PERSYARATAN KUALIFIKASI PENYEDIA BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh : Abu Sopian, S.H., M.M. Widyaiswara Madya Balai Diklat Keuangan Palembang
Persyaratan kualifikaasi penyedia barang dan jasa pemerintah telah diatur dalam pasal 19 ayat (1) Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 antara lain seperti yang diatur dalam pada pasal 19 ayat (1) huruf k yang berbunyi: “sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan”. Ketentuan di atas ternyata mengundang permasalahan disebabkan adanya penggalan kalimat terakhir dalam rumusan pasal tersebut yang berbunyi ” paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan”. Tanda terima laporan pajak bulan apakah yang sah untuk diperhitungkan sebagai persyaratan kualifikasi dalam proses pemilihan penyedia barang dan jasa pemerintah?
A. Evaluasi Kualifikasi. Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 menyebutkan ”Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
kualifikasi berarti : 1) pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian; 2) keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu (menduduki jabatan dan sebagainya); 3) tingkatan; 4) pembatasan; penyisihan (dalam olah raga). Dari pengertian kualifikasi seperti tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan evaluasi kualifikasi adalah untuk mengetahui dan memastikan apakah peserta/calon peserta pemilihan penyedia barang/jasa memiliki keahlian atau memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan atau menyediakan barang yang dibutuhkan oleh pemerintah. Karena itu dokumen yang dinilai dalam evaluasi kualifikasi adalah: 1
1. dokumen yang berkitan dengan legalitas perusahaan seperti: akte pendirian badan usaha, perolehan pekerjaan dalam 4 (empat) tahun terakhir, tanda terima laporan pajak, secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak, tidak masuk dalam daftar hitiam; 2. dokumen yang berkaitan dengan kesesuaian bidang usaha seperti Surat Izin Usaha Perdangan (SIUP) atau Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), bukti pengalaman perusahaan mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, kemampuan menyediakan tenaga ahli, kemampuan menyediakan peralatan yang dibutuhkan, memiliki kemampuan dasar (KD) untuk konstruksi dan jasa lainnya.
Evaluasi kualifikasi dapat dilakukan sebelum peserta memasukkan penawaran harga dan dapat pula dilakukan setelah pemasukan dokumen penawaran harga. Jika evaluasi kualifikasi dilakukan sebelum pemasukan penawaran harga, maka sistem pengadaan barang/jasa yang demikian disebut sistem prakualifikasi.
Jika evaluasi
kualifikasi dilakukan setelah pemasukan dokumen penawaran harga, maka sistem pengadaan barang/jasa yang demikian disebut sistem pascakualifikasi. Dalam sistem prakualifikasi, penilaian kualifikasi calon penyedia barang/jasa merupakan tahapan awal yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum memasuki tahapan persaingan yang sebenarnya yaitu tahapan dimana peserta bersaing melalui harga dan kualitas teknis. Untuk tahap prakualifikasi ULP/Pokja Pengadaan Barang/Jasa harus menyusun dokumen prakualifikasi yang dibuat terpisah dari dokumen lelang. Karena itu dalam proses pelelangan dengan sistem prakualifikasi ULP/Pokja/Panitia Pengadaan harus menyusun 2 (dua) macam dokumen yaitu dokumen prakualifikasi dan dokumen lelang (dokumen pemilihan penyedia barang/jasa). Dokumen prakualifikasi diberikan kepada semua peserta prakualifikasi, sedangkan dokumen lelang diberikan kepada penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus prakualifikasi. Dokumen prakualifikasi terdiri dari: a. Formulir Daftar Isian Penilaian Kualifikasi; b. Petunjuk pengisian dokumen penilaian kualifikasi; c. Data kualifikasi; 2
d. Ketentuan tentang evaluasi kualifikasi; e. Pakta integritas; Proses lelang selanjutnya bagi penyedia yang telah dinyatakan lulus prakualifikasi sama dengan proses lelang bagi peserta yang telah mendaftar mengikuti lelang dengan cara pascakualifikasi. Proses ini dimulai dengan menyampaikan dokumen lelang kepada penyedia barang/jasa. Perbedaannya adalah dalam proses lelang dengan cara pascakualifikasi dokumen lelang dilampiri dengan dokumen kualifikasi dan terhadap calon pemenang dan calon pemenang cadangan sebelum ditunjuk sebagai pemenang dan pemenang cadangan dinilai lebih dahulu kualifikasinya. Sedangkan dalam proses lelang dengan cara prakualifikasi dokumen lelangnya tidak lagi disertai dokumen prakualifikasi dan terhadap calon pemenang tidak lagi dilakukan evaluasi kualifikasi.
B. Persyaratan Kualifikasi Dalam
menyusun dan
menentukan persyarataan
kualifikasi ULP/Pokja
Pengadaan Barang/Jasa dihadapkan pada pertimbangan bahwa di satu sisi ULP/Pokja pengadaan barang/jasa harus menerapkan prinsip keterbukaan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada penyedia barang/jasa yang berminat untuk ikut berpartisipasi dalam proses pelelangan, karena itu persyaratan kualifikasi harus dibuat semimal mungkin. Namun di sisi lain proses pelelangan itu sendiri harus dapat memilih penyedia barang/jasa yang diyakini mampu menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan mengahasilkan barang/jasa yang berkualitas, karena ULP harus mencantumkan persyaratan kualifikasi yang ketat dengan tetap berpegang teguh prinsip adil dan tidak diskriminatif. Secara umum persayaratan kualifikasi penyedia barang/jasa telah diatur dalam pasal 19 ayat (1) Perpres nomor 54 tahun 2010. Meskipun persyaratan kualifikasi tersebut dengan rinci dalam pasal 19 ayat (1) namun untuk menjamin bahwa penyedia yang akan menjadi pemenang lelang mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan tepat waktu ULP/Pokja/Panitia lelang dapat mencantumkan persyaratan lain asalkan persyaratan tersebut benar-benar diperlukan tidak bersifat diskriminatif atau ditujukan untuk menguntungkan salah satu penyedia barang/jasa. Contohnya, dalam lelang pekerjaan renovasi gedung kantor ULP/Pokja/Panitia Pengadaan dapat mencantumkan 3
persyaratan bahwa penyedia harus memiliki peralatan minimal dum truk 1 (satu) unit; mesin pengaduk semen (molen) 1 (satu) unit; gerobak dorong (lori) 3 (tiga) unit; mesin pemotong keramik 1 (satu) unit; scafolding 100 (seratus) set. Dalam proses lelang konsumsi diklat ULP/Pokja/Panitia Pengadaan dapat mencantumkan persyaratan bahwa penyedia harus memiliki sertifikat hahal (bahan makanan yang disajikan semuanya halal) yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia, dan Surat Keterangan Hegieness dari Dinas Kesehatan. Adapun persyaratan kualifikasi yang telah ditetapkan dalam pasal 19 ayat (1) Perpres nomor 54 tahun 2010 adalah sebagai berikut: a. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/ usaha; b. memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa; c. memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak; d. ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia Barang/ Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; e. memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa; f. dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut; g. memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil; h. memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi; i. khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut: SKP = KP – P KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
4
a) untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan b) untuk usaha non kecil nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N. P = jumlah paket yang sedang dikerjakan. N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. j. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa; k. sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan. l. secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak; m. tidak masuk dalam Daftar Hitam; n. memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan o. menandatangani Pakta Integritas.
C. Perbedaan pemahaman ketentuan perundang-undangan Ketentuan tentang persyaratan kualifikasi yang dicantumkan secara eksplisit dalam aturan perundang-undangan harus ditaati secara ketat dan tidak boleh ditafsirkan secara bebas oleh setiap orang menurut keinginan dan kepentingan masing-masing. Karena jika suatu aturan dapat ditafsirkan menurut selera dan kepentingan yang berbeda maka ketentuan tersebut bukan saja tidak dapat menjamin adanya suatu kepastian hukum malah dapat menjadi penyebabkan timbulnya perselisihan. Tujuannya penciptaan suatu aturan ditujukan untuk menciptakan kedamaian hidup bersama. Hal ini tercermin dari isi aturan yang mewakili kepenting sebanyakbanyaknya orang. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tentu saja setiap aturan harus 5
dapat dilaksanakan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu setiap ketentuan dalam perundang-undangan harus memenuhi beberapa syarat antara lain: 1.
Dapat diterapkan (applicable). Ini berarti suruhan atau perintah yang terdapat dalam suatu ketentuan harus dapat dilaksanakan dan tidak memberatkan bagi orang yang ingin menaatinya.
2.
Mengandung kepastian hukum. Ini berarti setiap aturan berisi informasi yang jelas dan pasti tentang apa saja yang harus dilakukan (suruhan), apa saja yang tidak boleh dilakukan (larangan), dan apa saja yang bolehkan dilakukan dan boleh ditinggalkan (kebolehan).
3.
Bermanfaat bagi kepentingan negara dan masyarakat umum. Ini berarti bahwa jika aturan tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan mampu menciptakan suatu kehidupan yang aman, damai, dan tertib sehingga dapat berkontribusi secara maksimal dalam pelaksanaan pembangunan.
Apabila kita baca dengan teliti ketentuan tentang persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa yang terdapat dalam pasal 19 ayat (1) Keputusan Presiden nomor 54 tahun 2010, ternyata masih dijumpai kelemahan yang dapat menjadi sumber perselisihan. Kelemahan dimaksud dapat ditimbulkan oleh penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan pada pasal 19 ayat (1) huruf k yang berbunyi: “sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan”. Menurut pasal 19 ayat (1) huruf (k) tersebut salah satu syarat untuk lulus dalam evaluasi kualifikasi peserta/calon peserta pengadaan barang/jasa pemerintah disamping harus memiliki NPWP juga harus telah menyampaikan dua macam laporan pajak yang dibuktikan dengan adanya surat tanda terima dari Kantor Pelayanan Pajak, laporan pajak dimaksud adalah: 1. Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan;
6
2. Laporan bulanan PPh pasal 21, PPh pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak). Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melapor perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Surat Pemberitahuan Masa, adalah SPT untuk suatu masa pajak (setiap bulan). SPT ini jatuh tempo paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya; b. Surat Pemberitahuan Tahunan, adalah SPT untuk suatu tahun atau bagian tahun pajak. SPT ini jatuh tempo paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak. Berdasarkan pengertian SPT tersebut maka tanda terima laporan yang menjadi syarat lulus kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) Perpres nomor 54 di atas adalah tanda terima penyampaian laporan: 1. SPT tahunan yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sekali dalam setahun; dan 2. SPT masa yang meliputi PPh pasal 21, PPh pasal 23 (bila ada transaksi), PPh pasal 25/pasal 29, dan PPN/PPn-BM (Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan. Khusus untuk SPT masa, syarat lulus kualifikasi penyedia barang/jasa harus melampirkan tanda terima laporan SPT masa paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir. Dengan dimuatnya ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k tersebut pada pasal yang mengatur tentang persyaratan penyedia barang/jasa, maka ketentuan tentang laporan pajak tersebut akan menjadi salah satu perhatian utama dalam menilai kualifikasi calon peserta lelang. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka penyedia barang/jasa harus dinyatakan tidak lulus kualifikasi, jika syarat tersebut terpenuhi dan syarat lainnya juga terpenuhi maka penyedia barang/jasa harus dinyatakan lulus kualifikasi. Jika dibaca secara sekilas niscaya tidak ada kelemahan dan kekurangan dalam aturan ini. Akan tetapi untuk menerapkan suatu ketentuan perundang-undangan tidaklah cukup hanya dengan membaca sekilas saja lantas menerjemahkannya sesuai dengan logika berpikir sendiri. Karena jika demikian halnya ada banya orang lain yang juga membacanya dengan cara sekilas dan menafsirkannya dengan logika berpikir dan 7
kepentingan yang berbeda atau bahkan berlawanan dengan kepentingan orang lain. Akibatnya tentu saja akan timbul perselisihan dimana masing-masing pihak yang kepentingannya sama-sama ngotot mempertahankan pendapatnya sampai ke pengadilan. Penerapan suatu aturan perundang-undangan harus mulai dari menafsirkan kalimat yang tersurat dalam ketentuan perundang-undangan. Meskipun ada banyak cara menafsirkan peraturan perundangan (seperti: interpretasi gramatikal; interpretasi sistematis atau logika; interpretasi historis; interpretasi teologis; interpretasi sosiologis; dan interpretasi komperatif) namun tetap saja tidak boleh menafsirkan peraturan bertentangan dengan apa yang tersurat. Kelemahan ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k Perpres nomor 54 tahun 2010 disebabkan rumusannya yang tersurat berbunyi ” .....paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan”. Rumusan kalimat tersebut dapat menimbulkan masalah, masalah pertama timbul akibat adanya kata kata ”dalam tahun berjalan” masalah kedua timbul akibat adanya ”paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir”. Kata-kata ”dalam tahun berjalan” tersebut berarti bahwa laporan pajak yang diperhitungkan sebagai persyaratan kualifikasi dibedakan antara laporan tahun lalu dengan laporan tahun berjalan, dan untuk terpenuhi syarat kualifikasi setiap penyedia barang/jasa harus telah memiliki laporan pajak tahun berjalan minimal 3 (tiga) bulan laporan. Akibatnya pelelangan tidak dapat dilaksanakan sebelum memasuki bulan keempat tahun berjalan karena pada saat itu belum ada penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat. Contohnya jika tahun berjalan dihitung mulai tanggal 1 Januari maka proses pemasukan dokumen paling cepat dilaksanakan pada tanggal 21 April dengan mengingat bahwa batas akhir penyampaian laporan pajak bulan Maret jatuh pada tanggal 20 April. Pada tanggal 21 April peserta sudah dapat memenuhi persyaratan kualifikasi jika telah memiliki laporan pajak bulan Januari, Februari, dan Maret. Proses pemasukan dokumen yang dilakukan sebelum tanggal 21 April akan menuai protes dari banyak penyedia barang/jasa karena laporan pajak bulan Maret belum jatuh tempo. Masalah kedua timbul akibat adanya kalimat ”paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir”. Kalimat tersebut bersifat multi tafsir karena dapat ditafsirkan secara berbeda, antara lain: 1. Paling kurang 3 (tiga) bulan yang terakhir. Contohnya apabila proses pemasukan dokumen dilaksanakan tanggal 21 Mei maka tanda terima laporan pajak yang 8
disampaikan paling kurang untuk bulan Februari, Maret, dan April.
Kata-kata
”paling kurang” yang mengawali kalimat ”paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir” pada rumusan pasal 19 ayat (1) tersebut dalam hal ini ditafsirkan bahwa boleh saja (kalau mau) melampirkan lebih dari 3 (tiga) bulan terakhir. Contohnya apabila proses pemasukan dokumen dilaksanakan tanggal 21 Mei tanda terima laporan pajak yang disampaikan selain untuk bulan Februari, Maret, dan April,
boleh juga
dilengkapi dengan tanda terima bulan-bulan sebelumnya. 2. Boleh melampirkan laporan satu bulan saja asalkan laporan tersebut adalah laporan tiga bulan yang lalu. Contohnya apabila proses pemasukan dokumen dilaksanakan tanggal 21 Mei maka tanda terima laporan pajak yang disampaikan paling kurang laporan pajak bulan Februari. Dalam hal ini kalimat ”paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir” ditafsirkan tiga bulan dihitung mundur dari saat pemasukan penawaran. Kata-kata ”paling kurang” dalam rumusan pasal 19 ayat (1) huruf k tersebut berarti ”tidak harus sempurna betul”. Dengan penafsiran seperti ini, jika disertai laporan pajak bulan Maret dan April hal itu menjadi sempurna. Karena ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k tidak mengharuskan laporan pajak yang sempurna betul, maka laporan pajak bulan Februari sudah dianggap memenuhi syarat kualifikasi jika tanggal pemasukan dokumen dilaksanakan antara tanggal 21 Mei. Dalam uraian tentang Evaluasi Kualifikasi yang terdapat dalam Lampiran II Perpres nomor 54 tahun 2010, ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k tersebut ditambahkan kalimat ”Peserta dapat mengganti persyaratan ini dengan menyampaikan Surat Keterangan Fiskal (SKF)”. Akan tetapi karena isi SKF adalah keterangan bahwa wajib pajak telah menyelesaikan kewajiban pajaknya tahun yang lalu, maka SKF hanya dapat digunakan sebagai pengganti SPT dan tidak dapat mengganti laporan pajak bulanan.
D. Perbedaan penafsiran Penafsiran ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k ternyata dapat melahirkan dua pendapat di atas, yaitu pendapat pertama bahwa harus melampirkan tanda terima laporan pajak paling kurang tiga bulan, pendapat kedua bahwa cukup melampirkan tanda terima laporan pajak satu bulan saja. Kedua pendapat tersebut masing-masing mempunyai alasan yang berbeda yang didasari oleh perbedaan penafsiran terhadap kalimat yang 9
tersurat dalam ketentuan pasal 19 ayat (1) huruf k Perpres nomor 54 tahun 2010. Penganut pendapat pertama tentu saja tidak dapat menerima alasan yang mendasari pendapat kedua. Demikian juga penganut pendapat kedua tentu tidak pula dapat menerima alasan yang mendasari pendapat pertama. Pendapat pertama menafsirkan kata ”paling kurang tiga bulan terakhir” berarti ”minimal tiga bulan yang dihitung mundur dari dari tanggal pemasukan dokumen” artinya harus melampirkan tanda terima laporan pajak paling sedikit tiga bulan dan boleh saja jika mau melampirkan lebih dari tiga bulan terakhir misalnya empat bulan, lima bulan, enam bulan, atau tujuh bulan terakhir. Penafsiran demikian beranggapan bahwa dari segi ketaatan membayar dan melaporkan pajak, perusahaan yang memiliki tanda terima laporan pajak lebih dari tiga bulan terakhir dinilai lebih baik dari pada perusahaan yang hanya memiliki tanda terima laporan pajak tiga bulan terakhir. Pendapat atau alasan demikian sebenarnya masih dapat diperdebatkan dengan mempertanyakan apakah ada perbedaan antara perusahaan yang hanya memiliki laporan pajak tiga bulan terakhir dengan perusahaan yang telah memiliki laporan pajak lebih dari tiga bulan terakhir. Sebab jika suatu perusahaan telah memiliki laporan pajak tiga bulan terakhir dapat dipastikan bahwa laporan pajak bulan-bulan sebelumnya juga telah ada karena laporan pajak (SPT masa) dibuat dan dilaporkan secara teratur dengan tanggal jatuh tempohnya setiap tanggal 20 bulan berikutnya. Bahkan sesuai ketentuan pasal 7 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No.28 Tahun 2007, perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan SPT bulanan dikenakan denda sebesar Rp100.000,- untuk SPT PPh dan Rp500.000,- untuk SPT PPN/PPn-BM. Karena itu tidak mungkin ada perusahaan yang memperoleh tanda terima laporan pajak bulan tertentu jika pajak bulan sebelumnya belum dilaporkan. Jadi jika perusahaan telah memiliki tanda terima laporan pajak tiga bulan terakhir berarti telah secara tertib membayar dan melaporkan pajaknya sampai bulan terakhir.
Lantas apa yang dimaksud dengan kata-kata ”paling kurang” dalam
pasal 19 ayat (1) huruf k Perpres 54 tahun 2010 tidak dapat dijelaskan.
Pendapat kedua menafsirkan kata ”paling kurang tiga bulan terakhir” berarti ”minimal tiga bulan yang dihitung mundur dari dari tanggal pemasukan dokumen” artinya harus melampirkan tanda terima laporan pajak tiga bulan sebelum tanggal 10
pemasukan dokumen, dan boleh saja jika mau melampirkan tanda terima laporan pajak bulan-bulan setelahnya, misalnya dua bulan terakhir atau satu bulan terakhir. Penafsiran demikian beranggapan bahwa dari segi ketaatan membayar dan melaporkan pajak, perusahaan yang memiliki tanda terima laporan pajak tiga bulan terakhir dinilai cukup baik namun akan lenih baik lagi bila tanda terima laporan pajak tersebut bukan tiga bulan terakir tetapi dua bulan atau satu bulan terakhir.
Pendapat atau alasan demikian
menafsirkan kata ”paling kurang” berarti tidak harus sempurna sempurna namun dapat diterima, dan kata-kata ”tiga bulan terakhir” berarti tiga bulan dihitung mundur dari tanggal pemasukan dokumen penawaran. Dari sisi ketaatan membayar dan melaporkan pajak pendapat ini memberi penilaian lebih kepada perusahaan yang laporan pajaknya lebih lengkap. Perusahaan yang memiliki tanda terima laporan pajak tiga bulan terkahir dianggap memenuhi syarat untuk ikut proses lelang, perusahaan yang memiliki tanda terima laporan pajak dua bulan terakhir tentu dinilai lebih taat, dan perusahaan yang memiliki tanda terima laporan pajak satu bulan terakhir dinilai paling taat.
E. Kasus Yang Mungkin Terjadi Karena perbedaan cara menafsirkan ketentuan pasal 19 ayat (1) Perpres nomor 54 tahun 2010 Panitia lelang di kota B berpendapat seperti pendapat pertama di atas (harus melampirkan tanda terima laporan pajak paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir yaitu bulan Januari, Februari, dan Maret 2011)
Panitia lelang di kota C berpendapat seperti
pendapat kedua di atas (cukup melampirkan tanda terima laporan pajak paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir yaitu bulan Januari 2011. Dalam suatu proses lelang sistem pascakualifikasi pada kementerian A yang pemasukan dokumen penawarannya dilaksanakan di kota B pada tanggal 21 April 2011, PT. Tak Mau Kalah dengan nilai penawaran Rp350.000.000,- mengajukan sanggahan banding karena digugurkan oleh ULP dengan alasan hanya melampirkan tanda terima laporan pajak bulan Januari 2011. ULP di kota B telah mengumumkan pemenang lelang adalah PT. Mau Menang Saja dengan nilai penawaran Rp375.000.000,-
dan telah
menolak sanggahan PT Tak mau Kalah sehingga PT Tak Mau Kalah mengajukan Sanggahan Banding ke Menteri A. Pada waktu yang sama Kementerian A juga menerima Sangahan Banding dari PT. Suka Nya Ngeyel yang nilai penawarannya Rp375.000.000,- karena sanggahannya 11
ditolak oleh ULP di kota C. PT. Suka Nya Ngeyel keberatan atas putusan ULP yang telah mengumumkan PT. Manut Manut Wae dengan nilai penawaran Rp350.000.000,karena tanda terima laporan Pajak PT Manut Manut Wae bulan Februari dan Maret 2011 tidak ada (hanya ada bulan Januari 2011). Sanggahan banding tersebut saat ini ditangani oleh satu team di kementerian A. KEMENTERIAN A ULP Kota B ULP Kota C Nama PT. Tak Mau PT. Mau PT. Manut PT. Suka Nya Perusahaan Kalah Menang Saja Manut Wae Ngeyel Nilai Penawaran Rp350.000.000 Rp375.000.000 Rp350.000.000 Rp375.000.000 Laporan pajak 3 bulan yang lalu 3 bulan terakhir 3 bulan yang lalu 3 bulan terakhir Putusan ULP Pemenang Pemenang Mengajukan Mengajukan Sanggahan Sanggahan Kemungkinan jawaban sanggahan banding tersebut adalah: 1. Jika team penyelesaian sanggahan banding sependapat dengan pendapat pertama yaitu harus melampirkan tanda terima laporan pajak bulan Januari, Februari, dan Maret 2011, team penyelesaian sanggahan banding akan mengabulkan sanggahan banding PT. Suka Nya Ngeyel dan menolak sanggahan banding PT. Tak Mau Kalah. 2. Jika team penyelesaian sanggahan banding sependapat dengan pendapat kedua yaitu cukup melampirkan tanda terima laporan pajak bulan Januari 2011, team penyelesaian sanggahan banding akan mengabulkan sanggahan banding PT. Tak Mau Kalah dan menolak sanggahan banding PT. Suka Nya Ngeyel. Apapun pilihan yang diputuskan akan membawa konsekwensi dicairkannya jaminan sanggahan banding dari salah satu peserta yang mengajukan sanggahan di atas. Namun terdapat sedikit perbedaan yakni jika putusan team seperti nomor 1 di atas (menolak sanggahan PT. Tak Mau Kalah, dan mengabulkan sanggahan PT. Suka Nya Ngeyel)
maka selain menimbulkan kerugian negara sebesar Rp50.000.000,- karena
kedua paket pekerjaan tersebut harus dibayar Rp700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah), juga kemungkinan PT. Tak Mau Kalah mengajukan gugatan secara perdata lebih besar mengingat penawarannya lebih rendah dari peserta yang ditunjuk sebagai pemenang. Sebaliknya jika putusan team seperti nomor 2 di atas (menolak mengabulkan PT. Tak Mau Kalah, dan menolak sanggahan PT. Suka Nya Ngeyel)
maka selain tidak 12
menimbulkan kerugian negara karena pemenang yang ditunjuk adalah yang mengajukan penawaran terendah, juga kemungkinan Suka Nya Ngeyel mengajukan gugatan secara perdata lebih kecil mengingat penawarannya lebih tinggi dibandingkan peserta yang ditunjuk sebagai pemenang.
Palembang, 22 Juni 2011.
13