MENGATASI KONFLIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Pelaksanaan tugas dan wewenang pemerintahan selalu bersinggungan dengan kepentingan masyarakat. Kewajiban pemerintahan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat mengharuskan pemerintah untuk mendahulukan kepentingan masyarakat. Di satu sisi keterbatasan kemampuan keuangan dan sumber daya pemerintah menyebabkan tidak semua kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dengan mudah oleh pemerintah. Sementara di sisi lain perkembangan teknologi yang begitu cepat, wilayah negara yang luas serta corak ragam penduduk yang terdiri dari berbagai suku dan kelompok memicu tumbuhnya berbagai kebutuhan masyarakat yang berbeda beda. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam rangka menciptakan suatu pemerintahan yang baik dan dan menghindari tuntutan masyarakat, pemerintah telah berupaya untuk membenahi sistem administrasi pemerintahan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dan Warga masyarakat dan pihak lain yang terkait dengan administrasi pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaan pemerintahan. Dengan kualitas pemerintahan yang lebih baik diharapkan dapat mengurangi terjadinya konflik antara pemerintah dengan masyarakat. Kata Kunci : Konflik, Diskresi, Konsesi, Dispensasi, Delegasi, dan Mandat. A. Fungsi Pemerintah Alenia ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi sebagai berikut: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pembukaan Undang Undang Dasar yang merupakan jiwa dari konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mencantumkan secara singkat dan padat bahwa negara Indonesia memiliki tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Secara konstitusional negara bertanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan, kecerdasan, ketertiban, kemerdekaan, kedamaian dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap tujuan negara tersebut menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa beban untuk mencapai tujuan negara tersebut berada di pundak pemerintah. Sedangkan masyarakat menjadi pihak yang berhak untuk menikmati kesejahteraan, kecerdasan, ketertiban, kemerdekaan, kedamaian dan keadilan. Pemberian kedaulatan rakyat kepada pemerintah dituangkan dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Rumusan pasal 1 ayat (2) yang demikian, berarti Undang-Undang Dasar yang menentukan bagian yang mana dari kedaulatan rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada badan/lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas, dan fungsinya ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta bagian mana yang langsung dilaksanakan sendiri oleh rakyat. (Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, halaman 45). Dalam menjalankan kekuasaannya sebagai pengemban kedaulatan rakyat pemerintah memiliki hak dan kewajiban untuk menggunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Hak dan kewajiban tersebut secara eksplisit dituangkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerinthan yang meliputi: 1. Melaksanakan kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik; 2. Menyelenggarakan aktivitas pemerintah berdasarkan kewenangan yang dimiliki; 3. Menetapkan keputusan berbentuk tertulis atau elektronik dan/atau menetapkan tindakan; 4. Menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan keputusan dan/atau tindakan; 5. Menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya; 6. Mendelegasikan dan memberi mandat kepada Pejabat Pemerintah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; 7. Menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan; 8. Memberikan izin, dispensasi, dan/atau konsesi sesuai dengan ketentuan perundangundangan; 9. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya; 10. Memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya; 11. Menyelesaikan sengketa kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya; 12. Menyelesaikan upaya administratif yang diajukan mesyarakat atas keputusan dan/atau tindakan yang dibuatnya; dan 13. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada bawahan yang melakukan pelanggaran.
B. Potensi Konflik Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dilaksanakan oleh seluruh jajaran pemerintahan melalui aktivitas satuan kerja pemerintah dengan dana yang bersumber dari APBN. Pelaksanaan tugas pemerintahan dilakukan dengan menerapkan manajemen pemerintahan yang berlandaskan pada suatu sistem manajemen nasional. Pokok
pikiran tentang sistem manajemen nasional memandang bahwa sistem administrasi negara meliputi administrasi negara dan administrasi niaga. Administrasi negara berperan menyelenggarakan fungsi pemerintahan dan pembangunan, sedangkan administrasi niaga berperan mengembangkan dunisa usaha. Karena itu tanggung jawab negara/pemeritah tidak terbatas hanya untuk menciptakan ketertiban dan keamanan bagi seluruh masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan masyarakat. Selanjutnya dalam sistem manajemen nasional dipahami bahwa dalam bidang ketatanegaraan terdapat 4 (empat) unsur utama yaitu: 1) negara, 2) bangsa, 3)pemerintah, dan 4) masyarakat. Unsur pertama negara, negara sebagai organisasi mempunyai hak dan peranan terhadap pemilikan, pengaturan, dan pelayanan. Dengan peranan tersebut negara memiliki aset, memiliki kewajiban, dapat melakukan tuntutan dan dapat dituntut di pengadilan. Unsur kedua bangsa, bangsa Indonesia sebagai pemilik negara berperan menentukan sistem nilai dan arah kebijakan dalam kehidupan bernegara. Ukuran baik/buruknya sesuatu dalam negara Indonesia ditentukan oleh bangsa Indonesia. Karena itu negara harus dapat mengembangkan kebudayaan nasional yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri. Pemerintah harus mengupayakan agar nilai nilai yang dipandang baik dan diinginkan oleh masyarakat dapat diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedangkan nilai nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia harus dapat dicegah agar tidak mempengaruhi sikap dan kepribadian bangsa Indonesia. Unsur ketiga pemerintah, pemerintah sebagai unsur manajer berperan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan umum dan pembangunan. Sebagai manajer, pemerintah harus tunduk pada keinginan pemilik negara yaitu bangsa Indonesia. Karena sebagai manajer pemerintah dipilih dan diangkat sekaligus bertanggung jawab kepada bangsa Indonesia. Semua kebijakan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan keinginan bangsa Indonesia. Unsur keempat adalah masyarakat, masyarakat sebagai penunjang/pemakai berperan sebagai kontributor, penerima dan konsumen. Sebagai penunjang/pemakai, di satu sisi masyarakat memang dapat dibebani kewajiban untuk membayar iuran kepada negara berupa pajak dan retribusi. Namun di sisi lain masyarakat berhak untuk menikmati fasilitas yang dapat disediakan oleh negara. Pokok pikiran sistem manajemen nasional tersebut di atas meletakkan posisi negara dan masyarakat pada sisi yang saling berseberangan. Di satu sisi pemerintah berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang dituntut untuk mengatur dan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan rakyat. Di sisi lain rakyat berfungsi sebagai pengguna yang berhak untuk menikmati kekayaan/fasilitas yang disediakan oleh pemerintah. Agar pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik rakyat harus memberikan kontribusi kepada pemerintah. Pokok pikiran tersebut sejalan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 23A yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang” dan pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” serta pasal 34 ayat (3) yang berbunyi
“negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. C. Perlunya Perlindungan bagi Aparat Pemerintah. Dalam melaksanakan kewajibannya pemerintah harus menghadapi masyarakat yang terdiri dari beraneka ragam suku dan kelompok yang masing-masing memiliki kepentingan dan keinginan yang berbeda. Karena itu sulit bagi pemerintah untuk dapat memenuhi keinginan semua kelompok masyarakat secara memuaskan. Sering kali tindakan pemerintah untuk memenuhi keinginan suatu kelompok masyarakat tertentu justru dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat lainnya. Bahkan tidak jarang pemerintah dituduh sebagai penyebab terjadinya perselisihan dan pertentangan antar kelompok masyarakat. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat) yang berarti setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum. Pemerintah tidak boleh melakukan tindakan semena-mena yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Untuk itu telah diciptakan pula berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi aparat pemerintah untuk melaksanakan tugasnya. Sayangnya peraturan perundang-undangan yang ada terkadang masih belum cukup kuat untuk melindungi aparat pemerintah. Tututan masyarakat mengatasnamakan demokrasi, transparansi, reformasi dan sebagainya kadangkadang membuat aparat pemerintah tidak berani untuk bertindak tegas. Di bidang pencairan anggaran belanja negara hal demikian dapat menghambat pencairan anggaran belanja negara. Kenyataan tersebut merupakan penghambat keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu agar aparat pemerintah dapat lebih leluasa dan merasa aman dalam melaksanakan kewajibannya diperlukan peraturan yang dapat memberikan perlindungan. D. UU Nomor 30 Tahun 2014 Salah satu upaya untuk memberikan perlindungan kepada aparat pemerintah, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentan Administrasi Pemerintahan. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tentang: 1) tindakan administrasi yaitu perbuatan Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. 2) diskresi yaitu keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang meberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. 3) konsesi yaitu keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) dispensasi yaitu keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan warga masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5) delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Badang dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badang dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi. 6) mandat adalah pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badang dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat. Daftar Pustaka: a. Handayaningrat, Soewarno, Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional, Jakarta, Gunung Agung, 1984. b. Kusnardi, Moh., Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Jakarrta, PT. Gramedia, 1983. c. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. d. Panduan Pemasyarakatan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2010.