KUALITAS KARKAS , KANDUNGAN KOLESTEROL DAN KUALITAS FISIK DAGING KAMBING KACANG DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBASIS KULIT BUAH KAKAO FERMENTASI Oleh Bulkaini , Mastur 2) dan Sukmawati 3) 1)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas karkas, kandungan kolesterol dan sifat fisik daging kambing kacang Jantan yang diberi pakan berbasis kulit buah kakao
fermentasi bioplus (KBKFBio). Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan di Laboratorium Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram dari tanggal 1 September – 30 Oktober 2016. Materi yang digunakan adalah kambing kacang jantan sebanyak 9 ekor kisaran umur 9-12 bulan dengan berat awal 18-31 kg dibagi menjadi 3 perlakuan secara acak P1= 3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan= 28% KBK fermentasi Bioplus + 70 % Jerami Jagung + 2% dedak; Perlakuan II= 3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan= 38 % KBK fermentasi Bioplus + 60 % Jerami Jagung + 2 % dedak dan perlakuan III= 3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan=48 % KBK fermentasi Bioplus + 50 % Jerami Jagung + 2 % dedak. Data hasil penelitian seperti: Persentase karkas dan non karkas, kandungan kolesterol dan sifat fisik daging kambing kacang jantan di analisa menggunakan analisa varian berdasarkan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah dengan program SAS, dan dilanjutkan dengan uji jarak ganda “Duncant Multiple Test” pada tingkat kepercayaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas karkas dan non karkas kambing kacang jantan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan, kecuali persentase kepala, kulit dan saluran pencernaan yang berbeda nyata (P<0,05) diantara perlakuan. Persentase karkas yang paling tinggi terjadi pada perlakuan pakan KBKFBio 38% yaitu sebesar 48,676±2,883% dengan persentase non karkas sebesar 41,997%, kondungan kolesterol rendah yaitu 19.500±0.577, DIA dan susut masak daging normal yaitu masing-masing 53,171±14,639 %) dan 36,529±1,277 %. Hasil analisa varian menunjukkan bahwa perlakuan pakan KBKFBio tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sifat fisik daging kambing lokal jantan (DIA, susut masak, pH dan keempukan. Secara rata-rata daya ikat air daging kambing lokal jantan berdasarkan perlakuan pakan berkisar 37,602±2,030-54,171±14,639%, Susut masak berkisar 35,248±4,386-36,529±1,277%,pH berkisar 5,500±0,115-5,700±0,115 serta keempukan daging 3,83±1,26-4,50±0,50 kg/cm2. Kandungan kolesterol daging kambing kacang berdasarkan perlakuan pakan yaitu sebesar 19.500±0.577-20.500±1.000 mg/100gr dan angka ini menunjukkan bahwa daging kambing kacang yang dipotong pada umur muda (9-12 bulan) mempunyai kandungan kolesterol yang rendah dengan sifat fisik daging yang telah memenuhi standar SNI. 1) 2)
3)
Dosen Vokasi UNRAM PDD Kabupaten Bima Program Studi Ksehatan Hewan, alamat: Jl. Lintas Sumbawa –Sondosia Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat Dosen Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Alamat: Jalan Majapahit 62 Mataram Nusa Tenggara Barat Dosen Fakultas Pertanian Universitas NW. Mataram, Alamat :Jalan Kaktus No.18 Mataram, Nusa Tenggara Barat.
1
PENDAHULUAN Kulit buah kakao (KBK) merupakan salah satu limbah perkebunan yang memiliki potensi yang cukup baik untuk dijadikan pakan alternatif bagi ternak ruminansia besar seperti sapi dan ruminasia kecil seperti domba/kambing (Kamalidin, dkk., 2012). Dari data Statistik NTB dalam angka (Anonim, 2014), menunjukkan bahwa produksi kakao di Provinsi NTB mencapai 2.101,90 ton pertahun dengan jumlah kulit buah kakao sekitar 70%, sehingga dengan demikian dalam satu tahun di NTB tersedia KBK sebanyak 1.470,7 ton. Penggunaan KBK untuk pakan ternak kambing bisa mencapai 15% dari total ransum, sehingga pemanfaatan KBK dapat mengantisipasi masalah kekurangan pakan ternak dan menghemat tenaga kerja dalam penyediaan pakan hijauan (Anonim, 2001; Suparjo, dkk., 2011). KBK merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao yang terdiri dari 74% kulit buah, 2 % plasenta dan 24% bijinya, sebelum digunakan sebagai pakan ternak perlu difermentasi lebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8 % menjadi 12-15% (Wibowo, 2006; Bahan, 2006). Dikatakan pemberian KBK yang telah diproses pada ternak kambing dapat meningkatkan berat badan kambing lebih dari 50 gram per hari yaitu bisa mencapai 150 gram per hari. Dalam proses fermentasi faktor yang harus diperhatikan adalah jenis fermentor yang digunakan yaitu fermentor yang mudah didapat dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Beberapa jenis fermentor yang telah digunakan dengan hasil yang bervariasi antara lain: kombinasi EM4 dengan Urea (Anas dkk.,2011), biofit (Kamaliddin,2012), Aspergillus oryzae (Munir, 2009), Kapang jenis P.chrysosporium (Laconi, 1998, Murni dkk., 2012) yang dapat menurunkan kandungan lignin sebesar 18,36%, Aspergillus Niger (Priyono, 2009), Trichoderma sp, yang dapat meningkatkan kadar protein sebesar 24%, kadar abu 7,52%, Koruria rosea dapat meningkatkan kadar asam amino lysine 3,46%, histidine 0,94% dan kadar methionin sebesar 0,69% (Aregheore, 2002). Penggunaan Kapang Neurospora crassa (Nuraini dan Mahata, 2009), dapat meningkatkan protein dari 4,56% menjadi 21,20% pada substrat campuran 60% ampas sagu dengan 40% ampas tahu, dan ada juga yang menggunakan kombinasi Starbio+urea sebagai fermentor. Karkas merupakan produk utama yang dihasilkan setelah ternak disembelih. Kualitas dan kuantitas karkas yang dihasilkan dari seekor ternak selain ditentukan oleh faktor on farm seperti pengadaan bibit dan teknologi pakan juga dipengaruhi oleh faktor of farm terutama penanganan ternak pasca panen. Parameter penilaian kualitas karkas ternak kecil (kambing dan domba) cukup melihat persentase karkas, panjang karkas, komponen karkas, fleshing indek (indek perdagingan), skor warna daging dan nilai pH daging serta kandungan kolesterolnya (Soeparno, 2005). Kolesterol merupakan salah satu komponen lemak dan merupakan salah satu zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, namun sangat perlu diwaspadai dalam penggunaannya, karena jika dikonsumsi dalam 2
jumlah banyak akan tertimbun dalam tubuh dan pada akhirnya dapat mengakibatkan peningkatan resiko penyumbatan pembuluh darah (Sumarmono, 2003). Persentase karkas kambing dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: bangsa, jenis kelamin, umur, bobot potong dan nutrisi pakan (Soeparno, 1994). Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semangkin meningkat pula sehingga diharapkan bagian daging menjadi lebih besar. Kuswati (2011) menyatakan bahwa faktor yang menentukan nilai karkas adalah berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Faktor nilai karkas dapat juga diukur secara subyektif, misalnya dengan pengujian organoleptik atau metode panel (Anonim, 2008). Saka dkk.(2011) menyatakan bahwa indek perototan atau fleshing indeks (FI) adalah salah satu karakteristik karkas atau kriteria penilaian karkas secara obyektif yang merupakan pilihan untuk mengganti penilaian konformasi karkas secara visual yang subyektif. Dikatakan bahwa berat (kg) persatuan panjang (cm) atau fleshing indeks (FI) atau indek perototan karkas digunakan sebagai ukuran konformasi karkas secara obyektif karena diyakini ada hubungan yang positif dengan peruratdagingan karkas atau jumlah daging yang dapat dijual yang diperoleh pada sebuah karkas. Dikatakan juga bahwa makin tinggi nilai FI suatu karkas atau semakin tinggi berat karkas persatuan panjangnya, maka makin baik atau makin diinginkan konformasi karkas tersebut, asalkan karkas tersebut tidak terlalu gemuk (skor kegemukan karkasnya tidak lebih dari 3 atau sedang). Pandangan umum tentang daging kambing selalu merupakan daging yang mempunyai lemak tinggi, sehingga menyebabkan kolesterol dan hipertensi, tetapi hasil analisa Laboratorium menunjukkan bahwa dalam 100 gram daging kambing terdapat 154 kalori, 9,2 mg lemak, 3,6 mg lemak jenuh sedangkan dalam 100 gram daging sapi terdapat 207 kalori, 14 mg lemak dan 51 mg lemak jenuh (Anonim, 2011 dan Sumarmono , 1997). Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas karkas, kualitas fisik dan menurunkan kolesterol daging kambing Kacang, peneliti mengkaji sebuah teknologi pakan sederhana yang mampu meningkatkan protein pakan yaitu dengan pemanfaatan bioplus dalam fermentasi KBK sehingga dapat meningkatkan kandungan protein KBK dan pada akhirnya diharapkan bisa meningkatkan kualitas karkas, kualitas fisik dan menurunkan kandungan kolesterol daging kambing Kacang. MATERI DAN METODE Materi Penelitian. Dalam penelitian ini digunakan kacang jantan sebanyak 9 ekor umur 9-12 bulan bulan dengan kisaran berat 28-31 kg; kulit buah kakao fermentasi (KBKFbio) dengan kandungan protein 13,88%, lemak kasar 1,33% dan serat kasar 25,48% serta jerami jagung dengan kandungan protein kasar 7-15% dan serat kasar 27-33 %. Metode Penelitian. Pembuatan KBK Fermentasi Bioplus (KBKFBio) Proses fermentasi ini dilakukan dengan metode anaerob selama 4 hari dengan menggunakan Bioplus sebagai fermentornya. Sebelum dilakukan fermentasi KBK di 3
buat potongan dengan ukuran 2 x 2 cm dan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2-3 hari, selanjutnya digiling sehingga berbentuk partikel-partikel kecil. Komposisi bahan fermentasi terdiri dari: Kulit Buah Kakao + dedak (1,5% dari berat KBK) + urea (0,5% dari berat KBK) + Bioplus (0,3% dari berat KBK). Penggemukan Kambing. Penggemukan kambing kacang jantan sebanyak 9 ekor di Laboratorium Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram selama 60 hari (2 bulan) dari tanggal 1 September 2016 sampai dengan 30 Oktober 2016 yang dibagi menjadi tiga perlakuan secara acak yaitu: Perlakuan yaitu P1=3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan=28% berbasis KBK fermentasi Bioplus + 70 % Jerami Jagung + 2% dedak; Perlakuan II= 3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan= 38 % KBK fermentasi Bioplus + 60 % Jerami Jagung + 2 % dedak dan perlakuan III= 3 ekor kambing kacang jantan diberi pakan=48 % BK fermentasi Bioplus + 50 % Jerami Jagung + 2 % dedak. Penyembelihan Kambing Kacang jantan Proses penyembelihan dilakukan di Laboratorium Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram selama 2 hari yaitu tanggal 3 - 4 Nopember 2016 sebanyak 9 ekor kambing kacang jantan rata-rata berat potong 32,868±0,75733,567±2,401 kg. Penyembelihan dilakukan dengan metode yang direkomedasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelum dilakukan pemotongan ternak kambing dipuasakan selama 12 jam. Variabel yang Diamati Persentase karkas dan non karkas, kandungan kolesterol dan lemak intramuskuler daging kambing kacang jantan. Data hasil pengamatan diolah dengan Analisa varian berdasarkan Rancangan Acak Lengkap Pola Searah dengan program SAS, dan dilanjutkan dengan uji jarak ganda “Duncant Multiple Test” pada tingkat kepercayaan 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Karkas dan non karkas Hasil penelitian tentang kualitas karkas dan non karkas Kambing Kacang jantan dengan pemberian pakan berbasis KBKFBio disajikan pada tabel 1. Hasil analisa varian menunjukkan bahwa perlakuan pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase kepala, kulit dan saluran pencernaan kambing kacang jantan dan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas dan non karkas selain kepala, kulit dan saluran pencernaan. Dari tabel 1 terlihat bahwa secara rata-rata persentase karkas kambing local jantan berdasarkan perlakuan berkisar 46,430±2,414-48,676±2,883%.
4
Tabel 1.Kualitas Karkas dan Non Karkas Kambing Kacang Jantan dengan pemberian pakan berbasis KBKFBio. Perlakuan Parameter Karkas (%) Kepala (%) Kulit (%) Saluran pencernaan kotor(%) Ginjal (%) Darah (%) Hati (%) Jantung (%) Paru-paru (%) Limpa (%) Alat reproduksi (%) Kaki (%) Empedu+kantong kencing (%)
KBKFBio (28%)
KBKFBio (38%)
KBKFBio (48%)
P
46,430±2,414 6,969±0,266a 9,039±0,289a
48,328±3,884 5,977±0,241b 6,049±0,441b
48,676±2,883 5,948±0,387b 6,249±0,959b
NS S S
21,984±0,266a 20,187±1,167ab
20,756±0,717b
S
0,336±0,040 1,914±0,273 1,344±0,141 0,375±0,094 0,828±0,141 0,102±0,023 0,594±0,109 2,180±0,120
0,350±0,003 2,087±0,030 1,216±0,050 0,327±0,006 0,981±0,191 0,245±0,137 0,600±0,084 1,932±0,712
0,487±0,130 2,120±0,146 1,293±0,278 0,304±0,020 1,100±0,088 0,183±0,079 0,669±0,101 2,091±0,327
NS NS NS NS NS NS NS NS
0,266±0,031
0,199±0,040
0,190±0,041
NS
Keterangan: NS = Non signifikan, S= Signifikan Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05). Persentase karkas ini mencerminkan bahwa pemberian pakan KBKFbio sebanyak 48% sebagai pakan kambing kacang jantan dapat menghasilkan karkas yang cukup tinggi yaitu 48,676±2,883%, baru diikuti oleh perlakuan pakan KBKFBio 38% yaitu 48,328±3,884% dan yang paling rendah adalah pada perlakuan pakan KBKFBio 28% dengan persentase karkas 46,430±2,414%. Persentase karkas kambing kacang jantan yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dengan persentase karkas kambing kacang jantan yang dipotong pada umur 2 tahun yaitu 42,48% % (Sunarlim dan Sri Usmiati, 2006), dan lebih tinggi juga dengan persentase karkas anak kambing yang dilaporkan oleh Meneses et al (2001) dan Zimerman et al (2008) dalam Sodiq (2011) yaitu sebesar 46-56% , tetapi lebih rendah lagi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Todaro et al (2006) dalam Sodiq (2011) yaitu sebesar 64,7 – 65,2% untuk kambing Girgentana. Dengan melihat perbandingan persentase karkas kambing kacang jantan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa kambing kacang jantan dengan pemberian pakan KBKFBio dapat menghasilkan persentase karkas yang tidak jauh berbeda dengan persentase karkas kambing hasil persilangan. Hal ini berarti bahwa pemberian KBKFBio dalam bentuk serbuk dapat menghasilkan persentase karkas dengan rasio daging dengan tulang yang seimbang. Hasil penelitian persentase karkas ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Akhmad Sodiq (2011) yaitu kambing kacang yang dipotong dengan berat potong 10 – 23,5 kg mendapatkan karkas sebesar 44,09±1,98%. Soeparno (1994) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat sehingga diharapkan bagian daging menjadi lebih besar. Rachmadi (dalam Hasnudi, 2005) menyatakan 5
bahwa semakin tinggi bobot potong menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semakin tinggi. Hasil penelitian pada tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa hasil pemotongan kambing kacang jantan selain dalam bentuk karkas juga diperoleh hasil dalam bentuk non karkas yang jumlah cukup tinggi yaitu mencapai 46,556 % untuk kelompok kambing kacang jantan yang diberi pakan KBKFBio 28%, baru diikuti oleh perlakuan pakan KBKFBio 48% (41,997%) dan perlakuan pakan KBKFBio 38% yaitu sebesar 40,748 %. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Soeparno (1994) yang menyatakan bahwa persentase non karkas dari hasil pemotongan sapi Bali mencapai 4547 %. Kandungan Kolesterol dan Lemak Intramuskuler Daging Kambing Kacang Jantan Hasil penelitian tentang kandungan kolesterol dan lemak intramuskuler daging kambing kacang jantan dengan pemberian pakan berbasis KBKFBio disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Kandungan Kolesterol dan Lemak Intramuskuler Daging Kambing Kacang Jantan dengan Pemberian Pakan Berbasis KBKFBio Perlakuan Parameter yang diuji P KBKFBio KBKFBio KBKFBio (28%) (38%) (48%) Kolesterol (mg/100gr) 20.500±1.000 19.750±0.500 19.500±0.577 NS Lemak Intramuskuler (%) 3.125±0.671 3.848±0.677 2.765±1.210 NS Keterangan: NS = Non signifikan, * = berbeda nyata (P<0,05) Hasil analisa varian menunjukkan bahwa perlakuan pakan KBKFBio tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan kolesterol dan kandungan lemak intramuskuler daging kambing kacang jantan. Dari tabel 2 terlihat kandungan kolesterol daging kambing kacang jantan antar perlakuan relatif sama yaitu berkisar 19.500±0.577-20.500±1.000. Pada perlakuan pakan KBKFBio 48% (perlakuan III) menghasilkan daging kambing yang mengandung kolesterol paling rendah sebesar 19.500±0.577, baru diikuti oleh perlakuan pakan KBKFBio 38% sebesar 19.750±0.500 dan yang paling tinggi pada perlakuan pakan KBKFBio 28% yaitu sebesar 20.500±1.000. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kambing kacang jantan yang diberi pakan berbasis KBKFBio sampai 48% menghasilkan kandungan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aqsha ,dkk.(2011)? yang melaporkan bahwa kandungan kolesterol daging kambing kacang sebesar 81,22 mg/100 g daging. Soeparno (1992) menyatakan bahwa kolesterol merupakan lemak jaringan yang terdapat dalam lemak intramuskuler (marbling) yang deposisinya berbeda dipengaruhi oleh spesies, umur dan lokasi otot. Saidin (2000) dan Husaini (1973) yang melaporkan bahwa kandungan kolesterol daging sapi kondisi tubuh kurus sebesar 65 mg/100g dan yang kondisi gemuk sebesar 68 mg/100g. Kandungan kolesterol daging kambing kacang jantan yang diberi pakan berbasis KBKFBio masih dibawah hasil penelitian Saidin (2000) dan Husaini (1973) yang mencatat bahwa daging kambing rendah lemak intramuskuler memiliki kolesterol 90 g/100 garam sampel basah. Rendahnya kandungan kolesterol daging kambing berdasarkan perlakuan pemberian pakan antara lain disebabkan karena umur potong 6
kambing yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong umur potong muda dengan kisaran umur 9-12 bulan. Menurut Soeparno (1994), persentase lemak intramuskuler biasanya cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya persentase lemak jaringan tubuh, dan ketebalan lemak punggung. Kandungan kolesterol dipengaruhi juga oleh pakan (status nutrisi) yang diberikan pada waktu masih hidup. Kambing yang diberikan pakan biji-bijian akan menghasilkan kolesterol dan lemak intramuskuler yang lebih tinggi dibandingkan dengan kambing yang diberi pakan lebih banyak rumput atau hijauan lainnya Sifat Fisik Daging Kambing Lokal Jantan Hasil penelitian tentang sifat fisik daging Kambing Lokal jantan dengan pemberian pakan berbasis limbah kulit buah kakao fermentasi bioplus (KBKFBio) disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Sifat Fisik daging Kambing Lokal Jantan dengan pemberian pakan berbasis KBKFBio Perlakuan Sifat Fisik Daging KBKFBio KBKFBio KBKFBio P (28%) (38%) (48%) 53,171±14,639 44,859±7,537 37,602±2,030 Daya Ikat air (%) NS 36,529±1,277 Susut Masak (%) 35,562±1.112 35,248±4,386 NS 5,500±0,115 5,700±0,115 5.600±0,058 pH NS 4,333±0,577 3,667±0,577 4,000±0,000 Keempukan (Kg/cm) NS Keterangan : NS = Non Signifikan (P>0,05) Hasil analisa varian menunjukkan bahwa perlakuan pakan KBKFBio tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sifat fisik daging kambing lokal jantan (DIA, susut masak, pH dan keempukan). Dari tabel 3 terlihat bahwa secara rata-rata daya ikat air daging kambing lokal jantan berdasarkan perlakuan pakan berkisar 37,602±2,03054,171±14,639%, Susut masak berkisar 35,248±4,386-36,529±1,277%, pH berkisar 5,500±0,115-5,700±0,115 serta keempukan daging 3,83±1,26-4,50±0,50 kg/cm2. Hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 3. sejalan dengan pendapat Shanks et al. (2002) yang dikutip oleh Yurleni (2013) yang menyatakan bahwa persentase susut masak berhubungan erat dengan daya mengikat air. Jika daya mengikat air rendah maka susut masak akan tinggi. Selanjutnya dikatakan bahwa daging dengan daya mengikat air rendah akan mengeluarkan banyak air ketika daging dimasak akibat kerusakan membrane seluler dan degradasi protein. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daging yang memiliki DIA tinggi seperti yang terjadi pada perlakuan pakan KBKFbio (48%) yaitu sebesar 53,171±14,639 % memberikan susut masak daging yang rendah yaitu sebesar 36,529±1,277 % dengan perbandingan 1:1,455, sebaliknya daging yang memiliki DIA yang rendah seperti pada perlakuan pakan KBKFBio (38%) yaitu sebesar 37,602±2,030 % menghasilkan susut masak sebesar 35,248±4,386 dengan nilai perbandingan 1:1,067, ini berati bahwa kemampuan daging pada perlakuan pakan KBKFBio (38%) lebih tinggi untuk menahan protein yang terlarut. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Soeparno (1992) yang menyatakan bahwa daging yang mempunyai DIA tinggi, maka susut masak daging 7
menjadi rendah. Lebih lanjut dikatakan bahwa besarnya persentase susut masak pada ternak kambing, domba, sapi dan kerbau juga dipengaruhi oleh umur yang relatif masih muda, sehingga kandungan kolagen dalam daging masih relatif rendah bila dibandingkan dengan ternak tua. Besar kecilnya DIA sangat berhubungan dengan tinggi rendahnya kandungan lemak intermuskuler, lemak intramuskuler dan ketebalan lemak punggung (Soeparno, 1992). Keempukan daging merupakan salah satu sifat fisik daging yang menentukan tingkat palatabilitas daging. Semakin empuk daging semakin disukai oleh konsumen. Tingkat keempukan daging ditentukan oleh beberapa faktor antara lain umur potong ternak, jenis kelamin, kandungan nutrisi pakan, bangsa sapi dan perlakuan sapi sebelum pemotongan. Hasil penelitian tentang keempukan daging kambing jantan umur potong 6-9 bulan yang diberi pakan berbasis KBKFBio berkisar 3,667±0,577-4,333±0,577 kg/cm2. Berdasarkan pada standar tingkat keempukan daging seperti: 1-2 kg/cm2 tergolong sangat empuk, 3-5 kg/cm2 tergolong empuk dan lebih dari 5 kg/cm2 tergolong daging keras (Soeparno, 2005). Berpedoman dengan standar tingkat keempukan ini maka tingkat keempukan daging kambing lokal jantan berdasarkan perlakuan tergolong daging yang empuk. Keempukan daging kambing lokal jantan. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa kambing lokal jantan dengan pemberian pakan KBKFBio mampu menghasilkan daging yang tingkat keempukannya sesuai standar yang tetapkan. Kisaran nilai pH daging kambing lokal jantan berdasarkan perlakuan pakan KBKFBio yaitu berkisar 5,500±0,115–5,700±0,115. pH daging ini masih berada pada kisaran normal pH daging berdasarkan titk isoelektrik yang menandakan proses regormortis telah selesai yaitu pad pH 5,4 - 5,8. Tidak terdapat perbedaan pH daging kambing antara perlakuan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: umur potong dan jenis kelamin kambing sama serta perlakuan ternak sebelum dipotong sama yaitu dipuasakan sebelum dipotong selama 12 jam sehingga ternak tidak mengalami stres, dan pada akhirnya cadangan glikogen setelah ternak mati masih tersedia dan proses regormortis sempurna. Nilai pH daging hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yurleni (2013) yaitu 5,45 dan penelitian Karda dkk.(2014) yaitu sebesar 5,6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kualitas karkas dan non karkas kambing kacang jantan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan, kecuali persentase kepala, kulit dan saluran pencernaan yang berbeda nyata (P<0,05) diantara perlakuan. Persentase karkas yang paling tinggi terjadi pada perlakuan pakan KBKFBio 38% yaitu sebesar 48,676±2,883% dengan persentase non karkas sebesar 41,997%, kondungan kolesterol rendah yaitu 19.500±0.577, DIA dan susut masak daging normal yaitu masing-masing 53,171±14,639 %) dan 36,529±1,277 %. 2. Hasil analisa varian menunjukkan bahwa perlakuan pakan KBKFBio tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sifat fisik daging kambing lokal jantan (DIA, susut masak, pH dan keempukan. Secara rata-rata daya ikat air daging kambing lokal jantan berdasarkan perlakuan pakan berkisar 37,602±2,030-54,171±14,639%, Susut masak berkisar 35,248±4,386-36,529±1,277%,pH berkisar 5,500±0,115-5,700±0,115 serta keempukan daging 3,83±1,26-4,50±0,50 kg/cm2 8
3. Kandungan kolesterol daging kambing kacang berdasarkan perlakuan pakan yaitu sebesar 19.500±0.577-20.500±1.000 mg/100gr dan angka ini menunjukkan bahwa daging kambing kacang yang dipotong pada umur muda (9-12 bulan) mempunyai kandungan kolesterol yang rendah dengan sifat fisik dan kimia daging yang telah memenuhi standar SNI. Saran-saran Dalam rangka efisiensi penggunaan KBK fermentasi bioplus (KBKFBio) sebagai pakan kambing kacang jantan untuk menghasilkan karkas, kandungan kolesterol dan sifat fisik daging kambing yang berkualitas baik sebaiknya menggunakan KBKFBio sebanyak 48%.
DAFTAR PUSTAKA Anas, S., A. Zubair, D., Rohmadi, 2011. Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi Terhadap Pertumbuhan Kambing Bali. Jurnal Agrisistem. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo. Anonim, 2008. Industri Biosupplemen Probiotik Tingkatkan Produksi Ternak. Httm//ternak kambingku. blogspot.com./2008/11./industri biosup-lemen probiotik html. Anonim, 2014. Nusa Tenggara Barat Dalam Anggka, Stattistik Provinsi Nusa Tenggara Barat, Mataram’ Anonim, 2011. Keistimewaan Daging Kambing. http//www.suara merdeka.com/read/sehat. Aqsha G.El.,E,Purbowati dan A,N.Al-Baari, 2011. Komposisi Kimia Daging Kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong Jantan pada Umur Satu Tahun. Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil.Fakultas Peternakan Diponogoro, Kampus Tembalang, Semarang. Aregheore, E.M. 2002. Chemical Evaluation and Digestibility and of Cocoa (Theobroma cocoa) by product Fed to Goats. Trop.Anim.Heath Prod. 34:339-348. Bahar, S., 2006. Perbaikan Pakan Ternak Kambing Pada Perkebunan Kakao. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Viteriner. Balai Pengkajian Teknoogi Pertanian Sulawesi. Makasar. Hasnudi, Yunilas dan F. Marbun,2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Sebagai Pakan Tambahan bagi Kambing Kacang terhadap Karkas serta Perbandingan Daging dan Tulang Selama Penggemukan. J.Agribisnis Peternakan, Vol.2.No.2:49-55. 9
Husaini,1973.Faktor Kolestrol dan Lemak Terhadap Bahaya Penyakit Jantung Atherosclerosis. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Cabang Bogor, Bogor. Hasnudi, 2005. Kajian Tumbuh Kembang Karkas dan Komponennya serta Penampilan Domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera yang Menggunakan Pakan Limbah Kelapa Sawit. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karda I.W. 2014. Sifat Fisik Daging Sapi Bali dengan Pemberian Pakan Kulit Buah Kakao Fermentasi, Laporan Penelitian MP3EI. Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram Kamilidin, A.Agus dan I.G. Suparta Budisatria. 2012. Ferforman Domba yang Diberi Pakan Complete Feed Kulit Buah KakaoTerfermentasi. Buletin Peternakan. Vol.36: 162-168. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kuswati, 2011. Karakteristik Karkas dan Kualitas Daging Kambing Hasil Pengemukan Dengan Penambahan Carcass Modifier Pada Lama Pengemukan dan Jenis Kelamin Berbeda. Disertasi Program Doktor Ilmu Ternak Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang., Laconi, E.B. 1998. Peningkatan Kualitas Kakao Melalui Amoniasi dengan Urea dan Beofermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium serta Penyebarannya Dalam Formulasi Ransum Ruminansia.Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,Bogor. Munier,F.F.,2009. Potensi Ketersediaan Kulit Buah Kakao (Theobroma cocoa L) Sebagai Sumber Pakan Alternatif untuk Ternak Ruminansia di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.PP. 752-759. Murni, R.,Akmal dan Y.Okrisandi, 2012. Pemanfaatan Kulit Kakao yang Difermentasi dengan Kapang Phanerochaete chrysosporium Sebagai Pengganti Hijauan Dalam Ransum Ternak Kambing.Jurnal Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.02(1):6-10. Nuraini, M.E.Mahata, 2009. Pemanfaatan Kulit Kakao Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Ternak di Daerah Sentra Kakao Padang Pariaman. Laporan IPTEK. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Priyanto, D.,A. Priyanti dan I.Inonu, 2004. Potensi dan Peluang Pola Integrasi Ternak Kambing dan Perkebunan Kakao Rakyat. Pemda Lampung. Priyono, 2009. Pemanfaatan Kulit Kakao Sebagai Pakan Ternak. Majalah Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro. 10
Saka I.K, I.B. Mantra, I.N. Tirta Ariana, A.A. Oka, Ni L.P.Sriyani dan Sentana Putra, 2011. Karakteristik Karkas Kambing Bali Betina dan Jantan yang Dipotong Rumah Potong Umum Pesanggaran, Denpasar. Laporan Penelian Fakultas Peternakan Udayana, Denpasar. Saidin, M., 2000. Kandungan Kolesterol Dalam Berbagai Bahan Makanan Hewani. Buletin. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Litbangkes, Depkes RI. Sodiq, A., 2011.Prediksi Bobot dan Konformasi Karkas Kambing Lokal Menggunakan Prediktor Bobot Potong dengan Berbagai Model Regresi. Jurnal Agripet: Vol (11) No.2:1-7 Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-2. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta. Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sunarlim, R., dan S. Usmiati (2006), Profil Karkas Ternak Domba dan Kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor. Suparjo, K,G. Wiryawan, E.B. Laconi dan D. Mangunwidjaja, 2011. Performan Kambing yang Diberi Pakan Kulit Buah Kakao Terfermentasi. J.Media Peternakan, Edisi April 2011:25-41. Sumarmono ,J., 1997. Kandungan Kolesterol dan lemak jenuh Daging Kambing Lebih Rendah Dibandingkan Sapi. Kutipam dari Proceedings Nutrition Society of Australia. Fakultas Peternakan UNSUD Puwokerto. Yurleni, 2013. Produktivitas dan Karakteristik Daging Kerbau dengan pemberian Pakan yang Mengandung Asam lemak Terproteksi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
11
12