laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla DI KABUPATEN MALANG DAN PASURUAN
PROGRAM KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA)
Disusun oleh Perkumpulan Inisiatif Bandung bekerja sama dengan The Asia Foundation Bandung 2009
daftar isi
ABSTRAK ~ 5 BAB I – PENDAHULUAN ~ 6 1.1. Latar Belakang ~ 6 1.2. Rumusan Masalah Penelitian ~ 7 1.3. Tujuan ~ 8 1.4. Manfaat Penelitian ~ 8 1.5. Keluaran ~ 8 1.6. Lokasi Program dan Waktu Pelaksanaan ~ 8 1.7. Metode Penelitian ~ 9 BAB II - TEMUAN DAN ANALISIS STAKEHOLDERS KABUPATEN MALANG ~ 10 2.1. Gambaran Umum Stakeholders Kabupaten Malang ~ 10 2.2. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Terhadap Isu KIBBLA ~ 13 2.3. Peta Pengaruh Stakeholders dalam Proses Pengambilan Keputusan Perencanaan dan Penganggaran KIBBLA ~ 16 2.4. Akses, Kapasitas, dan Pengaruh Aktor dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran ~ 19 2.5. Peran dan Efektivitas Strategi HSP dalam Meningkatkan Alokasi Anggaran KIBBLA ~ 21 BAB III - TEMUAN DAN ANALISIS KABUPATEN PASURUAN ~ 23 3.1. Gambaran Umum Stakeholders~ 23 3.2. Para Pelaku dalam Konteks Advokasi KIBBLA ~ 28 3.3. Posisi dan Kategori Pelaku ~ 28 3.4. Hubungan dan Pengaruh Para Pelaku dalam Pengambilan Keputusan Anggaran ~ 32 3.5. Peran dan Efektifitas Strategi HSP dalam Mengadvokasi Anggaran KIBBLA ~ 36 BAB IV – KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ~ 38 4.1. Kesimpulan ~ 38 4.2. Rekomendasi ~ 40 LAMPIRAN • Tabel Profil Stakeholders Kibbla Kabupaten Malang ~ 47 • Tabel Kepentingan dan Kekuatan Stakeholders Kabupaten Malang ~ 62
3
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
4
foto: pieter p. setra
abstrak
U
paya meningkatkan kualitas Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak (KIBBLA) bukan merupakan isu yang kontroversial, semua pihak yang ditemui dalam penelitian ini sepakat dengan gagasan ini. Terutama setelah mendapat informasi bahwa angka kematian ibu, bayi baru lahir, dan anak masih cukup tinggi, sementara KIBBLA adalah indikator bagi IPM dan pencapaian MDGs. Namun demikian, ketika KIBBLA sebagai aspirasi sektoral diusung dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah yang berlangsung setiap tahun, terbukti gagal mendapatkan alokasi yang sesuai dan memadai. Hal ini rupanya terjadi karena para pihak yang mengusung aspirasi sektoral KIBBLA belum memiliki rentang pengaruh yang sejalan dengan tingkat aspirasi atau kepentingannya terhadap isu ini. Secara lebih spesifik, para pihak yang berkepentingan terhadap isu KIBBLA belum memiliki akses yang cukup untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan penganggaran, belum memiliki kapasitas teknis yang memadai, dan kapasitas politik yang dapat diandalkan dalam kontestansi kepentingan proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, di masa mendatang, program peningkatan kualitas KIBBLA harus meningkatkan kapasitas stakeholders pada tiga dimensi kapasitas tersebut atau memfasilitasi proses kolaborasi antar aktor dengan dimensi kapasitas yang saling melengkapi.
5
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
BAB I
pendahuluan
Suatu hal yang menjadi menarik adalah ketika masuk ke dalam lorong panjang proses perencanaan dan penganggaran daerah (APBD)...
1.1. Latar Belakang
U
paya meningkatkan kualitas Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak (KIBBLA) bukan merupakan isu yang kontroversial. Artinya, hampir dapat dipastikan semua pihak sepakat dengan gagasan ini. Di tingkat daerah, upaya peningkatan kualitas KIBBLA ini mau tidak mau harus terkait dengan upaya menjadikannya sebagai aspirasi sektoral yang kuat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah yang berlangsung setiap tahun. Suatu hal yang menjadi menarik adalah ketika masuk ke dalam lorong panjang proses perencanaan dan penganggaran daerah, aspirasi sektoral KIBBLA, meskipun merupakan isu yang disepakati bersama, ternyata akan terpinggirkan dan akhirnya tidak terakomodasi menjadi kebijakan dan anggaran. Hal ini tentunya menjadi suatu pertanyaan: mengapa demikian? apa gerangan faktor penghambatnya? Untuk memahami situasi di atas, penelitian ini berasumsi bahwa sesungguhnya proses perencanaan dan penganggaran adalah suatu proses kontestansi berbagai kepentingan untuk mengutamakan sektorsektor yang dianggap penting oleh masing-masing pelaku yang terlibat. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa sumberdaya anggaran sangat terbatas sementara aspirasi sektoral sangatlah luas. Dalam kontestansi ini, ada beberapa titik krusial yang menentukan apakah suatu aspirasi sektoral dalam perencanaan dan penganggaran dapat terakomodasi dalam APBD atau tidak. Menurut penelitian Inisiatif (Inisiatif 2007), ada tiga titik krusial yang dimaksud.
6
Pertama, adanya akses bagi warga untuk terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran sejak musyawarah desa sampai dengan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Semakin akses tersebut terbuka pada semua tingkatan musyawarah, maka akan semakin banyak aspirasi sektoral warga yang akan terakomodasi. Demikian pula sebaliknya. Secara umum, dalam tataran regulasi yang berlaku nasional, syarat minimal dari akses dan partisipasi publik dalam proses perencanaan dan penganggaran telah diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tatacara Evaluasi Proses Perencanaan Pembangunan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan lain-lain. Namun demikian, dalam praktiknya akan kita temukan bahwa regulasi lokal yang sifatnya implementasi dari aturan nasional, akan memiliki pengaruh besar dalam jaminan akses dan partisipasi ini.
“apa hambatan yang dihadapi para pihak dalam upaya mengarusutamakan kebijakan dan alokasi anggaran sektor terkait KIBBLA?”
Kedua, adanya spesifikasi teknis yang jelas dan argumentatif dari aspirasi sektoral yang diangkat. Poin ini merupakan poin yang terkait erat dengan poin 1 yang berbicara mengenai akses bagi para pelaku partisipasi. Seberapapun akses dibuka, jika aspirasi sektoral yang diusung tidak memiliki kejelasan teknis yang jelas dan argumentatif, maka akan sulit bagi partisipan untuk memenangkan aspirasinya dalam ajang kontestansi perencanaan dan penganggaran. Sebuah spesifikasi usulan tentunya
tidak dapat dijamin oleh aturan melainkan tergantung kepada kapasitas dari para partisipan pengusung aspirasi sektoral tersebut. Ketiga, kemampuan para pengusung aspirasi sektoral untuk terlibat dan memenangkan pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Seberapa bagus pun aspirasi sektoral yang diusung, jika tidak memahami dan mampu mempengaruhi para pengambil keputusan perencanaan dan anggaran daerah, maka aspirasi tersebut tidak akan terakomodasi dalam APBD. Dalam konteks ini, menjadi penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai faktorfaktor yang menentukan besarkecilnya pengaruh partisipan pengusung aspirasi sektoral dalam perencanaan dan penganggaran. Ketiga faktor inilah yang akan menjadi pedoman dalam proses menganalisis stakeholders yang terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran khususnya yang terkait dengan KIBBLA.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian Dari uraian di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah yang hendak diketahui dalam penelitian ini yaitu “apa hambatan yang dihadapi para pihak dalam upaya mengarusutamakan kebijakan dan alokasi anggaran sektor terkait KIBBLA?”. Fokus pertanyaan ini menjadi penting untuk membatasi konteks pemetaan stakeholders atau para pihak yang terkait dengan gagasan atau aspirasi sektoral KIBBLA. Dari pertanyaan pokok ini, ada tiga dimensi analisis yang hendak diperiksa seputar stakeholders terkait KIBBLA:
7
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
Kegiatan analisis para pihak (stakeholders) ini secara umum ditujukan untuk mendeskripsikan akses, kapasitas teknis, dan kapasitas politik...
1. Siapa stakeholders yang terkait dengan gagasan sektoral terkait KIBBLA? 2. Bagaimana gambaran akses dan partisipasi masing-masing stakeholders dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah? 3. Bagaimana gambaran kemampuan masing-masing stakeholders dalam memberikan bobot terhadap kualitas teknis dan argumentasi yang memperkuat aspirasi sektoral terkait KIBBLA? 4. Bagaimana gambaran kemampuan masingmasing stakeholders dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan alokasi anggaran KIBBLA melalui proses lobby, jejaring, mandatori regulasi, advokasi, dan lain-lain.
1.3. Tujuan Kegiatan analisis para pihak (stakeholders) ini secara umum ditujukan untuk mendeskripsikan akses, kapasitas teknis, dan kapasitas politik yang dimiliki oleh stakeholders yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran daerah khususnya dalam konteks peningkatan alokasi anggaran terkait KIBBLA. Adapun tujuan khusus dari kegiatan analisis ini adalah untuk: a) Mengetahui peta aktor dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah yang memiliki kewenangan dan kepentingan dengan isu KIBBLA dilihat dari dimensi akses partisipasi, kapasitas teknis, dan kapasitas politik yang dimilikinya.
8
b) Mengetahui pola relasi antar aktor tersebut. c) Memperoleh rekomendasi untuk peningkatan efektivitas intervensi peningkatan alokasi anggaran KIBBLA melalui pola manajemen stakeholders yang sesuai dengan kapasitas dan posisinya.
1.4. Manfaat Penelitian Ada 2 (dua) manfaat besar yang bisa diperoleh dari penelitian ini, yaitu; a) Bagi Pemerintah Daerah: sebagai bahan perbaikan proses pengambilan keputusan dalam perencanaan dan penganggaran sebagai upaya pengarus utamaan KIBBLA dalam kebijakan dan anggaran daerah. b) Bagi Masyarakat/CSO: Sebagai bahan dalam merumuskan strategi advokasi dalam meningkatkan alokasi anggaran KIBBLA.
1.5. Keluaran Kegiatan analisis stakeholders ini diharapkan menghasilkan keluaran (output) produk berupa paper analisis proses politik dalam pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran dan rekomendasi langkah-langkah advokasi yang diperlukan untuk meningkatkan alokasi anggaran KIBBLA.
1.6. Lokasi Program dan Waktu Pelaksanaan Lokasi program ini di Kabupaten Malang dan Pasuruan sejak Februari-Juni 2009
1.7. Metode Penelitian a. Pengumpulan data meliputi wawancara tidak terstruktur, observasi, FGD, workshop b. Teknik analisis dilakukan dengan metode deskriptif Analisis ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Pertama, mengidentikasi stakeholders yang memiliki kepentingan terhadap isu KIBBLA. Kegiatan ini dilakukan dengan mewawancarai sejumlah informan baik yang sebelumnya pernah terlibat dalam kegiatan Health Service Program (HSP). Pengidentifikasian sejumlah informan dilakukan dengan metode snowball dimana prosesnya berkembang dan mengalir sejalan dengan informasi yang didapat dari informan sebelumnya. Tahap ini menghasilkan sebuah daftar stakeholders (lihat lampiran).
Kedua, dengan menggunakan Matrik Stakeholders dilakukan penilaian untuk mengetahui posisi setiap stakeholder terhadap isu KIBBLA. Penilaian dilakukan secara kualitatif berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai informan dengan mempertimbangkan sejauhmana intensitas, besar-kecil, tinggirendahnya kepentingan dan pengaruh setiap stakeholders. Penilaian ini kemudian dikuantifikasi untuk lebih memudahkan proses pemetaannya. Dari tahap ini diperoleh gambaran umum mengenai posisi stakeholder. Ketiga, menganalisis hasil pemetaan stakeholders untuk mengkategorikan stakeholders ke dalam beberapa karakteristik stakeholders sehingga bisa dirumuskan cara-cara atau strategi
selanjutnya dalam membangun hubungan atau kerjasama dalam pelaksanaan kegiatan maupun pemanfaatan hasil-hasilnya secara partisipatif. Keempat, menganalisis stakeholders berdasarkan akses, kapasitas teknis, dan kapasitas politisnya dalam proses perencanaan dan penganggaran. Analisis ini diperlukan untuk memperoleh gambaran kekuatan dan kelemahan dari masing-masing pelaku berdasarkan realitas perannya. Terakhir adalah merumuskan strategi dan rencana aksi yang memuat setidaknya strategi pelibatan dalam pelaksanaan kegiatan; strategi untuk mengemas dan menyampaikan pesan kepada stakeholders yang berbeda; strategi membangun hubungan; dan tindak lanjut kerjasama dengan setiap stakeholders.
9
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
BAB II
temuan dan analisis stakeholders kabupaten malang 2.1. Gambaran Umum Stakeholders Kabupaten Malang •
10
Isu perencanaan dan penganggaran selalu memiliki keterkaitan erat dengan dimensi transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pada sisi proses. Pada sisi substansi, ketika difokuskan pada isu KIBBLA, maka perencanaan dan penganggaran KIBBLA akan terkait dengan ukuran-ukuran keefektifan intervensi dan alokasi anggaran. Dari dua dimensi besar proses dan substansi ini, maka teridentifikasi stakeholders yang memiliki kaitan langsung dengan isu KIBBLA. Secara kategoris stakeholders ini terbagi dalam tiga kelompok yaitu public sector, civil society, dan private sector. Tiga kategori besar ini berguna untuk memahami adanya perbedaan peran masingmasing dalam mekanisme, prosedur, dan proses politik perencanaan dan penganggaran daerah.
Pada dasarnya public sector ini memiliki peran utama dalam pengaturan (pembuatan regulasi), pembinaan dan pengawasan terhadap unit layanan KIBBLA dan masyarakat umum, dan pelaksanaan layanan KIBBLA itu sendiri.
•
Stakeholders dalam kategori public sector adalah mereka yang secara normatif memiliki mandat dan kewenangan untuk mengelola proses perencanaan dan penganggaran dan bahkan menyelenggarakan pelayanan KIBBLA. Sebagai contoh, ada Dinas Kesehatan yang merupakan stakeholders utama dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan, dan ada juga Puskesmas yang menjadi pelaksana layanan KIBBLA. Pada dasarnya public sector ini memiliki peran utama dalam pengaturan (pembuatan regulasi), pembinaan dan pengawasan terhadap unit layanan KIBBLA dan masyarakat umum, dan pelaksanaan layanan KIBBLA itu sendiri. Peran-peran ini disingkat dengan istilah Turbinlakwas.
•
Stakeholders dalam kategori civil society pada dasarnya tidak memiliki kewenangan dalam Turbinlakwas. Namun demikian mereka adalah kelompok peduli yang selama ini terbukti mencoba menyempurnakan peran Turbinlakwas public sector dengan cara berpartisipasi dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Sebagai contoh ada Jawa Pos yang berperan dalam mempromosikan transparansi, dan ada Malang Corruption Watch (MCW) yang berperan dalam pengawasan publik.
•
Private sector memiliki peran dalam penyelenggaran praktik layanan KIBBLA yang biasa dikenal dengan istilah pratik swasta. Dalam kenyataannya, praktik swasta ini seringkali lebih berkembang dan diminati oleh publik. Private sector adalah objek pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dari public sector melalui regulasi yang dibuat. Idealnya private sector ini adalah pelengkap dari pelayanan publik, namun dalam praktiknya seringkali menjadi pesaing. Hal ini dapat dicermati lebih lanjut dalam pembahasan berikutnya.
11
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
Tabel 1. Daftar Stakeholders Kabupaten Malang Public Sector Pemerintah Daerah: • Bupati • Wakil Bupati • Sekretatis Daerah • Dinas Kesehatan • Bapekab • DPPKA • KP3A (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) • Kantor BKB (Badan Keluarga Berencana) • Dinas PU Cipta Karya • Bagian Kesejahteraan Sosial Setda DPRD: • Pangar • Komisi B Partai Politik: • PDIP • Partai Demokrat • Partai Golkar • PKB • Hanura • Gerindra • PPP • PKNU • PKS Public Health Provider: • RSUD Kanjuruhan • RSSA Syaiful Anwar Malang • Puskesmas • Poskesdes/Polindes Individual/Opinion Leader: • Dr. Nehruddin, SE., MM (Kepala Bappeda
Civil Society Media: • Jawa Pos/Radar Malang • Kompas Jatim • Malang Post • RRI Malang Pro 1 • Batu TV • Harian Surya Lembaga/Organisasi Keagamaan: • Nahdlatul Ulama • Muhammadiyah Perguruan Tinggi: • Universitas Brawijaya • Universitas Negeri Malang (UM) • UIN Malang (PSW) • Stikes Kepanjen (dulu Akper) Gerakan Sosial/Kelompok Advokasi: • Tim Advokasi KIBBLA • Malang Budgeting Watch (Madewa). • Forum Komunikasi Malang Sehat (FKMS) • Komunitas Malang untuk Demokrasi (Komdek) • PKK LSM/NGO: • YSI • K3 • Pattiro • Rumpun • Paramitra • Sadar Hati • LPKP • YPP • MCW • Averroes Individual/Opinion Leader: • Ahmad Wazir Wicaksono (K3) • Lutfi J Kurniawan (MCW) • Ari Wahyu Astuti • Hikmah Bafaqih
12
Private Sector Assosiasi Bisnis: • Belum ditemukan keterlibatan sektor/dunia usaha dalam upaya pengarusutamaan isu KIBBLA Lembaga Profesi: • Ibu St Kusniah dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Malang • Dr. Abdurrahman alias Gus Dur (IDI Malang) Private Health provider: • Rumah Saki Islam “Al Madinah” Kec. Kasembon • RB/RSB Muslimat Singosari • RB Cakra Husada Turen • BKIA Muhamadiyah Sumberpucung
2.2. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Terhadap Isu KIBBLA •
Selama proses penelitian, pemetaan stakeholders mengalami perkembangan informasi jika dibandingkan antara Februari dan Juni 2009. Namun demikian, dari sekian banyak stakeholders dalam tiga kategori di atas, dengan mempertimbangkan pengaruh yang dimiliki dan tingkat kepentingannya terhadap isu KIBBLA, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berkepentingan dengan isu KIBBLA ternyata tidak terlampau memiliki pengaruh yang besar dalam relasi kuasa di Malang. Sebaliknya, para pihak yang memiliki pengaruh yang tinggi, belum memiliki kepentingan atau lebih tepat lagi keberpihakan untuk mengutamakan isu KIBBLA dalam proses perencanaan dan penganggaran.
•
Secara lebih detail, dari sisi pengaruh dan kepentingannya terhadap KIBBLA, stakeholders dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok. Pertama, stakeholders dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang rendah. Rendahnya kepentingan dan kepedulian kelompok ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor antara lain 1) mereka kurang dilibatkan dalam upaya-upaya advokasi KIBBLA seperti Bagian Kesejahteraan Sosial, 2) mereka merasa tidak punya kaitan langsung dengan isu KIBBLA dan lebih fokus dengan isu yang menjadi tugas atau garapannya terutama dinas-dinas di luar dinas kesehatan, 3) mereka belum terpapar isu KIBBLA dari kelompok-kelompok masyarakat/CSO, dan 4) mereka hanya sebatas mencari keuntungan dalam projek-projek KIBBLA yaitu lembaga yang terlibat dalam implementasi projek HSP. Sedangkan rendahnya pengaruh antara lain disebabkan tidak adanya legitimasi formal, kurangnya pengetahuan dan kapasitas, dan tidak adanya soliditas. Pada awal pemetaan, kategori ini cukup sedikit namun seiring dengan proses penelitian jumlah kelompok ini ditemukan lebih banyak lagi.
•
Kedua, stakeholders dengan tingkat pengaruh rendah tetapi memiliki kepentingan tinggi untuk meningkatkan alokasi anggaran KIBBLA. Masuk pada kategori ini umumnya adalah lembaga-lembaga pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan polindes. Mereka sangat berkepentingan dengan KIBBLA karena tugas yang diembannya. Namun disisi lain, mereka tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan keputusan tentang KIBBLA padahal dalam penyelenggaraan pelayanan KIBBLA mereka merupakan pelaku utama. Kegiatan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) yang dilakukan dalam program HSP belum terlampau efektif meningkatkan pengaruh para pemberi layanan di Puskesmas dalam proses perencanaan dan penganggaran. Disamping itu, ada juga kelompok-kelompok masyarakat peduli yang secara moral menunjukkan kepedulian kepada persoalan-persoalan masyarakat di daerahnya termasuk KIBBLA. Kelompok ini nampaknya memiliki kebutuhan dalam hal pengembangan soliditas baik dalam persepsi, agenda kerja maupun kelembagaan.
13
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
•
Ketiga, stakeholders dengan tingkat pengaruh tinggi tetapi memiliki kepentingan rendah dalam hal mengalokasikan anggaran yang lebih besar bagi KIBBLA. Pada kategori ini mereka umumnya adalah pelaku yang memiliki kewenangan (legitimasi formal) dalam urusan publik baik sebagai pimpinan daerah maupun lembaga-lembaga strategis dalam pengambilan keputusan kebijakan dan anggaran daerah. Termasuk dalam kelompok ini adalah media massa yang memiliki kekuatan dalam melakukan tekanan publik melalui pemberitaan dan pembentukan opini umum. Derajat kepentingan mereka terhadap isu KIBBLA bukan didasarkan pada pijakan objektif mengenai persoalan KIBBLA itu sendiri tetapi sejauhmana isu tersebut secara politis memberikan insentif.
Keempat, stakeholders dengan kuasa dan kepentingan yang tinggi. Ini adalah kelompok stakeholders yang harus dijadikan mitra utama dalam proses advokasi namun saat ini jumlahnya masih sangat sedikit. Sayang sekali, seiring dengan berkurangnya aktivitas program HSP, stakeholders yang masuk dalam kategori ini berkurang karena menurunnya komitmen mereka di luar proyek. Misalnya YSI dan Tim Advokasi KIBBLA, pada masa vacuum program HSP, mereka tidak lagi KIBBLA bukan didasarkan pada pijakan objektif mengenai persoalan KIBBLA itu menunjukkan kepentingan proses rutin perencanaan dan sendiri tetapi sejauhmana isu tersebut secara politis dalam memberikan insentif. penganggaran daerah untuk membawakan isu sektoral terkait KIBBLA. Keempat, stakeholders dengan kuasa dan posisi kepentingan tinggi. Ini adalah kelompok Secara keseluruhan setiapyang stakeholders terhadap isu KIBBLA stakeholders yang harus dijadikan mitra utama dalam proses advokasi namun saat ini dapat dilihat dalam gambar-gambar di bawah ini. jumlahnya masih sangat sedikit. Sayang sekali, seiring dengan berkurangnya aktivitas •
program HSP, stakeholders yang masuk dalam kategori ini berkurang karena menurunnya komitmen mereka di luar proyek. Misalnya YSI dan Tim Advokasi KIBBLA, pada masa vacuum program HSP, mereka tidak lagi menunjukkan kepentingan Gambar Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Malang isu dalam1. proses rutin perencanaan dan penganggaran daerahKabupaten untuk membawakan sektoral terkait KIBBLA.IsuSecara keseluruhan posisi setiap stakeholders terhadap isu Terhadap KIBBLA (Kondisi Februari 2009) KIBBLA dapat dilihat dalam gambar-gambar di bawah ini. Pengaruh Bupati Sekda Bapekab MCW
YSI
CSO Anggaran
Tim Advokasi KIBBLA Dinas Kesehatan
Puskesmas
CSO Gender CSO Comdev
Bidan Desa Kepentingan
14
Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Malang Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Februari 2009)
9
Gambar 2. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Malang Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Juni 2009) Pengaruh Bupati dan Pangar DPPKA
Sekda
Wakil Bupati
Komisi D
Dinas Kesehatan
Bapekab
BKB YSI
RSUD MCW
KP3A
Puskesmas
PKK
PU Ciptakarya Kesos Tim Advokasi KIBBLA CSO Comdev
CSO Anggaran IBI
CSO Gender
Bidan Desa Kepentingan
Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Malang Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Juni 2009)
• Kedua peta tersebut mencoba menjelaskan kondisi hasil assesment
o Kedua gambar di atas mencoba menjelaskan kondisi hasil assesment stakeholder pada stakeholder padajumlah dua waktu yang berbeda. Perbedaan jumlah hanya dua waktu yang berbeda. Perbedaan hanya menunjukkan perkembangan pihakmenunjukkan perkembangan berhasil diidentifikasi. pihak yang berhasil diidentifikasi. Pengamatan selamapihak-pihak sekitar 3 bulanyang dilakukan secara alamiah artinya tidak ada bentuk intervensi pun kecuali dilakukansecara oleh program Pengamatan selama apa sekitar 3 bulanyang dilakukan alamiah artinya HSP. Oleh karena itu, untuk beberapa stakholders yang merupakan sasaran atau mitra tidak ada bentuk apa pun yang HSP tampak terjadi pergeseran posisiintervensi setelah program HSPkecuali berakhir. Timdilakukan Advokasi oleh KIBBLA misalnyaprogram yang pada awalnya relatif poweful sehingga bisa stakholders menghasilkan yang HSP. Oleh karena itu, untuk beberapa peraturan daerah merupakan mengenai KIBBLA pada kondisi tampakterjadi tidak solid lagi. sasaran atau mitraterakhir HSP tampak pergeseran posisi Demikian juga Yayasan Satu Indonesia (YSI) yang semula tampak begitu berpengaruh setelah program HSP berakhir. Tim Advokasi KIBBLA misalnya yang dan peduli terhadap isu KIBBLA, pada perkembangan selanjutnya ternyata tidak lebih dari sekumpulan orang berusaha mendapatkan alokasi anggaran melalui projek-peraturan pada yang awalnya relatif poweful sehingga bisa menghasilkan projek pemda. Kedekatan dengan pejabat adalah dalam rangka memelihara akses untuk daerah mengenai KIBBLA pada kondisi terakhir tampak tidak solid mendapatkan anggaran pemda. Lembaga ini sulit dibayangkan dapat bersikap independen lagi. Demikian juga Yayasan Satu Indonesia (YSI) yang semula dan kritis.
tampak begitu berpengaruh dan peduli terhadap isu KIBBLA, pada 10 perkembangan selanjutnya ternyata tidak lebih dari sekumpulan orang yang berusaha mendapatkan alokasi anggaran melalui projekprojek pemda. Kedekatan dengan pejabat adalah dalam rangka memelihara akses untuk mendapatkan anggaran pemda. Lembaga ini sulit dibayangkan dapat bersikap independen dan kritis.
• Sedangkan pergeseran posisi Sekretaris Daerah ini disebabkan oleh bergantinya pejabat sekda tersebut. Pejabat lama dinilai relatif terbuka dan peduli dengan isu KIBBLA sementara pejabat sementara (PJs) sekda yang baru relatif birokratis dan kurang peduli.
15
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
2.3. Peta Pengaruh Stakeholders dalam Proses Pengambilan Keputusan Perencanaan dan Penganggaran KIBBLA
16
•
Proses pembuatan kebijakan, perencanaan, dan penganggaran KIBBLA adalah proses yang kompleks melibatkan proses teknokrasi, partisipasi, politik dan administrasi pembangunan. Namun di antara semua itu, yang paling hendak disorot dalam kajian ini adalah proses politik yang menentukan pengambilan keputusan mengenai suatu kebijakan, rencana kerja, dan anggaran.
•
Gambar piramida pengaruh di bawah ini menunjukkan bagaimana kondisi setiap stakeholders terkait dengan proses politik anggaran di daerah. Lingkaran-lingkaran yang diberi warna abu merupakan para pelaku utama dalam penyelenggaraan layanan KIBBLA. Besarkecilnya lingkaran menunjukkan besar-kecilnya ukuran lembaga atau jumlah kelompok stakeholders. Adapun jarak antarlingkaran menujukkan derajat hubungan antara satu stakeholders dengan yang lainnya. Sedangkan jarak setiap lingkaran terhadap puncak piramida menunjukkan derajat pengaruh yang dimiliki setiap stakeholders. Semakin mendekat puncak piramida semakin tinggi derajat pengaruhnya. Dalam proses politik, semua kondisi di atas bersifat dinamis.
•
Seperti terlihat dalam gambar, dalam proses politik pengambilan keputusan di Malang, ternyata aktor-aktor formal masih sangat dominan terutama Bupati, Ketua DPRD, Panitia Anggaran dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ruang-ruang partisipasi dalam perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Malang relatif masih terbatas. Dalam proses pembahasan anggaran, relasi antara kelompok stakeholders ini hampir seluruhnya bersifat politis dalam pengertian dasar pengambilan keputusan bukan atas pertimbangan teknokratis melainkan sejauhmana setiap kepentingan-kepentingan politik mencapai titik temu yang memuaskan para pihak yang berkepentingan. Seringkali alotnya atau deadlock proses pembahasan anggaran lebih dikarenakan belum terakomodasinya kepentingan politik dari kekuatan-kekuatan politik terbesar yaitu Bupati dan Ketua DPRD.
•
Pelaku lainnya yang relatif kuat pengaruhnya dalam proses perencanaan dan penganggran khususnya untuk KIBBLA adalah Dinas Kesehatan dan Komisi D. Komisi adalah alat kelengkapan DPRD yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap pemerintah melalui satuan-satuan kerja yang menjadi mitra kerjanya. Pengawasan yang dilakukan adalah untuk memastikan sejauhmana kebijakan yang sudah disepakati baik dalam dokumen rencana maupun kebijakan (perda KIBBLA, misalnya) dioperasionalkan oleh pemerintah melalui kegiatan-kegiatan yang relevan dan efektif. Namun demikian, kondisi di Kabupaten Malang ternyata cukup memprihatinkan karena pemerintah tidak memberikan ruang bagi komisi untuk melakukan pembahasan rencana kegiatan dan anggaran (RKA) SKPD. Padahal, seringkali suatu kebijakan yang sudah baik tidak berjalan karena tidak dioperasionalkan dalam kerangka kegiatan dan anggaran yang semestinya.
•
Pelaku-pelaku yang terkait dengan isu KIBBLA di lingkup pemerintah antara lain Dinas PU Ciptakarta, Badan Keluarga Berencana, Bagian Kesejahteraan Sosial, dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunan Anak (KP3A). Secara umum, para pelaku ini relatif lemah dalam menentukan keputusan anggaran, misalnya dalam hal menentukan pagu alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan. Di sisi lain, terkait dengan isu KIBBLA juga tampak belum ada orientasi yang sama yang dapat memperkuat mereka. Program HSP melalui pembentukan tim DTPS yang multi-sektor idealnya dapat membuat mereka memiliki orientasi yang sama tentang KIBBLA. Namun demikian, tampaknya hasil DTPS hanya menjadi urusan dinas kesehatan semata.
•
Para pelaku utama dalam penyelenggaraan pelayanan KIBBLA yaitu unit-unit penyedia layanan dan masyarakat pengguna layanan sama sekali lemah pengaruhnya dalam menentukan keputusan terkait KIBBLA. Puskesmas di Kabupaten Malang pada umumnya sangat tergantung dengan kebijakan dinas kesehatan baik dalam soal program maupun anggaran. Namun demikian dalam hal pengelolaan keuangan ada satu inovasi yang dikembangkan untuk membuat puskesmas lebih leluasa dalam mengelolaan keuangan yaitu dengan meningkatkan status puskesmas menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Kebijakan ini sedang diujicobakan pada beberapa puskesmas. Dalam aspek perencanaan, HSP melalui inisitif Perencanaan Terpadu Puskesmas (PTP) telah melakukan upaya peningkatan kapasitas dalam merumuskan rencana KIBBLA yang efektif. Namun demikian, hasil PTP sendiri tidak dapat dipastikan mendapatkan alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan karena puskesmas tidak memiliki akses terhadap pengambilan keputusan.
•
Posisi polindes dan masyarakat pengguna di tingkat grass root masih sangat lemah pengaruh dalam proses perencanaan dan anggaran. Ruang-ruang partisipasi bagi kelompok ini relatif terbatas. Inisiatif HSP memperkuat komunitas melalui Community Health Commettee (CHC) atau Tim Kesehatan Desa (TKD/Tim Kessa) –lingkaran kecil berwarna hitam—tampaknya belum mampu mendorong peningkatan posisi tawar komunitas. CHC sendiri cenderung belum melibatkan kelompok pengguna dalam aktivitas-aktivitasnya. Praktis hingga saat ini belum ada suatu upaya atau kelompok yang secara intens memberdayakan masyarakat pengguna layanan ini.
•
Tim Advokasi KIBBLA–lingkaran kecil berwarna hitam—yang dibentuk oleh HSP ternyata belum mampu menjadi pihak yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan. Tim ini barulah sebatas dekat dengan Dinkes namun tidak memiliki kedekatan dengan pihak inti lainnya. Adapun kedekatan dengan Dinkes ini pun karena memang beberapa staf Dinkes adalah anggota tim.
17
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan MNCH Policy & Budgeting Ketua DPRD
Bupati
Pangar
TAPD
Komisi D
Increasing influence of actors
BKB
RSUD
KP3A
Ciptakarya
Increasing influence of actors
Tim Advokasi Dinkes
Puskesmas
Bag Kesos
Polindes CHC
IBI YSI
MCW
LSM Governance LSM Gender
PKK
Pengguna KIBBLA Miskin
LSM Comdev
Pengguna KIBBLA Penduduk
Masyarakat
Gambargambar 3. Peta Posisijuga Stakeholders Malang Selanjutnya, tersebut menunjukkanKabupaten adanya aktor-aktor informal dari kelompok CSO yang pada umumnya relatif rendah pengaruhnya dalam proses dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran perencanaan dan penganggaran. Terkecuali untuk Malang Corruption Wacth (MCW), meskipun relatif lemah dalam pengambilan keputusan anggaran namun relatif kuat
18
13
•
Selanjutnya, gambar tersebut juga menunjukkan adanya aktor-aktor informal dari kelompok CSO yang pada umumnya relatif rendah pengaruhnya dalam proses perencanaan dan penganggaran. Terkecuali untuk Malang Corruption Wacth (MCW), meskipun relatif lemah dalam pengambilan keputusan anggaran namun relatif kuat pengaruhnya terutama dalam pengawasan implementasi anggaran. MCW memiliki jaringan yang kuat dengan media massa dan jaringan aktivis di tingkat basis. Publikasi hasil-hasil pemantauan MCW yang dipublikasikan di media relatif berpengaruh meningkatkan kinerja dan akuntabilitas pemerintah daerah. Secara umum, terkait dengan isu KIBBLA para pelaku dari kelompok ini juga relatif belum solid. Hubungan antar-CSO sendiri relatif dinamis. Seringkali suatu isu dapat mempersatukan kelompok ini salam suatu koalisi atau forum. Hanya saja jarang sekali yang bertahan lama karena biasanya inisiatif pengorganisasian berbasis isu ini muncul dari pihak luar terutama lembaga-lembaga donor.
•
PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) yang dahulu lebih dikenal pembinaan keterampilan keluarga adalah sebuah lembaga masyarakat yang dibentuk oleh negara dalam rangka meningkatkan peran perempuan dalam proses pembangunan. Secara normatif, lembaga ini memiliki legitimasi yang cukup kuat yang mendukung
keberadaannya. Sebagaimana lembaga-lembaga yang dibuat oleh negara (pemerintah pusat) seperti halnya Karang Taruna, ia memiliki struktur organisasi yang baku dan relatif mapan yang berjenjang dari tingkat pusat hingga desa. Sudah menjadi kebiasaan bahwa ketua PKK adalah istri dari para pimpinan daerah sesuai dengan jenjang pemerintahannya. Kondisi seperti ini membuat relasi antar-strukur PKK berwatak hirarkis, instruktif, dan cendrung kooptatif. Kepada PKK, negara memberikan fasilitas tidak hanya dalam bentuk gedung kantor atau sekretariat tetapi secara rutin diberikan alokasi anggaran rutin maupun bantuan program. Dengan karakter organisasi seperti itu, sebagai sebuah organisasi PKK hampir tidak memberikan kiprah apalagi prestasi yang layak bagi masyarakat. Di dalam forum-forum seperti musrenbang, PKK mendapat fasilitas selalu diundang dalam pertemuan-pertemuan seperti itu. Namun demikian, kehadirannya hanya dijadikan justifikasi partisipasi perempuan dalam proses pembangunan.
2.4. Akses, Kapasitas, dan Pengaruh Aktor dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran •
Hampir secara umum proses perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Malang belum melibatkan partisipasi masyarakat. Kalaupun dilibatkan, itu hanya berdasar undangan, bukan karena kesadaran masyarakat itu sendiri untuk berpartisipasi. Belum adanya regulasi daerah yang menjamin keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan penganggaran merupakan faktor masalah tersendiri. Tingkat partisipasi masyarakat dalam musrenbang masih terlalu kecil. Di samping itu tingkat keragaman kelompok masyarakat yang hadir dalam forum musrenbang, baik di tingkat desa`maupun kecamatan juga masih sangat minim. Musrenbang belum memberikan tempat bagi kelompok-kelompok masyarakat seperti petani, pedagang, buruh, nelayan dan sebagainya, sehingga kepentingan dan kebutuhan mereka jelas tidak terakomodasi dalam usulan-usulan desa maupun kecamatan.
•
Meski demikian, ke depan kemungkinan sangat terbuka peluang masyarakat untuk bisa terlibat secara partisipatif dalam forum musrenbang. Pasalnya, 120 desa dari total 390 desa di Kabupaten Malang sudah difasilitasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) oleh Yayasan Satu Indonesia (YSI). Dengan RPJMDes tersebut, desa akan mempunyai strategi perencanaan yang mengacu pada dokumen perencanaan desa yang disusun secara lebih partisipatif. Hal ini menurut kami dari Tim Inisiatif merupakan langkah maju dan inovatif untuk terus mendorong masyarakat atau warga desa dari berbagai macam latar belakang agar mau terlibat dalam proses perencanaan pembangunan. Program fasilitasi penyusunan RPJMDes tersebut merupakan hasil kerjasama YSI dengan Bapekab Malang. Program tersebut sudah berjalan selama 2 tahun terakhir.
19
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
•
Perlu diingat bahwa dokumen RPJMDes tersebut juga tidak sepenuhnya menjadi faktor determinan dalam proses perencanaan dan penganggaran di tingkat desa, kalau masyarakat tidak secara pro aktif memberikan kontrol sekaligus terlibat dalam musrenbang. Sebab RPJMDes bukan satu-satunya agenda pembahasan dalam forum musrenbang. Masih banyak agenda lain yang tidak kalah penting, seperti pemilihan delegasi musrenbang. Kalau partisipasi warga minim, maka sudah bisa dipastikan bahwa delegasi yang terpilih pun lagi-lagi hanya kepala desa, BPD dan ibu kepala desanya.
•
Berdasarkan peran aktualnya selama ini, dapat dikatakan bahwa tidak ada satu kelompok stakeholders yang memiliki kapasitas lengkap untuk dapat digunakan dalam proses perencanaan dan penganggaran. Aktor yang memiliki akses ternyata masih lemaha dalam proses politik, dan demikian pula sebaliknya. Pemetaan kapasitas stakeholders dalam perencanaan dan penganggaran dapat ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2. Akses dan Kapasitas Stakeholders Malang Stakeholders
Kapasitas Teknis
Kapasitas Politik
Memiliki legitimasi sesuai dengan kewenangan formal.
Kapasitas merumuskan rencana dan anggaran yang efektif relatif rendah. HSP telah memberikan dukungan asistensi teknis untuk meningkatkan kapasitas teknis dalam perencanaan KIBBLA.
Kepala dinas kesehatan Kabupaten Malang relatif memiliki kapasitas politik yang tinggi. Ia mampu berkomunikasi dengan baik di kalangan tim anggaran eksekutif maupun legislatif.
Memiliki legitimasi sesuai dengan kewenangan formal.
SDM yang punya kapasitas teknis sangat terbatas. Seringkali komisi menggantungkan pada seseorang anggota yang memiliki kapasitas.
Terhadap SKPD bisa sangat kuat pengaruhnya tetapi terhadap panitia anggaran relatif lemah.
Unit pelayanan kesehatan
Terbatas pada proses di internal dinas kesehatan.
Dalam hal perencanaan relatif masih rendah. HSP juga memberikan dukungan peningkatan kapasitas dalam penyusunan rencana kerja pada beberapa unit pelayanan kesehatan.
Sebagai subordinat dinas kesehatan tunduk pada kebijakan dinas kesehatan.
Penggunan layanan KIBBLA
Sama sekali belum terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah.
Belum mengetahui hak-haknya sebagai warga maupun penggunan layanan dan tidak tahu bagaimana memperjuangkan hakhaknya.
Sangat lemah. Belum terorganisir dan belum ada pendamping dari kelompok-kelompok peduli maupun LSM.
Dinas Kesehatan
Komisi D
20
Akses
Stakeholders
Kelompok masyarakat, LSM dan media.
Akses
Umumnya belum dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Kapasitas Teknis
Isu KIBBLA masih awam. Kemampuan mengakses dan menganalisis kebijakan dan anggaran relatif rendah.
Kapasitas Politik Cenderung lemah karena belum terjadi konsolidasi ide dan agenda kerja bersama. Selain itu cenderung terjadi konflik kepentingan baik dalam konteks kerja maupun ideologis.
2.5. Peran dan Efektivitas Strategi HSP dalam Meningkatkan Alokasi Anggaran KIBBLA •
Sebagaimana diketahui, HSP selama kurang lebih 3 tahun menyelenggarakan beberapa kegiatan yang terkait dengan KIBBLA di Kabupaten Malang. Dari sisi output kegiatan, HSP telah berhasil mendesak pemerintah daerah dan DPRD untuk menetapkan Perda KIBBLA dan beberapa Perdes KIBBLA. Melalui tim advokasi (POKJA KIBBLA) yang di dalamnya terdapat berbagai unsur lembaga maupun masyarakat, seperti Dinas Kesehatan, Komisi B DPRD, PKK, KP3A, BKB, IBI, IDI, RSUD, Puskesmas, Polindes, LSM/CSO dan ormas Islam (NU dan Muhammadiyah) telah membangun kesepahaman tentang pentingnya KIBBLA. Melalui serangkaian kegiatan diskusi dan FGD, maka lahirlah Perda Nomor 13 tahun 2008 tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak atau sering disingkat KIBBLA.
•
Namun dari sisi proses, menyerukan aspirasi sektoral terkait KIBBLA tersebut masih terkesan sangat dipaksakan. Partisipasi masyarakat belum secara maksimal menyentuh lapisan masyarakat miskin, seperti ibu-ibu pengguna layanan KIA yang berada di desa-desa. Merekalah yang sebenarnya selama ini merasakan betul pahit getirnya menerima layanan KIBBLA. Sehingga penting sekali melibatkan mereka dalam proses penyusunan perda KIBBLA tersebut. Sebab urusan KIBBLA tidak hanya menjadi domain para penyedia layanan seperti Polindes, Bidan Desa, Puskesmas dan atau Rumah Sakit. Selain ibu-ibu pengguna layanan KIBBLA, sebenarnya ada para pihak lain yang selama ini juga sangat penting yang harusnya dilibatkan dalam proses penyusunan perda KIBBLA yaitu para kader posyandu yang direkrut oleh puskesmas melalui pustu atau poskesdes/polindes. Para kader posyandu itulah ujung tombak layanan KIA yang wajib tahu seperti apa proses dan substansi dari perda KIBBLA.
•
HSP juga melibatkan PKK dalam implementasi Perda KIBBLA. Menurut hemat kami, melibatkan PKK semata tidak menjamin peningkatan kualitas layanan KIBBLA. Memang, PKK selama ini merupakan komunitas ibu-ibu pejabat eksekutif yang sarat dengan kegiatan ibu-ibu (keperempuanan). Namun, peran dan kontribusinya belum secara nyata berpihak pada kelompok-kelompok perempuan rentan. Peran PKK belum terlihat secara nyata dalam melakukan advokasi
21
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
dan pendidikan kepada para pengguna layanan KIBBLA ketika terjadi masalah seperti lambannya layanan, kegagalan pemeriksaan atau diagnosa dan kasus kematian ibu dan bayi akibat kelalaian para tenaga kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum, kegiatan PKK tak lebih sekadar acara-acara seremonial yang sangat terikat dengan agenda pemerintahan. Bahkan alokasi anggaran PKK selama ini juga diambil dari APBD. Perlu waktu dan basis bukti yang secara sosial bisa memberikan kepercayaan kepada publik tentang peran dan kontribusi PKK. •
22
HSP juga membentuk yang namanya Tim Kessa yang berada di desa. Melalui tim Kessa (kesehatan desa) atau TKD (Tim Kesehatan Desa), Polindes, Kepala Desa dan Puskesmas, HSP mendorong lahirnya Perdes KIBBLA. Namun dari sisi proses, selama ini Perdes KIBBLA tersebut menjadi bagian dari out put musrenbangdes. Padahal secara perundang-undangan, out put musrenbangdes adalah terkompilasinya prioritas usulan-usulan desa dan terpilihnya delegasi desa untuk dibawa dan dikawal menuju musrenbangcam. Sebenarnya tidak ada salahnya mendorong lahirnya Perdes KIBBLA, tetapi dari sisi substansi advokasi sangatlah tidak strategis. Karena selama ini masih ada masalah besar terkait dengan kewenangan desa. Otonomi desa belum dilaksanakan secara sepenuh hati, masih setengah-setengah. Apa yang seharusnya menjadi kewenangan desa tidak diberikan secara utuh. PP 72 tahun 2005 dan RUU desa yang saat ini sedang dalam proses pembahasan revisi UU 32 tahun 2004 terancam gagal diwujudkan menjadi UU yang memberikan kewenangan seluasluasnya bagi desa. Ada tarik-menarik politik antara pemerintah dengan pemerintah daerah soal hak-hak dan kewenangan desa.
BAB III
temuan dan analisis kabupaten pasuruan foto: pieter p. setra
3.1. Gambaran Umum Stakeholders •
Stakeholders di Kabupaten Pasuruan ternyata relatif beragam. Merujuk kepada komponen stakeholders dalam struktur tata pemerintahan yang baik (good governance), stakeholders dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen yaitu public sector, civil society, dan private sector. Dalam konsep tata pemerintahan yang baik, ketiga komponen tersebut memiliki kedudukan dan peran yang setara dan strategis dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang transparan, partisipatif dan akuntabel. Dengan demikian dalam proses perumusan berbagai kebijakan publik setiap komponen harus dilibatkan.
•
Pada lingkup public sector terdiri dari lembaga-lembaga demokrasi (partai politik) dan pemerintahan formal (eksekutif dan legislatif) termasuk di dalamnya lembaga penyedia layanan kesehatan milik pemerintah (Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas). Pada lingkup civil society terdiri dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat (ormas dan LSM), media massa, perguruan tinggi (akademis), dan gerakangerakan sosial/advokasi. Sedangkan pada lingkup private sector terdiri dari lembaga-lembaga bisnis, asosiasi profesi dan penyedia layanan kesehatan swasta.
•
Lembaga yang secara khusus konsen dalam isu KIBBLA relatif sangat terbatas. Di lingkungan pemerintah isu ini hanya menjadi monopoli dinas kesehatan dan unit pelayanan kesehatan. Pada lembaga-
23
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
lembaga tersebut, isu ini direspon sebagai bentuk program dan kegiatan pelayanan. Pada lingkup civil society, satu-satunya kelompok yang konsen dengan isu KIBBLA adalah tim advokasi (pokja) kesehatan yang dibentuk dengan fasilitasi dari HSP. Pokja ini telah berhasil mengadvokasi lahirnya peraturan daerah mengenai KIBBLA. Pada lingkup private sector, isu KIBBLA juga direspon sebagai kegiatan layanan kesehatan pada lembaga-lembaga pelayanan kesehatan.
24
•
Isu KIBBLA sebenarnya relatif tidak konfliktif atau kontroversial. Kecenderungan umum tidak ada yang menolak pentingnya isu ini. Namun demikian, respon umum setiap stakeholders terhadap KIBBLA tampaknya belum menyentuh kerangka isu yang lebih besar daripada kegiatan pelayanan kesehatan. Stakeholders daerah tampaknya belum menjadikan KIBBLA sebagai orientasi kebijakan dan anggaran daerah dimana hampir sebagian besar indikator kesehatan maupun pembangunan terkait dengannya.
•
Pada masing-masing komponen terdapat individu-individu yang dapat didorong menjadi opinion leader untuk mengembangkan isu KIBBLA menjadi orientasi kebijakan dan anggaran di daerah. Sebagian dari mereka ada yang sudah terpapar isu KIBBLA terutama yang sebelumnya terlibat program HSP dan ada yang belum terpapar yang ke depan harus menjadi target peningkatan kapasitas mengenai KIBBLA.
•
Hasil identifikasi stakeholders hingga Juni 2009 menunjukkan stakeholders di Kabupaten Pasuruan khususnya pada komponen civil society ternyata cukup dinamis dibanding dugaan awal berdasarkan identifikasi awal pada Februari 2009 yang hanya didominasi oleh segelitir orang dari lembaga yang berafiliasi ke ormas NU. Dinamika sosial dan politik Pasuruan tidak terlepas dari dinamika NU yang tidak sekedar organisasi tetapi sudah menjadi budaya bagi mayoritas masyarakat di Pasuruan. Hasil asesment selanjutnya menemukan ternyata organisasi terbesar itu memiliki dua faksi besar baik dalam struktur organisasi maupun basis pendukungnya. Hanya di Kabupaten Pasuruan terdapat struktur ganda kepegurusan NU tingkat kabupaten (PCNU) yaitu PCNU Kabupaten Pasuruan dan PCNU Bangil. Setiap PCNU ini masing-masing memiliki lembaga-lembaga afiliasi NU seperti Muslimat dan Fatayat sendiri-sendiri.
•
Perbedaan kedua faksi tersebut berdampak pada dinamika lembagalembaga politik dan sosial yang berafiliasi terhadap kultur NU. Secara politik, kekuatan partai politik utama NU yaitu PKB terpecah dalam dua faksi besar yang sangat kentara persaingannya dalam proses pemilihan Bupati terakhir. Dampaknya kader NU gagal menjadi Bupati. Pada pemilihan legislatif 2009, perbedaan dua faksi besar itu berlanjut dan berdampak pada melorotnya perolehan kursi PKB dari 25 kursi menjadi tinggal 11 kursi.
•
Bangil sebagai sebuah kecamatan secara ekonomi, sosial dan politik ternyata jauh lebih dinamis dibandingkan daerah lain termasuk Kota Pasuruan yang menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Pasuruan. Organisasi dan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang relatif
kritis dan independen umumnya berbasis di kecamatan Bangil seperti Lakpesdam NU Bangil dan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP4) Pasuruan. Proses advokasi kebijakan KIBBLA yang difasilitasi HSP ternyata belum mengakomodasi keterlibatan kelompok-kelompok masyarakat ini. •
Kelompok Kerja Advokasi KIBBLA (Pokja Kesehatan menurut istilah para anggotanya) sebagai kelompok baru dalam dinamika advokasi di Kabupaten Pasuruan perlu mendapatkan sedikit catatan di sini: • Pokja ini dibentuk dengan fasilitasi dari HSP dalam rangka melakukan advokasi kebijakan (peraturan daerah) mengenai KIBBLA. Perda ini ditetapkan pada pertengahan Januari 2009. Pokja ini terdiri dari berbagai unsur lembaga yaitu unsur legislatif diwakili oleh seorang anggota Komisi D (Aida Fitriati), eksekutif (Dinas Kesehatan), ormas NU dan afiliasinya (Ketua PCNU, Muslimat, Fatayat, dan LPK NU), LSM (Sadar Hati dan Paramitra, keduanya berbasis di Malang dan Batu), dan unsur profesi (Ikatan Bidan Indonesia/IBI Pasuruan). Akan tetapi menurut pengakuan ketua pokja ini (drg. Rusdianto), hanya anggota dari unsur NU dan afiliasinya saja yang aktif termasuk anggota DPRD yang tak lain juga pengurus Muslimat. •
Pokja yang didominasi unsur NU dan afiliasinya itu dalam melakukan aktivitas advokasinya telah mengembangkan pola kerja tertentu. Ketua pokja melakukan aktivitas-aktivitas administratif terkait pengelolaan anggaran pokja yang diperoleh dari bantuan program HSP. Aspek-aspek yang berhubungan dengan politik menjadi tugas dari unsur DPRD. Untuk urusan substansi seperti perumusan naskah akademik, ketua meminta pihak ketiga untuk mengerjakannya. Sedangkan reperda KIBBLA sendiri draftnya menggunakan draft raperda dari kabupaten lain yang menjadi lokasi program HSP.
•
Menurut ketua pokja, pelaksana program HSP Jawa Timur khususnya yang bertanggung jawab dalam bidang advokasi telah mengembangkan model kerjasama dengan pokja dalam melakukan berbagai aktivitas. Prinsipnya kerjasama ini berbasis pada output (Ini projek, mas!) Pelaksana program sendiri tidak secara intens mendampingi prosesnya. Dalam setiap kegiatan termasuk rapat-rapat pokja, ketua mengatakan selalu ada transportnya. Ketika Inisiatif datang dan berkomunikasi dengan pokja ini untuk pertama kalinya di Pasuruan, hal pertama yang disampaikan ketua pokja adalah prinsip dan model kerjasama yang akan dilakukan antara Inisiatif dan pokja.
•
Untuk mengakomodasi kepentingannya itu, Inisiatif bersepakat untuk menetapkan ketua pokja sebagai fasilitator kabupaten dengan komitmen bahwa mereka akan bekerja secara kelompok. Sesuai kebutuhan program, Inisiatif memerlukan akses kepada lembaga dan dokumen yang dibutuhkan untuk analisis anggaran. Akan tetapi kelompok ini tidak berhasil membantu mengakses dokumen-dokumen anggaran yang
25
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
dibutuhkan. Ketidakberhasilan bukan karena tidak mampu mengakses dokumen-dokumen itu. Pokja ini punya jaringan yang kuat dengan anggota Komisi dan Pangar DPRD bahkan dengan Sekretaris Daerah melalui jaringan NU-nya. Ketua pokja sempat berujar bahwa semua dokumen yang dibutuhkan sudah ada tetapi hanya bisa diakses melalui dirinya. Ketua pokja memang mengkondisikan proses komunikasi Inisiatif dengan pemda dan DPRD harus selalu melalui dirinya. Namun, ketika diminta sejauhmana dokumen-dokumen anggaran itu bisa diakses tidak satu pun dokumen yang bisa ia berikan. Rupanya, keengganannya membantu mengkases dokumen itu disebabkan Inisiatif dinilai tidak “professional”. Dengan kata lain Inisiatif harus “membeli” setiap dokumen yang akan diminta. Munculnya pernyataan tersebut dari pokja KIBBLA membuat Inisiatif kecewa dan secara langsung menyampaikan kritik atas cara pandang yang bersangkutan. Akhirnya, pokja pun memberikan dokumen anggaran dalam bentuk softcopy yang sebenarnya sudah terlambat dan tidak perlukan lagi. •
26
Tertundanya bahkan batalnya pelaksanaan survey KIBBLA, sempat membuat pokja KIBBLA kecewa. Pasalnya, mereka sudah mengkondisikan segala sesuatunya dari undangan peserta hingga akomodasinya. Kekecewaan ini berbuntut pada tuntutan untuk membatalkan penandatangan concurency dari Kepala Dinas Kesehatan.
Tabel 3. Daftar Stakeholders Kabupaten Pasuruan Public Sector Pemerintah Daerah: • Bupati • Wakil Bupati • Sekretaris Daerah • Dinas Kesehatan • Bappeda • DPKD DPRD: • Pangar • Komisi D Partai Politik: • PKB • PD • PDIP • Golkar • PKNU • Gerindra • PPP • PAN • PKS Public Health Provider: • RSUD Bangil • RSUD Purut • Puskesmas • Poskesdes • Polindes Individual/Opinion Leader: • Dr. Nanang Hari Pramuraharjo, M.Si (Ka. Dinkes) • Aida Fitriati (Anggota DPRD Fraksi PKB) • Bambang Abimanyu (Kepala Bapeda) • dr. Hj. Ani Latifah (Kepala Puskesmas Pandaan)
Civil Society
Private Sector
Media: • Jawa Pos/Radar Bromo • Harian Bangsa • Harian Surya • JTV
Assosiasi Bisnis: • Unilever Indonesia
Lembaga/Organisasi Keagamaan: • Nahdlatul Ulama (Muslimat NU, Fatayat NU, PCNU Bangil). • Muhammadiyah • Persis • Al Irsyad
Private Health provider: • RS Panca Darma Sukorejo • RSB Ar Rahmah Bangil • RSB St Khadijah Muslimat NU
Lembaga Profesi: • IDI dan IBI
Perguruan Tinggi: • UNMER • IKIP • STAIS • STAIPANA • Universitas Yudarta • Pesantren Ngalah Gerakan Sosial/Kelompok Advokasi: • Pokja Advokasi Kesehatan (Tim KIBBLA). • MP4 (Masyarakat Pasuruan Pemantau Pelayanan Publik) • Gerakan mahasiswa (PMII, HMI, GMNI) LSM/NGO: • LPK NU • Paramitra (HIV AIDS) • Sadar Hati (HIV AIDS) • Sambang Diri (multi-sektor) • Lakpesdam NU Bangil • WCC Pasuruan • Pasdewa (Pasuruan Democracy Watch) • ICDHRE • Stapa Center Individual/Opinion Leader: • Nakha’i (Kepala Desa Kalisat Rembang dan Ketua Paguyuban Kepala Desa Kec Rembang) • Ibu Zaenab Muzammil (Muslimat NU) • J Lutfi (Lakpesdam Bangil, MP4)
27
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
3.2. Para Pelaku dalam Konteks Advokasi KIBBLA • Stakeholders yang menjadi pelaku utama dalam isu KIBBLA adalah mereka yang secara formal memiliki kaitan langsung dengan penyelenggaraan KIBBLA baik dari aspek regulasi maupun pelayanan dan mereka yang terkena langsung dampak kebijakan KIBBLA. Mereka adalah lembaga regulator (Dinas Kesehatan, Komisi DPRD Bidang Kesehatan, dan Panitia Anggaran), lembaga penyedia layanan KIBBLA, dan masyarakat pengguna KIBBLA. Dalam proses perumusan kebijakan dan anggaran KIBBLA, stakeholders ini memiliki peran pokok dalam merumuskan substansi kebijakan mengenai KIBBLA. Namun, perlu menjadi catatan di sini bahwa masyarakat pengguna ternyata belum mampu tampil dalam struktur politik perumusan kebijakan publik. Kelompok ini belum mengorganisir diri menjadi suatu kekuatan yang nyata sehingga posisinya dalam proses pengambilan keputusan terkait KIBBLA masih terpinggirkan. • Sedangkan stakekholder yang menjadi pendukung adalah mereka yang memiliki kepedulian dan pengaruh yang besar terhadap isu KIBBLA tetapi sebenarnya mereka tidak terkait langsung dengan substansi KIBBLA baik dalam hal kebijakan maupun penyelenggaraan pelayanan. Akan tetapi dalam upaya advokasi KIBBLA mereka sangat dibutuhkan keterlibatannya dalam proses-proses politik pengambilan keputusan mengenai KIBBLA. Mereka bisa berasal dari dalam struktur formal baik di eksekutif maupun legislatif maupun dari kelompok-kelompok grass root yang peduli terhadap KIBBLA.
3.3. Posisi dan Kategori Pelaku
28
•
Upaya advokasi anggaran KIBBLA memerlukan gambaran awal mengenai peta posisi setiap stakeholders terkait dengan sejauhmana kepentingan dan pengaruh yang mereka miliki terhadap isu KIBBLA. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa ternyata posisi stakeholders terhadap isu KIBBLA secara umum belum solid. Dari seluruh stakeholders yang teridentifikasi hingga Juni 2009 hanya sekitar 25 persen memiliki kepentingan dan pengaruh yang relatif besar. Sebagian besar dari mereka adalah kelompok yang memiliki pengaruh besar namun kepentingannya terhadap KIBBLA relatif kecil.
•
Gambar tersebut juga menunjukan bahwa sebenarnya banyak pihak yang bisa dilibatkan dalam proses advokasi KIBBLA. Adanya kecenderungan umum sedikitnya pihak yang peduli dengan KIBBLA merupakan indikasi proses advokasi KIBBLA yang dilakukan sebelumnya hanya sebatas di kalangan pihak tertentu.
•
Ada beberapa faktor yang mengindikasikan pengaruh yang besar yaitu pertama adanya legitimasi formal dalam struktur pemeritahan dan kedua secara kultural dan politik memiliki pengaruh yang luas baik di tingkat masyarakat basis (grass root) maupun pengaruh terhadap struktur politik formal (partai politik dan DPRD). Dua faktor pengaruh ini sangat menentukan dinamika dalam proses pengambilan keputusan publik di daerah. Namun kondisi saat ini, dominasi kelompok formal-struktural
(oligarki eksekutif dan legislatif) masih sangat kuat dalam proses pengambilan keputusan publik (kebijakan dan anggaran daerah). Kelompok-kelompok kultural-religius dan masyarakat basis (grass root) relatif masih terpinggirkan. •
Dari gambar di atas, teridentifikasi empat kategori stakeholders dilihat dari kepentingan dan pengaruh relatifnya terhadap isu KIBBLA. Pertama adalah mereka yang derajat kepentingan dan pengaruhnya rendah. Rendahnya kepentingan dan kepedulian kelompok ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor antara lain 1) mereka kurang dilibatkan dalam upayaupaya advokasi KIBBLA, 2) mereka merasa tidak punya kaitan langsung dengan isu KIBBLA dan lebih fokus dengan isu yang menjadi tugas atau garapannya, 3) mereka belum terpapar isu KIBBLA, dan 4) mereka hanya sebatas mencari keuntungan dalam projek-projek KIBBLA. Sedangkan rendahnya pengaruh antara lain disebabkan tidak adanya legitimasi formal, kurangnya pengetahuan dan kapasitas, dan tidak adanya soliditas.
•
Kedua, kategori derajat kepentingannya tinggi tapi pengaruhnya rendah. Masuk pada kategori ini umumnya adalah lembaga-lembaga pelayanan kesehatan. Mereka sangat berkepentingan dengan KIBBLA karena tugas yang diembannya. Namun disisi lain, mereka tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan keputusan tentang KIBBLA padahal dalam penyelenggaraan pelayanan KIBBLA mereka merupakan pelaku utama. Disamping itu, ada juga kelompok-kelompok masyarakat peduli yang secara moral menunjukkan kepedulian kepada persoalan-persoalan masyarakat di daerahnya termasuk KIBBLA.
•
Ketiga, kategori derajat kepentinganya rendah tetapi memiliki pengaruh yang besar. Pada kategori ini mereka umumnya adalah pelaku yang memiliki kewenangan (legitimasi formal) dalam urusan publik baik sebagai pimpinan daerah maupun lembaga-lembaga strategis dalam pengambilan keputusan kebijakan dan anggaran daerah. Termasuk dalam kelompok ini adalah media massa yang memiliki kekuatan dalam melakukan tekanan publik melalui pemberitaan dan pembentukan opini umum. Derajat kepentingan mereka terhadap isu KIBBLA bukan didasarkan pada pijakan objektif mengenai persoalan KIBBLA itu sendiri tetapi sejauhmana isu tersebut secara politis memberikan insentif.
•
Keempat, kategori derajat kepentingan dan pengaruhnya besar. Ini adalah kelompok stakeholders yang harus dijadikan mitra utama dalam proses advokasi, namun jumlah masih sangat terbatas.
•
Pada prinsipnya, setiap stakeholders harus diupayakan agar masuk dalam kategori yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar. Salah satu indikasi keberhasilan upaya advokasi KIBBLA dilihat dari sisi prosesnya adalah meningkatnya jumlah kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar terhadap isu KIBBLA. Kondisi di Pasuruan saat ini, isu KIBBLA relatif hanya menjadi konsen dinas kesehatan dan unit-unit pelayanan kesehatan yang orientasinya baru sebatas kegiatan pelayanan. Di tingkat basis, kelompok yang sudah terpapar isu KIBBLA umumnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi mengenai pentingnya isu ini.
29
o Keempat, kategori derajat kepentingan dan pengaruhnya besar. Ini adalah kelompok stakeholders yang harus dijadikan mitra utama dalam proses advokasi, namun jumlah masih sangat terbatas.
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla o Pada prinsipnya, setiap di kabupaten malang dan pasuruan
stakeholders harus diupayakan agar masuk dalam kategori yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar. Salah satu indikasi keberhasilan upaya advokasi KIBBLA dilihat dari sisi prosesnya adalah meningkatnya jumlah kelompokkelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar terhadap isu KIBBLA. Kondisi di Pasuruan saat ini, isu KIBBLA relatif hanya menjadi konsen dinas kesehatan Gambar 4. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten dan unit-unit pelayanan kesehatan yang orientasinya baru sebatas kegiatan pelayanan. Di KIBBLA 2009) tingkat basis, Pasuruan kelompok Terhadap yang sudahIsu terpapar isu(Kondisi KIBBLAFebruari umumnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi mengenai pentingnya isu ini. Pengaruh Bupati Pangar Komisi D Dinas Kesehatan
NU
Bappeda
DPKD
Pokja KIBBLA
RSUD Puskesmas
Polindes
Media Lokal
Kepentingan Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Pasuruan Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Februari 2009)
Gambar 5. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten 24 Pasuruan Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Juni 2009) Pengaruh Bupati
Pangar Sekda
DPKD Bapeda
Komisi D Dinas Kesehatan
NU MP4
Media Lokal
Lakpesdam Wabup
Pokja KIBBLA LSM Governace
RSUD Gerakan Mahasiswa
Puskesmas
LSM Kesehatan Polindes Kepentingan
30
Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Pasuruan Terhadap Isu KIBBLA (Kondisi Juni 2009) o Secara umum, pengamatan yang dilakukan kepada stakeholders tidak dimaksudkan untuk melihat sejauhmana dinamika kepentingan dan pengaruh setiap stakeholders tetapi lebih melihat posisi setiap stakeholder terkait dengan isu KIBBLA. Namun demikian, untuk
•
Secara umum, pengamatan yang dilakukan kepada stakeholders tidak dimaksudkan untuk melihat sejauhmana dinamika kepentingan dan pengaruh setiap stakeholders tetapi lebih melihat posisi setiap stakeholder terkait dengan isu KIBBLA. Namun demikian, untuk beberapa stakeholders yang di amati sejak assesment awal di bulan Februari hingga selesai pengamatan pada Juni ada beberapa catatan.
•
Posisi Kelompok Kerja KIBBLA mengalami pergeseran posisi dari kwadran keempat (kepentingan dan pengaruhnya besar) ke kwadran pertama (kepentingan dan pengaruhnya relatif kecil). Hal ini diduga sejalan dengan berakhirnya program HSP di Kabupaten Pasuruan pada Maret 2009. Seperti yang sudah dijelaskan di depan bahwa pokja ini tidak melihat program KIBBLA yang diinisiasi HSP dalam kerangka kepentingan yang lebih besar sehingga aktivitasnya hanya sebatas dalam lingkup pelaksanaan program HSP.
•
Stakholders lain yang difasilitasi HSP seperti dinas kesehatan, puskesmas, dan polindes secara umum tidak mengalami pergeseran. Upaya-upaya peningkatan kapasitas dan pendampingan yang dilakukan selama program HSP tampaknya belum mampu meningkatkan pengaruh mereka dalam proses politik perencanaan dan penganggaran.
• DPKA dan Bapeda mengalami pergeseran posisi dari aspek pengaruh lebih karena dinamika yang terjadi saat itu. Dalam proses seleksi calon sekretaris daerah, Kepala Bapeda merupakan calon yang paling dinominasikan meskipun pada akhirnya bukan dia yang terpilih. Kecerdasan dan kedekatannya dengan Bupati merupakan faktor yang meningkatkan pengaruhnya. Di sisi lain, DPKA juga mengalami pergeseran posisi pada aspek pengaruhnya. Dinamika politik lokal terutama yang dipicu oleh kasus korupsi yang melibatkan Bupati Pasuruan membuat lembaga ini meningkat pengaruhnya dalam proses politik anggaran. • Kabupaten Pasuruan tidak dapat dilepaskan dari kultur dan struktur Nahdlatul Ulama. Karena itu, eksistensi NU dalam proses politik anggaran relatif kuat. NU secara organisasi memang tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi melalui jaringan dan afiliasinya yang tersebar di berbagai kekuatan politik di DPRD, NU dapat memberikan pengaruh dalam menentukan alokasi anggaran. Misalnya dalam kasus dana bantuan untuk madrasahmadrasah NU yang semula tidak mendapatkan alokasi sama sekali akhirnya dengan kekuatan dan pengaruh yang dimilikinya pemerintah mengalokasikan anggaran tersebut. Terpilihnya sekretaris daerah yang baru yang merupakan salah satu kader NU merupakan salah satu indikasi menguatnya pengaruh NU. Meskipun demikian, NU Kabupaten Pasuruan memiliki dinamika tersendiri yang justru melemahkan kekuatannya.
31
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
3.4. Hubungan dan Pengaruh Para Pelaku dalam Pengambilan Keputusan Anggaran •
Setiap stakeholders secara relatif memiliki pengaruh dan saling terkait satu sama lain dalam proses pengambilan keputusan. Gambar di bawah ini mencoba menjelaskan bagaimana gambaran stakeholders dilihat dari besarnya ukuran kelompok atau lembaga, derajat pengaruh yang dimiliki setiap kelompok terhadap pengampilan keputusan, dan hubungan antara satu stakeholders dengan yang lainnya. Semakin dia dekat ke puncak piramida pengambilan keputusan menujukkan semakin kuat pengaruhnya.
•
Proses perencanaan dan penganggaran merupakan arena pertarungan kepentingan berbagai pihak yang dicerminkan lewat rumusan-rumusan program, kegiatan, dan pengalokasian anggarannya. Isu KIBBLA sebagai satu bentuk aspirasi sektoral kesehatan dalam hal ini juga harus diperjuangkan oleh para pengusung yang berkepentingan untuk menjadi prioritas dalam pengalokasian anggaran. MNCH Policy & Budgeting Ketua DPRD Pangar
Bupati TAPD
Komisi D
Dinkes
Tim Advokasi
Increasing influence of actors
Increasing influence of actors
NU Puskesmas
Polindes RSUD CHC
MP4 Lakpesdam
Media lokal LSM Governance
LSM Kesehatan
Pengguna KIBBLA Miskin
Gerakan Mahasiswa
Pengguna KIBBLA Penduduk
Masyarakat
o Lingkaran-lingkaran yang berwarna abu-abu terang adalah pelaku-pelaku utama dalam Gambar 6.layanan Peta Posisi Kabupaten penyelenggaraan KIBBLAStakeholders yaitu dinas kesehatan, unit-unit Pasuruan pelayanan kesehatan, dan penggunan layanan. Pada piramida di atas tampak bahwa pengaruh para pelaku dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran utama KIBBLA terutama para pengguna relatif lemah dalam menentukan keputusan 27
32
•
Lingkaran-lingkaran yang berwarna abu-abu terang adalah pelakupelaku utama dalam penyelenggaraan layanan KIBBLA yaitu dinas kesehatan, unit-unit pelayanan kesehatan, dan penggunan layanan. Pada piramida di atas tampak bahwa pengaruh para pelaku utama KIBBLA terutama para pengguna relatif lemah dalam menentukan keputusan anggaran. Hubungan antara dinkes dan puskesmas bersifat struktural dimana dalam konteks perencanaan dan penganggaran puskesmas tunduk kepada rencana kerja dan anggaran dinas kesehatan. Sedangkan hubungan puskesmas dengan polindes lebih bersifat koordinatif. Polindes sendiri merupakan lembaga pelayanan kesehatan berbasis masyarakat di tingkat desa yang dikelola oleh seorang bidan. Pengaruh polindes dalam proses perencanaan dan penganggaran di tingkat desa masih relatif lemah apalagi di tingkat kabupaten.
•
Pengguna layanan KIBBLA adalah pihak yang paling rendah derajat pengaruhnya dalam proses perencanaan dan penganggaran. Sebagai pihak yang terkena dampak langsung kebijakan KIBBLA, pengguna layanan sama sekali tidak memiliki akses dalam menentukan keputusan.
•
Program HSP yang dilaksanakan di Pasuruan selama sekitar 3 tahun telah menginisiasi terbentuknya kelompok-kelompok baru dalam upaya mengadvokasi anggaran KIBBLA. Pada level kabupaten terdapat Kelompok Kerja Advokasi KIBBLA (lingkaran kecil berwarna hitam) dan District Team Problem Solving (DTPS) sedangkan pada level desa (komunitas) terdapat Comunity Health Commettee (CHC)/Tim Kesehatan Desa. Beberapa catatan tentang hubungan dan pengaruh ketiga kelompok dalam proses perencanaan dan penganggaran di Pasuruan ini yang terpantau selama Maret hingga awal Juni 2009 dijelaskan di sini. • Pada kurun waktu Maret hingga Mei 2009 setidaknya ada tiga momentum proses perencanaan yang berlangsung yaitu musrenbang kecamatan, forum SKPD, dan musrenbang kabupaten. CHC tampak hadir dalam musrenbang kecamatan namun pihak kecamatan sendiri tidak menyadarinya. Kecamatan justru merespon kehadiran tim HSP yang hadir dan memberikan waktu untuk presentasi. •
Tim DTPS dengan fasilitasi HSP melakukan persiapan untuk forum SKPD kesehatan. Tetapi forum SKPD kesehatan sendiri tidak diselenggarakan. Dinas kesehatan hanya menyelenggarakan rapat kerja yang hanya diikuti oleh staf internal dinkes.
•
Pokja KIBBLA sama sekali tidak berperan dalam seluruh momentum itu. Tidak ada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik dalam rangka mendorong implementasi perda KIBBLA maupun mengawal hasil-hasil DTPS. Keberadaan pokja ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali kecuali seorang anggota DPRD. Sejauh dinas kesehatan mampu berkomunikasi dengan DPRD melalui Komisi D sebenarnya tidak dibutuhkan pokja ini.
33
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
34
•
Selain yang difasilitasi HSP, hampir tidak ada kegiatan yang mempertemukan ketiga kelompok ini. Hubungan yang mereka lakukan sebatas dalam konteks dan kepentingan program HSP. Menarik untuk diamati lebih jauh, apakah kelompok-kelompok ini akan tetap menjalankan fungsi-fungsinya tanpa fasilitasi program HSP?
•
Isu KIBBLA sendiri hingga saat ini tetap sebatas di lingkungan dinas kesehatan yang memang menjadi tugas normatifnya. Artinya keberadaan tim atau pokja yang diinisiasi program HSP sebenarnya kurang efektif. Peningkatan alokasi anggaran untuk KIBBLA pada tahun anggaran 2009 sebatas realokasi dari kegiatankegiatan lain di internal dinas kesehatan. Secara keseluruhan, anggaran dinas kesehatan sendiri tidak mengalami peningkatan. Dan apakah realokasi anggaran untuk KIBBLA itu sudah sesuai dengan hasil DTPS? Itu juga menjadi tanda-tanya besar.
•
Komisi D adalah salah satu alat kelengkapan DPRD yang mempunyai fungsi pengawasan dalam pembahasan teknis kebijakan dan anggaran. Dalam proses perencanaan dan penganggaran, komisi ini secara normatif bertugas memastikan apa yang sudah menjadi kebijakan daerah diturunkan ke dalam langkah-langkah operasional dan teknis oleh pemerintah dalam bentuk-bentuk program dan kegiatan serta alokasi anggarannya. Komisi ini akan mencermati rumusan-rumusan teknokratis kegiatan dan anggaran yang disusun oleh setiap SKPD sesuai dengan bidangnya. Komisi ini berhubungan dengan SKPD melalui suatu forum rapat kerja yang membahas rancangan kegiatan dan anggaran SKPD. Hasil-hasil rapat kerja komisi selanjutnya akan dibawa dalam rapat panitia anggaran DPRD untuk diselaraskan dan diputuskan. Apa yang sudah disepakati pada tingkat komisi masih ada kemungkinan berubah pada pembahasan di panitia anggaran.
•
Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan Panitia Anggaran DPRD merupakan dua kelompok yang sangat menentukan prioritas anggaran daerah. Sifat pembahasan rencana dan anggaran pada dua kelompok ini lebih bernuansa politis. Rapat-rapat yang diselenggarakan oleh kedua kelompok ini merupakan arena penganggaran yang paling kritis dan umumnya tidak dapat diakses publik. Di atas kedua kelompok ini adalah Bupati dan Ketua DPRD sebagai dua kekuatan yang paling menentukan keputusan akhir dalam penetapan prioritas anggaran. Seorang Bupati atau Ketua DPRD yang mempunyai komitmen yang kuat terhadap isu KIBBLA misalnya, ia akan mengecek kembali apakah komitmennya itu sudah diterjemahkan dengan baik oleh perangkat-perangkatnya. Ketua DPRD dan Bupati dengan kekuatan politiknya dapat mengubah apa yang prioritas menjadi tidak prioritas dan sebaliknya tergantung pada apa yang secara politik menguntungkannya.
•
Relasi antara Ketua DPRD dan Bupati meski tidak terlalu tampak di permukaan sebenarnya relatif bersebrangan. Sebagai Bupati yang diusung oleh koalis PDIP dan beberapa partai kecil relatif kecil
dukungan politiknya dari DPRD yang didominasi oleh PKB. Namun demikian, hasil pemilihan legislatif 2009 yang membuat kursi PKB menurun drastis diperkirakan akan mengubah konstelasi hubungan Bupati dan DPRD. Dinamika hubungan Pangar dan TAPD dalam proses pembahasan anggaran sangat tergantung kepada figur dari Bupati dan Ketua DPRD •
Di luar kelompok-kelompok formal terdapat kelompok-kelompok masyarakat, media, dan LSM yang pengaruhnya masih sangat lemah dalam menentukan keputusan anggaran. Kelompok-kelompok ini memiliki potensi besar dalam mengadvokasi anggaran KIBBLA. Apa yang membuat pengaruhnya lemah salah satu atau kombinasi dari tiga faktor berikut yaitu pertama ketiadaan ruang partisipasi yang menyebabkan rendahnya akses mereka dalam proses perencanaan dan pengangaran. Pemerintah boleh jadi menyelenggarakan musrenbang tetapi mereka tidak bisa mengaksesnya karena tidak tahu atau tidak diundang. Kedua, rendahnya kapasitas teknis baik dalam mempengaruhi proses maupun substasi rencana dan anggaran. Mereka tidak mungkin mampu mengadvokasi KIBBLA kalau substansi KIBBLA sendiri tidak mereka pahami. Di sisi lain, kapasitas dalam melakukan komunikasi juga rendah. Ketiga, rendahnya kapasitas politik (daya pengaruh). Pola hubungan yang terjadi di antara kelompok-kelompok ini seringkali konfliktif baik karena perebutan sumberdaya maupun oleh hal-hal yang bersifat kultural dan ideologis. Kondisi ini tentu semakin melemahkan mereka. Arena perencanaan dan penganggaran adalah arena politik untuk memperebutkan sumberdaya. Untuk meningkatkan kapasitas politiknya, kelompok ini harus melakukan konsolidasi ide atau agenda, pengorganisasian dan mengembangkan jaringan dengan kekuatan-kekuatan politik formal.
•
Secara umum, derajat akses, kapasitas teknis dan kapasitas politik dari kelompok-kelompok stakeholders terkait perencanaan dan penganggaran KIBBLA dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4. Akses dan Kapasitas Stakeholders Pasuruan Stakeholders
Dinas Kesehatan
Komisi D
Akses
Kapasitas Teknis
Kapasitas Politik
Memiliki legitimasi sesuai dengan kewenangan formal.
Kapasitas merumuskan rencana dan anggaran yang efektif relatif rendah. HSP telah memberikan dukungan asistensi teknis untuk meningkatkan kapasitas teknis dalam perencanaan KIBBLA.
Tergantung kepada kapasitas politik pribadi kepala dinas. Secara politik, Kepala Dinkes Pasuruan tidak terlalu dekat dengan Bupati, Sekda maupun kalangan DPRD.
Memiliki legitimasi sesuai dengan kewenangan formal.
SDM yang punya kapasitas teknis sangat terbatas. Seringkali komisi menggantungkan pada seseorang anggota yang memiliki kapasitas.
Terhadap SKPD bisa sangat kuat pengaruhnya tetapi terhadap panitia anggaran relatif lemah.
35
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
Stakeholders
Akses
Kapasitas Teknis
Kapasitas Politik
Terbatas pada proses di internal dinas kesehatan.
Dalam hal perencanaan relatif masih rendah. HSP juga memberikan dukungan peningkatan kapasitas dalam penyusunan rencana kerja pada beberapa unit pelayanan kesehatan.
Sebagai subordinat dinas kesehatan tunduk pada kebijakan dinas kesehatan.
Penggunan layanan KIBBLA
Sama sekali belum terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah.
Belum mengetahui hakhaknya sebagai warga maupun penggunan layanan dan tidak tahu bagaimana memperjuangkan hakhaknya.
Sangat lemah. Belum terorganisir dan belum ada pendamping dari kelompokkelompok peduli maupun LSM.
Kelompok masyarakat, LSM dan media.
Umumnya belum dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran.
Isu KIBBLA masih awam. Kemampuan mengakses dan menganalisis kebijakan dan anggaran relatif rendah.
Cenderung lemah karena belum terjadi konsolidasi ide dan agenda kerja bersama.
Unit pelayanan kesehatan
3.5. Peran dan Efektifitas Strategi HSP dalam Mengadvokasi Anggaran KIBBLA
36
•
Dalam paparan di atas sedikit banyak telah disinggung mengenai peran HSP dan strategi yang dikembangkan dalam implementasi program di Kabupaten Pasuruan. Secara umum, upaya HSP dalam mendorong peningkatan alokasi anggaran dilakukan melalui dua kegiatan utama yaitu peningkatan kapasitas dan advokasi. Peningkatan kapasitas terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas perencanaan di sektor kesehatan khususnya KIBBLA yang diarahkan pada suatu intervensi yang berbasis bukti (evidence based intervention). Untuk ini, HSP menerapkan pendekatan District Team Problem Solving (DTPS) di tingkat kabupaten dan Perencanaan Terpadu Puskesmas (PTP) di beberapa sampel puskesmas. Di tingkat komunitas (desa), HSP memfasilitasi pembentukan tim kesehatan desa pada beberapa desa sample. Secara garis besar, semua tim ini diarahkan untuk menyusun suatu rencana kegiatan dan anggaran KIBBLA yang akan diadvokasi oleh suatu Tim Advokasi agar masuk dalam rencana kerja Dinas Kesehatan. Namun demikian, tim advokasi tampaknya lebih fokus pada upaya advokasi kebijakan (perda) KIBBLA. Hasil-hasil DTPS sendiri diadvokasi oleh staff dinas kesehatan yang memang ada dalam tim DTPS.
•
HSP mengembangkan pendekatan atau strategi kemitraan dalam menjalankan programnya dimana dinas kesehatan adalah mitra utamanya. Dalam pendekatan ini, HSP memberikan dukungan penuh terhadap semua aktivitas yang dilakukan tim-tim tersebut dalam berbagai bentuk training dan workshop. Di samping itu ada juga dukungan operasional bagi pelaksanaan agenda kerja yang telah disusun oleh kelompok kerja advokasi. Dengan pendekatan seperti
ini secara umum, program HSP relatif tidak mendapatkan penolakan atau resistensi dari mitra-mitra daerahnya bahkan cenderung meningkatkan permintaan dari dinas maupun puskesmas untuk mendapatkan dukungan lebih banyak. •
Jika keberhasilan program HSP diukur dari meningkatkan kualitas rencana KIBBLA ke arah intervensi berbasis bukti dan meningkatkan alokasi anggaran yang memadai untuk KIBBLA maka kualitas hasil DTPS adalah alat verifikasinya. Sayangnya, hasil DTPS cenderung tidak sesuai dengan intervensi berbasis bukti seperti yang diharapkan. Sedangkan dari sisi alokasi anggaran, Kabupaten Pasuruan dinilai relatif berhasil dilihat dari meningkatnya alokasi anggaran untuk KIBBLA di Dinas Kesehatan. Pada tahun 2008 anggaran untuk KIBBLA tercatat sekitar 1,4 milyar meningkat menjadi 2 milyar pada tahun 2009. Namun demikian peningkatan alokasi anggaran ini tidak mengubah secara siginifikan terhadap peningkatan alokasi anggaran dinas kesehatan secara keseluruhan. Meski secara nomimal mengalami peningkatan, proporsi anggaran dinas kesehatan terhadap total APBD pada tahun 2008 dan 2009 cenderung tetap yaitu 9 persen. Peningkatan sekitar 600 juta dilakukan dengan melakukan realokasi kegiatan-kegiatan dinas kesehatan yang lain yang sebenarnya juga penting.
•
HSP mencoba membangun tradisi dalam proses perencanaan teknokratis di internal dinas maupun puskesmas. Namun proses yang dikembangkan cenderung tidak akan sustain baik dari sisi proses maupun biaya yang dikeluarkan. Tanpa ada fasilitasi, birokrat cenderung kembali kepada model perencanaan rutin atau historisnya.
•
Di dalam pendekatan HSP, pengguna layanan belum dilibatkan sama sekali. Upaya HSP belum melihat pengguna sebagai pelaku KIBBLA yang semestinya ditingkatkan juga kapasitasnya terutama untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak pengguna. Strategi HSP belum mempertimbangkan peran pengguna dalam upaya melakukan advokasi anggaran KIBBLA.
37
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
BAB IV
kesimpulan dan rekomendasi foto: pieter p. setra
4.1. Kesimpulan
38
•
Stakeholders lokal yang potensial dilibatkan dalam upaya advokasi anggaran KIBBLA jumlahnya relatif banyak dan beragam. Namun demikian, potensi ini belum dimaksimalkan dalam proses advokasi KIBBLA yang telah dilakukan. Keterlibatan stakholders terutama dari kelompok masyarakat (civil society) dalam pelaksanaan program HSP sangat terbatas pada kelompok-kelompok tertentu yang relatif dekat dengan dinas kesehatan. Keterlibatan dinas-dinas yang terkait KIBBLA di lingkungan pemerintah juga relatif terbatas. Kondisi seperti ini relatif sama baik di Kabupaten Malang maupun Kabupaten Pasuruan.
•
Dalam konteks advokasi kebijakan dan anggaran KIBBLA, stakeholders dikategorikan pada dua kelompok pelaku yaitu pelaku utama dan pendukung. Keduanya sama penting dan strategisnya dalam proses advokasi. Pelaku utama terdiri dari komponen-komponen yang memiliki kaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan KIBBLA yaitu regulator (dinas kesehatan, komisi), unit penyedia pelayanan (puskesmas, RSD, bidan/polindes) dan penerima/pengguna layanan. Sedangkan pelaku pendukung adalah komponen-komponen stakeholders yang tidak terkait langsung tetapi memiliki kepedulian terhadap KIBBLA dan memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan anggaran daerah.
•
Dari sisi derajat kepentingan dan pengaruh, secara umum posisi setiap stakeholders tersebar pada empat kelompok stakeholders yaitu 1) pelaku yang derajat kepentingan dan pengaruhnya rendah, 2) pelaku dengan derajat kepentingan tinggi tetapi pengaruhnya rendah, 3) pelaku dengan derajat kepentingan rendah tetapi memiliki pengaruh besar dan 4) pelaku dengan derajat kepentingan dan pengaruhnya besar. Namun demikian secara umum stakeholder yang masuk pada kelompok keempat relatif sangat sedikit. Para pelaku utama penyelenggara KIBBLA secara umum masuk dalam kelompok kedua. Kelompok-kelompok formal seperti Bupati, Ketua DPRD, Pangar dan TAPD umumnya masuk pada kelompok ketiga yang memiliki pengaruh besar namun relatif kurang peduli/berpihak kepada isu KIBBLA. Sedangkan kelompok stakeholders dari civil society posisinya relatif tersebar di semua kelompok. Kondisi seperti ini realtif tidak ada perbedaan yang mencolok antara Kabupaten Malang maupun Pasuruan.
•
Dalam proses pengambilan keputusan anggaran, secara umum para pelaku utama KIBBLA terutama kelompok pengguna layanan masih sangat lemah. Kondisi ini sama baik di Kabupaten Malang dan Pasuruan. Program HSP di Kabupaten Malang dan Pasuruan belum menyentuh kelompok pengguna ini. Peningkatan kapasitas kepada Dinas Kesehatan maupun Puskesmas pun juga belum mampu meningkatkan derajat pengaruh pelaku utama ini dalam proses pengambilan keputusan anggaran KIBBLA.
•
Proses politik anggaran masih didominasi oleh sekelompok elit pemerintah dan DPRD yang ada dalam Panitia Anggaran dan TAPD. Akses sebagian besar stakeholders terutama dari masyarakat pengguna dan kelompok civil society relatif rendah. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh proses perencanaan dan penganggaran yang belum transparan dan partisipatif. Di sisi lain kapasitas teknis maupun politik dari kelompok stakeholders ini umumnya juga relatif rendah. Secara umum kondisi ini juga relatif sama baik di Kabupaten Malang maupun Pasuruan.
•
Relasi antar stakeholders terkait dengan isu KIBBLA relatif belum solid. Kondisi ini tidak hanya terjadi di lingkungan pemerintah tetap juga di kelompok civil society. Di lingkungan pemerintah, kondisi ini disebabkan belum adanya persepsi dan orientasi yang sama terhadap KIBBLA. Peran pimpinan daerah dalam upaya menyamakan persepsi dan orientasi ini belum nampak baik di Kabupaten Malang maupun di Pasuruan. Sedangkan di lingkungan civil society tampaknya belum ada upaya yang lebih intens untuk memfasilitasi penyamaan persepsi dan orientasi KIBBLA kepada mereka.
•
Proses advokasi seringkali melibatkan individu-individu yang memiliki kapasitas politik yang relatif besar. Individu-individu ini sebenarnya tersebar baik di kalangan legislatif, eksekutif maupun di tingkat masyarakat basis. Mereka umumnya orang-orang yang relatif terbuka dan memiliki komitmen yang kuat terhadap perubahan. Untuk Malang dan Pasuruan individu ini terdapat di Komisi D yang
39
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
membidangi sektor kesehatan. Akan tetapi sebagai catatan untuk Kabupaten Malang, individu-individu ini tidak lagi terpilih dalam pemilihan legislatif 2009. •
Proses perencanaan dan penganggaran sendiri relatif kurang partisipatif dan transparan. Ruang-ruang partisipasi masyarakat terutama di tingkat perencanaan sektoral dan pembahasan anggaran sangat terbatas. Selain itu, tidak ada kejelasan pagu anggaran baik untuk wilayah maupun sektoral dimana masyarakat dapat terlibat memutuskan pengalokasiannya.
•
Upaya-upaya dan strategi HSP yang dilakukan di Kabupaten Malang dan Pasuruan secara umum belum cukuf efektif dilihat dari sisi peningkatan partisipasi masyarakat khususnya pengguna dalam upaya advokasi kebijakan dan anggaran KIBBLA. Kondisi ini sama baik di Malang maupun Pasuruan. Dari sisi peningkatan alokasi anggaran, Kabupaten Pasuruan mengalami peningkatan untuk KIBBLA meskipun agregat anggaran dinas kesehatan sendiri tidak mengalami peningkatan. Hal ini berbeda dengan Kabupaten Malang yang alokasi anggaran KIBBLAnya justru mengalami penurunan. Dari sisi keberlanjutan manfaat program baik dalam aspek peningkatan kapasitas maupun alokasi anggaran cenderung tidak berlanjut. Peningkatan kapasitas yang hanya menyentuh aspek teknis dan didominasi oleh aparat pemerintah cenderung tidak bertahan dan akan kembali pada pola yang rutin dilakukan aparat. Demikian juga dalam aspek peningkatan alokasi anggaran, karena upaya yang dilakukan tidak menyentuh aspek politik anggaran juga cenderung tidak akan bertahan.
4.2. Rekomendasi
40
•
Partisipasi yang lebih luas dalam advokasi anggaran KIBBLA. Pada pelaksanaan program sebelumnya, keterlibatan stakeholders sangat terbatas dalam lingkungan dinas kesehatan dan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan sektor kesehatan itu pun jumlahnya relatif terbatas. Kelompok pengguna layanan perlu dilibatkan secara khusus dan dilakukan peningkatan kapasitas dan pendampingan tersediri.
•
Melakukan peningkatan kapasitas terutama untuk meningkatkan pengaruh politik kelompok-kelompok masyarakat dalam proses perencanaan dan pengangaran. Ini dapat dilakukan dengan upaya pengorganisasian kelompok masyarakat dan pendampingan terutama kepada kelompok pengguna layanan.
kelompok-kelompok masyarakat dalam proses perencanaan dan pengangaran. Ini dapat dilakukan dengan upaya pengorganisasian kelompok masyarakat dan pendampingan terutama kepada kelompok pengguna layanan.
MNCH MNCH Policy Policy
Pangar Delegasi Musrenbang
TAPD
Komunitas Pengguna KIBBLA
Increasing influence of actors
Increasing influence of actors
Dinkes
Media Jaringan LSM pendamping
Puskesmas
Polindes
Penduduk
Gambar 7. Posisi Stakeholders KIBBLA yang Diharapkan dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran
35
•
Mengembangkan komunikasi politik kepada semua stakeholders sesuai dengan posisi dan kategori pengaruhnya. Kategori pertama adalah diarahkan untuk membangun komitmen dan kepedulian. Namun demikian apabila tidak bersedia dilibatkan, aktivitasnya harus senantiasa dipantau agar tidak menjadi kelompok penghambat. Kategori kedua harus diarahkan pada upaya mengembangkan soliditas baik dalam persepsi, agenda kerja maupun kelembagaan. Bagi kategori ketiga selain menuntut adanya komitmen juga perlu dikemas kaitanya dengan kepentingan politik mereka. Adapun untuk kategori keempat adalah dengan mempertahankan posisi dan kepentingan mereka.
•
Dalam kaitan dengan advokasi anggaran KIBBLA, kita merekomendasikan suatu arah advokasi yang dapat mewujudkan kondisi seperti yang tampak dalam gambar di atas. Gambar tersebut adalah suatu skema sekaligus kondisi yang diharapkan terjadi dalam proses perencanaan dan penganggaran KIBBLA ke depan. Para pelaku utama KIBBLA yang formal telah terbukti gagal memperjuangkan kepentingan KIBBLA dan terjebak hanya di lingkungan tugas dan fungsi formalnya. Ke depan, pengguna layanan KIBBLA yang
41
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
terorganisir dalam komunitas-komunitas pengguna harus menjadi pelaku utama dan terdepan dalam mengadvokasi KIBBLA yang merupakan kepentingan utamanya. •
Terkait dengan upaya mewujudkan kondisi di atas, setidaknya ada tiga kegiatan utama yang perlu dilakukan dalam rangka advokasi anggaran KIBBLA ke depan. Setiap kegiatan secara umum diarahkan untuk meningkatkan derajat kepentingan dan pengaruh setiap pelaku terhadap isu KIBBLA dan proses politik perencanaan dan penganggaran daerah. Matriks dibawah ini menjelaskan kegiatankegiatan utama serta tujuan pokok dari setiap kegiatan sesuai dengan karakteristik setiap pelaku.
Tabel 5. Arah Peningkatan Kapasitas Stakeholders Stakeholders
Peningkatan kapasitas
Pengorganisasian
Komunikasi Politik
Pelaku Utama
42
Dinas Kesehatan
Selain aspek teknokratis, peningkatan kapasitas perlu diarahkan agar mampu menyelenggarakan proses perencanaan dan penganggaran yang transparan dan partisipatif.
Komunikasi diarahkan untuk membangun komitmen agar membuka akses seluasluasnya bagi partisipasi publik.
Komisi D
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian anggota komisi mengenai isu KIBBLA sebagai orientasi dan prioritas kebijakan dan anggaran.
Komunikasi diarahkan untuk membangun komitmen mengawal isu KIBBLA dalam pembahasan anggaran di DPRD
Unit pelayanan kesehatan
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk meningkatkan kualitas usulan kegiatan dan anggaran yang efektif serta kemampuan dalam mengadvokasikannya dalam forum-forum perencanaan.
Konsolidasi agenda kerja untuk mengawal usulan kegiatan dan anggaran KIBBLA dalam seluruh proses perencanaan sehingga diadopsi dalam rencana-rencana kerja SKPD.
Komunikasi diarahkan untuk mendorong kesadaran pentingnya kemandirian dalam pengelolaan kegiatan dan anggaran dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.
Pengguna layanan KIBBLA
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk membangun kesadaran mengenai hak-haknya sebagai warga sekaligus pengguna layanan kesehatan, meningkatkan kemampuan komunikasi dan berorganisasi.
Pengorganisasian diarahkan dalam rangka membentuk komunitas-komunitas pengguna layanan yang terkonsolidasi secara ide maupun agenda-agenda kerjanya.
Komunikasi politik diarahkan untuk membangun kesadaran mengenai hak-haknya sebagai warga dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah.
Stakeholders
Peningkatan kapasitas
Pengorganisasian
Komunikasi Politik
Pelaku Pendukung
Tim Anggaran Eksekutif
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai isu KIBBLA sebagai orientasi dan prioritas kebijakan dan anggaran.
Komunikasi politik diarahkan untuk membangun komitmen politik menjadikan isu KIBBLA sebagai orientasi dan prioritas kebijakan dan anggaran.
Panitia Anggaran DPRD
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai isu KIBBLA sebagai orientasi dan prioritas kebijakan dan anggaran.
Komunikasi politik diarahkan untuk membangun komitmen politik menjadikan isu KIBBLA sebagai orientasi dan prioritas kebijakan dan anggaran.
Peningkatan kapasitas diarahkan untuk membangun kepedulian bersama tentang isu KIBBLA, meningkatkan kemampuan fasilitasi partisipatif dan analisis kebijakan dan anggaran daerah.
Komunikasi politik diarahkan untuk melakukan pendidikan politik dan pendampingan masyarakat penggunan layanan KIBBLA dalam rangka mengembangkan kekuatan posisi tawar pengguna dalam proses politik perencanaan dan penganggaran.
Kelompok masyarakat, LSM dan media.
Pengorganisasian diarahkan untuk membangun agenda bersama dan koalisi untuk meningkatkan tekanan publik (public pressure) terhadap pemerintah dan DPRD.
•
Program ke depan harus berorientasi pada peningkatan kapasitas yang lengkap di antara semua stakeholders atau memfasilitasi agar terjadi kolaborasi antar stakeholders yang memiliki kapasitas berbeda sehingga saling melengkapi satu sama lain.
•
Selain itu, untuk menjadikan isu KIBBLA menjadi kepentingan banyak pihak serta menjadi orientasi dan prioritas dalam perumusan kebijakan dan anggaran daerah perlu dilakukan upaya advokasi yang sistematis dan berkelanjutan. Upaya seperti ini tidak bisa diserahkan kepada pihak-pihak yang selama ini hanya bergerak dalam ruang lingkup kepentingan yang sempit dan sesaat.
•
Terkait dengan perencanaan dan penganggaran perlu dilakukan upaya-upaya khusus yang diarahkan untuk mendorong partisipasi masyarakat, transparansi, dan komitmen pengalokasian anggaran (pagu indikatif) yang dapat menjamin akomodasi aspirasi masyarakat khususnya aspirasi mengenai KIBBLA.
43
laporan studi analisis relasi para pihak dalam proses perencanaan dan penganggaran kibbla di kabupaten malang dan pasuruan
44
lampiran lampiran lampiran
lampiran 45
lampiran ...
46
NAMA (LEMBAGA)
Bupati (Sudjud Pribadi)
Wakil Bupati Malang (Drs. H. Rendra Kresna, BcKU, SH, MM, MPM)
NO.
1.
2.
Politisi kawakan asal Madura ini sampai saat sekarang masih menjadi Ketua DPD Partai Golkar Kab Malang. Pada Juni 2005 bersama Sujud Pribadi (Bupati sekarang) berpasangan maju menjadi Calon Bupati Malang 2005-2010). Secara mengejutkan pasangan ini akhirnya memenangkan Pilkada langsung 2005. Sebelum terjun ke dunia politik, Pak Rendra pernah jadi Ketua PMI Kab Malang, Ketua BNK Kab Malang, Ketua SPSI Prov Jatim, Ketua Koni Kab Malang.
LATAR BELAKANG
Rendra Kresna selama ini dikenal dekat kalangan Organisasi Kepemudaan (OKP) karena dia saat ini juga menjad Ketua MPI KNPI Kab Malang.
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Pernyataan wakil bupati ketika dalam pertemuan dengan beberapa SKPD dan Inisiatif pada tanggal 1 Mei 2009 tentang himbauan agar SKPD yang hadir tersebut bisa membantu apa yang dibutuhkan oleh Inisiatif ternyata tidak dipatuhi oleh SKPD-SKPD tersebut. Intinya instruksi wabup tidak mempunyai kekuatan/pengaruh bagi SKPD-
Dia memberikan catatan bahwa apapun yang dilakukan Inisiatif jangan sampai membuat kekisruhan (kondisi tidak nyaman) di Kabupaten Malang.
“kalau kegiatannya hanya melakukan riset dan hasilnya di workshopkan, itu sudah sering dilakukan oleh perangkat kami”
Dia sempat bertanya sejauhmana manfaat yang didapatkan dari kegiatan Inisiatif di Malang karena menurutnya kegiatan yang didukung USAID selama ini banyak memberikan manfaat seperti asistensi teknis untuk aparat dan studi banding ke luar negeri.
Prinsipnya kami menyambut baik kegiatan yang anda lakukan. Kami berharap hasil riset yang anda lakukan bisa bermanfaat buat warga kab Malang, lebih baik lagi jajaran kami, SKPD-SKPD yang terkait dengan KIBBLA bisa menjadikan hasil riset ini sebagai bahan masukan dan perbaikan di masa yang akan datang, kata Wabup Rendra Kresna saat menyambut Tim Inisiatif di ruang kerjanya pada 1 Mei 2009. Silakan saja kalau ingin mengambil data atau dokumen yang terkait dengan penelitian yang kalian lakukan di Kab Malang ini. Dan silakan dikoordinasikan dengan Pak Nehruddin (Kepala Bapekab), tambahnya.
Menurut salah satu informan dari kalangan eksekutif Bupati lebih memprioritaskan pengembangan ekonomi daripadai sektor dasar lainnya (pendidikan dan kesehatan). Asumsi dasarnya, kalau pendapatan masyarakat sudah memadai mereka akan dapat memenuhi sendiri kebutuhan dasarnya.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
TABEL PROFIL STAKEHOLDERS KIBBLA KABUPATEN MALANG
...lampiran
47
48
Dr. Agus Wahyu Arifin, MARS (Kepala Dinas Kesehatan)
Dr. Tuty Wahjuni, M. Kes
4.
5.
Kabid Yankes Dinkes Kab Malang
Sekretais Daerah (Drs. H. Abdul Malik)
NAMA (LEMBAGA)
3.
NO.
Birokrat dan PNS Dinkes
Mantan Direktur RSUD Kanjuruhan
LATAR BELAKANG
Puskesmas, Tim Advokasi KIBBLA, Polindes, RSB/RB, BKIA, Poskesdes, Bidan Desa, IBI, IDI
Sejak menjabat Direktur RSUD Kanjuruhan, dokter satu ini sudah dikenal sangat dekat dengan teman-teman CSO. Seperti Tim Advokasi KIBBLA, YSI dan Paramitra. Dr Agus juga berperan penting menjadikan RSUD menjadi BLU. Dia juga dikenal dengan kalangan DPRD terutama Komisi B (Kesra) sebut saja Mbak Ema (Hikmah Bafaqih, Bu Ari Wahyu Astuti dll)
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Sangat “patuh” terhadap atasan dan cukup hati-hati kalau mau melakukan “inovasi” atau menerima masukan dari luar…
Orangnya memang birokratis, tidak banyak bicara tetapi pengaruhnya cukup kuat. Dalam urusan HSP, dia menjadi tangan kanan kepala dinas. Sebagai Kabid Yankes pengaruhnya di dinas kesehatan dan puskesmas cukup kuat. Akan tetapi ada indikasi tidak harmonis dengan bidang-bidang lain.
“Kalau mau wawancara atau menggali data ke puskesmas tolong kirim surat dulu ke Dinkes, nanti Dinkes yang akan kirim surat pengantar ke puskesmas yang akan dituju”.
Dikenal cukup formal dan birokratis.
Sdh sering sakit-sakitan
Catatan dari pihak lain: dr Agus ini lebih cenderung pada paradigma kuratif dalam pengembangan kesehatan. Dia sangat konsen untuk mengembangkan puskesmas menjadi badan-badan layanan umum (BLU).
Untuk advokasi anggaran ke DPRD, sdh mempunyai jaringan di DPRD yg bisa dijadikan mitra dalam menggoalkan usulan kegiatan.
Saya ingin kawan-kawan LSM ini membantu saya dan stafstaf saya di Dinkes untuk memberikan basis argumentasi terhadap usulan-usulan program/Kegiatan yang kami ajukan. Supaya anggaran kami tidak terus-terusan dipangkas hanya karena usulan kegiatan yang kami ajukan dianggap tidak berkualitas.
Dikenal sangat formal dan birokratis.
SKPD dalam memberikan akses dokumen/data yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian tadi, dokumen tetap saja sulit diakses.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
NAMA (LEMBAGA)
Dr. Mulyatim Koeswo, M.Epid (Kabid P2M dan PL Dinkes)
Kepala Bapekab (Dr. H. Nehruddin, SE, MM)
Willem (DPPKA)
NO.
6.
7.
8.
PNS
Semasa kuliah aktif di HMI Cabang Palembang
Birokrat di Pemkab Malang.
Birokrat dan PNS Dinkes
LATAR BELAKANG
Bupati, Sekretaris Daerah
Pak Neh (begitu panggilan akrabnya) selama ini dekat dengan semua kalangan. Dia sangat low profile, familiar dan cukup gaul dengan kalangan CSO lokal/LSM. Dia juga dekat dengan YSI (salah satu pembina YSI), Ansor, NU dan lain-lain
Cenderung dekat dengan Muhamad Fauzi (Badan KB).
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Dikenal mempunyai pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan publik. Besarnya pengaruh itu diilustasikan orang sebagai orang nomor 1,5 di kalangan eksekutif (Nomor 1 dan 2 Bupati dan Wabup).
Terkait dengan KIBBLA, ia mengaku belum membaca isi Perda KIBBLA. Sementara untuk pengalokasian anggaran KIBBLA tergantung pada kebijakan anggaran yang dirumuskan oleh DPPKA. Secara substansi, peran Bapeda lebih sebagai kompilator usulan kegiatan. Bapeda belum mampu memberikan arahan perencanaan kepada SKPD.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bapeda menyatakan bahwa DPRD tidak perlu membahas rencana detil kegiatan dan anggaran, cukup pada level kebijakan saja. Karena itu, pembahasan anggaran di Malang terbatas pada KUA, PPAS, dan RAPBD dan itu pun terbatas di tingkat pangar. Pembahasan RKA-SKPD baik di komisi maupun di pangar tidak ada.
Kami selama ini menjalin komunikasi yang baik dengan teman-teman HSP, karena saya sepenuhnya sadar kami tidak mungkin bekerja sendirian di kab Malang ini. Keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan akan lebih baik. Saya tetap berharap private sector terus didorong melalui program CSR nya untuk ikut andil dalam proses pembangunan.
Mengaku tidak pernah terlibat dalam penyusunan perda KIBBLA. Dia sudah membaca Perda KIBBLA dan menurutnya ternyata hanya menyentuh masalah di hilir saja, padahal sumber masalah kesehatan itu juga ada di hulu. Dari sisi konten Perda KIBBLA, saya melihat bahwa amanat KIBBLA ini semua diserahkan pada Dinkes. Dinas terkait yang seharusnya juga punya kepentingan dan tanggungjawab terhadap KIBBLA tidak jelas tanggung jawabnya. Perda KIBBLA harus menjadi kesepakatan bersama lintas SKPD, jangan hanya menjadi urusan Dinkes saja.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
49
50
Dra. E. Kamti Astuti (Kepala KP3A)
Ir. Rini Windharti (Kasubag TU KP3A)
10.
NAMA (LEMBAGA)
9.
NO.
Birokrat dan PNS Pemkab
Birokrat dan PNS Pemkab, Ketua Harian KPPA (Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak)
LATAR BELAKANG
KPPA, PKK, BKB, Dinkes, RSUD Kanjuruhan, Bapekab, DPRD Komisi B (Hikmah Bafaqih, Ari Wahyu Astuti, Pak Imam Syafi’i, Pak Pur dll)
BKB, Dinkes, RSUD Kanjuruhan, Bapekab, DPRD (Komisi B), istri dari Assisten Daerah Bidang Kesra (Asda IV) Kab. Malang.
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
KP3A juga mempunyai struktur di tingkat kecamatan, namanya Kasi Ekbang dan PP. Kasi ini menjadi kepenjangan tangan KP3A di tingkat kecamatan, terutama dalam melibatkan stakeholder masyarakat, kelompok perempuan, buruh perempuan, petani perempuan dan pedagang pasar. Keterlibatan mereka dalam perencanaan kecamatan akan menjadi masukan berharga buat KP3A. Sedangkan tugas lainnya dari Kasi tersebut adalah
Dalam proses perencanaan anggaran KP3A masih belum secara maksimal melibatkan unsur masyarakat secara partisipatif. Selama ini KP3A masih menyusun program secara internal. Masyarakat hanya kita kasih form kuisoner agar diisi dengan masukan-masukan untuk KP3A. KP3A mempunyai 2 (dua) pilot program, pertama target groups para pengembang ekonomi lokal. Program tersebut dinamai P3EL (pemberdayaan perempuan pengembang ekonomi lokal). Dan terkait KIBBLA, ada GSI (Gerakan Sayang Ibu). GSI melibatkan kader Posyandu yang saat ini berada di wilayah kecamatan Sumberpucung, Ardirejo Kepanjen dan Tegalweru Dau. Dalam membangun dan memperluas relasi dan jaringan, KP3A secara intensif bekerjasama dengan perguruan tinggi, seperti PSG UIN, PSW, PPGK (Pusat Peneliti Gender dan Kependudukan), PPHG (Unibraw).
Pernyataan dan tindakan berbeda, dalam kasus akses dokumen anggaran di KPPA. “Silahkan kami terbuka untuk diajak diskusi dan membantu akses dokumen” tapi dalam prakteknya dokumen (DPA) KPPA tdk bisa diakses dan harus melalui DPPKA
Kami selama ini sudah ikut mendorong program KIBBLA melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI).
Namun, oleh kalangan NGO ia dikenal sebagai pejabat yang sangat tertutup dan sulit ditemui.
Sebagai anggota tim anggaran eskekutif dari unsur DPPKA, ia mempunyai peran yang strategis dalam menentukan komposisi dan alokasi anggaran.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
NAMA (LEMBAGA)
Dr. Muhammad Fauzi, M.Si (Kepala Badan KB)
NO.
11.
Pak Fauzi adalah seorang dokter dan konsen pada masalah kesehatan sejak lama. Pernah menjadi Kepala Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan
LATAR BELAKANG
Kedekatan pak Fauzi dengan kalangan organisasi perempuan tidak diragukan lagi. Selama menjabat sebagai Kepala Kantor KB, dia sadar bahwa misi Kantor KB adalah menjadi penyuluh masyarakat. Organisasi yang selama ini menjadi mitra adalah Muslimat, Fatayat dan Aisiyah Muhammadiyah, Yayasan Keluarga Sakinah dan FIKRR
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
“yg tidak kalah pentingnya adalah membangun paradigma perilaku hidup sehat, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat, promkes harus mendapatkan perhatian yg besar baik dari sisi pengembangan SDMmaupun pendanaannya”. BKB mempunyai tenaga lapangan yg sdh terlatih untuk melakukan promosi kesehatan dan sekaligus melakukan pendampingan di masayarakat”
Pada tahap awal penyusunan perda KIBBLA terlibat tapi pada perkembangan selanjutnya tidak lagi dilibatkan. Ia mengaku belum mengetahui bagaimana substansi perda itu. Menurutnya, pendekatan dalam urusan KIBBLA harus utuh dari hulu ke hilir sehingga urusan KIBBLA tidak hanya diserahkan ke dinas kesehatan saja.
Kami sangat terbuka dan merasa senang bisa ada forum diskusi begini, kata Muhammad Fauzi.
Pemerintah itu masih setengah-setengah menyentuh urusan KB. Sebab dari dulu sebelum ada KIBBLA pun sebetulnya di Kantor BKB sudah ada program KHIBA sebagai bentuk promkesnya.
melakukan identifikasi di desa baik potensi ekonominya, SDM, masalah hukum, pendidikan dan sosial budaya. Kasi juga aktif hadir dalam setiap pelaksanaan musrenbangcam. Renja disusun secara internal oleh KP3A, tapi tetap berdasarkan masukan dari Masyarakat, kata bu Rini Windharti
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
51
NAMA (LEMBAGA)
Renung (Kasie Perncanaan Permukiman Dinas PU Ciptakarya)
Bagian Kesejahteraan Sosial Setda.
Hikmah Bafaqih, S.Pd, M.Pd (Pangar DPRD)
NO.
12.
13.
52
14.
Ketua Fatayat NU, Aktifis PMII, Guru Madrasah
-
PNS
LATAR BELAKANG
Muslimat, Fatayat, PMII, IPPNU, Paramitra, DPRD, Pondok Pesantren, PCNU Kab Malang, FPKB, Dinkes, Dinas Pendidikan, KP3A, KPPA, MCW, YSI
-
-
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Mau jawaban jujur atau tidak jujur? Begitu respon spontan mbak Ema ketika kita tanya tentang prosesproses politik di DPRD terkait perencanaan dan anggaran. Tidak semua anggota DPRD itu pinter dan progresif. Bahkan sedikit sekali anggota DPRD yang berani bicara kritis. Itulah potret DPRD kita. Nah yang tidak kritis itulah yang justru dipilih lagi oleh rakyat pada pileg 2009 kemarin, terang dia sambil tertawa. Untuk perda KIBBLA, saya ini yang menjadi Ketua Pansus nya. Jadi saya tahu persis bagaimana proses penyusunan perda tersebut. Semua stakeholders yang terkait dan punya kepentingan dengan Perda KIBBLA kita ajak untuk mempersiapkan naskah akademik Raperda KIBBLA. Dari Masyarakat kita selalu menggelar diskusi intensif dengan metode FGD dengan Fatayat, Muslimat dan kelompokkelompok perempuan lain seperti PKK, kader Posyandu dan sebagainya. Dari pemerintah dan DPRD, kita juga melibatkan beberapa Stakeholders seperti Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (yang belakangan kita ketahui ternyata diketuai oleh sekda sendiri, tim inisiatif). Lalu dari akhir-akhir proses PKK sebagai link dari KP3A (kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) juga dilibatkan dalam proses. Perda
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab menyalurkan bantuan-bantuan sosial kepada organisasi-organisasi masyarakat seperti PKK, KNPI, dll.
Catatan dari pihak lain: Dana kemitraan Bupati yang cukup besar sekitar 30 milyar pengalokasiannya cenderung politis. Ini merupakan potensi untuk diarahkan atau direalokasi untuk KIBBLA.
Selama ini selalu menjadi kontak person pemerintah daerah untuk program-program dari donor. Ikut berperan dalam pengembangan program dana kemitraan Bupati sebagai tim seleksi proposal dari masyarakat.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
NAMA (LEMBAGA)
Ari Wahyu Astuti, S.Pd (Komisi D)
Bidan St Kusniah (Ketua IBI)
NO.
15.
16.
Pensiunan Dinkes
Kader Posyandu, Guru TK
LATAR BELAKANG
IDI, Puskesmas, Bidan Desa, Bidan Praktek Swasta Murni,
Komdek Averroes, Posyandu, PGRI, MCW, YSI, Tim Advokasi KIBBLA
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Kami sangat prihatin, karena pemerintah sampai saat ini belum mempunyai political will untuk memberikan beasiswa bagi bidan (PNS maupun swasta) untuk
Meski tidak menjabat lagi sebagai anggota DPRD, Ari siap untuk dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan advokasi anggaran KIBBLA.
Menjadi pendukung utama dalam advokasi perda KIBBLA di DPRD. Kiprah dan reputasinya sebagai anggota DPRD dikenal baik di berbagai kalangan. Menjadi anggota DPRD dari Partai Demokrat berdasarkan desakan dan dukungan kaum ibu dari kalangan guru dan kader posyandu. Pada pileg 2009 tidak ikut mencalonkan karena merasa tidak nyaman lagi di dunia politik (sementara ada kabar juga pengunduran diri dari pencalegan karena ia tidak menjadi nomor urut 1 di dapilnya).
Catatan lain: dalam ajang pileg 2009, ia menjadi caleg tetapi tidak terpilih menjadi anggota DPRD.
Terus terkait dengan akses dokumen anggaran, saya mengakui Kab Malang masih terlalu sulit. Terlalu banyak yang menganggap itu sebagai rahasia dapur, padahal pengalaman di Solok dan Tanah Datar (Sumbar), Kab Bandung (Jabar), Ngawi dan Lamongan (Jatim) ketika APBD di buka di publik (media) biasa-biasa saja, gak ada masalah, begitu kisahnya. Namun saya janji akan mengusahakan DPA Dinas Kesehatan bisa diakses oleh kalian.
KIBBLA ini dari awal memang sudah menjadi insiatif DPRD (itulah mengapa akhirnya terbentuk Pansus). Saya dan teman-teman DPRD yang notabene aktifis perempuan tentu sangat bersemangat untuk menggolkan Perda ini. Bahkan rancangan perda HIV/AIDs yang selama bertahuntahun sulit sekali disahkan karena ada tarik menarik di DPRD dengan berbagai alasan bisa diselipkan dalam Perda KIBBLA. Pokoknya kalau soal urusan pembelaan dan keberpihakan terhadap kelompok perempuan, saya dan bu Ari berada di paling depan, begitu tegas Hikmah Bafaqih.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
53
NO.
54
Kab Malang
NAMA (LEMBAGA)
LATAR BELAKANG RSI Al Madinah Kasembon, RSUD Kanjuruhan, Dinkes, DPRD, KP3A, BKB
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN meningkatkan jenjang pendidikannya. Bidan masih harus biaya sendiri untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan (skill)-nya dalam ilmu kebidanan, KB dan layanan kesehatan masyarakat lainnya seperti gizi, UKS, PHBS dan sebagainya, keluh Bu Kus. Kami masih harus dibebani oleh pemerintah untuk meningkatkan layanan selain tupoksi kami (persalinan, KB dll.), yaitu penyuluhan gizi, UKS, PHBS. Senang sekali seandainya pemerintah daerah mengupayakan beasiswa atau pelatihan-pelatihan yang bertujuan meningkatkan skill kami dalam rangka meningkatkan layanan kesehatan yang berkualitas. Selama ini memang sudah ada pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan asuhan persalinan normal, CTU (centralistic tehnical update), BBLR dan IMD yang diprakarsai oleh Dinkes, tetapi tidak pernah melibatkan bidan swasta murni dan skalanya pun masih sangat terbatas. Sama-sama memberikan layanan kepada warga masyarakat, bidan swasta murni tadi masih mendapatkan perlakukan diskriminatif kaitannya dengan peningkatan SDM mereka. Problem kami sekarang ini adalah soal kompetensi bidan yaitu kepatuhan bidan terhadap aturan atau standar yang seharusnya dipenuhi. Harapan kami selaku ketua IBI: Adanya dana yang dialokasikan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan bidan melalui pendidikan dan pelatihan. Melibatkan bidan praktek swasta murni dalam setiap pembuatan kebijakan terkait kebidanan dan layanan KIBBLA Baru-baru ini kami diundang oleh RSI Al Madinah Kasembon untuk menjadi narasumber dalam kegiatan pelatihan nakes. Kami sangat respek dan salut karena sektor swasta seperti RSI Al Madinah sudah sangat mulai sangat peduli (care) dan memprakarsai kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan keterampilan (skill) nakes di sekitarnya. Semua bidan di kecamatan Kasembon dan beberapa kecamatn lain disekitar Kasembon terlibat dalam kegiatan CSR RSI Al Madinah. Ini harus menjadi model bagi daerah lain.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Endang (Bu Handoko, Ibu Sahi (PKK), bu Suratijah
Dr. Harry Hartanto, MM (Wakil Direktur RSUD Kanjuruhan)
18.
NAMA (LEMBAGA)
17.
NO.
Dokter fungsional RSUD Kanjuruhan, PNS RSUD
PKK
LATAR BELAKANG
Dinkes, KP3A, Polres, KPPA, Bidan Desa, Puskesmas, BKB
KP3A, Bagian Kesra, berafiliasi dengan struktur pemerintahan berjenjang dari desa sampai kabupaten
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Pengalaman dalam advokasi anggaran sangat minim (untuk tidak mengatakan tidak sama sekali) PKK terlibat dalam proses awal inisiasi dan diskusi tentang pentingnya perda KIBBLA melalui KPPA (Komisi Perlindungan Perempuan dan anak) Dalam perspektif CSO, PKK itu dianggap sebagai elitis, sangat identik dengan seremonial dan kegiatan2 eksekutif (pemerintahan). PKK itu bukan organisasi massa dan berdiri di atas semua golongan, kata Bu Handoko.
Ketika dr. Harry ditanya oleh Tim Inisiatif, kira-kira AKI dan AKB yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh apa? Faktor kemiskinan atau kurang kesadaran dari masyarakat? Dr. Harry langsung menjawab bahwa faktor utama menurut dr Harry adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan gizi yang cukup. Masalah lainnya adalah bahwa sekarang ini audit AMP dilakasanakan setahun sekali, dulu audit AMP dilakukan sebulan sekali, jadi bisa mengetahui sebab kematian dan datanya dalam waktu sebulan, tidak terlalu lama. Dalam rangka menerima masukan masyarakat, RSUD menyelenggarakan seminar publik setiap acara HUT RSUD Kanjuruhan. Dari seminar tersebut diharapkan adanya kritik dan masukan dari stakeholders masyarakat terkait pengelolaan RSUD. Dalam pelaksanaan Forum SKPD, RSUD belum medlibatkan unsur masyarakat dan stakeholders kesehatan lainnya. Masih internal RSUD saja. RSUD juga mempunyai PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) tindak kekerasan pada perempuan dan
PKK sering terlibat dalam kegiatan2 resmi pemerintah, terutama yang menyangkut dengan isu perempuan dengan didanai oleh APBD. Karena PKK sudah menjadi “tradisi” mendapatkan alokasi anggaran di pos bantuan APBD sampai ADD
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
55
56
19.
NO.
dr. Sri Kartika Rachmawanti (Kepala Puskesmas Gondanglegi)
NAMA (LEMBAGA)
Mantan Kelapa Pukesmas Kasembon
LATAR BELAKANG
Camat, PKK, Tim Kessa, Kepala Desa, Tim Advokasi KIBBLA , Bidan Desa, Polindes
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Menurutnya, ada beberapa hambatan untuk menyuarakan KIBBLA: 1. Hampir semua kepala desa di wilayah Puskesmas Gondanglegi (7 desa) tidak sensitif terhadap persoalan KIBBLA. Apalagi kepala desa Panggungrejo, sulit sekali mengalokasikan ADD untuk PMT dan kegiatan posyandu di desanya. Alokasi ADD untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) itu hanya Rp. 20.000, cetus dr Tika.
Dr. Tika ternyata sangat terbuka dan transparan dalam menyampaikan jawaban atas pertanyaan kita terkait pengelolaan puskesmas dan layanan KIBBLA. Terus terang saya merasa senang ada diksusi tentang masalah layanan KIBBLA, ternyata enak diskusi dengan orang yang satu visi soal kesehatan, kata dr Kartika.
dr. Tika (panggilan akrabnya) sebenarnya bukan orang yang sangat birokratis, tapi lebih karena khawatir kalau nanti ditegur atasan (Dinkes). Setelah tim Riset KIBBLA Inisiatif menyampaikan maksud dan tujuan riset KIBBLA yang dilakukan, dr. Tika justru bicara blak-blakan (seakan menemukan mitra diskusi). Pernah suatu ketika Tim HSPUSAID datang ke Puskesmas dan Tim Kessa Gondanglegi Kulon dan Tim Kessa Sepanjang, dr. Tika menyampaikan apa adanya secara jujur tentang kondisi KIBBLA, malah mendapatkan teguran dari Dinkes. Maka sekarang ini dia lebih hati-hati kalau menyampaikan sesuatu hal terkait kondisi KIBBLA. Tidak hanya itu, pernah dr. Tika menyampaikan kepada wartawan tentang problem kurangnya asupan gizi ibu hamil dan anak di wilayah kerjanya, tapi oleh wartawan diplintir jadi “telah terjadi gizi buruk Kab Malang”, akhirnya heboh. Kepala Dinas Kesehatan ditegur sama Menkes, begitu kata dr, tika kepada Tim Inisiatif.
anak. Kalau ada kasus kekerasan maka RSUD akan memberikan pelayanan rawat inap selama 3 hari, baik untuk pengobatan dan pemulihan korban. PPT ini merupakan kerjasama dengan KP3A dan Reskrim Polres.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Dr. Sri Yuliati (Kepala Puskesmas Turen)
Tri Tanti (Tim Kesehatan Desa-Bidan Polindes Gondanglegi Kulon)
21.
NAMA (LEMBAGA)
20.
NO.
Bidan desa
PNS Dinkes
LATAR BELAKANG
PKK, Tim Kessa, Kepala Desa, Tim Advokasi KIBBLA , Bidan Desa, Polindes, Puskesmas
IBI, IDI, Dinkes, Bidan Desa/Polindes, Camat, PKK
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
7 (tujuh) Polindes yang ada di wilayah Puskesmas Gondanglegi masih status kontrak (belum permanen). Desa hanya sanggup menyediakan tanahnya saja. Perencanaan di desa masih belum berjalan efektif, usulan masih didominasi oleh programprogram fisik (infrastruktur). Kalau polindes usul anggaran KIBBLA (penyuluhan, pelatihan dsb), rata-rata Kades dan perangkatnya resisten. Padahal ADD per tahun antara 150-200 juta (jumlah yang sangat besar), tapi jujur, kami tidak tahu dibelanjakan untuk apa saja, karena secara struktural tidak punya wewenang mengintervensi desa, camat lah sebenarnya orang yang tepat untuk meminta agar Kades memprioritaskan masalah KIBBLA. Puskesmas baru bisa mengalokasikan anggaran transport kader Posyandu tiap orang Rp.5000 – Rp. 7500. Masih jauh lebih kecil dibanding perjuangan para ibu-ibu kader posyandu dalam memberikan pelayanan kepada para Ibu, Bayi dan Anak
Tidak kompromi dengan keberadaan dan peran dukun dalam membantu pasca persalinan. Kegiatan-kegiatan Tim Kessa selama ini dibiayai dari HSP, tidak ada alokasi sama sekali dari Desa ataupun Puskesmas. Bahkan ketika ada sisa juga digunakan untuk jemput bola memberikan penyuluhan ke masyarakat (selama ini masih sebatas dari warga ke warga, baik
Dr Yuli membuat inovasi-inovasi di tingkat puskesmas, seperti membuat poster yang mendorong kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Poster tersebut juga bertujuan untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kesehatan. “Pokoknya semua kegiatan sudah saya lakukan, kata dr Yuli.
Dokter senior, kepercayaan diri tinggi, cenderung reaktif dan sulit menerima masukan dari pihak lain
4.
3.
2.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
57
58
Wiwit Kurniawati
Hasan Abadi (Ketua Tim Advokasi KIBBLA)
Husnul Hakim Syadad (Sekretaris Tim Advokasi KIBBLA)
23.
24.
NAMA (LEMBAGA)
22.
NO.
Mantan Ketua PC PMII Kab Malang, aktifis GP Ansor, aktifis K3, YSI, Sekretaris Tim Advokasi KIBBLA, alumni Sekolah Demokrasi Komdek Averroes.
Aktifis NU, Mantan Ketua IPNU, GP Ansor
Ketua STIKES (dulu Akper Kepanjen), PNS Dinkes
LATAR BELAKANG
IPNU, PMII, Pattiro, YSI, Rumpun, Dinkes, Dinas Pendidikan, Bapekab,
IPNU, Ansor, PCNU, YSI, K3, Paramitra, DPRD, Dinkes, BKB, KP3A, IBI, IDI
Dinkes, RSUD, Puskesmas
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Catatan lain: ia dan rekan-rekan di YSI selama ini sudah menjadi rekanan pemerintah dalam pelaksanaan projekprojek studi dan pendampingan. Menurutnya beberapa pengurus YSI termasuk dirinya masing-masing memiliki CV untuk bisa menjadi rekanan pemerintah.
Ke depan saya ingin ada CSO lokal yang kuat di tingkat kecamatan dan desa untuk mengawal perencanaan desa dan kecamatan. Hemat saya ini akan sangat efektif, apalagi selama ini kami dan kawan-kawan YSI sudah memulai dengan pendampingan desa dalam menyusun RPJMDes, terangnya. Termasuk isu KIBBLA ini harus didorong dari desa, dan ini sudah saya mulai karena kan sejak awal dipilih oleh teman-teman Tim advokasi untuk menjadi sekretaris tim, kata husnul lagi.
Dari pengamatan selama mengikuti kegiatan HSP, Hasan cenderung pasif.
Kunci sukses dari penguatan isu KIBBLA ini adalah komunikasi yang efektif di antara berbagai stakeholders di Kab Malang. Bagaimana caranya bahwa KIBBLA ini menjadi kepentingan semua pihak, kata Hasan Abadi.
Catatan lain: menurut Dinkes STIKES tidak terlalu terkait dengan KIBBLA. STIKES hanya berurusan dengan tenaga keperawatan.
Saya tertarik sekali dengan riset atau survei tentang KIBBLA ini. Perguruan Tinggi yang saya pimpin sekarang ini kan sangat tepat kalau bisa dilibatkan dalam kegiatan ini, karena isu KIBBLA sehari-hari kita bicarakan dan kita kaji/pelajari, jelas mbak Wiwid. Terkait penyusunan perda KIBBLA, ia mengaku sempat terlibat dalam sosialisasi awal tetapi selanjutnya tidak lagi terlibat.
ketika ada yang K1-K4 maupun mendatangi rumahnya, jelas Bidan Desa Gondanglegi Kulon tersebut. Kalau Polindes selama ini pertahunnya kita ada anggaran dari Puskesmas sebesar 3 juta, tambahnya
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
29.
28.
Ahmad Wazir Wicaksono (K3)
Mochamad Ichsan (YSI)
Mainul Sofyan (Paramitra)
Nila Wardani (Rumpun)
26.
27.
Malang Budgeting Watch (Madewa).
NAMA (LEMBAGA)
25.
NO.
Sesepuh LSM Malang, Pendiri K3 Malang, Anggota Pengurus PP
Aktifis NU, Konsultan HSP
Aktifis HIV/AIDS
Aktifis YIS Surakarta
Konsorsium LSM peduli perencanaan dan anggaran daerah. Konsorsium ini dulu kelahirannya difasilitasi oleh LGSP karena ada program advokasi anggaran di Malang Raya
LATAR BELAKANG
PMII, YSI, K3, DPRD, PKB,
YSI, K3, PMII, PKB, PCNU Kab Malang, Dinkes, RSUD Kanjuruhan, Bapekab, Dinas Pendidikan, Bapemas, DPRD, Sekda
Hikmah Bafaqih, Bu Ari Wahyu Astuti, Dinkes, KPA Malang Raya, Hasan Abadi (Tim Advokasi KIBBLA), LPKP, Nila Wardani (Rumpun)
Madewa, YSI, K3, LPKP, Averroes, MCW.
YSI, Rumpun, K3, Pattiro, LPKP
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Memang gampang cari dokumen? pengalaman kami di Madewa dalam akses dokumen anggaran benar-benar
Catatan dari pihak lain: YSI merupakan LSM yang bekerja di Kabupaten Malang dan dinilai resisten dengan kehadiran lembaga lain di wilayahnya. Dekat dengan jaringan pejabat daerah di eksekutif maupun legislatif tetapi cenderung tidak kritis karena sebagian besar pegiatnya menjadi rekanan pemerintah.
Dikenal dekat dengan Kepala Bapekab, Kepala Dinas Kesehatan.
Sering dijadikan penghubung oleh Puskesmas untuk memantau/menangani kondisi kesehatan PSK
Cukup dikenal dikalangan tenaga kesehatan/puskesmas yg ada tempat prosititusinya.
Konsen di issue HIV/AIDS dengan melakukan pendampingan di kalangan PSK yg beroperasi di Malang Raya.
Aktivis perempuan yg sdh cukup lama dan dikenal luas dikalangan jejaring LSM local. Konsen di issue pemberdayaan perempuan pedesaan/komunitas
Catatan : aktivitasnya masih sebatas program yg diinisiasi donor
Pembentukannya difasilitasi oleh LGSP, mewadahi beberapa lembaga yg konsen dalam mendorong good governance
Aktivitas terakhir yang dilakukan adalan publikasi hasil analisis anggaran di RRI Malang. Setelah itu belum tampak ada kegiatan lagi.
Madewa ini dibentuk khusus untuk mengawal proses anggaran di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu). Meski diakui bahwa konsorsium ini tidak selalu utuh dalam perjalanannya.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
59
NAMA (LEMBAGA)
Zaenuri (Ketua Pattiro Malang)
Lutfi J Kurniawan (MCW)
NO.
60
30.
31.
Aktifis HMI Malang
Mantan Ketua IPNU
Lakpesdam NU, Ketua PW LP2NU Provinsi Jawa Timur
LATAR BELAKANG
Radar Malang, RRI Malang, Harian Surya.
YSI, Paramitra, K3, Rumpun, LPKP
PCNU, Madewa, Pattiro Malang
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Parahnya lagi, selama ini NGO telah terperangkap dalam jebakan proyek. Sehingga tidak pernah sustainable dalam melakukan advokasi. Logika proyek selalu dibatasi durasi waktu dan periodesasi. Seharusnya ada atau tidak ada donor, kegiatan advokasi dan pendampingan ke masyarakat terus jalan. Advokasi dilakukan bukan atas dasar program/proyek donor, melainkan harus atas dasar keterpanggilan dan kebutuhan masyarakat. Dokumen bisa diakses kalau ada political will dari pemerintah daerah dalam membuka seluas2nya dokumen anggaran atau kebijakan lainnya kepada publik. Nah,
Persoalan politik anggaran di Malang itu bukan terletak di tingkat analisis anggaran dan penelusuran serta advokasinya, melainkan pada tidak adanya tradisi transparansi baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Harus terus didorong agar pemerintah daerah memberikan akses terhadap masyarakat sipil dalam memperoleh informasi kebijakan. Perlu waktu panjang untuk melakukan penyadaran terhadap mereka. Disamping itu tingkat kesadaran masyarakat untuk terlibat dan peduli terhadap setiap proses dan tahapan perencanaan pembangunan juga masih rendah. Ada beberapa faktor, pertama karena ketidak tahuan mereka terhadap prosedur dan mekanisme keterlibatan, kedua, minimnya regulasi yang menjamin keterlibatan atau partisipasi mereka, ketiga masih terbatasnya aktor lokal yang terus mendorong dan memberikan penyadaran serta pendidikan tentang masalah2 penganggaran.
Sampai saat ini saya merasakan bahwa iklim transparansi di kab malang belum begitu kondusif terkait akses dokumen publik. Selama ini kita lebih konsen di Kota Malang, kata Zaenuri. Kami hanya sekali punya pengalaman berinteraksi dengan stakeholders eksekutif dan legislatif, terutama saat bersama madewa melakukan analisis anggaran sektor UMKM dengan LGSP, tambahnya.
sangat susah. Kerja keras tapi tetap saja kita hanya bisa akses dokumen APBD.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Sutiah (Direktur LPKP Jatim)
Siti Rahayu Solihah (Fatayat NU Kab Malang)
33.
NAMA (LEMBAGA)
32.
NO.
Ibu Rumah Tangga, Guru swasta, Aktifis NU, Alumni Sekolah Demokrasi Averroes)
Aktifis Perempuan
LATAR BELAKANG
PMII, Fatayat, Muslimat, DPRD, PCNU
Rumpun, Gapoktan, Perempuan Petani, Organisasi Buruh, FKMS, YPP, Pattiro, YSI, K3
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Terlibat dari awal dalam tim advokasi KIBBLA, aktifis jaringan perempuan NU
Kami di awal-awal memang terlibat dalam program KIBBLA HSP, tapi karena kesibukan dan program yang kami kerjakan, pada pertemuan berikutnya kami kurang mengikuti, kata Sutiah
Kiprah MCW dikenal luas oleh berbagai kalangan karena berbagai ekspos yang dilakukannya di media. Selain itu, MCW juga dikenal di masyarakat sebagai pendamping dalam proses-proses pengaduan masyarakat mengenai pelayanan publik. MCW telah mengembangkan beragam model pemantauan pelayanan publik berbasis masyarakat dan membangunan jaringan/zona anti korupsi di berbagai wilayah di Malang Raya.
Secara kelembagaan, MCW tdk bisa bekerjasama dengan WB, USAID dan donor yg dianggap “mendikte” dalam menjalankan programnya. Lembaga donor juga merupakan obyek yg harus dipantaunya.
Susahnya mengakses dokumen juga dialami oleh MCW, tapi selama ini MCW lebih mengutamakan kontak relasi personal baik dengan DPRD maupun eksekutif. MCW juga merekomendasikan agar tim Inisiatif juga menemui Mbak Ema (Hikmah Bafaqih) untuk mendiskusikan tentang dokumen dan problem politik anggaran. Mas Lutfi sangat respon terhadap tim inisiatif sehingga beliau minta kita untuk diskusi lagi lain waktu.
pekerjaan membangun budaya transparansi inilah yang harus terus disuarakan dan didorong agar antara masyarakat dan pemerintah bisa saling terjadi sinergi.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
61
62
Prioritas kepada isu ekonomi. Isu kesehatan khususnya KIBBLA belum menjadi perhatian utamanya.
Hasil riset bisa bermanfaat bagi perbaikan pembangunan Kab Malang . Terciptanya warga Kab Malang yang sehat (normatif)
Terciptanya warga Kab Malang yang sehat (normatif)
Meningkatnya alokasi anggaran kesehatan.
Terhadap isu KIBBLA ia merasa tidak punya kepentingan langsung.
Terhadap isu KIBBLA tidak punya kepentingan langsung.
Meningkatnya alokasi anggaran untuk mendukung program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Wakil Bupati Malang (Drs. H. Rendra Kresna, BcKU, SH, MM, MPM )
Sekretaris Daerah (Drs. H. Abdul Malik)
Dr. Agus Wahyu Arifin, MARS (Kepala Dinas Kesehatan)
Kepala Bapekab (Dr. H. Nehruddin, SE, MM)
Kepala DPPKA (Willem)
Dra. E. Kamti A. (Kepala KP3A)
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
Bupati (Sudjud Pribadi)
STAKEHOLDERS NAMA (LEMBAGA)
KP3A mempunyai jaringan di setiap kecamatan yang bisa dioptimalkan untuk sosialisasi kebijakan KIBBLA.
Sebagai Kepala DPPKA dan anggota tim anggaran eksekutif memiliki kekuatan untuk mengarahkan prioritas anggaran untuk mendukung KIBBLA.
Sebagai Kepala Bappeda dan anggota tim anggaran eksekutif memiliki kekuatan untuk mengarahkan proses perencanaan pembangunan yang partisipatif dan mendukung KIBBLA menjadi kebijakan/program prioritas.
Sebagai kepala dinas mempunya kekuatan yang besar dalam menentukan priortas kebijakan dan program pembangunan kesehatan tetapi tidak terlibat dalam menentukan alokasi anggaran.
Sebagai ketua tim anggaran pemerintah daerah memiliki kekuatan yang cukup besar dalam menentukan prioritas kebijakan dan anggaran daerah.
Jabatan wakil bupati sangat strategis dalam merubah kebijakan ke internal pemerintahan (Pemda).
Sebagai Bupati memiliki kekuatan politik yang sangat besar dalam menentukan prioritas kebijakan dan anggaran daerah.
KEKUATANNYA (POWER)
5
2
5
10
4
2
3
BOBOT (INTEREST)
TABEL KEPENTINGAN DAN KEKUATAN STAKEHOLDERS KABUPATEN MALANG
4
9
7
6
8
7
10
KEKUATANNYA (POWER)
lampiran ...
Secara normatif mengawal aspirasi masyarakat agar diakomodasi dalam rencana kerja dan anggaran SKPD.
Meningkatkan sarana dan prasarana dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat.
Terciptanya layanan berkualitas atau prima di puskesmas, alkes memadai, SDM bagus, anggaran meningkat.
Terciptanya layanan berkualitas atau
Komisi D DPRD
RSUD
Puskesmas
Bidan Desa (Polindes)
-
Sebagai unit pelayanan kesehatan pemerintah memiliki pengaruh pada jaringan unit pelayanan di tingkat desa.
Sebagai lembaga badan layanan umum memiliki kewenangan mengelola kebijakan dan anggaran sendiri sesuai dengan prioritasnya.
Sebagai lembaga politik, komisi dapat mendesak SKPD untuk memprioritaskan kegiatan dan anggaran. Terkait dengan isu KIBBLA akan sangat tergantung pada kapasitas individu anggota komisi.
Pangar sangat powerful dalam menentukan proritas alokasi anggaran. Sebagai lembaga politik, pangar seringkali mengalahkan hasil perencanaan teknokratis dan partisipatif.
Secara kelembagaan mengawal pengalokasian anggaran agar sesuai prioritas daerah (normatif) tetapi secara informal (individual) berkepentingan adanya aliran anggaran untuk konstituennya (politis).
Pangar DPRD
Sebagai tim penyeleksi penerima dana kemitraan, dapat memasukan kriteria KIBBLA sebagai acuan penialaian. Mempunyai sejumlah alokasi anggaran yang potensial direalokasi untuk KIBBLA.
Menganggap ada kaitan dengan KIBBLA tapi secara tidak langsung.
Dinas PU Ciptakarya
BKB mempunyai kader-kader penyuluh lapangan yang terlatih dan pengalaman yang bisa dioptimalkan dalam sosialiasi kebijakan KIBBLA.
KEKUATANNYA (POWER)
Bagian Kesejahteraan Sosial
Alokasi anggaran meningkat untuk bisa meningkatkan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dalam urusan KB. Terkait isu KIBBLA, KB berkepentingan untuk terlibat dalam penyuluhan 3 Terlalu dan 3 Terlambat kepada masyarakat.
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
Dr. Muhammad Fauzi, M.Si (Kepala Badan KB)
STAKEHOLDERS NAMA (LEMBAGA)
8
8
6
5
3
2
4
6
BOBOT (INTEREST)
1
4
5
7
10
3
3
5
KEKUATANNYA (POWER)
...lampiran
63
64
CSO Gender
Terlibat dalam proses-proses perencanaan dan penganggaran.
CSO Anggaran
Mengadvokasi isu-isu perempuan ke dalam kebijakan daerah.
Akses terhadap dokumen anggaran.
Terciptanya good governance, tranparansi dan akuntabilitas di Kab Malang, menjaga relasi dengan para pejabat pemda.
Terciptanya good governance, tranparansi dan akuntabilitas di Kab Malang dan terwujudnya pelayanan publik yang mudah diakses dan berkualitas.
Yayasan Satu Indonesia
Lutfi J Kurniawan (MCW)
Meningkatkan alokasi anggaran PKK.
Peningkatan kapasitas, SDM dan kompetensi Bidan, ada beasiswa pendidikan bagi bidan (D3 dan D4).
Bidan St Kusniah (Ketua IBI) Kab Malang
PKK
Mendorong implementasi Perda KIBBLA dan meningkatnya alokasi anggaran KIBBLA (normatif)
prima di puskesmas, alkes memadai, SDM bagus, anggaran meningkat.
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
Tim Advokasi KIBBLA
STAKEHOLDERS NAMA (LEMBAGA)
-
Terdapat koalisi CSO untuk advokasi anggaran tetapi secara internal banyak menghadapi kendala.
Jaringan NU kuat, relasi ke eksekutif dan legislatif kuat, akseptabilitas kuat.
Memiliki loyalitas yang tinggi terhadap gagasan perubahan, jaringan media dan aktvis lokal yang luas dan independen.
Secara kelembagaan memiliki jaringan dari tingkat desa hingga kabupaten.
Sebagai kumpulan istri para pejabat, secara informal bisa mempengaruhi pasangannya.
IBI punya otoritas dan kewenangan dalam membuat izin praktek Bidan. Secara politik kurang berpengaruh.
Paska program HSP tidak ada sumberdaya untuk melakukan aktivitas pengawalan perda KIBBLA. Beberapa anggota DPRD yang aktif tidak terpilih lagi. Anggota dari kalangan CSO tidak aktif melakukan pengawalan.
KEKUATANNYA (POWER)
6
4
4
7
6
5
6
BOBOT (INTEREST)
1
2
4
4
4
1
2
KEKUATANNYA (POWER)
lampiran ...
CSO Community Development
STAKEHOLDERS NAMA (LEMBAGA)
Scalling up keberhasilan pendampingan komunitas.
KEPENTINGANNYA (INTEREST) Punya basis di tingkat komunitas.
KEKUATANNYA (POWER) 4
BOBOT (INTEREST)
1
KEKUATANNYA (POWER)
...lampiran
65
66
Dade Angga (Bupati)
Drs. H. Eddy Paripurna (Wakil Bupati)
2.
NAMA (LEMBAGA)
1.
NO.
Wakil Ketua DPRD Kab Pasuruan dari FPDIP hasil Pemilu 2004 ini sebelumnya malang melintang di dunia usaha (private sector). Pada Mei 2008 dilamar oleh DR H. Dade Angga, SH, MM (mantan Bupati Pasuruan 1998-2003 dari militer yang sempat kalah beberakali dalam mengikuti kompetisi mencalonkan diri kembali pada pilkada Kab. Pasuruan (2003), Malang (Juni 2005) dan Majalengka Jawa Barat) untuk mendampingi Pilkada Langsung di Pasuruan Mei 2008 setahun lalu. Pasangan Dade-Eddy ini akhirnya keluar sebagai pemenang Pilkada 2008 Kab Pasuruan dan dilantik menjadi Bupati-Wakil Bupati periode 2008-2013.
Pensiunan militer berasal dari Jawa Barat, pernah menjadi Bupati Pasuruan sebelumnya. Menjadi Bupati diusung oleh koalisi PDI-P dan beberapa partai kecil lain bersaing dengan calon dari PKB yang pecah suaranya.
LATAR BELAKANG
Eddy Paripurna dekat dengan semua kalangan, termasuk kalangan Nahdliyin Pasuruan (ormas Islam yang dianut oleh hampir semua warga Pasuruan). Eddy juga merupakan sosok low profile. Meski kursi PDIP pada pemilu (Pileg) April 2009 hanya mendapat 6 kursi, masih kalah dengan PKB, Demokrat dan Golkar, namun kultur Eddy yang juga Nahdliyin tidak menutup kemungkinan untuk running menjadi Bupati di periode mendatang.
Selain dengan partai politik pengusungnya, belum teridentifikasi afiliasi dengan stakholders lain. Di kalangan pejabat daerah, Bupati dikenal dekat dengan Kepala Bapeda (Bambang Abimanyu).
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Ketika Pak Eddy Paripurna menerima kedatangan Tim Inisiatif pada akhir April lalu, beliau sangat welcome dan mendukung terhadap kegiatan riset yang dilakukan Inisiatif soal Perencanaan Penganggaran dan KIBBLA. “Saya pada prinsipnya menyambut baik dan sangat mendukung kegiatan yang dilakukan teman-teman Inisiatif terkait KIBBLA ini”, kata Pak Eddy waktu itu. Yang terpenting kegiatan ini bermanfaat dan bisa menjadi pembelajaran bagi warga kami di Pasuruan, tambahnya. Kalau salah satu kegiatan tersebut adalah melakukan wawancara dengan beberapa SKPD terkait dengan Reiview Perencanaan dan Penganggaran Daerah dan Situasi KIBBLA, kalau perlu nanti pakai surat pengantar yang saya tandatangani, begitu kata pak Eddy Paripurna selanjutnya. Namun setelah surat pengantar kita buat dan diantar ke Rumah Dinas beliau, ternyata sampai sekarang surat tersebut tidak pernah ditandatangani.
Dikenal sangat tertutup, sulit ditemui, dan tidak suka dikritik. Saat ini sedang diperkarakan oleh kejaksaan tinggi karena kasus korupsi Kas Daerah sekitar 74 miliar ketika dia menjabat Bupati dulu.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
TABEL DAFTAR STAKEHOLDERS KIBBLA KABUPATEN PASURUAN
lampiran ...
NAMA (LEMBAGA)
Agus Sutiadji, SH., M.Si. (Sekretaris Daerah baru)
Dr. Nanang Hari Pramuraharjo, M.Si (Kepala Dinas Kesehatan)
NO.
3.
4.
Beliau seorang birokrat karir di Dinkes Pasuruan
Menjadi sekda sejak 1 Mei 2009 lalu. Merupakan pejabat karir dan berasal dari keluarga besar NU. Sebelumnya menjabat Asisten III (Admintrasi Umum) dan Kepada Dinas Pendapatan.
LATAR BELAKANG
Dr. Nanang juga sangat terbuka, supel dan familiar dengan CSO lokal yang konsen pada isu-isu kesehatan seperti LPKNU, Muslimat, Fatayat dan Tim Pokja KIBBLA. Bahkan beliau juga hadir ketika diundang pada acara Lokakarya DTPS HSP di The Sun Hotel pada Februari lalu sekaligus ketemu dengan Tim Riset KIBBLA Inisiatif waktu itu.
Dekat dengan kalangan sesepuh NU di Pasuruan.
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Silakan kalau teman-teman LSM atau unsur masyarakat lainnya mau terlibat memberi masukan dan mengawal Perda KIBBLA sekaligus peraturan pelaksanaannya. Ada tiga rancangan Perbub yang akan kita buat terkait amanat Perda KIBBLA tersebut, yaitu .Kami merasa senang bisa dibantu untuk bersama-sama memikirkan masalah kesehatan, sehingga kami tidak berjalan sendiri, kata dr Nanang waktu bertemu dengan Tim Inisiatif. Bahkan saya lebih senang lagi kalau kegiatan teman-teman Inisiatif ini bisa berdampak pada peningkatan alokasi anggaran sektor kesehatan, khususnya KIBBLA. Karena anggaran KIBBLA tahun ini itu sebenarnya bukan tambahan, tapi justru merealokasi atau mengambil anggaran dari program/kegiatan lainnya yang juga penting di Dinas kesehatan, tambahnya. Kami berharap hasil analisis temanteman ini bisa menjadi pendorong bagi SKPD-SKPD lainnya untuk konsen dan komitmen pada KIBBLA. Masalah KIBBLA ini bisa menjadi mainstream bersama. Karena urusan KIBBLA bukan semata menjadi monopoli atau tupoksi Dinas Kesehatan saja. Urusan KIBBLA juga bisa menjadi tugas PU (infrastruktur seperti air bersih, jalan dan jembatan), kantor
Saingannya dalam perebutan kursi Sekda adalah Bambang Abimanyu (Kepala Bapeda) dan Nanang Hari Pramuraharjo (Kepala Dinkes). Sekda sebelumnya (Mahmud Rief) berhenti karena pensiun pada 1 Mei 2009.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
67
NAMA (LEMBAGA)
Agus Eko Iswahyudi, SKM, M.Si (Kabid Perencanaan dan Anggaran)
dr. Lastri (Kabid Yankes)
Bambang Abimanyu (Kepala Bapeda)
Drs. Syaifuddin, M.Si (Sekretaris Bappeda)
Hari (Kabid Sosbud)
Bambang Sutejo (Kasubbid Pendidikan, Pemerintahan dan Kesehatan)
NO.
5.
68
6.
7.
8.
9.
10.
Birokrat dan PNS
Birokrat dan PNS
Birokrat dan PNS
Birokrat/PNS, mantan Kepala Dinas PU Cipta Karya berasal dari kalangan priyai jawa.
Birokrat/PNS di Dinkes
Birokrat atau PNS Dinkes, aktif sebagai salah satu Tim Pokja Advokasi KIBBLA
LATAR BELAKANG
Bupati, Cipta Karya, Sekda, DPRD, SKPD-SKPD
Dr Lastri juga sangat dekat dengan kalangan Stakeholder kesehatan seperti LPKNU dan Pokja KIBBLA. Apalagi puskesmas, Polindes, Poskesdes, Bidan Desa, RB/RSB yang secara tupoksi berada di bawah tanggungjawab dia.
Mas Agus Eko ini sebelumnya juga terlibat dalam program HSP dan menjadi tim Pokja KIBBLA. Dia juga dikenal dengan kalangan CSO
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Saya akan berikan dokumen anggaran yang anda minta. Ini dokumen publik, kami terbuka aja. Kalau perlu, mau ketemu atasan saya akan saya antar.
Saya mengakui proses perencanaan pembangunan di Kab Pasuruan belum berjalan efektif. Kami masih perlu banyak belajar mengelola mujsrenbang yang baik.
Saya akan berikan dokumen-dokumen anggaran yang anda perlukan dalam riset
Bambang Abimanyu dikenal sebagai pejabat yang cerdas dan cerdik. Merupakan salah satu calon terkuat Sekda Pasuruan.
Silakan saja minta dokumen ke staf saya kalau memerlukan data-data layanan kesehatan.
Saya akan fasilitasi kegiatan KIBBLA jilid II ini. Apalagi kalau mau ketemu dengan puskesmas atau bidan desa. Dokumendokumen anggaran yang dibutuhkan dalam riset kami akan bantu.
KB dan PP, Dinas Pendidikan, Disnakertrans, Bapemas dan sebagainya. Apalagi RSUD, tegas dr. Nanang
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Dr. Hj. Ani Latifah (Kepala Puskesmas Pandaan)
Dr. Pantja Kentjana (Ka.Puskesmas Sukorejo), dr. Inkud Muawanah, Bidan Nuryati
12.
NAMA (LEMBAGA)
11.
NO.
Mantan Kepala Puskesmas Kec Prigen
Mantan Kepala Puskesmas Gempol, sebagai pengelola KBIH, bidan di Pustu Durensewu.
LATAR BELAKANG
Kepala Desa, Tim Kessa (TKD), bidan desa dan pustu
Aktif membangun relasi dan dekat dengan pak Camat, para kepala Desa, bidan desa, kader Posyandu , PKK dan Pustu
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Puskesmas Sukorejo memiliki 24 Bidan Desa. Kecamatan Sukorejo memiliki 20 Desa dan 4 bidan ada di Puskesmas. Dari 24 bidan desa tersebut yang telah lulus AKBID ada sekitar 11 orang. Untuk untuk kunjungan Bumil, target K1 sudah bisa
Dr Ani juga membangun relasi yang sinergis dengan camat Pandaan, khususnya untuk mendukung kegiatankegiatan puskesmas di tingkat masyarakat. Melalui camat dan ibu PKK, dr. Ani meminta para kepala desa untuk menggalakkan posyandu, Pustu dan pelayanan prima Bidan Desa untuk masyarakat. Pihak swasta seperti Unilever Indonesia pernah mensupport program pelayanan prima dan posyandu tersebut. Kemudian proses perencanaan puskesmas selama ini selalu diintegrasikan dengan kegiatan Musrenbangcam, dan usulan kegiatan puskesmas selalu kita kawal sampai ke tingkat Forum SKPD dan Musrenbangkab, tegas dr. Ani.
Dr. Ani membuat peraturan bahwa semua bidan desa itu merupakan kepanjangan tangan puskesmas, sehingga bidan harus melakukan pelayanan prima terhadap masyarakat, baik membantu program promkes maupun pelayanan KIA. Selain itu prestasi yang paling membanggakan adalah menjadikan puskesmas sebagai pelayanan prima. Dan mendapat ISO 2008.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
69
NAMA (LEMBAGA)
Ibu Zaenab Muzammil (Ketua Muslimat NU)
Drg. Rusdianto (LPKNU)
Zainul Faizin (PCNU Bangil)
Nakha’i (Kades Kalisat Kec Rembang )
Sugeng Santoso (Kepala Desa Duren Sewu), Abdul Majid (Sekdes)
NO.
13.
70
14.
15.
16.
17.
Kader PDIP yang jadi Kepala Desa
Orang Madura satu ini sangat kritis dan berani. Oleh karena itu dia dipercaya temantemanya sesama Kades untuk menjadi Ketua Paguyuban Kades Kec Rembang
Aktifis Muda NU, Mantan Sekum PMII Pasuruan, Mantan Ketua Lakpesdam Nu Bangil
Dokter Gigi di RSUD Purut Kota Pasuruan, Aktifis NU
Istri Mantan Wabup Muzammil, Ketua Yayasan Rumah Sakit Bersalin St Khadijah Muslimat NU Kab Pasuruan
LATAR BELAKANG
Puskesmas, PKK, Posyandu, Pustu, Sekdes (Abdul Majid), Parade Nusantara, FKPD (Forum Komunikasi Perangkat Desa)
Pak Nakhai punya jaringan nasional “Parade Nusantara” sebuah paguyuban para Kepala Desa se Indonesia, di samping itu dia juga aktif di NU
PCNU Bangil, MP4, Lakpesdam, Stapa Center, PMII, Pondok Pesantren, DPRD (Komisi C, D dan B)
PCNU Kab Pasuruan, Muslimat, Fatayat, RSUD, RSB Muslimat NU, DPRD (Komisi D), Sekda, dan Dinkes.
PCNU Kab Pasuruan, PC Muslimat, PC Fatayat, LPKNU, RSB Muslimat NU, DPRD
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Kepala Desa Sugeng Santoso telah mengelola beberapa aset desa untuk meningkatkan pendapatan APBDes nya. Salah satu aset desa yang dikelola adalah tanah bengkok. Beberapa tanah bengkoknya disulap menjadi usaha desa
Pak Camat jangan mau menang sendiri, kami dari paguyuban Kades harus dilibatkan dalam pembagian anggaran. Apalagi ADD kami selama ini sangat minim.
Saya juga heran terkadang jaringan kita di DPRD itu bukan membantu tapi justru mempersulit. Pengalaman saya dulu akses dokumen anggaran dengan mengandalkan jaringan di DPRD tidak sepenuhnya bisa berhasil.
Dengan jaringan yang kita miliki di NU,Muslimat dan Fatayat serta DPRD, saya optimis dengan survey ini akan berhasil.
Muslimat ingin terlibat dalam kegiatan KIBBLA ini, dengan anggota yang kami miliki kami bisa memberikan akses sampai ke tingat Desa. Kami juga punya unit layanan KIBBLA di RSB St Khadijah.
dicapai, namun kita ada kelemahan di K4 nya yang masih sangat minim, perlu sosialisasi dan penyuluhan lagi lebih serius agar kesadaran ibu hamil semakin tinggi dalam memeriksakan secara rutin kandungannya
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
NAMA (LEMBAGA)
Dra. Hj. Ning Aida Fitriati
M. Sudino Fauzan, S.Ag
NO.
18.
19.
Mantan Ketua PC PMII Pasuruan, Aktifis Muda NU, Lakpesdam NU Bangil
Aktifis PMII Jombang, IPPNU, Salah satu Ketua Muslimat NU Kab Pasuruan, anggota DPRD dan Komisi D
LATAR BELAKANG
PMII, Lakpesdam Bangil, PCNU Bangil dan Pasuruan, PKB, Fraksi PKB DPRD, Komisi B, MP4, FPKD, Dinas Pertanian, Dinas Pasar, Dinas Koperasi dan UKM
LPKNU, Fatayat, Muslimat, PMII, PKB, PCNU Kab Pasuruan, PCNU Bangil, RSB St Khadijah, Bupati, Wakil Bupati, DPRD, Pondok Pesantren, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Bapemas, RSUD Bangil
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Kelemahan mendasar birokrasi kita adalah tidak adanya pikiran untuk maju dan visioner dalam bekerja membangun kabupaten Pasuruan. Ada sich sebenarnya pejabat eksekutif seperti di bapeda yang lumayan bagus, tapi jumlahnya tidak terlalu signifikan untuk
Catatan lain: ia terpilih lagi dalam pileg 2009. Di kalangan PKB diwacanakan untuk jadi Ketua DPRD.
Ning Fitri akhirnya menyanggupi untuk memberikan RKA SKPD Dinas Pendidikan dan PPKS 2007-2009 serta APBD 2008. Pak Eddy juga telah meminta saya agar dokumen anggaran di DPRD bisa diberikan ke Inisiatif, kata Ning Fitri.
Kades juga menggalakkan kreatifitas warganya untuk mengelola sampahnya menjadi pupuk organik sejak tahun 2006.
(BUMDes) seperti Kolam Renang dengan penghasilan 30 juta per bulan. Selain itu Kades juga mengelola tanah bengkok tersebut untuk tambak udang dan ikan dengan menjalin kerjasama dengan pemilik modal dengan sistem bagi hasil. Inovasi lainnya adalah Rumah Makan Mangking dan SMP Karya Bhakti. Hasil dari semua pengelolaan aset tersebut selain untuk pemasukan desa juga untuk membantu warganya yang sedang sakit atau kesusahan membiayai sekolah anaknya. Kita berikan beasiswa bagi murid SD kelas VI dan siswa SMP untuk biaya UN.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
71
NO.
NAMA (LEMBAGA)
LATAR BELAKANG
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
72 Mengenai dokumen anggaran, saya akan coba mendapatkannya, terutama yang selama ini menjadi mitra Komisi B dan teman saya pak Agus Pria Sanjata yang kebetulan selain Panggar juga di komisi C (PU Cipta karya). Untuk sektor pendidikan, kesehatan dan masalah kesra lainnya bisa komunikasi dengan komisi D saja. Saya yakin sebenarnya dokumen anggaran itu semua ada di DPRD terutama di Komisi-Komisi.
bisa berbuat sesuatu untuk pasuruan, kata Sudiono Fauzan. Disini peran DPRD sebenarnya sangat dibutuhkan untuk terus mengkritisi pola dan kebiasaan birokrasi yang malas dan tidak mau berpikir kreatif dan inovatif. Tapi parahnya di DPRD pun jarang sekali yang mau berbuat kritis dan berpikiran progresif. Contoh saja di FPKB dari 25 orang anggota mungkin tidak lebih dari 10 orang yang bisa diajak untuk diskusi dan maju. Mereka rata-rata tidak punya keahlian dan keterampilan sebagai konseptor, bahkan banyak yang tidak mau tahu atau tidak tahu apa-apa. Seperti jarang masuk kantor, jarang terlibat di pamus atau sidang-sidang komisi, paripurna dan sebagainya. Terus terang saya pesimis dengan anggota DPRD yang baru ini, apalagi mereka dihasilkan suatu proses pemilu yang sangat buruk seperti ini, ungkap Sudiono Fauzan. Kecuali mereka mau belajar dan terus belajar, tambahnya.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Gus Ridwan Cholil
Jauharul Luthfi
Syafi’udin
Bu Lilik (Tim Pokja KIBBLA)
21.
22.
23.
NAMA (LEMBAGA)
20.
NO.
Muslimat NU
Ketua PC PMII Pasuruan periode 2008-2009
Mantan Ketua PC PMII Pasuruan, Aktifis MP4, Stapa Center, FORKAB
Pendiri PMII Pasuruan, Aktifis PMII IAIN Sunan Ampel Surabaya. Aktifis pendidikan dan Pengasuh sekaligus Kepala Madrasah di Kec Lekok Pasuruan
LATAR BELAKANG
LPKNU, RSB St Khadijah, Pokja KIBBLA
PCNU Pasuruan, Lakpesdam, STAIPANA, UNMER, IKIP, Univ Yudarta, GMNI, HMI, DPRD
FPKD, Lakpesdam Bangil, PCNU Bangil, PCNU Kab Pasuruan, STAIPANA, UNMER, IKIP dan STAIS Salahuddin, JTV, Radar Bromo, Harian Bangsa, DPRD, Bappeda
Pondok Pesantren, DPRD Komisi D, FPKB, LPKNU, Muslimat, Fatayat, Ansor, Pokja KIBBLA, PMII, Lakpesdam NU Pasuruan, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Bapemas, RSUD Bangil
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Kami akan memperkuat anggota kami dan teman-teman gerakan mahasiswa Pasuruan untuk lebih konsen pada isuisu transparansi, termasuk masalah anggaran publik.
Kalau cara formal tidak bisa maka perlu cara informal. Relasi yang kita bangun benar-benar harus secara informal. Misalnya saya saat ini punya teman di bapeda yang mungkin bisa bantu akses dokumen.
Kalau dari sekian banyak kegiatan terpaksa tidak bisa terlaksana semua maka jangan meninggalkan atau tidak melaksanakan sama sekali, lebih baik tetap dilaksanakan beberapa kegiatan. Jadi 3 kegiatan lainnya harus tetap dilaksanakan, sambil menunggu 2 kegiatan lainnya. Kalau saya secara pribadi ga ada persoalan, tapi sebagai warga pasuruan kami merasa kegiatan2 tersebut akan terasa manfaatnya. Pengaruhnya di pangar cukup kuat. Dalam pileg 2009 memutuskan tidak ikut kompetisi dalam akan lebih konsen mengurus lembaga madrasahnya.
Catatan lain: dalam pileg 2009 ikut kompetisi namun tidak terpilih kembali menjadi anggota DPRD.
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
...lampiran
73
74
MP4 (Masyarakat Pasuruan Pemantau Pelayanan Publik)
Dr. Mochtar (Kepala Puskesmas Rembang)
28.
31.
Win Heru (KPA Pasuruan)
27.
Forum Komunikasi Perangkas Desa Kab Pasuruan (FKPD)
Maulana Sholehudin (LPBHNU)
26.
30.
Sholihin (GMNI)
25.
H. Sobirin (Kades Rembang), M. Sudiyono (Kades Genengwaru), Bela Rosul (Kades Siar)----Paguyuban Kepala Desa Kab Pasuruan
Anas Muslimin (wartawan JTV)
24.
29.
NAMA (LEMBAGA)
NO.
Jaringan NU
Jaringan para perangkat Desa
Warga NU
PNS/Dokter
Pernah membantu program HSP sebagai admin
Aktifis NU
Aktifis Mahasiswa
Aktifis pers. Aktifis PMII IAIN Surabaya, IJTI
LATAR BELAKANG
Lakpesdam, PMII, GMNI, HMI, Forkab
Kepala desa, camat,
Camat, Paguyuban Kepala Desa
Camat, Kepala Desa
Paramitra, Sadar Hati, Sambang Diri, LPKNU, Pokja KIBBLA, Dinkes, MP4, FORKAB
Lakpesdam, PCNU
PMII, HMI, Forkab
MP4, Radar Bromo, Harian Bangsa, PMII, Lakpesdam NU
AFILIASI/KEDEKATAN DENGAN STAKEHOLDERS LAIN
Tahun 2006-2007 MP4 sudah memulai melakukan advokasi anggaran, mendorong transparansi dan akuntabiltas pengelolaan keuangan daerah: dengan satu kata LAWAN KORUPSI!!!
Kalau ada kegiatan atau publikasi hasil riset nanti saya diberitahu, biar nanti saya liput di JTV
CATATAN PENTING (REPUTASI SELAMA INI, STATEMENT/IDE MENARIK, DLL)
lampiran ...
Konsen paling utama saat ini adalah terlepas dari jerat hukum bagaimana pun caranya.
Yang paling utama adalah kepentingan politik untuk bisa menggantikan Bupati yang sedang diadili karena kasus korupsi. Sebagai sekda baru akan berusaha menunjukkan prestasi dan lepas dari bayang-bayang sekda lama. Kepentingannya terhadap isu KIBBLA belum kelihatan. Meningkatnya alokasi anggaran Dinas Kesehatan, Anggaran KIBBLA tidak saja menjadi tanggungjawab Dinkes, tapi juga SKPD lain. Kepentingan politiknya untuk menjadi sekda kandas. Terkait dengan isu KIBBLA merasa tidak berkepentingan langsung. Proses perencanaan lebih sebagai kompilasi usulan kegiatan. -
Drs. H. Eddy Paripurna (Wakil Bupati)
Sekretaris Daerah
Dr. Nanang Hari Pramuraharjo, M.Si (Kepala Dinas Kesehatan)
Bappeda
DPKD
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
Bupati
STAKEHOLDERS (NAMA/LEMBAGA)
Secara normatif, memiliki peran besar dalam merumuskan prioritas kebijakan dan anggaran. Namun potensi ini belum dioptimalkan.
Secara normatif, memiliki peran besar dalam merumuskan prioritas kebijakan dan anggaran. Namun potensi ini belum dioptimalkan.
Kepala Dinas punya otoritas yang kuat di internal kesehatan.
Sebagai orang nomor satu di kalangan birokrat pemda punya pengaruh politik yang kuat terutama dalam menentukan prioritas kebijakan dan anggaran.
Dominasi Bupati sangat kuat. Tidak punya pengaruh yang efektif kepada pejabat-pejabat SKPD.
Kekuatan politik untuk menentukan prioritas kebijakan dan anggaran. Sayangnya, kekuatannya itu saat ini kurang efektif karena terjerat kasus dan lebih cenderung menggunakan kekuasaannya itu untuk mengamankan dirinya sendiri.
KEKUATANNYA (POWER)
1
3
10
4
1
1
BOBOT INTEREST
TABEL KEPENTINGAN DAN KEKUATAN STAKEHOLDERS KABUPATEN PASURUAN
8
8
7
9
5
10
BOBOT POWER
...lampiran
75
76 Meningkatnya alokasi anggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
RSUD
Tim Advokasi KIBBLA
Dilibatkan dalam program riset dan advokasi KIBBLA.
Adanya alokasi anggaran yang dialokasikan untuk kepentingan jama’ah NU baik untuk pendidikan, kesehatan maupun lembaga-lembaga NU.
Mendapatkan berita aktual dan menarik.
Media massa lokal
Ormas NU (Muslimat, Fatayat, PCNU)
Tersedianya bidan dan sarana pelayanan yang memadai.
Polindes
Meningkatnya alokasi anggaran Puskesmas.
Secara politik ada kepentingan untuk menjadi Ketua DPRD. Terkait KIBBLA kepentingannya adalah bagaimana perda KIBBLA bisa diimplentasikan oleh pemda.
Komisi D
Puskesmas
Anggaran dirumuskan berdasarkan prioritas kebutuhan bukan dibagi rata ke setiap dinas.
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
Pangar
STAKEHOLDERS (NAMA/LEMBAGA)
Ada satu anggota dari DPRD yang potensial melakukan perubahan di daerah (Aida Fitriati).
Sebagai ormas terbesar di Pasuruan yang mayoritas penduduknya merupakan jama’ah NU. Memiliki keterwakilan yang dominan baik di legislatif maupun eksekutif. Namun seringkali terjadi friksi di internal yang menghambat kemajuannya.
Berperan besar dalam pembentukan opini publik.
Berada dibawah subordinat puskesmas dan desa.
Berada dibawah subordinat Dinas Kesehatan.
Fokus pada pemberian pelayanan kesehatan.
Selain sebagai anggota DPRD ia juga tokoh yang dihormati di kalangan NU. Jaringan Muslimat dan Fatayat ada dalam pengaruhnya.
Sebagai anggota pangar ia tidak lagi aktif di DPRD karena tidak mencalonkan lagi. Namun sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama punya kekuatan yang riil di tingkat basis/komunitas NU.
KEKUATANNYA (POWER)
3
7
4
8
8
7
9
5
BOBOT INTEREST
5
8
7
2
3
3
8
6
BOBOT POWER
lampiran ...
Terciptanya pelayanan publik yang berkualitas dan mudah diakses.
Terlibat dalam upaya-upaya mendorong pemerintahan yang baik dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Masyarakat Pasuruan sehat, Terciptanya pemerintahan yang bersih, akuntabel dan bebas korupsi
Umumnya konsen dalam isu HIV-AIDS.
Umunya konsen dalam pemantauan kasus-kasus korupsi.
MP4 (Masyarakat Pasuruan Pemantau Pelayanan Publik)
Gerakan Mahasiswa
Lakpesdam NU Bangil
LSM Kesehatan
LSM Governance
KEPENTINGANNYA (INTEREST)
STAKEHOLDERS (NAMA/LEMBAGA)
Memliki jaringan yang kuat dengan media massa dan partai politik.
Umumnya telah lama bergiat di isu kesehatan (khususnya HIV-AIDS), memiliki jaringan khusus dengan dinas kesehatan, dan kelompok-kelompok masyarakat marjinal.
Memiliki jaringan luas di kalangan ormas NU dan CSO lokal lainnya. Para aktivisnya masih memiliki idealisme, semangat belajar, dan voluntarisme yang tinggi.
Masih memiliki idealisme, semangat belajar, dan voluntarisme yang tinggi.
Memiliki loyalitas pada gagasan, independen, dan semangat juang serta voluntarisme yang tinggi.
KEKUATANNYA (POWER)
4
4
2
7
6
4
5
6
BOBOT POWER
6
7
BOBOT INTEREST
...lampiran
77
lampiran ...
78