedang evaluasi berdasar atas kriteria berarti evaluasi berdasar keberhasilan belajar siswa, tidak berdasar atas norma dibandingkan dengan siswa lain dalam satu kelas. Evaluasi yang digunakan bisa melalui tes (misalnya tes formatif dan sumatif) atau non tes (misalnya unjuk kerja/performance dan portofolio).43
43
Suryosubroto, Proses, hlm. 87.
21
c. Perbedaan antara Mastery Learning dengan Pembelajaran Konvensional Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (credential units). Siswa belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang siswa yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).44 Memperhatikan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran
tuntas
dengan
pembelajaran
konvensional
adalah
bahwa
pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secara individual. Secara kualitatif perbandingan kedua pola tersebut dapat dicermati pada tabel berikut:45
44
Kunandar, Guru, hlm.327-328.
45
Kunandar, Guru, hlm. 330.
22
Tabel Perbandingan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional Langkah A. Persiapan
Aspek pembeda 1. Tingkat ketuntasan
2.
3.
B. Pelaksana an pembelaja ran
4.
5.
6.
Pembelajaran tuntas
Diukur dari performance siswa dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar). setiap siswa harus mencapai nilai 75 (75%) Satuan acara Dibuat untuk satu pembelajaran minggu pembelajaran dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada siswa Pandangan Kemampuan hampir terhadap sama, namun tetap ada kemampuan variasi siswa saat memasuki satuan pembelajaran tertentu Bentuk Dilaksanakan melalui pembelajaran pendekatan klasikal, dalam satu kelompok dan unit individual kompetensi atau kemampuan dasar Cara Pembelajaran pembelajaran dilakukan melalui dalam setiap penjelasan guru, standar membaca secara kompetensi mandiri dan atau terkontrol, berdiskusi kompetensi dan belajar secara dasar individual Orientasi Pada terminal pembelajaran performance siswa(kompetensi atau
Pembelajaran konvensional Diukur dari performance siswa yang dilakukan secara acak
Dibuat untuk satu minggu pembelajaran dan hanya dipakai sebagai pedoman guru
Kemampuan siswa dianggap sama
Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal
Dilakukan melalui mendengarkan(lecture ), tanya jawab dan membaca (tidak terkontrol)
Pada pembelajaran
bahan
23
7. Peranan guru
8. Fokus kegiatan pembelajaran
C. Umpan balik
9. Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran 10. Instrumen umpan balik
11. Cara membantu siswa
kemampuan dasar) secara individual Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual Ditujukan kepada masing-masing siswa secara individual
Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa dalam kelas Ditujukan kepada siswa dengan kemampuan menengah Ditentukan oleh siswa Ditentukan dengan bantuan guru sepenuhnya oleh guru
Menggunakan Lebih mengandalkan berbagai jenis serta pada penggunaan tes bentuk tagihan secara objektif untuk berkelanjutan penggalan waktu tertentu Menggunakan sistem Dilakukan oleh guru tutor dalam diskusi dalam bentuk tanya kelompok dan tutor jawab secara klasikal yang dilakukan secara individual
d. Asumsi dasar Mastery Learning Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa mastery learning dalam KTSP berbasis kompetensi merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Oleh karena itu, dalam model yang paling sederhana, Carrol dalam Winkel mengemukakan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi siswa
24
tersebut belum optimal.46 Block dalam Winkel menyatakan tingkat penguasaan kompetensi siswa sebagai berikut: Degree of learning = f ( time actually spent :time needed) Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.47 Mastery learning berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat, semua siswa mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisasi tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap siswa yang lambat mencapai tujuan (kompetensi) yang telah ditetapkan.48 „ Mastery learning dilandasi oleh dua asumsi. Pertama, teori yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensi yang dimiliki (bakat). Hal ini sesuai dengan teori bakat menurut Carrol dalam Mulyasa, yang menyatakan bahwa apabila siswa didistribusikan secara normal dengan memperhatikan kemampuannya secara potensial untuk beberapa bidang pengajaran, kemudian mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Hal ini berarti bahwa siswa yang berbakat cenderung untuk memperoleh nilai yang tinggi atau dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi.49 Kedua, apabila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis, semua siswa akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya. Carrol dalam 46
W.S Winkel, Psikologi, hlm. 268.
47
W.S Winkel, Psikologi, hlm. 270.
48
E.Mulyasa, Kurikulum, hlm. 53.
49
E.Mulyasa, Kurikulum, hlm. 53-54.
25
Mulyasa menyatakan bahwa pada dasarnya bakat bukanlah merupakan indeks kemampuan seseorang, melainkan sebagai ukuran kecepatan belajar (measure of learning rate). Artinya orang yang memiliki bakat tinggi memerlukan waktu relatif lebih sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan dibandingkan dengan siswa yang memiliki bakat rendah. Sehingga dengan demikian, siswa dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualitas pembelajaran dan kesempatan waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Oleh karena itu, implikasinya dalam kegiatan belajar harus diberikan waktu belajar yang berbeda-beda untuk masing-masing siswa.50 e. Prinsip-prinsip Mastery Learning Pada dasarnya mastery learning akan menciptakan siswa memiliki kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan antara anak cerdas dengan anak kurang cerdas atau anak yang berbakat dengan anak yang tidak berbakat.51 Secara tegas dapat dikatakan bahwa sistem pembelajaran yang menggunakan prinsip mastery learning adalah tidak menerima perbedaan prestasi belajar siswa sebagai konsekuensi perbedaan bakat.52 Sebagaimana yang telah dikemukakan Carrol tentang teori bakat pada penjelasan sebelumnya. Pada posisi ini, prinsip mastery learning adalah menciptakan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi). Sehingga dengan demikian, di dalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua kompetensi, sementara anak yang kurang cerdas mencapai sebagian kompetensi atau tidak mencapai sama sekali kompetensi yang diharapkan. Melalui prinsip mastery learning semua siswa akan mencapai kompetensi, hanya saja waktu yang diperlukan berbeda.
50
E.Mulyasa, Kurikulum, hlm. 54.
51
Martinis Yamin, Profesionalitas Guru Dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 121. 52
Oemar Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), hlm. 84.
26
Argumentasi tersebut sangat sejalan dengan pendapat Winkel yang mengemukakan bahwa bilamana siswa tidak mencapai tingkat keberhasilan yang dituju, hal ini karena tidak disediakan waktu yang cukup, sesuai dengan kebutuhan siswa atau karena waktu yang disediakan dan sebenarnya cukup itu, tidak digunakan dengan sungguh-sungguh. Artinya tingkat penguasaan bahan (kompetensi) dalam pembelajaran sangat tergantung pada jumlah waktu yang disediakan.53 Berdasarkan konsep tersebut, dapat dipahami bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan mastery learning adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus siswa yang lambat belajar (slow learners) agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar.54 Hal tersebut mencerminkan adanya variasi penguasaan materi pembelajaran sekaligus juga mengakui adanya perbedaan kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi yang diharapkan. Berdasarkan uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa prinsip mastery learning adalah: Pertama, ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa. Kedua, menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar siswa mencapai standar ketuntasan minimal (KKM). Ketiga, siswa tidak diperbolehkan pindah ke topik atau tugas berikutnya, jika topik atau tugas yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal. Keempat ,memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap. Kelima, setiap peserta diberi kesempatan untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing (individualized learning). Keenam, disediakan program bimbingan remedial bagi peserta yang lambat (slow learner), dan program pengayaan bagi peserta yang lebih cepat (fast learner) menguasai kompetensi serta percepatan (acceleration) bagi anak yang superior dan istimewa. 53
W.S Winkel, Psikologi, hlm. 268.
54
Kunandar, Guru, hlm. 327.
27
f. Strategi pelaksanaan Mastery Learning Pendekatan mastery learning apabila dilakukan pada kondisi yang tepat, maka semua siswa akan mampu belajar dengan baik dan dapat mencapai hasil yang maksimal. Agar semua siswa memperoleh hasil yang maksimal, pembelajaran harus dilakukan secara sistematis terstruktur, yakni tercermin dalam strategi pembelajaran tuntas yang dilaksanakan. Strategi mastery learning menurut Hamalik adalah suatu strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan
menggunakan
pendekatan
kelompok
(group
based
approach).
Pendekatan ini memungkinkan para siswa belajar bersama-sama berdasarkan pembatasan bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa, sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang cukup, dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.55 Strategi mastery learning dapat diterapkan secara tuntas sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, terutama dalam level mikro yaitu mengembangkan individu dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Mulyasa strategi mastery learning dapat dibedakan dari pembelajaran non-mastery learning terutama dalam hal-hal berikut:56 1) Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test). 2) Siswa baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan. 3) Pelayanan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran korektif yang menurut Marrison merupakan pengajaran kembali, pengajaran tutorial, restrukturasi kegiatan belajar dan pengajaran kembali kebiasaan-kebiasaan belajar siswa, sesuai dengan waktu yang diperlukan masing-masing.
55
Oemar Hamalik, Pendekatan, hlm. 85.
56
E. Mulyasa, Kurikulum, hlm. 55.
28
Sementara strategi mastery learning yang dikembangkan oleh Bloom meliputi tiga bagian, yaitu mengidentifikasi prakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar. Selanjutnya diimplementasikan dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual yang meliputi: 1) Corrective technique, semacam pengajaran remedial yang dilakukan dengan pemberian terhadap tujuan yang gagal dicapai oleh siswa, dengan prosedur dan metode sebelumnya. 2) Memberikan tambahan waktu kepada siswa yang membutuhkan atau belum menguasai bahan dan kompetensi secara tuntas.57 g. Pola dan Prosedur Mastery Learning Sebagai upaya menciptakan suatu pembelajaran yang baik dan berhasil, Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pembelajaran yang dapat diterapkan pada satuan kelas termasuk mastery learning. Secara operasional, Bloom dan Winkel mempersiapkan langkah-langkah praktis dalam implementasi mastery learning sebagai berikut:58 1) Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, baik yang bersifat umum maupun khusus (sekarang dikenal dengan istilah standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator). Menurut Sanjaya ada beberapa alasan tujuan pembelajaran perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran, yaitu:59 Pertama, perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
57
Martinis Yamin, Profesionalisasi, hlm. 125.
58
Martinis Yamin, Profesionalisasi, hlm. 126.
59
Wina Sanjaya, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2007), hlm. 99.
29
Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa. Ketiga, tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dan tepat dapat membantu guru dalam menentukan materi pembelajaran, strategi, alat, media dan sumber belajar, serta menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa. Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya melalui penetapan tujuan, guru dapat mengontrol seberapa jauh siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah/madrasah. 2) Menjabarkan
materi
pembelajaran
(bahan
ajar)atas
sejumlah
unit
pembelajaran (sekarang disebut Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/ RPP). Materi
pembelajaran
dikembangkan
sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran, berdasarkan kurikulum yang sedang berlaku (KTSP). Agar rencana pembelajaran membantu guru dalam pembelajaran, rincian pokokpokok materi hendaknya dicantumkan secara cermat dalam rencana pembelajaran. Dalam mengorganisasikan materi, guru dapat menempuh berbagai cara. Guru dapat menyusunnya dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, atau yang ada disekitar siswa yang jauh.60 Pemilihan materi pembelajaran (bahan ajar) harus sejalan dengan kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang, yaitu: 1) akurat dan up to date, sasarannya sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan 60
Wardani, Pemantapan Kemampuan Guru Mengajar, (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004), hlm. 8.
30
dan penemuan baru dalam bidang teknologi; 2) kemudahan, sasarannya untuk memenuhi prinsip, generalisasi dan memperoleh data; 3) kerasionalan, sasarannya mengembangkan kemampuan berfikir rasional, bebas dan logis; 4) esensial,
sasarannya
untuk
mengembangkan
moralitas
penggunaan
pengetahuan; 5) kemaknaan, sasarannya bermakna bagi siswa dan perubahan sosial; 6) keberhasilan, sasarannya keberhasilan untuk mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa; 7) keseimbangan, sasarannya mengembangkan pribadi siswa secara seimbang dan menyeluruh; 8) kepraktisan, sasarannya mengarahkan tindakan sehari-hari dan untuk pelajaran berikutnya.61 3) Memberikan pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pembelajaran yang sedang dipelajari. Proses pembelajaran menurut Muslich dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan besar, yaitu: 1) kegiatan awal, biasanya diisi dengan mengemukakan hal-hal yang menarik minat siswa untuk belajar, membahas ulang pengetahuan prasyarat atau menyampaikan informasi awal atau penjelasan tugas secara klasikal. Pengetahuan prasyarat yang dibahas hendaknya betul-betul yang dekat dengan konsep baru yang dipelajari, tidak terlalu jauh sehingga waktu yang digunakan menjadi singkat; 2) kegiatan inti, disediakan untuk siswa mengalami kegiatan seperti melakukan percobaan, bermain peran, kegiatan pemecahan masalah, atau simulasi yang sebaiknya dilakukan secara berpasangan atau kelompok. Apabila kegiatan ini dilakukan siswa secara perorangan maka harus diikuti dengan kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, misalnya saling menjelaskan proses dan hasil belajar kepada temannya. Hal ini dimaksudkan agar tercipta interaksi diantara mereka sehingga hasil belajar mereka menjadi mantap; 3) kegiatan penutup, biasanya diisi dengan rangkuman hasil belajar secara klasikal. Alokasi waktu untuk kegiatan awal dan penutup sebaiknya tidak lebih dari 10-15 menit sehingga sisanya untuk kegiatan inti.62
61
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 223.
62
Masnur Muslich, KTSP:Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 60.
31
4) Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pembelajaran, untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pembelajaran. Tes itu bersifat formatif, yaitu bertujuan mengetahui sampai seberapa jauh siswa dalam pengolahan materi pembelajaran (diagnostic progress test). Menurut Yamin dalam test formatif ini, ditetapkan norma yang tetap dan pasti, misalnya 80% dari jumlah pertanyaan dalam tes itu harus dijawab betul, supaya siswa dinyatakan berhasil atau telah menguasai tujuan pembelajaran.63 5) Siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor sebaya, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku bidang lain dan mengambil unit pelajaran yang telah diprogramkan. 6) Setelah semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pembelajaran yang bersangkutan barulah guru mulai mengajarkan unit berikutnya. 7) Setelah siswa paling sedikit kebanyakannya, mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga. Jadi seluruh siswa dalam kelas selalu mulai mempelajari suatu unit pelajaran baru secara bersama-sama. 8) Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian pembelajaran selesai. 9) Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh rangkaian unit pembelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa terhadap semua tujuan pembelajaran.64 h. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mastery Learning Para pakar pendidikan berkeyakinan bahwa sebagian besar bahkan semua siswa mampu menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya dengan syaratsyarat tertentu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan teori 63
Martinis Yamin, Profesionalisasi, hlm. 127.
64
Martinis Yamin, Profesionalisasi, hlm. 127.
32
Carrol, Bloom, Block dan yang lainnya dapatlah diidentifikasi dan dielaborasikan bahwa mastery learning dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 1) Bakat (aptitude) Bakat sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih juga sangat berpengaruh bagi tercapainya prestasi seseorang. Ada korelasi antara bakat yang tinggi dengan prestasi belajar. Korelasi antara bakat, misalnya untuk pelajaran matematika dan prestasi untuk bidang itu setinggi 70. Hasil itu akan tampak bila kepada siswa dalam satu kelas diberikan metode yang sama dalam waktu yang sama. Namun menurut Carrol adanya perbedaan bakat dipandang sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasai sesuatu. Jadi perbedaan bakat tidak menentukan tingkat penguasaan atau jenis bahan yang dipelajari. Jadi setiap orang dapat menguasai bidang studi apapun hingga penguasaan yang tinggi asal diberi waktu yang cukup. 2) Ketekunan belajar (perseverance) Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Carrol mendefinisikan ketekunan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh siswa untuk belajar.65 Bila siswa membutuhkan sejumlah waktu untuk mempelajari bahan pelajaran tetapi ia hanya mendapat waktu kurang dari apa yang ia butuhkan untuk mempelajari suatu bahan, maka ia tidak akan menguasai bahan sepenuhnya. Waktu belajar yang dimaksudkan adalah jumlah waktu yang digunakan untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif. 3) Kualitas pembelajaran (quality of instruction) Implementasi KTSP berbasis kompetensi, menurut dukungan tenaga kependidikan yang terampil dan berkualitas, agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas setempat, serta mengefisienkan sistem dan mengendorkan birokrasi yang tumpang tindih. Dalam pada itu, dituntut kemandirian dan kreatifitas sekolah dalam 65
Moh.Uzer Usman dan Lilis Setyawati, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 96.
33
mengembangkan kurikulum dan pembelajaran beserta perangkat evaluasinya. Implementasi KTSP disekolah merupakan pengembangan kurikulum pada tingkat lembaga (institusi) yang akan bermuara pada pengembangan kurikulum pada tingkat bidang studi (penyusunan silabus) dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru dalam proses pembelajaran memiliki fungsi strategis dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar, karena melalui pendidikan akan terbentuk sikap dan perilaku siswa. Guru sebagai seorang pendidik (muaddib) yaitu orang yang berusaha mewujudkan budi pekerti yang baik atau akhlakul karimah, atau sebagai pembentukan nilai-nilai moral (transfer of values). Sedangkan guru sebagai pengajar (muallim) adalah orang yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa mengerti, menghayati, memahami, dan dapat mengamalkan berbagai ilmu pengetahuan yang disebut sebagai transfer of knowledge.66 Kegiatan pembelajaran di kelas dapat dilihat dari sisi guru yang dapat dicermati dari dua sudut pandang. Pertama, menyatakan bahwa mengajar adalah proses transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan pada siswa. Kedua, menyatakan bahwa pembelajaran bukan hanya mengendalikan kelas sehingga menghilangkan sebagian besar peran serta yang seharusnya dilakukan siswa.67 Sebagai seorang pendidik, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien), artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran aktif.68 Jadi kualitas pengajaran ditentukan oleh kualitas pengujian, penjelasan dan pengaturan unsur-unsur belajar dengan memperhatikan metode-metode mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa secara 66
Marassudin Siregar, Pengelolaan Pengajaran (Suatu Dinamika Profesi Keguruan) dalam PBM PAI di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 179. 67
Suyanto dan Abbas, Wajah Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), hlm. 66. 68
Dimyati Mujiono, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 117-118.
34
individual. Karena pada dasarnya setiap anak belajar tidak secara kelompok, akan tetapi secara individual, menurut caranya masing-masing meskipun berada dalam satu kelompok (kelas). Artinya, meskipun dilaksanakan secara klasikal tetapi sangat individual pendekatan yang digunakan dalam implementasinya. 4) Kesanggupan untuk menerima pelajaran (ability to learn). Kesanggupan menerima pelajaran atau kesanggupan belajar siswa terkait erat dengan intelegensi. Salah satu definisi intelegensi antara lain menyebutkan bahwa intelegensi adalah ability to learn (kemampuan untuk belajar). Artinya, intelegensi yang tinggi diharapkan akan dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula begitu juga yang terjadi sebaliknya. Lebih lanjut Azwar menjelaskan bahwa intelegensi merupakan bakal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan performansi yang optimal.69 5) Kesempatan waktu untuk belajar Alokasi waktu tiap bidang studi telah ditentukan dalam kurikulum yang tentunya telah disesuaikan dengan kebutuhan waktu belajar siswa dan perkembangan jiwanya. Untuk itu, para guru pula mengantisipasi agar waktu belajar yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, sehingga waktu belajar untuk mempelajari materi pelajaran tersebut benar-benar efektif. Dalam hal ini peranan strategi dan metode pembelajaran yang digunakan para guru sangat besar dan peranan kealiman guru dalam pemecahan masalah ini juga sangat menentukan.70 i. Kelebihan dan Kekurangan Mastery Learning Suatu strategi pembelajaran ada kelebihan dan kekurangannya, seperti juga strategi mastery learning yang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Strategi mastery learning merupakan strategi pembelajaran yang banyak
69
Saifudin Azwar, Pengantar Psikologi Inteligensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.
70
Moh.Uzer Usman dan Lilies Setyawati, Menjadi, hlm. 99.
163.
35
dianjurkan, oleh karena itu strategi ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:71 1) Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok. 2) Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri. 3) Dalam strategi ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya. 4) Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar, yakni siswa yang menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh dan utuh. 5) Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang memuaskan atau masih dibawah target hasil yang diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan oleh guru. 6) Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru. rekan sekelas, dan oleh diri sendiri dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar perilaku) yang jelas dan spesifik. 7) Pengajaran tuntas berdasarkan suatu perencanaan yang sistemik, yang memiliki derajat koherensi yang tinggi dengan Garis-garis Besar Program Pengajaran Bidang studi. 8) Strategi ini menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing individu siswa sehingga memungkinkan mereka belajar secara lebih leluasa.
71
Oemar hamalik, Pendekatan, hlm. 86-87.
36
9) Strategi ini mengaktifkan guru-guru sebagai suatu regu yang harus bekerja sama secara efektif sehingga kelangsungan proses belajar siswa dapat terjamin dan berhasil optimal. 10) Strategi belajar tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada strategi
belajar-mengajar lainnya,
yang berdasarkan
pendekatan kelas saja, atau individualisasi saja. Disamping
memiliki
kelebihan,
mempunyai kelemahan, diantaranya: 1) Guru-guru
umumnya
masih
strategi
mastery
learning
juga
72
mengalami
kesulitan
dalam
membuat
perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester di samping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh. 2) Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai. 3) Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru. 4) Strategi ini sudah tentu meminta berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan. 5) Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. Hal itu menuntut para guru agar lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih luas. 3. Mastery Learning dalam PAI Pada prinsipnya pelaksanaan strategi mastery learning dalam pembelajaran PAI sama saja dengan strategi lain yang digunakan dalam pembelajaran PAI. Hanya saja ada karakteristik yang menjadi ciri khas dan indikator pelaksanaannya, yaitu: a. Metode Pembelajaran
72
Oemar Hamalik, Pendekatan, hlm. 87-88.
37
Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik preskriptif (mengetahui kesulitan belajar siswa dan bagaimana cara memberikan layanan terbaik). Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual (individual differences) siswa sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing secara optimal. Mastery learning sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan session-session
kelompok
kecil,
tutorial
orang
perorang,
pembelajaran
terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer.73 Pembelajaran tuntas diorientasikan bagaimana siswa mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, artinya tujuan pembelajaran PAI diarahkan pada penguasaan kompetensi-kompetensi tertentu. Jika itu telah tercapai, maka dikatakan siswa telah kompeten, dan jika belum maka siswa dapat dikatakan belum atau bahkan tidak kompeten tentang bahan yang dipelajarinya. Oleh karena itu, kalau siswa harus kompeten, maka gurunya harus lebih dahulu kompeten dalam bidangnya, artinya ia memiliki kompetensi guru yang dipersyaratkan padanya, agar tujuan pembelajaran terkondisikan dengan baik, kreatif, menyenangkan, dan bermakna. b. Peran guru Strategi pembelajaran tuntas (mastery learning) menekankan pada peran atau tanggung
jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara
individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System Of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi siswa dengan materi/objek belajar.74 Karena itu, peran guru dalam pelaksanaan mastery learning dalam pembelajaran PAI
lebih diintensifkan
dalam hal-hal berikut: (a) menjabarkan/memecahkan Kompetensi Dasar ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil (cremental units) dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya, (b) mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD, 73
Kunandar, Guru,, hlm. 331.
74
Kunandar, Guru, hlm. 331.
38
(c) menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi, (d) memonitor seluruh pekerjaan siswa, (e) menilai perkembangan siswa dalam pencapaian
kompetensi,
(f)
menggunakan
teknik
diagnostik,
dan
(g)
menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar (disability to learn). c. Peran siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berorientasi pada kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada “siswa dan yang akan dikerjakannya”. Oleh sebab itu, pembelajaran tuntas (mastery learning) memungkinkan siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan.
75
Artinya,
siswa diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan siswa sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual dalam mengikuti pembelajaran PAI. d. Evaluasi (penilaian) Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar (mastery learning) dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma. Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75,65,55, atau sampai nilai berapa seorang siswa dinyatakan mencapai ketuntasan dalam belajar. Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas, tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, siswa dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali dimana ia mengalami kesulitan dengan segera, sehingga dapat mencapai ketuntasan minimal yang telah ditentukan.76
75
Kunandar, Guru, hlm. 332.
76
Kunandar, Guru, hlm. 333.
39
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh para peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannnya.1 Ketepatan dalam menggunakan metode penelitian merupakan syarat utama dalam menggunakan data agar penelitian sesuai dengan yang diharapkan. A. Jenis Penelitian Jenis penelitan yang digunakan peneliti adalah penelitian lapangan (field study) dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan dan posisi saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given).2 Atas dasar ini maka penelitian merupakan studi mendalam tentang implementasi pendekatan mastery learning dalam PBM PAI di SDN Bulakwaru 2 Tarub Tegal pada situasi sekarang yang hasilnya dapat memberikan gambaran luas dan mendalam mengenai proses kegiatan tersebut.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat di SDN Bulakwaru dengan alamat jl. Melati No.30 Kec. Tarub Kab. Tegal.
2.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 30 hari dimulai pada tanggal 7 september 2011 sampai dengan tanggal 7 Oktober 2011. Akan tetapi penelitian tidak dilakukan secara terus menerus dalam hari tersebut hanya pada hari-hari tertentu. Adapun tahap-tahap yang peneliti lakukan adalah: a. Melakukan
pendekatan
kepada
kepala
sekolah
untuk
mengajukan
permohonan izin riset.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Akademik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 160. 2 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), cet. 1, hlm. 55.
40
b. Melakukan survey awal bertujuan untuk mencari gambaran umum tentang obyek yang akan diteliti. c. Melakukan penelitian dengan observasi serta wawancara tentang obyek penelitian. d. Melakukan analisis data dan menyimpulkannya.
C. Sumber Penelitian Informasi data yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan penelitian ini diambil dari berbagai sumber, di antaranya: sumber informasi dari Kepala sekolah SDN Bulakwaru 2 dan guru PAI. Kepala sekolah dalam penelitian ini memberikan data tentang kondisi dan profil SDN Bulakwaru 2, sedangkan guru PAI memberikan data tentang data jumlah siswa dan nama siswa SDN Bulakwaru 2 serta informasi tentang pelaksanaan mastery learning dalam pembelajaran PAI.
D. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada pelaksanaan mastery learning dalam pembelajaran PAI pada kelas IV di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal. Pada standar kompetensi membaca Surat dalam Al-Qur’an dan kompetensi dasar membaca Surat Al-Ikhlas dengan lancar.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik dan alat pengumpul data yang tepat dapat memungkinkan diperolehnya data yang obyektif. Di bawah ini peneliti akan menguraikan beberapa teknik penelitian yang digunakan sebagai cara yang ditempuh untuk mengumpulkan data, yaitu: 1.
Metode Observasi (pengamatan) Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap
obyek penelitian. Adapun yang diamati dalam penelitian ini yaitu: a. Ruang / tempat Dalam hal ini peneliti mengamati ruang atau gambar untuk dicatat atau digambar.
41
b. Pelaku Kegiatan Peneliti mengamati ciri pelaku yang ada diruang atau tempat, dalam hal ini pelaku adalah guru PAI
dan siswa SDN Bulakwaru 2 dalam pelaksanaan mastery
learning pembelajaran PAI. c. Benda (Alat) Peneliti mencatat semua benda atau alat yang digunakan oleh pelaku (guru dan siswa) untuk berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan kegiatan pelaku. d. Waktu Peneliti mencatat setiap tahapan-tahapan waktu dari sebuah kegiatan. e. Peristiwa Peneliti mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi selama kegiatan berlangsung. f. Tujuan Peneliti mencatat tujuan dari setiap kegiatan-kegiatan yang ada. g. Perasaan Peneliti mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap peserta dan pelaku kegiatan, baik dalam bahasa verbal maupun non verbal yang berkaitan dengan perasaan atau emosi.
2. Metode Interview (Wawancara) Wawancara di sini adalah wawancara secara langsung dengan guru PAI di SDN Bulakwaru 2 yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan pengajaran terutama dalam penerapan pembelajaran mastery learning (belajar tuntas). Wawancara digunakan untuk menggali data tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI dengan menerapkan mastery learning (belajar tuntas).
3. Metode Dokumentasi Metode ini digunakan untuk mencari data dari berbagai benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan, catatan harian, dan sebagainya,
42
sehingga dapat dijadikan sebagai informasi untuk melengkapi data-data primer maupun sekunder. Dari sumber data tersebut, peneliti dapat memanfaatkan untuk menguji dan manafsirkan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal dengan menggunakan pendekatan mastery learning.
F. Teknik Analisis Data Untuk memperoleh arti dari data yang sudah tersedia melalui interpretasi data, maka peneliti mengadakan pengolahan dan penafsiran data melalui teknik analisis kualitatif yaitu data yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu peneliti dalam meneliti menggunakan fakta empiris.3 Analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis data ketika peneliti masih di lapangan dan analisis data setelah kembali dari lapangan.4 Analisis data di lapangan terkait dengan memperbaiki atau mengubah asumsi teoritis yang digunakan, serta memperbaiki pertanyaan yang menjadi fokus penelitian. Sedangkan analisis data pasca mendapatkan data di lapangan terkait dengan perumusan penemuan penelitian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: 1. Reduksi
data,
yaitu
proses
memilih,
menyederhanakan,
memfokuskan,
mengabstrasi, dan mengubah data kasar ke dalam catatan lapangan. 2. Sajian data, yaitu suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk memberikan kesimpulan atau tindakan yang diusulkan. 3. Verifikasi atau penyimpulan data, yaitu penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausalnya sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya.5
3
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), cet. 2,
hlm. 167. 4 5
Sudarwan Danim, Menjadi, hlm. 2. Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT Angkasa, 1993), cet. 1,
hlm. 167.
43
___________________
44
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2 A. Gambaran Umum SDN Bulakwaru 2 1.
Tinjauan Historis SDN Bulakwaru Sekolah Dasar Negeri Bulakwaru 2 berdiri pada tahun 1975. SD Negeri
Bulakwaru 2 adalah sebuah sekolah yang terletak di desa Bulakwaru Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal Jawa Tengah.1 Dengan lokasi yang jauh dari keramaian kota menjadikan sekolah ini lebih tenang dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Adapun kepala sekolah sejak berdirinya SDN Bulakwaru 2 sampai sekarang mengalami 5 kali pergantian yaitu: a. tahun 1975-1983
: Sukarto
b. tahun 1983-1995
: Dulim
c. tahun 1995-2007
: Ritno A.ma.Pd
d. tahun 2007-2008
: Sukanto A.ma.Pd
e. tahun 2008-sekarang
: Bahrudin S.pd 2
2. Visi, Misi dan Tujuan SDN Bulakwaru 2 Sebagaimana lembaga pendidikan yang lain, SDN Bulakwaru 2 juga memiliki visi, misi dan tujuan yang sejalan dan mendukung bagi tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Adapun visi, misi dan tujuan SDN Bulakwaru 2 adalah sebagai berikut: Visi SDN Bulakwaru 2 adalah: “ Terwujudnya akhlakul karimah, unggul dalam berprestasi, berwawasan global yang dilandasi nilai-nilai budaya luhur sesuai dengan ajaran agama”. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan misi yang jelas. Adapun misi SDN Bulakwaru 2 adalah:
1
Dokumentasi SDN Bulakwaru 2
2
Bahrudin , Kepala Sekolah SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal, 7 September 2011
44
a. Menanamkan keyakinan dan akidah melalui pengamalan ajaran agama. b. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan. c. Mengembangkan pengetahuan dibidang iptek, bahasa, olahraga dan seni budaya sesuai bakat, minat dan potensi siswa. d. Menjalin kerjasama yang harmonis antara warga sekolah dan lingkungan. Sementara tujuan SDN Bulakwaru 2 sebagai berikut: a. Dapat mengamalkan ajaran agama hasil proses pembelajaran dan kegiatan pembiasaan. b. Meraih prestasi akademik maupun non akademik minimal tingkat kecamatan. c. Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. d. Menjadi sekolah pelopor dan penggerak di lingkungan masyarakat sekitar. e. Menjadi sekolah yang diminati di masyarakat.3
3. Letak Geografis SDN Bulakwaru 2 SDN Bulakwaru 2 terletak di jl. Melati Desa Bulakwaru Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal berjarak 10 km kearah selatan dari jalur pantura. Lokasi tersebut berada di tengah-tengah perkampungan warga dan termasuk daerah pesisir jauh dari hiruk pikuk keramaian jalan raya sehingga mendukung proses belajar mengajar. Adapun batas-batas SDN Bulakwaru 2 sebagai berikut: a. Wilayah sebelah barat berbatasan dengan SDN Bulakwaru 3. b. Wilayah sebelah timur berbatasan dengan perkampungan warga. c. Wilayah sebelah selatan berbatasan dengan balai desa Bulakwaru. d. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan lapangan sepakbola desa Bulakwaru.4 Sekolah yang termasuk dalam klasifikasi geografis perkotaan ini berstatus negeri didirikan diatas tanah seluas 3.180 m2 dan status bangunan milik desa, merupakan suatu lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan dan bukan lembaga pendidikan yang bercorak agama.
3
Dokumentasi SDN Bulakwaru 2
4
Data Observasi, Tanggal 7 September 2011
45
4. Struktur Organisasi Sekolah Agar sebuah lembaga sekolah mekanisme kerja lancar dan tertib, maka diperlukan adanya orang-orang yang bertanggungjawab dalam bidangnya masingmasing. Sehingga roda organisasi ini dapat berjalan kearah yang lebih baik serta tujuan pendidikan yang diharapkan dapat dengan mudah tercapai. Adapun struktur organisasi SDN Bulakwaru 2 terlampir.5 5. Keadaan Guru Dan Murid a.
Keadaan Guru Guru adalah salah satu komponen penting dalam pendidikan yang memegang peranan penting. Guru inilah yang bertanggung jawab dalam pengoperasian nilai-nilai yang telah diterapkan oleh suatu lembaga pendidikan. Keberhasilan dalam pengajaran banyak tergantung pada pendidik/guru dalam mengemban kependidikannya. Untuk itu diperlukan guru yang mampu mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada oleh anak didik. Pada saat diadakan penelitian jumlah guru yang ada di SDN Bulakwaru 2 berjumlah 15 orang dengan perincian 7 orang guru laki-laki, 8 orang guru perempuan.6 Daftar nama guru dan mata pelajaran yang diampu serta tugas terdapat dalam lampiran.
b. Keadaan Murid Siswa yang dimaksud disini adalah siswa yang mengikuti program pendidikan di SDN Bulakwaru 2 yang bertujuan untuk belajar ilmu yang diajarkan di SDN Bulakwaru 2. Pada saat diadakan penelitian, jumlah murid SDN Bulakwaru 2 pada tahun ajaran 2011/2012 yaitu sebanyak 147 anak yang terdiri dari 79 siswa putra dan 68 siswa putri. 6. Fasilitas Sekolah Fasilitas yang ada di SDN Bulakwaru 2 sangatlah mendukung berjalannya proses kegiatan belajar mengajar sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai
5
Dokumentasi SDN Bulakwaru 2
6
Dokumentasi SDN Bulakwaru 2
46
dengan keinginan dan harapan. Kegiatan belajar tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa keberadaan sarana dan prasarana yang memadai. Adapun fasilitas/sarana dan prasarana yang ada di lingkungan SDN Bulakwaru 2 yang dapat menunjang berjalannya program pendidikan adalah sebagai berikut: Alat bantu pendidikan yang terdiri dari 500 bahan pustaka, 7 bahan/alat media pendidikan, 4 jenis peralatan kesenian, 4 jenis peralatan olahraga, 1 peralatan laboratorium. Gedung pendidikan yang terdiri dari 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 lapangan upacara, 1 lapangan olahraga, 4 taman sekolah. Alat perkantoran sekolah yang terdiri dari 1 mesin ketik, 3 komputer, 16 meja kursi, 5 lemari kerja, 1 meja belajar dan 6 papan tulis.7
B. Mastery learning dan Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 1.
Mastery learning di SDN Bulakwaru 2 Mastery learning yang biasa diartikan sebagai proses pembelajaran yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of progress). Artinya, mastery learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menganut azas ketuntasan belajar, dengan tolok ukur yang digunakan pada pencapaian hasil belajar, yakni tingkat kemampuan siswa orang perorang, bukan perkelas dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan cara ini, guru akan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa, sehingga potensi masing-masing siswa berkembang secara optimal. Pendekatan ini berawal dari asumsi, bahwa di dalam kondisi yang tepat, semua siswa mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua siswa memperoleh hasil yang
7
maksimal
pembelajaran
harus
dilaksanakan
dengan
sistematis.
Dokumentasi SDN Bulakwaru 2
47
Kesistematisan akan tercermin dari strategi yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisasi tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap siswa yang lambat mencapai tujuan (kompetensi) yang telah ditetapkan. Belajar tuntas merupakan suatu upaya belajar dengan penekanan siswa harus menguasai seluruh bahan ajar. Karena menguasai 100% bahan ajar amat sukar, maka yang dijadikan ukuran biasanya menguasai 75% tujuan atau kompetensi yang harus dicapai. SDN Bulakwaru 2 pada tiap jenis mata pelajaran menetapkan tingkat ketuntasan yang berbeda sesuai dengan persepsi terhadap tingkat kesukaran dan kedalaman mata pelajaran tersebut. Dalam konsep KTSP kriteria ini disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk materi PAI adalah minimal peserta didik harus memperoleh nilai 60. Jika dibawah 60 belum dianggap tuntas dan harus mengulang. Menurut Bapak Muanas, standar kompetensi atau standar ketuntasan PAI yang berlaku di SDN Bulakwaru adalah ditetapkan sendiri oleh sekolah dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Antara lain, melihat kemampuan para peserta didik. Penetapan standar oleh pihak sekolah sesuai dengan Peraturan Departemen Pendidikan Nasional tentang penetapan standar ketuntasan minimal bahwa sekolah dapat menetapkan sendiri standar ketuntasan minimal yang dipakainya.8 Pada pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi mastery learning, siswa-siswa yang mengalami kesulitan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan akan mendapatkan pelajaran tambahan (remedial) agar mereka juga bisa sukses melewati kajian itu. Sedangkan bagi siswa yang berhasil tuntas menguasai kajian tersebut dapat diberikan program pengayaan (enrichment). Ada beberapa hal penting kaitannya dengan penerapan mastery learning di SDN Bulakwaru 2, antara lain:
8
Muanas, Guru Bidang Studi PAI di SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 8 September
2011
48
a. Guru mengukur tingkat ketuntasan. Tingkat ketuntasan ini diukur dari kemampuan siswa dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kompetensi dasar). b. Guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran dibuat untuk satu minggu pembelajaran dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada siswa. c. Guru membentuk pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar dan dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual. d. Guru menyiapkan metode pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pembelajaran ini dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi dan belajar secara individual. e. Guru melakukan orientasi pembelajaran pada terminal kompetensi atau kemampuan dasar siswa secara individual. f. Guru menyiapkan instrumen umpan balik dengan menggunakan berbagai jenis tagihan serta bentuk tagihan secara berkelanjutan. g. Guru membantu siswa dengan menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok dan tutor yang dilakukan secara individual.9 2. Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Di SDN Bulakwaru 2 pembelajaran PAI tertuang dalam beberapa komponen utama yang berperan dalam proses pembelajaran PAI, yakni: a.
Tujuan pembelajaran PAI Tujuan yang dirumuskan dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 telah disesuaikan dengan Standar Nasional. Manfaat dari perumusan tujuan pembelajaran PAI sebelum proses pembelajaran yaitu dapat mengukur tingkat keberhasilan atau prestasi seseorang. Dalam perumusan pambelajaran PAI Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar itu mencakup tiga ranah, yaitu ranah
9
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 7 Oktober 2011
49
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal inilah yang ingin dicapai oleh pihak sekolah bersama guru PAI terhadap siswa-siswa di SDN Bulakwaru 2. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam pembelajaran PAI yaitu terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok ajaran agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.10 b. Materi Pembelajaran PAI Ini merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, sebagai suatu sistem materi juga disebut kurikulum. Jika dikatakan kurikulum, maka mengandung pengertian bahwa materi yang diajarkan telah tersusun secara sistematis dengan yang hendak dicapai telah ditetapkan. Berikut peneliti paparkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAI kelas IV yang tercantum dalam Standar Isi mata pelajaran PAI SDN Bulakwaru 2:11 Kelas IV, Semester 1 Standar kompetensi Al-qur’an 1. Membaca surat surat
Kompetensi dasar 1.1 Membaca QS Al-Fatihah dengan lancar 1.2 Membaca QS Al-Ikhlas dengan lancar
Al-Qur’an Aqidah 2. Mengenal sifat jaiz
2.1 Menyebutkan sifat jaiz Allah SWT 2.2 Mengartikan sifat jaiz Allah SWT
Allah SWT Tarikh 3. Menceritakan kisah
10
3.1 Menceritakan kisah Nabi Adam AS 3.2 Menceritakan kisah kelahiran Nabi
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 6 Oktober 2011
11
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Th 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar tingkat SD, MI dan SDLB.
50
Nabi
Muhammad SAW 3.3 Menceritakan perilaku masa kanakkanak Nabi Muhammad SAW
Akhlak 4. Membiasakan perilaku terpuji
4.1 Meneladani perilaku taubatnya Nabi Adam AS 4.2 Meneladani perilaku masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW 5.1 Menyebutkan rukun-rukun sholat
Fiqih 5. Mengenal ketentuanketentuan sholat
5.2 Menyebutkan sunat sholat 5.3 Menyebutkan syarat sah dan syarat wajib sholat 5.4 Menyebutkan hal-hal yang membatalkan sholat
Kelas IV, semester 2 Standar kompetensi Al-Qur’an 6. Membaca surat-surat Al-Qur’an Aqidah 7. Mengenal Malaikat dan tugasnya Tarikh 8. Menceritakan kisah
Kompetensi dasar 6.1 Membaca QS Al-Kautsar dengan lancar 6.2 Membaca QS An-Nashr dengan lancar 6.3 Membaca QS Al-Ashr dengan lancar 7.1 Menjelaskan pengertian Malaikat 7.2 Menyebutkan nama-nama Malaikat 7.3 Menyebutkan tugas-tugas Malaikat 8.1 Menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS 8.2 Menceritakan kisah Nabi Ismail
Nabi Akhlak 9. Membiasakan
9.1 Meneladani perilaku Nabi Ibrahim AS 9.2 Meneladani Nabi Ismail AS
perilaku terpuji Fiqih 10. Melaksanakan dzikir
10.1 Melakukan dzikir setelah sholat 10.2 Membaca do’a setelah sholat
51
dan do’a
c. Metode Pembelajaran PAI Selanjutnya
adalah
metode,
penggunaan
metode
dalam
strategi
pembelajaran PAI, seorang guru harus pandai mempertimbangkan ciri dan karakterisitik materi pembelajaran. Berikut penulis paparkan materi serta metode pembelajaran di SDN Bulakwaru 2:12 1) Al-Qur’an dan Hadis Dalam mengajarkan Al-Qur’an dan Hadis yang berupa membaca, menulis/menyalin,
mengartikan,
menerjemahkan
dan
menyimpulkan
kandungan isi ayat atau Hadist. Diantaranya pada materi surat Al-Ikhlas. Metode yang digunakan berupa pembagian tugas, tutor sebaya, drill dan diskusi kelompok. 2) Aqidah Materi aqidah lebih menekankan pada masalah keimanan, yakni lebih menekankan pada konsep dogmatis dan doktrin. Sehingga aqidah dapat diajarkan dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi kelompok. Untuk penilaian dapat diperoleh dari tes tertulis, partisipasi individu dalam kelompok, dan hasil kerja kelompok. 3) Akhlak Materi akhlak pada mata pelajaran PAI cenderung berkenaan dengan perilaku sifat-sifat terpuji maupun sifat tercela. Dalam mengajarkan akhlak dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi kelompok. Penilaian dapat diperoleh dari tes tertulis, partisipasi individu dalam kelompok dan pengamatan guru terhadap perilaku siswa disekolah. 4) Fiqih Materi fiqih pada mata pelajaran PAI kelas IV berkenan dengan muamalah yang menekankan pada hubungan sosial dan masyarakat dalam arti adanya hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.
12
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 7 Oktober 2011
52
Fiqih dapat diajarkan dengan menggunakan metode demonstrasi, praktek ibadah dan tutor sebaya. Penilaian dapat diperoleh dari tes tertulis, tes praktek dan pengalaman siswa sehari-hari. 5) Tarikh dan Kebudayaan Islam Materi tarikh lebih menekankan pada penggalian dari pencarian informasi sebanyak-banyaknya. Misal mengenai kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tarikh dapat diajarkan dengan metode cerita, diskusi kelompok, belajar bersama dan pemberian tugas. Untuk penilaian dapat dapat diperoleh dari tes tertulis, hasil presentasi kelompok, dan partisipasi individu dan kelompok. d. Media Pembelajaran PAI Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik. Adapun media yang digunakan oleh guru PAI di SDN Bulakwaru 2 adalah sebagai berikut:13 1) Buku-buku ke-Islaman Media ini digunakan ketika siswa mencari referensi yang mendukung materi pelajaran sekaligus menambah pengetahuan dan wacana ke-Islaman dari berbagai macam buku dan penerbit. Koleksi ini bisa diperoleh di perpustakaan sekolah. Buku-buku ke-Islaman ini diantaranya meliputi buku sejarah Islam, buku fiqih, juz amma, dll. 2) Papan Tulis dan Kapur Media ini digunakan dalam menyampaikan materi-materi PAI di kelas. 3) Lingkungan Dengan
menggunakan
media
yang
ada
berarti
memberikan
pengalaman belajar kepada siswa mulai dari sesuatu yang abstrak menuju kepada yang konkrit. Akan tetapi tidak selamanya media pembelajaran
13
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 7 Oktober 2011
53
tersebut dapat digunakan secara tepat untuk berbagai situasi. Seorang guru benar-benar dituntut untuk mampu dan jeli memilih media pembelajaran agar pembelajaran bisa dilakukan seefektif mungkin.
C. Implementasi Mastery Learning dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 Strategi
mastery
learning
dalam
pembelajaran
PAI
di
kelas
IV
terimplementasi pada dua metode yaitu drill dan diskusi kelompok. Namun agar metode yang diterapkan dan langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran mastery learning dapat mencapai hasil yang diinginkan haruslah memperhatikan komponen-komponen pembelajaran berikut ini:14 1. Tujuan Tujuan pembelajaran mastery learning di SDN Bulakwaru 2 yaitu agar sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran (kompetensi) secara tuntas.15 2. Materi Materi yang diajarkan dalam pembelajaran mastery learning yaitu surat Al-Ikhlas ayat 1-4 :
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."( QS. AlIkhlas : 1-4)
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa (QS. Al-Ikhlas : 1)
14
Data Observasi, Tanggal 6 Oktober 2011
15
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 7 Oktober 2011
54
Pada ayat ini Allah menyuruh Nabi-Nya menjawab pertanyaan orangorang yang menanyakan tentang sifat Tuhannya, bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Esa, tidak tersusun dan tidak berbilang, karena berbilang dalam susunan zat berarti bahwa bagian kumpulan itu memerlukan bagian yang lain, sedang Allah sama sekali tidak memerlukan sesuatu apapun. Tegasnya keesaan Allah itu meliputi tiga hal: a. Maha Esa pada zat-Nya, berarti zat-Nya tidak tersusun dari beberapa zat atau bagian. b. Maha Esa pada sifat-Nya, berarti tidak ada satu sifat makhlukpun yang menyamai-Nya c. Maha Esa pada af'al-Nya, berarti hanya Dialah yang membuat semua perbuatan sesuai dengan firman-Nya:
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu” (QS. Alikhlas : 2). Pada ayat ini Allah menambahkan penjelasan tentang sifat Tuhan Yang Maha Esa itu, yaitu Dia adalah Tuhan tempat meminta dan memohon.
“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan” (QS. Alikhlas :3). Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak. Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah.
“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” (QS. Al-Ikhlas : 4). Dalam ayat ini Allah menjelaskan lagi bahwa tidak ada yang setara dan sebanding dengan Dia dalam zat, Sifat dan perbuatan-Nya. Ini adalah tantangan
55
terhadap orang-orang yang beriktikad bahwa ada yang setara dan menyerupai Allah dalam perbuatannya, sebagaimana pendirian orang-orang musyrik Arab yang menyatakan bahwa malaikat itu adalah sekutu Allah.16 Materi yang ditekankan pada ayat di atas selain isi kandungan ayat tersebut juga berkenaan mengenai kaidah ilmu tajwid yang diantaranya meliputi makharijul khuruf, hukum bacaan nun mati/tanwin, qolqolah dan seterusnya.17 3. Metode Materi PAI bersifat kompleks. Sehingga metode yang digunakan bisa bermacam-macam sesuai dengan tujuan dan karakteristik dari materi tersebut. Menurut Bapak Muanas bahwa tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga seorang guru harus bisa memahami masing-masing metode untuk bisa diterapkan secara tepat dalam pembelajaran.18 Seorang guru dapat menggunakan beberapa metode dalam menyampaikan suatu pokok bahasan tertentu. Pada awal pengajaran guru menyampaikan suatu uraian dengan menggunakan metode ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh dengan menggunakan metode peragaan dan dapat diakhiri dengan tanya jawab. Ditegaskan oleh Bapak Muanas bahwa metode yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan dasar dan tujuan yang hendak dicapai materi yang akan disampaikan. Dengan demikian penggunaan metode telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum
proses
pembelajaran
dilaksanakan
sebagaimana
tercantum
dalam
pembelajaran.19 Drill dan diskusi kelompok adalah dua bentuk metode sebagai wujud dari penerapan strategi mastery learning dalam pembelajaran PAI di kelas IV SDN Bulakwaru 2. Drill dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 digunakan ketika materi Al-Qur’an maupun materi-materi yang ada kaitannya dengan praktek ubudiyah, 16
Buku Pendidikan Agama Islam Jilid IV
17
Data Observasi, Tanggal 6 Oktober 2011
18
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 6 Oktober 2011
19
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 6 Oktober 2011
56
misal membaca Al-Qur’an dengan makhraj yang benar atau tata cara sholat. Misalkan saja pada penyampaian materi membaca dan menghafal ayat-ayat AlQuran. Siswa yang terbagi dalam kelompok, bersama-sama membaca ayat-ayat AlQuran sesuai dengan makhrajnya.20 Ada tiga tahapan yang dilakukan Bapak Muanas dalam pelaksanaan mastery learning pada materi Q.S Al-Ikhlas dengan menggunakan metode drill dan diskusi kelompok yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. a. Tahap Persiapan Persiapan yang dilakukan Bapak Muanas adalah mengajak siswa berdo’a bersama-sama, kemudian Bapak Muanas melakukan apersepsi terhadap siswa. Apersepsi yang dilakukan adalah sebagai berikut: “Anak-anak pada pertemuan yang lalu kita telah mempelajari surat Al-Fatihah, apakah ada yang masih ingat ada berapa ayat dalam surat Al-Fatihah?” serentak anak menjawab: “Ada tujuh ayat”, kemudian Bapak Muanas menyuruh siswa untuk melafalkan surat AlFatihah bersama-sama (klasikal). Pada apersepsi ini kurang lebih membutuhkan waktu 5 menit. b. Tahap Pelaksanaan Setelah apersepsi selesai, selanjutnya Bapak Muanas melaksanakan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan proses pembelajaran PAI. 1) Bapak Muanas menulis Q.S Al-Ikhlas di papan tulis dan menerangkan materi tentang Q.S Al-Ikhlas dengan cara ceramah. Kemudian Bapak Muanas mencontohkan cara membaca Q.S Al-Ikhlas dengan bacaan yang baik dan benar. Dengan menerapkan hukum bacaan qolqolah, idh-har dan idghom. Dalam tahap ini waktu yang dibutuhkan sekitar 10 menit. 2) Bapak Muanas membagi kelas menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 siswa. Kelompok pertama di koordinatori oleh Dwi Wahyu Saputra, kelompok kedua dikoordinatori oleh Galuh Triono, kelompok ketiga di koordinatori oleh Riyan Saputro, dan kelompok empat di koordinatori oleh Dissa Almi Laksari.
20
Muanas, Guru Bidang Studi PAI SDN Bulakwaru 2, Wawancara Tanggal 6 Oktober 2011
57
3) Setelah terbentuk kelompok, siswa melakukan pembelajaran dengan membaca Q.S Al-Ikhlas dan disimak oleh kelompok yang lain. Untuk kelompok pertama yang di koordinatori oleh Dwi Wahyu Saputro mendapat giliran pertama untuk melafalkan Q.S Al-Ikhlas. 4) Selanjutnya kelompok kedua yang dikoordinatori oleh Galuh Triono bergantian membaca Q.S Al-Ikhlas. Kemudian dilanjutkan oleh kelompok ketiga dan kelompok empat. Dalam tahap ini membutuhkan waktu sekitar 10 menit. 5) Setelah selesai membaca Q.S Al-Ikhlas perkelompok, Bapak Muanas meminta kepada siswa untuk mendiskusikan isi/kandungan Q.S Al-Ikhlas dengan anggota kelompoknya masing-masing. Diskusi ini diberikan waktu sekitar 10 menit. 6) Setelah dirasa cukup Bapak Muanas meminta empat siswa yang menjadi koordinator untuk mempresentasikannya di depan kelas. Dalam presentasi ini dibutuhkan waktu sekitar 8 menit. 7) Kemudian Bapak Muanas memberi tanggapan dari hasil diskusi siswa dan menjelaskan materi yang baru saja dibahas bersama. 8) Bapak Muanas meminta siswa untuk mencatat hasil diskusi tadi di buku tulis masing-masing. 9) Kemudian Bapak Muanas memberikan kesimpulan kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari. Waktu yang dibutuhkan untuk kesimpulan sekitar 10 menit. c. Tahap Evaluasi Jenis instrumen yang digunakan Bapak Muanas dalam melaksanakan evaluasi yaitu non tes dalam bentuk performance. Adapun pertanyaan-pertanyaan evaluasi yang diberikan kepada siswa pada materi Q.S. Al-Ikhlas adalah sebagai berikut: 1) Hafalkan Q.S Al-Ikhlas dengan makhraj dan hukum bacaan yang benar. 2) Tunjukkan bacaan Qolqolah Sughro, Qolqolah Qubro dan Idghom pada Q.S Al-Ikhlas. 3) Uraikan secara ringkas isi/kandungan Q.S Al-Ikhlas.
58
Adapun pelaksanaan evaluasi menggunakan dua penilaian yaitu evaluasi individu dan evaluasi kelompok. Pada evaluasi individu penilaian yang dilakukan oleh guru adalah siswa diminta maju satu persatu untuk melafalkan Q.S Al-Ikhlas dengan makhraj dan hukum bacaan yang benar. Sedangkan pada evaluasi kelompok penilaian ini dilakukan pada saat diskusi berlangsung, dengan melihat peran dan keaktifan siswa dalam kelompok diskusi. Berikut peneliti sajikan mengenai instrument evaluasi yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi individu dan evaluasi kelompok. INSTRUMEN EVALUASI INDIVIDU No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Siswa Ardi Tomi M Suswantoro Abdur Rofik Aji Prasetio Asror M Anah Dissa Almi L Dwi Wahyu S Galuh Triono Gusti Mulya W M. Afal Fadsiran M. Arif Firdaus M. Ponco S M. Rizal Amri M. Triono Miftahudin M. Angga S Nefi Juni A Riyan Supriyanto Rizki Amaliyah Siti Sekhati Feni Wulandari Khaliyatus S Zidan Nauri
Tajwid Makhraj 55 60 60 65 70 75 54 60 70 75 70 75 75 80 80 75 80 85 55 60 55 60 56 60 55 60 62 60 60 56 60 60 70 72 75 70 73 70 75 70 75 70 70 70 70 65 55 60
Tartil 65 55 65 63 65 65 85 85 75 62 65 64 62 55 64 57 68 65 67 65 65 70 75 65
Nilai 60 60 70 59 70 70 80 80 80 59 60 60 59 59 60 59 70 70 70 70 70 70 70 60
INSTRUMEN EVALUASI KELOMPOK No 1 2 3 4 5
Nama Siswa Ardi Tomi M Suswantoro Abdur Rofik Aji Prasetio Asror M
Keaktifan Kerjasama 65 65 65 65 80 70 60 60 70 75
Hasil 65 65 75 60 80
Nilai 65 65 75 60 75
59
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Anah Dissa Almi L Dwi Wahyu S Galuh Triono Gusti Mulya W M. Afal F M. Arif Firdaus M. Ponco S M. Rizal Amri M. Triono Miftahudin M. Angga S Nefi Juni A Riyan S Rizki Amaliyah Siti Sekhati Feni Wulandari Khaliyatus S Zidan Nauri
70 90 90 85 60 65 60 60 60 65 60 70 70 75 80 75 70 75 65
80 80 85 80 60 60 65 60 60 65 60 75 75 70 75 75 75 70 65
75 85 80 90 60 70 70 60 60 65 60 80 80 80 75 75 80 80 65
75 85 85 85 60 65 65 60 60 65 60 75 75 75 75 75 75 75 65
d. Hasil Evaluasi Hasil belajar siswa pada bidang studi PAI ditunjukkan berdasarkan standar ketuntasan yang dicapai oleh siswa. Dalam pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 yang menerapkan mastery learning siswa yang sudah tuntas adalah siswa yang dapat mencapai taraf penguasaaan materi 75 % dari kompetensi dan satu kelas sudah tuntas apabila dalam proses belajar mengajar PAI minimal 75% dari seluruh peserta didik yang mencapai ketuntasan. Dan standar ketuntasan untuk pelajaran di SDN Bulakwaru adalah minimal siswa harus dapat mencapai nilai 60. Dari data yang penulis peroleh pada saat observasi, jumlah seluruh siswa kelas IV ada 24 orang. Sedangkan yang tuntas pada pelaksanaan mastery learning ada 19 orang dan yang tidak tuntas ada 5 orang. Jadi dapat diketahui bahwa sekitar 78% dari seluruh peserta didik sudah mencapai ketuntasan dan 22% yang dinyatakan belum mencapai ketuntasan. Dari transkip nilai yang penulis peroleh dapat penulis sajikan hasil evaluasi siswa kelas IV pada pelaksanaan mastery learning yaitu sebagai berikut:
60
HASIL EVALUASI PESERTA DIDIK KELAS IV- SEMESTER I SDN BULAKWARU 2 TAHUN PELAJARAN 2011-2012 NO
NAMA SISWA
NILAI
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
ARDI TOMI MAHESA SUSWANTORO ABDUR ROFIK AJI PRASETIO ASROR MAHDAFIKANI ANAH DISSA ALMI LAKSARI DWI WAHYU SAPUTRA GALUH TRIONO GUSTI MULYA WIJAYA MOH. AFAL FADSIRAN MOH. ARIF FIRDAUS MOH. PONCO SETIONO MOH. RIZAL AMRI MOH. TRIONO MIFTAHUDIN MOH. ANGGA SAPUTRA NEFI JUNI ANGGARI RIYAN SUPRIYANTO RIZKI AMALIYAH SITI SEKHATI FENI WULANDARI KHALIYATUS SA’DIYAH ZIDAN NAURI
60 60 70 59 70 70 80 80 80 59 60 60 59 59 60 59 70 70 70 70 70 70 70 60
TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS
e. Tahap Tindak Lanjut Dari hasil observasi di kelas, ada 5 siswa yang belum tuntas dan harus mengikuti remidi. Siswa yang tidak tuntas adalah Aji Prasetio, Gusti Mulya Wijaya, Ponco Setiono, Rizal Amri dan Miftahudin. Kelima siswa ini tidak tuntas pada materi melafalkan Q.S Al-Ikhlas, ketika melafalkan banyak kesalahan, tidak sesuai dengan tajwid dan makhrajnya tidak benar. Guru memberikan tindak lanjut dari pembelajaran yang telah disampaikan dengan menyuruh 5 siswa yang belum benar melafalkan Q.S Al-Ikhlas untuk berlatih lagi dirumah. Sedangkan
61
siswa yang sudah tuntas diberikan program pengayaan, program pengayaan ini dalam bentuk tugas untuk membaca dan mempelajari materi selanjutnya.21 4. Media Media atau sumber belajar yang dipakai dalam penerapan strategi mastery learning dalam pembelajaran PAI di kelas IV yaitu: papan tulis, kapur, buku paket, buku terjemahan juz amma, pulpen dan kertas folio.
D. Analisis Implementasi Strategi Mastery Learning dalam Pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2 1.
Tujuan Tujuan pembelajaran mastery learning di SDN Bulakwaru 2 yaitu agar
sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran (kompetensi) secara tuntas. Perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu, tujuan pembelajaran juga dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa. 2. Materi Bahan atau materi pelajaran pada hakekatnya adalah isi dari materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Materi atau bahan yang diajarkan dalam pendidikan agama Islam sudah seharusnya menyesuaikan dengan tujuan yang sudah direncanakan dari awal pelaksanaan. Materi pelajaran yang dipilih haruslah dapat memberikan kecakapan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan
21
Data Observasi, Tanggal 6 Oktober 2011
62
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik) yang telah dipelajarinya. Setiap materi yang diajarkan kepada peserta didik juga harus mengandung nilai-nilai yang terkait dengan perilaku kehidupan sehari-hari, misalnya mengajarkan materi ibadah yaitu “memahami Al-Qur’an”, selain keharusan mengerti hukum membaca Al-Qur’an, memahami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an semampu yang kita bisa. Nilai-nilai inilah yang harus ditanamkan kepada peserta didik dalam pendidikan agama. Hal yang diperlukan dalam menetapkan bahan pelajaran adalah kemampuan guru memilih bahan yang akan diberikan kepada siswa. Guru harus memilih bahan yang akan diberikan kepada siswa. Guru harus memilih bahan mana yang perlu diberikan dan mana yang tidak perlu. Sehingga dalam menyampaikan bahan atau materi pelajaran perlu memperhatikan dasar atau landasan sebelum menetapkan bahan pelajaran. Kemudian agar penjabaran dan penyesuaian kemampuan dasar tidak meluas dan melebar, maka perlu diperhatikan kriteria untuk menyeleksi materi yang akan dijabarkan. Kriteria tersebut antara lain: a. Shahih, materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenarannya dan keshahihannya. b. Tingkat kepentingan, sejauh mana materi tersebut penting dipelajari. c. Kebermanfaatan, manfaat dari segi akademis (memberikan dasar pengetahuan dan ketrampilan) dari segi non akademis (mengembangkan kecakapan hidup). d. Layak dipelajari, memungkinkan untuk dipelajari. e. Menarik minat, dapat menarik minat dan memotivasi siswa untuk mempelajari lebih lanjut. Oleh karena itu perlu kiranya diadakan suatu pengorganisasian materi (merancang materi), maksudnya adalah mensiasati proses pembelajaran dengan rekayasa terhadap unsur-unsur instrumental melalui upaya pengorganisasian yang rasional dan menyeluruh.
63
3. Metode Metode merupakan salah satu cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena, itu peranan metode mengajar diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa, dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Oleh karenanya metode yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa, serta menggunakan metode mengajar secara bervariasi. Sebelum metode tersebut diterapkan terlebih dahulu seorang guru harus benar-benar menyelidiki apakah materi yang akan disampaikan tepat menggunakan metode tertentu, dan apakah situasi yang terjadi saat itu mendukung untuk menggunakan metode tertentu. Karena bagaimanapun juga sehebat apapun metode yang diterapkan, tetapi kalau materi dan situai serta kondisi belajar tidak memungkinkan, maka metode yang digunakan tidak akan berhasil dengan maksimal. Seorang guru dalam proses belajar mengajar di kelas harus menggunakan metode dan pendekatan-pendekatan belajar agama yang lebih tepat guna dan berhasil guna, tepat pada sasaran pembentukan nilai-nilai dan moral agama peserta didik. Dalam menggunakan metode pembelajaran PAI, itu tidak terlepas dari bahan/materi yang disampaikan. Apabila materinya bersifat pengetahuan, maka metode yang tepat digunakan adalah ceramah, tetapi kalau materi yang disampaikan bersifat praktik, maka metode yang tepat digunakan adalah metode demonstrasi dan eksperimen. Dengan demikian metode yang digunakan dalam penyampaian materi atau bahan kepada peserta didik benar-benar disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran PAI itu sendiri. Jadi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran umat haruslah dengan cara didaktis metodis, artinya harus dengan cara yang tepat, bijaksana, disesuaikan dengan materi, potensi anak didik dan pengalaman pembelajaran di kelas. Selanjutnya peneliti paparkan analisis atas metode mastery learning yang diterapkan dalam pembelajaran PAI di kelas IV SDN Bulakwaru 2, yakni sebagai berikut:
64
a. Drill ( Latihan ) Dalam melaksanakan metode drill, guru terlebih dahulu memilih materi mana yang cocok atau sesuai dengan metode ini guna keefektifan penyampaian materi. Metode ini lebih baik diterapkan untuk mempelajari materi Al-Qur’an. Setiap siswa akan dituntut untuk latihan secara mandiri dan terkontrol menghafal materi yang sedang dipelajari terutama membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang baik dan benar. Menurut peneliti, pelaksanaan metode telah sesuai dengan unsur-unsur mastery learning dimana siswa belajar dengan melakukan latihan mandiri secara berulang-ulang. Selanjutnya analisis evaluasi. Dalam hal evaluasi, guru melakukan evaluasi dengan cara evaluasi individu agar tiap individu dapat diketahui sejauh mana pengetahuan dan kecakapan yang harus dimiliki dan dikuasai sepenuhnya oleh siswa khususnya pada standar kompetensi membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. b. Diskusi kelompok Dalam melaksanakan diskusi, guru terlebih dahulu merumuskan masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam diskusi di setiap kelompok. Penentuan pokok bahasan ini dilakukan sebelum hari pelaksanaan diskusi, dengan harapan siswa dapat terlebih dahulu mencari referensi tentang masalah yang akan dikaji melalui buku-buku di perpustakaan sekolah, buku koleksi perpustakaan kelas dan sumber-sumber yang lain. Pada saat diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa diberi kebebasan untuk berargumen dan memberikan tanggapan disetiap presentasi kelompok. Setelah diskusi usai, guru kemudian bertindak sebagai evaluator dari argumen-argumen yang telah terkumpul untuk kemudian mengevaluasi dan merumuskan jawaban yang lebih sempurna terhadap permasalahan yang dibahas secara bersama-sama dengan siswa. Dalam metode diskusi, unsur ketrampilan sosial mendapat porsi yang lebih. Siswa diajarkan bagaimana saling menghargai pendapat orang lain,
65
begaimana menyampaikan ide dengan baik, dan bagaimana mengambil keputusan bersama. 4. Media Peran media sangatlah penting dalam proses pembelajaran mastery learning karena tujuan media itu yang terpenting adalah agar siswa mampu menangkap materi dengan lebih mudah, selain itu media juga mampu merangsang minat belajar siswa. Dalam pembelajaran tuntas dibutuhkan bahan serta informasi yang memadai, semakin banyak informasi yang memadai, semakin banyak informasi yang didapatkan semakin efektif dalam berdiskusi dan bertambah pula wawasan para siswa. Selain juga dapat mendorong siswa untuk belajar, media juga memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan, dengan demikian pembelajaran mampu menciptakan suatu kelas yang dinamis dan sehat, dimana terjadi interaksi yang bersifat simbiosis mutualisme. Disini setiap individu dapat memahami suatu materi dari setiap individu yang ahli tanpa suatu tujuan yang merugikan. Dengan terjadinya interaksi tersebut akan menciptakan kelas yang dinamis yang merangsang siswa untuk menyadari perannya masing-masing baik dalam kelompok maupun individu. Media atau sumber belajar yang dipakai dalam penerapan strategi pembelajaran tuntas agama Islam di SDN Bulakwaru 2 yaitu papan tulis, kapur, buku paket, Kitab suci Al-Qu’ran, pulpen dan kertas folio. Dengan media yang telah tersedia diharapkan mampu mengasah pola pikir mereka untuk berfikir kreatif dan inovatif dalam penguasaan materi pelajaran yang harus dikuasainya.
E. Analisis Kelemahan dan Kekuatan Pelaksanaan Mastery Learning di SDN Bulakwaru 2 Setiap pelaksanaan strategi dalam pembelajaran tidak terlepas dari kelemahan dan kekuatan, begitu juga pada pelaksanaan strategi mastery learning di SDN Bulakwaru 2 terdapat beberapa kelemahan dan kekuatannya. Kelemahan pelaksanaan mastery learning ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain:
66
1. Faktor Guru Guru
belum
optimal
melaksanakan
mastery
learning
dalam
mengimplementasikannya disebabkan karena: (1) kekurangan waktu, (2) lebih banyak mengejar target daripada penguasaan kompetensi, (3) pemahaman guru PAI sendiri yang belum merata tentang mastery learning, (4) kurang respek dalam membuat perangkat pembelajaran dengan alasan yang penting “siswa bisa” (5) program tindak lanjut yang dilakukan hanya terfokus pada remedial, sementara pengayaan dan percepatan belum tersentuh dan mendapatkan porsi secara optimal dan memadai. 2. Faktor Siswa Yaitu
kemampuan rata-rata (intake) siswa yang heterogen terutama
kemampuan prasyarat tajwid dalam membaca Al-Qur’an. 3. Faktor Waktu Yaitu waktu 2 jam pelajaran perminggu meskipun tidak prinsip dirasa masih kurang mengingat beban kompetensi yang harus dicapai siswa terlalu banyak. 4. Faktor Materi Pelajaran Yakni (1) bahan ajar yang terlalu banyak. Hal ini karena memuat lima aspek sekaligus. (2) belum tersedianya modul yang dibuat oleh guru, sehingga menghambat untuk memfasilitasi siswa yang memiliki kecepatan belajar. Selain mempunyai kelemahan dalam pelaksanaan mastery learning juga terdapat kekuatan yang bisa mengantarkan keberhasilan dalam pelaksanaan mastery learning. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan bahwa SDN Bulakwaru 2 telah memenuhi faktor keberhasilan tersebut dengan cukup representativ, yaitu: (a) tujuan pendidikan yang sudah jelas dan dikembangkan melalui silabus dan RPP, (b) guru PAI yang profesional dan telah memenuhi kualifikasi akademik, (c) telah menggunakan metode yang bervariasi dan tepat sesuai dengan kompetensi dan bahan yang diajarkan, dengan prinsip PAIKEM, (d) input siswa yang bagus dan intake ( kemampuan rata-rata siswa ) bagus, dan mayoritas siswanya adalah muslim, (5) sarana prasarana representativ, (6) penilaian telah
67
terencana dengan baik, proses maupun hasil, serta didukung oleh lingkungan dan suasana yang religius. ___________________
68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi hasil informasi dan temuan yang telah peneliti sajikan pada bagian sebelumnya, baik berasal dari data-data literatur yang terkait dengan penelitian ini, maupun data-data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan mastery learning dalam pembelajaran PAI di kelas IV SDN Bulakwaru 2 terwujud dalam dua bentuk metode mastery learning yaitu metode drill (latihan) dan diskusi kelompok (group discussion). Namun pelaksanaan dua metode tersebut tetap berlandaskan pada empat komponen sebagai acuannya yaitu: tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran. Dengan pelaksanaan metode drill dan metode diskusi kelompok tersebut mampu menghasilkan siswa yang saling asah, asih dan asuh antar siswa. 2. Dalam pelaksanaan mastery learning di SDN Bulakwaru 2 terdapat kelemahan dan kekuatan, kelemahan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, faktor guru, faktor siswa, faktor waktu, dan faktor materi pelajaran. Sedangkan kekuatan dalam pelaksanaan mastery learning antara lain, tujuan pendidikan yang sudah jelas, guru PAI yang telah profesional dan telah memenuhi kualifikasi akademik, telah menggunakan metode yang bervariasi dan tepat sesuai dengan kompetensi, kemampuan rata-rata siswa yang bagus, sarana prasarana representative dan penilaian telah terencana dengan baik, baik dari segi proses maupun hasil. B. Saran-saran Sehubungan dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan, kiranya dapat memberikan saran sebagai berikut:
69
1.
Bagi seorang guru terutama guru PAI diharapkan selalu meningkatkan kompetensinya dan selalu mencari inovasi dalam setiap proses pembelajaran agar implementasi mastery learning semakin dapat dirasakan peserta didik
2.
Bagi peserta didik hendaknya selalu mengembangkan prestasi dengan tetap belajar yang rajin dan terus mengembangkan sikap hormat pada guru.
3.
Bagi pihak sekolah hendaknya meningkatkan manajemen pengelolaan sekolah dengan melibatkan semua pihak, sehingga proses pembelajaran dapat sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan
4.
Bagi semua praktisi pendidikan terutama para kaum elit pemegang kekuasaan pendidikan meningkatkan kualitas pendidikan dengan mementingkan kepentingan pendidikan di atas segalanya, karena pendidikan merupakan tonggak kehidupan bagi bangsa kedepan.
C. Penutup Syukur alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini sudah barang tentu masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal demikian disebabkan keterbatasan kemampuan peneliti. Untuk itu
peneliti,
mengharapkan saran, kritik yang konstruktif dari para pembaca demi perbaikan karya mendatang. Akhirnya semoga skripsi ini merupakan salah satu amal shaleh peneliti dan dapat bermanfaat bagi pembaca semua. Amin.
___________________
70
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ali, Mohamad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000. ___________, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Angkasa, cet. 1, 1993 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Azwar, Saifudin, Pengantar Psikologi Inteligensi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Buku Pendidikan Agama Islam Jilid IV Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, cet. 1, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, Darajat, dkk. Zakiyah, Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Darsono, Max, Belajar Dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press, 2000. Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. 1, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010. Echols, John dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996. Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara, 2003. Hamalik, Oemar, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001. Hamalik, Oemar, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003. Harjanto, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Kunandar, Guru Professional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Latif, Abdul, “Konsep Mastery Learning dan Implementasinya dalam Pengajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Jepara”, Skripsi Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, 2001. Majid, Abdul & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Cet. 1, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Muliawan, Jasa Ungguh, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Siregar, Marassudin, Pengelolaan Pengajaran (Suatu Dinamika Profesi Keguruan) dalam PBM PAI di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, cet. 2, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Mujiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Mukhtar, Desain pembelajaran PAI , Cet. 2, Jakarta : CV. Misaka Galita, 2003 Mulyasa, Kurikulum Implementasi.
Berbasis
Kompetensi:
Konsep,
Karakteristik
dan
Munir, “Efektivitas Pembelajaran Fiqih Berbasis Mastery Learning di Kelas XI Madrasah Aliyah Miftahul Huda Tahun Pelajaran 2008/2009”, Skripsi Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009. Muslich, Masnur, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Th 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar tingkat SD, MI dan SDLB, Jakarta: CV. Mini jaya Abadi, 2006. Ruhimat, “Implementasi Pendekatan Mastery Learning dalam Proses Belajar Mengajar PAI pada KBK di Sekolah”, Skripsi Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009. Sagala, Syaiful, Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2003. Sanjaya, Wina, Kajian Kurikulum Dan Pembelajaran, Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Standar Isi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Cet. 1, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997, Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Disekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009. Suyanto dan Abbas, Wajah Dinamika Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2001. Usman, Moh. Uzer dan Lilis Setyawati, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Wardani, Pemantapan Kemampuan Guru Mengajar, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2004. Winkel, WS, Psikologi Pengajaran, Cet. 5, Jakarta: Grafindo, 1997. Yamin, Martinis, Profesionalisai Guru Dan Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983. Zuhairini. et. Al, Metodologi Pendidikan Agama, Solo: CV Ramadhani, 1993, cet. 1.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Tempat, tanggal lahir Alamat NIM Jurusan/fakultas Pendidikan Formal
: NUR HIKMAH : Tegal, 19 Mei 1989 : Ds. Bulakwaru Rt 05, Rw 03 Kec. Tarub, Kab. Tegal : 073111052 : PAI/Tarbiyah : 1. SDN Bulakwaru 3 Lulus tahun 2001 2. SLTP N 1 Tarub Lulus tahun 2004 3. SMA N 1 Kramat Lulus tahun 2007 4. IAIN Walisongo Semarang 2012
Semarang, 29 November 2011
Nur Hikmah NIM: 073111052
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN OBSERVASI Nama Sekolah
: SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub, Kab. Tegal
Mata Pelajaran
: Pendidikan Agama Islam
Standar kompetensi
: Membaca Surat Al-Ikhlas dengan Lancar
Nama Guru
: Bapak Muanas A.MA.
No. Yang Diamati 1. Persiapan guru dalam pelaksanaan pembelajaran a.
Guru membuat rencana pengajaran sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran b. Guru mempersiapkan anak didik c. Guru mengadakan tes awal d. Guru menyampaikan materi Pelaksanaan Pembelajaran Q.S Al-Ikhlas
RPP Foto
a. 2.
Guru menggunakan beberapa pendekatan berupa: 1. Pendekatan individual 2. Pendekatan kelompok 3. Pendekatan Pembiasaan b. Guru menyampaikan materi dengan metode : 1. ceramah 2. drill 3. diskusi kelompok 4. pemberian tugas c. Guru mengadakan evaluasi 1. Tes Perbuatan (Praktek) d. Hasil nilai yang telah diperoleh siswa disajikan dalam bentuk raport.
Ya Tidak Keterangan
RPP
Foto
RPP RPP RPP
Foto
Raport akhir
PEDOMAN DOKUMENTASI IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) UNTUK PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2
A. Untuk Kepala Sekolah 1. Kapan SDN Bulakwaru 2 didirikan? 2. Bagaimanakah perkembangan SDN Bulakwaru 2 sejak berdiri hingga saat ini baik secara historis maupun akademis? 3. Bagaimana visi, misi dan tujuan SDN Bulakwaru 2? 4. Bagaimana kebijakan sekolah dalam mewujudkan visi dan misi melalui pembelajaran PAI? 5. Bagaimana daya dukung (sarpras) untuk mempermudah PBM PAI? 6. Bagaimana kondisi guru, siswa, karyawan serta sarana dan prasarana pendidikan SDN Bulakwaru 2?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS) UNTUK PENCAPAIAN STANDAR KOMPETENSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SDN BULAKWARU 2
B. Untuk Guru PAI 1. Apa tujuan pembelajaran mastery learning di SDN Bulakwaru 2? 2. Apa saja komponen-komponen yang berperan dalam proses pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2? 3. Standar apa yang digunakan untuk mengukur kompetensi siswa? 4. Bagaimana cara penetapan KKM yang Bapak lakukan? 5. Bagaimana pelaksanaan program tindak lanjut (remedial, pengayaan dan percepatan) dalam pembelajaran PAI? 6. Kendala apa yang banyak dihadapi guru dan siswa dalam melaksanakan prinsip belajar tuntas? 7. Bagaimana sistem penilaian yang Bapak terapkan dalam evaluasi mata pelajaran PAI untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa? 8. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam ketuntasan belajar siswa itu?
HASIL WAWANCARA A. Hari/Tanggal Tempat
: 6-7 Oktober 2011 : SDN Bulakwaru 2 Kec. Tarub Kab. Tegal
Waktu
: 10.00 - 12.00
Narasumber
: Bapak Muanas (Guru PAI)
1. Peneliti : Apa saja komponen-komponen yang berperan dalam proses pembelajaran PAI di SDN Bulakwaru 2? Guru PAI : Ada empat komponen utama yang berperan dalam proses pembelajaran PAI, diantaranya adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran dan media pembelajaran. Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. 2. Peneliti : Apa tujuan umum dan tujuan pembelajaran tuntas dalam pembelajaran PAI? Guru PAI : Tujuan umum yang ingin dicapai dalam pembelajaran PAI yaitu terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok ajaran agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan tujuan pembelajaran tuntas dalam PAI yaitu agar sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan pembelajaran (kompetensi) secara tuntas. 3. Peneliti : Berapa Standar ketuntasan (KKM) untuk mata pelajaran PAI? Guru PAI : Standar ketuntasan mata pelajaran PAI adalah minimal peserta didik harus memperoleh nilai 60. Jika dibawah 60
belum dianggap tuntas dan harus mengulang (remidi). : Bagaimana cara penetapan KKM yang
4. Peneliti Bapak lakukan? Guru PAI : Standar ketuntasan PAI yang berlaku di SDN Bulakwaru 2 ditetapkan sendiri oleh sekolah dengan pertimbanganpertimbangan tertentu. Antara lain, melihat kemampuan para peserta didik dan tingkat kedalaman materi. 5. Peneliti : Bagaimana pelaksanaan program tindak lanjut (remedial dan pengayaan) dalam pembelajaran PAI? Guru PAI : Pelaksanaan program remidi dilakukan apabila siswa yang bersangkutan mendapat nilai dibawah KKM, adapun kegiatan remidi dilakukan dengan cara mengulang materi yang belum dikuasai, memberikan tugas, kuis, belajar dengan teman (tutor sebaya). Sedangkan untuk program pengayaan dilakukan dengan cara memberikan tugas seperti mengerjakan soal-soal yang lebih sulit. 6. Peneliti : Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan belajar tuntas? Guru PAI : kendala yang dihadapi guru antara lain guru kekurangan waktu karena materi yang disampaikan dalam pembelajaran beban kompetensinya terlalu banyak. Sedangkan kendala pada siswa adalah kemampuan rata-rata siswa yang berbeda-beda terutama dalam membaca al-quran. 7. Peneliti : Bagaimana sistem penilaian yang Bapak terapkan dalam evaluasi mata pelajaran PAI untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa? Guru PAI : Ketuntasan belajar siswa diukur dengan standar KKM mata pelajaran PAI, pada dasarnya tidak semua siswa bisa tuntas dalam pembelajaran. Siswa yang tuntas adalah siswa yang sudah mencapai 75%
dari standar kompetensi dan mendapatkan nilai minimal 60. 8. Peneliti : Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam ketuntasan belajar siswa? Guru pai : Memberikan waktu yang lebih banyak dan memberikan materi ulangan kepada siswa yang belum tuntas sehingga siswa yang belum tuntas tidak akan tertinggal dalam mencapai standar kompetensi. Dan akan memulai standar kompetensi yang baru bersama-sama dengan siswa yang sudah tuntas mencapai standar kompetensi.