LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI RESES MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2015 - 2016 KE PROVINSI BALI 22 – 26 Maret 2016 I. PENDAHULUAN Dalam Reses Masa Persidangan III Tahun Sidang 2015-2016, Komisi XI DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja ke Provinsi Bali pada Tanggal 22 - 26 Maret 2016. Sesuai dengan ruang lingkup tugasnya dibidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional dan perbankan, Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan atas pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah serta instansi-instansi Pemerintah Pusat dan mitra kerja Komisi XI DPR RI yang ada di daerah. Sebagaimana diketahui bahwa Komisi XI DPR RI telah menetapkan target-target pembangunan dalam kesimpulan Rapat Kerja Pembahasan Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun Anggaran 2016. Target-target pembangunan tersebut merupakan acuan bagi Pemerintah dalam mengelola APBN bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Adapun target pembangunan yang telah disepakati adalah: Tingkat Pengangguran 5,2–5,5%, Tingkat Kemiskinan 9,0-10,0%, Gini Rasio 0,39 dan IPM 70,10. Guna mendukung target-target pembangunan yang sudah disepakati antara Komisi XI DPR RI dengan Pemerintah yang diwakilkan oleh Menteri Keuangan, maka percepatan pembangunan di daerah perlu didukung dengan anggaran yang bersumber dari APBN sehingga dapat meningkatkan investasi, kesempatan kerja dan usaha, konsumsi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Salah satu prasyarat percepatan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat adalah adanya dukungan investasi. Peningkatan dukungan investasi ini sangat erat hubungannya dengan kualitas infrastruktur daerah, akan tetapi diberbagai daerah masih banyak yang infrastrukturnya dalam kondisi buruk dan relatif tertinggal. Untuk itu, diharapkan Pemerintah Daerah dapat mengupayakan
1
perbaikan kualitas infrastruktur dan menjadikannya salah satu skala prioritas utama dalam rencana pembangunan di daerah. Dalam APBN tahun 2016, Penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp1.546.664,6 miliar atau meningkat sebesar 3,9 persen jika dibandingkan dengan APBNP tahun 2015. Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh perkiraan membaiknya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 dan didukung oleh kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan, peningkatan kapasitas organisasi, serta penyempurnaan berbagai peraturan termasuk ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Untuk mencapai target penerimaan perpajakan dalam APBN tahun 2016, Pemerintah akan menerapkan beberapa kebijakan di bidang perpajakan, selain itu juga Pemerintah akan mengambil beberapa langkah kebijakan yang bersifat teknis, seperti penguatan dan perluasan basis data perpajakan, terkait dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, baik dari sisi pajak maupun kepabeanan dan cukai. Dalam Kunjungan Kerja Reses Masa Persidangan III yang dilakukan di Provinsi Bali, Komisi XI DPR RI mengharapkan mendapatkan gambaran secara jelas mengenai rencana pembangunan terutama Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam APBD 2016 serta capain kinerja pembangunan di Provinsi Bali, capaian kinerja laporan keuangan pemerintah daerah dan instansi-instansi pemerintah pusat 3 (tiga) tahun terakhir. Selain itu, Komisi XI DPR RI juga ingin mendapatkan masukan dan input program kerja pembangunan Provinsi Bali untuk dapat diteruskan dalam Rapat-rapat kerja dengan Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Komisi XI DPR RI juga bermaksud mendapatkan informasi terkait dengan upaya pencapaian target serta optimalisasi yang sudah dan akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan Provinsi Bali agar target penerimaan perpajakan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2015 tentang APBN 2016 dapat tercapai. Selain hal-hal yang telah diuraikan diatas, Kunjungan Kerja yang dilakukan juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan terkait Penagihan Piutang Negara, Pendapatan Negara Bukan, Realisasi Pengelolaan dan Penyerapan Anggaran di Kanwil Kementerian Keuangan, Optimalisasi Pengelolaan Aset Negara, Hasil audit BPK terhadap laporan keuangan Pemerintahan Daerah, hasil pengawasan dan temuan yang dilakukan oleh BPKP, serta Data statistik kondisi sosial ekonomi masyarakat Provinsi Bali.
2
Susunan keanggotaan Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Bali adalah sebagai berikut: No.
No. Angg
Nama Anggota
Fraksi
Keterangan
1.
365
Ir. H. Soepriyatno
2.
304
Ir. H. Ahmadi Noor Supit
F. PG
3.
463
H. Jon Erizal, SE., MBA
F. PAN
Ketua Tim Wakil Ketua Komisi XI Ketua Komisi XI/ Anggota Wakil Ketua Komisi XI Anggota
4.
211
I. G. A. Rai Wirajaya, SE., MM
F. PDIP
Anggota
5.
164
Maruarar Sirait, S. IP
F. PDIP
Anggota
6.
195
Ir. Andreas Eddy Susetyo, MM
F. PDIP
Anggota
7.
259
Edison Betaubun, SH., MH
F. PG
Anggota
8.
285
H. Muhammad Nur Purnamasidi
F. PG
Anggota
9.
287
H. Biem Triani Benjamin
F. Gerindra
Anggota
10.
320
Haerul Saleh, SH
F. Gerindra
Anggota
11.
341
H. Willgo Zainar
F. Gerinda
Anggota
12.
392
H. Amin Santono, S, Sos
F. PD
Anggota
13.
379
H. Rudi Hartono Bangun, SE., MAP
F. PD
Anggota
14.
421
Mohammad Hatta
F. PAN
Anggota
15.
401
Hadi Zainal Abidin
F.PKB
Anggota
16.
480
Dr. Hj. Anna Muawanah
F. PKB
Anggota
17.
100
H. Ecky Awal Mucharam
F. PKS
Anggota
18.
116
Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., M.Sc
F. PKS
Anggota
19.
541
HM. Amir Uskara., M. Kes
F.PPP
Anggota
20.
519
H. Donny Ahmad Munir, ST., MM
PPP
Anggota
21.
15
Donny Imam Priambodo
F. Nasdem
Anggota
22.
11
H. Ahmad Sahroni, SE
F. Nasdem
Anggota
F. Gerindra
3
II. INFORMASI DAN TEMUAN A. PEMERINTAH PROVINSI BALI - APBD Provinsi Bali, dari tahun 2013 mengalami peningkatan yang cukup besar, di tahun 2013 hanya Rp. 3,5 Milyar menjadi Rp. 4,6 Milyar atau sebesar 31,5 % dalam kurun waktu 3 tahun atau rata rata 10 prosen lebih setiap tahunnya, pendapatan ini 56 prosen lebih bersumber dari PAD. - Yang mengembirakan adalah Sumber pendanaan APBD yang bersumber dari PAD terus meningkat. PAD sebesar Rp. 1,93 Milyar tahun 2013 menjadi Rp. 2,84 Milyar pada tahun 2015 atau meningkat 47,15 % dalam kurun waktu 3 tahun, dan bahkan di tahun 2016 ditarget sebesar Rp.3,379 Milyar. - Dana perimbangan juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun tidak terlalu besar, yakni di Tahun 2013 hanya Rp.928 juta menjadi Rp. 1.025 juta atau hanya sebesar 97 Juta atau sekitar 10 prosen dalam kurun waktu 3 tahun. - Dana perimbangan (DAU, DBH dan DAK) yang dicanangkan pada APBD Induk dari tahun 2013 sd 2015 mengalami peningkatan yakni pada tahun 2013 sebesar Rp. 989 Juta menjadi Rp,1.133 Juta pada tahun 2015 atau meningkat sebesar 14,5 prosen. - Pada APBD induk tahun 2016 Dana Perimbangan dicanangkan sebesar Rp.1,181 juta, inii berarti hanya sekitar 21,96 prosen dari APBD. - Dana Bagi hasil (DBH) yang direncanakan pada APBD induk Provinsi Bali ternyata realisasinya setiap tahun terus negatif yakni sebesar 5,68 % di tahun 2013 dan tahun 2015 negatif 37,93 % di tahun 2015. Hal ini disebabkan karena pemanfaatan dana DBH (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) harus mengikuti petunjuk teknis yang dikeluarkan Pusat, dan hal ini sulit untuk dipenuhi mengingat di Provinsi Bali sangat sedikit lahan penanaman Tembakau dan UMKM yang bergerak di bidang tembakau, sehingga kegiatan pembinaannya juga sangat terbatas. Akibatnya penyerapan alokasi DBH terus menurun. - Disisi lain Dana Bagi Hasil, sangat diperlukan di Bidang Pariwisata, mengingat Devisa Bidang Pariwisata yang disumbangkan Provinsi Bali sangat besar, sementara Pemerintah Daerah harus terus menjaga dan mengembangkan destinasi dan keragaman Budaya yang menjadi daya Tarik Pariwisata.
4
- Alokasi dan realisasi Dana Perimbangan di Provinsi Bali adalah sebagai berikut:
- Terkait dengan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menarik investor di Provinsi Bali, Pemerintah Daerah memberikan kemudahan dan/atau insentif Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah. Kemudahan penamaman modal adalah penyediaan fasilitas dari Pemerintah Daerah kepada penanam modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal. Pemerintah Daerah memberikan kemudahan berupa : 1). Berbagai kemudahan pelayanan melalui PTSP di bidang penanaman modal 2). Pengadaan infrastruktur melalui dukungan dan jaminan Pemerintah 3). Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian dan fasilitas perizinan impor. 4). Penyediaan data dan informasi pelung penanaman modal 5). Penyediaan sarana dan prasarana 6). Penyediaan lahan atau lokasi 7). Pemberian bantuan teknis Insentif penanaman modal adalah dukungan dari Pemerintah Daerah kepada penanam modal dalam rangka mendiorong penigkatan penanaman modal, yang antara lain dapat berupa : 1). Pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak daerah 2). Pengurangan, keringanan atau pembebasan retribusi daerah. - Dengan adanya investasi di Provinsi Bali, maka kesempatan memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sektor yang menjadi unggulan bagi Provinsi Bali adalah sektor tersier (PMDN bidang usaha perdagangan dan reparasi, PMA bidang usaha hotel dan restoran). - Infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan pembangunan di Provinsi Bali adalah Bandar udara, pelabuhan, jalan tol, jalan strategis nasional, jalan kolektif dan jalan arteri primer.
5
B. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERWAKILAN PROVINSI BALI a. Temuan BPK Perwakilan Provinsi Bali 1. Temuan BPK Perwakilan Provinsi Bali menyangkut pengelolaan keuangan negara dan daerah: Permasalahan yang ditemukan BPK terkait pengelolaan tanggungjawab keuangan negara/daerah yang masih terjadi di tahun 2015 antara lain : a) Penganggaran 1) Kesalahan penganggaran 2) Pendapatan daerah tidak dianggarkan b) Pertanggungjawaban 1) Pertanggungjawaban kegiatan tidak sesuai realisasi sebenarnya 2) Pertanggungjawaban kegiatan tidak memadai 3) Kegiatan belum dipertanggungjawabkan c) Validitas data 1) Validitas Data PBB 2) Validitas Data Aset 3) Validitas Data Utang 4) Validitas Data Persediaan d) Disiplin Anggaran 1) Terlambat menyetorkan uang persediaan 2) Realisasi Barang/Jasa TA 2014 untuk membiayai kegiatan tahun 2013 3) Kelebihan pembayaran 4) Pelampauan anggaran e) Aset 1) Penggunaan aset daerah oleh pihak ke-3 tidak sesuai dengan yang diperjanjikan 2) Pemanfaatan aset daerah tidak didukung perjanjian 3) Aset belum dimanfaatkan 4) Aset daerah tidak tercatat 5) Aset daerah tidak didukung bukti kepemilikan f) Pengendalian 1) Rekening di luar rekening yang ditetapkan Pemda 6
2) Penggunaan langsung tanpa melalui proses APBD 3) Penitipan barang persediaan kepada pihak ke-3 tanpa dasar yang memadai 4) Pengelolaan retribusi tidak didukung pencatatan memadai Masalah tersebut terjadi dibanyak akun, antara lain pada akun barang dan jasa, belanja modal, belanja hibah, sosial dan bantuan keuangan, aset dan persediaan. 2. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Berdasarkan hasil pemantauan tindaklanjut per 31 Desember 2015 dengan obyek hasil pemeriksaan sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2015, sebesar 79,73% telah ditindaklanjuti sesuai saran, 13,33% dalam proses tindaklanjut dan hanya 6,56% yang belum ditindaklanjuti. Khusus untuk hasil pemeriksaan tahun 2015, sebesar 32,41% telah ditindaklanjuti sesuai saran, 25,63% dalam proses tindaklanjut dan sisa 41,95% yang belum ditindaklanjuti. Sebagian besar yang belum ditindaklanjuti merupakan hasil pemeriksaan semester II TA 2015 yang baru selesai dilaksanakan pemeriksaannya. b. Hasil audit/pemeriksaan yang dilakukan a. BPK berharap hasil audit dapat bermanfaat bagi pembangunan sementara dampak langsung ke masyarakat pemerintah daerah tentunya lebih memahaminya. Ukuran yang dapat dipakai oleh BPK antara lain dari perkembangan penyelesaian TINDAK LANJUT REKOMENDASI HASIL PEMERIKSAAN dan perbaikan – perbaikan pengelolaan keuangan daerah yang antara lain terlihat dari perkembangan OPINI yang menunjukan peningkatan. Untuk tahun 2015, selain melakukan pemeriksaan keuangan, BPK Perwakilan Provinsi Bali juga melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan Aset, serta kesiapan pemerintah daerah dalam menerapkan Sistem Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual. Ditahun 2015 juga, BPK Perwakilan Provinsi Bali melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang berkaitan langsung dengan masyarakat seperti pemeriksaan DANA DESA dan SPAM ( Sistem Pengelolaan Air Minum ) berbasis Masyarakat. b. Agar pemeriksaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, BPK melakukan pengawasan terhadap para pemeriksa untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan pada saat sebelum pemeriksaan dan saat pelaksanaan pemeriksaan dengan cara : 1) Sebelum Pemeriksaan : 7
a. Saat melakukan penyusunan tim dengan mempertimbangkan pengetahuan pegawai baik itu pendidikan formal maupun non formal dan pengalaman serta peran pemeriksa yang disandang. b. Melakukan pemaparan Program Pemeriksaan. Hal ini ditunjukan agar pemahaman dapat lebih mendalam dan kesalahan penafsiran P2 tidak terjadi. c. Membuat pakta integritas . d. Saat melakukan penyusunan tim mempertimbangkan daerah pemeriksaan. Diusahakan rotasi auditor dalam melakukan audit di entitas. Namun tidak mengesampingkan kekuatan tim. 2) Saat Pemeriksaan : a. Melakukan laporan mingguan pemeriksaan oleh tim peemriksa yang berisi langkah audit, hasil yang diperoleh, hambatan/kendala dan rencana kegiatan selanjutnya. b. Membuat surat kepada entitas untuk tidak memberikan jamuan makan kepada auditor. c. Menjajaki kerjasama dengan pengelola hotel terkait akomodasi selama pemeriksaan. d. Membuat pernyataan independensi dan pengendalian gratifikasi. 3) Penjaminan Mutu Pemeriksaan : a. Hasil pemeriksaan selalu dikomunikasikan kepada auditee. Hal ini ditunjukan untuk obyektivitas hasil pemeriksaan. b. Review berjenjang horizontal dan vertikal melibatkan auditor senior dan pejabat struk tural. c. Langkah Pembinaan a. BPK selalu bersikap terbuka dan berusaha untuk menjawab jika terhadap pemerintah daerah yang berkonsultasi dan mendengar sharing permasalahan yang terjadi di peemrintah daerah. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi maupun kegiatan lain dimana BPK sebagai narasumber Kegiatan tersebut antara lain : 1) Menjadi Narasumber pemutakhiran data tindak lanjut pemeriksaan BPK RI dan APIP dalam acara gelar pengawasan pada kantor bupati banglI di bangle.
8
2) Sosialisasi implementasi akuntansi berbasis akrual dan implementasinya terhadap opini laporan pemeriksaan pemerintah daerah TA 2015 di Praya Lombok Tengah yang mengikutsertakan pemerintah se-Bali. 3) Acara koordinasi optimalisasi pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK RI. 4) Pembahasan action plan rekomendasi BPK. b. Selain itu BPK Perwakilan Bali juga giat dalam koordinasi antar lembaga misalnya dengan DJKN, Kejaksaan dan lembaga lainnya. Melakukan koordinasi pengawasan bersama aparat pengawasan daerah dan berperan dalam mendorong tindaklanjut hasil pemeriksaan. Kegiatan tersebut antara lain: 1. Coffee morning dan koordinasi antar lembaga topik “Strategi Pengawasan yang efektif untuk Penciptaan Pemerintahan yang Bersih” di Kantor Ombudsman Denpasar. 2. Pertemuan Kepala Perwakilan dengan Kapolda Bali. 3. Pendampingan Pimpinan Pusat terkait pertemuan dengan BAKN DPR RI dalam rangka dengar pendapat bersama BAKN dengan pihak Garuda di Hotel Inna Kuta. 4. Kunjungan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 5. Kunjungan Kerja DJKN Kanwil Denpsar ke Kantor BPK Perwakilan Provinsi Bali. 6. Melakukan koordinasi dengan kejaksaan tinggi terkait rencana sosialisasi BPK dengan aparat penegak hukum di Denpasar, Bali c. Bekerjasama dengan pemerintah daerah dengan cara melakukan pemeriksaan berbasis elektronik (e-audit) yang petunjuk teknis pelaksanaannya berdasarkan MoU dengan peemrintah daerah d. Langkah perbaikan juga telah dilakukan dalam bentuk merumuskan rekomendasi yang tepat yang bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Rekomendasi BPK selama ini antara lain berisi sanksi administrative bagi pegawai, serta tindakan/langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah meliputi : 1. Penguatan dasar/aturan pelaksanaan : a.
Pembuatan SOP/Peraturan. 9
b.
Melakukan revisi peraturan yang tidak jelas.
c.
Mempertegas tupoksi misalnya melakukan perubahan struktur organisasi dalam pengelolaan.
2. Peningkatan pengawasan internal : a.
Pengendalian secara berjenjang.
b.
Verifikasi terhadap penerima hibah.
c.
Verifikasi pertanggungjawaban.
3. Peningkatan Kerjasama antar instansi : a. Rekonsiliasi data aset antara bagian aset dengan SKPD. b. Koordinasi antara penerima hibah dan pemberi hibah. 4. Peningkatan SDM dan perangkat : a. Melakukan diklat tertentu. b. Memperbaiki aplikasi yang ada. Selain hal tersebut diatas, BPK juga memberikan rekomendasi agar pemerintah daerah juga memperhatikan penggunaan dana-dana yang bersumber dari pemerintah pusat misalnya Dana BOS maupun Dana desa. Rekomendasi mengenai Dana BOS antara lain : 1. Menganggarkan pendapatan dan belanja daerah atas dana pendidikan sesuai dengan ketentuan; 2. Membuat prosedur dan Tata Kelola Pengesahan dan Pencatatan Dana BOS yang diterima dan digunakan langsung oleh Satuan Pendidikan Dasar; 3. Melakukan inventarisasi atas alokasi dana BOS yang diterima langsung oleh sekolahsekolah; 4. Melakukan koordinasi dengan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) terkait mekanisme pengesahan , pencatatan dan pelaporan dan BOS. Rekomendasi mengenai Dana Desa antara lain : 1. Menyusun dan menetapkan peraturan bupati tentang mekanisme perencanaan pembangunan desa; 2. Meningkatkan pemahaman perangkat desa tentang penggunaan Dana Desa dengan melakukan bimbingan teknis dan pendampingan secara rutin;
10
3. Menyusun panduan penatausahaan keuangan desa dan panduan pemotongan dan penyetoran pajak; 4. Menggunakan data-data yang lebih terkini terkait jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dari instansi yang berwenang dalam bidang statistic dalam menetapkan pengalokasian Dana Desa masing-masing desa; 5. Melakukan koordinasi dengan pemerintah Provinsi Bali terkait kegiatan pendampingan kepada para Aparatur Desa yang dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, termasuk dalam penyediaan sumber daya; 6. Membentuk Tim Asistensi Desa dalam rangka memberikan pendampingan dalam proses pengadaan barang dan jasa di desa. d. Empowering Pegawai Dalam rangka perbaikan kinerja pegawai pemerintah daerah, BPK mendorong pemerintah daerah melalui pemeriksaan dan menjadi narasumber masalah pengelolaan keuangan daerah antara lain menjadi narasumber dalam kegiatan “Analisis dan Reviu LKPD sebelum diserahkan ke BPK”. e. saran dan masukan BPK RI berharap ada sinergi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dan juga antara instansi vertikal , antara lain : a. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan bersinergi dalam menerbitkan regulasi terkait pengelolaan keuangan daerah; b. Kepala Daerah meningkatkan kompetensi inspektorat dan pegawai pengelola keuangan daerah; c. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan aturan/regulasi pengelolaan dana BOS sehingga dana BOS menjadi bagian dari APBD; d. Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri secara bersama-sama menerbitkan regulasi yang memudahkan pengelolaan dana desa; e. Mempercepat proses penetapan tenaga pendamping pengelolaan dana desa; f. Kementerian Dalam Negeri dan BPKP bersinergi dalam menghasilkan sistem aplikasi yang memudahkan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.
11
C. BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 1. Pelaksanaan Pengawasan Perwakilan BPKP Provinsi Bali Tahun 2015 1. Pengawalan Akuntabilitas Pembangunan Nasional Pada Tahun 2015, Perwakilan BPKP Provinsi Bali telah melakukan pengawasan pada bidang pendidikan, bidang kesehatan dan infrastruktur dasar, penanggulangan kemiskinan, kemaritiman, kedaulatan pangan, dan energi di wilayah Provinsi Bali, yakni: 1) Pelaksanaan program pembangunan bidang pendidikan atas tunjangan profesi guru TK dan evaluasi kegiatan Menristek dan Dikti; 2) Pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan yakni Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Tahun 2014 pada Kabupaten Bangli, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Gianyar berjalan dengan baik. 3) Pengawasan atas program pembangunan bidang infrastruktur dasar berupa hasil audit dukungan terhadap 13 proyek PHLN Tahun Anggaran 2014, seluruhnya mendapat opini WTP. 4) Pengawasan pada program penanggulangan kemiskinan berupa audit keuangan PNPM; 5) Audit kinerja pelayanan di bidang kemaritiman pada Provinsi Bali dan dua Kabupaten; 6) Monitoring dan Evaluasi Prioritas Pembangunan ESDM pada Kota Denpasar; 7) Evaluasi Program Ketahanan Pangan dan Evaluasi Kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pangan pada 9 Kabupaten/Kota; 8) Pengawasan atas Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) tahun 2014 dan 2015 di Provinsi Bali dan 7 Kabupaten serta Monitoring dan Evaluasi DAK pada Provinsi Bali dan 6 Kabupaten; 9) Pengawasan atas Prioritas Pembangunan Nasioanal tahun 2015 di 3 Kabupaten Provinsi Bali yaitu Kabupaten Jembrana, Karangasem dan Buleleng. 2. Kontribusi Peningkatan Ruang Fiskal Kegiatan pengawasan dalam rangka mendorong peningkatan ruang fiskal difokuskan pada optimalisasi penerimaan dan efisiensi pengeluaran keuangan negara dan daerah. Selama tahun 2015
kegiatan pengawasan yang dilakukan telah menghasilkan potensi
penerimaan keuangan negara yang berasal dari pajak, bea cukai, dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), potensi penerimaan keuangan daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah dan PAD lainnya sebesar Rp5.046.478.135,97, serta efisiensi pengeluaran 12
negara dan daerah yang berasal dari koreksi penyesuaian harga, klaim pihak ketiga, sebesar Rp29.312.348.473,87. 3. Pengamanan Aset Negara Pengawasan atas pengamanan aset negara dilakukan bersama dengan Aparat Penegak Hukum (APH), yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK dengan tujuan memberikan kontribusi dalam upaya penyelamatan keuangan negara melalui audit investigatif dan audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN). Dari hasil audit diperoleh potensi penyelamatan keuangan negara sebesar Rp11.389.872.292,09 terdiri dari : 1) Audit Investigasi 3 kasus dengan nilai kerugian keuangan negara Rp1.858.607.637,03; 2) Penghitungan kerugian keuangan Negara(PKKN) sebanyak sebanyak 11 (sebelas) laporan dengan total nilai kerugian negara sebesar Rp9.531.264.655.06. Kelanjutan atas penyelesaian kasus TPK, selama tahun 2015 telah dilakukan pemberian keterangan ahli sebanyak 28 kasus dengan nilai kasus sebesar Rp50.873.127.646,34 Selain tersebut di atas, dalam rangka mendorong penyelesaian atas hambatan kelancaran pembangunan, BPKP bersama pihak-pihak terkait telah melakukan mediasi atas hambatan atau debottlenecking dilakukan juga audit Hambatan Kelancaran Pembangunan (HKP) sebanyak 3 kasus. 4. Peningkatan Governance System Kegiatan pengawasan dalam rangka perbaikan governance system di lingkungan wilayah Provinsi Bali, dilakukan melalui kegiatan assurance dan consulting untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan kinerja, kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), proses manajemen organisasi dan Manajemen Aset. Kualitas akuntabilitas pelaporan keuangan pada pemerintah daerah (Pemda) di wilayah Provinsi Bali diukur dengan perolehan opini audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksa Keuangan-Republik Indonesia (BPK-RI), hasil evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), Laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LKPPD) dan hasil audit atas Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah (LK BUMD). Hasil audit Perwakilan BPK-RI Provinsi Bali atas LKPD Tahun 2014 di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali menunjukkan bahwa jumlah Pemda yang mendapat opini WTP sebanyak tujuh 13
Pemda atau naik lima Pemda dibandingkan tahun 2013. Evaluasi Lakip tahun 2014 secara umum mengalami kenaikan peringkat dibanding tahun 2013 dan evaluasi atas LKPPD secara umum adanya peningkatan peringkat sebanyak enam pemda. Evaluasi Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan BLUD menunjukan Kinerja operasional sembilan PDAM yang beroperasi di wilayah Provinsi Bali secara umum telah memperoleh capaian kinerja yang baik dan kinerja lima BLUD RSU memperoleh capaian kinerja sehat. Kegiatan pengawasan yang telah dilaksanakan dalam rangka mewujudkan proses manajemen yang efektif adalah : -
Kegiatan pendampingan penerapan SPIP berupa Bimtek, diklat dan sosialisasi pada seluruh pemerintah daerah di Bali;
-
Kegiatan pendampingan penerapan Fraud Control Plan (FCP) berupa sosialissi, Diagnostik Assesment (DA sampai dengan penerapan FCP. Pada Tahun 2016 ditargetkan sistem pengendalian kecurangan dapat diimplementasikan di DKPD Dinas Perhubungan Provinsi Bali;
-
Pelaksanaan kegiatan terkait Good Corporate Governance (Khusus BUMN/D) meliputi reviu pedoman, dan bimtek pengembangan dan penerapan GCG telah dilakukan pada empat BUMD. Secara umum kondisi yang terjadi adalah infrastrutur GCG belum lengkap, belum memadai dan belum disahkan oleh Pemilik Modal.
Terkait banyaknya permasalahan dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan pencatatan aset, BPKP telah melakukan kegiatan pengawasan berupa assurance dan consulting dengan tujuan memberikan masukan agar proses PBJ dilakukan secara efisien sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan aset yang dicatat mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Selama Tahun 2015 Perwakilan BPKP Provinsi Bali telah melakukan kegiatan pengawasan Probity Audit atas tiga pengadaan di Kabupaten Badung.
2. Kendala yang dihadapi Tidak terdapat kendala yang berarti dalam melaksanakan tugas tugas pengawasan keuangan dan pembangunan di Wilayah Provinsi Bali baik yang bersifat assurance maupun consulting karena sudah terjalin koordinasi dan sinergi yang baik dengan stakeholders BPKP di Provinsi Bali. 14
3. Temuan ketidakpatuhan Berdasarkan Sistim Informasi Manajemen Hasil Pengawasan (SIM-HP Perwakilan BPKP Provinsi Bali, temuan pengawasan (Non TPK) selama tiga tahun terakhir (periode tahun 2013 sampai dengan 2015) sebanyak 725 kejadian dengan nilai Rp11.543.896.350,88 dan tindak lanjut yang telah dilakukan mencapai 475 kejadian dengan nilai Rp7.718.395.315,57 atau mencapai 65,52% dari kejadian atau 66,86% dari nilai temuan. Tabel Rekapitulasi Temuan dan Tindaklanjutnya Per Akhir 2015 Tahun
Temuan (TP) Kej
Nilai Rp.
Tindaklanjut Kej
Nilai Rp.
Saldo akhir 2015 Kej
% TL
Nilai Rp.
Kej
Rp
2013
210
3.873.696.582,77
170
2.755.299.590,08
40
1.118.396.992,69
80,95
71,13
2014
294
6.051.699.486,49
245
4.888.731.026,49
49
1.162.968.460,00
83,33
80,78
2015
221
1.618.500.281,62
60
74.364.699,00
161
1.544.135.582,62
27,15
4,59
Jml
725
11.543.896.350,88
475
7.718.395.315,57
250
3.825.501.035,31
65,52
66,86
Hambatan dalam pelaksanaan tindak lanjut adalah: a. Kurang aktifnya SKPD selaku penanggung jawab tindak lanjut; b. Pejabat/Pihak yang terkait dengan tindak lanjut sudah dimutasikan atau tidak aktif. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan tindaklanjut adalah dalam bentuk koordinasi pada saat melakukan pengawasan pada satker yang bersangkutan, konfirmasi berkelanjutan dan pemberian atensi kepada Kepala Daerah dan melakukan pembahasan lebih intensif dengan pihak-pihak terkait serta proses audit investigatif apabila dijumpai indikasi perbuatan melawan hukum. 4. Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah Kualitas akuntabilitas pelaporan keuangan pada pemerintah daerah (Pemda) di wilayah Provinsi Bali diukur dengan perolehan opini audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksa Keuangan-Republik Indonesia (BPK-RI). Hasil audit Perwakilan BPK-RI Provinsi Bali atas LKPD Tahun 2014 di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali menunjukkan bahwa jumlah Pemda yang mendapat opini WTP sebanyak tujuh Pemda atau naik lima Pemda dibandingkan tahun 2013, dengan rincian sebagai berikut:
15
Masalah yang menghambat kualitas laporan keuangan sebagai berikut: a. Penyajian aset tetap yang tidak didukung dengan catatan/dokumen yang memadai, serta belum adanya kapitalisasi aset atas biaya perencanaan dan pengawasan; b. Aset tetap tanah yang tidak dapat diyakini kewajarannya karena bukti kepemilikan atas nama pihak lain, dicatat secara gabungan dan adanya perbedaan dimensi luas antara catatan dengan kondisi di lapangan; c. Duplikasi pencatatan aset pada SKPD dengan BUMD, berkaitan pos penyertaan modal yang belum diatur dengan Peraturan Daerah. 5. Strategi pengawasan a) Kegiatan pengawasan preemtif/edukatif diarahkan baik kepada instansi pemerintah maupun kepada masyarakat umum. Edukasi kepada instansi pemerintah untuk mendorong dan menyiapkan infrastruktur bagi pengembangan dan penerapan sistem Pengendalian Intern, penilaian risiko, dan governance, sedangkan kepada masyarakat umum agar berperan serta melakukan pengawasan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain melalui Sosialisasi Program Anti Korupsi (SOSPAK) , Konsultasi, Bimbingan teknis, diklat,dan sebagainya. b) Kegiatan preventif dilakukan dengan membangun sistem, menetapkan standar atau penyusunan program kerja yang bertujuan mencegah terjadinya penyimpangan. Kegiatan pengawasan preventif yang dilakukan berupa: - Memfasilitasi dan mendorong kementerian/lembaga/pemda melalui membangun SPIP.
Peningkatan level maturitas SPIP pada setiap Kementerian/Lembaga/Pemerintah /Korporasi (K/L/P/K). 16
- Di samping itu, tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mendorong dan memfasilitasi APIP
untuk meningkatkan level kapabilitas masing-masing APIP. Jika beberapa upaya penting di atas dapat terlaksana dengan baik maka tata kelola pemerintahan di Indonesia akan semakin bersih - Pendampingan penerapan fraud control plan, Assesment GCG, SIA BLUD, Probity Audit; - Dalam rangka penguatan upaya pemberantasan korupsi, BPKP bekerja sama dengan KPK
telah melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi pada provinsi dan beberapa kabupaten/kota serta koordinasi dan supervisi penindakan korupsi berupa peningkatan kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi; - Dan dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat luas terkait Tindak Pidana
Korupsi dan bahaya korupsi, rutin setiap bulan bersama RRI melakukan diskusi interaktif dengan tema „Memerangi Korupsi Melalui Udara”. c) Kegiatan pengawasan yang bersifat represif adalah stategi yang dilakukan setelah terjadi untuk menekan agar kejadian tidak meluas atau menjadi parah, oleh karena itu strategi represif yang diterapkan adalah strategi represif untuk preventif. Dalam melaksanakan strategi represif BPKP Bali melakukan kegiatan audit yaitu Audit Investigasi dan Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara serta Pemberian Keterangan Ahli. Dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan tersebut tidak terdapat hambatan yang berarti dan strategi pengawasan tersebut cukup efektif untuk mewujudkan iklim kepemerintahan yang baik dan bersih. 6. Saran dan masukan Pola rekruitmen dan mutasi pada Pemerintah Daerah saat ini belum mendukung upaya menciptakan SDM APIP yang memadai. Untuk itu diharapkan DPR RI mendorong komitmen dan konsistensi pimpinan daerah dalam mendukung peningkatan kualitas SDM APIP untuk peningkatan kapabilitas APIP menuju level yang lebih baik dalam rangka mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan daerah.
17
D. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI 1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Sejak 2005 s/d Maret 2013, persentase penduduk miskin di Bali, baik di perkotaan maupun perdesaan, terus menunjuk-kan penurunan dan diikuti dengan gap/kesenjangan yang semakin mengecil. Tetapi, setelah Maret 2013, angka tsb menunjukkan peningkatan dari 4 persenan ke 4,74 % pd Maret 2014. Demikian pula dari Maret 2015 ke Sept. 2015, jumlah penduduk miskin di Bali bertambah 0,51 %. Disertai dengan gap antara kemiskinan perkotaan semakin melebar. Perkembangan kemiskinan Bali dan Nasional Tahun 1999 – September 2015 (persen) sebagai berikut:
2. Data Perkembangan Pembangunan di Provinsi Bali a. Tingkat ketimpangan pendapatan penduduk Bali 2005-2014 yang direfleksikan oleh Gini Rasio, menunjukkan tendensi peningkatan dan masuk kategori ketimpanangan sedang. Pada periode, 2005 s/d 2010, tingkat ketimpangan pendapatan Bali berada pada kategori rendah. b. Sementara itu,Tingkat Pengangguran Bali selama periode 2005-2015 terus menunjukkan penurunan yang signifan dan merupakan tingkat pengguran terendah secara Nasional. 3. Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan penghitungan metode baru, IPM Provinsi Bali pada tahun 2014 mencapai 72,48 atau mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,85 persen selima lima tahun terakhir. Bila dicermati dari sisi komponen penyusunnya, yaitu Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan, terlihat bahwa komponen yang mengalami rata-rata pertumbuhan tertinggi selama lima tahun terakhir (2010 – 2014) adalah komponen pendidikan, yaitu sebesar 1,66 persen. Kemudian, 18
diikuti oleh komponen kesejahteraan/daya beli, yaitu sebesar 0,61 persen. Rata-rata pertumbuhan terendah adalah komponen kesehatan, yaitu 0,29 persen. Tabel Angka IPM dan Komponen Pembentuk Provinsi Bali Tahun 2010 - 2014
Tabel IPM Kabupaten/Kota Tahun 2010 – 2014
4. Tingkat Inflasi Sejak 2013, tingkat Inflasi di Provinsi Bali dipantau melalui 2 (dua) kota yaitu Kota Singaraja dan Kota Denpasar sedangkan sebelum tahun 2013 pemantauan hanya di kota Denpasar. Selama 3 (tiga) tahun terakhir terutama tahun 2013 dan 2014, tingkat inflasi Bali yang dalam hal ini diwakili kota Denpasar dan Singaraja relatif cukup tinggi. Tetapi selama tahun 2015, tingkat 19
inflasi Bali relatif terkendali, yaitu 2,70% untuk Kota Denpasar dan 2,97% untuk Kota Singaraja sedangkan Nasional sebesar 3,35. Tabel Perkembangan Inflasi Denpasar, Singaraja dan Nasional Tahun 2013 – 2015 (Persen)
Karakteristik lainnya, inflasi Bali (secara umum) cenderung dipengaruhi oleh adanya peningkatan yang relatif tinggi pada musim liburan sekolah pada Juni-Juli dan Natal-Tahun Baru yang mendorong tingginya permintaan akan komoditas bahan makanan dan tiket pesawat. 5. Evaluasi tentang Pemutakhiran dan Sinkronisasi Data Pada dasarnya, langkah-langkah yang berkaitan dengan pemutahiran dan sinkronisai data di tingkat daerah dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu: 1. Pemutahiran dan sinkronisasi data terpusat, artinya BPS Provinsi Bali dalam melakukan pemutahiran dan sinkronisasi merupakan tindak lanjut dari kegiatan BPS Pusat. Sehingga BPS Provinsi Bali dalam hal ini sebagai pelaksana, sedangkan hasilnya menjadi kewenangan pusat. 2. Pemutahiran dan sinkronisasi data daerah, artinya penyediaan data statistik di level daerah tetap dilakukan oleh BPS Provinsi Bali bersama dengan Pemerintah Daerah, namun tetap berkoordinasi dengan BPS Pusat. Langkah yang sudah dilakukan dalam upaya pemutakhiran dan sinkronisasi data antara lain: 1. Pelaksanaan rapat teknis tingkat nasional baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pelaporan kegiatan sensus/survei 2. Melakukan sensus dan survei untuk pemutakhiran data 3. Melakukan validasi data 4. Melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan standarisasi data 5. Penyusunan metadata statistik 6. Mendukung terwujudnya Sistem Statistik Nasional (SSN) yang handal, efektif dan efesien 20
6. Persiapan Sensus Ekonomi Tahun 2016 Sensus Ekonomi (SE) merupakan salah satu amanah BPS seperti yang tertera dalam Undangundang Statistik Nomor 16 tahun 1997. Sensus Ekonomi di Indonesia telah dilaksanakan sebanyak empat kali yaitu tahun 1976, 1986, 1996, 2006, dan akan dilaksanakan kembali tahun 2016. Rangkaian kegiatan Sensus Ekonomi diantaranya adalah Sosialisasi, Rekruitmen Petugas, Pelatihan Petugas, Pencacahan, Pengolahan, dan Penyajian Hasil. Sosialisasi SE 2016 Tahap II Sebagaimana kegiatan besar BPS lainnya, salah satu persiapan awal yang dilakukan adalah Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan BPS Provinsi Bali dalam rangka pelaksanaan Sensus Ekonomi 2016 adalah sebagai berikut: Rapat Konsolidasi Tanggal 6 – 9 Desember 2015 Rapat yang dihadiri oleh Kepala BPS Kabupaten/ Kota se-Provinsi Bali beserta seluruh Eselon IV BPS se – Provinsi Bali ini diadakan di Hotel Inna Grand Bali Beach. Rapat konsolidasi ini merumuskan agenda apa saja yang akan dilaksanakan dalam rangka kegiatan Sensus Ekonomi. Sosialisasi SE 2016 Tahap I tanggal 18 Desember 2015 Rapat sosialisasi tahap I ini dihadiri oleh kepala SKPD terkait dan para pengusaha dengan narasumber kepala BPS Provinsi Bali, Wakil Ketua PHRI, Ketua KADIN dengan Ketua Bappeda sebagai moderator. Dengan hadirnya wakil ketua PHRI dan Ketua KADIN diharapkan dapat ikut mendukung suksesnya kegiatan Sensus Ekonomi 2016. Sosialisasi SE 2016 Tahap II tanggal 2 Maret 2016 Rapat sosialisasi selanjutnya dihadiri oleh Ketua Asosiasi HIPMI dengan narasumber Kepala BPS Provinsi Bali, Ketua HIPMI dan Ketua OJK dengan Kabag HUMAS BPS sebagai moderator. Dengan terselenggaranya acara sosialisasi ini diharapkan BPS Prov Bali mendapat dukungan penuh dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Apel Siaga Sensus Ekonomi 2016 tanggal 18 Maret 2016 Apel siaga provinsi Bali dilakukan di halaman kantor BPS Provinsi Bali dengan Pembina Apel yakni Asisten III Gubernur Provinsi Bali. Apel ini juga dihadiri oleh para kepala SKPD se – Provinsi Bali. Apel Siaga ini menjadi momentum membangkitkan awareness dan semangat seluruh jajaran BPS untuk satu tujuan sukseskan Sensus Ekonomi (SE) 2016. Apel siaga dilakukan secara serentak di seluruh provinsi sebagai bentuk ajakan dan mensosialisasikan SE 2016.
21
Sosialisasi melalui Media (TV, Radio, Media Sosial) Salah satu sosialisasi yang dilakukan BPS Bali dalam rangka menyebarluaskan informasi mengenai sensus adalah dengan media. Media yang digunakan adalah TV, Radio dan juga media sosial. Media Televisi dalam hal ini stasiun Bali TV menyiarkan video tentang Sensus Ekonomi. Selain televisi, media lain yang digunakan adalah radio. Dengan menggandeng radio local seperti Gema Merdeka dan RRI, BPS menggunakan Radio Spot sebagai ajang sosialisasi kepada masyarakat Bali. Selain itu, media sosial merupakan salah satu alat yang diharapkan dapat mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya sensus ekonomi. Sekretariat SE dalam hal ini membuat akun Facebook dengan nama Sekretariat Sensus Ekonomi Bali 2016 dan channel Youtube untuk menyebarluaskan video yang terkait dengan kegiatan Sensus Ekonomi 2016. PB3AS (Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja) Pemprov Bali menyediakan ruang bagi masyarakat Bali yang ingin menyampaikan unek – uneknya. Ruang mengekspresikan isi hati itu berupa sebuah mimbar yang diberi nama Podium Bali Bicara, diletakkan di pojok barat Lapangan Puputan Margarana Denpasar. BPS Provinsi Bali sendiri sangat memanfaatkan momen ini guna mensosialisasikan kegiatan Sensus Ekonomi 2016 yang akan dilaksanakan tanggal 1 -31 Mei 2016. Penyebarluasan Pamflet Penyerbarluasan pamflet ke unit unit usaha dilakukan setelah apel siaga SE 2016. Adapun tempat tempat yang menjadi tujuan utama penyebarluasan adalah Mall/ Pusat perbelanjan dan Pertokoan. Tujuan dari penyebarluasan ini adalah agar para pengusaha menyiapkan diri untuk menghadapi kedatanga para petugas sensus. Pembuatan Baliho Baliho ditempatkan di tempat tempat strategis agar mudah dilihat oleh masyarakat Bali. Inovasi yang dibuat oleh BPS Bali dalam pembuatan baliho adalah membuat Baliho SE versi kartun yang diharapkan lebih menarik dan lebih dimengerti oleh masyarakat umum. Pelatihan Instruktur Daerah (INDA) Jumlah instruktur daerah (INDA) yang telah dilatih adalah sebanyak 105 orang yang dilaksanakan dalam 2 (dua) gelombang. Gelombang I dilaksanakan pada tanggal 3-7 Maret 2016 dan Gelombang II dilaksanakan pada tanggal 11-15 Maret 2016.
22
Pelatihan Petugas Lapangan Pada saat ini sedang dilaksanakan pelatihan Petugas Lapangan. Pelatihan petugas dilaksanakan dari tanggal 21 Maret s/d 24 April 2016 dalam beberapa gelombang. Adapun jumlah petugas yang dilatih di Provinsi Bali adalah sebanyak 6.014 petugas. Petugas lapangan ini nantinya akan bertugas untuk mengumpulkan data dari responden (usaha) dan untuk menunjang kelancaran petugas dilapangan, juga telah dilakukan pembagian dokumen pelaksanaan lapangan serta penandatanganan kontrak kerja. 7. Saran dan masukan Beberapa saran dan masukan terkait dengan perbaikan kinerja dan pengawasan mendatang adalah: 1. Data yang dihasilkan BPS tentunya berasal metodologi yang telah baku baik secara nasional serta merujuk pada norma atau aturan kegiatan statistik di tingkat internasional. 2. Manakala data BPS diragukan, maka dalam perencanaan dan evaluasi ke depan selain memanfaatkan data BPS dapat pula digunakan data lain diluar data yang dihasilkan BPS, namun pertanyaannya adalah apakah metodologi yang digunakan dalam memperoleh data tersebut sudah tepat. 3. Tidak dapat dipungkiri bahwa validitas data statistik selama ini masih masih berkaitan dengan budaya yakni budaya masyarakat yang belum terbiasa mencatat, sehingga data yang dihasilkan masih terdapat bias akibat data yang didapat dari masyarakat masih bersumber dari ingatan dan bukan berasal dari hasil pencatatan. E. KEMENTERIAN KEUANGAN PERWAKILAN PROVINSI BALI 1. KANWIL DITJEN PAJAK BALI a. Penerimaan Kanwil DJP Target penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp 10.650.209.792.997,00. Target ini naik 17,19% dari target tahun 2015 sebesar Rp 9.087.917.589.992,00 sedangkan jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2015 sebesar Rp 7.602.865.467.843,00 jumlah target tahun 2016 naik sebesar 40,08%.
23
Target dan realisasi penerimaan pajak Kanwil Ditjen Pajak Bali tahun 2014-2016 digambarkan sebagai berikut: Tahun
Target
% Growth
Realisasi
Target
%Growth Realisasi
2014
6.804.377.905.996
3.42%
6.278.502.234.540
11%
2015
9.084.917.590.000
33.56%
7.602.865.467.843
21%
2016
10.650.209.792.997
17.19%
1.008.048.557.589
5%
*Pertumbuhan tahun 2016 merupakan pertumbuhan Jan s.d Feb 2016 dibandingkan dengan Jan s.d Feb 2015 b. Kendala yang dihadapi Faktor-Faktor apa saja yang menjadi kendala dalam memperlancar Penerimaan Negara dari Sektor Pajak selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut: a. Masalah Data.
Seperti kita ketahui perpajakan di Indonesia menganut sistem Self Assesment. Dalam sistem ini, data merupakan faktor yang sangat penting, karena tanpa data pembanding Direktorat Jenderal Pajak tidak bisa mengetahui kebenaran data yang disampaikan Wajib Pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Upaya yang telah dilakukan oleh Kanwil Ditjen Pajak Bali antara lain berupa kerjasama dengan Pihak Ketiga antara lain dengan Pemerintah Daerah (PEMDA) Propinsi Bali, Pemerintah Kota (PEMKOT) Denpasar, Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) sepropinsi Bali, Kodam IX Udayana, Kepolisian Daerah (POLDA) Propinsi Bali, Kantor Imigrasi Propinsi Bali, dan Instansi, Lembaga, Asosiasi, serta Pihak Lain. Kendala yang ditemui adalah pada Struktur Data yang berbeda yang diberikan dari masing-masing instansi penyedia data, sehingga sulit dilakukan identifikasi untuk dicocokkan dengan basis data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Misalnya, dalam penulisan susunan nama yang berbeda antara nama depan, tengah, belakang, penulisan alamat yang tidak mengikuti standar baku, atau tidak adanya data tempat tanggal lahir, yang merupakan kunci untuk matching dengan database NPWP Orang Pribadi.Untuk mengatasi hal ini, KanwilDitjen Pajak Bali mengusulkan dibentuk Bank Data Nasional dengan memanfaatkan SIN (SingleIdentityNumber) atau dengan Identitas Tunggal Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada setiap jenis data. b. Kondisi makro ekonomi yang kurang kondusif saat ini, mengakibatkan aktivitas perekonomian
di berbagai sektor menjadi „lesu‟. Di sisi lain, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah di 24
bidang perpajakan yang kontradiktif dengan upaya menggenjot penerimaan, seperti adanya beberapa peraturan yang dicabut kembali / belum selesai antara lain: 1. Aturan akses rekening bank Wajib Pajak; 2. PPN jalan tol 3. Bea Materai c. Strategi pengamanan penerimaan negara dari sektor perpajakan belum diterjemahkan menjadi langkah kerja yang jelas dan dapat diterapkan. d. Proses penyusunan UU Pajak yang baru terlalu lama. UU Pajak yang ada sudah usang dan aturan perpajakan di bawah kadang bertentangan atau memperluas kewenangan dalam UU Pajak itu sendiri. e. Manajemen SDM yang belum sepenuhnya berbasis kompetensi. f.
Kurangnya komitmen dan rasa turut bertanggung jawab dalam pengamanan penerimaan negara oleh lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif antara lain ditunjukkan dengan: 1. perilaku ketidakpatuhan menyampaikan SPT baik sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi maupun pemilik atau pengurus Wajib Pajak Badan; 2. keengganan mendukung upaya peniadaan kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan; 3. keengganan mewujudkan sistem identitas tunggal yang menggabungkan NIK dan NPWP sehingga segala transaksi keuangan dan non-keuangan otomatis terekam dalam sistem informasi DJP; dsb.
Berdasarkan survei OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) Tahun 2014, ada lima penyebab kenapa penerimaan pajak rendah: a. Kapasitas kelembagaan otoritas pajak Pembagian tupoksi kurang jelas dan tumpang tindih satu sama lain, rantai komando kurang jelas. b. Regulasi perpajakan Beberapa aturan perpajakan masih multitafsir dan tidak mencantumkan tujuan dalam pendahuluan peraturan yang seharusnya dapat mempermudah pemahaman dan implementasi.
25
c. Reformasi administrasi perpajakan Dalam proses binis dan teknologi informasi, belum jelas siapa yang memiliki proses, input, dan output maupun manfaat (nilai tambah) dari setiap proses. d. Tax avoidance dan tax evasion e. Kuantitas, kualitas, dan integritas SDM Pegawai pajak belum sepenuhnya memiliki perilaku teamwork (masih individualis) dan semangat rendah. c. Pengawasan dan pembinaan aparat pajak Pembinaan Internal DJP terhadap tiap-tiap pegawai dituangkan dalam PER-42/PJ/2013 yang merupakan dasar pelaksanaan tugas Unit Kepatuhan Internal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Unit Kepatuhan Internal yang selanjutnya disingkat UKI adalah unit kerja pada instansi vertikal dan Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan tugas kepatuhan internal, yaitu : a. Pemantauan Pengendalian Intern yaitu kegiatan pemantauan yang dilaksanakan untuk menilai kualitas sistem pengendalian intern sepanjang waktu. Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu pimpinan unit kerja dalam meningkatkan efektivitas penerapan pengendalian intern untuk pencapaian tujuan organisasi. b. Pemantauan Pengelolaan/Manajemen Risiko yaitu kegiatan pemantauan yang dilaksanakan untuk menilai kesesuaian penerapan dengan ketentuan manajemen risiko dan menilai kesesuaian rencana dengan pelaksanaan penanganan/mitigasi risiko. Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu pimpinan unit kerja dalam meningkatkan efektivitas penerapan pengelolaan/manajemen risiko untuk pencapaian tujuan organisasi. c. Pemantauan Kepatuhan Terhadap Kode Etik dan Disiplin Pegawai yaitu kegiatan pemantauan yang dilaksanakan untuk menilai tingkat kepatuhan Pegawai terhadap ketentuan mengenai Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu pimpinan unit kerja dalam meningkatkan kepatuhan pegawai terhadap kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan disiplin Pegawai Negeri Sipil; d. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan yaitu kegiatan pemantauan yang dilaksanakan untuk memastikan bahwa unit kerja dan/atau atasan langsung telah 26
menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan oleh Aparat Pengawasan Fungsional (Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan hasil analisis dan/atau investigasi oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA). Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu pimpinan unit kerja untuk memastikan bahwa rekomendasi hasil pengawasan telah ditindaklanjuti; serta e. Perumusan Rekomendasi Perbaikan Proses Bisnis yaitu kegiatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses bisnis (termasuk didalamnya adalah SOP). Seluruh kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan Rencana Pemantauan Tahunan yang ditetapkan setiap tahun. d. Jumlah Wajib Pajak di Provinsi Bali 1. Jumlah Wajib Pajak 5 Tahun terakhir Tahun
OP
Badan
Bendahara
Total WP
2011
485.297
39.269
13.491
538.057
2012
525.482
42.332
14.413
582.227
2013
559.789
45.224
15.042
620.055
2014
598.934
47.985
15.515
662.434
2015
612.519
49.012
15.774
677.305
2. Langkah-langkah yang telah ditempuh untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak baik dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi di Propinsi Bali adalah sebagai berikut: a. Peningkatan kesadaran Wajib Pajak melalui kegiatan Penyuluhan dan Kehumasan yang terintegrasi; b. Himbauan Pembetulan SPT Masa dan Tahunan berdasarkan data yang diperoleh dan data yang dimiliki; c. Konseling terhadap Wajib Pajak sebagai hasil Himbauan; d. Optimalisasi Pemeriksaan Pajak; e. Penggalian Potensi Pajak Sektoral sesuai dengan perkembangan wilayah dan sektor yang sedang mengalami peningkatan cukup pesat; f.
Melakukan perluasan basis Wajib Pajak melalui kegiatan canvassing; 27
g. Himbauan pendaftaran NPWP berdasarkan data dari Notaris/PPAT, bagi Orang Pribadi yang belum memiliki NPWP. 3. Kendala yang dihadapi dalam upaya memperlancar dan meningkatkan Penerimaan Pajak: a.
Kurangnya penguasaan wilayah oleh petugas pajak di lapangan;
b.
Kurangnya pemahaman petugas pajak di lapangan atas kewenangannya dan aturan perpajakan sehingga melemahkan wibawa maupun motivasi petugas pajak;
c.
Pengawasan pada Wajib Pajak yang tidak komprehensif (hanya terkait PPh Potput dan PPN) mengingat banyaknya WP Besar di Bali yang kantor pusatnya terdaftar di Kanwil DJP Khusus;
d.
Kurangnya akses pada data yang dimiliki oleh pihak lain, antara lain Imigrasi dan Kemenakertrans
4. Target Penerimaan Pajak di Kanwil DJP Bali dikaitkan dengan potensi yang ada. Target Penerimaan Pajak ditentukan oleh Kantor Pusat DJP. Potensi pajak riil di Bali sulit ditentukan karena kurangnya data pendukung untuk menghitung potensi perpajakan. Datadata makro yang tersedia belum bisa menggambarkan potensi sesungguhnya mengingat data yang ada tidak menggambarkan potensi yang bisa menjadi obyek pajak. 2. KANWIL DITJEN BEA DAN CUKAI BALI a. Penerimaan Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Realisasi penerimaan 1 Januari sampai dengan 29 Februari 2016 adalah sebagai berikut:
Target dan realisasi penerimaan negara dari sektor bea dan cukai selama 3 (tiga) tahun terakhir di Provinsi Bali sebagai berikut:
28
b. Kendala yang dihadapi Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam memperlancar penerimaan negara dari sektor bea dan cukai di Provinsi Bali selama 3 (tiga) tahun terakhir, antara lain: a. Bea Masuk; hambatan penerimaan negara yang bersumber dari impor, antara lain disebabkan faktor-faktor berikut: 1. Konsekuensi dari komitmen Kerjasama Perdagangan Internasional melalui skema FTA. Saat ini Indonesia telah membuat 7 (tujuh) perjanjian kerjasama perdagangan baik multilateral maupun bilateral, yaitu kerjasama perdagangan antar anggota ASEAN (ATIGA), ACFTA (ASEAN-CINA FTA), AKFTA (ASEAN-Korea FTA), IJEPA (IndonesiaJepang FTA), AIFTA (ASEAN-India FTA), AANZFTA (ASEAN-Australia- dan New Zealand FTA), IPPTA (Indonesia-Pakistan Preferential Tariff Agreement). 2. Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan impor guna melindungi industri dalam negeri, diantaranya dalam bentuk aturan larangan dan pembatasan sejumlah komoditi impor. Saat ini jenis barang yang dilarang/dibatasi impornya berdasarkan kementerian/lembaga yang berwenang menerbitkan ijin impor, disajikan pada tabel berikut: No. Kementerian/Lembaga 1 Kementerian Perdagangan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan 2 Hasil Perikanan (BKIPM) 3 Karantina Hewan di Badan Karantina Pertanian Indonesia 4 Karantina Tumbuhan di Badan Karantina Pertanian Indonesia 5 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 6 Kementerian Kesehatan 7 Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) 8 Bank Indonesia (BI) 9 Kementerian Kehutanan Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika 10 (SDPPI) 11 Kementerian Pertanian 12 Kepolisian RI (POLRI) 13 Kementerian Lingkungan Hidup 14 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Jumlah Item 6,002 item 479 item 366 item 739 item 1.005 item 251 item 22 item 1 item 25 item 22 item 40 item 41 item 191 item 13 item
3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, membatasi pelabuhan atau bandar udara impor produk tertentu. Produk tertentu yang dimaksud pada Pertauran Menteri Perdagangan tersebut, antara lain 29
makanan dan minuman, kosmetik, pakaian jadi, alas kaki, dan elektronika. Pelabuhan dan bandar udara yang ada di Provinsi Bali tidak termasuk entry point barang-barang dimaksud. Entry point Entry point produk tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/M-DAG/PER/10/2015, adalah: Pelabuhan laut : Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), Soekarno Hatta (Makassar), Dumai, Jayapura, Tarakan, Krueng Geukuh (Aceh Utara), dan Bitung. Bandar udara : Kualanamu (Deli Serdang), Soekarno Hatta (Tangerang), Ahmad Yani (Semarang), Juanda (Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar). 4. Minuman beralkohol merupakan salah satu produk yang utamanya dibutuhkan guna menunjang pariwisata di Provinsi Bali, namun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol membatasi pelabuhan atau bandar udara pemasukan impor MMEA. Pelabuhan laut: Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), Bitung (Manado), Soekarno Hatta (Makassar). Banda udara: bandar udara internasional. 5. Infrastruktur pelabuhan laut Benoa tidak memadai untuk kapal-kapal dengan jalur pelayaran internasional sehingga sebagian besar impor dilakukan melalui pelabuhan Tanjung Perak, kemudian diantarpulaukan ke Bali. 6. b.
Bea Keluar; potensi Bea Keluar untuk Provinsi Bali bersumber dari kegiatan ekspor di Pelabuhan Benoa. Namun, karena sarana pengangkut yang berangkat langsung dari Pelabuhan Benoa menuju pelabuhan tujuan ekspor di luar negeri jumlahnya sangat terbatas, sehingga pendaftaran PEB atas barang ekspor yang berasal dari Provinsi Bali dilakukan di Tanjung Perak, Surabaya.
30
c.
Cukai; hambatan hambatan penerimaan negara yang bersumber dari produksi dan impor BKC, antara lain disebabkan faktor-faktor berikut: 1. Kenaikan batasan Harga Jual Eceran Terendah Sigaret Putih Mesin (SPM) dan kenaikan tarif cukai SPM impor , yaitu: HJE Terendah per batang PMK-205/2014
PMK-198/2015
820
930
% kenaikan HJE
Tarif Cukai per batang PMK-205/ 2014
PMK-198/ 2015
425
495
13.41%
% kenaikan tarif cukai
16,47%
2. Gencarnya larangan/gerakan anti rokok dan MMEA oleh LSM dan Pemda di Daerah; 3. Perda Tentang Larangan Merokok di Tempat Umum; 4. Perda Pembatasan Iklan Rokok. c. Kinerja Pengawasan Barang Kena Cukai (Preventif dan represif) Kinerja Pengawasan Barang Kena Cukai (HT dan MMEA) secara Preventif NO 1.
ACTION PLAN Melakukan operasi pasar terhadap peredaran Hasil Tembakau di daerah rawan. Operasi Pasar terhadap Hasil Tembakau adalah kegiatan yang dilakukan secara berkala untuk memastikan peredaran hasil tembakau menggunakan pita cukai yang benar dan sesuai peruntukan.
DAERAH Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, Kab. Bangli, Kab. Karangasem, dan Kab. Tabanan
KETERANGAN Telah dilakukan operasi pasar hasil tembakau di Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, Kab. Bangli, Kab. Karangasem, dan Kab. Tabanan
2.
Cek eksistensi dan responsibilitas pengusaha pabrik Barang Kena Cukai (HT dan MMEA) meliputi : a. Cek kapasitas mesin, jumlah karyawan, jumlah produksi, pemesanan PC b. Cek administrasi meliputi CK-4, CK-5, dan CK-1 Melakukan pemetaan jalur distribusi, distributor/subdistributor meliputi gudang-gudang serta Tempat Penjualan Eceran
Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, dan Kab. Karangasem
Sudah dilaksanakan terhadap pengusaha pabrik di wilayah Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Buleleng, dan Kab. Gianyar
Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, dan Kab. Karangasem.
Sudah dilakukan penelitian lapangan terhadap 79 Penyalur dan TPE MMEA dengan penindakan terhadap 33 Penyalur dan TPE
3.
31
4.
5.
6.
termasuk Pengusaha Jasa Titipan Melakukan pemutakhiran profil pengusaha BKC, jangka waktu Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUPMB) Melakukan patroli darat terhadap peredaran Barang Kena Cukai MMEA impor termasuk pengawasan kewajiban memilik iijin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) Melakukan pengawasan Barang Kena Cukai di pintu masuk Pulau Bali
Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, dan Kab. Karangasem. Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab. Jemberana, Kab. Buleleng, Kab. Gianyar, danKab. Karangasem.
Hasilnya KWBC Bali, NTB dan NTT telah melakukan penindakan terhadap 33 Penyalur dan TPE
Gilimanuk
Kinerja pengawasan Barang Kena Cukai (Hasil tembakau dan MMEA) secara represif: 1. Melakukan penindakan terhadap penyalur dan Tempat Penjualan Eceran Minuman mengandung Etil Alkohol, dengan rincian sebagai berikut:
32
2. Melakukan penindakan atas barang kena cuka berupa hasil tembakau (rokok), dengan rincian sebagai berikut:
d. Pengawasan dan Pembinaan Aparat Bea dan Cukai Upaya pengawasan dan pembinaan terhadap aparat bea dan cukai sehingga tidak terjadi kebocoran penerimaan negara, adalah sebagai berikut : a. Mengoptimalkan Pengawasan Melekat (Waskat) yang dilakukan oleh pemimpin masingmasing unit kerja dan/atau atasan langsung terhadap pegawai bawahannya; b. Melakukan koordinasi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Layanan pada KPPBC di lingkungan Kanwil DJBC Bali, NTB dan NTT sehingga kinerja aparat bea dan cukai dapat semakin meningkat, disiplin dan berintegritas; c. Memberikan himbauan kepada seluruh pegawai bahwa setiap pegawai wajib memberikan kontribusi terhadap pencapaian target penerimaan bea dan cukai serta senantiasa melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pola pikir yang berorientasi kepada tercapainya target penerimaan bea dan cukai; d. Melaksanakan pengujian terhadap penerapan pengendalian intern terhadap kegiatankegiatan yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengendalian intern dijalankan sesuai dengan sistem, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dideteksi sedini mungkin apabila ada potensi-potensi yang memungkinkan tidak tercapainya tujuan organisasi; 33
e. Melaksanakan kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pelaksanaan Tugas (PKPT) baik di bidang pengawasan, pelayanan maupun administrasi, dimana kegiatan PKPT ini dilaksanakan dengan membandingan SOP yang ada dengan pelaksanaan dilapangan dan kemudian dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan terhadap proses bisnis yang dilaksanakan sehingga kedepannya dapat semakin efektif dan efisien; Melaksanakan penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut terhadap laporan pengawasan atau pengaduan masyarakat terhadap kinerja aparat bea dan cukai dalam melaksanakan kegiatannya yang masuk melalui saluran aplikasi pengaduan SIPUMA dimana setiap pengaduan yang masuk wajib ditindaklanjuti dan diberikan jawaban. 3. KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN BALI a. Penyerapan APBN di Provinsi Bali
b. Faktor-faktor yang memperlancar penyerapan anggaran 1. Penyerahan DIPA dilaksanakan sebelum tahun anggaran berjalan dimulai sehingga satuan kerja dapat lebih awal merencanakan serta melaksanakan kegiatan yang dananya bersumber dari APBN. 2. Edukasi yang dilakukan secara terus menerus oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara serta Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan kepada satuan kerja khususnya kepada para pejabat perbandaharaan satker, melalui antara lain: a. Website resmi KPPN serta kanwil; b. Penerbitan buku pintar yang berisi peraturan-peraturan terbaru yang terkait dengan pengelolaan APBN; c. Sosialisasi dan FGD yang dilakukan secara berkala setiap tiga bulan atau pada waktu tertentu ketika diperlukan (ketika peraturan baru terbit dan harus segera diinformasikan kepada stakeholders); d. Konsultasi yang dilaksanakan pada jam kerja melalui layanan Customer Service pada loket layanan atau via telepon. 34
e. Layanan bersama satu atap antara DJPB serta DJKN. 3. Menteri Keuangan maupun Direktur Jenderal Perbendaharaan telah menerbitkan berbagai peraturan terkait pelaksanaan anggaran yaitu antara lain: a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 277/PMK.05/2014 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas c. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara pada Akhir Tahun Anggaran 2015 d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2016 c. Kendala yang dihadapi 1. Permasalahan terkait proses penganggaran, proses revisi dan pelaksanaan anggaran, antara lain: a. Terdapat beberapa kegiatan dalam DIPA yang masih diblokir/ditanda bintang oleh DJA; b. Terdapat DIPA yang masih harus direvisi karena ketidaksesuaian dengan kebutuhan dan atau adanya perubahan rencana; c. Adanya kebijakan penghematan/pemotongan belanja K/L (sesuai Inpres No.4/2014 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-798/MK.02/2015 tanggal 6 Oktober 2015); d. Terdapat beberapa DIPA yang diterbitkan pada tahun anggaran berjalan. 2. Permasalahan terkait pengadaan barang dan jasa, antara lain: a. Kurangnya jumlah SDM pelaksana pengadaan yang bersertifikat; b. Rangkap tugas dalam jabatan Panitia Pengadaan; c. Ketakutan pejabat untuk melaksanakan pengadaan akibat banyaknya pemberitaan penangkapan pejabat dengan tuduhan korupsi; d. Keengganan untuk menjadi pejabat pengadaan karena tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima. 3. Permasalahan terkait legalitas, peraturan dan masalah lainnya. a. Kurangnya pemahaman terhadap peraturan mengenai mekanisme pembayaran; b. SK penunjukan PPK, PP SPM, dan Bendahara Pengeluaran terlambat ditetapkan. 35
4. KANWIL DITJEN KEKAYAAN NEGARA a.
Jumlah aset/kekayaan negara yang berada di Provinsi Bali, NTB dan NTT
b.
Penertiban dan penilaian secara keseluruhan 1. Aset/kekayaan negara ditatausahakan oleh 564 satuan kerja; 114 korwil. a. Tingkat kepatuhan pelaporan sebesar 93 %; b. Tingkat ketepatan waktu pelaporan sebesar 88,02%. 2. Jumlah Pemanfaatan Bmn Tahun 2015 Di Provinsi Bali Sebesar Rp 97.124.751.872 ,00 Dengan Nilai Sewa Sebesar Rp1.839.528.600,00 3. Seluruh aset/kekayaan Negara yang berada di Provinsi Bali telah diinventarisasi dan sudah dilakukan penilaian
36
c.
Kendala/permasalahan dalam pengelolaan aset/kekayaan negara di Provinsi Bali Adanya trend peningkatan gugatan terhadap tanah BMN pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga. LOKASI BMN
KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA
DALAM PROSES PERSIDANGAN
Istana Negara KEMENTERIAN Tampaksiring SEKRETARIAT NEGARA Universitas KEMENRISTEKDIKTI Udayana
1 (satu) perkara
Kodam IX/Udayana
-
KEMENTERIAN PERTAHANAN
Badan KEMENTERIAN Pemantapan KEHUTANAN Kawasan Hutan Wilayah VIII
3 (tiga) perkara
1 (satu) perkara
MENANG
KALAH
1 (satu) perkara tingkat Pertama 1 (satu) perkara dalam tingkat kasasi 1 (satu) perkara dalam tingkat kasasi -
Permasalahan Terkait Pengelolaan Kekayaan Negara No.
PERMASALAHAN
1.
Sebagian Pengguna Barang (Kementerian Negara/Lembaga) belum mendelegasikan kewenangan dalam pengelolaan BMN kepada satuan-satuan vertikal di bawahnya (Kuasa Pengguna Barang)
Misalnya, Kementerian Agama
Jumlah rumah negara yang dimiliki oleh negara tidak lagi sesuai dan mampu memenuhi jumlah aparatur negara yang ada.
a. Adanya keinginan penghuni
2.
KONDISI SAAT INI
DAMPAKNYA
a. Rentang kendali birokrasi cukup
panjang; b. Ketidakcepatan proses pengelolaan BMN di daerah.
untuk memiliki rumah negara; b. Jumlah PNS/TNI/Polri (posisi akhir 2013) sebanyak 5.230.644 orang; c. Jumlah rumah negara yang dimiliki oleh K/L (posisi akhir 2013) sebanyak 108.803 unit.
a. Potensi semakin berkurangnya jumlah rumah negara.
b. Terjadinya kesenjangan (gap)
antara jumlah rumah negara yang ada dengan kebutuhan sehingga banyak pejabat struktural yang tidak menenpati rumah dinas.
37
d. Peran DJKN Dalam Mengatasi Kendala Pengelolaan Aset/Kekayaan Negara a. Dalam meminimalisasi tren peningkatan gugatan terhadap tanah BMN 1. Kanwil DJKN melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis pengamanan aset negara dan sertifikasi tanah BMN. 2. Memberikan pendampingan dalam penanganan perkara-perkara dimaksud. b. Dalam mengatasi rentang kendali birokrasi pengelolaan BMN 1. Kanwil DJKN melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada satuan-satuan kerja. 2. Mengusulkan kepada kantor pusat DJKN untuk berkoordinasi dengan kantor pusat Kementerian Negara/Lembaga (K/L) untuk melimpahkan kewenangannya. e. Upaya Modernisasi Pengelolaan Kekayaan Negara Di Provinsi Bali Layanan berbasis elektronik:
f.
a.
SIMAN untuk manajemen asset;
b.
SIMPLe untuk pengurusan piutang Negara;
c.
e-Auction untuk pelayanan lelang.
Peran DJKN Dalam Mengatasi Kendala Pengelolaan Aset/Kekayaan Daerah Peran Djkn Dalam Membantu Pemda Untuk Mencapai LKPD Yang WTP a. Sharing Kwoledge Dalam Rangka Pengelolaan Aset Daerah; b. Penilaian Aset Daerah; c. Penyelesaian Piutang Daerah; d. Lelang Penghapusan Aset Daerah.
F. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI BALI 1. OVERVIEW PEREKONOMIAN PROVINSI BALI a. Pertumbuhan ekonomi
Ditengah perlambatan perekonomian global dan nasional, perekonomian Provinsi Bali masih menunjukkan kinerja yang cukup baik. Meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, perekonomian Bali masih mampu tumbuh sebesar 6,04% (yoy) 38
pada tahun 2015, atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang sebesar 4,79% (yoy).
Perlambatan ekonomi Bali secara tahunan, seiring dengan perlambatan ekonomi global, yang juga tumbuh melambat (dari 3,4% (yoy) pada 2014 menjadi 3,1% (yoy) di 2015). Disamping pengaruh ekonomi global dan nasional, perlambatan ekonomi Provinsi Bali pada tahun 2015 juga disebabkan antara lain oleh perlambatan pada kinerja industri pariwisata, sebagai dampak perlambatan pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dari 14,88% (yoy) di tahun 2014 menjadi 6,24% (yoy) pada tahun 2015, dengan jumlah mencapai + 4 juta orang.
Dari sisi permintaan, perlambatan dipengaruhi oleh karena perlambatan kinerja ekspor dan investasi.
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi provinsi Bali tahun 2015 bersumber dari terutama bersumber dari perlambatan kinerja lapangan usaha akomodasi makan dan minum (share 22,82%), lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan (share 14,92%) dan lapangan usaha transportasi dan pergudangan (share 9,28%).
b. Perkembangan Inflasi
Kinerja stabilitas harga (inflasi) Provinsi Bali relatif terkendali tercatat sebesar 2,75 % dan berada di bawah sasaran inflasi nasional 4%±1% (yoy) dan berada di bawah target inflasi RPJMD Provinsi Bali Tahun 2015 yang sebesar 4,40 – 4,74% (yoy).
Pada tahun 2015, tingkat inflasi Bali sebesar 2,75% (yoy), lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 3,35% (yoy) dan merupakan angka inflasi terendah selama 19 tahun terakhir.
39
Rata-rata inflasi Bali selama 3 tahun terakhir yang tercatat sebesar 6.45% (yoy) masih berada dibawah rata-rata inflasi nasional yang sebesar 6.70%
Pencapaian inflasi ini tidak terlepas dari hasil dari kerja keras Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali yang didukung oleh seluruh TPID Kabupaten dan Kota yang dibentuk secara bersama tanggal 11 Februari 2016.
c.
Komoditas Penyumbang Inflasi Provinsi Bali pada Februari 2016
Ketenagakerjaan
Tingkat pengangguran terbuka di Bali selama 3 tahun terakhir menunjukkan trend peningkatan. Pada Agustus 2015 tingkat pengangguran terbuka di Bali tercatat sebesar 1,99%, lebih tinggi bila dibandingkan periode periode Agustus 2014 yang sebesar 1,90% dan periode Agustus 2013 yang sebesar 1,83%.
Meskipun demikian, tingkat pengangguran terbuka Provinsi Bali masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Nasional yang tercatat sebesar 6,18% di periode Agustus 2015
Berdasarkan lapangan pekerjaan utama untuk periode Agustus 2015, pekerjaan penduduk Provinsi Bali secara mayoritas bergerak pada sektor perdagangan, rumah makan dan akomodasi dengan jumlah sebesar 768.075 orang, atau mencapai 33% dari total penduduk yang bekerja. Sementara itu, share sektor pertanian periode Agustus 2015 mencapai (share sebesar 22,4%) atau sejumlah 520.775 orang dari total penduduk yang bekerja. 40
d.
Perkembangan Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah menguat setelah mengalami tekanan depresiasi di bulan September 2015.
Pada Tw IV 2015, Rupiah menguat 6,27% secara point to point (ptp) dan mencapai level Rp 13.785 per dolar AS.
Tren apresiasi Rupiah didorong persepsi positif pelaku ekonomi pasca penurunan BI Rate, outlook ekonomi yang membaik, dan risiko kenaikan Fed Funds Rate (FFR) yang mereda seiring perkiraan kebijakan ke depan yang lebih „dovish’.
Penguatan berlanjut di 18 Maret 2016, dan ditutup pada Rp 13.115 per dolar AS.
Kondisi tersebut didukung oleh sentimen positif terkait dengan kemungkinan penundaan FFR dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
e.
Perkembangan KUPVA BB Provinsi Bali
Bank Indonesia terus mengawal kelancaran Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) di provinsi bali.
Dalam rangka implementasi dampak implementasi PBI 17/3/PBI/2015 Kewajiban Penggunaan Rupiah, perkembangan jumlah KUPVA BB berizin di Provinsi Bali terus menunjukkan trend yang positif.
Berdasarkan jumlah kantornya, pada akhir tahun 2015 tercatat terdapat 132 Kantor Pusat (KP) dan 479 Kantor Cabang (KC) KUPVA BB berizin di Provinsi Bali. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pertumbuhan jumlah KP meningkat sebesar 13,79% (yoy) dari sebelumnya 116 KP dan pertumbuhan jumlah KC meningkat sebesar 21,88% (yoy) dari sebelumnya 393 KC pada akhir tahun 2014.
41
Berdasarkan transaksinya, total transaksi pembelian dan penjualan KUPVA BB berizin tahun 2015 masing-masing sebesar Rp15,04 triliun dan Rp14,97 triliun. Dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya, total transaksi pembelian dan penjualan tersebut masing-masing menunjukkan peningkatan sebesar 8,72% (yoy) dan 7,78% (yoy) dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan jumlah jaringan kantor KUPVA didorong oleh upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kepada Wisman melalui fasilitas kerjasama antara Hotel dan KUPVA untuk membuka kantor pelayanan di hotel.
2. PROYEKSI PEREKONOMIAN PROVINSI BALI a. Pertumbuhan Ekonomi Bali 2016
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada tahun 2016 diperkirakan berada dalam kisaran 6,09% (yoy)- 6,84% (yoy).
Perkembangan inflasi pada tahun 2016 berada dalam kisaran 4% ± 1%.
Sementara itu, berdasarkan asumsi APBN tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Nasional sebesar 5,3% (yoy), sementara inflasi nasional diperkirakan sebesar 4,7%. Bank Indonesia juga telah menyusun asumsi makro ekonomi nasional tahun 2016, dengan pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan berada dalam kisaran 5,2%-5,6% (yoy) sedangkan inflasi diperkirakan berada dalam kisaran 4% ± 1%.
Secara umum, perekonomian Provinsi Bali pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih baik dalam kisaran 6,09% (yoy) – 6,84% (yoy).
42
Adapun faktor-faktor yang diperkirakan akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali adalah: a. Faktor Pendorong: -
Perkiraan membaiknya perekonomian global;
-
Optimisme membaiknya industri pariwisata;
-
Kebijakan bebas visa;
-
Berakhirnya periode El Nino dan pelaksanaan GPPTT;
-
Dukungan pembangunan infrastruktur fisik;
-
Tendensi penurunan suku bunga perbankan sejalan dengan penurunan BI rate.
b. Faktor Penghambat:
-
Kendala infrastruktur;
-
Kendala perlindungan hak kekayaan intelektual;
-
Kendala SDM;
-
Kendala teknologi.
Optimisme peningkatan kinerja industri pariwisata yang didorong oleh perbaikan kinerja pertumbuhan ekonomi global
Kebijakan bebas visa (tahun 2016 mencapai 174 negara), diperkirakan akan mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Bali.
Peningkatan kinerja sektor pertanian, seiring dengan mulai berakhirnya periode el nino dan pelaksanaan Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu.
Akselerasi peningkatan konsumsi pemerintah yang didorong oleh pembangunan proyekproyek infrastruktur.
peningkatan konsumsi rumah tangga dan perkiraan perbaikan kinerja ekspor seiring dengan membaiknya perekonomian global dan dampak dari paket deregulasi kebijakan Pemerintah yang dikeluarkan tahun 2015.
Penurunan tingkat suku bunga KUR menjadi 9% per tahun dan tendensi penurunan suku bunga kredit perbankan seiring dengan penurunan BI rate menjadi 6,75%, diperkirakan akan mendorong akselerasi perkembangan dunia usaha.
Kebijakan pembebasan visa yang telah dikeluarkan Pemerintah secara bertahap (ditargetkan pada tahun 2016 jumlah Negara bebas visa mencapai 174 negara) telah memberikan dampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisman dari sebagian besar 43
negara yang telah mendapatkan pembebasan visa pada tahun 2015 seperti pada tabel disamping.
Kebijakan tersebut berpotensi mendorong perekonomian Prov. Bali seiring dengan diversifikasi asal wisman ditengah-tengah risiko perlambatan global.
b. Langkah-langkah dalam rangka melakukan pengendalian inflasi di Provinsi Bali 1. Pembentukan TPID di seluruh Kabupaten/Kota se- Provinsi Bali
Provinsi Bali saat ini telah dibentuk TPID di seluruh Kabupaten/Kota, yaitu terdiri dari 1 TPID Provinsi Bali dan 9 TPID Kabupaten/Kota.
Masing-masing TPID aktif melakukan rapat teknis dan rapat HLM se-Provinsi Bali.
2. Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Sebagai referensi masyarakat dalam berbelanja dan mengurangi disparitas harga pasar antar daerah. 3. Koordinasi Perdagangan Antar Daerah Membuat MoU kerjasama distribusi barang antar PD Pasar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 4. Penyusunan Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Bali Roadmap sebagai acuan pengendalian inflasi Provinsi Bali jangka pendek (2015-2016) dan menengah (2017-2018). Kegiatan pengendalian inflasi di daerah yang dilakukan Bank Indonesia Prov. Bali bersama dengan instansi/dinas terkait dalam wadah TPID diarahkan pada tercapainya “4K”, yaitu: 1. Ketersediaan Pasokan •
Menjaga ketersediaan pasokan barang kebutuhan pokok.
•
Menguatkan komitmen dan merealisasikan kerjasama perdagangan dengan daerah pemasok.
•
Membangun dan memperkuat ketahanan pangan Provinsi Bali khususnya untuk komoditas strategis.
2. Keterjangkauan Harga •
Transparansi proses pembentukan harga.
44
•
Program stabilisasi harga (Pemantauan harga harian, Sidak, Operasi Pasar/Pasar Murah yang dilakukan tiap minggu di berbagai lokasi/wilayah di Kabupaten/Kota Prov. Bali).
3. Kelancaran Distribusi •
Peningkatan dan pembenahan infrastruktur distribusi/transportasi dan pertanian.
•
Kerjasama dengan aparat terkait dalam kelancaran dan keamanan distribusi barang (termasuk pemberantasan penimbunan stok).
4. Komunikasi Ekspektasi •
Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Singapura.
•
Informasi ke masyarakat melalui media terkait pengendalian harga (Siaran Pers, Talkshow).
c. Kendala dalam pengendalian inflasi di Provinsi Bali Terdapat beberapa kendala dalam Pengendalian inflasi di Bali yang meliputi: •
Kapasitas produksi bahan pangan yang semakin berkurang karena terbatasnya ketersediaan dan penyediaan tenaga kerja karena sektor pertanian yang kurang diminati.
•
Rantai pemasaran dan distribusi yang masih panjang.
•
Adanya alih fungsi lahan dari daerah pertanian ke non pertanian Diperlukan Peraturan Daerah (Perda) tentang lahan pertanian abadi sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
•
Produksi pangan yang sering terganggu akibat faktor cuaca/musim.
•
Infrastruktur jalan (akses menuju pedesaan) yang kondisinya kurang mendukung dalam pengangkutan hasil produksi bahan pangan ke pusat pemasaran.
•
Kurangnya pasokan/produksi untuk memenuhi kebutuhan yang dapat menyebabkan harga bergejolak.
•
Perlu adanya penyusunan Undang-Undang terkait TPID oleh pemerintah pusat.
•
Perlu adanya pendalaman pemahaman dan peningkatan awareness kepada masing– masing SKPD yang tergabung dalam TPID untuk turut serta menahan laju inflasi.
45
•
Belum terbentuknya komitmen SKPD yang menjadi kontributor dalam input data harian pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Provinsi Bali sehingga diperlukan tambahan SDM dalam pelaksanaannya. Adapun kendala dari SKPD tersebut adalah : Keterbatasan dana operasional Keterbatasan sumber daya manusia/petugas Infrastruktur IT dan jaringan di beberapa daerah yang belum memadai Responden survei harga di pasar kurang memahami pentingnya pemantauan harga secara harian.
d. Langkah-langkah dalam rangka memperkuat KPw BI di daerah dalam mendukung perekonomian dan mendorong terciptanya stabilitas harga di daerah. 1. Bank Indonesia sebagai strategic advisor Pemda melakukan asesmen dan kajian sebagai bahan penyusunan rekomendasi termasuk mendalami isu-isu strategis yang terjadi di Provinsi Bali. 2. Dalam rangka mendorong terciptanya stabilitas harga di daerah, upaya pengendalian inflasi melalui implementasi kebijakan moneter akan diperkuat dengan sinergitas Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah melalui TPID 3. Dalam upaya mendukung peningkatan kemandirian ekonomi daerah termasuk ketahanan pangan, Bank Indonesia menginisiasi berbagai kegiatan untuk menggerakkan sektor riil di antaranya memberikan bantuan teknis termasuk implementasi teknologi barukepada usaha kecil dan mikro, membentuk klaster komoditas yang berorientasi ekspor (kopi) dan yang berbasis ketahanan pangan (sapi dan padi) 4. Pada sistem pembayaran tunai Bank Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat melalui peningkatan kegiatan penukaran uang dan kegiatan kas keliling, baik dari sisi frekuensi maupun cakupan wilayah 5. Pada sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia bekerjasama dengan pemerintah kota Denpasar telah menandatangani nota kesepahaman implementasi elektronifikasi pada tanggal 30 Juni 2015.
46
e. Langkah-langkah dalam rangka peningkatan kualitas dan pemenuhan permintaan uang rupiah sesuai kebutuhan. 1. Meningkatkan layanan kas keliling bersama perbankan di Prov. Bali Periode JanuariDesember tahun 2015, telah dilaksanakan kegiatan kas keliling sebanyak 86 Kali, meningkat dari tahun 2014 pada periode yang sama (47 kali). Adapun jumlah nominal yang telah didistribusikan kepada masyarakat di tahun 2015 sebesar Rp50,6 Milyar. 2. Program Card To Cash atau Book To Cash Melalui implementasi program card to cash atau book to cash, diharapkan coverage layanan kepada masyarakat untuk memperoleh Uang Kecil Layak Edar menjadi lebih luas.
G. OTORITAS JASA KEUANGAN a. Perkembangan kinerja perbankan 1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
2. Total Aset
47
3. Kredit yang diberikan
4. Kredit Usaha Rakyat
b. Analisis Risiko Perbankan di Provinsi Bali 1. PT. Bank Pembangunan Daerah Bali -
Risiko kredit bank relatif rendah;
-
Risiko ikuiditas bank masih tergolong rendah;
-
Risiko pasar bank tergolong rendah.
2. PT. Bank Mandiri Taspen Pos -
Risiko kredit bank relatif rendah;
-
Risiko ikuiditas bank masih tergolong rendah;
-
Risiko pasar bank tergolong rendah.
48
c. Kegiatan Lembaga Jasa Keuangan di Provinsi Bali
d. Pengaduan dan layanan informasi konsumen kantor OJK Provinsi Bali periode Januari – Desember 2016
49
e. Mekanisme kerja yang telah dibangun oleh OJK -
KR 8 Bali dan Nusa Tenggara aktif melakukan koordinasi dan komunikasi dengan unsur pimpinan daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan instansi vertikal terkait seperti BI, BPS, BPK, Kanwil Pajak, Kepolisian dan Kejaksaan.
-
Saat ini telah dibentuk Forum Komunikasi Lembaga Jasa Keuangan (FKLJK) Provinsi Bali yang merupakan wadah pertukaran informasi dan koordinasi antara regulator dengan/antar asosiasi industri jasa keuangan.
-
Dalam rangka percepatan akses keuangan dan meningkatkan kontribusi industri jasa keuangan dalam pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan UMKM, saat ini dalam proses pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Bali yang dipimpin oleh Gubernur Bali dengan anggota terdiri dari SKPD dan lembaga terkait.
H. LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN a. Jumlah Bank di Provinsi Bali yang berada dalam penjaminan LPS
b. Jumlah rekening dan simpanan di Provinsi Bali yang berada dalam penjaminan LPS
50
c. Data jumlah simpanan
d. Data jumlah simpanan dijamin
e. Data penerimaan Premi LPS dari perbankan di Bali
51
f. Likuidasi dan Klaim Penjaminan
g. Upaya LPS menjaga Stabilitas Sistem Perbankan Nasional Upaya yang dilakukan oleh LPS dalam memelihara dan menjaga ketahanan dan stabilitas sistem perbankan nasional: a. Sebagai anggota FKSSK, yang aktif dalam melakukan asesmen atas kondisi makro dan industri perbankan (Psl 44 UU OJK). b. Penetapan suku bunga penjaminan (LPS rate) secara berkala (Psl 19 UU LPS). c. Penyelesaian Bank Gagal Non Sistemik LPS telah melikuidasi 66 bank yang terdiri dari 1 bank umum dan 65 BPR sampai dengan 31 Desember 2015 (Psl 43-54 UU LPS). d. Penyelamatan 1 bank umum (PT Bank Century, Tbk).
52
I.
PT. ASKRINDO a. Kinerja operasional dan kinerja keuangan
b. Perkembangan Kinerja Penjaminan KUR Provinsi Bali per Bank Pelaksana sejak 2013 Februari 2016 adalah sebagai berikut:
53
c. Penjaminan KUR Provinsi Bali per Bank Pelaksana sejak 2013 - Februari 2016 adalah sebagai berikut:
d. Penjaminan KUR Provinsi Bali per Sektor Usaha sejak 2007 sampai dengan 31 Desember 2014 adalah sebagai berikut:
e. Non Performing Guarantee (NPG): Non Performing Guarantee (NPG) Kredit Usaha Rakyat PT Askrindo di Wilayah Propinsi Bali terakhir Seluruh Bank Pelaksana Penyalur KUR (2013 sd 29 Februari 2016) adalah sebesar 3,1%. Dan yang tertinggi Bank Tabungan Negara 3 Tahun (2013 sd 29 Februari 2016) terakhir sebesar 36,8%. 54
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Non Performing Guarantee (NPG) antara lain: -
Kesiapan Nasabah Calon Debitur Kur Kesiapan nasabah menjalankan usahanya sangat mempengaruhi kemampuan nasabah untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban
kredit
kepada
bank
pelaksana.
Nasabah
yang
berpengalaman pada umumnya mempunyai kecenderungan lebih mampu mengelola usahanya sehingga diharapkan dapat menyelesaikan kewajibannya kepada bank. -
Sektor Usaha Yang Dimasuki Sektor usaha yang dibiayai oleh perbankan tingkat resikonya berbeda-beda, dan pada umumnya sektor yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor usaha yang tahan terhadap perubahan lingkungan.
-
Pendampingan Dan Pembinaan Teknis Keberhasilan usaha debitur tidak semata-mata tergantung pada aspek permodalan, namun juga dipengaruhi iklim usaha, aspek pembinaan teknis, proses produksi, dan pemasaran yang saling berkaitan. Bagi UMKMK faktor pendampingan dan pembinaan mempunyai peranan penting dan sangat berpengaruh pada keberhasilan dalam mengelola usahanya. Sifat pemberian kredit yang terpadu dengan pendampingan dan pembinaan merupakan skema kredit yang ideal bagi UMKMK.
-
Kesiapan Bank Pelaksana Penyalur Kur Bank pelaksana KUR yang mempunyai akses lebih dekat dengan UMKMK mempunyai kecenderungan dapat melakukan pengendalian lebih baik kepada UMKMK, sehingga diharapkan dapat menekan tingkat Non Performing Guarantee (NPG).
-
Sosialisasi Program Kur Diperlukan sosialisasi yang lebih terpadu dari pihak-pihak yang terkait, sehingga ada kesamaan persepsi dalam pelaksanaan program penjaminan KUR.
g. Upaya-upaya untuk menekan tingkat Non Performing Guarantee (NPG) antara lain: Peran serta seluruh pihak yang terkait dalam upaya melakukan kontrol agar Non Performing Guarantee (NPG) KUR tidak menjadi tinggi adalah sangat diperlukan. Dalam hal ini, langkahlangkah yang dilakukan oleh Askrindo untuk menekan tingkat NPG, yaitu sebagai berikut :
55
-
Terhadap KUR yang telah memasukan NPL (coll 3, 4, 5) akan segera dikomunikasikan dengan pihak bank pelaksana KUR, agar terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah restrukturisasi, dan klaim merupakan upaya atau langkah terakhir dalam penyelesaian KUR;
-
Sosialisasi ketentuan dan persyaratan program KUR, baik kepada pihak Bank Pelaksana KUR maupun instansi-instansi atau Dinas terkait pembina UMKMK;
-
Melakukan verifikasi secara cermat atas berkas-berkas dan data-data permohonan penerbitan Sertifikat Penjaminan program KUR;
-
Melakukan pengawasan pelaksanaan KUR, baik secara administratif maupun secara langsung di lapangan.
h. Pembinaan dan Pelatihan Dalam melakukan pembinaan dan pelatihan PT. Askrindo tidak melakukan secara langsung namun melibatkan beberapa pihak diantaranya bekerjasama dengan instansi terkait, bekerjasama dengan Pemprov/Pemkot/Pemkab dan Bank Pelaksana penyaluran KUR, hal ini dilakukan untuk menjaga Moral Hazard masyarakat yang selama ini beranggapan bahwa kredit yang sudah dijamin tidak perlu dikembalikan sehingga menimbulkan kredit macet. J. JAMKRINDO a. Kinerja operasional dan kinerja keuangan i.
Kinerja Operasional
56
ii.
Kinerja keuangan
b. Penjaminan kredit di Provinsi Bali
57
c. Permasalahan KUR -
Masyarakat masih beranggapan bahwa kredit program merupakan dana hibah dari pemerintah.
-
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemacetan KUR disebabkan karena keterbatasan pengalaman UMKM dalam menjalankan usahanya dan keterbatasan kemampuan manajemen.
d. Non Performing Guarantee (NPG) di wilayah Provinsi Bali
e. Kendala Pelaksanaan KUR
58
III. TINDAK LANJUT HASIL KUNJUNGAN KERJA Berdasarkan informasi dan permasalahan yang diperoleh oleh Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI pada saat melaksanakan kunjungan ke Provinsi Bali, Tim Kunjungan Kerja menyampaikan beberapa rekomendasi untuk ditindak lanjuti sebagai berikut: a. Komisi XI DPR RI meminta kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk menyampaikan jawaban tertulis serta masukan terkait dengan Naskah Akademis Dana Bagi Hasil Pajak khususnya dari sektor pariwisata secara lengkap dan komprehensif kepada Komisi XI DPR RI. Dengan ini, maka Komisi XI DPR RI dapat menyalurkan aspirasi dan masukan dari daerah untuk diteruskan dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah Pusat. b. Komisi XI DPR RI meminta data lebih lanjut terkait Perusahaan-Perusahaan yang melakukan operasi usaha di daerah Provinsi Bali tetapi memiliki NPWP di Pusat. c. Komisi XI DPR RI meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi Bali untuk terus mengembangkan UMKM dengan memberikan kemudahan penyaluran KUR kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Terkait dengan usulan pembangunan infrastruktur, Komisi XI DPR RI akan mengupayakan untuk membantu Pemerintah Daerah melalui PT. SMI mengingat bunga yang kecil dan Komisi XI akan meminta agar dapat dilibatkan secara langsung dalam kegiatan Musrenbang sesuai dengan Daerah Pemilihan masing-masing. e. Terkait kendala dan permasalahan yang telah disampaikan baik oleh seluruh mitra Kerja dalam Kunjungan Kerja Spesifik di Provinsi Bali, Komisi XI DPR RI akan segera melakukan pembahasan lanjutan dalam rapat-rapat Komisi XI DPR RI dengan kementerian terkait/pemerintah agar kendala dan permasalahan yang terjadi dapat segera diselesaikan.
59
IV. PENUTUP Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi Bali. Kami mengharapkan berbagai data dan informasi yang diperoleh didalam laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta ditindaklanjuti dalam Rapat-rapat Komisi XI DPR RI. Jakarta, Maret 2016 TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI PROVINSI BALI Ketua, Ir. H. SOEPRIYATNO A- 365
60