MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat dilaksanakan pada bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2006 dan di peternakan rakyat yang termasuk anggota Perhimpunan Peternak Kelinci Magelang (PPKM), Kabupaten Magelang pada bulan Maret sampai bulan Desember 2006. Materi Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan penelitian di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor dan kegiatan penelitian di Kabupaten Magelang. Penelitian 1. "Kajian Potensi Genetik Ternak Kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, Jawa Barat". Kajian sumberdaya genetik kelinci yang dilakukan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor meliputi karakterisasi morfometrik kelinci, evaluasi performa produksi kelinci, dan evaluasi seleksi.
Karakteristisasi
morfometrik dilakukan pada kelinci Rex (RR), Satin (SS), persilangannya (RS) dan New Zealand White (NZ). Materi penelitian adalah sejumlah 23 ekor kelinci NZ, 25 ekor kelinci RR, 22 ekor kelinci SS dan 21 ekor kelinci RS. Performa produksi kelinci di Balitnak Ciawi, Bogor merupakan penampilan produksi kelinci dari populasi dasar (P0) dan populasi turunan hasil seleksi (F1) pada kelinci RR, SS dan RS. Materi penelitian diuraikan pada Tabel 3. Peralatan yang dipergunakan adalah borang produktivitas induk, pertumbuhan anak dengan penimbangan bobot badan mingguan dari lahir sampai berumur 20 minggu. Adapun karakteristik karkas dan potongan komersialnya, sejumlah 17 ekor kelinci RR (8 ekor betina dan 9 ekor jantan), 15 ekor kelinci SS (6 ekor betina dan 9 ekor jantan), dan 12 ekor kelinci RS (3 ekor betina dan 9 ekor jantan), dipotong dengan potongan menurut petunjuk Blasco et al. (1992),
22
timbangan merk Quattro buatan Jerman skala 15 kg dengan skala terkecil 0.10 g, serta alat tulis. Pembibitan di Balitnak Ciawi, Bogor merupakan hasil kajian seleksi yang dilakukan pada kelinci RR, SS dan RS. Data berasal dari pengamatan pada populasi dasar (P0) dan populasi turunan hasil seleksi (F1) sebagaimana diuraikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah kelinci RR, SS dan RS yang diamati pada populasi dasar dan turunan hasil seleksi F1 Uraian
RR
SS
RS
P0
F1
P0
F1
P0
F1
44
20
27
20
16
20
9
5
9
5
9
5
Anak lahir (ekor)
290
189
143
207
139
78
Anak lepas sapih (ekor)
197
135
89
171
98
61
Anak umur 12 minggu (ekor)
82
83
46
70
45
37
Anak umur 16 minggu (ekor)
61
62
30
41
37
30
Induk (ekor) Pejantan (ekor)
Kelinci populasi dasar (P0) kemudian diseleksi berdasarkan sifat jumlah anak sekelahiran dan bobot sapih.
Anak terseleksi berasal dari ternak yang
memiliki nilai pemuliaan 20 ekor tertinggi untuk betina dan 5 ekor tertinggi untuk jantan dengan metode Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) menggunakan program Prediction Estimation (PEST) menurut Groeneveld (1999).
Penelitian 2. "Kajian Potensi Genetik Kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Magelang, Jawa Tengah". Kajian sumberdaya genetik kelinci yang dilakukan di peternak anggota Perhimpunan Peternak Kelinci Magelang (PPKM), Kabupaten Magelang meliputi karakterisasi morfometrik kelinci, evaluasi performa produksi kelinci, dan evaluasi seleksi.
Karakteristisasi morfometrik ternak kelinci di Magelang
dilakukan pada kelinci English Spot (ES) berjumlah 40 ekor, kelinci Flemish Giant (FG) berjumlah 40 ekor, kelinci Rex (RR) berjumlah 40 ekor dan 25 ekor kelinci New Zealand White (NZ). Adapun peralatan yang digunakan terdiri atas
23
meteran kain berskala terkecil 1 mm dan jangka sorong berskala 15 cm dengan skala terkecil 0.01 mm, timbangan pegas berkapasitas 11 kg dengan skala terkecil 0,25 kg, borang dan alat tulis. Performa produksi kelinci di Kabupaten Magelang merupakan pengamatan pada 30 orang anggota PPKM dengan jumlah kelinci induk dan pejantan yang diamati sebanyak 524 ekor. Kelinci FG sejumlah 271 ekor, kelinci ES sejumlah 83 ekor, kelinci NZ sejumlah 73 ekor dan kelinci RR sejumlah 97 ekor. Pengelompokan kelinci dilakukan berdasarkan prakiraan umur, yaitu anak (30-60 hari), muda (100-150 hari) dan dewasa (≥ 150 hari). Peralatan yang dipergunakan adalah borang produktivitas dan alat tulis. Pembibitan di lapang dilakukan dengan pengamatan langsung pada 20 orang peternak anggota PPKM.
Data teknis pemeliharaan bibit, sistem
perkawinan, sistem pembibitan, seleksi dan culling serta pencatatan diamati sebagai kondisi sebenarnya pembibitan di lapang. Selanjutnya pengamatan lebih mendalam dilakukan pada empat orang peternak kooperator yang menyatakan bersedia secara sukarela untuk menyediakan induk, perkandangan pembibitan, perkawinan terarah dan melakukan pencatatan produktivitas induk dan anak sebagai dasar seleksi ternak. Catatan yang diamati meliputi produktivitas induk, pejantan dan pertumbuhan individu anak berupa bobot badan mingguan dari lahir sampai berumur 20 minggu. Metode Penelitian Penelitian 1. "Kajian Potensi Genetik Kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor, Jawa Barat". Karakterisasi Morfometrik Karakterisasi morfometrik dilakukan pada kelinci RR, SS, RS dan NZ di Balitnak dipilih berdasarkan umur, yaitu lebih dari 12 bulan berdasarkan catatan induk dan pejantan yang ada. Pengamatan dilakukan pada ukuran kepala (panjang dan lebar), telinga (panjang dan lebar), dada (lebar, dalam dan lingkar), panjang tulang humerus, tulang radius-ulna, tulang femoris, tulang tibia, panjang badan dan lebar panggul.
Ukuran-ukuran ini selanjutnya dapat memberi gambaran
ukuran dan bentuk kelinci (Mansjoer 1981).
24
Peubah yang Diamati Peubah mofometrik diperoleh dengan melakukan pengukuran pada bagianbagian tubuh individu kelinci yang meliputi (Gambar 1) : 1) panjang kepala (1), adalah jarak antara titik tertinggi (pangkal telinga) sampai titik terdepan tengkorak (ujung tulang hidung); diukur menggunakan pita ukur (cm), 2) lebar kepala (2), adalah jarak antara titik penonjolan tengkorak kiri dan kanan, diukur menggunakan jangka sorong (cm), 3) tinggi kepala (3), adalah jarak antara titik tertinggi tengkorak sampai titik terendah rahang bawah; diukur menggunakan jangka sorong (cm), 4) lingkar dada (4), adalah lingkar rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) menggunakan pita ukur (cm), 5) dalam dada (5), adalah jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur dengan jangka sorong (cm), 6) lebar dada (6), adalah jarak antara kerangka dada dibelakang skapula kanan dan scapula kiri diukur dengan menggunakan jangka sorong (cm), 7) panjang kaki depan dan belakang, adalah panjang kaki atas dan kaki bawah. Panjang kaki depan bawah adalah panjangnya tulang Radius-ulna (7); panjang kaki depan atas adalah panjangnya tulang Humerus (8); panjang kaki bawah belakang adalah panjang tulang Tibia (9);panjang kaki belakang atas adalah panjangnya tulang Femoris (10), 8) panjang tulang punggung (11), adalah diukur dari tulang punggung pertama hingga tulang pangkal ekor diukur dengan menggunakan pita ukur (cm), 9) lebar tulang panggul, adalah jarak antara tulang pangkal paha kiri dan pangkal paha kanan (12) diukur dengan jangka sorong (cm), 10) panjang daun telinga (13), adalah jarak antara pangkal daun telinga sampai titik ujung telinga menggunakan pita ukur (cm) dan 11) lebar daun telinga (14), adalah jarak antara dua titik terluar daun telinga secara tegak lurus terhadap panjang telinga diukur menggunakan pita ukur (cm).
25
Analisis Data Perbedaan ukuran dari bagian tubuh yang diamati dianalisis dengan menggunakan General Linear Models (GLM) menurut Statistics Analytical System (SAS 1985). Penentuan hubungan kekerabatan kelinci di dalam dan antar populasi menggunakan fungsi diskriminan sederhana (Manly 1989).
Fungsi
diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987), matriks ragam peragam antara peubah dari masingmasing galur kelinci yang diamati digabungkan menjadi sebuah matrik. Matrik gabungan dapat dijelaskan ke dalam bentuk berikut : ⎡ c11 ⎢ c C = ⎢ 21 ⎢ ... ⎢ ⎢⎣c p1
c c
12 22
...
c
p2
⎤ ⎥ ... 2 p⎥ ... ... ⎥ ⎥ ... c pp ⎥ ⎦ ...
c c
1p
Jarak genetik Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik minimum yang digunakan sesuai petunjuk Nei (1987) adalah sebagai berikut :
D
2 (i , j )
=
(X − X )C (X − X ) −1
i
j
i
j
Keterangan : 2 D(i, j ) = Nilai statistik Mahalanobis sebagai jarak kuadrat antar galur kelinci ke-I
C X X
−1
i
j
dan galur kelinci ke-j, = Kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah,
= Vektor nilai rataan pengamatan dari galur kelinci ke-i pada masing-masing peubah, = Vektor nilai rataan pengamatan dari galur kelinci ke-j pada masingmasing peubah Untuk membantu analisis statistik Mahalonobis digunakan paket program
SAS ver. 6.12 (SAS 1985) dengan menggunakan prosedur PROC DISCRIM. Dari hasil perhitungan jarak kuadrat tersebut kemudian dilakukan pengakaran terhadap hasil jarak genetik yang didapat. Hasil pengakaran terhadap hasil jarak genetik dianalisis menggunakan perangkat lunak MEGA2 seperti petunjuk Kumar et al. (2001) untuk memperoleh pohon fenogram. Teknik pembuatan pohon fenogram dilakukan dengan metoda UPGMA (Unweight Pair Group Method with
26
Arithmetic) dengan asumsi bahwa laju evolusi antar galur/kelompok kelinci adalah sama. Beberapa keuntungan yang didapat dari penggunaan teknik ini dikemukakan oleh Kumar et al. (2001), karena sederhana dan berguna pada kondisi kelompok yang relatif stabil. Analisis canonical dilakukan untuk menentukan peta penyebaran galur kelinci dan nilai kesamaan dan nilai campuran di dalam dan diantara galur/ kelompok kelinci (Manly 1989). Analisis ini juga dipakai untuk menentukan beberapa
peubah
yang
memiliki
pengaruh
kuat
terhadap
terjadinya
pengelompokkan galur kelinci (pembeda galur kelinci). Prosedur analisis dengan menggunakan PROC CANDISK dari SAS ver. 6.12 (SAS 1985). Pengukuran peubah ukuran morfometrik yang diteliti pada kerangka tubuh kelinci dapat dilihat pada Gambar 1.
14
13 5 4
1
11 9 10
3 12
2 6
8 Gambar 1. Kerangka tubuh kelinci.
7
27
Karakterisasi Performa Produksi Performa produksi kelinci di Balitnak Ciawi, Bogor merupakan data hasil pencatatan pertumbuhan individu kelinci, pertumbuhan induk selama menyusui dan reproduksinya, serta produksi karkas dan potongan komersialnya.
Peubah yang Diamati Peubah
performa
produksi
kelinci
diperoleh
dengan
melakukan
pengukuran pada individu anak dan induk kelinci yang meliputi : 1. Pertambahan bobot badan anak diukur setiap minggu dari lahir sampai umur 20 minggu (g), 2. Pertumbuhan induk, yaitu menimbang bobot induk saat beranak sampai anak di sapih (g), yaitu umur enam minggu, 3. Jumlah anak yang dilahirkan (ekor) dan jumlah anak sapih (ekor), 4. Bobot potong, yaitu bobot badan kelinci pada saat akan dipotong (g), 5. Bobot karkas, yaitu bobot setelah kelinci dipotong dikurangi darah, kepala, kulit, hati, ekor, saluran pencernaan berserta isinya, dan isi rongga dada, kecuali ginjal (g) menurut Rao et al. (1978), 6. Bobot komponen karkas, meliputi bobot daging, lemak, dan tulang (g), 7. Bobot potongan komersial, foreleg, rack, loin dan hindleg (Blasco et al. 1992), 8. Rasio daging:tulang, adalah perbandingan bobot daging dengan tulang (g), 9. Bobot kulit segar, adalah segera setelah kelinci dikuliti dan kulitnya ditimbang (g), dan 10. Proporsi karkas, proporsi potongan foreleg, rack, loin dan hindleg (%). Analisis Data Analisis data menggunakan bantuan program Statistics Analytical System (SAS 1985) dengan prosedur General Linear Program (GLM). Untuk menguji perbedaan setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan Uji Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie (1991).
28
Karakterisasi Pembibitan Induk betina dan pejantan diberikan identitas berupa tatoo, urutan data adalah nomor jantan, nomor induk, generasi dan nomor yang bersangkutan. Tatoo di telinga kiri untuk induk betina dan di telinga kanan untuk pejantan. Induk sesaat setelah beranak, anak-anak diberi tanda pada bagian telinga menggunakan benang berwarna dengan letak di kiri untuk betina dan di kanan untuk jantan. Anak kelinci bersama induk sampai disapih, yaitu umur 6 (enam) minggu untuk selanjutnya dilakukan tatoo sebagai identitas yang menerangkan nomor jantan(15), nomor induk (01-20), paritas (1-3) dan nomor anak. Letak tatoo disesuaikan dengan jenis kelamin, yaitu telinga kiri untuk betina dan telinga kanan untuk jantan. Induk yang beranak lebih dari 7 (tujuh) ekor, selebihnya dilakukan cross fostering, yaitu menitipkan pada induk sebangsanya yang beranak bersamaan dengan jumlah anak kurang dari 5 (lima) ekor. Induk segera dikawinkan setelah anak berumur 12-14 hari dan telah memperlihatkan tanda-tanda berahi, dan penyapihan dilakukan setelah anak berumur 6 (enam) minggu. Perkawinan induk ini, menurut Raharjo et al. (1993), memberikan kecenderungan hasil yang tinggi pada tingkat kebuntingan, dan litter size sapih. Ketika induk beranak kembali, anak yang sedang menyusui dipindahkan ke kandang sapihan. Penelitian ini menggunakan catatan penampilan fenotipik kelinci RR, SS dan RS yang ada di Balitnak Ciawi dari tahun 2004. Catatan tersebut terdiri atas silsilah ternak, bobot lahir (BB0), bobot sapih (umur 6 minggu/BB6), bobot umur 12 minggu (BB12) dan bobot umur 16 minggu (bb16). Perbanyakan ternak kelinci RR, SS dan RS (P0) 53 ekor RR, 36 ekor SS dan 25 ekor RS Populasi Awal (P0) 290 RR, 143 SS, 139 RS Populasi F1 189 RR, 207 SS, 78 RS Gambar 2. Tahapan seleksi di Balitnak Ciawi, Bogor.
Populasi Terseleksi (G0) 20 ♀+ 5 ♂ Populasi Terseleksi (G1) 20 ♀+ 5 ♂
29
Seleksi dilakukan selama dua generasi sehingga dapat diperoleh nilai dugaan heritabilitas sifat yang diseleksi. Pengamatan dilakukan terhadap sifat pertumbuhan, sifat reproduksi dan pertumbuhan induk selama menyusui anak. Pengamatan ini dilakukan pada populasi dasar dan ternak terseleksi. Adapun tahapan seleksi yang dilakukan diuraikan pada Gambar 2.
Perkawinan Ternak Induk-induk dikawinkan setelah berumur 5-6 bulan dan pejantan berumur 8 bulan. Betina dikawinkan apabila memperlihatkan tanda-tanda berahi, yaitu dengan melakukan pemeriksaan bagian vulva, betina siap untuk dikawinkan bila vulva berwarna kemerahan. Palpasi terhadap induk dilakukan pada hari ke-12 setelah perkawinan untuk menentukan bunting atau tidak.
Betina segera
dikawinkan kembali jika tidak bunting. Sarang bagi induk yang bunting disiapkan pada hari ke-28 masa kebuntingan. Perkawinan kembali segera dilakukan pada umur kelahiran dua minggu setelah betina beranak dan bila induk dilihat tandatanda berahi. Pejantan dikawinkan dengan empat ekor betina. Sistem perkawinan disesuaikan dengan catatan silsilah.
Kandang Kandang ternak yang digunakan terbuat dari kawat, merupakan kandang individu tipe Quonset Style Cages (Harris 1983). Ukuran kandang sesuai dengan umur kelinci. Atap kandang berbentuk setengah lingkaran. Tinggi kandang dari lantai 100 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat makan serta tempat air minum terbuat dari gerabah dan cetakan semen. Kandang induk terbuat dari kawat dengan lantai bambu dan dilengkapi kotak beranak terbuat dari kawat dibagian dalam dan di luar dari bahan triplek. Ukuran kandang induk adalah panjang 60 cm, lebar 75 cm dan tinggi 40 cm. Kotak beranak menggantung di pojok depan kandang dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 25 cm. Serbuk gergaji diberikan sebagai alas kotak beranak, dan induk akan merontokkan bulunya sebagai sarang bagi anak yang dilahirkan agar tidak tercekam udara dingin karena kelinci dilahirkan tanpa bulu. Setelah anak berumur 4-5 minggu, kotak beranak dibersihkan dan dipersiapkan
30
untuk anak berikutnya. Anak kelinci disapih pada umur 6 minggu dan diletakkan pada kandang sapih yang berukuran panjang 45 cm, lebar 75 cm dan tinggi 45 cm yang terbuat dari kawat. Kandang pejantan berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm. Kandang terbuat dari kawat dengan alas bambu dan ketinggian 100 cm dari lantai. Pembersihan kotoran dilakukan setiap bulan atau lebih cepat bila kotoran diperlukan untuk pupuk. Di dalam kandang disediakan tempat pakan terbuat dari gerabah berukuran panjang 15 cm, lebar 12 cm dan tinggi 6 cm, dan tempat minum dari paralon yang diisi semen berukuran diameter luar 14 cm, diameter dalam 12 cm dan tinggi 10 cm.
Ransum Ransum penelitian mengandung protein 17.1 persen dan energi metabolis 2600 kkal/kg, serat kasar 12.7 %, kalsium (Ca) 0.9 g/kg dan fosfor (P) 0.8 g/kg. Ransum dibuat dalam bentuk pellet dengan pemberian ransum dan air minum dilakukan setiap hari secara ad libitum.
Peubah yang diamati Peubah yang diamati adalah karakteristik pertumbuhan sebagai kriteria seleksi, yaitu : 1. Bobot lahir anak umur 0 minggu, dalam satuan g, 2. Bobot sapih anak umur 6 minggu, dalam satuan g, 3. Bobot potong umur 12 minggu, dalam satuan g dan 4. Bobot remaja umur 16 minggu, dalam satuan g. Adapun untuk pendugaan pertumbuhan masing-masing galur kelinci merupakan catatan bobot badan anak umur 0 minggu sampai dengan 20 minggu.
Analisis data 1. Pendugaan Nilai Heritabilitas Pendugaan nilai heritabilitas dilakukan dengan metode analisis ragam pola tersarang sesuai petunjuk Becker (1984) dengan bantuan perangkat lunak Statistical Analytical System (SAS 1985) dan metode Univariate Animal Model
31
Restricted Maximum Likelihood (REML) dengan bantuan perangkat lunak Variance Component Estimation versi 4.2 (Groeneveld 1998). 1.1.
Pendugaan nilai heritabilitas menggunakan analisis ragam dengan pola tersarang sesuai petunjuk Becker (1984) pada Tabel 4.
Analisis data
dalam menduga keragaman genetik dilakukan dengan metode analisis saudara kandung dan saudara tiri berdasarkan rumus yang dikemukanan Becker (1984) dengan model persamaan matematisnya : Yijk = μ + αi+ βj(i) + ε ijk Keterangan : Yijk μ αi β j(i) ε ijk
= = = = =
respon anak ke-k dari induk ke-j dan pejantan ke-i rataan umum pengaruh pejantan ke-i pengaruh betina ke-j yang dikawinkan dengan pejantan ke-i galat
Tabel 4. Sidik ragam untuk menduga nilai heritabilitas suatu sifat berdasarkan pola tersarang atau Hierarchial Sumber keragaman db JK KT Komponen Antar pejantan
S-1
JKs
KTs
σ2 w + k2σ2 d + k3σ2 s
Antar induk dalam pejantan
S(d-1)
JKd
KTd
σ2 w + k1σ2 d
Antar anak dalam induk
Sd (n-1)
JKw
KTw σ2 w
σ2 t
Total
Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; S = jumlah pejantan; D = jumlah betina yang dikawinkan per pejantan; N = jumlah anak yang dihasilkan per betina; σ2 s = komponen ragam antar pejantan; σ2 d = komponen ragam antar induk; σ2 w = komponen ragam antar anak dalam induk Komponen ragam diduga dengan :
σ2 w = KTw σ2 d = (KTd-KTw)/k1 σ2 s = {KTs – (KTw + k2 σ2 d)} / k3 Nilai k1, k2 dan k3 dihitung dengan :
⎡ ∑ nij2 ⎤⎥ K 1 = ⎢n.. − ∑i ⎢ n ⎥ db(dams) i ⎦ ⎣
32
⎡ ∑ 2 ∑∑ 2 ⎤ nij − nij ⎥ K 2 = ⎢ ∑i ⎢ ni. n.. ⎥⎦ db(sires) ⎣ 2 ⎤ ⎡ ∑ n i. ⎥ K 3 = ⎢n.. − ⎢⎣ n.. ⎥⎦ db(sires)
Nilai heritabilitas dihitung dengan rumus :
h
2 s+d
=
(
2σ s +σ d 2
2
)
σ +σ +σ 2
2
2
s
d
w
Keterangan : 2 hs +d = nilai heritabilitas suatu sifat yang dihitung melalui pejantan dan induk 2 σ s = komponen ragam antar pejantan
σ σ
2 d 2 w
= komponen ragam antar induk = komponen ragam antar anak dalam induk Simpangan baku eror nilai heritabilitas untuk komponen pejantan
dan induk dihitung berdasarkan rumus (Becker 1984) :
( ) ( ) ( (σ + σ + σ )
2 var σ s + var ω d + 2 cov σ s σ d 2
2
s.e. h =
2
2
2
2
s
d
w
2
2
)
Keterangan : 2 s.e. h = simpangan baku heritabilitas suatu sifat cov 1.2.
(σ σ ) = {var(σ )− k (var(σ ))} (k k ) 2
2
2
2
2
s
d
w
2
d
2
3
Pendugaan nilai heritabilitas menggunakan metode Univariate Animal
Model Restricted Maximum Likelihood (REML) dengan bantuan perangkat lunak Variance Component Estimation versi 4.2. (VCE 4.2) (Groeneveld 1998). Model matematika yang digunakan pada metode ini adalah : Y1 = Z1a1 + e1; Keterangan : Y = vektor untuk pengamatan; a = vektor untuk efek random (qx1); dan Z = disain matriks yang berhubungan dengan efek random (nxq), angka 1,2,... n menunjukkan sifat ke-1, ke-2 dan ke-n.
33
Matrik model matenatiknya adalah :
[Y ] = [Z ][. a ] + [e] Persamaan Mixed Model (MME) dalam bentuk matriknya adalah sebagai berikut : ⎡X ' X ⎢Z' X ⎣
X 'Z Z'Z +
−1
A
⎤ ⎡ X ' y⎤ . [a ] = ⎢ ⎥ ⎥ α⎦ ⎣Z' y⎦
Keterangan : a = nilai pemuliaan dugaan e = sisaan adalah fungsi parameter ragam, α = α α
α
α
2
2
a e
a dan α e = ragam genetik aditif dan ragam sisaan
−1
A
2
2
= invers matrik kekerabatan
Model ragam-peragamnya adalah : ⎡Y ⎤ V ⎢⎢ a ⎥⎥ = ⎢⎣ e ⎥⎦
2 2 ⎡ Vadd ZAσ a 1σ e⎤ ⎥ ⎢ 2 2 0 ⎥ ⎢ AZ 'σ a Aσ a 2 ⎢ 1 2e 0 1σ e⎥ ⎦ ⎣ σ
V(Y) = Vadd = ZAσ aZ’ + I σ e 2
2
V(a) = Aσ a 2
V(e) = Iσ e 2
Keterangan : V(Y) = ragam fenotip, V(a) = ragam aditif, V(e) = ragam lingkungan, A
= matriks yang berhubungan dengan ragam aditif ternak,
I
= matriks identitas,
Z
= desain matriks yang berhubungan dengan efek acak.
34
Maka nilai heritabilitas dapat dihitung dengan persamaan :
h
2
=
V (a) V ( a ) + V (e ) Aσ a 2
h
2
=
ZAσ az '+ I σ e 2
2
Pemasukan data dilakukan sesuai prosedur menurut Henderson (1985). Apabila pejantan atau induk tidak diketahui identitasnya, maka diidentifikasi dengan angka nol (0,00).
Data dikelompokkan dan
dimasukkan ke dalam sepuluh kolom yang terdiri atas nomor ternak, pejantan, induk, paritas, jenis kelamin, jumlah anak sekelahiran, bobot lahir (bb0), bobot sapih umur 6 minggu (bb6), bobot umur 12 minggu (bb12) dan bobot umur 16 minggu (bb16). Ternak yang tidak memiliki catatan atau mati diidentifikasi dengan angka -1,00 (Groeneveld 1998). Pengolahan data dengan metode Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) ini dilakukan secara univariate model, yaitu hanya satu model yang digunakan dalam setiap pengolahan data.
Data yang telah
dikelompokkan dan disusun, diolah menggunakan paket program PEST (Prediction and Estimation) menurut Groeneveld (1998).
Data yang
dihasilkan merupakan data terkode yang selanjutnya diolah kembali menggunakan program VCE versi 4.2 untuk menduga nilai heritabilitas (Groeneveld 1998).
2. Pendugaan Nilai Diferensial dan Respon Seleksi
Pendugaan respon seleksi menggunakan diferensial seleksi aktual (S) yang dihitung dengan rumus (Martojo 1992): 2
R=h S Keterangan : R = respon seleksi 2 h = nilai heritabilitas
S = diferensial seleksi, yaitu selisih antara rataan fenotip dari populasi terseleksi dengan rataan fenotip populasi sebelum seleksi.
35
3. Pendugaan kurva pertumbuhan
Hasil perkembangan dari data penimbangan ternak kelinci secara periodik pada populasi dasar (P0) dan populasi turunan hasil seleksi (F1) dianalisa dengan pendekatan kurva pertumbuhan non linier model Gompertz dengan program paket statistik SAS ver 6.12 (SAS 1985). Pertimbangannya bahwa model tersebut menurut Blasco dan Gomez (1993) telah dibuktikan sebagai model yang terbaik untuk menggambarkan pertumbuhan kelinci. Rumus matematisnya adalah :
Yt = A exp(− B exp− kt ) Keterangan : Yt = ukuran bobot badan pada umur t A = ukuran dewasa tubuh (asimtot) untuk bobot badan B = parameter skala (nilai konstanta) exp = logaritma dasar (2.178282) k = laju pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh t
= satuan waktu (umur) Untuk mendapatkan nilai dugaan yang dapat dipertanggung jawabkan
tentang kapan saat terjadinya titik biologis dari suatu pertumbuhan, P’tak et al. (1994) telah menggunakan suatu model sederhana yang didapat dari hasil turunan persamaan non linier. Model matematis tersebut telah digunakan secara baik di dalam menduga keberadaan koordinat titik belok saat umur dan bobot badan kelinci pertama mengalami pubertas. Untuk menentukan titik belok bobot badan digunakan penduga hasil bagi antara nilai A dengan bilangan eksponensial [A/exp], sedang dugaan titik belok umur adalah [(lnB)/k].
Penelitian 2. "Kajian Potensi Genetik Kelinci (Oryctolagus cuniculus) di Magelang, Jawa Tengah". Karakterisasi Morfometrik
Untuk karakterisasi morfometrik kelinci ES, FG, NZ dan RR berasal dari peternak anggota PPKM yang dipilih berdasarkan jumlah kepemilikan induk, yaitu lebih dari 10 ekor induk betina dan 5 ekor pejantan. Induk betina dan
36
pejantan adalah kelinci yang telah beranak minimal 2 (dua) kali dan pejantan telah mampu mengawini betina. Pengamatan dilakukan pada ukuran kepala (panjang dan lebar), telinga (panjang dan lebar), dada (lebar, dalam dan lingkar), panjang tulang humerus, tulang radius-ulna, tulang femoris, tulang tibia, panjang badan dan lebar panggul.
Peubah yang Diamati
Peubah mofometrik diperoleh dengan melakukan pengukuran pada bagianbagian tubuh individu kelinci sebagaimana yang dilakukan di Balitnak Ciawi, Bogor., yaitu dapat dilihat pada Gambar 1. Analisis Data
Analisis data dilakukan sebagaimana penelitian yang dilakukan di Balitnak Ciawi, Bogor.
Karakterisasi Performa Produksi
Metoda survey dan pengamatan langsung dengan lokasi kecamatan desa Pekunden, Kabupaten Ngluwar yang ditentukan atas saran Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (KIPPK), Kabupaten Magelang dan 30 orang peternak ditentukan oleh Perhimpunan Peternak Kelinci Magelang (PPKM). Data primer diperoleh dari pengisian borang meliputi pertumbuhan kelinci berdasarkan tahapan umur, yaitu anak, remaja dan dewasa, dan produktivitas induk.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati diperoleh dari hasil survey langsung kepada peternak, yaitu : 1. Bobot badan diukur berdasarkan kriteria umur, yaitu anak (30- 60 hari), remaja (100- 150 hari) dan dewasa (> 150 hari), 2. Umur pertama kawin, pada jantan dan betina yang dihitung dari lahir sampai induk pertama kali dikawinkan dalam satuan hari, 3. Lama bunting dihitung dari tanggal kawin sampai beranak dalam satuan hari,
37
4. Jumlah anak sekelahiran (litter size), merupakan jumlah anak hidup sekelahiran dalam satuan ekor, 5. Umur sapih, yaitu umur dimana anak kelinci mulai disapih dari induknya dalam satuan hari, 6. Bobot sapih, adalah bobot badan individu kelinci saat disapih dalam satuan kg, 7. Pengawinan kembali induk, adalah lamanya waktu dari paritas satu dengan pengawinan kembali betina dalam satuan hari,
Analisis Data
Analisis data menggunakan bantuan program Statistics Analytical System (SAS 1985) dengan prosedur General Linear Program (GLM). Untuk menguji perbedaan setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan Uji Berganda Duncan (Duncan
Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie (1991).
Karakterisasi Pembibitan
Pengamatan pembibitan di lapang dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) metoda survey dan pengamatan langsung pada empat orang dengan lokasi kecamatan Borobudur, Muntilan, Mertoyudan, Mungkid dan Ngluwar (total 20 orang) yang ditentukan atas saran Perhimpunan Peternak Kelinci Magelang (PPKM) dan Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (KIPPK), Kabupaten Magelang, dan (2) empat orang peternak kooperator, yaitu peternak yang telah mengikuti pelatihan pembibitan ternak kelinci yang dilakukan oleh KIPPK dan PPKM dengan narasumber dari Balitnak, Ciawi, yaitu dipilih peternak pembibit berdasarkan kesediaan peternak yang secara sukarela menyediakan ternak induk, perkandangan dan pakan serta bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan pencatatan dan pelaporan ke PPKM, KIPPK dan Balitnak, Ciawi. Data primer pengamatan pembibitan di lapang diperoleh dari pengisian borang meliputi teknis pemeliharaan bibit, sistem perkawinan, dan sistem pembibitan yang biasa dilakukan dan mampu diterapkan oleh peternak. Adapun untuk peternak peserta program pembibitan, terpilih peternak yang memiliki ternak induk lebih dari 50 ekor sebagai kooperator. Masing-masing peternak
38
menyediakan 20 ekor kelinci betina dan 5 ekor pejantan yang dianggap paling baik saat ini (jumlah anak sekelahiran ≥ 6 ekor, mortalitas lahir sampai sapih ≤ 25% dan bobot sapih ≥ rataan). Betina yang digunakan adalah kurang dari lima kali beranak. Berdasarkan kriteria tersebut, empat orang peternak menyatakan bersedia mengikuti program pembibitan ini. Peternak Nasrip menyediakan 8 ekor betina dan 3 ekor pejantan, peternak Suyut menyediakan 4 ekor betina dan 2 ekor pejantan, peternak Sugiarto menyediakan 7 ekor betina dan 3 ekor pejantan serta peternak Zamrodin menyediakan 6 ekor betina dan 4 ekor pejantan. Jumlah betina dan pejantan yang disediakan oleh peternak tidak sesuai dengan rencana sebelumnya dikarenakan (i) peternak tidak memiliki cukup kandang untuk anakanak dari induk-induk terpilih, karena anak harus dipertahankan sampai cukup dewasa dan menjadi ternak pengganti dan (ii) induk betina yang dimiliki peternak sebagian besar telah lebih dari lima kali beranak, sehingga yang dipilih sebagai induk hanya sedikit, dan (iii) peternak belajar membiasakan melakukan pencatatan dengan jumlah ternak sedikit agar mudah dilakukan dan tidak menyita waktu kerjanya. Ternak kelinci yang ada di lapang sangat beragam performa produksinya. Melalui sistim pencatatan yang teratur (format dari Balitnak) akan dicoba penerapan teknis seleksi yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan peningkatannya memiliki nilai ekonomis.
Kelinci di Kabupaten Magelang
ditujukan sebagai ternak penghasil daging sehingga seleksi dilakukan pada induk berdasarkan catatan bobot sapih anak. Induk hanya memelihara anak dengan
litter size 6-7 ekor, apabila lebih dilakukan cross-fostering, yaitu menitipkan kelebihan anak pada induk lain yang beranak kurang dari 6-7 ekor. Induk yang terpilih berdasarkan hasil perhitungan Most Probable Producing Ability (MPPA) akan dipilih anak-anaknya untuk selanjutnya dijadikan induk-induk generasi berikut.
Selanjutnya proporsi terseleksi untuk pejantan dan induk akan
disesuaikan dengan jumlah anak-anak lepas sapihnya, sehingga dengan seleksi ini diharapkan dapat diperoleh bibit-bibit yang lebih baik.
39
Peubah yang diamati
Peubah yang diukur adalah kinerja produksi anak dan reproduksi induk. Kinerja produksi ini dituangkan dalam bentuk form data yang terlebih dahulu disosialisasikan melalui kegiatan pelatihan. Form data yang diberikan kepada peternak meliputi catatan induk betina (Lampiran 1), catatan pejantan (Lampiran 2), catatan pertumbuhan kelinci selama 16/20 minggu (Lampiran 3), dan rekapitulasi populasi induk dan anak kelinci bulanan (Lampiran 4).
Analisis Data
Nilai induk yang terpilih berdasarkan nilai MPPA dihitung menggunakan persamaan matematik berikut (Martojo 1992) :
MPPA = X p +
nr x( X i − X p ) 1 + (n − 1)r
Keterangan : n = jumlah catatan produksi r = ripitabilitas sifat bersangkutan X p = rataan produksi populasi/kelompok X i = rataan rataan produksi individu
sedang pendugaan nilai ripitabilitas menggunakan analisis ragam sesuai petunjuk Becker (1984) pada Tabel 5. Analisis data dalam menduga keragaman genetik dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap berdasarkan rumus yang dikemukanan Becker (1984) dengan model persamaan matematisnya :
Ykm = μ + α k + ε km Keterangan : Ykm μ αk ε ijk
= = = =
respon anak ke-k rataan umum pengaruh individu ke-k galat
40
Tabel 5. Sidik ragam untuk menduga nilai ripitabilitas suatu sifat Sumber keragaman db JK KT Komponen Antar individu
n-1
JKW
KTW
σ E2 + K1σ W2
Antar catatan dalam individu
n(m-1)
JKE
KTE
σ E2
Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah; W = individu; E = catatan per individu; n = jumlah individu; σ2 w = komponen ragam antar individu; σ2 E = komponen ragam antar catatan dalam individu. Dimana mk adalah jumlah catatan untuk setiap individu. Dugaan nilai σ E2 , σ W2 dan R adalah :
σ E2 = KTE σ W2 = R=
KTW − KTE k1
σ W2
σ W2 + σ E2
dan galat bakunya adalah : 2(1 − R) 2 [1 + (k − 1)] k (k − 1)(n − 1)
2
SE ( R) =
Analisis data menggunakan bantuan program Statistics Analytical System (SAS 1985) dengan prosedur General Linear Program (GLM). Pendugaan nilai ripitabilitas untuk perhitungan peringkat induk berdasarkan nilai MPPA mengunakan prosedur ANOVA (SAS 1985).