LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL PELAKSANAAN SITA JAMINAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Limboto)
Oleh:
DEWI ANDANI ARSYAD NIM. 271411141 Telah diperiksa dan disetujui oleh:
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
HJ.MUTIA CH.THALIB, SH, M.HUM NIP. 196907041998022001
ISMAIL TOMU SH. MH NIP 197706172009121003
Mengetahui, KETUA JURUSAN ILMU HUKUM
SUWITNO Y. IMRAN, SH., MH. NIP. 19830622 2009121 004
1
PELAKSANAAN SITA JAMINAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Limboto) Dewi Andani Arsyad Pembimbing I: Mutia Ch.Thalib Pembimbing II: Ismail Tomu
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan sita jaminan terhadap putusan pengadilan dan yang menguraikan hal-hal yang menjadi hambatan pelaksanaan putusan tersebut. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah bersifat normatif dan empiris. Adapun objek penelitian adalah putusan Pengadilan Negeri Limboto No: 14/PDT.G/2009/PN.LBT dan No:20/PDT.G/2011/PN.LBT yang menjadi bahan perbandingan peneliti dengan didukung oleh hasil wawancara dari beberapa hakim di Pengadilan Negeri Limboto. Hasil dari penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan sita jaminan terhadap putusan Pengadilan Negeri Limboto No:20/PDT.G/2011/PN.LBT dan No:14/PDT.G/2009/PN.LBT, hal ini dapat dilihat juga melalui apa yang menjadi hambatan pelaksanaan putusan di atas tersebut. Hasil dari penelitian ini kemudian dilandasi dengan metode perbandingan hukum dari hasil putusan No:14/PDT.G/2009/PN.LBT, dimana dalam putusan tersebut telah terjadi sengketa waris dan dari hasil putusan tersebut majelis hakim menerima, tetapi ketika dilaksanakan sita eksekusi objek dari sita jaminan tersebut berada dipihak di pihak lain. Dan putusan No:20/PDT.G/2011/PN.LBT telah terjadi wanprestasi dan dari hasil putusan tersebut majelis hakim menolak karena tidak diletakkan sita jaminan dalam gugatan tersebut. Sehingga dari 2 putusan tersebut telah terjadi perbedaan dari hasil putusan.
Kata kunci: sita jaminan, putusan, hambatan
1
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Namun dalam membina hubungan bermasyarakat tersebut, sering terjadi gesekan kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum diantara mereka. Adakalanya para pihak yang merasa dirugikan tidak puas dengan solusi yang ada, sehingga ia mengajukan sengketanya ke pengadilan. Para pihak yang mengajukan tuntutan hak ke pengadilan tentunya akan beracara sesuai hukum acara perdata yang berlaku mulai dari pengajuan tuntutan hak sampai jatuhnya putusan pengadilan. Tentunya para pihak tidak hanya mengharap putusan pengadilan semata yang berisi penyelesaian perkara yang diselesaikan dimana didalamnya ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang dipersengketakan. Namun sudah pasti putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekusi sehingga putusan pengadilan tersebut dapat dilaksanakan seluruhnya sehingga tercapai apa yang disebut Rule of Law atau demi tegaknya hukum dan keadilan.1 Hal ini dapat diartikan bahwa suatu putusan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu berkekuatan untuk dilaksanakan sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Kekuatan eksekutorial putusan hakim terdapat pada kepala putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Walaupun putusan pengadilan itu dapat dilakukan dan mempunyai kekuatan eksekutorial, tetapi banyak pihak yang masih merasa khawatir bahwa selama proses persidangan berlangsung tergugat akan menjual barang-barangnya atau dengan jalan lain mengalihkan hak atas barangnya, sehingga jika waktunya telah tiba putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan hendak dilaksanakan, barang yang menjadi objek persengketaan tidak dapat
1
M.Harsono, skripsi Pelaksanaan Eksekusi Sita Jaminan Dalam Proses Peradilan Menurut Rbg, universitas sumatera utara, Medan , 2010 hal. 1-4
2
dieksekusi karena barang tersebut tidak berada ditangan tergugat lagi yang tentunya sangat merugikan bagi pihak penggugat.2 Untuk mengatasi permasalahan diatas didalam hukum acara perdata diatur sebuah lembaga yang bernama Lembaga Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang diatur dalam Pasal 261 Rbg atau 227 ayat 1 HIR. Pasal 261 Rbg menjelaskan sebagai berikut: Berikutnya ketentuan Pasal 50 RUU Hukum Acara Perdata menyatakan sebagai berikut: 1) Permohonan sita jaminan dapat juga diajukan sebelum gugatan diajukan dengan syarat gugatan harus sudah diajukan dalam jangka waktu paling lama 8 (delapan) hari setelah sita dilaksanakan. 2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipergunakan, maka pengadilan wajib dengan penetapan menyatakan sita jaminan yang telah dilaksanakan batal demi hukum 3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikeluarkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak syarat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi.3 Adapun di Pengadilan Negeri Limboto telah terjadi 2 kasus terkait dengan peletakan
sita
jaminan
yaitu
wanprestasi
dalam
putusan
Nomor
20/PDT.G/2011/PN.LBT dan sengketa warisan dalam putusan Nomor 14/PDT.G/2009/PN.LBT, dari 2 putusan tersebut ada sita jaminan yang dikabulkan dan ditolak oleh hakim. Permasalahan yang ada dalam putusan tersebut yaitu pada saat melaksanakan sita jaminan tahap putusan Nomor 20/PDT.G/2011/PN.LBT yaitu objek sita jaminan tidak dalam penguasaan si pemohon. Sedangkan kasus sengketa selanjutnya pada putusan Nomor 14/PDT.G/2009/PN.LBT yaitu setelah gugatan di terima oleh majelis hakim dan akan dilaksanakan eksekusi, objek tersebut dalam pengawasan pihak lain. Berdasarkan uraian yang di atas, penulis dapat merumuskan masalah yakni (1) Bagaimana pelaksanaan sita jaminan terhadap putusan Pengadilan Negeri Limboto
Nomor
20/PDT.G/2011/PN.LBT
dan
Nomor
14/PDT.G/2009/PN.LBT. dan (2) Apa yang menjadi hambatan pelaksanaan putusan di atas tersebut. 2
Ibid Fence M. Wantu Dkk, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, Reviva Cendekia, Yogyakarta, 2011, Hal. 59-60 3
3
A. Metode Penulisan
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan proposal yang berjudul “Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Putusan Pengadilan” adalah pendekatan normatif. Peneliti melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Limboto, karena putusan tersebut di laksanakan dan diputuskan di Pengadilan Negeri Limboto . Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (Case Aprroach). Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahanbahan hukum, baik hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan bahan non-hukum. Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data. B. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Limboto Pengadilan Negeri Limboto di resmikan menjadi Pengadilan Negeri Klas I B Limboto pada ranggal 28 Februari 2005 oleh Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. Bagir Manan, SH. MCL. Nama-nama Hakim yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Limboto adalah sebagai berikut : 1.
Emil Agus Kalalo, SH.
Tahun 1978-1983
2.
Mohammad Amien Umar, SH.
Tahun 1983-1989
3.
J. T. T. Todingan, SH.
Tahun 1990-1991
4.
Kimar Saragih Siadari, SH.
Tahun 1991-1993
5.
Damianus Nau Dasnan, SH.
Tahun 1993-1995
6.
Rintjard Sianipar, SH.
Tahun 1995-1997
7.
Freddy S. Kurnia, SH.
Tahun 1998-2002
8.
Sigit Priyono, SH. MH.
Tahun 2008–2011
9.
Rudi Widodo,SH.,MH
Tahun 2011– 2012
10. Jupriyadi.SH.M.Hum
Tahun 2012-2014
11. Fransiskus A. Ruwe.SH,MH
Tahun2014-sekarang
4
Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Limboto yakni sebagai berikut : STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN NEGERI LIMBOTO Gambar.1 KETUA
WAKIL KETUA HAKIM-HAKIM PANITERA/SEKRETARIS
WAKIL PANITERA
WAKIL SEKRETARIS
1. PANMUD HUKUM 2. PANMUD PIDANA 3. PANMUD PERDATA
1. 2.
1. 2. 3.
KAUR KEPEGAWAIAN KAUR KEUANGAN KAUR UMUM
PANITERA PENGGANTI JURUSITA
Ket : : Garis Tanggung Jawab : Garis Koordinasi Jumlah Perkara Tentang Sita Jaminan Di Pengadilan Negeri Limboto TAHUN NO 1 2 3 4
2009 2010 2011 2012
JUMLAH PERSENTASE PERKARA 2 0 1 0
10 % 0% 5% 0% 5
5 6
2013 2014 TOTAL
1 1 5
5% 5% 25%
Sumber: Semi Haipi.SH bagian Hukum Perdata Pengadilan Negeri Limboto 2. Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Putusan Pengadilan pada putusan Nomor 20/PDT.G/2011/PN.LBT dan Nomor 14/PDT.G/2009/PN.LBT Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana yang saya dapatkan dari hasil wawancara langsung dan terstruktur dengan responden yaitu Ketua Pengadilan Negeri Limboto, serta 3 (tiga) hakim yang ada di pengadilan negeri limboto. Permohonan sita jaminan yang terdaftar di pengadilan negeri limboto pada tahun 2009-2014 sebanyak 5 perkara.4 Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dari 5 perkara tersebut, ada perkara yang diterima maupun ditolak oleh majelis hakim, dan dari 2 (dua) perkara tersebut itu yang menjadi bahan perbandingan oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini. Adapun perkara yang di tolak majelis hakim karena dalam dalil gugatannya tersebut penggugat tidak meletakkan sita jaminan dan adapun perkara yang diterima oleh majelis hakim tetapi ketika dieksekusi objek barang jaminan tersebut telah menjadi barang jaminan di pihak lain. Dalam hal ini peneliti akan membahas tentang pelaksanaan sita jaminan terhadap putusan pengadilan pada putusan No. 20PDT.G/2011/PN.LBT tentang wanprestasi (ganti rugi) dan No. 14/PDT.G/2009/PN.LBT tentang sengketa waris. Berdasarkan hasil penelitian penulis, pelaksanaan sita jaminan pada prinsipnya permohonan sita jaminan bisa diajukan sama-sama dengan perkara atau bisa diajukan tersendiri. Majelis hakim akan memeriksa permohonan sita jaminan itu apakah telah memenuhi syarat-syarat yang layak atau patut dikabulkan,majelis hakim hanya mengeluarkan penetapan. Tetapi
4
Hasil wawancara dengan bapak Semi Haipi.SH bagian Hukum Perdata Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 4 April 2015
6
mengenai pelaksanaannya biasanya panitera dan juru sita yang mengatur, tekhnisnya seperti itu. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan hakim pengadilan negeri limboto, beliau mengatakan sita jaminan itu tidak mempengaruhi diterima atau ditolak suatu perkara.5 Penjelasan hasil wawancara di atas dalam kaitannya dengan teori-teori yang diuraikan sebelumnya, yaitu bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa tidak setiap gugatan perkara selalu diikuti dengan tindakan sita jaminan. Karenanya tindakan penyitaan merupakan upaya hukum dan tindakan hukum “pengecualian”. Menurut Soeparmono, bahwa tidak selalu suatu proses pemeriksaan perkara harus diikuti dengan tindakan sita jaminan dan sebagai upaya untuk menjamin hak-hak penggugat, maka akan lebih pasti bahwa putusannya itu dapat dilaksanakan dan dapat menikmati kemenangan tersebut.6 Jika terhadap putusan pengadilan pada awalnya itu pengadilan sementara persidangan berlangsung majelis hakim dalam hal ini yang menangani perkara telah meletakkan sita jaminan kemudian dimohonkan oleh penggugat terhadap sita jaminan kemudian majelis hakim meletakkan sita jaminan, jadi pada saat pelaksanaan putusan jika ternyata ada pelaksanaan sita jaminan maka pemohon sita jaminan atau selaku penggugat akan merasakan apa yang menjadi haknya dan tentu putusan ini akan diterima oleh majelis hakim.7 Pelaksanaan sita jaminan sesuai buku pedoman mahkamah agung adalah, adalah sebagai berikut:8 1. Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim/Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung dan untuk penyitaan tersebut Hakim/Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan dilaksanakan oleh Panitera Pengadilan Negeri/Juru Sita dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi. 5
Hasil wawancara dengan ibu Lely Triantini, SH, Hakim di Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 24 Maret 2015 6 R. Soeparmono, Masalah Sita Jaminan (CB) Dalam Hukum Acara Perdata, Bandung,Mandar Maju, 1997, hlm. 7 7 Hasil wawancara dengan Bapak Juply Sandria Pansariang, SH.MH, Hakim di pengadilan negeri Limboto pada tanggal 24 Maret 2015 8 Mahkamah Agung RI, Pedoman teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum, Balitbang Diklat Kumdil,2007, Hal. 79-80
7
2.
3. 4.
5.
Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita jaminan terhadap barang milik tergugat (conservatoir beslag) dan sita jaminan terhadap barang milik penggugat (revindicatoir beslag) (Pasal 227,226 HIR, Pasal 261, 260 RBg). Permohonan agar dilakukan sita jaminan, baik itu sita conservatoir atau sita revindicatoir, harus dimusyawarahkan Majelis Hakim dengan saksama, apabila permohonan tersebut cukup beralasan dan dapat dikabulkan maka ketua majelis membuat penetapan sita jaminan. Sita jaminan dilakukan oleh panitera/jurusita yang bersangkutan dengan disertai dua orang pegawai pengadilan negeri sebagai saksi. Sebelum menetapkan permohonan sita jaminan Ketua Pengadilan/Majelis wajib terlebih dahulu mendengar pihak tergugat. Dalam mengabulkan permohonan sita jaminan, Hakim wajib memperhatikan: a. Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) HIR/Ppasal 261 ayat (2) RBg). b. Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 213 dan Pasal 214. c. Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar/bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertahanan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar/belum bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum. d. Barang yang dsita ini, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita revindicatoir, harus tetap dipegang/dikuasai oleh tersita. Barang yang disita tidak dapat dititipkan kepada Lurah atau kepada penggugat atau membawa barang itu untuk disimpan di gedung Pengadilan Negeri. Apabila telah dilakukan sita jaminan dan kemudian tercapai perdamaian antara kedua belah pihak yang berpekara, maka sita jaminan harus diangkat.
Putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap apabila sudah tidak ada lagi upaya hukum. Apabila penggugat mengajukan kasasi atau peninjauan kembali itu sudah berkekuatan hukum tetap dan bisa dieksekusi dalam perkara perdata. Biasanya ada upaya hukum seperti upaya hukum biasa dan luar biasa, kalau upaya hukum biasa ketua pengadilan akan menunggu putusan akhir dari mahkamah agung sebelum dieksekusi. Sedangkan
8
mengenai jangka waktu pelaksanaan putusan di eksekusi secara sukarela, biasanya mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan, peringatan selama 8 hari, apabila tergugat tidak menyerahkan objek barang sita bisa upaya paksa. Eksekusi secara sukarela jarang dilakukan, biasanya ada perdamaian sebelum dieksekusi maka eksekusi tidak dijalankan.9 Sebagaimana yang dikatakan oleh hakim di atas bahwa dalam perkara perdata, faktor-faktor yang mempengaruhi pertimbangan putusan pengadilan adalah alat bukti. Hal itu sudah sesuai dengan pasal 1866 KUHPer yang berbunyi: “Bahwa alat-alat bukti tersebut adalah bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan sumpah”. Berkaitan dari judul masalah peneliti, peneliti akan membahas 2 perkara putusan yang pertama bahwa, hakim mengabulkan gugatan dari penggugat. Tetapi ketika dilakukan eksekusi barang atau objek yang sudah dijadikan jaminan sudah tidak ada atau berada di pihak ketiga. Menurut pandangan hakim, eksekusi tidak dapat dijalankan apabila barang objek eksekusi sudah berpindah pihak ketiga, sudah tentu pemohonan sita eksekusi atau sebelumnya di mohonkan sita jaminan akan ditolak. Dan apabila barang atau objek jaminan sudah tidak ada, maka penggugat bisa mengajukan gugatan kembali karena itu adalah suatu hak dari penggugat. Jadi sebelum mengajukan gugatan, penggugat harus meneliti dulu apakah barang atau objek yang dijadikan jaminan berada di pihak tergugat atau di pihak lain. Penggugat tidak bisa menggugat dengan kasus alasan yang sama atau sudah dikeluarkannya penetapan. Tetapi mengajukan gugatan dengan perkara yang baru tatap dengan objek sita jaminan. 10 Pengadilan negeri bisa melakukan sita jaminan terhadap objek sita yang sudah di agunkan ke bank, istilahnya adalah sita persamaan atau Vergelijkend Beslag.11 Sebagaimana diatur dalam Pasal 463 R.V. sebagai berikut:12 9
Hasil wawancara dengan Bapak Patanuddin, SH, Hakim di pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 20 Maret 2015 10 Hasil wawancara dengan Bapak Patanuddin, SH, Hakim di Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 20 Maret 2015 11 Hasil wawancara dengan Bapak Juply Sandria Pansariang,SH.MH, Hakim di Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 24 Maret 2015
9
“Apabila juru sita akan melakukan penyitaan dan menemukan barangbarang yang akan disita sebelumnya telah disita, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan lagi, namun juru sta mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang disita dengan berita acara penyitaan yang harus diperlihatkan oleh tersita kepadanya. Juru sita kemudian dapat menyita barang-barang yang tidak disebut dalam berita acara itu dan segera kepada penyita pertama untuk menjual barang-barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam pasal 466 R.V. Berita acara sita persamaan ini brlaku sebagai sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita pertama”. Hampir setiap eksekusi yang akan di Laksanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga menghambat kelancaran jalannya eksekusi. Hal-hal menyebabkan terhambatnya eksekusi antara lain adanya perlawanan oleh orang lain/pihak ketiga (Deden Verzet) dan peninjauan kembali (PK), biaya yang wajib dibayarkan karena besarnya biaya belum terpenuhi oleh pemohon eksekusi, hambatan karena bunyi/Redaksi putusan,hambatan karena putusan-putusan yang bertentangan, hambatan dalam eksekusi di lapangan, hambatan dalam putusan serta merta, dan termohon menyerahkan masa di tempat barang yang akan di eksekusi.13 Kemudian yang menjadi penyebab terhambatnya pelaksanaan sita eksekusi tersebut menurut hasil wawancara peneliti dengan hakim adalah tiba-tiba sudah ada peralihan dan barang atau objek tersebut sudah tidak ada. Jika memang sudah ada peralihan itu yang akan menjadi terhambatnya sita eksekusi, dan secara otomatis sudah ada pihak lain yang menjadi penyebab terhambatnya. Sanksi hukum apabila objek atau barang yang dijaminkan ketika dieksekusi ternyata objek barang jaminan tersebut sudah menjadi barang jaminan di pihak lain itu perbuatan memindahtangankan / memperjualbelikan barang sitaan dapat dituntut ganti rugi dan atau apabila terdapat unsur pidananya seperti penggelapan dapat dipidanakan.14
12
Pasal 463 R.V. Mahkamah Agung RI, Eksekutabilitas Putusan Peradilan Perdata Penelitian Asas, Norma, dan Praktek Penerapannya, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil, 2012, Hal. 40-50 14 Hasil wawancara dengan Bapak Juply Sandria Pansariang,SH.MH, Hakim di Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 24 Maret 2015 13
10
Menurut peneliti, Pelaksanaan sita jaminan di pengadilan Negeri Limboto pada hakikatnya sama seperti dalam pelaksanaan sita jaminan terhadap pelaksanaan penyitaan biasa. Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau umum, yaitu harus di ajukan kepada ketua pengadilan negeri limboto sebagai pimpinan eksekutor dalam perkara perdata. Penyitaan tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang telah ada dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam praktek kecukupan syarat-syarat tidaklah cukup dan sempurna apabila tidak dibarengi dengan adanya alasan-alasan penyitaan. Syarat penyitaan harus melalui adanya permohonan sita kepada hakim. Hakim tentunya akan mempelajari permohonan sita tesebut sesuai dengan tata cara pengajuan permohonan yang berlaku. Syarat penyitaan berdasarkan permohonan sita merupakan hal yang mendasar, sebab hakim tidaklah akan menjatuhkan sita apabila tidak ada inisiatif dari penggugat yang mengajukan permohonan sita. Jadi pelaksanaan sita jaminan harus terlebih dahulu dinyatakan sah dan berharga sebelum adanya putusan akhir. Adapun syarat penyitaan tersebut adalah sebagai berikut:15 a. Sita Berdasarkan Permohonan. b. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita. c. Permohonan sita harus berdasarkan alasan. d. Permohonan sita diajukan pada instansi yang berwenang. e. Penggugat wajib menunjuk barang yang hendak disita. 3. Hambatan Pelaksanaan Putusan di atas tersebut Sebelum membahas tentang hambatan pelaksanaan putusan yang tidak di dahului permohonan sita jaminan, peneliti akan menjelaskan faktor-faktor yang menjadi hambatan si pemohon atau penggugat apabila dalam hasil putusan tersebut penggugat kalah atau ditolak adalah karena tidak dapat membuktikan gugatannya. Dalam membuktikan ini pengadilan mempunyai standar-standar
yaitu pembuktian ini adalah di persidangan berdasarkan
pembuktian hukum acara perdata pasal 1866 KUHPer. Pada umumnya hakim juga dalam mempertimbangkan dalam memutuskan suatu perkara dengan 15
Ibid Hal. 67
11
kasus yang sama tentang sita jaminan tapi beda hasil putusan dalam hukum acara perdata adalah pada pembuktian itu sendiri. Apakah si penggugat atau tergugat bisa membuktikan dalilnya masing-masing sesuai pasal pembuktian pada umumnya yaitu pasal 1866 KUHPer.16 Menurut dari hasil wawancara peneliti dengan Juru Sita Pengadilan Negeri Limboto, bahwa yang menjadi hambatan pelaksanaan putusan No. 14/PDT.G/2009/PN.LBT tentang sengketa waris adalah: 1) Tidak adanya barang yaitu tanah yang di akan di eksekusi oleh juru sita, karena tanah tersebut sudah dalam pengawasan pihak ketiga yaitu bank. 2) Juru sita tidak bisa melaksanakan eksekusi karena di pengadilan negeri limboto mempunyai prosedur dalam melaksanakan sita eksekusi. 3) Dalam hal ini juga pihak pengadilan menunggu dari pihak si penggugat untuk melaporkan barang yang akan di sita oleh juru sita namun sampai dengan sekarang si penggugat belum melaporkan barang yang di sita atau di ganti dengan nilai barang yang bergerak ataupun tidak bergerak dengan senilai dengan barang yang di mohonkan untuk eksekusi sebelumnya sehingga menyebakan terhambat sita eksekusi tersebut.17 Berikutnya juga peneliti melakukan wawancara dengan bapak juru Sita pengadilan Negeri limboto, bahwa yang menjadi hambatan pelaksanaan putusan No. 20PDT.G/2011/PN.LBT tentang wanprestasi (ganti rugi) adalah: 1) Penggugat dalam hal ini tidak mampu membuktikan dalil gugatan yang menyatakan tergugat telah melakukan Wanprestasi sehingga menurut majelis tuntutan ganti rugi di tolak.18 Di sisi lain peneliti juga mendapatkan hasil wawancara dari ketua pengadilan, bahwa yang menjadi hambatan pelaksanaan yang tidak di dahului permohonan sita jaminan adalah apabila sudah memperoleh
16
Hasil wawancara dengan Bapak Patanuddin, SH, Hakim di Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 20 Maret 2015 18
Hasil wawancara dengan Bapak Justaman Van Gobel.SH, Juru sita Pengadilan Negeri Limboto , Pada Tanggal 28 april 2015
12
kekuatan hukum tetap penggugat tidak dapat menikmati apa yang menjadi tuntutan haknya kalau tidak di dahului permohonan sita jaminan.19 Menurut peneliti, dalam putusan No. 14/PDT.G/2009/PN.LBT tentang sengketa waris seharusnya penggugat harus lebih jeli apakah barang atau dimohonkan memang benar-benar ada di pihak tergugat bukan di pihak ketiga sehinga dalam pelaksanaan sita eksekusi bisa berjalan dengan lancar dan si pemohon bisa merasakan apa yang menjadi haknya dan adapun dalam putusan No. 20PDT.G/2011/PN.LBT tentang wanprestasi (ganti rugi) seharusnya dalam melakukan permohonan ganti rugi si penggugat harus meletakkan sita jaminan dan mampu membuktikan dalil gugatan yang menyatakan tergugat telah melakukan Wanprestasi agar permohonan tergugat dapat di terima, di sisi lain bahwa memang benar apa yang dikatakan oleh bapak ketua pengadilan negeri limboto, bahwa penggugat tidak dapat merasakan apa yang menjadi haknya jika tidak di dahului permohonan sita jaminan. Jika diletakkan sita jaminan maka akan lebih efektif dan bisa di ajukan sita eksekusi. Dengan disitanya suatu barang atau objek tersebut, maka barang atau objek sita tersebut berada dalam status pengawasan, yaitu tidak boleh disewakan, diperjual belikan, ditukar, diasingkan, diagunkan, dan terhadap barang atau bojek yang telah diletakkan sita, maka tidak dapat lagi untuk yang kedua kalinya oleh pengadilan.
C. Kesmipulan dan Saran 1. Kesimpulan Pelaksanaan sita jaminan di pengadilan Negeri Limboto Nomor 20PDT.G/2011/PN.LBT dan Nomor 14/PDT.G/2009/PN.LBT, pada hakikatnya sama seperti dalam pelaksanaan sita jaminan terhadap pelaksanaan penyitaan biasa. Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau umum, yaitu harus di ajukan kepada ketua pengadilan 19
Hasil wawancara dengan Bapak Fransiskus Arkadeus Ruwe.SH.MH, Ketua Pengadilan Negeri Limboto, pada tanggal 06 Maret 2015
13
negeri limboto sebagai pimpinan eksekutor dalam perkara perdata. Penyitaan tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memenuhi syaratsyarat yang telah ada dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam praktek kecukupan syarat-syarat tidaklah cukup dan sempurna apabila tidak dibarengi dengan adanya alasan-alasan penyitaan. Syarat penyitaan harus melalui adanya permohonan sita kepada hakim. Hakim tentunya akan mempelajari permohonan sita tesebut sesuai dengan tata cara pengajuan permohonan yang berlaku. Syarat penyitaan berdasarkan permohonan sita merupakan hal yang mendasar, sebab hakim tidaklah akan menjatuhkan sita apabila tidak ada inisiatif dari penggugat yang mengajukan permohonan sita. Jadi pelaksanaan sita jaminan harus terlebih dahulu dinyatakan sah dan berharga sebelum adanya putusan akhir. Hambatan pelaksanaan putusan di atas tersebut adalah penggugat harus lebih jeli apakah barang atau dimohonkan memang benar-benar ada di pihak tergugat bukan di pihak ketiga dan dalam melakukan permohonan ganti rugi si penggugat harus meletakan sita jaminan dan mampu membuktikan dalil gugatan yang menyatakan tergugat telah melakukan Wanprestasi agar permohonan tergugat dapat di terima agar dapat merasakan apa yang menjadi haknya jika tidak di dahului permohonan sita jaminan. Jika diletakkan sita jaminan maka akan lebih efektif dan bisa di ajukan sita eksekusi. Dengan disitanya suatu barang atau objek tersebut, maka barang atau objek sita tersebut berada dalam status pengawasan, yaitu tidak boleh disewakan, diperjual belikan, ditukar, diasingkan, diagunkan, dan terhadap barang atau bojek yang telah diletakkan sita, maka tidak dapat lagi untuk yang kedua kalinya oleh pengadilan. 2. Saran 1. Diharapkan sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan, penggugat atau selaku pemohon sita jaminan harus pahami dulu apa yang menjadi prosedur
dalam
mengajukan
gugatan
tersebut.
pelaksanaan putusan akan berjalan dengan baik.
14
Sehingga
dalam
2. Diharapkan juga para penggugat atau selaku pemohon haruslah lebih efektif dalam mengajukan gugatan ke pengadilan dan juga lebih jeli apakah barang atau dimohonkan memang benar-benar ada di pihak tergugat bukan di pihak ketiga adapun dalam permohonan ganti rugi seharusnya penggugat meletakan sita jaminan agar apa yang menjadi tuntutan haknya. Agar penggugat dapat merasakan apa yang menjadi haknya dan diperlancar dalam mengajukan sita eksekusi ke pengadilan. Sehingga juga tidak akan menghambat pelaksanaan putusan dan pelaksanaan sita eksekusi.
DAFTAR PUSTAKA SUMBER BUKU: Fence M. Wantu Dkk, 2011, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, Reviva Cendekia, Yogyakarta Mahkamah Agung RI, 2007, Pedoman teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum, Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2012, Eksekutabilitas Putusan Peradilan Perdata Penelitian Asas, Norma, dan Praktek Penerapannya, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mukti Fajar, Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta R. Soeparmono, 1997, Masalah Sita Jaminan (CB) Dalam Hukum Acara Perdata, Bandung,Mandar Maju Peter mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Edisi Revisi,Kencana Prenadamedia Group, Jakarta SUMBER PERUNDANG-UNDANGAN: PASAL 261 Rbg Pasal 463 R.V. RUU Hukum Acara Perdata Pasal 49 RUU Hukum Acara Perdata Pasal 50 JURNAL SKRIPSI: M.Harsono, 2010, skripsi Pelaksanaan Eksekusi Sita Jaminan Dalam Proses Peradilan Menurut Rbg, universitas sumatera utara, Medan
15