laporan analisis anggaran dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
PROGRAM KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA)
Disusun oleh Perkumpulan Inisiatif Bandung bekerja sama dengan The Asia Foundation Bandung 2009
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
daftar isi
RINGKASAN EKSEKUTIF ~ 5
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ~ 13 1.2 Tujuan ~ 15 1.3 Manfaat ~ 16 2. METODOLOGI 2.1 Lingkup Analisis ~ 17 2.2 Pengumpulan Data ~ 17 2.3 Pengukuran ~ 18 2.4 Analisis Data ~ 19 3. KONDISI UMUM KIBBLA 3.1 Pencapaian Kinerja KIBBLA ~ 21 3.2 Gambaran Singkat DTPS ~ 22 4. TEMUAN DAN ANALISIS 4.1 Proses Perencanaan, Penganggaran, dan Kegiatan KIBBLA ~ 31 4.2. Kegiatan KIBBLA di Sektor Lain ~ 37 4.3 Efektifitas DIsain Kegiatan KIBBLA ~ 8 4.4 Kondisi Umum Anggaran ~ 42 4.4.1 Pendapatan Daerah ~ 42 4.4.1.1 Pendapatan Asli Daerah ~ 43 4.4.1.2 Dana Perimbangan ~ 45 4.4.1.3 Pendapatan Daerah Lainnya yang Sah ~ 47 4.4.2 Belanja Daerah ~ 48 4.4.2.1 Gambaran Umum Alokasi Belanja Daerah ~ 50 4.4.2.2 Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung ~ 52 4.4.2.3 Belanja Daerah Langsung Menurut Jenis Belanja ~ 53 4.4.2.4 Prioritas Belanja Urusan ~ 55 4.5 Anggaran Kesehatan ~ 57 4.5.1 Pendapatan Kesehatan ~ 57 4.5.2 Belanja Kesehatan ~ 60 4.5.3 Besaran Per Kapita ~ 61 4.5.4 Belanja Kesehatan Tidak Langsung dan Langsung ~ 62 4.5.5 Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja ~ 63 4.6 Anggaran KIBBLA ~ 64 4.6.1 Belanja KIBBLA ~ 64 4.6.1.1 Belanja KIBBLA vs Belanja Daerah ~ 64 4.6.1.2 Belanja KIBBLA menurut jenis belanja ~ 65 4.6.2 Sumber Anggaran KIBBLA Non APBD ~ 66 4.6.3 Peluang Peningkatan Anggaran Untuk KIBBLA ~ 68 4.6.3.1 Perkiraan kecukupan anggaran KIBBLA ~ 68 4.6.3.2 Perkiraan potensi anggaran untuk KIBBLA ~ 69 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ~ 74 5.2 Saran ~ 75
3
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
4
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
foto: pieter p. setra
ringkasan eksekutif
Pendahuluan
A
nalisis anggaran ini dilatarbelakangi oleh pentingnya mengetahui data dan informasi anggaran sebagai dasar dalam melakukan advokasi untuk peningkatan anggaran KIBBLA di Kabupaten Malang dan Pasuruan. Pada pertengahan tahun 2009 sampai pertengahan 2010, HSP melanjutkan programnya pada Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang di Provinsi Jawa Timur. Fokus kegiatan HSP periode ini adalah meningkatkan peran komunitas desa dan puskesmas dalam meningkatkan anggaran KIBBLA melalui proses musyawarah pembangunan desa (musrenbangdes) dan perencanaan tingkat puskesmas.
Tujuan umum analisis anggaran ini adalah ingin mengetahui sejauhmana komitmen, konsistensi dan relevansinya anggaran KIBBLA di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan. Secara khusus, tujuan analisis ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan proses perencanaan dan penganggaran daerah termasuk di dalamnya kegiatan KIBBLA, memahami profil dan karakteristik anggaran daerah, mengukur komitmen pemerintah daerah melalui proporsi dan belanja langsung anggaran kesehatan dan anggaran KIBBLA terhadap anggaran daerah, mengetahui konsistensi usulan DTPS dengan pelayanan yang berbasis bukti, mengetahui relevansi dana dekonsentrasi dengan kebutuhan anggaran kesehatan dan anggaran KIBBLA, dan mendapatkan informasi tentang kecukupan dan potensi realokasi anggaran untuk KIBBLA.
Temuan-Temuan Kabupaten Malang dan Pasuruan masih menghadapi permasalahan kematian ibu dan anak yang relatif tinggi dilihat dari jumlah kasus kematian
5
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Dari 19 kegiatan KIBBLA yang dianggarkan oleh Malang hampir seluruhnya terkait dengan upaya kesehatan anak sementara ada 11 kegiatan yang terkait dengan upaya kesehatan ibu.
yang terjadi. Sayangnya data angka kematian ibu dan anak tidak dikelola dengan baik terutama untuk Kabupaten Pasuruan. Ketiadaan data yang baik menyebabkan perencanaan kegiatan tidak dapat diukur tingkat pencapaiannya. Penyebab kematian ibu dan anak dianggap sudah sangat dipahami. HSP telah memperkenalkan apa yang disebut paket intervensi berbasis bukti untuk mengatasi beragam penyebab kematian ibu dan anak yang dianggap efektif dalam biaya. Melalui DTPS, HSP telah memfasilitasi daerah menyusun kegiatan KIBBLA yang merujuk kepada paket intervensi berbasis bukti. Tingkat paritisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran relatif rendah. Proses musrenbang di Malang dan Pasuruan masih menghadapi permasalahan yang relatif mendasar antara lain belum adanya aturan yang memberikan panduan bagi desa untuk menyelenggarakan musrenbang dengan baik, belum adanya informasi anggaran yang disebarluaskan kepada desa dan kecamatan baik yang akan dilaksanakan maupun sebagai bahan dalam mengusulkan kegiatan, keterlibatan masyarakat relatif terbatas terutama pada forum SKPD, usulan kegiatan didominasi usulan-usulan fisik. Tingkat akomodasi usulan KIBBLA dari hasil musrenbang di Pasuruan relatif tinggi sedangkan di Malang sangat rendah. Untuk Pasuruan dari 19 usulan pembangunan polindes 13 terakomodasi. Lima usulan rehab polindes semuanya masuk dalam DPA. Sementara untuk Malang dari 7 usulan hanya 1 usulan kegiatan yang diakomodasi dalam DPA yaitu pembangunan polindes. Kegiatan-kegiatan KIBBLA yang ada dalam DPA Dinas Kesehatan Malang dan Pasuruan relatif kurang konsisten terhadap paket intervensi berbasis bukti. Dari 19 kegiatan KIBBLA yang dianggarkan oleh Malang hampir seluruhnya terkait dengan upaya kesehatan anak sementara ada 11 kegiatan yang terkait dengan upaya kesehatan ibu. Untuk upaya kesehatan anak, tercatat 12 kegiatan (63 persen) yang relatif relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Sedangkan dari 11 kegiatan kesehatan ibu tercatat 6 kegiatan (55 persen) yang relatif relevan dengan intervensi berbasis bukti. Di Pasuruan, dari 20 kegiatan tercatat 9 dari 17 kegiatan upaya kesehatan anak atau sekitar 53 persen kegiatan relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Sementara dari 16 upaya kesehatan ibu tercatat 8 kegiatan (50 persen) yang relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Selain Dinas Kesehatan, kegiatan-kegiatan terkait KIBBLA juga terdapat pada lembaga yang mengelola urusan keluarga berencana. Dikaitkan dengan paket intervensi berbasis bukti, seluruh kegiatan (11 kegiatan) tersebut hanya konsisten dengan satu intervensi yaitu kontrasepsi dan keluarga berencana. Dari segi cost-effective, perlu ditinjau lagi apakah betul-betul efektif dan efisien dalam mencapai tujuan peningkatan penggunaan kontrasepsi. Disain kegiatan-kegiatan KIBBLA secara umum belum menunjukkan disain kegiatan yang efektif dan efisien. Penyusunan rencana kinerja tidak sinkron dengan kebutuhan sumber daya KIBBLA. Pengalokasian anggaran cenderung tidak efektif dan efisien di lihat dari kebutuhan sumber daya KIBBLA. Dengan kondisi seperti itu, meskipun alokasi anggaran KIBBLA
6
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
meningkat belum tentu dapat menghasilkan dampak yang positif bagi peningkatan kesehatan ibu, balita dan anak. Pendapatan daerah Kabupaten Malang dan Pasuruan cenderung meningkat dan sebagian besar (lebih dari 80 persen) ditopang oleh dana perimbangan. Pada 2007, dana perimbangan Malang mencapai sekitar 83 persen dan meningkat menjadi 87 persen pada 2009. Sedangkan Pasuruan, pada 2007 sekitar 86 persen meningkat pada 2009 menjadi 87 persen. Sementara kontribusi PAD meski mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, proporsinya terhadap total pendapatan daerah relatif rendah (8 persen). Kontribusi pendapatan daerah lainnya terhadap total pendapatan daerah untuk Malang pada rata-rata sekitar 6,5 persen per tahun sedangkan Pasuruan sekitar 4,6 persen. Dalam tiga tahun terakhir pendapatan lainnya cenderung menurun untuk Malang dan fluktuatif untuk Pasuruan. Komposisi pajak daerah dalam PAD selama dua tahun terakhir konsisten mengalami penurunan sebaliknya retribusi daerah konsisten mengalami peningkatan. Kontribusi pajak daerah Malang menurun dari 28 persen pada 2008 menjadi 27 persen pada 2009. Sementara kontribusi retribusi daerah meningkat dari 18 persen pada 2008 menjadi 22 persen pada 2009. Di Pasuruan, kontribusi pajak daerah menurun dari 62 persen pada 2008 menjadi 58 persen pada 2009. Sementara kontribusi retribusi daerah meningkat dari 26 persen pada 2008 menjadi 31 persen pada 2009. Peningkatan retribusi mengindikasikan beban masyarakat untuk mengakses pelayanan publik semakin besar. Belanja daerah Kabupaten Malang dan Pasuruan selama tiga tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan belanja selalu diiringi peningkatan defisit anggaran. Dalam tiga tahun terakhir, Malang telah menyusun anggaran defisit yang meningkat yaitu dari 7 persen terhadap total pendapatan daerah pada 2007 menjadi 17 persen pada 2009. Sementara Pasuruan mengalami defisit pada 2007 sekitar 5 persen, meningkat pada 2008 sekitar 10 persen dan turun menjadi 8 persen pada 2009. Pengeloaan defisit Malang dan Pasuruan telah melampaui batas maksimal yang ditetapkan sebesar 3,5 persen.
Peningkatan belanja daerah dalam tiga tahun terakhir ternyata sebagian besar lebih banyak dinikmati oleh aparat pemerintah.
Ada kontradiksi antara per kapita belanja tidak langsung dengan per kapita belanja langsung. Disatu sisi, belanja langsung per kapita yang mencerminkan kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat cenderung menurun di sisi yang lain belanja tidak langsung per kapita yang sebagian besar dinikmati aparat justru terus meningkat. Kondisi kontradiktif tersebut menunjukkan dari sisi pengelolaan belanja secara umum, baik Malang maupun Pasuruan relatif sama buruknya. Peningkatan belanja daerah dalam tiga tahun terakhir ternyata sebagian besar lebih banyak dinikmati oleh aparat pemerintah. Sebaliknya belanja untuk meningkatkan pembangunan, pelayanan publik dan kesejateraan masyarakat malah cenderung turun. Belanja gaji pegawai di Malang dan Pasuruan merupakan kategori belanja yang mendominasi dari seluruh jenis belanja yang ada dan cenderung terus meningkat. Di Malang, belanja gaji pegawai rata-rata sekitar 51 persen terhadap total belanja daerah sementara Pasuruan rata-rata 47 persen. Tingginya belanja ini mengindikasikan biaya operasional pemerintah jauh
7
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Total belanja hibah dan bantuan sosial terhadap total belanja daerah setiap tahun rata-rata mencapai 6 persen untuk Malang dan 4 persen untuk Pasuruan.
lebih besar daripada biaya kegiatan pembangunan atau pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Besarnya proporsi belanja hibah dan bantuan sosial mengurangi komposisi anggaran untuk membiayai urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan minimum. Total belanja hibah dan bantuan sosial terhadap total belanja daerah setiap tahun rata-rata mencapai 6 persen untuk Malang dan 4 persen untuk Pasuruan. Daerah seharusnya mendahulukan pemenuhan belanja untuk menyelenggarakan urusan wajib terutama yang terkait dengan pembangunan dan pelayanan publik. Proporsi belanja tidak langsung lebih besar dan cenderung terus meningkat daripada belanja langsung daerah yang cenderung mengalami penurunan. Komposisi belanja tidak langsung Malang dan Pasuruan rata-rata 65 persen dan 56 persen setiap tahun sebaliknya belanja langsung masing-masing daerah rata-rata 35 dan 44 persen dari total belanja daerah. Belanja tidak langsung Malang meningkat dari 65 persen pada 2007 menjadi 70 persen pada 2009. Belanja tidak langsung Pasuruan meningkat dari 53 persen pada 2007 menjadi 58 persen pada 2009. Sementara belanja langsung Malang turun dari 35 persen pada 2007 menjadi 30 persen pada 2009. Belanja langsung Pasuruan menurun dari 47 persen pada 2007 menjadi 42 persen pada 2009. Hal ini mengindikasikan kebijakan belanja daerah yang cenderung semakin tidak berpihak kepada masyarakat. Dilihat dari jenis belanja langsung, Malang cenderung kepada pembangunan fisik sementara
8
Pasuruan sudah mulai bergeser kepada pembangunan non fisik. Komposisi belanja modal Malang rata-rata 52 persen sementara belanja honor dan barang dan jasa masing-masing rata-rata 15 persen dan 34 persen. Sedangkan Pasuruan belanja barang jasa ratarata 49 persen, belanja honor 11 persen, dan belanja modalnya ratarata 40 persen. Malang memiliki tingkat komitmen sangat rendah (di bawah 7 persen) dan Pasuruan tingkat komitmennya rendah terhadap urusan kesehatan (di bawah 10 persen). Komposisi anggaran kesehatan Malang rata-rata sekitar 5,6 persen atau menempat urutan kelima dalam urutan komposisi anggaran urusan terbesar. Sedangkan komposisi anggaran kesehatan Pasuruan ratarata 8,5 persen atau posisi keempat dalam urutan urusan daerah penerima anggaran terbesar. Sektor kesehatan masih menjadi tumpuan sumber PAD baik di Malang maupun Pasuruan. Jumlah pendapatan kesehatan dari retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit dan puskesmas merupakan penyumbang retribusi daerah terbesar dan setiap tahun mengalami peningkatan. Pada 2009, retribusi kesehatan Malang berkontribusi kepada total retribusi daerah sebesar 41,8 persen atau urutan pertama dari 12 penyumbang retribusi daerah. Angka ini tidak termasuk dari rumah sakit yang masuk kategori pendapatan daerah lainnya yang sah. Kontribusi retribusi kesehatan Pasuruan sebesar 64,4 persen atau urutan pertama 17 penyumbang retribusi daerah. Belanja kesehatan per kapita ratarata mengalami peningkatan tetapi kalau dilihat dari per kapita belanja
foto: pieter p. setra
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
langsung terjadi penurunan dalam 2 tahun terakhir baik di Malang dan Pasuruan. Belanja kesehatan per kapita Malang pada 2009 sebesar Rp 37.520 meningkat sedikit dari tahun 2008 sebesar Rp 37.513 sedangkan belanja langsung per kapitanya menurun dari Rp 22.071 pada 2008 menjadi Rp 15.592 pada 2009. Di Pasuruan, belanja kesehatan per kapita meningkat dari Rp 57.760 pada 2008 menjadi Rp 59.851 pada 2009 sedangkan belanja langsung per kapitanya menurun dari Rp 35.169 pada 2008 menjadi Rp 31.428 pada 2009. Penurunan ini disebabkan meningkatnya belanja tidak langsung urusan kesehatan pada dua tahun terakhir. Selain itu, besaran per kapita Malang maupun Pasuruan masih jauh dari standar yang disarankan Bank Dunia.
Pasuruan baru mencapai setengah yang disarankan sementara Malang baru seperempatnya. Di lihat dari kelompok belanjanya, secara umum belanja kesehatan Pasuruan relatif lebih baik dari pada Malang. Pasuruan lebih banyak mengalokasikan anggaran belanja langsung untuk program dan kegiatan sekitar 59 persen dan belanja tidak langsungnya untuk gaji pegawai sekitar 41 persen. Sementara Malang, belanja tidak langsung rata-rata 52 persen sedang belanja langsung 48 persen. Komposisi belanja langsung dinas kesehatan dan rumah sakit terhadap belanja langsung daerah di Malang masih sangat rendah yaitu di bawah 5 persen. Demikian juga Pasuruan, komposisi belanja langsung dinas kesehatan dan rumah sakit rata-rata sekitar 7 persen dan 4,3 persen.
9
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Besarnya kontribusi DAK terhadap total belanja KIBBLA Malang membuat rentan terhadap penurunan karena DAK tidak selalu tersedia setiap tahun.
Secara umum tampak ada pergeseran pola alokasi anggaran kesehatan dari yang belanja fisik kepada non fisik. Dalam dua tahun terakhir, komposisi belanja modal baik Malang maupun Pasuruan mengalami penurunan masing-masing sekitar 16 dan 13 persen. Sebaliknya belanja barang dan jasa cenderung mengalami peningkatan masing-masing Malang dan Pasuruan sekitar 10 dan 14 persen. Belanja honor di Malang meningkat 5 persen sedang Pasuruan menurun1 persen. Malang dan Pasuruan menunjukkan komitmen yang sangat rendah terhadap KIBBLA. Besaran anggaran KIBBLA Malang mengalami peningkatan sekitar 66,8 persen sedangkan Pasuruan meningkat sekitar 214,5 persen. Akan tetapi Belanja per kapita Malang dan Pasuruan pada 2009 masing-masing baru mencapai 5 persen dan 12 persen dari standar Bappenas. Peluang keberlanjutan peningkatan anggaran KIBBLA Pasuruan relatif lebih baik daripada Malang. Besarnya kontribusi DAK terhadap total belanja KIBBLA Malang membuat rentan terhadap penurunan karena DAK tidak selalu tersedia setiap tahun. Dibandingkan terhadap total nominal belanja KIBBLA, kontribusi DAK pada 2008 dan 2009 di Malang masingmasing sekitar 57 persen dan meningkat menjadi 67 persen. Sementara di Pasuruan pada tahun yang sama kontribusi DAK sekitar 32 persen kemudian turun menjadi 14 persen. Peningkatan DAK yang dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan fisik seperti polindes, puskesmas, dan sarana mobilitas berpengaruh pada peningkatan belanja modal KIBBLA di Malang dan Pasuruan. Dana selain APBD kabupaten untuk kesehatan dan KIBBLA yang berasal dari APBD provinsi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan relatif besar. Pada 2007, Provinsi Jawa Timur mendapatkan dana tugas pembantuan total sekitar 203,2 milyar untuk seluruh rumah sakit pemerintah di Jawa Timur. RSD Kepanjen Malang mendapatkan sebesar 6,5 milyar dan RSD Bangil Pasuruan sebesar 3 miliar. Dana dekonsentrasi dari departemen kesehatan untuk seluruh Jawa Timur pada 2007 berjumlah sekitar 117,45 milyar. Dari jumlah tersebut, Malang mendapatkan sekitar 5,8 milyar sementara Pasuruan sekitar 4,9 milyar. Untuk tahun 2009, Jawa Timur mengalokasikan anggaran untuk KIBBLA sekitar 11,5 milyar. Jumlah tersebut berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2009 sekitar 4,5 milyar dan dana dekonsentrasi Departemen Kesehatan sekitar 7 milyar yang terbagi untuk kegiatan ibu 4 milyar dan anak 3 milyar. Tetapi permasalahannya turunnya dana dekonsentrasi seringkali terlambat. Malang dan Pasuruan memiliki potensi untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk KIBBLA sampai pada batas yang mencukupi sesuai standar Bappenas namun hal itu harus didukung oleh kemauan politik. Terdapat sejumlah potensi anggaran yang dapat dialokasikan untuk meningkatkan anggaran KIBBLA yang berasal dari penghematan pada belanja bantuan sosial dan hibah serta belanja-belanja kegiatan yang cenderung duplikatif dan pengalokasian anggarannya relatif berlebih.
10
foto: pieter p. setra
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Kesimpulan 1. Tingkat paritisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran relatif rendah. Proses musrenbang di Malang dan Pasuruan masih menghadapi permasalahan yang relatif mendasar antara lain belum adanya aturan yang memberikan panduan bagi desa untuk menyelenggarakan musrenbang dengan baik, belum adanya informasi anggaran yang disebarluaskan kepada desa dan kecamatan baik yang akan dilaksanakan maupun sebagai bahan dalam mengusulkan kegiatan, keterlibatan masyarakat relatif terbatas terutama pada forum SKPD, usulan kegiatan didominasi usulan-usulan fisik. 2. P engelolaan anggaran daerah baik di Malang maupun Pasuruan secara umum belum menunjukkan karakteristik yang berpihak kepada masyarakat. Indikasinya dari sisi pendapatan adalah meningkatnya beban pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat melalui tarif retribusi pelayanan kesehatan. Pemerintah daerah juga telah gagal mendorong peningkatan ekonomi daerah yang diindikasikan kecenderungan penurunan komposisi pendapatan pajak daerah. Dari sisi belanja, belanja tidak langsung masih lebih besar komposisinya dibandingkan belanja langsung. Selain itu, ada indikasi pengelolaan anggaran yang belum efektif dan efisien. 3. D ari aspek komitmen daerah yang dinilai dari besarnya komposisi anggaran dapat disimpulkan bahwa Malang memiliki tingkat komitmen sangat rendah (alokasi anggaran di bawah 7 persen) terhadap urusan kesehatan dan Pasuruan tingkat komitmennya rendah terhadap urusan kesehatan (alokasi anggaran di bawah 10 persen). Malang dan Pasuruan sama-sama menunjukkan komitmen yang sangat rendah terhadap KIBBLA (5 dan 12 persen dari standar kecukupan KIBBLA). 4. Analisis tentang konsistensi dan relevansi anggaran KIBBLA dengan paket intervensi berbasis bukti dapat disimpulkan bahwa kegiatankegiatan KIBBLA yang ada dalam DPA Dinas Kesehatan Malang dan Pasuruan relatif kurang konsisten terhadap paket intervensi berbasis bukti. Ini berarti tingkat relevansi kegiatan-kegiatan tersebut dinilai rendah. Disamping itu, disain kegiatan-kegiatan KIBBLA belum efektif dan efisien. 5. D ana selain APBD kabupaten untuk kesehatan dan KIBBLA yang berasal dari APBD provinsi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan relatif besar. Masalahnya dana dekonsentrasi seringkali terlambat turunnya dari departemen kesehatan. 6. M alang dan Pasuruan memiliki potensi untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk KIBBLA sampai pada batas yang mencukupi sesuai standar namun hal itu harus didukung oleh kemauan politik.
11
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Rekomendasi Untuk meningkatkan komitmen terhadap urusan kesehatan khususnya terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (KIBBLA), Pemerintah Daerah Malang dan Pasuruan diharapkan dapat: 1. M enyusun regulasi yang dapat mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Khusus untuk KIBBLA, Pemerintah Daerah diharapkan dapat meningkatkan partisipasi urusan atau organisasi di luar kesehatan untuk terlibat dalam upaya peningkatan anggaran KIBBLA. 2. M eningkatkan keberpihakan anggaran kepada masyarakat dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara mengurangi atau menghapus retribusi pelayanan kesehatan atau memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat khususnya kelompok miskin dan kelompok rentan seperti ibu dan anak-anak. 3. M eningkatkan alokasi anggaran untuk KIBBLA dengan merealokasi anggaran dari komponen belanja hibah dan bantuan sosial serta kegiatan yang relatif tidak terkait langsung dengan pelayanan publik. 4. M eningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan KIBBLA termasuk melakukan perbaikan dalam pengelolaan data KIBBLA untuk penyusunan rencana dan anggaran KIBBLA yang sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.
Sehubungan HSP sedang melakukan asistensi teknis kepada Pemerintah Kabupaten Malang dan Pasuruan untuk meningkatkan alokasi anggaran KIBBLA, HSP diharapkan dapat: 1. M emfasilitasi peningkatan partisipasi stakeholders daerah yang lebih luas dari unsur pemerintah, DPRD dan masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya peningkatan alokasi anggaran untuk KIBBLA dan dampak buruk apabila KIBBLA tidak mendapatkan perhatian dari seluruh stakeholders. Lebih khusus, HSP diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat pengguna pelayanan KIBBLA. 2. M emfasilitasi peningkatan kualitas program dan kegiatan KIBBLA agar lebih fokus pada intervensi yang berbasis bukti (cost-effective) dan mengacu kepada kebutuhan sumber daya KIBBLA yang didukung dengan data yang akurat.
12
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
BAB I foto: pieter p. setra
pendahuluan 1.1 Latar Belakang
S
ejak 2005 hingga 2009, Health Services Program (HSP) telah memberikan bantuan teknis kepada 28 kabupaten/kota dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu Bayi Baru Lahir dan Anak (KIBBLA) yang tersebar dalam 6 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara (Sumut), Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Jawa Barat (Jabar), dan Jawa Timur (Jatim). Salah satu bentuk bantuan tehnis HSP kepada daerah adalah meningkatkan kemampuan daerah dalam proses perencanaan dan penganggaran serta advokasi anggaran dan kebijakan KIBBLA. Bantuan tehnis yang berkaitan dengan proses perencanaan sampai penganggaran KIBBLA dengan melibatkan berbagai pihak di daerah dikenal dengan program District Team Problem Solving (DTPS). Hasil DTPS ini perlu mendapat dukungan dan perhatian para pengambil keputusan dalam perencanaan dan penganggaran kabupaten/kota. HSP telah membentuk Tim Advokasi seluruh Kabupaten/Kota binaan HSP yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat lokal, organisasi profesi kesehatan, organisasi massa, dinas kesehatan, dan lintas sektor lainnya. Tim advokasi melakukan berbagai kegiatan advokasi agar anggaran KIBBLA meningkat dan sesuai dengan DTPS. Di samping itu, Tim Advokasi juga melakukan kegiatan advokasi kebijakan kesehatan berupa pembentukan peraturan derah (perda). HSP telah berhasil membentuk 11 peraturan daerah dan 1 peraturan bupati. Sebelum berakhirnya bantuan tehnis ini, HSP telah melakukan analisis anggaran KIBBLA pada 19 kabupaten untuk mengetahui sejauhmana dampak asistensi teknis DTPS dan kerja-kerja Tim Advokasi di daerah binaan HSP. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak daerah (12 daerah) yang tidak naik belanja KIBBLA dibandingkan daerah yang naik (9 daerah) pada tahun 2009. Setelah dilakukan uji Wilcoxon
13
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
signed ranks test terlihat bahwa kenaikan belanja KIBBLA pada tahun 2009 belum terlihat pengaruh yang signifikan (alfa 0,52) dari DTPS dan Advokasi. Analisis tersebut menunjukkan juga tingkat kekuatan hubungan kenaikan anggaran KIBBLA dengan DTPS dan Advokasi. Hubungan DTPS dan Advokasi yang kuat pengaruh terhadap kenaikan anggaran KIBBLA adalah Kabupaten Pasuruan dan Kota Medan. Hubungan DTPS dan Advokasi yang cukup pengaruh terhadap kenaikan anggaran KIBBLA adalah Kota Malang, Bogor, Madiun, Kota Siantar, dan Jember. Hubungan DTPS dan Advokasi yang sedikit pengaruh terhadap kenaikan anggaran KIBBLA adalah Kediri, Bandung, Tasikmalaya, Tangerang, Cianjur, Cirebon, Karo, Purwakarta, Serang, Malang, Sumedang, dan Kota Bandung. Kekuatan hubungan ini dilakukan dengan cut off point dari tingkat jumlah anggaran yang diakomodasi dari usulan DTPS dengan yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Analisis anggaran di atas belum dapat menginformasikan anggaran KIBBLA yang berada di rumah sakit dan sektor lainnya. Analisis juga belum dapat menginformasikan kesesuaian program usulan DTPS dengan program KIBBLA yang berbasis bukti dan kecukupan dari setiap program yang diusulkan oleh DTPS. Selain itu, analisis tersebut belum menggali juga potensi relokasi anggaran sektor kesehatan dan sektor lainnya kepada anggaran KIBBLA. Demikian juga peran dari anggaran dekonsentrasi yang belum tergali dengan lebih rinci. Penganggaran di atas dihasilkan melalui kegiatan perencanaan. Kegiatan-kegiatan perencanaan yang relatif kompleks itu disebut dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang dilakukan secara berjenjang dari tingkat komunitas/desa (Musrenbang Desa) hingga tingkat pusat (Musrenbang Nasional). Setiap tahap musrenbang menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah yang sesuai dengan level pemerintahan. Proses ini memakan waktu sekitar 6 bulan dari Januari hingga Juni. Rencana kerja pemerintah merupakan dasar dalam penyusunan anggaran (penganggaran). Proses penganggaran dimulai dengan penyepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara untuk setiap urusan dan lembaga pemerintah. Selajutnya setiap lembaga menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) yang menjelaskan secara detil disain program dan rencana belanja setiap lembaga. Setelah itu, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Panitia Anggaran Legislatif melakukan pembahasan anggaran hingga dicapai keputusan penetapannya. Seluruh proses ini memakan waktu sekitar 6 bulan dari Juli hingga Desember. Namun dalam praktiknya, proses perencanaan dan penganggaran tersebut masih menghadapi beragam masalah seperti rendahnya tranparansi dan partisipasi masyarakat terutama kelompok miskin dan perempuan, rendahnya kualitas usulan kegiatan, tidak adanya kejelasan anggaran di awal proses perencanaan, rendahnya tingkat akomodasi hasil musrenbang dalam penganggaran terutama sektor kesehatan dan KIBBLA, serta politik anggaran yang belum berpihak kepada masyarakat.
14
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Pada pertengahan tahun 2009 sampai pertengahan 2010, HSP melanjutkan programnya pada Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang di Provinsi Jatim. Fokus kegiatan HSP periode ini adalah meningkatkan peran komunitas desa dan puskesmas dalam meningkatkan anggaran KIBBLA melalui proses musyawarah pembangunan desa (musrenbangdes) dan perencanaan tingkat puskesmas. Pentingnya peningkatan alokasi anggaran KIBBLA ini merupakan tujuan yang harus diketahui oleh seluruh stakeholders karena ternyata ada korelasi antara jumlah anggaran dengan tingkat kesehatan masyarakat. World Health Statistics 2007 yang diterbitkan WHO menunjukkan semakin besar anggaran per kapita kesehatan suatu negara semakin baik kondisi kesehatan masyarakatnya. Sebagai contoh Brunei dan Malaysia yang memiliki belanja kesehatan per kapita masing-masing USD 377 dan USD 106 memiliki angka kematian bayi yang rendah yaitu 8 dan 10 per 1000 kelahiran hidup. Kematian ibu juga relatif rendah yaitu 37 dan 41 per 100.000. Sebaliknya Indonesia dan Filipina yang belanja kesehatan per kapitanya relatif rendah yaitu USD 11 dan USD 14 memiliki angka kematian bayi relatif tinggi yaitu 28 dan 25. Demikian juga angka kematian ibu di Indonesia dan Filipinan relatif tinggi yaitu 230 dan 200. Sehubungan dengan adanya program lanjutan HSP pada dua kabupaten tersebut, HSP membutuhkan analisis anggaran lanjutan terutama yang berkaitan dengan proses perencanaan dan penganggaran yang belum terinformasikan pada analisis anggaran sebelumnya. Untuk itu, HSP yang berkolaborasi dengan The Asia Foundation (TAF) akan melakukan analisis proses perencanaan dan anggaran tersebut di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang. Hasil analisis ini berguna bagi HSP dalam fasilitasi perbaikan perencanaan dan penganggaran KIBBLA di daerah tersebut.
1.2 Tujuan Analisis ini ingin mengetahui sejauhmana komitmen, konsistensi dan relevansinya anggaran KIBBLA di Kabupaten Malang dan Kabupaten Pasuruan. Secara khusus, tujuan analisis ini adalah sebagai berikut: 1. M engidentifikasi permasalahan proses perencanaan dan penganggaran daerah termasuk di dalamnya kegiatan KIBBLA 2. Memahami profil dan karakteristik anggaran daerah. 3. M engukur komitmen pemerintah daerah melalui proporsi dan belanja langsung anggaran kesehatan dan anggaran KIBBLA terhadap anggaran daerah. 4. M engetahui konsistensi usulan DTPS dengan pelayanan yang berbasis bukti 5. M engetahui relevansi dana dekonsentrasi dengan kebutuhan anggaran kesehatan dan anggaran KIBBLA 6. M endapatkan informasi tentang kecukupan dan potensi realokasi anggaran untuk KIBBLA.
15
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
1.3 Manfaat Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi HSP dan Pemerintah Daerah. Bagi HSP, hasil studi ini diharapkan dapat memperbaiki pendekatan yang dilakukan dalam melaksanaan program KIBBLA yang lebih efektif terutama dalam peningkatan anggaran KIBBLA. Bagi Pemerintah Daerah, hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga bagi pembuat kebijakan sehingga praktik-praktik dalam pengelolaan anggaran yang kurang berpihak kepada KIBBLA dapat berubah ke arah yang lebih baik.
16
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
BAB II foto: pieter p. setra
metodologi
2.1. Lingkup Analisis
R
uang lingkup daerah analisis meliputi daerah Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang. Ruang lingkup subyek yang diteliti adalah dinas kesehatan, rumah sakit, dan instansi-instansi di luar dinas kesehatan yang relevan dengan KIBBLA. Analisis ini dilakukan selama 3 bulan, sejak Mei 2009 sampai Juli 2009.
2.2. Pengumpulan Data Unit analisis kajian ini adalah dokumen-dokemuen yang berkaitan dengan anggaran dan wawancara mendalam yang berkaitan dengan proses perencanaan dan penganggaran pada tingkat desa. Analisis ini menggunakan data anggaran Kabupaten Malang dan Pasuruan dari tahun 2007 hingga 2009. Data-data yang dianalisis dikumpulkan dari: • Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2007 – 2009. • Rencana Kerja Dinas Kesehatan 2009. • Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2007 – 2009 dan Penjabarannya. • Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Tahun Anggaran 2007 – 2009. • Hasil DTPS Tahun 2008-2009. • Wawancara dengan penduduk desa yang terlibat perencanaan desa.
17
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
• Wawancara dengan Dinas Kesehatan dan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Malang dan Pasuruan. • Wawancara dengan Dinas Kesehatan dan Badan Perencanaan Provinsi Jawa Timur. • Data-data sekunder lainnya yaitu Laporan Analisis Anggaran KIBBLA di Daerah Binaan HSP Tahun 2007-2009 dan Laporan Baseline Survey HSP Tahun 2008.
2.3. Pengukuran Pengukuran dilakukan untuk memberikan penilaian sejauhmana komitmen daerah dalam mengalokasikan anggaran untuk KIBBLA dan sejauhmana konsistensi kegiatan KIBBLA yang dianggarkan dalam APBD dengan paket intervensi berbasis bukti. Untuk mengukur tingkat komitmen pemerintah daerah terhadap anggaran kesehatan dan KIBBLA digunakan alat ukur berupa skala penilaian terhadap proporsi anggaran kesehatan sekitar 15 persen dan persentasi besaran anggaran KIBBLA per kapita yang disarankan Bappenas. Semakin besar proporsi anggaran kesehatan dan semakin besar persentase pemenuhan anggaran KIBBLA per kapita menunjukkan semakin besar tingkat komitmen yang ditunjukkan daerah.
Tabel 1. Ukuran Komitmen Daerah Terhadap Kesehatan dan KIBBLA Nilai Komitmen Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah
Proporsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total APBD Lebih dari 15 persen 13 – 15 persen 11 – 12 persen 8 – 10 persen Kurang dari 7 persen
Persentasi pencapain belanja per kapita KIBBLA Lebih dari 100 persen 80 – 100 persen 60 – 79 persen 40 – 59 persen Kurang dari 40 persen
Sedangkan untuk mengukur tingkat konsistensi kegiatan KIBBLA dengan intervensi berbasis bukti diukur dengan cara menilai proporsi jumlah kegiatan KIBBLA yang dianggarkan relevan terhadap paket intervensi berbasis bukti. Semakin tinggi proporsi KIBBLA yang relevan semakin tinggi konsistensinya.
18
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 2. Ukuran Konsistensi Kegiatan KIBBLA Terhadap Paket Intervensi Berbasis Bukti Proporsi Jumlah Kegiatan Relevan Terhadap Paket Intervensi
Tingkat Konsistensi
Konsisten
Lebih dari 66 persen
Kurang Konsisten
34 - 66 persen
Tidak Konsisten
0 - 33 persen
Keterangan
Paket intervensi berbasis bukti merekomendasikan 10 kegiatan yang terbagi 6 kegiatan efektif untuk ibu dan 4 kegiatan efektif untuk anak yang akan dilihat pada DPA Dinas Kesehatan.
2.4. Analisis Data Data diolah dalam format excel dan dianalisis dengan metode deskriptifkualitatif. Adapun jenis analisis tersebut sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3. Jenis Analisis Anggaran KIBBLA Jenis Analisis
Deskripsi
Hasil
Analisis Proses Perencanaan, Penganggaran, dan kegiatan KIBBLA.
Mengetahui sejauhmana proses dan dinamika perencanaan dan penganggaran daerah termasuk perencanaan kegiatan KIBBLA.
Deskripsi dan kesimpulan tentang praktik perencanaan penganggaran, politik anggaran, dan konsisten kegiatan KIBBLA dengan intervensi berbasis bukti.
Analisis Umum Anggaran Memaparkan kondisi umum anggaran daerah yang meliputi struktur, jumlah, dan proporsi umum anggaran.
Mengetahui sejauhmana kemampuan dan daya dukung anggaran daerah untuk menjalankan berbagai urusan daerah dan bagaimana pengalokasiannya dalam berbagai jenis dan kategori belanja.
Deskripsi dan kesimpulan tentang profil dan karakteristik pengelolaan anggaran daerah.
Analisis Anggaran Kesehatan
Mengetahui sejauhmana komitmen daerah untuk urusan kesehatan dilihat dari proporsi alokasi anggaran kesehatan.
Deskripsi dan kesimpulan tentang perencanaan anggaran kesehatan dan komitmen pemerintah terhadap urusan kesehatan.
Analisis Anggaran KIBBLA
Mengetahui sejauhmana komitmen daerah terhadap KIBBLA dilihat dari proporsi anggaran dan konsistensi kegiatan KIBBLA dengan intervensi berbasis bukti.
Deskripsi dan kesimpulan tentang perencanaan anggaran KIBBLA dan komitmen pemerintah terhadap KIBBLA
19
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Jenis Analisis
Analisis Dana KIBBLA Non APBD
Analisis Peluang Peningkatan Anggaran KIBBLA
Deskripsi
Hasil
Mengetahui sumbersumber anggaran KIBBLA di luar APBD yang berasal dari provinsi dan pusat.
Deskripsi dan kesimpulan tentang sumber-sumber anggaran KIBBLA di luar APBD.
Mengetahui tingkat kecukupan anggaran KIBBLA dan peluangpeluang anggaran yang dapat direalokasi untuk KIBBLA.
Deskripsi dan kesimpulan tentang perkiraan kecukupan anggaran KIBBLA dan peluang anggaran yang dapat direalokasi untuk KIBBLA baik dari internal dinas kesehatan maupun di luar dinas kesehatan.
Gambar 0. Alur Analisis Anggaran
Gambar 1. Alur Analisis Anggaran Analisis Proses Perencanaan, Penganggaran, dan kegiatan KIBBLA
Deskripsi dan kesimpulan tentang praktik perencanaan penganggaran, dan konsisten kegiatan KIBBLA dengan intervensi berbasis bukti.
Analisis Umum Anggaran
Deskripsi dan kesimpulan tentang profil dan karakteristik pengelolaan anggaran daerah.
Analisis Anggaran Kesehatan
Deskripsi dan kesimpulan tentang perencanaan anggaran kesehatan dan komitmen pemerintah terhadap urusan kesehatan
Analisis Anggaran KIBBLA
Deskripsi dan kesimpulan tentang perencanaan anggaran KIBBLA dan komitmen pemerintah terhadap KIBBLA
Analisis Dana KIBBLA Non APBD
Deskripsi dan kesimpulan tentang sumbersumber anggaran KIBBLA di luar APBD
Analisis Peluang Peningkatan Anggaran KIBBLA
Deskripsi dan kesimpulan tentang perkiraan kecukupan anggaran KIBBLA dan peluang anggaran yang dapat direalokasi untuk KIBBLA baik dari internal dinas kesehatan maupun di luar dinas kesehatan
KESIMPULAN DAN SARAN
20
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
BAB III
kondisi umum kibbla
3.1. Pencapaian Kinerja KIBBLA
M
enurut laporan Bank Dunia (2008), sektor kesehatan Indonesia telah mengalami perbaikan besar sepanjang tiga dekade terakhir, dan masih terus berjuang untuk mencapai sasaran-sasaran penting di sektor kesehatan, terutama untuk kalangan masyarakat miskin. Selama dekade tersebut, Indonesia telah berhasil menurunkan angka kematian anak lebih dari sepertiga dan angka kematian bayi sebesar 25 persen. Akan tetapi, laporan itu juga menyatakan bahwa Indonesia masih menunjukkan kinerja yang buruk di sejumlah bidang penting dan akibatnya kemungkinan tidak dapat mencapai tujuan pembangunan millennium development goals (MDGs) yang berkaitan dengan kesehatan. Target pencapaian MDGs pada tahun 2015 untuk Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 125 per 100.000 sedangkan Angka Kematian Anak (AKA) sebesar 15 per 1000. Sedangkan kondisi sampai tahun 2008, AKI sebesar 248 per 100.000, AKB 34 per 1000 dan AKABA 44 per 1000). Sedangkan laporan Bank Dunia pada tahun 2008 mencatat AKI sekitar 300 per 100.000. Untuk mencapai target tersebut, kontribusi setiap daerah (kabupaten/kota) sangat diutamakan. Data KIBBLA Provinsi Jawa Timur termasuk Kabupaten Malang dan Pasuruan hanya memuat jumlah kasus kelahiran dan kematian. Data ini pun belum menggambarkan data yang sesungguhnya karena hanya bersumber dari laporan fasilitas kesehatan pemerintah. Kasus-kasus yang terjadi di fasilitas kesehatan swasta maupun masyarakat seringkali tidak
21
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
dilaporkan. Profil Kesehatan Jawa Timur 2006 mencatat pada tahun 2006 telah terjadi 640.271 kelahiran. Dari seluruh kelahiran, tercatat 2.939 kasus lahir mati dan kasus kematian bayi sebesar 3.506. Pada tahun yang sama terdapat 690.282 jumlah ibu hamil. Dari 354 kasus kematian ibu maternal pada tahun 2006, 65 orang mati pada saat kehamilan, 221 pada saat persalinan, dan 68 terjadi pada saat nifas. Dalam Profil Kesehatan Malang Tahun 2008, tercatat bahwa pada tahun 2007 terdapat 41.296 kelahiran hidup,142 kasus bayi mati, 33 balita mati, dan 25 ibu mati saat persalinan. Untuk melihat perkembangan indikator-indikator kesehatan di daerah intervensi, HSP menyelenggarakan baseline survey pada tahun 2005, 2007, dan 2008. Kabupaten Malang telah menjadi sample dalam survey pada tahun 2005 dan 2008 sehingga dapat digunakan sebagai informasi kinerjanya. Sedangkan Kabupaten Pasuruan tidak termasuk dalam sampel maka informasi kinerjanya yang berdasarkan survey belum dapat disajikan. Hasil survey untuk Kabupaten Malang menunjukkan rata-rata kunjungan kehamilan menurun dari 7,9 pada 2005 menjadi 7,1 pada 2008. Persentasi anak yang mendapatkan vitamin A turun dari 74,7 pada 2005 menjadi 60,2 pada 2008. Tingkat kunjungan Posyandu juga menurun dari 84,1 pada 2005 menjadi 67,9 pada 2008. Beberapa kenaikan positif tampak pada penggunaan alat kontrasepsi, kunjungan perawatan minggu pertama kelahiran, inisiasi menyusu dini dan cuci tangan dengan sabun.
3.2. Gambaran Singkat DTPS HSP telah melakukan asistensi teknis kepada pemerintah dengan membentuk DTPS termasuk untuk Kabupaten Malang dan Pasuruan. DTPS dilakukan untuk merumuskan program dan kegiatan KIBBLA yang merujuk kepada intervensi berbasis bukti (evidence based intervention). DTPS di Kabupaten Malang dan Pasuruan telah mengidentifikasi permasalahanpermasalahan KIBBLA seperti terlihat dalam tabel 4.
22
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 4. Permasalahan KIBBLA dalam DTPS 2008 MALANG
PASURUAN
•
Dari 390 desa, saat ini jumlah polindes baru mencapai 294 unit. Sementara posyandu sebanyak 2740 unit.
•
Jumlah ibu hamil 31.139 orang, jumlah ibu bersalin 28.605 orang, jumlah bayi 28.317 orang, jumlah balita 143.176 orang
•
Jumlah dukun bayi mencapai 800 orang, sementara yang sudah bermitra baru 424 orang. Jumlah ini pada tahun 2006 melayani 26% jumlah persalinan di kabupaten malang.
•
•
Walaupun angka persalinan dengan tenaga kesehatan meningkat, dari 82,76% (2005) menjadi 88,21% (2007), namun pada tahun 2007 terjadi 25 kematian ibu (tidak disebutkan jumlah total ibu bersalin). Lima kasus diantaranya dikarenakan pendarahan.
Angka kematian bayi baru lahir yang tercatat sebanyak 120 kasus di thaun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup), 38 kasus diantaranya karena asfiksia.
•
Angka kematian balita yang tercatat sebanyak 63 kasus di tahun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup)
•
Angka kematian bayi yang tercatat sebanyak 31 kasus di tahun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup), dan 14 kasus diantaranya meninggal karena infeksi.
•
Angka kematian ibu melahirkan yang tercatat sebanyak 20 kasus dari 24316 ibu bersalin di tahun 2006. Tujuh diantaranya dikarenakan pendarahan.
•
Kemudian angka kunjungan 4 ibu hamil baru mencapai 82%.
•
Anemia pada ibu hamil 40%
•
Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kalori (KEK) mencapai 14,9%
•
Dan persalinan dengan tenaka kesehatan baru mencapai 80%. Sisanya dilakukan oleh dukun beranak.
•
•
Sementara kasus bayi berat lahir rendah pada tahun 2007 sebanyak 668 kasus, dengan kecamatan dengan kasus terbesar adalah Ngantang (41 kasus BBLR) dan Pamotan (39 kasus BBLR). Jumlah bayi meninggal mencapai 57 bayi. Cakupan K4 masih berada dibawah standar (90%), yang mana baru mencapai 76,6 sampai 88,7% saja. Demikian juga dengan pemberian zat besi (Fe) 3 baru mencapai 70,5-76,6% saja dari standar 81%. Sehingga angka ibu hamil dengan jumlah haemoglobin rendah masih banyak, yaitu mencapai 3,1-3,5% dari standar 2% saja.
•
Kasus ISPA terjadi pada balita setiap tahun meningkat. Tercatat di tahun 2007 terjadi sebanyak 71.436 kasus.
•
Sementara kunjungan neonatus di tahun 2007 baru mencapai 87,84% dari standar minimal 90%. Dan imunisasi Hb 3 baru mencapai 80% dari standar 90%. Dan cakupan penanganan neonatal dengan resiko tinggi komplikasi mencapai 21% dari 100%.
•
Masalah lainnya adalah cakupan pemberian vitamin A pada balita baru sekitar 70-80% dari standar minimal 90%. Penimbangan balita pun masih kurang dari target yang diharapkan (90%), karena di tahun 2007 baru 72,5% balita yang ditimbang. Kemudian pemberian asi eksklusif baru dilaksanakan oleh 51% wanita menyusui.
Sumber: DTPS Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2008.
HSP telah memperkenalkan apa yang disebut paket intervensi berbasis bukti untuk mengatasi beragam penyebab kematian ibu dan anak yang dianggap efektif dalam biaya (cost effective). HSP mendorong daerah-daerah mengadopsi paket intervensi tersebut dalam perencanaan dan penganggaran KIBBLA. Disebutkan jika paket
23
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
intervensi ini dilakukan secara lengkap oleh pemerintah Indonesia maka diproyeksikan akan mengurangi kematian ibu dan anak secara signifikan hingga mencapai target-target MDG pada 2015. Tabel 5 menunjukkan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam paket intervensi berbasis bukti yang dibagi ke dalam kelompok ibu dan anak. Tabel 5. Paket KIBBLA yang Intervensi Berbasis Bukti Paket Intervensi untuk Menurunkan Kematian Ibu •
•
•
•
• •
Antenatal care (ANC). Kunjungan oleh tenaga yang terlatih selama ibu hamil untuk mengawasi segala sesuatu tentang kesehatan ibu dan janin tetap baik. Pelayanan yang diberikan dalam ANC adalah pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan HB, pemberian tablet besi, imunisasi tetanus toksoid, perbaikan gizi (bagi ibu yang kurang energi kronis (KEK) dan Kekurangan Energi Protein (KEP). Termasuk juga pengobatan malaria, dan penyakit lainnya (sexually transmitted diseases/STDs, HIV, dan lainnya). Persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dan bersih. Tersedianya bidan atau dokter yang terlatih dan mahir. Disamping perlu diberi promosi agar masyarakat bersedia melahirkan pada tenaga terlatih. Penanganan Obstetri Neonatus Emergency Dasar/Komprehensif (PONED/PONEK). Manajemen eklampsia, perdarahan, kesulitan persalinan, dan sepsis. Intervensi meliputi pemenuhan peralatan kelangkapan PONEK dan PONED dan training tenaga. Kontrasepsi dan keluarga berencana. Konseling dan penggunaan kontrasepsi (kondom pria/wanita, Depoprovera, intrauterine device/ IUD, Norplant, oral kontrasepsi, sterilisasi wanita/pria) Aborsi yang aman. Aborsi karena indikasi medis dilakukan dengan aman. Post Partum. Memberikan konseling (misal, ASI ekslusif, gizi ibu) dan pemeriksaan risiko perdarahan post partum.
Paket Intervensi untuk Menurunkan Kematian Anak •
•
•
•
•
•
•
Imunisasi TT2 pada ibu hamil dapat mencegah 100% kematian Bayi Baru Lahir karena tetanus. Pemberian ASI segera (inisiasi menyusu dini) dapat mencegah 22% bayi dari kematian BBLR. Linakes terlatih akan mampu meresusitasi bayi dengan asfiksi, mencegah dan mengatasi infeksi terjadi pada saat pasca-persalinan. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun dapat mencegah hingga 46% kasus diare pada balita, dan dapat mencegah 33% kematian karena diare. Pelaksanaan protokol “menejemen terpadu bayi sakit” (MTBS) dapat mencegah 60% kematian tersebut. Immunisasi lengkap pada Bayi di bawah 1 tahun (Universal coverage immunization/UCI) dapat menurunkan kematian dari campak sebanyak 86%. ASI Eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah intervensi gizi yang paling efektif.
Sumber: disarikan dari materi presentasi-presentasi HSP.
Tabel 6 menjelaskan jenis-jenis pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak dengan pendekatan berbasis bukti. Seluruh kegiatan pelayanan tersebut kecuali aborsi terkait dengan pencapaian indikator-indikator Standar Pelayanan Minimum (SPM) Bidang Kesehatan. Dari berbagai intervensi
24
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
tersebut sedikitnya ada 10 kegiatan pelayanan kesehatan yang terbagi 6 kegiatan pelayanan untuk kesehatan ibu dan 4 pelayanan kesehatan anak. Secara ringkas dapat dikatakan inilah kegiatan inti KIBBLA.
Tabel 6. Kegiatan KIBBLA Berbasis Bukti Sasaran
Pelayanan
Indikator SPM
Kesehatan Ibu
ANC Persalinan Nakes Poned dan Ponek Kontrasepsi Post partum
K4 Persalinan oleh nakes Penanganan komplikasi Penggunaan Kontrasepsi Kunjungan Nifas
Target
Aborsi
Kesehatan Anak
Pelayanan neonatus Penanganan komplikasi
80
Imunisasi Gizi
Kunjungan bayi Pemberian imunisasi Pendamping Asi Balita Gizi buruk
90 100 100 100
MTBS
Anak Balita
90
95 80 80 70 90
Sumber: Data Analisis Anggaran KIBBLA HSP 2009
Tabel 7 lebih rinci menjelaskan bagaimana pelayanan kesehatan ibu dan anak berbasis bukti diturunkan ke dalam bentuk-bentuk kegiatan KIBBLA baik yang bersifat promotif, preventif maupun kuratif serta jenisjenis sumberdaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan setiap jenis intervensi/pelayanan mulai sumber daya manusia, fisik/infrastruktur, alat, bahan, obat, dan operasional. Dari sisi sumber daya manusia, tenaga kesehatan yang diperlukan untuk mendukung intevensi KIBBLA yang efektif adalah dokter spesialis kebidanan, dokter puskesmas, dan bidan yang terlatih. Dari segi fisik yang diperlukan adalah ruang tindakan dan ruang rawat. Dari alat, bahan dan obat yang diperlukan yang terkait dengan berbagai tindakan dan perawatan kebidanan. Sedangkan dari segi operasional yang diperlukan adalah transportasi dan insentif. Transportasi dikaitkan dengan dukungan mobilitas untuk tenaga kesehatan mengunjungi unit-unit pelayanan kesehatan di masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan. Sedangkan insentif untuk tenaga kesehatan diberikan dalam bentuk gaji pegawai termasuk di dalamnya berbagai tunjangan dan honorarium kegiatan. Tabel 7 juga menggambarkan alur pikir yang jelas yang harus gunakan oleh pemerintah daerah dalam merumuskan kegiatan-kegiatan KIBBLA yang dapat menyelesaikan permasalahan KIBBLA secara efektif (costeffective). Namun demikian, yang terpenting sebelumnya adalah adanya data yang akurat untuk merumuskan kebutuhan sumberdaya sesunguhnya baik dalam aspek sumberdaya manusia, infrastruktur, alat, bahan, obat, maupun kebutuhan operasional.
25
26
I
2. Infeksi
3. Eklamsia
5. Partus macet
Ukur berat badan
Partograf
Ukur kekuatan His
Perawatan ibu
Kemampuan deteksi
Proteinuria
Pengukuran TD
Intake garam
Tangan bersih
Pakaian ibu bersih
Tempat bersih
Sterilisasi Alat
Ukur tinggi badan
4. Komplikasi nifas Kunjungan nifas
ANC
Kunjungan nifas
Penyuluhan
kunjungan nifas
Kuratif
Indikator
Poned
Persalinan nakes
Tergantung
Tangani eklamsi
Tangani hipertensi
Poned
Terapi antibiotik
Komplikasi ditangani
Komplikasi ditangani
Komplikasi ditangani
Nifas
Persalinan nakes Persalinan nakes
Kemampuan Deteksi Persalinan nakes Persalinan nakes Komplikasi Pemeriksaan HB Ponek ditangani
Prevensi
Intervensi/pelayanan/program
ANC (K1 - K4)
Promosi
A. Langsung
1. Pendarahan
Penyebab
AKI
No Masalah
80
80
80
90
80
80
80
Target (%)
Ruang rawat
Fisik
Bidan terlatih
Bidan terlatih
Bidan terlatih
Bidan terlatih APN
Pelatihan bidan
Ruang rawat
Ruang rawat
Ruang rawat
Ruang rawat
Unit transfusi
Pelatihan Dr. PKM Ruang operasi
Dr.SpOG
Manusia
Tabel 7. Alur Pikir Intervensi dan Sumber Daya KIBBLA Berbasis Bukti
Vakum
Set Sectio
Pembakar
Tabung reaksi
Tensi meter
Kit persalinan
sterilisator
Hb set
Transfusi
set sectio
Poned
Alat
Bahan
Fe
Oksitosin
Methergin
Antibiotik
Fe
Oksitosin
Methergin
antibiotik
obat
Abbocath
spuit
cairan infus
Infus set
Methergin
antibiotik
Vit A
oksitosin
methergin
antibiotik
Diuretika
KMNO4
Abbocath Asam sulfat Anti hipertensi
Spuit
infus set
Betadin
sarung tangan
Bahan Hb
darah-
Cateter
Abbocath
spuit
cairan infus
Infus set
Sumber daya
insentif
transportasi
insentif
transportasi
insentif
tranportasi
insentif
transport
transportasi rujukan insentif
operasional
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
III
II
B. Tidak langsung
1. terlambat
1. BBLR
AKB
K1 - K4:
Kes Bumil
2. Terlalu
gizi ibu Kunjungan neonatus
Pemberian gizi
Pemeriksaan Hb
Tensi darah
Tablet besi
fundus uteri
Penimbangan
pemahaman
Persiapan
Persiapan
a. Keputusan
b. tranportasi
Fe
Imunisasi TT
kontrasepsi
ASI Eklusif
Penanganan
lainnya
TB Paru
Malaria
Bila perlu obati:
pelayanan
Penanganan
Konseling
6. Abortus
Cegah hamil
Kuratif
Prevensi Ponek
Promosi
Intervensi/pelayanan/program
Penyebab
No Masalah
Komplikasi neonatus Kunjungan bayi
K4
KB Aktif
Komplikasi ditangani
Indikator
90
80
95
70
80
Target (%)
Fisik
Alat
abbocath
spuit
cairan infus
Infus set
Bahan
Bidan terlatih
dokter PKM terlatih Ruang rawat
Jangkauan bidan
oksigen
Inkubator
Bidan kit
spuit
betadin
meja dokter PKM terlatih Ruang tindakan sarung tangan ginekologi Set Bidan terlatih spuit kontrasepsi Alkohol
Dokter PKM terlatih Ruang tindakan Set kuretase
Manusia
Sumber daya obat
Tablet besi
Pil
Provera inj
Kondom
Implan
IUD
oksitosin
methergin
Antibiotik
Oksitosin
Insentif
transportasi
Transportasi
Insentif
Gratis pel
Transportasi
Insentif
Tranportasi
operasional
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
27
28
gizi
ASI
Cuci tangan
Lingkungan sehat
Sakit lainnya
Kes Anak
4. Tetatnus
Sumber: Data Analisis Anggaran KIBBLA HSP Tahun 2009.
IV
rawat tali pusat
Yodium
Vitamin A
Imunisasi dasar
Gizi buruk
MTBS
Penanganan
Penanganan
3. Infeksi
Gizi Buruk
pendamping Asi
Komplikasi neonatus Imunisasi
100
100
100
80
100
80
80
Komplikasi neonatus
Komplikasi neonatus Imunisasi
Target (%)
Indikator
tenaga gizi
Dokter bidan terlatih
Dokter bidan terlatih
Dokter bidan terlatih
Manusia Dokter dan bidan terlatih
ruang rawat
ruang rawat
ruang rawat
Fisik
oksigen
inkubator
oksigen
inkubator
ventilator
Alat
Sumber daya
Spuit
Bahan
Makanan
Yodium
Vitamin A
Cacing
TB
Malria
Diare
Ispa
Luminal
Diazepam
obat
Insentif
transportasi
Insentif
transportasi
Insentif
transportasi
operasional
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Penanganan
Kuratif
Imunisasi dasar
Prevensi
Intervensi/pelayanan/program
Promosi
2. Asfiksia
Penyebab
No Masalah
laporan analisis anggaran
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
HSP telah memfasilitasi Kabupaten Malang dan Pasuruan untuk mengadopsi paket intervensi berbasis bukti melalui asistensi teknis DTPS di tingkat kabupaten. Tim DTPS yang dibentuk telah mengidentifikasi berbagai kebutuhan sumberdaya yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah KIBBLA di daerah. Tabel 8 menunjukkan daftar kegiatan prioritas yang dirumuskan oleh Tim DTPS Malang dan Pasuruan yang diusulkan pada penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009. Total anggaran yang diusulkan untuk semua kegiatan tersebut mencapai 3,5 milyar untuk Malang dan 2,1 milyar untuk Pasuruan. Evaluasi yang dilakukan HSP terhadap hasil DTPS dan kerja advokasi menunjukkan 6 dari 16 usulan DTPS Kabupaten Malang atau sekitar 37,5 persen diakomodasi dalam APBD 2009 dengan total anggaran sekitar 312 juta atau hanya 8,8 persen dari total usulan DTPS. Sedangkan Kabupaten Pasuruan diakomodasi sekitar 43,48 persen atau 10 dari 23 usulan kegiatan dengan total anggaran sekitar 2,4 milyar melebihi total usulan DTPS. Kegiatan-kegiatan yang dicetak miring (italic) adalah kegiatan yang diakomodasi dalam DPA Dinas Kesehatan 2009.
Tabel 8. Kegiatan KIBBLA Hasil DTPS No.
Usulan DTPS Malang
Usulan DTPS Pasuruan
1.
Pelatihan APN (I)
Pelatihan APN
2.
Pelatihan APN (II)
Pengadaan buku pedoman APN
3.
Pelatihan supervise fasilitatif
Kualifikasi/Monev pasca pelatihan APN
4.
Pelatihan motivator desa (I)
Penyuluhan kelompok potensial
5.
Pelatihan motivator desa (II)
Penyuluhan melalui spanduk gemerlap dan MPS cetak, radio, baligo dan TV
6.
Evaluasi desa siaga
Pembuatan poster, leaflet gemerlap bersama
7.
Advokasi stakeholder
Advokasi usulan kegiatan
8.
Penyediaan payung hukum puskesmas poned
Pembangunan rehab polindes
9.
Sosialisasi pencengahan BBLR pada ibu hamil
Membuat SK bupati ttg APN
10.
Pengadaan Penyediaan makanan tambahan (PMT) ibu hamil kekurangan enegi kalori (KEK)
Sosialisasi SK bupati ttg APN
11.
Pelatihan MTBS
Magang bidan di RS dan BPS yang ditunjuk
12.
Pengadaan mobil penyuluhan
Studi banding APN
13.
Revitalisasi posyandu
Sosialisasi kemitraan bidan dan dukun.
14.
Pelatihan toma, toga ISPA
Monev kemitraan bidan dan dukun.
15.
Lokakarya perencanaan kibbla
Pertemuan MOU antara bidan dan dukun
29
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
No.
Usulan DTPS Malang
Usulan DTPS Pasuruan
16.
Studi banding ke Sumedang, Jabar
Membuat media penyuluhan tentang balita gizi buruk.
17.
Membuat poster, baligo dan leaflet tentang gizi buruk.
18.
Penyebaran informasi tentang gizi buruk melalui radio dan televisi
19.
Akurasi data
20.
Pertemuan petugas tentang protap supervisi
21.
Monev secara berkala
22.
Sosialisasi kebutuhan anggaran
23.
PMT pemulihan.
Sumber: DTPS Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2008.
30
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
BAB IV
foto: pieter p. setra
temuan dan analisis 4.1. Proses Perencanaan, Penganggaran, dan Kegiatan KIBBLA
P
roses penyusunan kegiatan oleh pemerintah dilakukan dalam serangkaian proses perencanaan dan penganggaran. Proses perencanaan dimulai dari tingkat desa, kecamatan, forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan kabupaten dalam sebuah mekanisme yang disebut musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Musrenbang Desa adalah forum musyawarah di tingkat desa untuk menentukan prioritas usulan kegiatan yang akan dibawa pada forum musyawarah tingkat kecamatan. Secara umum, musrenbang desa diikuti oleh tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT/RW, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), karang taruna dan organisasi PKK. Musrenbang desa biasanya dilakukan pada bulan Januari. Keterangan yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Malang dan Pasuruan menyebutkan bahwa belum semua desa menyelenggarakan musrenbang desa. Penyelenggaraan musrenbang desa sendiri sepenuhnya menjadi tanggung jawab desa bersangkutan. Sejauh ini tidak ada sanksi atau disinsentif bagi desa yang tidak menyelenggarakan musrenbang.
31
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Hasil-hasil musrenbang kecamatan kemudian diserahkan kepada Bapeda untuk dikompilasi dan diklasifikasi sesuai dengan urusan dan organisasi.
Usulan-usulan dari musrenbang desa kemudian dibawa pada musrenbang kecamatan yang diselenggarakan pada Februari. Hasil observasi yang dilakukan pada musrenbang kecamatan menunjukkan peserta musrenbang sangat didominasi oleh elit-elit desa seperti kepala desa dan anggota BPD dan LPMD. Proses musrenbang sendiri tidak berjalan dengan baik dan cenderung formalitas. Sebagian besar waktu dihabiskan oleh sambutan-sambutan baik dari camat, perwakilan Bappeda, maupun anggota DPRD. Usulan-usulan kegiatan desa yang sudah direkap oleh pihak kecamatan sendiri tidak dibahas. Alasannya, usulan kegiatan tahun sebelumnya juga belum jelas nasibnya. Hasil-hasil musrenbang kecamatan kemudian diserahkan kepada Bapeda untuk dikompilasi dan diklasifikasi sesuai dengan urusan dan organisasi. Hasil yang sudah diklasifikasi kemudian disebarkan ke setiap SKPD sesuai dengan urusannya. Setiap SKPD mengolah usulan kecamatan dan mensinkronkan dengan rencana kerjanya masing-masing. Idealnya, proses sinkronisasi ini dilakukan dalam forum SKPD yang melibatkan delegasi dari kecamatan dan kelompok-kelompok masyarakat sektoral. Tetapi di Malang dan Pasuruan, forum ini lebih difahami sebagai rapat kerja internal SKPD. Rencana-rencana kerja SKPD yang sudah disinkronkan dengan usulan kecamatan diserahkan kembali ke Bappeda untuk kemudian disusun menjadi rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RPKD). Rancangan RPKD selanjutnya dibahas dan disepakati dalam forum musrenbang kabupaten. Forum ini mengundang peserta yang lebih luas mulai dari delegasi kecamatan, para pimpinan SKPD, komisi-komisi DPRD, perwakilan-perwakilan dari provinsi dan lembaga-lembaga masyarakat dan profesi di tingkat kabupaten. Secara umum, proses musrenbang kabupaten juga lebih merupakan seremonial. Setelah musrenbang kabupaten, Bappeda kemudian melakukan penyelarasan dan penetapan dokumen RKPD. Proses musrenbang di Malang dan Pasuruan masih menghadapi permasalahan yang relatif mendasar antara lain belum adanya aturan yang memberikan panduan bagi desa untuk menyelenggarakan musrenbang dengan baik, belum adanya informasi anggaran yang disebarluaskan kepada desa dan kecamatan baik yang akan dilaksanakan maupun sebagai bahan dalam mengusulkan kegiatan, keterlibatan masyarakat relatif terbatas terutama pada forum SKPD, usulan kegiatan didominasi usulanusulan fisik. HSP telah memfasilitasi beberapa komunitas desa dan puskesmas di Malang dan Pasuruan untuk terlibat dalam musrenbang desa dan kecamatan dalam rangka mengadvokasi usulan KIBBLA. Kabupaten Malang dan Pasuruan masing-masing mendapatkan asistensi untuk 12 desa dan 5 puskesmas yang tersebar di 4 kecamatan. Peneliti sempat melakukan observasi musrenbang kecamatan pada salah satu kecamatan dampingan HSP. Dalam forum tersebut, perwakilan HSP sempat memaparkan materi tentang HSP. Tetapi komunitas-komunitas dampingan HSP sendiri tidak tampil dalam forum tersebut. Usulan-usulan kegiatan KIBBLA sendiri disajikan dalam format terpisah dari format daftar usulan prioritas kecamatan. Tidak ada proses pembahasan maupun diskusi
32
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
mengenai usulan-usulan kegiatan tersebut karena semua usulan akan ditampung dalam daftar usulan kecamatan yang akan diserahkan kepada Bappeda. Hasilnya, usulan-usulan KIBBLA di desa dan kecamatan dampingan HSP masuk dalam daftar usulan kegiatan kabupaten yang dicantumkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2009 (Tabel 9).
Tabel 9. Usulan KIBBLA dalam Musrenbang Tahun 2008 di Kabupaten Malang dan Pasuruan No. Usulan Musrenbang Malang
Usulan Musrenbang Pasuruan
1.
Pembangunan Polindes
Pembangunan polindes (19 desa)
2.
Revitalisasi Posyandu
Rehab polindes (5 desa)
3.
Bantuan PMT
Penataan ulang ruang puskesmas (ruang bersalin/PONED)
4.
Pengadaan alat kontrasepsi
5.
Pelatihan kader kesehatan
6.
Persiapan Desa Siaga
7.
Pendidikan dan Pelatihan Kader Posyandu
Sumber: RKPD Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2009.
Selain yang diusulkan komunitas melalui musrenbang kecamatan, usulan kegiatan KIBBLA juga dirumuskan oleh Tim DTPS dan dinas kesehatan. Hasil perencanaan yang dilakukan oleh tim DTPS sudah diuraikan pada Bab Analisis Situasi Umum KIBBLA. Usulan masyarakat dan hasil DTPS kemudian disinkronkan dalam rencana kerja dinas kesehatan. Dinas kesehatan sebagai salah satu SKPD yang membidangi kesehatan melakukan perencanaan KIBBLA sebagai kegiatan yang sudah rutin dianggarkan sesuai dengan tugas pokoknya. Pada dinas kesehatan, usulan kegiatan KIBBLA dirumuskan oleh bagian atau seksi yang membidangi urusan kesehatan keluarga (Kesga). Keterlibatan HSP melalui DTPS telah meningkatkan isu KIBBLA menjadi arus utama dalam perencanaan kegiatan dinas kesehatan pada dua tahun terakhir di Malang dan Pasuruan. Setelah melalui proses perencanaan yang panjang, hasil akhirnya kemudian ditentukan dalam proses pembahasan dan penetapan anggaran. Tabel 10 menunjukkan kegiatan-kegiatan yang terkait KIBBLA yang masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2009.
33
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Tabel 10. Kegiatan KIBBLA Pada DPA Dinas Kesehatan Tahun 2009 No.
Kabupaten Malang
Kabupaten Pasuruan
1.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
2.
Pertemuan Pengelola Program KIA
Penanggulangan ANEMIA
3.
Pelatihan APN
Orientasi Palpasi Gondok
4.
Bimbingan Teknis KIA ke Puskesmas
Audit Gizi Buruk
5.
Konsul KIA ke Propinsi
Penanggulangan KVA
6. 7.
Sosialisasi Pencegahan BBLR Pelatihan Toma, Toga ISPA
Penanggulangan KEP PMT Pemulihan
8.
Pelatihan MTBS
PMT Bumil KEK
9.
Kampanye ASI Segera
Pengembangan Media Promosi &PHBS (DESA SIAGA)
10.
Radio Spot ASI Segera
11.
Pertemuan Teknis Gizi
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
P2 ISPA P2 Diare Peningkatan Imunisasi Pertemuan Surveylans TN, Campak Rapat Koordinasi KIBBLA Sepeda Bidan Desa terpencil Polindes Bidan Desa KIT
Penyuluhan Masyarakat Peningkatan Pemanfaatan Sarana Kesehatan Peningkatan imunisasi Pembangunan Polindes Rehap Polindes Pelatihan APN AMP Evaluasi P4K DDTK Kemitraan Bidan &Dukun Bayi Poned
Sumber: Hasil Analisis Anggaran KIBBLA Kabupaten Malang dan Pasuruan
Tabel 10 merupakan daftar kegiatan KIBBLA yang diidentifikasi dari hasil analisis anggaran KIBBLA yang dilakukan HSP pada awal tahun 2009. Daftar kegiatan tersebut tampaknya berusaha memenuhi berbagai usulan kegiatan baik yang diusulkan masyarakat melalui musrenbang, hasil DTPS, dan kegiatan-kegiatan yang sudah rutin dilakukan oleh dinas kesehatan. Tingkat akomodasi DTPS sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya. Sementara tingkat akomodasi terhadap usulan musrenbang, tampak untuk Pasuruan sebagian besar usulan masuk dalam DPA dimana dari 19 usulan pembangunan polindes 13 terakomodasi. Seluruh usulan rehab polindes (5 usulan) semuanya masuk dalam DPA. Sementara untuk Malang dari 7 usulan hanya 1 usulan kegiatan yang diakomodasi dalam DPA. Selain tingkat akomodasi, yang terpenting juga adalah sejauhmana kegiatankegiatan yang diakomodasi tersebut relevan dengan permasalahan KIBBLA dan menunjukkan konsistensi dengan paket intervensi berbasis bukti atau kegiatan inti KIBBLA yang cost-effective. Pengertian relevan di sini adalah sejauhmana kegiatan-kegiatan tersebut memiliki kaitan langsung atau erat hubungannya dengan kegiatan-kegiatan pelayanan inti KIBBLA seperti yang ada dalam Tabel 6 sebelumnya. Relevan dalam analisis ini juga bisa berarti sejauhmana kegiatan tersebut memiliki kaitan yang erat bahkan sangat sesuai dengan kegiatan-kegiatan KIBBLA yang cost effective seperti yang dirinci dalam Tabel 7 sebelumnya.
34
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 11. Relevansi Kegiatan KIBBLA Dalam DPA Dengan Paket Intervensi Berbasis Bukti/Cost Effective Di Kabupaten Malang No.
Kegiatan
Relevansi dengan Paket Intervensi Anak
Relevansi dengan Paket Intervensi Ibu
1.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (diasumsikan tidak dirinci)
Relevan untuk obat yang terkait perawatan kesehatan anak.
Relevan untuk obat yang terkait kebidanan atau kesehatan ibu secara umum.
2.
Pertemuan Pengelola Program KIA
Tidak relevan
Tidak relevan
3.
Pelatihan APN
Relevan untuk meningkatkan tenaga kesehatan terlatih.
Relevan untuk meningkatkan tenaga kesehatan terlatih.
4.
Bimbingan Teknis KIA ke Puskesmas
Tidak relevan
Tidak relevan
5.
Konsul KIA ke Propinsi
Tidak relevan
Tidak relevan
Sosialisasi Pencegahan BBLR
Relevan, kalau ditujukan untuk meningkatkan kesadaran gizi ibu hamil, kunjungan neonatus, dan asi ekslusif.
6.
Pelatihan Toma, Toga ISPA Pelatihan MTBS Kampanye ASI Segera Radio Spot ASI Segera Pertemuan Teknis Gizi
Relevan Relevan Relevan
12.
P2 ISPA
Relevan (MTBS)
13.
P2 Diare
Relevan (MTBS)
14.
Peningkatan Imunisasi (tidak rinci)
Relevan tetapi dilihat jenis kegiatan dan imunisasinya.
15.
Pertemuan Surveylans TN, Campak
Tidak relevan
16.
Rapat Koordinasi KIBBLA
Tidak relevan
Tidak relevan
Sepeda Bidan Desa terpencil
Relevan untuk meningkatkan mobilitas nakes tetapi harus dilihat kondisi geografisnya.
Relevan untuk meningkatkan mobilitas nakes tetapi harus dilihat kondisi geografisnya.
18.
Polindes
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
19.
Bidan Desa KIT
Relevan
Relevan
7. 8. 9. 10. 11.
17.
Tidak relevan
Tidak relevan
Tidak relevan
Relevan tetapi dilihat jenis kegiatan dan imunisasinya.
35
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Tabel 11 menjelaskan dari 19 kegiatan KIBBLA yang dianggarkan oleh Malang hampir seluruhnya terkait dengan upaya kesehatan anak sementara ada 11 kegiatan yang terkait dengan upaya kesehatan ibu. Untuk upaya kesehatan anak, tercatat 12 kegiatan (63 persen) yang relatif relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Sedangkan dari 11 kegiatan kesehatan ibu tercatat 6 kegiatan (55 persen) yang relatif relevan dengan intervensi berbasis bukti. Jika dilihat dari ukuran konsistensi seperti yang dijelaskan dalam bagian metodologi, baik upaya kesehatan anak maupun upaya kesehatan ibu relatif kurang konsisten dengan paket intervensi berbasis bukti. Tabel 12 menunjukkan dari 20 kegiatan, tercatat 9 dari 17 kegiatan upaya kesehatan anak atau sekitar 53 persen kegiatan relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Sementara dari 16 upaya kesehatan ibu tercatat 8 kegiatan (50 persen) yang relevan dengan paket intervensi berbasis bukti. Ini artinya, baik upaya kesehatan ibu maupun anak yang dianggarkan Pasuruan kurang konsisten dengan intervensi berbasis bukti atau kegiatan cost-effective.
Tabel 12. Relevansi Kegiatan KIBBLA dengan Paket Intervensi Berbasis Bukti Kabupaten Pasuruan Relevansi dengan Paket Intervensi Ibu
Kegiatan
1.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan (diasumsikan tidak dirinci)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penanggulangan ANEMIA Orientasi Palpasi Gondok Audit Gizi Buruk Penanggulangan KVA Penanggulangan KEP PMT Pemulihan PMT Bumil KEK
9.
Pengembangan Media Promosi &PHBS (DESA SIAGA)
Tidak relevan
Tidak relevan
10.
Penyuluhan Masyarakat
Tidak relevan
Tidak relevan
11.
Peningkatan Pemanfaatan Sarana Kesehatan
Tidak relevan
Tidak relevan
Peningkatan imunisasi
Relevan tetapi dilihat jenis kegiatan dan imunisasinya.
Relevan tetapi dilihat jenis kegiatan dan imunisasinya.
Pembangunan Polindes
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
12.
13.
36
Relevansi dengan Paket Intervensi Anak
No.
Relevan untuk obat yang terkait perawatan kesehatan anak.
Tidak relevan Relevan Relevan Relevan
Relevan untuk obat yang terkait kebidanan atau kesehatan ibu secara umum. Relevan Tidak relevan
Relevan
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
No.
14.
15.
Kegiatan
Relevansi dengan Paket Intervensi Anak
Relevansi dengan Paket Intervensi Ibu
Rehap Polindes
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
Relevan dengan kebutuhan fisik tetapi perlu dilihat kecukupannya.
Pelatihan APN
Relevan untuk meningkatkan tenaga kesehatan terlatih.
Relevan untuk meningkatkan tenaga kesehatan terlatih.
16.
AMP
Tidak relevan
Tidak relevan
17.
Evaluasi P4K
Tidak relevan
Tidak relevan
18.
DDTK
Tidak relevan
Tidak relevan
19.
Kemitraan Bidan &Dukun Bayi
Tidak relevan
Tidak relevan
20.
Poned
Relevan
Relevan
Beberapa catatan terkait soal relevansi kegiatan diatas dengan intervensi berbasis bukti adalah pertama, kegiatan-kegiatan yang tidak relevan umumnya merupakan kegiatan yang tidak terkait langsung dengan persoalan inti KIBBLA yaitu penyebab kematian ibu dan anak. Kegiatankegiatan seperti pertemuan pengelola program KIA, bimbingan teknis KIA, konsultasi KIA ke provinsi, pelatihan toma dan toga, koordinasi KIBBLA di Malang begitu juga kegiatan seperti audit gizi buruk, AMP, evaluasi P4K, dan kemitraaan bidan dan dukun di Pasuruan dikategorikan tidak relevan. Kegiatan-kegiatan itu mungkin penting tetapi tidak akan menyelesaikan masalah inti KIBBLA secara langsung. Dengan kata lain, seandainya kegiatan itu dihapus sama sekali tidak akan menambah atau mengurangi permasalahan KIBBLA. Terutama jenis kegiatan pertemuan semestinya tidak perlu menjadi kegiatan sendiri. Kedua, meskipun kegiatan dikategorikan relevan tetapi perlu diteliti lebih dalam bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut didisain dalam rencananya sehingga dapat diperkirakan sejauhmana tingkat efektifitas dan efisiensinya. Lebih jauh hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.
4.2. Kegiatan KIBBLA di Sektor Lain Selain Dinas Kesehatan, kegiatan-kegiatan terkait KIBBLA juga terdapat pada lembaga yang mengelola urusan keluarga berencana yaitu Badan Keluarga Berencana Kabupaten Malang dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Pasuruan. Kegiatan-kegiatan yang dianggarkan untuk peningkatan KB di dua daerah tersebut tampak dalam tabel 13 di bawah ini. Kegiatan-kegiatan KIBBLA seperti terlihat dalam tabel seluruhnya ditujukan untuk upaya kesehatan ibu. Jika dikaitkan dengan paket intervensi berbasis bukti pada tabel 7, seluruh kegiatan tersebut hanya konsisten
37
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
dengan satu intervensi yaitu kontrasepsi dan keluarga berencana. Dari segi cost-effective, tentu saja perlu ditinjau lagi kegiatan-kegiatan apa yang betul-betul efektif dan efisien dalam mencapai tujuan peningkatan penggunaan kontrasepsi.
Tabel 13. Kegiatan KIBBLA Selain Dinas Kesehatan No.
Malang
Pasuruan
1.
Advokasi dan KIE tentang Kesehatan Reproduksi Remaja
Pengadaan Sarana Mobilitas Tim KB Keliling
2.
Pelayanan KIE
Pelayanan KB Medis Operasi
3.
Pembinaan KB
Pelayanan KB Medis untuk Komplikasi
4.
Pengadaan Sarana Mobilitas Tim KB Keliling
Pengadaan Alat Kontrasepsi
5.
Pelayanan Pemasangan Kontrasepsi KB
Pusat Pelayanan Informasi dan Koseling KRR
6.
Pelayanan KB Medis Operasi
Pengadaan Sarana Pelayanan KB
7.
Fasilitasi Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli KB
8.
Pelatihan Tenaga Pendamping Kelompok Bina Keluarga di Kecamatan
9.
Peningkatan Perlindungan Hak Reproduksi Individu
10.
Promosi Pelayanan Khiba
11.
Pengadaan Alat Kontrasepsi
Sumber: Penjabaran APBD Tahun 2008 dan 2009 Kabupaten Malang dan Pasuruan
4.3. Efektifitas Disain Kegiatan KIBBLA Bagian ini akan menjelaskan bagaimana gambaran disain kegiatan KIBBLA yang sudah disusun oleh pemerintah (dinas kesehatan) dalam DPA yang dinilai relevan maupun tidak dengan intervensi berbasis bukti. Dari gambaran tersebut setidaknya dapat diperkirakan bagaimana proses dan capaian yang akan dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Tidak semua kegiatan KIBBLA dianalisis, tetapi diambil beberapa sampel kegiatan KIBBLA yang relevan dari DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Tahun 2009. Berikut adalah deskripsi tentang kegiatan-kegiatan tersebut:
o Pelatihan APN, Sosialisasi BBLR, Pelatihan MTBS. Dalam DPA, ketiga kegiatan tersebut tercantum dalam program Upaya Kesehatan Masyarakat dan kegiatan Peningkatan Pelayanan dan
38
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Penanggulangan Masalah Kesehatan (kode rekening 1.02.1.02.0100.16.12). Total kegiatan ini sebesar Rp 183.738.300,- dengan sumber dana dari PAD. Tahun sebelumnya kegiatan ini juga dilakukan dengan anggaran sebesar Rp 83.328.000,-. Capaian program yang diharapkan adalah meningkatnya harapan hidup masyarakat dan menurunnya angka kematian ibu dalam persalinan normal. Pelatihan APN sendiri merupakan keluaran dari program tersebut sedangkan hasil yang diharapkan adalah meningkatnya pengetahuan persalinan normal. Tidak terlalu jelas apakah peserta pelatihan ini tenaga pelayanan kesehatan puskesmas atau bidan puskesmas atau keduanya. Yang jelas peserta pelatihan ini berjumlah 10 orang. Sedangkan panitia pelaksananya sebanyak 4 orang, pengajar sebanyak 4 orang dan intruktur klinik 6 orang. Berarti sama jumlah peserta dengan pengajarnya. Kegiatan pelatihan dilaksanakan selama 3 hari dan dilakukan 2 kali dalam setahun anggaran dengan total anggaran 23.995.000,- Tidak jelas dimana kegiatan ini akan dilaksanakan. Sebagian besar anggaran sebesar Rp 11 juta dialokasikan untuk honor pengajar dan insruktur, Rp 8 juta untuk makan minum rapat dan pelatihan sebesar, selebihnya digunakan untuk belanja alat tulis kantor, modul, dan fotokopi. Jika kegiatan ini berhasil, artinya akan ada 20 orang tenaga kesehatan yang terlatih APN pada tahun 2009 dan ini berarti akan meningkatkan cakupan proses persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Karena relevansinya sangat kuat terhadap intervensi berbasis bukti, kegiatan seperti ini sebaiknya terus dikembangkan. Namun demikian tetap harus mengacu kepada kebutuhan nyata jumlah tenaga kesehatan. Sedangkan kegiatan Sosialiasi BBLR pada ibu hamil tidak jelas disain rinci kegiatannya. Sebab dalam DPA hanya disebutkan 1 paket (LS) dengan anggaran sebesar Rp 30.000.000,- Tidak jelas siap yang melakukan, dimana lokasinya, berapa pesertanya, apa media sosialisasinya, dan bagaimana caranya. Dengan disain seperti ini tidak dapat diperkirakan sejauhmana efektifitasnya. Padahal kalau mengacu kepada kegiatan cost-effective untuk menangani BBLR mungkin akan lebih jelas manfaat dan dampaknya. Kegiatan efektif untuk BBLR antara lain pelayanan gizi ibu hamil, kunjungan neonatus, penanganan komplikasi neonatus, dan ASI ekslusif. Semestinya akan lebih efektif kalau anggaran itu dibelanjakan untuk menambah alat inkubator dan oksigen, tambahan zat besi (fe) untuk ibu hamil atau dijadikan biaya transportasi bagi ibu hamil yang miskin. Disain Pelatihan MTBS juga sama persis dengan Sosialisasi BBLR yaitu hanya disebutkan 1 LS dengan anggaran sebesar Rp 50.000.000,- Tidak jelas siapa yang akan dilatih, berapa jumlah pesertanya, dan dimana pelaksanaannya. MTBS diarahkan untuk menangani kasus balita sakit yang disebabkan oleh diare, ISPA, Malaria, TB dan Cacing. Jika jelas disainnya setidak dapat diukur sejauhmana dampak pelatihan tersebut terhadap pengurangan kesakitan anak akibat penyakit-penyakit tersebut. Selain ketiga kegiatan tersebut, dalam kegiatan Peningkatan Pelayanan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan ini juga terdapat kegiatan
39
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Bimbingan Teknis Kesehatan Keluarga dan Konsultasi ke Dinas Kesehatan Propinsi. Bimbingan teknis kesga dialokasikan sebesar Rp 22.398.500,- yang seluruhnya dibelanjakan untuk perjalanan dinas keliling ke 38 puskesmas yang terdiri dari uang saku pejabat eselon IV dan staf dinas kesehatan, biaya bahan bakar mesin (BBM), dan uang saku peserta rapat. Kegiatan bimbingan teknis ini rupanya akan dilakukan dengan cara mengunjungi setiap puskesmas. Sedangkan kegiatan Konsultasi ke Dinas Kesehatan Propinsi dialokasikan sebesar Rp 4.150.000,- yang dibelanjakan untuk uang saku 1 orang pejabat eselon III dan IV serta 3 orang stafnya yang akan melakukan kunjungan sebanyak 12 kali. Dari deksripsi di atas tampak bahwa kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan tidak dirancang dengan jelas dan cenderung tidak efisien. Kita dapat memastikan anggaran itu akan habis dibelanjakan. Tetapi kita tidak dapat menduga sekalipun sejauhmana manfaat dan dampak bagi upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak.
o Peningkatan Imunisasi Kegiatan Peningkatan Imunisasi dengan kode rekening 1.02.1.02.0100.22.08 termasuk dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular. Total anggaran kegiatan ini sebesar Rp 100.652.500,- yang bersumber dari PAD dan merupakan kegiatan yang bersifat lanjutan. Tahun sebelumnya dialokasikan sekitar Rp 134 juta. Kegiatan ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan penyakit menular langsung yang bersumber dari binatang dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) di masyarakat. Keluarannya adalah terlaksananya program imunisasi dan pelayanan BIAS DT dan TT dan tercapainya desa UCI/kecamatan UCI (Universal Child Immunization). Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Kelompok sasarannya adalah perencanaan dan evaluasi program imunisasi dan pelaksanaan program imunisasi dan pelayanan BIAS DT, TT. Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan oleh panitia pelaksana yang berjumlah 6 orang dalam bentuk pertemuan sebanyak 2 kali dan sekali sosialisasi DQS . Kedua pertemuan itu adalah Pertemuan Peningkatan Desa UCI dan Pertemuan Perencanaan dan Evaluasi Program Imunisasi. Untuk tiga kegiatan ini dibuatkan 3 sepanduk kegiatan tetapi tidak jelas di mana kegiatan ini akan dilaksanakan, apakah di kantor dinas atau di tempat pertemuan lain karena tidak ada alokasi anggaran untuk akomodasi. Lokasi kegiatan hanya disebutkan di wilayah Kabupaten Malang. Anggaran kegiatan ini dialokasikan untuk belanja honorarium 6 orang panitia dan pembuatan 3 buah spanduk sekitar Rp 3.225.000,- dan belanja barang dan jasa sebesar Rp 97.427.500,-. Belanja barang dan jasa dirinci menjadi belanja habis pakai berupa alat tulis kantor sebesar Rp 2.330.000 dan fotokopi Rp 1.481.000,-, makan minum pertemuan Rp 3.500.000,-
40
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
perjalanan dinas dalam daerah sebesar Rp 78.116.500,- dan perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 12.000.000,Belanja perjalanan dinas dalam daerah dialokasikan untuk membiayai uang saku dan BBM satu orang petugas dinas kesehatan eselon III dan IV beserta satu orang stafnya masing-masing yang akan melakukan kunjungan ke puskesmas sebanyak 3 kali. Total jumlah puskesmas yang dikunjungi pada kegiatan pembinaan teknis sebanyak 21 puskesmas, pada kunjungan dalam BIAS DT dan TT sebanyak 10 puskesmas, dan kunjungan dalam rangka cacth up campaign campak sebanyak 10 puskesmas. Tidak dijelaskan lagi puskesmas apa saja yang akan dikunjungi. Selain itu ada juga uang saku untuk sekali kunjungan petugas puskesmas dalam rangka BIAS DT dan TT dan cacth up campaign campak ke 800 SD, uang saku untuk 76 peserta sosialisasi DQS, yang saku untuk 38 peserta pertemuan peningkatan desa UCI, uang saku untuk 38 peserta pertemuan perencanaan dan evaluasi program imunisasi, dan uang saku seorang pejabat eselon III untuk pembinaan DQS. Sedangkan belanja perjalanan dinas luar daerah dibelanja untuk uang saku dan BBM seorang petugas dinas kesehatan eselon IV beserta seorang stafnya yang akan melakukan perjalanan sebanyak 30 kali dalam rangka pengambilan vaksin ke Surabaya. Dari deskripsi rancangan kegiatan di atas, sama sekali tidak nampak kegiatan imunisasi (pemberian vaksin) itu sendiri. Kegiatan ini hanya berbicara tentang imunisasi baik melalui bimbingan teknis, pertemuan evaluasi maupun sosialisasi. Tidak ada belanja vaksin karena vaksin sudah disediakan oleh dinas kesehatan provinsi dan harus diambil ke Surabaya dengan menghabiskan biaya 12 juta (kenapa tidak dipaketkan saja, pasti lebih murah). Imunisasi yang disarankan dalam paket intervensi berbasis bukti adalah imunisasi TT untuk ibu hamil dan imunisasi dasar untuk bayi. Dalam kegiatan tersebut tidak nampak sama sekali berapa target jumlah ibu hamil yang akan diimunisasi TT dan berapa bayi yang akan diberi imunisasi dasar. Jika kita lihat sepintas, kegiatan ini tampak sangat relevan dengan intervensi berbasis bukti. Namun ketika kita lihat lebih dalam disain kegiatannya sama sekali tidak ada kaitan dengan intervensi yang semestinya dilakukan untuk mencegah kematian ibu dan bayi.
o Pertemuan Teknis Gizi Kegiatan pertemuan ini tercantum dalam Kegiatan Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro lainnya dengan kode rekening 1.02.1.02.0100.20.30. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp 16.075.000,- bersumber dari PAD. Capaian yang diharapkan adalah terlaksananya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan, peningkatan status gizi dan berat badan bumil dan balita gizi buruk. Keluarannya adalah terlaksananya pertemuan
41
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
teknis program gizi masyarakat. Hasil yang diharapannya adalah meningkatnya status gizi dan berat badan bumil dan balita yang mendapatkan PMT Pemulihan dan terciptanya koordinasi dan keterpaduan program gizi di puskesmas. Sedangkan kelompok sasarannya adalah petugas program gizi dari 38 puskesmas. Jumlah ibu hamil dan balita gizi buruknya sendiri tidak menjadi kelompok sasaran? Kegiatan pertemuan ini dilakukan sekali dalam setahun anggaran yang dikelola oleh 4 orang panitia dengan 4 orang narasumber. Tidak jelas dimana lokasi pertemuannya tetapi kemungkinan besar dilakukan di kantor dinas kesehatan. Anggaran yang ada dialokasikan sebesar Rp 2.400.000,- untuk honorarium panitia dan narasumber, Rp 800 ribu untuk alat tulis kantor, Rp 2.400.000 untuk fotokopi, Rp 2 juta untuk makan minum, Rp 6 juta untuk uang saku peserta pertemuan, Rp 2.475.000 untuk uang saku dan BBM seorang petugas dinas kesehatan yang keliling ke 15 puskesmas dalam rangka pemberian PMT Pemulihan. Rencana keliling ke 15 puskesmas untuk memberikan PMT Pemulihan ini agak ganjil karena dalam kegiatan ini tidak ada belanja barang berupa makanan tambahan, vitamin, yodium atau zat besi yang akan diberikannya. Kalau pun barang itu sudah ada, mengapa tidak diberikan kepada petugas puskesmas yang datang dalam pertemuan teknis itu. Dengan disain kegiatan seperti itu, mungkin akan terjadi koordinasi dan keterpaduan program gizi. Tetapi jelas sekali tidak mungkin
42
akan meningkatkan status gizi dan berat badan ibu hamil dan balita karena yang dibutuhkan adalah zat besi ((fe) untuk ibu hamil dan vitamin A, yodium, dan makanan pendamping ASI untuk balita gizi buruk. Pertemuan teknis ini sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah gizi buruk bahkan masalah koordinasi sekalipun. Mungkin dana 16 juta ini akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk menambah tenaga gizi atau membeli makanan tambahan, vitamin, fe, dan yodium yang jelas-jelas dibutuhkan untuk ibu hamil dan balita gizi buruk dan transportasi untuk memberikan semua itu kepada yang ibu dan balita yang membutuhkan. Dari gambaran tersebut, disain kegiatan-kegiatan KIBBLA secara umum belum menunjukkan disain kegiatan yang efektif dan efisien. Penyusunan rencana kinerja tidak sinkron dengan kebutuhan sumber daya KIBBLA. Pengalokasian anggaran cenderung tidak efektif dan efisien di lihat dari kebutuhan sumber daya KIBBLA. Dengan kondisi seperti itu, meskipun alokasi anggaran KIBBLA meningkat belum tentu akan menghasilkan dampak yang positif bagi peningkatan kesehatan ibu, balita dan anak.
4.4. Kondisi Umum Anggaran 4.4.1. Pendapatan Daerah APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Milyar
Grafik 1. Pendapatan Daerah 1,500 1,000 500 0 Malang
Pasuruan 2007
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Besar kecilnya pendapatan daerah menunjukkan kemampuan dan kapasitas daerah untuk membiayai pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar pendapatan suatu daerah semakin besar peluang daerah tersebut untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, hanya melihat besarnya pendapatan untuk mengukur kemampuan daerah bisa misleading. Besarnya pendapatan daerah Malang dibandingkan Pasuruan (Grafik 1) tidak berarti Malang lebih besarnya peluangnya dibandingkan Pasuruan. Total anggaran pendapatan daerah nominal Malang selama tiga tahun terakhir lebih dari 1 trilyun. Pada 2007, tercatat sekitar 1,03 trilyun meningkat pada 2008 menjadi 1,28 trilyun dan 1,29 trilyun pada 2009. Pasuruan memiliki total anggaran pendapatan lebih kecil dari Malang dan dalam tiga tahun terakhir masih dibawah 1 trilyun. Pada 2007 tercatat sekitar 741,8 milyar meningkat menjadi 871,4 milyar pada 2008 dan 888,5 milyar pada 2009. Grafik 1 menunjukkan terjadi kenaikan pendapatan yang cukup besar pada 2008 yaitu 24 persen di
2008
2009
Malang dan 17 persen di Pasuruan. Tetapi pada 2008 ke 2009 meskipun secara nominal mengalami peningkatan, tetapi kenaikannya hanya sekitar 0,2 persen Malang dan 1,9 persen Pasuruan. Melihat kecenderungan peningkatan yang relatif sama terutama pada 2008, peningkatan itu kemungkinan besar dipicu oleh meningkatnya dana perimbangan untuk dua daerah ini. Secara riil, jumlah pendapatan kedua daerah tetap meningkat. Inflasi pada 2008 sekitar 11,06 persen tidak menurunkan jumlah pendapatan riil masing-masing daerah pada 2007 yang mengalami inflasi sebesar 6,5 persen. Begitu juga dengan perkiraan jumlah pendapatan riil pada 2009 dengan asumsi inflasi sebesar 6,2 persen tetap mengalami peningkatan. Untuk melihat lebih jauh kemampuan daerah dalam mengelola pendapatan, kita bisa merujuknya kepada stuktur pendapatan daerah tersebut. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Pendapatan Daerah lainnya yang sah.
4.4.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
43
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik 2. Kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% Malang 2007 kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. PAD Malang selama tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang relatif besar. Berturut-turut peningkatan PAD Malang dari 2007 hingga 2009 sekitar 60,5 milyar, 94,6 milyar dan 103,3 milyar. Pada kurun waktu yang sama, Pasuruan juga mengalami peningkatan meski tidak terlalu siginifikan yaitu 55,8 milyar, 65,6 milyar dan 71,2 milyar. Namun demikian, jika dilihat dari proporsinya terhadap total pendapatan daerah, kontribusi PAD Malang dan Pasuruan relatif sama yaitu sekitar 8 persen. Rendahnya kontribusi ini menunjukkan kapasitas fiskal kedua daerah ini masih tergantung kepada aliran dana dari pemerintah pusat. Ketergantungan ini berimplikasi
44
Pasuruan 2008
2009
kepada keterbatasan daerah dalam mengembangkan program pembangunan dan pelayanan publik. Pada 2007, kontribusi sumber PAD terbesar Malang berasal dari retribusi daerah yang mencapai sekitar 39 persen. Sumber PAD yang lain yaitu pajak daerah, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah berturut-turut menyumbang sekiar 38 persen, 6 persen dan 18 persen terhadap total PAD. Kondisi ini berubah pada tahun 2008 dimana kontribusi terbesar PAD berasal dari PAD Lainnya Yang Sah yang mencapai sekitar 48 persen. Sedangkan pajak daerah sekitar 28 persen, retribusi daerah 18 persen dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sekitar 5 persen. Kondisi yang relatif sama terjadi pada 2009 dimana PAD Lainnya Yang Sah mendominasi kontribusi terhadap PAD sekitar 46 persen, pajak daerah 27 persen, retribusi daerah naik lagi menjadi 22 persen dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tetap sekitar 5 persen. Secara umum, Malang mengandalkan penggalian sumber keuangan dari pelayanan publik
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
yang diberikan kepada masyarakat dan penjualan aset-aset daerah yang tidak dipisahkan. Pajak daerah sendiri kontribusinya terus menurun selama tiga tahun terakhir. Rendahnya kontribusi pajak daerah dan tingginya retribusi dan PAD lainnya di Kabupaten Malang mengindikasikan pengelolaan pendapatan daerah yang tidak optimal. Selain itu, hal tersebut juga mengindikasikan adanya kondisi-kondisi negatif seperti tingginya beban masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, rendahnya kontribusi perekonomian daerah sebagai dampak dari rendahnya pertumbuhan ekonomi, juga semakin menurunnya kemampuan pengembangan potensi daerah. Sementara Pasuruan pada 2007, PAD terbesarnya berasal dari pajak daerah sekitar 69 persen, retribusi daerah sekitar 25 persen, PAD Lainnya yang sah sekitar 6 persen sementara pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan hanya 0,4 persen. Kondisi yang sama terjadi pada 2008 dimana pajak daerah tetap mendominasi meskipun komposisinya menurun menjadi 62 persen. Retribusi daerah naik menjadi 26 persen, PAD Lainnya yang sah juga naik menjadi 11 persen, dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi 1 persen. Pada 2009, posisi kontribusi masih tetap sama meskipun dinamika relatif berbeda yaitu pajak daerah turun menjadi 58 persen, retribusi daerah naik menjadi 31 persen, PAD lainnya sah juga turun menjadi 10 persen, dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tetap 1 persen. Secara umum, stuktur pendapatan Pasuruan relatif lebih baik dari Malang. Namun demikian harus
diwaspadai karena komposisi pajak daerah selama tiga tahun terakhir konsisten mengalami penurunan sebaliknya retribusi daerah konsisten mengalami peningkatan. Melihat kecenderungan yang relatif sama antara Malang dan Pasuruan dalam penurunan komposisi pajak daerah dan peningkatan retribusi daerah terhadap PAD mengindikasikan ada kesamaan fenomena dalam perkembangan perekonomian di kedua daerah dan cara mereka merespon fenomena tersebut. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah, PAD merupakan isu yang hangat dibicarakan sehingga muncul kesan otonomi daerah identik dengan upaya yang progresif dari daerah untuk meningkatkan PAD sebesarbesarnya. Upaya yang masif dari daerah untuk meningkatkan PAD menimbulkan kekhawatiran meningkatnya beban masyarakat terutama yang dipungut dari retribusi daerah. Besar kecilnya PAD mengindikasikan kemampuan daerah dalam mengelola potensi daerahnya apabila sumber-sumber PAD yang dioptimalkan bersumber dari hasil peningkatan kegiatan ekonomi daerah baik melalui pajak maupun bagi hasil. Akan tetapi besarnya PAD dapat menjadi beban masyarakat jika sumber PAD dipungut dari pelayanan publik yang seharusnya dapat diterima masyarakat secara gratis seperti pelayanan kesehatan dasar.
4.4.1.2 Dana Perimbangan Pendapatan Dana Perimbangan bersumber dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Kondisi umum di
45
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik 3. Kontribusi Dana Perim bangan terhadap Total Pendapatan 100% 80% 60% 40% 20% 0% Malang
Pasuruan 2007
berbagai daerah di Indonesia termasuk Kabupaten Malang dan Pasuruan adalah dominannya kontribusi dana perimbangan dalam stuktur pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan daerah kepada transfer dari pemerintah pusat.
Selama tiga tahun terakhir, dana perimbangan Kabupaten Malang dan Pasuruan mendominasi (lebih 80%) kontribusi pendapatan daerah. Selama tiga tahun terakhir dominasi ini cenderung stabil. Pada 2007, dana perimbangan Malang mencapai sekitar 89 persen dan meningkat menjadi 87 persen pada 2009. Sedangkan Pasuruan, pada 2007 sekitar 86 persen meningkat pada 2009 menjadi 87 persen. Kontribusi komponen dana perimbangan di Malang pada 2007 dari yang terbesar masingmasing DAU sekitar 95 persen, DAK 0 persen dan bagi hasil 5 persen. Pada 2008, DAU menurun menjadi 86 persen, DAK naik menjadi 8 persen, dan bagi hasil tetap 6 persen. Sedangkan pada 2009 DAU kembali turun menjadi 85,2 persen, DAK menjadi 8,4 persen dan bagi hasil 6,4 persen.
46
2008
2009
Sementara di Pasuruan kontribusi komponen dana perimbangan dari yang terbesar pada 2007 untuk DAU sekitar 83 persen, DAK 9 persen dan bagi hasil 8 persen. Pada 2008, DAU turun menjadi 80 persen sedangkan DAK dan bagi hasil meningkat masing-masing menjadi 10 persen. Pada 2009, DAU kembali turun menjadi 78 persen sementara DAK dan bagi hasil meningkat masing-masing menjadi 11 persen. Secara umum proporsi DAU Malang dan Pasuruan dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan. Untuk Pasuruan meskipun proporsi turun nominal tetap mengalami peningkatan. Berbeda dengan Malang yang nominal mengalami penurunan pada 2009 dibanding 2008 dari 967 milyar menjadi 959 milyar. Penggunaan DAU diserahkan kepada daerah sesuai dengan asas desentralisasi untuk membiayai prioritas urusan masingmasing daerah. Yang pasti sebagian besar DAU digunakan untuk belanja gaji pegawai. DAK menempati urutan kedua dalam komposisi dana perimbangan baik di Malang maupun Pasuruan dengan rata-
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Grafik4. Kontribusi Pendapatan Lainnya terhadap Total Pendapatan 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% Malang 2007 rata sekitar 6-10 persen terhadap total dana perimbangan atau 5-7 persen terhadap total pendapatan daerah. Dalam tiga tahun terakhir, komposisi DAK Malang dan Pasuruan mengalami peningkatan antara 1-2 persen. Penggunaan DAK didasarkan pada asas tugas khusus dari pemerintah pusat kepada daerah untuk urusanurusan tertentu untuk membiayai pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik seperti gedung sekolah, puskesmas dan rumah sakit. Pemerintah daerah tidak dapat mengubah peruntukan DAK yang sudah ditentukan oleh departemen-departemen pemerintah di tingkat pusat berdasarkan usulan daerah yang disampaikan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Sementara dana bagi hasil, komposisinya tergantung kepada potensi daerah (pajak dan non pajak) yang dikelola oleh pemerintah pusat dan perusahaan-perusahaan negara yang mengelola sumberdaya di daerah. Besar kecilnya kadang kala bisa ditentukan oleh negosiasi
Pasuruan 2008
2009
antara pemerintah daerah dan pusat terutama untuk bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola perusahan negara. Kecilnya dana bagi hasil di Kabupaten Malang dan Pasuruan salah satunya bisa disebabkan oleh pengelolaan potensi sumberdaya alam yang belum maksimal. Kontribusi bagi hasil Kabupaten Malang setiap tahun rata-rata sekitar 5 persen dari total pendapatan. Pasuruan relatif lebih baik dengan rata-rata sekitar 7 persen.
4.4.1.3 Pendapatan Daerah Lainnya Yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat dan pendapatan lain yang ditetapkan pemerintah. Hibah adalah bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
47
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Milyar
Grafik 5. Belanja Daerah 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 Malang
Pasuruan
2007
Kontribusi pendapatan daerah lainnya terhadap total pendapatan daerah untuk Malang pada ratarata sekitar 6,5 persen per tahun sedangkan Pasuruan sekitar 4,6 persen. Dalam tiga tahun terakhir pendapatan lainnya cenderung fluktuatif baik di Malang maupun Pasuruan. Sumber utama pendapatan lainnya berasal dari pendapatan yang ditetapkan pemerintah yang mencakup dana bagi hasil pajak pemerintah provinsi dan pemerintah daerah lainnya serta dana penyesuaian dan dana otonomi khusus. Kabupaten Malang dan Pasuruan tidak menerima dana hibah dan dana darurat dalam tiga tahun terakhir.
4.4.2 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
48
2008
2009
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas tersebut diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal.
Belanja daerah menunjukkan upaya pemerintah dalam menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan publik untuk mensejahterakan masyarakat. Setiap rupiah yang keluar dari kas daerah sedapat mungkin berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Grafik 5 menunjukkan upaya Malang relatif besar dibanding Pasuruan. Akan tetapi, Malang memiliki tantangan yang lebih besar dibanding Pasuruan karena penduduk Malang
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
yang harus dilayani jauh lebih besar dibanding Pasuruan. Dilihat dari kecenderungannya selama tiga tahun terakhir, belanja daerah Malang dan Pasuruan terus mengalami peningkatan baik secara nominal maupun riil. Inflasi pada 2008 sekitar 11,06 persen tidak menurunkan jumlah pendapatan riil tahun sebelumnya yang mengalami inflasi lebih kecil sebesar 6,5 persen. Nilai nominal belanja daerah belum dapat menjadi perbandingan antar daerah. Namun, besaran belanja per kapita lebih sensitif melihat perbedaan kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan kepada penduduknya. Tabel 14 di bawah menginfomasikan belanja daerah perkapita yang mencerminkan kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, tabel juga menunjukkan kontradiksi belanja per kapita belanja tidak langsung dengan per kapita belanja langsung. Disatu sisi, belanja langsung per kapita yang mencerminkan kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat cenderung menurun di sisi yang lain belanja tidak langsung per kapita yang sebagian besar dinikmati aparat justru terus meningkat.
Kondisi kontradiktif tersebut menunjukkan dari sisi pengelolaan belanja secara umum, baik Malang maupun Pasuruan relatif sama buruknya. Peningkatan belanja daerah dalam tiga tahun terakhir ternyata sebagian besar lebih banyak dinikmati oleh aparat pemerintah. Sebaliknya belanja untuk meningkatkan pembangunan, pelayanan publik dan kesejateraan masyarakat malah cenderung turun. Tingginya peningkatan belanja tidak langsung tampaknya menjadi penyebab utama terjadinya anggaran defisit baik Malang maupun Pasuruan. Dalam tiga tahun terakhir, defisit anggaran Malang cenderung meningkat drastis dari sekitar 75 milyar pada 2007, meningkat menjadi 128 milyar pada 2008 kemudian pada 2009 meningkat lagi menjadi 216 milyar. Kondisi defisit juga terjadi di Pasuruan. Pada 2007 anggaran Pasuruan defisit sekitar 39 milyar, meningkat drastis pada 2008 menjadi 87 milyar kemudian turun sedikit pada 2009 menjadi 72 milyar. Dengan kondisi seperti itu, Malang telah menyusun anggaran dengan kecenderungan defisit yang meningkat secara signifikan yaitu dari 7 persen terhadap total
Tabel 14. Belanja Daerah Per Kapita Kabupaten
2007
2008
2009
Malang
283,826
351,049
427,497
Pasuruan
282,881
369,310
375,791
Malang
180,882
230,329
185,434
Pasuruan
253,821
285,257
272,639
Belanja Tidak Langsung Per Kapita
Belanja Langsung Per Kapita
49
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
pendapatan daerah pada 2007 menjadi 17 persen pada 2009. Sementara Pasuruan mengalami defisit pada 2007 sekitar 5 persen, meningkat pada 2008 sekitar 10 persen dan turun menjadi 8 persen pada 2009. Dalam tiga tahun terakhir, defisit yang tetapkan oleh Malang maupun Pasuruan telah melampaui batas maksimal defisit yang ditetapkan Menteri Keuangan sebesar 3,5 persen dari perkiraan pendapatan daerah.
4.4.2.1 Gambaran Umum Alokasi Belanja Daerah Secara umum, ada 11 kategori belanja dalam stuktur belanja daerah yang terbagi 8 jenis belanja yaitu belanja gaji pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan kepada pemerintah provinsi/ kabupaten/desa, dan tidak terduga masuk dalam kelompok Belanja Tidak Langsung dan 3 jenis belanja yaitu honorarium/upah, barang dan jasa, dan modal masuk kelompok Belanja Langsung. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan yang tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan Belanja Langsung merupakan belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Seperti tampak dalam grafik 7 dan 8, belanja gaji PNS merupakan kategori belanja dengan komposisi terbesar di Malang dan Pasuruan. Di Malang, belanja gaji pegawai merupakan komponen terbesar belanja rata-rata sekitar 50 persen terhadap total belanja daerah. Sementara Pasuruan, belanja gaji pegawai mencapai ratarata 47 persen dari total belanja
50
daerah. Tingginya belanja ini mengindikasikan biaya operasional pemerintah jauh lebih besar daripada kegiatan pembangunan atau pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kecenderungan naiknya belanja PNS seringkali dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan gaji, rekrutmen, dan perubahan sturktur organisasi pemerintah daerah (SOPD). Dalam tiga tahun terakhir, kenaikan gaji PNS secara konsisten mengalami peningkatan sekitar 15 persen dengan alasan untuk meningkatkan kesejateraan aparat dan mengurangi peluang korupsi. Rekrutmen PNS yang diselenggarakan hanya menambah jumlah tetapi belum tentu meningkat kualitasnya. Kebijakan SOPD melalui Peraturan Pemerintah No. 41 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah justru semakin membuat banyak daerah bertambah organisasinya. Semua ini berimplikasi kepada meningkatnya belanja gaji dari tahun ke tahun. Selain gaji, aparat juga masih mendapat alokasi anggaran dari belanja honorarium/ upah dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Kategori belanja barang dan jasa dan modal yang merupakan belanja langsung dalam rangka pembangunan dan pelayanan pubik mendapat alokasi yang relatif kecil. Malang dan Pasuruan rata-rata mengalokasikan sekitar 10 - 20 persen dari total belanja. Besar kecilnya belanja ini akan berdampak langsung kepada kuantitas dan kualitas pembangunan dan pelayanan publik.
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Modal
Barang dan Jasa
2009
Honor/Upah
2008
Tak Terduga
Bantuan Keuangan
2007
Bagi Hasil
Bantuan Sosial
Subsidi
Bunga
Gaji PNS
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Hibah
Grafik 7. Alokasi Umum Belanja Daerah Kabupaten Malang
Grafik 8. Alokasi Umum Belanja Daerah Kabupaten Pasuruan
2007
2008
al od M
Ba
ra
ng
da
or
n
/U
Ja
pa
sa
h
a on
2009
Kategori belanja yang selalu mendapat alokasi adalah hibah dan bantuan sosial. Padahal secara normatif, daerah hanya boleh mengeluarkan belanja ini ketika urusan wajib sudah terpenuhi secara memadai guna memenuhi standar pelayanan minimum. Namun kenyataannya, kategori belanja ini seringkali menjadi ruang bagi kepentingankepentingan politik jangka pendek. Belanja ini biasanya akan mengalami peningkatan menjelang momentum-momentum politik seperti pemilihan legislatif dan kepala daerah. Kabupaten Malang pada 2007 hingga 2009 mengalokasikan
H
k Ta
Ke n
Ba
nt
ua
Te
ua
rd
ng
ug
an
il as H gi
So n
Ba
nt
ua
Ba
si
al
ah ib H
i id bs
a ng Bu
Su
G
aj
iP
N
S
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
total belanja hibah dan bantuan sosial berturut-turut sekitar 89,8 milyar, 92,5 milyar, dan 93,5 milyar. Sedangkan Pasuruan pada kurun waktu yang sama mengalokasikan sekitar 24,8 milyar, 49,9 milyar, dan 37 milyar. Proporsi total belanja hibah dan bantuan sosial terhadap total belanja daerah setiap tahun rata-rata mencapai 6 persen untuk Malang dan 4 persen untuk Pasuruan. Belanja-belanja ini secara umum dialokasikan kepada lembaga atau organisasi masyarakat dan partai politik yang penentuannya jarang di bahas dalam forum perencanaan (musrenbang).
51
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik 9. Proporsi Belanja Tidak Langsung terhadap Total Belanja 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Malang
Pasuruan 2007
4.4.2.2 Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Sebagian besar belanja daerah Malang dan Pasuruan dialokasikan untuk belanja tidak langsung dengan rata-rata 64 persen dan 56 persen setiap tahun (Grafik 9). Di Malang, belanja gaji pegawai merupakan komponen terbesar belanja tidak langsung yang mencapai rata-rata 79 persen per tahun atau sekitar 51 persen terhadap total belanja daerah. Sementara Pasuruan, belanja gaji pegawai mencapai ratarata 84 persen dari total belanja tidak langsung atau rata-rata 47 persen dari total belanja daerah. Besarnya proporsi belanja pegawai menunjukkan anggaran daerah lebih banyak dinikmati oleh aparat pemerintah.
2008
2009
Grafik 9 juga menunjukkan kecenderungan komposisi belanja tidak langsung terhadap total belanja daerah selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Malang pada 2007 proporsinya sekitar 61 persen, pada 2008 mengalami penurunan menjadi 60 persen kemudian kembali meningkat menjadi 70 persen pada 2009. Sementara Pasuruan mengalami peningkatan secara gradual dari 2007 sampai 2009 berturut-turut sekitar 53 persen, 56 persen, dan 58 persen. Sementara belanja langsung untuk membiayai program dan kegiatan secara umum persentasenya di bawah 50 persen dan cenderung mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir seiring dengan peningkatan belanja gaji pegawai
Grafik 10. Proporsi Belanja Langsung terhadap Total Belanja 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Malang
Pasuruan 2007
52
2008
2009
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
tiap tahun pada komponen belanja tidak langsung seperti terlihat dalam grafik 7 dan 8 sebelumnya. Pada 2007 belanja langsung Malang sekitar 39 persen menurun menjadi 30 persen pada 2009 sedangkan Pasuruan dari 47 persen pada 2007 menjadi 42 persen pada 2009. Membandingkan antara grafik 9 dan 10 nampak konsistensi hubungan antara naik turunnya komposisi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Setiap terjadi kenaikan pada komposisi belanja tidak langsung akan mengakibatkan penurunan pada komposisi belanja langsung. Penurunan ini terjadi tidak hanya dalam komposisi tetapi secara nominal dalam dua tahun terakhir juga mengalami penurunan baik di Malang maupun Pasuruan. Belanja
langsung Malang pada 2008 sekitar 561,7 milyar menurun pada 2009 menjadi 456,5 milyar. Sedangkan Pasuruan dari 417,8 milyar pada 2008 menjadi 403,9 milyar pada 2009. Untuk Malang, penurunan ini juga terjadi pada belanja langsung riilnya. Sedangkan untuk Pasuruan, antara 2008 dan 2009 jumlah belanja langsung riil mengalami kenaikan dari 371,6 milyar menjadi 378,8 milyar. Asumsi inflasi 2009 yang lebih rendah dari 2008 menyebabkan perkiraan belanja riil 2009 Pasuruan mengalami peningkatan meskipun jumlah nominal 2009 menurun dibanding 2008.
4.4.2.3 Belanja Langsung Menurut Jenis Belanja Belanja langsung dari setiap
Grafik 11. Proporsi Belanja Pegawai Terhadap Belanja Langsung 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
Grafik 12. Proporsi Belanja Barang dan Jasa terhadap Total Belanja Langsung 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
53
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik 13. Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Langsung 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
kegiatan di bagi menurut jenis belanjanya menjadi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Ketiga jenis belanja ini dapat mencerminkan biaya operasional dan pemeliharaan serta investasi. Belanja pegawai dalam kelompok ini adalah untuk pengeluaran honorarium atau upah melaksanakan kegiatan. Ini berbeda dengan belanja pegawai pada belanja tidak langsung yang merupakan pengeluaran gaji pegawai. Kabupaten Malang dan Pasuruan menganggarkan belanja honorarium/upah untuk melaksanakan program dan kegiatan dengan rata-rata sekitar 11 persen per tahun dari total belanja langsung. Demikian juga Pasuruan mengalokasikan sekitar 11 persen. Ini berarti menambah jumlah anggaran yang diterima oleh aparat pemerintah setelah gaji yang mereka terima. Dalam tiga tahun terakhir, Malang dan Pasuruan telah memotong belanja ini hingga separuhnya dan cenderung menurun setiap tahun (Grafik 11). Tentu saja kecenderungan ini cukup baik. Beberapa daerah lain seperti Kabupaten Bandung dan Solok telah menghapus belanja pegawai dari belanja langsung dan
54
menggantinya dengan tunjangan Tambahan Pengasilan PNS (TPP). Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja aparat dan efisien anggaran. Belanja barang dan jasa adalah belanja untuk pengeluaran pembelian atau pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan. Pembelian barang dan pemakaian jasa tersebut mencakup belanja barang habis pakai, bahan/ material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/ gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemindahan pegawai. Malang mengalokasikan belanja barang dan jasa dalam pelaksanaan program dan kegiatan rata-rata 28 persen dari total belanja langsung setiap tahun. Dalam tiga tahun terakhir belanja ini cenderung meningkat dari 25 persen pada 2007 menjadi 32 persen pada 2009. Berbeda dengan Malang, belanja barang dan jasa Pasuruan lebih besar yaitu rata-rata 49 persen setiap tahun namun mengalami kecenderungan penurunan yang sama yaitu dari 55 persen pada 2007 menjadi 48 persen pada 2009 (Grafik 12). Kebijakan anggaran mengurangi belanja barang dan jasa dapat berdampak positif maupun negatif terhadap penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publik. Pengurangan yang positif terjadi bila dilakukan dengan
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
memotong pengeluaran barang dan jasa yang tidak relevan atau dengan mengurangi volume pada setiap satuan belanja yang dinilai berlebih seperti belanja makanan dan minuman, pakaian dinas, pakaian kerja, pakaian khusus harihari tertentu, perawatan kendaraan bermotor, barang-barang habis pakai dan penggandaan. Sebaliknya, pengurangan belanja barang dan jasa dapat berdampak negatif bila dilakukan pada jenisjenis barang dan jasa yang terkait langsung dengan pembangunan dan pelayanan publik seperti belanja premi asuransi atau mobilitas untuk para penyedia jasa layanan publik. Belanja modal merupakan belanja untuk pembelian/ pengadaan, pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan seperi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringannya dan aset tetap lainnya. Pada belanja modal ini termasuk juga belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan. Dalam tiga tahun terakhir, belanja modal Malang dan Pasuruan cenderung fluktuatif. Tetapi secara umum kisaran rata-rata sekitar 52 persen dari total belanja langsung daerah. Pada 2008, belanja modal Malang mengalami peningkatan dari sekitar 61 persen pada 2007 menjadi 62 persen pada 2008 kemudian turun kembali pada 2009 menjadi 57 persen. Kondisi yang sama terjadi di Pasuruan. Pada 2008, belanja modal meningkat menjadi 45 persen dari tahun sebelumnya sekitar 30 persen. Kemudian kembali turun pada
pada 2009 menjadi sekitar 44 persen. Melihat kecenderungan ini sepertinya kenaikan DAK di Malang dan Pasuruan sekitar 1-2 persen tidak terlalu berpengaruh terhadap kecederungan komposisi belanja modal. Besar belanja modal secara umum menunjukkan perilaku pengalokasian anggaran masih cenderung ke pembangunan yang bersifat fisik. Kecenderungan ini semakin diperkuat dengan DAK yang hanya diperuntukkan untuk pembangunan sarana fisik. Meningkatnya jumlah DAK ke daerah dengan sendirinya akan meningkatkan 10 persen belanja modal daerah sebagai dana pendamping DAK. Kondisi ini terkadang menjadi dilematis bagi daerah dalam pengelolaan keuangan. Di sisi lain, DAK diperlukan untuk menambahkan kapasitas anggaran daerah untuk pembangunan sarana fisik tetapi disisi lain anggaran daerah yang seharusnya bisa menambah belanja operasional justru harus dialokasikan untuk menjadi pendamping DAK.
4.4.2.4 Prioritas Belanja Urusan Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyatakan ada
55
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
31 urusan pemerintahan yang diselenggarakan pemerintah. Kabupaten Malang menyelenggarakan sebanyak 21 urusan pemerintah wajib dan 5 urusan pemerintahan pilihan sementara Pasuruan 23 urusan wajib, 8 urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Tabel 15 dan 16 menunjukkan 5 urusan daerah yang mendapatkan alokasi anggaran belanja terbesar dari seluruh SKPD yang ada di Malang dan Pasuruan. Besar kecilnya komposisi anggaran suatu urusan mengindikasikan orientasi kebijakan anggaran dan keberpihakan pada urusan tertentu meskipun belum tentu mengindikasikan kecukupan anggaran urusan. Penentuan besar kecilnya alokasi anggaran sendiri seringkali diputuskan secara politis bukan pada tingkat kebutuhan atau kecukupan. Tabel 15 menjelaskan urusanurusan daerah yang mendapatkan komposisi alokasi anggaran terbesar di Malang. Dilihat dari Tabel 15. Prioritas Urusan Daerah Kabupaten Malang No. 1
56
Urusan
2007
2008
2009
Pendidikan
36.7%
36.1%
43.5%
2
Pemerintahan Umum
39.6%
21.3%
8.5%
3
Pekerjaan Umum
9.5%
8.9%
7.0%
4
Perumahan Rakyat
10.3%
4.3%
6.9%
5
Kesehatan
4.45%
6.4%
6.1%
komposisi anggaran, Malang menempatkan urusan pendidikan dan pemerintahan umum sebagai priorotas utama dibanding urusan lainnya. Urusan kesehatan sendiri hanya menempati urutan kelima. Dilihat kecenderungannya, komposisi urusan pendidikan dan kesehatan meningkat setiap tahun sementara urusan lainnya cenderung menurun. Pada 2007, urusan pemerintahan umum termasuk di dalamnya urusan otonomi daerah, administrasi, keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian sempat mendapatkan alokasi hingga 39,6 persen dan menurun secara signifikan hingga 8,5 persen pada 2009. Penyebab penurunannya sendiri perlu diinvestigasi lebih jauh. Untuk urusan pendidikan secara umum sudah melampaui batas 20 persen yang diwajibkan konstitusi. Ini artinya, ada peluang bagi urusan ini untuk direalokasi ke urusan lain terutama kesehatan. Komposisi anggaran urusan kesehatan sendiri yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah masih relatif rendah (rata-rata 5,6 persen). Bila merujuk kepada standar belanja kesehatan 15 persen yang disepakati oleh para pimpinan daerah, komposisi ini masih jauh dari standar tersebut. Prioritas kebijakan anggaran untuk urusan daerah di Pasuruan tidak jauh berbeda posisinya dengan Malang (Tabel 16) kecuali kesehatan relatif lebih baik yaitu pada urutan keempat. Dari sisi kecenderungan pun memperlihatkan hal yang sama. Urusan pendidikan dan kesehatan cenderung meningkat komposisinya dalam tiga tahun terakhir sementara urusan yang
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
lain cenderung turun. Urusan pendidikan juga sama sudah melampaui standar 20 persen. Sedangkan dalam hal pencapaian komposisi anggaran kesehatan 15 persen, Pasuruan juga belum mencapai tingkat komposisi tersebut meskipun relatif lebih dari Malang. Urusan kesehatan di Pasuruan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan termasuk puskesmas dan Rumah Sakit Daerah. Tabel 16. Prioritas Urusan Daerah Kabupaten Pasuruan Urusan Pendidikan Pemerintahan Umum Pekerjaan Umum Kesehatan Pertanian
2007 35.5% 31.9% 14.8% 7.7% 2.2%
2008 36.8% 27.3% 13.5% 8.7% 2.0%
2009 39.9% 28.3% 12.8% 9.1% 2.1%
Rendahnya komposisi anggaran untuk urusan kesehatan baik di Malang maupun Pasuruan menunjukkan urusan ini belum mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah. Merujuk pada ukuran komitmen yang disampaikan pada bagian metodologi, dengan persentasi dibawah 7 persen Malang memiliki tingkat komitmen sangat rendah sedangkan Pasuruan dengan persentase 9 persen memiliki tingkat
4.5 Anggaran Kesehatan Dalam laporan ini, yang dimaksud anggaran kesehatan adalah anggaran yang dikelola untuk menyelenggarakan urusan kesehatan di daerah yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah yang tercatat dalam APBD. Berikut ini akan diuraikan tentang karakteristik anggaran kesehatan di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Malang.
4.5.1 Pedapatan Kesehatan Jumlah pendapatan kesehatan yang diperoleh dari retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit dan puskesmas setiap tahun mengalami peningkatan (Grafik 14). Malang pada 2007 sekitar 15 milyar meningkat menjadi lebih 36 milyar pada 2009 atau meningkat rata-rata 10,9 milyar dalam dua tahun terakhir. Sementara Pasuruan
Grafik 14. Jumlah Pendapatan Kesehatan 40 35 30 25 20 15 10 5
Milyar
No. 1 2 3 4 5
komitmen rendah terhadap urusan kesehatan. Disisi lain, hal ini juga mengindikasikan posisi tawar urusan kesehatan dalam dinamika politik anggaran relatif lebih rendah di banding urusan pendidikan dan pemerintahan umum.
Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
57
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
meningkat dari 6,6 milyar pada 2007 menjadi 14 milyar pada 2009 atau meningkat rata-rata 3,7 milyar per tahun. Baik di Malang maupun Pasuruan, kontribusi pendapatan kesehatan setiap tahun mengalami peningkatan. Pasuruan kondisinya relatif lebih baik karena kontribusi kesehatan jauh lebih kecil dibanding Malang. Besar kecilnya peningkatan retribusi pelayanan kesehatan dapat mengindikasikan besar kecilnya utilitas fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah baik karena sakit maupun sekedar pemeriksaan/konsultasi. Tetapi sudah dapat diduga penyebab orang datang ke unit pelayanan kesehatan biasanya karena alasan sakit. Relatif jarang orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan sekedar untuk konsultasi. Dibandingkan dengan retribusi daerah lainnya, retribusi kesehatan merupakan penyumpang terbesar pendapatan retribusi daerah. Kondisi ini menunjukkan urusan kesehatan masih menjadi tumpuan sumber PAD baik di Malang maupun Pasuruan.
Tabel 17. Kontribusi Urusan Kesehatan Terhadap Pendapatan Retribusi Daerah Tahun 2009 di Kabupaten Malang No.
Urusan
%
Kesehatan (tidak termasuk RSD) 12,100,400,000
41.8%
2
Kebudayaan
6,000,000,000
20.7%
3
Industri
3,355,420,000
11.6%
4
Pekerjaan Umum
2,321,150,000
8.0%
5
Perhubungan
1,927,000,000
6.7%
6
Kelautan dan Perikanan Kependudukan dan Catatan Sipil Kesbangpol Dalam Negeri
1,500,000,000
5.2%
700,000,000
2.4%
630,000,000
2.2%
7 8 9
Kepemudaan dan Olah Raga
200,000,000
0.7%
10
Pertanian
175,474,000
0.6%
11
Ketenagakerjaan
53,900,000
0.2%
12
Pemerintahan Umum dll
10,000,000
0.0%
28,973,344,000
100%
Total Retribusi Daerah
58
Jumlah
1
Dasar Hukum
PP No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 18. Kontribusi Urusan Kesehatan Terhadap Pendapatan Retribusi Daerah Tahun 2009 di Kabupaten Pasuruan No.
Urusan
Jumlah
%
1
Kesehatan (termasuk RSD)
2
Penanaman Modal
3,285,000,000 14.9% 1,084,397,200 4.9%
14,173,167,750 64.4%
3
Perhubungan
4
Pertanian
814,438,722 3.7%
5
Kependudukan dan Catatan Sipil
600,000,000 2.7%
6
Pemerintahan Umum dll
528,693,454 2.4%
7
Ketenagakerjaan
352,732,824 1.6%
8
Pariwisata
320,000,000 1.5%
9
Lingkungan Hidup
307,000,000 1.4%
10
Pekerjaan Umum
239,520,000 1.1%
11
KUKM
87,500,000 0.4%
12
Kelautan dan Perikanan
60,000,000 0.3%
13
Kehutanan
59,000,000 0.3%
14
Perdagangan
35,000,000 0.2%
15
Komunikasi dan Informatika
33,000,000 0.2%
16
Kesbangpol Dalam Negeri
12,000,000 0.1%
17
Ketahanan Pangan
7,500,000 0.0%
Total Retribusi Daerah
Dasar Hukum
PP No. 66/2001 tentang Retribusi Daerah
1,998,949,950 100%
Tabel 17 dan 18 menunjukkan urusan kesehatan merupakan penyumbang terbesar (urutan pertama) dari seluruh urusan daerah yang diperbolehkan melakukan pungutan retribusi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Khusus untuk Malang, jumlah tersebut tidak termasuk pendapatan yang dikelola rumah sakit daerah yang besarnya sekitar 24 milyar. Pendapatan kesehatan yang dikelola RSD Kepanjen Malang masuk dalam kategori Pendapatan Daerah Lainnya Yang Sah berdasarkan Peraturan Bupati Malang No. 64 Tahun 2005. Grafik 15. Kontribusi Pendapatan Kesehatan Terhadap PAD 40% 30% 20% 10% 0% Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
Namun demikian, pemerintah yang berpihak kepada masyarakat seyogianya tidak menambah beban orang sakit dengan memungut retribusi atas pelayanan kesehatan yang menjadi hak masyarakat mendapatkannya. Orang sehatlah yang mestinya dituntut pemerintah untuk produktif dan berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak. Membandingkan grafik 15 dan 16 tampak sebuah kondisi kontradiktif dimana peningkatan PAD selama ini ternyata ditopang
59
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik Kontribusi 16. Pajak Daerah Terhadap PAD 80% 60% 40% 20% 0% Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
Grafik 17. Kom posisi Pendapatan Kesehatan Kabupaten Malang 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007
2008
2009
Pendapatan BLUD RSD Retribusi Pelayanan Kesehatan (Dinas Kesehatan)
Grafik 18. Kom posisi Pendapatan Kesehatan Kabupaten Pasuruan 100% 50% 0% 2007
2008
2009
Retribusi Pelayanan Kesehatan (RSD) Retribusi Pelayanan Kesehatan (Dinas Kesehatan)
Grafik 19. Perubahan Belanja Daerah dan Kesehatan Tahun 2008-2009 8% 6% 4% 2% 0% Malang Perubahan Belanja Daerah
Pasuruan Perubahan Belanja Kesehatan
oleh peningkatan retribusi daerah di sektor kesehatan dengan kata lain oleh orang-orang sakit. Sementara pajak daerah yang semestinya dapat menopang peningkatan PAD justru cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. Sepertinya adanya hubungan antara meningkatnya utilitas pelayanan kesehatan akibat orang sakit dengan menurunya tingkat produktifitas masyarakat. Namun demikian, hal ini perlu ditelusuri lebih dalam lagi. Namun, kalau memperhatikan proporsi kontribusi pendapatan kesehatan antara Rumah Sakit Daerah dan Dinas Kesehatan seperti tampak dalam Grafik 17 dan 18, sekilas tampak bahwa pendapatan kesehatan dari rumah sakit daerah jauh lebih besar dari dinas kesehatan (puskesmas). Dengan asumsi hanya orang sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan, besarnya kontribusi rumah sakit dapat terjadi karena masyarakat lebih suka berobat di rumah sakit daripada puskesmas dan masyarakat lebih banyak mengeluarkan biaya ketika membutuhkan pelayanan rawat inap. Akan tetapi, kalau asumsinya puskesmas adalah unit pencegahan sakit sedang rumah sakit unit perawatan dan pemulihan kesehatan, besarnya kontribusi rumah sakit menunjukkan biaya kuratif dan rehabilitatif lebih mahal daripada preventif. Dari kedua grafik di atas, ada fenomena yang berbeda antara Malang dan Pasuruan dilihat dari kecenderungan proporsi masingmasing. Pada 2008 ke 2009, tampak ada penurunan proporsi rumah sakit yang cukup siginifikan dari 89 ke 66 persen. Sementara di Pasuruan, ada kecenderungan
60
peningkatan proporsi rumah sakit setiap tahun. Apa yang sebenarnya mendorong kecenderungankencederungan tersebut perlu didalami lebih jauh.
4.5.2 Belanja kesehatan Grafik 19 menunjukkan persentasi perubahan pada belanja daerah dan belanja kesehatan dari tahun 2008 ke 2009. Belanja daerah Malang mengalami peningkatan sekitar 6,4 persen. Sementara Pasuruan hanya meningkat 0,2 persen. Namun dalam belanja kesehatan Malang hanya meningkat 1 persen sedangkan Pasuruan 4,8 persen. Ini menunjukkan bahwa komitmen Pasuruan terhadap urusan kesehatan jauh lebih baik daripada Malang. Grafik 20 menunjukkan tingkat proporsi dan kecenderungan anggaran kesehatan Malang dari sisi pendapatan dan belanja. Dari sisi pendapatan, pendapatan kesehatan memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah ratarata 2 persen per tahun dengan kecenderungan yang meningkat. Sedangkan belanja kesehatan mendapat alokasi rata-rata 6 persen (3 kali lipat dari pendapatan) dengan kecenderungan fluktuatif. Di Pasuruan, kontribusi kesehatan terhadap pendapatan daerah rata-rata 1,2 persen per tahun dengan kecenderungan juga meningkat. Sementara proporsi belanja kesehatan rata-rata 8,6 persen (lebih dari 7 kali lipat dari pendapatan) dengan kecenderungan yang juga meningkat (Grafik 21).
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
4.5.3. Besaran Perkapita Jumlah belanja kesehatan yang dikelola oleh rumah sakit daerah dan dinas kesehatan di Malang dan Pasuruan pada dua tahun terakhir sudah mencapai lebih dari 80 milyar (Grafik 22). Untuk Malang besaran itu setara dengan 6 persen terhadap total belanja daerah dan Pasuruan setara 8,6 persen. Dalam tiga tahun terakhir, belanja urusan kesehatan memiliki kecenderungan meningkat setiap tahun baik secara nominal maupun riil. Tingkat inflasi sejauh ini belum mengakibatkan turunnya total belanja kesehatan riil baik di Malang maupun Pasuruan. Tabel 19 menunjukkan belanja kesehatan per kapita rata-rata mengalami peningkatan tetapi
kalau dilihat dari per kapita belanja langsung terjadi penurunan dalam 2 tahun terakhir baik di Malang dan Pasuruan. Belanja kesehatan per kapita Malang pada 2009 sebesar Rp 37.520 meningkat sedikit dari tahun 2008 sebesar Rp 37.513 sedangkan belanja langsung per kapitanya menurun dari Rp 22.071 pada 2008 menjadi Rp 15.592 pada 2009. Di Pasuruan, belanja kesehatan per kapita meningkat dari Rp 57.760 pada 2008 menjadi Rp 59.851 pada 2009 sedangkan belanja langsung per kapitanya menurun dari Rp 35.169 pada 2008 menjadi Rp 31.428 pada 2009. Merujuk kepada besaran per kapita yang direkomendasikan Bank Dunia tahun 1999 sekitar Rp 41.200 per kapita atau sekitar Rp. 64.272 dan Rp. 67.156 setelah penyesuaian pada 2007 dan 2008, baik Malang maupun Pasuruan masih jauh dari standar yang disarankan. Pasuruan baru mencapai setengah yang disarankan sementara Malang baru seperempatnya. Padahal rekomendasi tersebut di luar belanja gaji pegawai atau hanya belanja langsung.
Grafik 20. % Pendapatan dan Belanja Kesehatan Kabupaten Malang 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% 2007
2008 Pendapatan
2009 Belanja
Grafik 21.% Pendapatan dan Belanja Kesehatan Kabupaten Pasuruan 10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% 2007
2008 Pendapatan
2009 Belanja
Grafik 22. Jumlah Belanja Urusan Kesehatan Milyar
Dibandingkan dengan Malang, kondisi Pasuruan relatif lebih baik dilihat dari aspek pendapatan maupun belanja. Meskipun terjadinya peningkatan pendapatan kesehatan, Pasuruan mengimbangi dengan pengalokasian yang meningkat juga. Pasuruan relatif memberikan beban lebih kecil kepada masyarakat di sektor kesehatan dibanding Malang. Selain itu, peluang Pasuruan untuk mencapai alokasi anggaran kesehatan minimal 10 persen lebih mudah dicapai dibandingkan Malang.
100 80 60 40 20 Malang
Pasuruan 2007
2008
2009
Apabila dilihat perkapita belanja langsung, maka sangat ironis. Belanja perkapita masih jauh dari kecukupan sebagaimana rekomendasi dan terlihat terjadi penurunan pada tahun 2009. Anggaran yang langsung dirasakan
Tabel 19. Belanja Kesehatan Per Kapita Kabupaten
2007
2008
2009
Total Kesehatan per kapita
20,658
37,513
37,520
Belanja Langsung per kapita
8,788
22,071
15,592
Total Kesehatan per kapita
41,812
57,760
59,851
Belanja Langsung per kapita
25,973
35,169
31,428
Malang
Pasuruan
61
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Grafik 23. % Diastribusi Belanja Kesehatan Kabupaten Malang 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007
2008 Dinkes
2009 RSD
Grafik 24. % Distribusi Belanja Kesehatan Kabupaten Pasuruan 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007
2008 Dinkes
2009 RSD
Grafik 25 . Belanja Tidak Langsung Vs Langsung Kesehatan Kabupaten Malang 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007
2008
Belanja Tidak Langsung
2009 Belanja Langsung
oleh masyarakat terlihat makin kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Dengan demikian, belanja kesehatan perkapita terhadap total dari anggaran kesehatan dapat membuat pengambil kebijakan miss leading. Oleh karena itu, belanja perkapita sangat baik dikemukakan adalah belanja langsung tersebut. Tabel 20 memperlihatkan jumlah belanja di dinas kesehatan dan rumah sakit daerah di Malang dan Pasuruan Tabel 20 serta Grafik 23 dan 24 menginformasikan distribusi anggaran kesehatan baik di Malang maupun Pasuruan lebih banyak dialokasikan untuk dinas kesehatan dibanding rumah sakit. Selama tiga tahun terakhir Malang mendistribusikan belanja kesehatan rata-rata 62 persen untuk dinas kesehatan dan 38 persen rumah sakit daerah. Sementara Pasuruan 69 persen untuk dinas kesehatan dan 31 persen untuk rumah sakit daerah. Namun demikian, besarnya alokasi untuk dinas kesehatan di banding rumah sakit belum tentu mengindikasikan orientasi kebijakan anggaran kesehatan yang lebih memprioritaskan kepada upaya-upaya promotif dan preventif. Karena hal itu harus dilihat dalam pola alokasi anggaran dinas kesehatan sendiri.
4.5.4. Belanja Kesehatan Tidak Langsung dan Langsung Di lihat dari kelompok belanjanya, secara umum belanja kesehatan Pasuruan relatif lebih baik dari pada Malang. Pasuruan lebih banyak mengalokasikan anggaran belanja langsung untuk program dan kegiatan rata-rata sekitar 59 persen dan belanja tidak langsungnya untuk gaji pegawai sekitar 41 persen. Sementara Malang, belanja tidak langsung rata-rata 52 persen sedang belanja langsung 48 persen. Pada 2009, belanja tidak langsung kedua daerah samasama naik karena peningkatan gaji pegawai, tetapi Malang meningkatkan 17 persen atau dua kali lebih besar dari peningkatan Pasuruan sekitar 8,3 persen. Ini berarti anggaran kesehatan Malang lebih banyak untuk menggaji aparatur daripada membiayai program dan kegiatan pelayanan kesehatan yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat. Belanja langsung kesehatan dari 2008 ke 2009 mengalami penurunan baik dalam komposisi terhadap total belanja kesehatan, jumlah nomimal maupun riilnya. Belanja langsung Malang menurun dari 53,8 milyar (58,8 persen) pada 2008 menjadi 38,3 milyar (41,5 persen) pada 2009. Sedangkan Pasuruan mengalami penurunan
Tabel 20. Belanja Kesehatan Menurut Organisasi Kabupaten
2008
Dinas Kesehatan
32,024,897,000 53,580,408,000
57,377,809,000
RSD
17,430,484,000 37,913,503,000
35,005,385,000
9,455,381,000 91,493,911,000
92,383,194,000
Pasuruan Dinas Kesehatan RSD Total Belanja Urusan Kesehatan
2009
Total Belanja Urusan Kesehatan
62
2007
Malang
45,191,030,730 55,665,023,422
59,756,700,000
5,668,157,662 28,936,464,816
28,911,453,000
60,859,188,392 84,601,488,238
88,668,153,000
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 21. Belanja Langsung Kesehatan Menurut Organisasi Kabupaten Malang Dinas Kesehatan
2007
2008
2009
9,280,006,000 24,781,043,000 17,391,000,000
RSD 11,758,851,000 29,050,645,000 21,000,000,000 % Terhadap Belanja Langsung APBD Dinas Kesehatan 3.4% 4.4% 3.8% RSD
4.3%
Pasuruan Dinas Kesehatan
5.2%
4.6%
26,882,401,500 29,517,567,360 26,585,173,000
RSD 10,921,720,162 21,995,457,077 19,975,491,000 % Terhadap Belanja Langsung APBD Dinas Kesehatan 7.3% 7.1% 6.6% RSD
3.0%
dari 51,5 milyar (60,8 persen) pada 2008 menjadi 46,5 milyar (52,5 persen) pada 2009. Secara riil, belanja langsung kesehatan Malang menurun dari 47,8 milyar pada 2008 menjadi 36 milyar pada 2009. Demikian juga Pasurun belanja kesehatan riil menurun dari 45,8 milyar pada 2008 menjadi 43,6 milyar pada 2009. Tabel 21 menunjukkan secara umum komposisi belanja langsung dinas kesehatan dan rumah sakit terhadap belanja langsung daerah di Malang masih sangat rendah yaitu di bawah 5 persen. Demikian juga Pasuruan, komposisi belanja langsung dinas kesehatan dan rumah sakit rata-rata sekitar 7 persen dan 4,3 persen. Tampaknya baik di Malang maupun Pasuruan upaya meningkatkan komposisi anggaran langsung menjadi 10 persen saja relatif berat. Perbandingan komposisi belanja langsung kesehatan dengan belanja langsung APBD memberikan gambaran besarnya kontribusi belanja langsung
5.3%
4.9%
kesehatan terhadap rata-rata belanja daerah. Pada tahun 2009, komposisi belanja langsung kesehatan terhadap total belanja kesehatan Malang sekitar 41 persen jauh diatas komposisi belanja langsung APBDnya yang hanya 30 persen. Hal yang sama dalam komposisi belanja langsung kesehatan Pasuruan sekitar 53 persen juga relatif di atas ratarata komposisi belanja langsung APBDnya yang hanya 42 persen. Kondisi ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan kontribusi setiap urusan dalam mengalokasikan belanja langsungnya. Artinya, urusanurusan di luar kesehatan sebagian besar anggarannya lebih banyak untuk belanja tidak langsung (belanja pegawai) dari pada belanja untuk kegiatan atau pelayanan. 4.5.5. Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja Di lihat dari komposisinya, secara umum tampak ada pergeseran pola alokasi anggaran kesehatan dari yang cenderung fisik kepada
Grafik 26. Belanja Tidak Langsung Vs Langsung Kesehatan Kabupaten Pasuruan 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2007
2008
Belanja Tidak Langsung
2009 Belanja Langsung
Grafik 27 . Belanja Langsung Kesehatan Menurut Jenis Belanja Kabupaten Malang 100.00% 80.00%
Modal
60.00%
Barang dan Jasa
40.00%
Pegaw ai
20.00% 0.00% 2008
2009
Grafik 28. Belanja Langsung Kesehatan Menurut Jenis Belanja Kabupaten Pasuruan 100.00% 80.00%
Modal
60.00%
Barang dan Jasa
40.00%
Pegaw ai
20.00% 0.00% 2007
2008
2009
63
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Juta
Grafik 29. Besaran Alokasi KIBBLA 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 Malang
Pasuruan 2008
2009
Grafik 30. Proporsi Belanja KIBBLA Terhadap Belanja Langsung APBD 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% Malang
Pasuruan 2008
2009
Grafik 31. Distribusi Belanja KIBBLA Kabupaten Malang 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2008
2009 Dinkes
KB
Grafik 32. Distribusi Belanja KIBBLA Kabupaten Pasuruan 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2008
2009 Dinkes
KB
non fisik. Komposisi belanja modal baik Malang maupun Pasuruan mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Sebaliknya belanja barang dan jasa cenderung mengalami peningkatan. Belanja honor di Malang mengalami peningkatan sedang di Pasuruan menurun. Dilihat dari jenis belanja, pada dua tahun terakhir tampak penurunan belanja modal baik di Malang maupun Pasuruan masingmasing sekitar 16 dan 13 persen. Sebaliknya belanja barang dan jasa di dua daerah tersebut mengalami peningkatan masing-masing Malang dan Pasuruan sekitar 10 dan 14 persen. Pengalokasian belanja pegawai untuk honorarium atau upah, Malang mengalami peningkatan 5 persen sementara Pasuruan menurun sekitar 1 persen. Secara umum, apakah ini merupakan kecenderungan perubahan perilaku belanja dari yang lebih berorientasi fisik kepada belanja yang non fisik atau lebih karena berkurangnya dana bantuan DAK dari pusat untuk daerah. Kalau membandingkan dengan kecenderungan DAK yang meningkat tampaknya kenaikan DAK tidak terlalu berpengaruh terhadap sektor kesehatan. Ada kemungkinan DAK tahun 2009 lebih banyak dialokasikan untuk sektor selain kesehatan.
4.6 Anggaran KIBBLA 4.6.1 Belanja KIBBLA Dalam laporan ini, belanja KIBBLA adalah belanja yang dialokasikan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di bawah lima tahun termasuk didalamnya belanja untuk kesehatan reproduksi remaja dan pelayanan keluarga berencana.
64
Belanja KIBBLA ditelusuri dari belanja langsung urusan kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh Dinas Kesehatan dan Badan Keluarga Berencana atau nama lain yang menjalankan urusan KB. Karena tidak tersedia data yang rinci tentang anggaran rumah sakit daerah, anggaran KIBBLA dalam analisis ini belum termasuk yang dianggarkan oleh rumah sakit daerah. Anggaran-anggaran yang terkait dengan urusan pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak, dan kesejahteraan sosial juga tidak masuk dalam analisis ini karena secara umum tidak terkait langsung dengan KIBBLA. Urusan pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak cenderung kepada penguatan kapasitas kaitannya dengan hak-hak perempuan, isu gender, penguatan ekonomi, perlindungan dari tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penguatan hak-hak anak dan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan dan eksploitasi anak. Anak dalam kategori ini tidak termasuk dalam pengertian anak dalam KIBBLA. Urusan kesejahteraan sosial lebih terkait dengan penanganan kelompok-kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan penduduk lanjut usia.
4.6.1.1 Belanja KIBBLA vs Belanja APBD Besaran anggaran KIBBLA Malang pada 2008 dan 2009 masingmasing 5,1 milyar dan 8,5 milyar atau mengalami peningkatan sekitar 66,8 persen. Pada kurun waktu yang sama, Pasuruan menganggarkan masing-masing 3,4 milyar dan 10,9 milyar atau meningkat sekitar 214,5 persen,
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Dibandingkan terhadap total belanja langsung APBD (Grafik 30), proporsi belanja KIBBLA Malang dan Pasuruan masing-masing pada 2008 dibawah 1 persen kemudian meningkat menjadi 1,8 dan 2,7 persen pada 2009. Proporsi ini masih lebih kecil dibandingkan proporsi belanja hibah dan bantuan sosial yang rata-rata 6 persen untuk Malang dan 4 persen Pasuruan. Peningkatan alokasi ini merupakan hal yang sangat positif dan perlu terus ditingkatkan sampai pada batas yang dianggap memenuhi tingkat kecukupan anggaran KIBBLA. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi secara komposisi belanja hibah dan bantuan sosial yang kemudian direalokasi untuk meningkatkan komposisi belanja KIBBLA. Tingkat kecukupan anggaran KIBBLA bisa merujuk kepada besaran belanja KIBBLA per kapita yang telah dirilis Bappenas pada 2009 yaitu sekitar Rp 65 ribu per kapita. Belanja per kapita Malang dan Pasuruan pada 2009 masing-masing baru mencapai 5 dan 12 persen dari standar Bappenas. Kalau merujuk pada ukuran komitmen yang dijelaskan dalam bagian metodologi ini
menunjukkan komitmen yang sangat rendah terhadap KIBBLA. Grafik 31 dan 32 menjelaskan Anggaran KIBBLA di Kabupaten Malang dan Pasuruan yang terdistribusi pada Dinas Kesehatan dan Badan Keluarga Berencana (BKB). Kontribusi BKB terhadap KIBBLA masih sangat kecil yaitu sekitar 12 persen. Hal ini mengindikasikan urusan KIBBLA hanya menjadi tanggung jawab dinas kesehatan saja. Pada 2009 terjadi peningkatan kontribusi BKB di Pasuruan sekitar 7 persen. Sementara di Malang hanya sekitar 0,5 persen.
Grafik 33. Belanja KIBBLA Menurut Jenis Belanja Kabupaten Malang 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2008 Pegaw ai
Modal
100% 80% 60% 40% 20% 0% 2008 Pegaw ai
4.6.1.2 Belanja KIBBLA menurut jenis belanja Dilihat dari jenisnya, belanja KIBBLA Malang dalam dua tahun terakhir lebih didominasi oleh belanja modal. Pada 2008, komposisi belanja modal Malang sekitar 54,6 persen meningkat cukup signifikan menjadi 74,4 persen. Sementara belanja pegawai dan belanja barang dan jasa komposisinya cenderung turun (Grafik 33).
2009 Barang & Jasa
Grafik 34. Belanja KIBBLA Menurut Jenis Belanja Kabupaten Pasuruan
2009 Barang & Jasa
Modal
Grafik 35. Dana Alokasi Khusus (DAK) Terkait KIBBLA Juta
sebuah peningkatan yang sangat signifikan di banding Malang (Grafik 29). Asumsi inflasi 2009 sebesar 6,2 persen tidak mengurangi peningkatan jumlah belanja riil dari 2008 ke 2009 baik di Malang maupun Pasuruan karena persentase peningkatan belanja KIBBLA kedua daerah tersebut dari 2008 ke 2009 jauh lebih besar.
8,000 6,000 4,000 2,000 Malang
Pasuruan 2008
2009
Kondisi yang sama juga terjadi di Pasuruan (Grafik 34). Komposisi belanja modal Pasuruan meningkat dari 33,6 persen menjadi 65,7 persen. Sementara belanja pegawai dan belanja barang jasa, komposisinya menurun. Penurunan komposisi belanja pegawai Pasuruan pada 2009 cukup dratis dari 19,5 persen menjadi 0,5 persen. Grafik 35 menunjukkan adanya peningkatan DAK baik di Malang maupun Pasuruan yang
Tabel 22. Belanja Langsung KIBBLA Per Kapita 2008
2009
Malang
Kabupaten
2,100
3,471
Pasuruan
2,373
7,382
65
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
dialokasikan untuk KIBBLA. Malang mengalami peningkatan DAK sangat signifikan dari 2,9 milyar pada 2008 menjadi 6 milyar pada 2009 atau meningkat sekitar 107 persen. Sementara Pasuruan meningkat sekitar 42 persen dari 1,1 milyar pada 2008 menjadi 1,5 milyar pada 2009. Peningkatan DAK yang dialokasikan untuk kegiatankegiatan pembangunan fisik seperti polindes, puskesmas, dan sarana mobilitas mempunyai pengaruh besar pada peningkatan belanja modal Malang dan Pasuruan. Dibandingkan terhadap total nominal belanja KIBBLA, kontribusi DAK pada 2008 dan 2009 di Malang masing-masing sekitar 57 persen dan meningkat menjadi 67 persen. Sementara di Pasuruan pada tahun yang sama kontribusi DAK sekitar 32 persen kemudian turun menjadi 14 persen. Karena DAK tidak dapat dijamin kelangsungannya, kecenderungan penurunan ketergantungan kepada DAK di Pasuruan menjadikan peluang keberlanjutan peningkatan belanja KIBBLA Pasuruan relatif lebih baik daripada Malang yang sangat tergantung kepada DAK.
4.6.2 Sumber Anggaran KIBBLA Non APBD Selain anggaran yang tercatat dalam APBD Kabupaten, masih terdapat anggaran kesehatan yang bersumber dari dana APBD Provinsi dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) khususnya dari Departemen Kesehatan dalam bentuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dana dekonsentrasi yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan dana tugas pembantuan yang diserahkan langsung oleh Departemen Kesehatan kepada
66
lembaga yang menerimanya seperti rumah sakit tidak tercatat dalam APBD Malang dan Pasuruan (off budget). Untuk menelusuri dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang masuk ke Kabupaten Malang dan Pasuruan, peneliti mencoba mengakses data dan dokumen anggaran kepada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur. Peran dan pengaruh dana selain APBD kabupaten untuk KIBBLA yang berasal dari APBD provinsi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebenarnya relatif besar. Setiap tahun, pemerintah provinsi dan departemen kesehatan selalu mengalokasikan anggaran yang terkait KIBBLA. Menurut keterangan yang dihimpun dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, pada 2009 Jawa Timur mengalokasikan anggaran untuk KIBBLA sekitar 11,5 milyar untuk seluruh Jawa Timur yang terdiri dari 38 kabupaten/ kota. Jumlah tersebut berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2009 sekitar 4,5 milyar dan dana dekonsentrasi dari Departemen Kesehatan sekitar 7 milyar yang terbagi untuk kegiatan ibu 4 milyar dan anak 3 milyar. Anggaran KIBBLA yang dilaksanakan dinas kesehatan provinsi sebagian besar dialokasikan untuk upaya peningkatan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan yang dilakukan melalui berbagai kegiatan pelatihan dan pembinaan teknis, pengadaan bidan kit, dll. Proses pelaksanaan kegiatan sendiri dilaksanakan sepenuhnya oleh dinas kesehatan propinsi. Dinas kesehatan kabupaten/kota diminta mengirimkan perwakilan sesuai
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
dengan kebutuhan untuk mengikuti kegiatankegiatan yang diselenggarakan propinsi. Sedangkan dana dekonsentrasi dari departemen kesehatan, pihak dinas kesehatan provinsi enggan menyebutkan secara detil rincian alokasinya dengan menyatakan semua anggaran dari pusat sudah ada menu kegiatannya. Namun, melihat rincian anggaran dekonsentrasi yang berhasil diperoleh dari Bappeda untuk tahun 2007 menu kegiatan itu secara umum terkait dengan upaya promosi kesehatan, kebijakan dan menajemen kesehatan, upaya kesehatan masyarakat, dan perbaikan gizi (Tabel 23). Dana dekonsentrasi dari departemen kesehatan untuk seluruh Jawa Timur pada 2007 berjumlah sekitar 117,45 milyar. Dari jumlah tersebut, Malang mendapatkan sekitar 5,8 milyar sementara Pasuruan sekitar 4,9 milyar. Sementara dana tugas pembantuan yang disalurkan langsung oleh departemen kesehatan secara umum banyak dialokasikan untuk pembangunan dan rehabilitasi gedung rumah sakit dan bantuan alat-alat kesehatan. Proses pelaksanaan dana tugas
pembantuan dilakukan oleh lembaga atau pihak yang ditunjuk oleh departemen kesehatan. Propinsi hanya mendapatkan informasi dan laporannya. Pada 2007, Provinsi Jawa Timur mendapatkan dana tugas pembantuan total sekitar 203,2 milyar yang disalurkan kepada seluruh rumah sakit pemerintah di Jawa Timur yang berjumlah 51 rumah sakit. Kabupaten Malang mendapatkan sebesar 6,5 milyar untuk RSD Kepanjen Malang dan Pasuruan sebesar 3 miliar untuk RSD Bangil Pasuruan. Keterangan yang diperoleh dari Kepala Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan Beppeda Provinsi Jawa Timur menyebutkan bahwa selain yang disalurkan melalui dinas kesehatan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menyalurkan bantuan stimulan kepada posyandu. Usulannya berasal dari kabupaten/ kota dan asprirasi anggota DPRD
Tabel 23. Program-Program Departemen Kesehatan Yang Dialihkan Kepada Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2007 Program/Kegiatan
Malang
Pasuruan
6,500,000,000
3,000,000,000
Pengembangan promosi kesehatan dan KIE
72,405,000
72,405,000
Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat
633,360,000
633,360,000
92,150,000
80,025,000
Kegiatan kesehatan ibu
1,361,178,000
1,109,795,000
Kegiatan kesehatan anak
820,635,000
876,715,000
Operasional poskesdes
563,068,800
480,396,000
Operarional posyandu
1,529,400,000
1,044,000,000
Peningkatan pendidikan gizi masyarakat
175,239,000
166,795,000
Penanggulangan perbaikan gizi masyarakat
558,285,000
461,830,000
Tugas Pembantuan Program Upaya Kesehatan Perorangan (RSUD) Dekonsetrasi Program Promosi Kesehatan
Program Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Peningkatan pembiayaan jaminan kesehatan Program Upaya Kesehatan Masyarakat
Program Perbaikan Gizi Masyarakat
67
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Jawa Timur. Ia sendiri tidak tahu berapa jumlahnya. Selain itu, setiap tahun Pemerintah Provinsi juga menyalurkan bantuan keuangan dan dana bagi hasil yang besarnya sekitar 20 persen dari total pendapatan daerah Provinsi Jatim yang dibagi secara proporsional ke seluruh daerah. Pengelolaan bantuan keuangan dan bagi hasil ini diserahkan kepada masing-masing daerah. Pemerintah Jatim juga menyalurkan dana bantuan sosial dan hibah yang langsung diberikan kepada masyarakat. Persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan antara lain turunnya anggaran dari departemen kesehatan yang sering terlambat dan jumlahnya belum memadai. Saat ini, Provinsi Jawa Timur sedang mengembangkan program kesehatan gratis untuk masyarakat miskin di seluruh Jawa Timur untuk melengkapi program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dari departemen kesehatan. Program ini akan dilakukan dengan mengembangkan kerjasama dengan daerah dalam pembiayaannya dimana daerah mendapatkan porsi 60 persen dan provinsi 40 persen. Dari 38 kabupaten/ kota di Jawa Timur, baru 2 kabupaten yang sudah terlibat program ini yaitu Kabupaten Gersik dan Kediri. Pada perubahan anggaran 2009, provinsi sudah mencanangkan penambahan dana sharing untuk 8 daerah baru yang akan bergabung dalam program ini. Anggaran kesehatan sendiri secara keseluruhan (dinas kesehatan dan 5 rumah sakit propinsi) masing kurang dari 10 persen dari total belanja langsung APBD atau urutan kelima setelah urusan pendidikan, PU Pengairan, PU Bina Marga, dan PU Cipta Karya. Total APBD Jawa Timur Tahun 2009 sekitar 6 trilyun yang terbagi 60 persen belanja tidak langsung dan 40 persen belanja langsung.
4.6.3 Peluang Peningkatan Anggaran Untuk KIBBLA 4.6.3.1 Perkiraan kecukupan anggaran KIBBLA Asistensi DTPS yang dilakukan oleh HSP belum berhasil mengidentifikasi kebutuhan dan kecukupan anggaran yang diperlukan untuk membiayai intervensi KIBBLA yang berbasis bukti. Hasil DTPS Malang Tahun 2008 mengusulkan 16 kegiatan KIBBLA dengan kebutuhan anggaran sekitar 3,5 milyar sedangkan Pasuruan mengusulkan 23 kegiatan dengan total anggaran 2,1 milyar untuk Tahun Anggaran 2009. Besaran anggaran KIBBLA yang memadai menurut standar Bappenas 2009 sekitar 65 ribu per kapita. Kalau jumlah itu dikalikan total jumlah penduduk pada 2009, artinya Malang membutuhkan anggaran sekitar 160 milyar dan Pasuruan membutuhkan sekitar 96 milyar. Sementara kalau dikalikan terhadap jumlah penduduk perempuan, Malang dan Pasuruan membutuhkan sekitar setengah dari jumlah tersebut. Angka tersebut akan lebih kecil lagi jika dikalikan dengan jumlah ibu hamil dan anak balita. Jumlah keseluruhan ibu hamil, ibu melahirkan, bayi dan balita yang dikutip dari profil kesehatan Malang 2008 dan hasil DTPS Pasuruan Tahun 2008 menyebutkan data sekitar 300 ribu untuk Malang dan 230 ribu untuk Pasuruan. Dengan asumsi terjadi peningkatan sekitar 10 persen dari
68
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
kondisi semula maka pada 2010 jumlah tersebut diperkirakan sekitar 390 ribu untuk Malang dan 300 ribu untuk pasuruan atau sekitar 15 persen dan 19 persen terhadap total proyeksi jumlah penduduk Malang dan Pasuruan pada 2010. Jumlah dan proporsi itu memang hanya perkiraan kasar. Malang dan Pasuruan dapat menyusun perhitungan yang lebih riil dan akurat. Tetapi sekadar untuk mencoba menghitung kecukupan anggaran untuk KIBBLA secara umum perkiraan kasar tersebut dapat kita pergunakan. Kembali kepada standar kecukupan KIBBLA menurut Bappenas sekitar 65 ribu, dengan menggunakan data perkiraan jumlah ibu hamil, ibu melahirkan, bayi, dan balita seperti tersebut di atas, maka pada 2010 nanti Malang membutuhkan anggaran KIBBLA sekitar 25,3 milyar sedangkan Pasuruan sekitar 19,5 milyar. Jumlah tersebut jika dibandingkan terhadap perkiraan APBD 2010 dengan asumsi meningkat sekitar 5 persen maka proporsinya terhadap total belanja APBD 2010 sekitar 1,6 persen untuk Malang dan 1,9 persen untuk Pasuruan. Sedangkan kalau dibandingkan terhadap perkiraan belanja langsung proporsinya masing-masing Malang dan Pasuruan sekitar 5,3 persen dan 4,6 persen. Angka-angka ini relatif kecil untuk mencapai target-target pembangunan yang cukup konkrit yaitu mengurangi kematian ibu, bayi dan anak. Bandingkan dengan proporsi rata-rata total belanja hibah dan bantuan sosial pada APBD 2009 seperti yang sudah dikemukakan di bagian awal yang mencapai sekitar 4-6 persen per tahun terhadap total belanja daerah, atau sekitar 9-17 persen terhadap total belanja langsung ditambah belanja hibah dan bantuan sosial. Padahal target capaiannya tidak begitu jelas dan cenderung inefisien. Masalahnya adalah mau atau tidak!
4.6.3.2 Perkiraan potensi anggaran untuk KIBBLA Darimana sumber anggaran untuk mencapai angka kecukupan itu? Sebenarnya, untuk memenuhi angka kecukupan itu bisa dilakukan sharing dengan anggaran dari provinsi dan departemen kesehatan. Akan tetapi karena anggaran provinsi dan departemen berada di luar kendali daerah dan memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi. Dengan demikian asumsinya semua harus ditanggung oleh APBD kabupaten. Berikut ini adalah perkiraan mengenai potensi anggaran yang dapat direalokasi untuk meningkatkan anggaran KIBBLA. Perkiraan potensi anggaran ini diperoleh dengan menganalisis sejumlah anggaran pada beberapa pos belanja daerah baik dalam belanja tidak langsung maupun langsung di Malang dan Pasuruan pada APBD 2009. Penentuan suatu jenis belanja atau kegiatan yang anggarannya akan realokasi untuk KIBBLA didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut 1) menurut ketentuan boleh dilakukan setelah belanja untuk urusan wajib tercukupi, 3) adanya kecenderungan duplikasi, dan 3) ketidakwajaran dalam pengalokasian. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, beberapa jenis belanja dan kegiatan yang potensial direalokasi untuk kegiatan KIBBLA
69
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
adalah Belanja Hibah dan Bantuan Sosial pada Belanja Tidak Langsung dan beberapa kegiatan pada Belanja Langsung yang diambil beberapa sampel kegiatan pada dua satuan kerja yang paling dekat dengan pengambil keputusan yaitu Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD. Selain dekat dengan pengambil keputusan, lembaga-lembaga ini relatif tidak terkait langsung dengan pelayanan publik kepada masyarakat. Pada dinas kesehatan sendiri diidentifikasi beberapa kegiatan yang dapat direalokasi sebagian anggarannya untuk KIBBLA. Rincian daftar kegiatan dari seluruh sampel yang diambil dapat dilihat pada tabel 24 dan 25. Sebagian besar kegiatan dalam daftar tersebut merupakan kegiatan penunjang yang tidak terkait langsung dengan kegiatan pelayanan publik. Kegiatan-kegiatan seperti pengadaan alat tulis kantor, cetak dan penggandaan dan makan minum cenderung duplikatif karena hampir dalam seluruh program komponen tersebut pasti ada. Kalaupun dikhususkan untuk penunjang kesekretariatan dinas pengalokasiannya relatif berlebihan. Kegiatan-kegiatan yang juga cenderung berlebihan dalam pengalokasiannya adalah kegiatan rapat konsultasi dan koordinasi dalam dan luar daerah.
Tabel 24. Kegiatan Pada APBD Kabupaten Malang Tahun 2009 Yang Potensial Direalokasi Sebagian Anggarannya No.
Organisasi
Jumlah
1
Pembahasan Raperda
Sekretariat DPRD
1,998,500,000
2
Kunjungan kerja Pimpinan dan anggota DPRD
Sekretariat DPRD
2,196,720,000
3
Rapat Koordinasi dan konsultasi ke luar daerah
Sekretariat DPRD
3,024,980,000
4
Peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD
Sekretariat DPRD
2,489,240,000
5
Penyediaan Makan Minum Setwan
Sekretariat DPRD
324,275,000
6
Penyediaan Makan Minum Setda
Sekretariat Daerah
1,068,011,000
7
Penyebarluasan informasi pembangunan daerah
Sekretariat Daerah
1,559,715,000
8
Pembinaan dan pengembangan jaringan komunikasi dan informasi
Sekretariat Daerah
137,552,000
9
Pengkajian dan pengembangan sistem informasi
Sekretariat Daerah
498,435,000
10
Rapat Koordinasi dan konsultasi ke luar daerah
Sekretariat Daerah
1,251,180,000
11
Penyediaan Alat Tulis Kantor
Dinas Kesehatan
61,960,500
12
Penyediaan Cetakan dan Penggandaan
Dinas Kesehatan
67,357,500
13
Penyediaan Makanan dan Minuman
Dinas Kesehatan
54,250,000
14
Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi Ke Luar Daerah
Dinas Kesehatan
144,500,000
14,876,676,000
70
Kegiatan
Jumlah
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 25. Kegiatan Pada APBD Kabupaten Pasuruan Tahun 2009 yang Potensial Direalokasi Sebagian Anggarannya No.
Kegiatan
Organisasi
Jumlah
1
Makan-minum
Sekretariat Daerah
1,795,000,000
2
Rapat konsultasi dan koordinasi ke luar daerah
Sekretariat Daerah
452,400,000
3
Rapat konsultasi dan koordinasi dalam daerah
Sekretariat Daerah
195,082,000
4
Rapat konsultasi dan koordinasi ke luar daerah
Sekretariat DPRD
3,205,800,000
5
Hearing/Dialog dan koordinasi
Sekretariat DPRD
1,863,000,000
6
Peningkatan SDM DPRD dan Komisi A, B, C, D
Sekretariat DPRD
2,753,400,000
7
Penyediaan Alat Tulis Kantor
Dinas Kesehatan
100,347,725
8
Penyediaan Cetakan dan Penggandaan
Dinas Kesehatan
256,717,000
9
Penyediaan Makanan dan Minuman
Dinas Kesehatan
69,520,000
10
Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi
Dinas Kesehatan
168,200,000
Jumlah
10,859,466,725
Kabupaten Malang dari tahun 2007 hingga 2009 telah mengalokasikan anggaran untuk hibah dan bantuan sosial tidak kurang 91,7 milyar pada tahun 2007, sekitar 101,2 milyar pada tahun 2008, dan 83,9 milyar pada tahun 2009. Sedangkan Kabupaten Pasuruan total belanja hibah dan bantuan sosial selama tiga tahun anggaran masing-masing sekitar 47,4 milyar pada 2007, tidak kurang 49,9 milyar pada 2008 dan 37 milyar pada 2009. Seluruh pengalokasian anggaran ini sepenuhnya adalah keputusan politik pada segelintir elit di eksekutif dan legislatif. Pengalokasian anggaran untuk pos belanja bantuan hibah dan bantuan sosial hampir dipastikan tidak pernah dibahas dalam proses perencanaan daerah yang reguler. Atas dasar kepentingan dan kekuatan politik yang dimiliki para elit tersebut, mereka bisa mengubah kondisi anggaran sedemikian rupa. Mereka bisa mengurangi, menambah, menghilangkan, dan mengadakan alokasi anggaran semaunya. Betapa kepentingan dan kekuatan politik sangat kuat bermain di area ini dapat di lihat dalam catatan dibawah ini. Pada pembahasan anggaran tahun 2008, Kabupaten Malang dalam Rancangan APBD 2008 mengalokasikan anggaran untuk hibah sebesar 5 milyar. Dinamika politik anggaran yang terjad dalam proses pembahasan anggaran dapat mengubah alokasi yang semula 5 milyar menjadi sekitar 35 milyar! Jumlah ini kemudian berubah menjadi 39,4 milyar dalam APBD Perubahan 2008 atau terjadi penambahan alokasi sekitar 4,3 milyar. Pada pembahasan perubahan APBD tahun 2008 di Kabupaten Pasuruan juga terjadi hal yang sama. Pada APBD 2008 belanja hibah dialokasikan sekitar 32,6 milyar kemudian pada APBD Perubahan 2008 menjadi sekitar 43 milyar atau terjadi penambahan sekitar 10,36 milyar.
71
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi. Artinya dengan kekuatan politiknya segelitir elit pada Panitia Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bisa mengurangi atau menghilangkan alokasi anggaran yang sebelumnya sudah direncanakan. Misalnya di Kabupaten Malang pada proses pembahasan anggaran tahun 2009 terjadinya pengurangan pada pos belanja bantuan sosial. Alokasi pada Rancangan APBD 2009 semula sekitar 63,4 milyar kemudian setelah pembahasan dan ditetapkan menjadi 52,2 milyar atau berkurang sekitar 11 milyar. Pada tahun yang sama di Kabupaten Malang juga telah mengalokasikan anggaran sekitar 1,5 milyar pada APBD 2009 untuk kegiatan penyebarluasan informasi pembangunan daerah padahal alokasi itu sebelumnya tidak ada dalam rancangan APBD. Penting untuk dicatat bahwa semua perubahan seperti ini hanya terjadi dalam waktu tidak kurang dari 3 bulan bahkan lebih pendek lagi. Biasanya pembahasan RAPBD dimulai pada bulan Oktober karena jarang sekali yang tepat waktu. Kemudian mereka dituntut harus menetapkan APBD pada bulan November yang biasanya molor hingga Januari. Dalam proses pembahasan, eksekutif selalu memberikan dokumen yang akan dibahas paling cepat sehari sebelum pembahasan. Mayoritas anggota DPRD dengan kapasitas analisis anggaran yang relatif rendah jarang melihat secara detil sehingga konsen mereka lebih kepada sejauhmana aspirasi politiknya terakomodir dalam APBD. Alotnya pembahasan anggaran yang terjadi umumnya dilatarbelakangi oleh belum tercapainya kesepakatan politik anggaran yang menguntungkan semua pihak. Bandingkan dengan alokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan KIBBLA. Pada Rancangan APBD 2009, Kabupaten Malang mengalokasikan anggaran kegiatan terkait KIBBLA sekitar 9,5 milyar. Pada proses pembahasan usulan tersebut ditetap menjadi hanya 5,1 milyar atau mengalami pengurangan sekitar 4,4 milyar. Sebaliknya untuk Kabupaten Pasuruan yang semula direncanakan sekitar 1,9 miliar malah ditetapkan menjadi sekitar 2 milyar. Pengalokasian anggarannya sendiri jauh dari memadai. Ironis sekali, untuk mendapatkan alokasi anggaran yang berkaitan dengan hidup-matinya ibu, bayi, dan anak-anak yang dilahirkan dari istriistri atau keluarga mereka sendiri harus dilakukan upaya advokasi anggaran khusus yang melibatkan pihak asing! Melihat dinamika politik anggaran seperti tampak pada catatan di atas, pengalokasian anggaran untuk KIBBLA adalah soal ada atau tidak adanya kemauan dan keberpihakan elit politik terhadap KIBBLA. Alasan terbatasnya anggaran hanyalah retorika untuk menutupi ketidakpeduliannya. Upaya advokasi anggaran KIBBLA adalah upaya politik untuk mengubah haluan politik yang tidak berpihak kepada KIBBLA dan upaya merebut alokasi anggaran untuk KIBBLA. Andai saja upaya advokasi anggaran yang akan dilakukan ditargetkan menuntut realokasi anggaran sekitar 30 persen saja dari alokasi anggaran pada kegiatan-kegiatan tersebut sudah dapat dihitung berapa alokasi anggaran yang akan diperoleh untuk meningkatkan anggaran KIBBLA. Dengan asumsi tersebut kita dapat membuat ilustrasi target realokasi anggaran untuk diadvokasi pada APBD Perubahan 2009 atau APBD 2010 seperti terlibat dalam tabel 26.
72
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
Tabel 26. Potensi Anggaran untuk KIBBLA Total 2009
Item Belanja Hibah dan Bantuan Sosial Kegiatan sampel (14 kegiatan Malang, 10 kegiatan Pasuruan)
Target Realokasi 30%
Malang
Pasuruan
Malang
83,879,279,000
37,005,695,000
25,163,783,700
14,876,676,000
10,859,466,725
4,463,002,800
Total target realokasi untuk KIBBLA
29,626,786,500
Pasuruan 11,101,708,500
3,257,840,018
14,359,548,518
Ilustrasi di atas dapat menjadi kenyataan jika saja advokasi anggaran yang akan dilakukan berhasil mengubah haluan dan perilaku politik para elit penguasa di daerah. Namun demikian, tetap saja keberhasilan itu pun merupakan sesuatu yang ironis. Dibandingkan dengan anggaran yang dibutuhkan untuk memenuhi angka kecukupan KIBBLA Malang dan Pasuruan seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, potensi realokasi ini relatif dapat menutupi seluruhnya atau sebagian besar kebutuhan anggaran KIBBLA. Inti dari semua ini adalah bukan soal ada atau tidak ada anggaran tetapi lebih kepada mau atau tidak mau (political will) pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk kepentingan publik yang lebih luas, untuk pencapaian target pembangunan yang lebih konkrit, dan untuk mensejahterakan masyarakat terutama ibu, bayi, dan balita yang merupakan kelompok paling rentan kehidupannya.
73
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
BAB V
kesimpulan dan saran foto: pieter p. setra
5.1. Kesimpulan 1. Tingkat paritisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran relatif rendah. Proses musrenbang di Malang dan Pasuruan masih menghadapi permasalahan yang relatif mendasar antara lain belum adanya aturan yang memberikan panduan bagi desa untuk menyelenggarakan musrenbang dengan baik, belum adanya informasi anggaran yang disebarluaskan kepada desa dan kecamatan baik yang akan dilaksanakan maupun sebagai bahan dalam mengusulkan kegiatan, keterlibatan masyarakat relatif terbatas terutama pada forum SKPD, usulan kegiatan didominasi usulan-usulan fisik. 2. P engelolaan anggaran daerah baik di Malang maupun Pasuruan secara umum belum menunjukkan karakteristik yang berpihak kepada masyarakat. Indikasinya dari sisi pendapatan adalah meningkatnya beban pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat melalui tarif retribusi pelayanan kesehatan. Pemerintah daerah juga telah gagal mendorong peningkatan ekonomi daerah yang diindikasikan kecenderungan penurunan komposisi pendapatan pajak daerah. Dari sisi belanja, belanja tidak langsung masih lebih besar komposisinya dibandingkan belanja langsung. Selain itu, ada indikasi pengelolaan anggaran yang belum efektif dan efisien. 3. D ari aspek komitmen daerah yang dinilai dari besarnya komposisi anggaran dapat disimpulkan bahwa Malang memiliki tingkat komitmen sangat rendah (alokasi anggaran di bawah 7 persen)
74
KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
terhadap urusan kesehatan dan Pasuruan tingkat komitmennya rendah terhadap urusan kesehatan (alokasi anggaran di bawah 10 persen). Malang dan Pasuruan sama-sama menunjukkan komitmen yang sangat rendah terhadap KIBBLA (5 dan 12 persen dari standar kecukupan KIBBLA). 4. Analisis tentang konsistensi dan relevansi anggaran KIBBLA dengan paket intervensi berbasis bukti dapat disimpulkan bahwa kegiatankegiatan KIBBLA yang ada dalam DPA Dinas Kesehatan Malang dan Pasuruan relatif kurang konsisten terhadap paket intervensi berbasis bukti. Ini berarti tingkat relevansi kegiatan-kegiatan tersebut dinilai rendah. Disamping itu, disain kegiatan-kegiatan KIBBLA belum efektif dan efisien. 5. D ana selain APBD kabupaten untuk kesehatan dan KIBBLA yang berasal dari APBD provinsi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan relatif besar. Masalahnya dana dekonsentrasi seringkali terlambat turunnya dari departemen kesehatan. 6. M alang dan Pasuruan memiliki potensi untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk KIBBLA sampai pada batas yang mencukupi sesuai standar namun hal itu harus didukung oleh kemauan politik.
5.2 Saran Untuk meningkatkan komitmen terhadap urusan kesehatan khususnya terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (KIBBLA), Pemerintah Daerah Malang dan Pasuruan diharapkan dapat: 1. M enyusun regulasi yang dapat mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Khusus untuk KIBBLA, Pemerintah Daerah diharapkan dapat meningkatkan partisipasi urusan atau organisasi di luar kesehatan untuk terlibat dalam upaya peningkatan anggaran KIBBLA. 2. M eningkatkan keberpihakan anggaran kepada masyarakat dengan mengurangi beban pengeluaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara mengurangi atau menghapus retribusi pelayanan kesehatan atau memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat khususnya kelompok miskin dan kelompok rentan seperti ibu dan anak-anak. 3. M eningkatkan alokasi anggaran untuk KIBBLA dengan merealokasi anggaran dari komponen belanja hibah dan bantuan sosial serta kegiatan yang relatif tidak terkait langsung dengan pelayanan publik. 4. M eningkatkan efektifitas dan efisiensi kegiatan KIBBLA termasuk melakukan perbaikan dalam pengelolaan data KIBBLA untuk penyusunan rencana dan anggaran KIBBLA yang sesuai dengan kebutuhan sebenarnya. Sehubungan HSP sedang melakukan asistensi teknis kepada Pemerintah Kabupaten Malang dan Pasuruan untuk meningkatkan alokasi anggaran KIBBLA, HSP diharapkan dapat:
75
laporan analisis anggaran
dalam rangka advokasi peningkatan alokasi anggaran untuk kibbla
1. M emfasilitasi peningkatan partisipasi stakeholders daerah yang lebih luas dari unsur pemerintah, DPRD dan masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya peningkatan alokasi anggaran untuk KIBBLA dan dampak buruk apabila KIBBLA tidak mendapatkan perhatian dari seluruh stakeholders. Lebih khusus, HSP diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat pengguna pelayanan KIBBLA. 2. M emfasilitasi peningkatan kualitas program dan kegiatan KIBBLA agar lebih fokus pada intervensi yang berbasis bukti (cost-effective) dan mengacu kepada kebutuhan sumber daya KIBBLA yang didukung dengan data yang akurat.
76