LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU HASIL HUTAN STUDI KASUS KECAMATAN ATINGGOLA
Oleh:
Arianza Pakay NIM. 271409176
Telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Moh. Rusdiyanto U. Puluhulawa, SH., M. Hum NIP. 197011051997031001
Ismail Tomu, SH., MH NIP. 197706172009121003
1
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU HASIL HUTAN STUDI KASUS KECAMATAN ATINGGOLA
Arianza Pakaya Pembimbing I: Rusdiyanto U Puluhulawa Pembimbing II: Ismail Tomu ABSTRAK Penulisan skripsi ini meneliti Upaya Penanggulangan Tindak pidana Pencurian Kayu Hasil Hutan Di Kecamatan Atinggola. Alasan penulis mengangkat judul ini karena di Kecamatan Atinggola sering terjadi penncurian kayu hasil hutan, meskipun jumlahnya terbilang kecil, tetapi kegiatan ini dilakukan secara continue atau terus menerus. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif empiris. Lokasi penelitian di Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu meliputi wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi Kabupaten Gorontalo Utara telah melakukan berbagai upaya nyata dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kayu di Kecamatan Atinggola dengan cara membentuk satuan tugas tim koordinasi pengamanan hutan dan hasil hutan di Kecamatan Atinggola, memberikan sosialisasi, penyuluhan maupun melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, melakukan operasi penertiban, memperketat prosedur izin usaha pemanfaatan hasil hutan. Upaya tersebut belum dapat berjalan lancar karena terdapat berbagai kendala diantaranya kurangnya koordinasi dengan aparat kepolisian, terbatasnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Kehutanan Kabupaten Gorontalo Utara dalam proses penyidikan, adanya perspektif negatif masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan dan terkoordinirnya jaringan tindak pidana pencurian kayu hasil hutan, sehingga sulit untuk diberantas. Adapun usaha untuk mengatasi permasalahan yang timbul adalah memberikan usulan melalui daerah, kepada Pemerintah Propinsi Gorontalo untuk membuat Peraturan Daerah yang mengatur tentang penanggulangan tindak pidana pencurian kayu di Wilayah Propinsi Gorontalo. Kata Kunci : Pencurian Kayu
2
A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki hutan terluas di dunia. Dan memiliki peran yang sangat penting bagi system penyangga kehidupan dimuka bumi ini. Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati, dimana yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki peran yang sangat besar dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup. Oleh karenanya kelestarian hutan sangat tergantung kepada mutu pelestarian lingkungan hidup yang dapat menjaga ekosistem hutan tetap lestari untuk sekarang dan masa mendatang. Untuk itu, perlindungan dan pengawasan terhadap hutan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan khususnya UU No 41 tahun 1991 pasal 2 “penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan”.1 Sehingganya semua itu akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi seluruh mahluk hidup, terutama kepada masyarakat sekitar dan lingkungan hutan. Akan tetapi dengan adanya permintaan kayu dan masalah himpitan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk yang terus terjadi ditambah lagi dengan tingginya tekanan ekonomi yang menuntut setiap orang untuk memenuhi kebutuhannya, membuat praktek-praktek perambahan dan eksploitasi hutan, marak terjadi. Meskipun, sudah ada peraturan yang tegas dan jelas mengatur tentang kejahatan hutan yakni, UU No 41 tahun 1991. belum bisa menjamin untuk memberikan efek jera bagi si pembalak liar. Lemahnya dari sisi pengawasan yang membuat banyak pelanggaran pada sektor kehutanan sekarang ini. Seperti yang terjadi pada wilayah kecamatan Atinggola. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan dan pertambangan Provinsi Gorontalo tercatat seluas 1.186.454.08 ha. Dari jumlah tersebut seluas 472.394,12 Ha, dinyatakan rusak atau sebesar 39 persen. Sehingga jumlah hutan tang tersisa saat ini diwilayah Provinsi Gorontalo tinggal 826.000 Ha. Luas hutan di Provinsi hutan produksi seluas 400.000 Ha, hutan konservasi seluas 196.000 Ha, hutan lindung seluas 230.000 Ha. Sementara untuk kecamatan Atinggola memiliki luas 1
Salim H.S, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, Halm 185
1
wilayah lebih kurang 26.455 ha. terdiri 14 desa ini, mempunyai jumlah penduduk 11.186 jiwa diantaranya laki-laki 5.724 jiwa, perempuan 5.462 jiwa. Sedangkan untuk luas kawasan hutan tercatat memiliki 17.253 ha yang sangat memprihatinkan dikarenakan dari jumlah tersebut 4.880 ha dinyatakan rusak. Data menyebutkan bahwa untuk luas wilayah hutan sekarang ini, kecamatan Atinggola tinggal memiliki luas kawasan kurang lebih 12.373 ha. Dari latar belakang masalah tersebut di atas, penulis dapat merumuskan rumusan masalah yakni (1) faktor-faktor penyebab yerjadinya pencurian kayu hasil hutan dan (2) Bagaimanakah upaya dalam penanggulangan tindak pidana pencurian kayu hasil hutan di kecamatan Atinggola. B. Metode Penulisan Penelitian dilaksanakan di kecamatan Atinggola dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang akan di teliti lebih terperinci, sehingga penelitian yang dilakukan lebih mudah dan terarah. Jenis penelitian yang dipakai penulis adalah sifat penelitian normatif empiris. Sumber data adalah data primer dan sekunder. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah studi pustaka dan studi lapangan C. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Atinggola terbentuk pada tanggal 20 februari 2000. Di kecamatan Atinggola terdapat 3.048 kepala keluarga, 11.186 jiwa yang terdiri dari laki-laki 5.724 jiwa, dan perempuan 5.462 jiwa. Sedangkan luas wilayah kecamatan Atinggola 26.455 Ha, Luas Lahan Pertanian 20.567 Ha, Luas Kawasan Hutan 17.253 Ha. Kecamatan yang memiliki 14 desa ini yakni Desa Monggupo, Desa Imana, Desa Ilomata, Desa Bintana, Desa Kotajin, Desa Kotajin Utara, Desa Pinontoyonga, Desa Buata, Desa Wapalo, Desa Iloheluma, Desa Sigaso, Desa Posono, Desa Oluhuta, Desa Tombulilato. Kawasan Atinggola merupakan kawasan yang berbatasan langsung dengan : 1. sebelah timur berbatasan langsung dengan provinsi Sulawesi utara, 2. sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Gentuma raya, 2
3. sebelah selatan berbatasan dengan kawasan hutan, dan 4.
sebelah utara berbatasan dengan laut Sulawesi.2
2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Kayu Hasil Hutan Manfaat hutan sangatlah besar bagi kehidupan masyarakat, karena hutan merupakan suatu ekosistem yang dibentuk atau tersusun oleh berbagai komponen yang tidak bisa berdiri sendiri, tidak dapat dipisah-pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Indonesia adalah sebagai salah satu negara dengan luas hutan terbesar di dunia sangat perlu melakukan konservasi dan pengelolaan hutan untuk kelestarian dan keseimbangan ekosistem alam di bumi. Namun demikian apabila dikelola dengan tidak bijaksana, hutan dapat musnah dan keanekaragaman hayatinya akan punah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan beberapa informan, menarik pada satu kesimpulan yaitu praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan merupakan penyebab utama terjadinya pencurian kayu hutan yang sangat besar. Pengelolaan dan pemanfaatan hutan oleh masyarakat mengarah pada praktek pembalakan liar dan perambahan areal hutan. Hal demikian mencerminkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memanfaatkan hutan dengan bijaksana. Berbagai bencana alam sebagai akibat tidak berfungsinya ekosistem hutan telah terjadi dan cenderung semakin memprihatinkan. Namun demikian, fenomena alam tersebut seakan belum mampu menyadarkan pemerintah dan masyarakat umum akan pentingnya mengelola hutan secara lestari. Berbagai macam bentuk pelanggaran yang terjadi, terhadap hutan yang meresahkan saat ini. Dari perusakan, pembalakan liar, sampai dengan pembakaran hutan. Hal ini, perlu di perhatikan karena kejahatan hutan saat ini sudah sangat mengkhawatirkan untuk kelangsungan ekosistem sumber daya alam “hutan”. Mengingat hutan merupakan salah satu system penyangga paru-paru dunia oleh karna itu, perlu di lindungi dan dilestarikan untuk kelangsungan hidup ekosistem yang berada di dalamnya.
2
Data dari Kantor Camat Atinggola
3
Pencurian hasil hutan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan baik kwantitas maupun kwalitas (modus) pencurian. Semua itu akan bermuara pada kerugian yang ditanggung oleh negara dan masyarakat. Praktek pencurian kayu erat kaitannya dengan pertambahan penduduk yang pesat yang berdampak pada laju kerusakan hutan, karena pertanian tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, akhirnya mendorong masyarakat untuk berusaha mencari pendapatan dari sumber di luar pertanian. Sehingganya pemerintah dalam hal ini sebagai eksekutif, membuat satu peraturan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. Penyerobotan kawasan hutan merupakan salah satu kejahatan yang dilakukan orang atau badan hukum secara tidak sah, yang bertujuan menguasai sesuatu hak kebendaan dengan melawan hukum. Terjadinya pencurian kayu hasil hutan dan penebangan liar adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat yang miskin dan sangat tergantung pada keberadaan hutan. Dan Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku pencurian kayu atas hasil hutan. Masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga melakukan penebangan liar untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Hal ini sangat rentan dimanfaatkan oleh para pemodal untuk menggerakkan masyarakat disekitar hutan agar melakukan penebangan liar. Disamping situasi masyarakat saat ini yang sedang mengalami krisis lapangan kerja yang sangat minim dirasakan sangat berat dampaknya dalam kehidupan masyarakat yang berada dalam golongan ekonomi lemah. Pencurian kayu kini sudah meresahkan masyarakat lainnya hal ini juga tidak lepas dari permasalahan krisis ekonomi yang berdampak langsung kepada tingginya pemenuhan akan kebutuhan hidup yang makin hari makin bergejolak, sehingga salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup
dengan
memanfaatkan
hutan
sebagai
pemenuhan
hidup,
tanpa
memperhatikan kemanfaatan kelestarian hutan khususnya kayu yang berada dikawasan hutan. Sehingga praktek pencurian kayu juga mengakibatkan hilangnya
4
fungsi hutan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan para petani dan masyarakat setempat, sekarang sudah sangat mengkhawatirkan akibat dari pencurian kayu. Pencurian kayu merupakan kejahatan karena dampak yang ditimbulkan sangat luas mencakup aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup dampak kerusakan hutan yang diakibatkan oleh pencurian kayu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada disekitar hutan, namun juga dirasakan oleh seluruh mahluk hidup di muka bumi ini.3 Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan terkait dengan masalah kejahatan pada sektor hutan terdepat beberapa faktor yang mendasari terjadinya aksi pencurian kayu. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pencurian kayu di kecamatan Atinggola ialah : 1. Faktor Ekonomi Salah satu penyebab terjadinya pencurian kayu ialah masalah ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang harus melakukan apa saja demi pemenuhan hidupnya sehari-hari meskipun harus di temput dengan cara melakukan perbuatan kejahatan. Biaya kebutuhan yang tinggi disebabkan karena adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang didalam masyarakat. Umumnya si pelaku pencurian kayu di kecamatan Atinggola ini tidak memiki ekonomi yang cukup bahkan tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Dikarenakan tidak tersedianya lapangan pekerjaan buat mereka. 2. kesadaran hukum masyarakat. Di wilayah Kecamatan Atinggola sebagian masyarakatnya beranggapan bahwa mereka bebas melakukan apapun terhadap hutan, karena menurut mereka hutan adalah milik masyarakat adat daerah tersebut, sehingga tindakan apaun yang dilakukannya terhadap hutan tidak dapat dihalangi karena mereka beranggapan bahwa hutan merupakan hak mereka sepenuhnya4
3
Silalahi, D, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, 2001, Cet. 1, Edisi Ketiga, Bandung, Alumni, Halm. 32 4 Hasil Wawancara dengan Bpk. Imanuel Ruruh. Sekretaris Dinas Kehutanan Gorontalo Utara. Tanggal 15 Desember 2014 Pukul 09.00
5
3. Lemahnya pengawasan terhadap sektor hutan Pengawasan hutan merupakan tameng dari segala bentuk aksi kejahatan hutan, lemahnya pengawasan hutan yang terjadi di kecamatan Atinggola memicu tetap terjadinya pencurian kayu di hutan. Karena mereka menyadari bahwa setiap gerak gerik yang dilakukan untuk melakukan pencurian kayu tidak diawasi oleh petugas yang berwenang dalam hal ini polisi kehutanan. Hal ini tentunya menjadi perhatian bersama terhadap peningkatan pengawasan perlu ditingkatkan lagi. Agar supaya ini menjadi langkah untuk mengurangi kasus kejahatan terhadap sumber daya hutan.5 Penegakan hukum di sektor kehutanan merupakan wewenang dari aparat keamanan dan dari dinas terkait. Yang menyebabkan pencurian kayu terus terjadi ialah belum maksimalnya pengawasan dari sektor hutan dan kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar hutan terhadap aturan. Pengawasan hutan adalah salah satu faktor yang cukup besar dalam meminimalisir kasus pencurian kayu hasil hutan di kecamatan atinggola karena apabila hal ini dibiarkan para pelaku pencurian ini akan terus melakukan praktek-praktek yang dapat menyebabkan kerusakan, kerugian secara materi dan lebih parahnya bencana alam. Sementara itu, dampak yang ditimbulkan akibat pencurian kayu ini, ialah : 1. kurangnya penerimaan Negara dari sektor kehutanan, karena pencuri itu tentuntya tidak membayar dana reboisasi atau DR. 2. rusaknya kawasan hutan sehingga diperlukan biaya yang lebih besaruntuk menghijaukan kembali “reboisasi”. Dan 3. rendahnya harga kayu dipasaran, baik itu pasaran regional maupun internasional, karena kayu yang dicuri tentunya dijual dengan harga yang sangat murah.6 3. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Menanggulangi Tindak pidana Pencurian Kayu Hasil Hutan Di Kecamatan Atinggola Kasus pencurian kayu akan berdampak pada kerugian baik dari segi ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya dan lingkungan hidup. Hal ini merupakan 5 6
Wawancara dengan Bpk. Suardi Tangahu. Pada tanggal 22 Januari 2015 pukul 15.30 Salim,H.S,2008.Dasar-dasar Hukum Kehutanan.Sinar grafika, Jakarta. Hal 3
6
konsekuensi dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang didalamnya mengandung tiga funsi dasar, fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi), serta fungsi sosial. Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 47 Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk: 1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang disebabkan perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,serta penyakit. 2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan hutan. Dalam kaitannya usaha perlindungan hutan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan. Ada empat golongan kerusakan hutan yang perlu mendapat perlindungan : 1. Kerusakan hutan akibat pengerjaan/pendudukan tanah hutan secara tidak sah, penggunaan hutan yang menyimpang dari funsinya, dan pengusahaan hutan yang tidak bertangguing jawab. 2. Kerusakan hutan akibat pengambilan batu tanah dan bahan galian lainnya, serta penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah/tegakan 3. Kerusakan hutan akibat pencurian kayu dan penebangan tanpa izin 4. Kerusakan hutan akibat pengembalaan ternak dan akibat kebakaran.7 Penyebab terjadinya tindak pidana terhadap kejahatan hutan dikarenakan akibat adanya pencurian kayu yang meliputi penebangan liar, kegiatan perambahan kawasan hutan, dan tidak sesuainya izin penebangan yang telah melebihi jatah tebang sebagaimana yang tertuang didalam perizinan tersebut. Padahal pemerintah dalam hal ini sudah menegaskan di dalam aturan perundangundangan yaitu Undang-undang No 41 Tahun 1991 tentang kehutanan, Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2004 tentang perlindungan hutan, serta Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan.
7
Ibid Halm 114
7
Masyarakat biasanya menjadi pelaku utama terhadap pencurian kayu hasil hutan, biasanya mereka akan memanfaatkan hutan untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang mereka juga melakukan penebangan liar selain dijual, lahan dari hasil pencurian kayu digunakan untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Untuk itu penanganan kasus ini harus melibatkan semua unsur yang terkait didalamnya, baik dari pemerintah maupun dari aparat penegakan hukum (kepolisian). Penanggulangan tindak pidana pencurian kayu hasil hutan tetap harus diawasi dan diupayakan agar tidak terjadinya eksploitasi hutan secara berlebih. Mengingat Tindak pidana pencurian kayu merupakan salah satu bentuk kejahatan dibidang kehutanan, berupa penebangan secara liar. Penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang kehutanan sampai saat ini belum berjalan efektif seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Permainan yang dimotori antara pengusaha dengan aparat hukum menyebabkan pencideraan hukum, sehingga proses dari penegakan hukum terkait dengan kejahatan hutan tidak mempunyai klimaks atau keadilan yang diharapkan bersama. Penindakan terhadap aksi pencurian kayu, tampaknya belum mampu membuat efek jera karena sampai dengan sekarang kegiatan pencurian kayu di wilayah gorontalo masih berlangsung. pada tanggal 17 Oktober Tahun 2013 Polres Gorontalo kembali menggagalkan aksi pencurian kayu di Desa Buata Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara. Jumlah kayu yang diamankan kurang lebih 80 kubik. Kayu tersebut berasal dari kawasan hutan Desa Buata Kecamatan Atinggola, Kabupaten Gorontalo Utara. Pemilik kayu memperlihatkan izin pemungutan hasil hutan kayu yang dikeluarkan oleh dinas kehutanan dan pertambangan kabupaten gorontalo utara. Namun izin tersebut hanya untuk pengambilan kayu sebanyak 25 kubik setiap 3 bulan. Untuk mengatasi kejahatan hutan, pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas baik dari aparat penegak hukum dan dinas kehutanan gorontalo utara demi terciptanya keadilan dan kelestarian pada sektor kehutanan. Penanggulangan masalah pencurian kayu hasil hutan dapat dilakukan melalui upaya pencegahan (prefentif) dan upaya penanggulangan (refresif).
8
Tindakan pencegahan (prefentif )dari kejahatan hutan berupa pemutusan jalur edar kayu hasil penebangan kayu liar. a. Tindakan hukum yakni dengan melakukan penanggulangan kejahatan Pencurian Kayu Hasil Hutan, tindakan pemegang hukum yang telah dilaksanakan selama ini dengan mensiasati adanya sanksi pada UU No. 5 tahun 1990 dan UU No. 41 Tahun 1999. Hal ini dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten gorontalo utara dengan cara menyiagakan personil dari dinas kehutanan dalam hal ini satuan polisi kehutanan (POLHUT) untuk menghindari terjadinya praktek pencurian kayu. Sesuai dengan tingkat permasalahan yang berkembang sekarang ini maka penanggulangan penebangan kayu secara liar ditingkatkan menjadi langkah pemberantasan. b. Pemberantasan kegiatan penebangan kayu secara liar dilakukan melalui lokasi tebangan, jalur edar dan pengangkutan kayu (darat, sungai, penyeberangan), sedangkan alat mendukung yang digunakan dalam kegiatan penebangan kayu secara liar (antara lain gergaji rantai, truck). c. Penciptaan situasi dan kondisi melalui kerjasama antara instansi sehingga memungkinkan dapat dilaksankan optimalisasi penerapan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan penebangan, pengangkutan dan peredaran kayu secara utuh, salah satu contoh dari langkah ini adalah pendirian pos terpadu. d. Reboisasi atau menanam kembali hutan yang sudah gundul e. lebih mengutamakan system tebang pilih dalam penebangan pohon. Tindakan Penanggulangan (revresif) a. Perlu adanya penguatan pengamanan hutan, baik terhadap kemampuan para polisi kehutanan , penyediaan penyidik pegawai negeri sipil merupakan langkah yang mendesak agar proses penanganan masalah-masalah penebangan kayu secara liar dengan cepat dapat dilakukan secara utuh dan tuntas b. Sebagai kebijakan awal yang di lakukan adalah dengan memperketat penerbitan izin hak penguasaan hutan. Hal ini diharapkan dapat menjadi
9
upaya pencegahan dengan dibatasinya izin-izin yang dapat mengurangi resiko bertambahnya areal hutan yang rusak. Selain itu, dapat dijadikan evaluasi terhadap HPH yang ada sebelumnya. c. Pemerintah melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam kawasan hutan sekaligus berupaya untuk meningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat setempat. d. Menyiagakan polisi kehutanan yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan pada sektor hutan sesuai dengan amanat UU No 41 Tahun 1999. Yakni : mengadakan patroli perondaan di dalam kawasan hutan, memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, menerima laporan telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan dan kawasan hutan, mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan dan kawasan hutan, dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada pihak yang berwenang, membuat laporan dan menandatangani laporan terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan dan kawasan hutan. Oleh karena itu Negara yang diwakili oleh pemerintah selaku pemilik hasil hutan dapat melakukan tuntutan hukuman terhadap pelaku pencurian kayu hasil hutan. Selain pengenaan dalam pasal 362 KUHP yakni diatur dalam pasal 9 Ayat 3 juga bisa dikenakan peraturan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang kehutanan. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan Pengelolaan hutan untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dari praktek-praktek kejahatan hutan yang dilakukan oleh manusia yang tak bertanggung jawab diperlukan adanya penjagaan dan pengawasan oleh aparat yang berwenang, dalam hal ini adalah Polisi Hutan (Polhut). Disahkannya Undang-Undang Kehutanan harus mampu dijadikan sebagai senjata bagi aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku illegal logging. Pada Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Kehutanan ditentukan bahwa “untuk
10
menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus”. Adapun wewenang Polisi Hutan (kepolisian khusus) sesuai dengan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai berikut: a. Mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; b. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; c. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; d. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; e. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; f. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.8 Tugas dari Polisi Hutan yang merupakan ujung tombak pengawasan hutan yang sangat berat mulai dari melakukan patroli di seluruh kawasan hutan untuk menjaga hutan dari segala bentuk kegiatan yang berlangsung di kawasan hutan. Menjaga hutan, hasil hutan, dan flora dan fauna yang ada di dalam hutan. Melakukan penindakan terhadap kejahatan yang terjadi di kawasan hutan. Merupakan salah satu tugas dari seian banyak tugas yang diemban oleh polisi hutan. Dilihat dari permasalahan tentang tindak pidana pencurian kayu, maka dapat digambarkan bahwa tindak pidana pencurian kayu dan pembalakan liar merupakan tindak pidana yang sangat kompleks, sehingga diperlukannya usaha pencegahan sejak dini baik dalam bentuk penal (hukum pidana) dan non penal (diluar hukum pidana). Hal ini dianggap perlu karena dampak dari tindak pidana
8
Salim H.S, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika. Halm. 121
11
Pencurian kayu tidak hanya berdampak buruk bagi sektor kerugian Negara atas hutan, tapi di dalam kerusakan ekosistem dapat juga berakibat hilangnya fungsi hutan. Penegakan tindak pidana di Indonesia dilakukan oleh suatu system peradilan pidana. Secara umum sistem peradilan pidana di Indonesia terbagiatas beberapa sub
sistem,
yaitu:
Kepolisian,
Kejaksaan,
Pengadilan
serta
Lembaga
Pemasyarakatan. Yang mana dari sistem peradilan yang ada adalah merupakan tahapan-tahapan yang harus ada didalam suatu penyelesaian tindak piidana yang dilakukan oleh seseorang. Dilihat dari pembagian sistem peradilan pidana tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) pada prinsipnya adalah merupakan ujung tombak dari penegakan hukum di Indonesia, dapat diumpamakan apabila suatu tombak mata ujungnya tumpul maka tidak dapat berfungsi secara maksimal, begitu juga dalam hal ini Polri. Peran Polri jika dikaitkan dengan pencegahan tindak pidana illegal logging adalah suatu realitas yang tidak mungkin dilepaskan, sesuai dengan instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia Kepala Kepolisian Republik Indonesia :9 1. Menindak tegas dan melakukan penyidikan terhadap pelaku kegiatan penebangan kayu secara illegal didalam kawasan hutan dan peredarannya; 2. Melindungi dan mendampingi aparat kehutanan yang melaksanakan pemberantasan penebangan kayu secara illegal dikawasan hutan dan peredarannya diseluruh wilayah Republik Indonesia; 3. Menempatkan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dilokasi rawan penebangan kayu secara illegal dan peredarannya sesuai kebutuhan. D. Kesimpulan dan Saran a. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pencurian Kayu Hasil Hutan Di Kecamatan Atinggola adalah : 9
Sadjijono. 2006. Hukum Kepolisian. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. Hlm 1
12
1. Faktor Ekonomi 2. Kurangnya Pengetahuan akan Kesadaran Hukum 3. Lemahnya pengawasan terhadap sektor kehutanan b. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi pencurian kayu hasil hutan. 1.
Pendekatan Preventif a.
Tindakan
hukum
yakni
dengan
melakukan
penanggulangan
kejahatan Pencurian Kayu Hasil Hutan. b.
Pemberantasan kegiatan penebangan kayu secara liar dilakukan melalui lokasi tebangan, jalur edar dan pengangkutan kayu (darat, sungai, penyeberangan), sedangkan alat mendukung yang digunakan dalam kegiatan penebangan kayu secara liar (antara lain gergaji rantai, truck).
c.
Penciptaan situasi dan kondisi melalui kerjasama antara instansi sehingga memungkinkan dapat dilaksankan optimalisasi penerapan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan penebangan, pengangkutan dan peredaran kayu secara utuh, salah satu contoh dari langkah ini adalah pendirian pos terpadu.
d.
Reboisasi atau menanam kembali hutan yang sudah gundul
e.
Lebih mengutamakan system tebang pilih dalam penebangan pohon bagi yang memiliki izin.
2.
Tindakan Refresiv a.
Perlu adanya
penguatan pengamanan hutan, baik
terhadap
kemampuan para polisi kehutanan , penyediaan penyidik pegawai negeri sipil merupakan langkah yang mendesak agar proses penanganan masalah-masalah penebangan kayu secara liar dengan cepat dapat dilakukan secara utuh dan tuntas b. Sebagai kebijakan awal yang di lakukan adalah dengan memperketat penerbitan izin Hak Penguasahaan Hutan. Hal ini diharapkan dapat 13
menjadi upaya pencegahan dengan dibatasinya izin-izin yang dapat mengurangi resiko bertambahnya areal hutan yang rusak. Selain itu, dapat dijadikan evaluasi terhadap HPH yang ada sebelumnya. c.
pemerintah
melakukan
pembinaan
dan
penyuluhan
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam kawasan hutan sekaligus berupaya untuk meningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan dalam kehidupan masyarakat setempat. d. Menyiagakan polisi kehutanan yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan pada sektor hutan sesuai dengan amanat UU No 41 Tahun 1999. 5.2 Saran Dengan adanya praktek pencurian kayu hasil hutan, maka timbul kekhawatiran dari masyarakat akan damapak yang ditimbulkan akibat pencurian kayu, sehingga penulis dapat memberikan saran: 1. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih mensejahterahkan masyarakat sekitar hutan dan memberdayakan masyarkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus melakukan pencurian kayu serta memperhatikan dan menyediakan lapangan kerja terhadap masyarakat di sekitar hutan. 2. Diharapkan kepada pemerintah yang berkoordinasi dengan polisi kehutanan agar mendirikan pos jaga di kawasan hutan yang sering terjadi kasus pencurian kayu dan membentuk tim terpadu pengamanan hutan
DAFTAR PUSTAKA Alam Setia Zain.2000.Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta : Rineka Cipta. Bambang Sunggono,2011. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers. Burhan Ashshofa,2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta, Rineka Cipta.
14
Erdianto Effendi.2011.Hukum Pidana Indonesia.Bandung : Refika Aditama Rahmi Hidayati D: Charles CH Tambunan: Agung Nugraha: Iwan Aminidin.2006. Pemberantasan Illegal Logging Dan Penyelundupan Kayu: Menuju Kelestarian Hutan Dan Peningkatan Kinerja Sektor Kehutanan, Banten. Wana Aksara. Ronny Hanitijo Soemitro,1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jumetri, Jakarta, Ghalia Indonesia. Sadjijono. 2006. Hukum Kepolisian. Yogyakarta: Laksbang Pressindo. Salim H.S. 2008 Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika. Silalahi, D. 2001, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Cet. 1, Edisi Ketiga, Bandung Supriadi, 2008 Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika. Suriansyah murhaini,2012, Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di Bidang Kehutanan), Yogyakarta, Laksbang Grafika. Undang – Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana pasal 362. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.
15