kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
PROGRAM KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK (KIBBLA)
Disusun oleh Perkumpulan Inisiatif Bandung bekerja sama dengan The Asia Foundation Bandung 2009
daftar isi
RINGKASAN EKSEKUTIF ~ 5
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ~ 13 1.2 Tujuan ~ 15 1.3 Manfaat ~ 16 2. METODOLOGI 2.1 Lingkup Analisis ~ 17 2.2 Pengumpulan Data ~ 17 2.3 Pengukuran ~ 18 2.4 Analisis Data ~ 19 3. KONDISI UMUM KIBBLA 3.1 Pencapaian Kinerja KIBBLA ~ 21 3.2 Gambaran Singkat DTPS ~ 22 4. TEMUAN DAN ANALISIS 4.1 Proses Perencanaan, Penganggaran, dan Kegiatan KIBBLA ~ 31 4.2. Kegiatan KIBBLA di Sektor Lain ~ 37 4.3 Efektifitas DIsain Kegiatan KIBBLA ~ 8 4.4 Kondisi Umum Anggaran ~ 42 4.4.1 Pendapatan Daerah ~ 42 4.4.1.1 Pendapatan Asli Daerah ~ 43 4.4.1.2 Dana Perimbangan ~ 45 4.4.1.3 Pendapatan Daerah Lainnya yang Sah ~ 47 4.4.2 Belanja Daerah ~ 48 4.4.2.1 Gambaran Umum Alokasi Belanja Daerah ~ 50 4.4.2.2 Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung ~ 52 4.4.2.3 Belanja Daerah Langsung Menurut Jenis Belanja ~ 53 4.4.2.4 Prioritas Belanja Urusan ~ 55 4.5 Anggaran Kesehatan ~ 57 4.5.1 Pendapatan Kesehatan ~ 57 4.5.2 Belanja Kesehatan ~ 60 4.5.3 Besaran Per Kapita ~ 61 4.5.4 Belanja Kesehatan Tidak Langsung dan Langsung ~ 62 4.5.5 Belanja Kesehatan Menurut Jenis Belanja ~ 63 4.6 Anggaran KIBBLA ~ 64 4.6.1 Belanja KIBBLA ~ 64 4.6.1.1 Belanja KIBBLA vs Belanja Daerah ~ 64 4.6.1.2 Belanja KIBBLA menurut jenis belanja ~ 65 4.6.2 Sumber Anggaran KIBBLA Non APBD ~ 66 4.6.3 Peluang Peningkatan Anggaran Untuk KIBBLA ~ 68 4.6.3.1 Perkiraan kecukupan anggaran KIBBLA ~ 68 4.6.3.2 Perkiraan potensi anggaran untuk KIBBLA ~ 69 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ~ 74 5.2 Saran ~ 75
3
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
4
foto: pieter p. setra
abstrak
K
abupaten Malang dan Pasuruan adalah lokasi program Health Service Program (HSP) yang dibiayai oleh USAID. Dalam konteks program ini, sejak bulan 2009 sampai bulan 2009, The Asia Foundation (TAF) dan Perkumpulan INISIATIF bekerja sama dengan memberikan bantuan teknis pada stakeholder sektor kesehatan dalam proses perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan secara terintegrasi. Dengan keterlibatan stakeholder sektor kesehatan, diharapkan akan ada kebijakan dan anggaran daerah yang memprioritaskan layanan KIBBLA.
Hasil analisis stakholder menunjukkan hasil yang positif, dimana semua pihak yang terkait, mulai dari tingkat masyarakat sampai pemerintahan daerah, sepakat bahwa KIBBLA adalah layanan penting dan harus diprioritaskan.
Langkah yang dilakukan TAF dan Inisiatif adalah dengan memperkenalkan dan membangun argumen akademis. Langkah pertama adalah melakukan analisis stakeholder. Analisis ini dilakukan untuk memetakan stakeholder yang terkait, interest mereka, dan power mereka. Dengan informasi yang diperoleh, akan memudahkan untuk menjalin relasi dan menyusun strategi advokasi. Langkah kedua, adalah mengumpulkan argumen dengan melakukan analisis kondisi KIBBLA dan analisis kebijakan publik terkait KIBBLA. Analisis kebijakan publik difokuskan pada kebijakan anggaran. Dari hasil analisis kondisi KIBBLA, yang dihasilkan sebelumnya oleh DTPS, menunjukan bahwa di kedua kabupaten tersebut kondisinya masih jauh dari harapan. Semua pencapaian KIBBLA di tahun 2008 masih dibawah standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hasil analisis stakholder menunjukkan hasil yang positif, dimana semua pihak yang terkait, mulai dari tingkat masyarakat sampai pemerintahan daerah, sepakat bahwa KIBBLA adalah layanan penting dan harus diprioritaskan. Namun sayang, ternyata kesepakatan tersebut tidak berlanjut dalam hal komitmen mereka untuk
5
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
mendukung diprioritaskannya layanan KIBBLA dalam perencanaan dan penganggaran tahunan daerah. Selain itu, beberapa stakholder proponen diprioritaskannya layanan KIBBLA dalam hal kebijakan dan anggaran masih dihadapkan pada masih kurang kapasitas mereka untuk melakukan advokasi. Kemudian hasil analisis rencana dan anggaran juga memperkuat argumen perlunya memberikan prioritas lebih pada anggaran untuk layanan KIBBLA. Berbagai kegiatan yang direncanakan ternyata tidak mendapatkan dukungan anggaran yang layak. Bahkan beberapa tidak didanai. Ketiga hasil analisis tadi mengkonfirmasi bahwa komitmen yang diungkapkan oleh para stakeholder baru sekedar kata-kata, dan sulit dipenuhi. Penyebabnya diduga ada dua. Pertama, peluang dan kapasitas yang dimiliki para pendukung peningkatan prioritas KIBBLA masih kurang memadai. Kedua, karena adanya ketakutan para “penentang”, bahwa peningkatan prioritas KIBBLA akan merugikan mereka. Misalnya, dalam hal anggaran, peningkatan anggaran KIBBLA akan mengurangi alokasi anggaran sektor lainnya. Ini seperti fenomena NIMBY, semua sepakat untuk meningkatkan prioritas KIBBLA, tapi tidak ada yang mau berkorban.
6
pengantar
P
ermasalahan rendahnya pencapaian KIBBLA di kabupaten malang dan pasuruan sudah menjadi masalah yang nyata. Berdasarkan data hasil DTPS di kedua kabupaten, di tahun 2008 masih banyak dihadapi masalah dalam pelayanan KIBBLA. Hasil studi menunjukkan bahwa kondisi KIBBLA di Kabupaten Malang dan Pasuruan masih sangat memprihatinkan. Kondisi itu tentunya perlu mendapatkan perhatian yang serius dari kedua pemerintah daerah. Di sisi lain persoalan data sekali lagi perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, DTPS juga kemudian menyusun rencana sebagai usaha untuk memperbaiki kondisi KIBBLA. Terlepas dari buruknya kondisi KIBBLA dalam dokumen tersebut, data, temuan dan usaha yang telah dilakukan oleh DTPS ini sangat berharga. Setidaknya, dengan adanya gambaran kondisi ini menegaskan perlunya usaha serius meningkatkan pelayanan KIBBLA bagi masyarakat. Selain itu, temuan ini juga semakin memperkuat alasan melakukan advokasi untuk peningkatan pelayanan publik KIBBLA di kedua kabupaten Yang kami, TAF dan Inisiatif, lakukan adalah memperkuat argumen perlunya meningkatkan prioritas layanan KIBBLA dalam perencanaan dan penganggaran di kedua kabupaten tersebut. Dengan bertambahnya argumen ini, akan semakin memperkuat dorongan perbaikan layanan KIBBLA dari pemerintah daerah pada masyarakat.
7
foto: pieter p. setra
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
metode
U
ntuk memperkuat argumen perlunya meningkatkan prioritas layanan KIBBLA dalam perencanaan dan penganggaran, pertamatama kami melakukan analisis stakeholder. Analisis ini dilakukan untuk melihat karakteristik stakeholder terkait layanan KIBBLA di kedua kabupaten tersebut. Karakteristik yang digali diantaranya interest, kapasitas sumber daya yang dimiliki, power relation diantara mereka, komitmen dan tingkah laku stakeholder selama ini terkait dengan penyediaan layanan KIBBLA.
Yang kedua kami lakukan adalah melakukan analisis kebijakan publik pemerintah daerah1. Analisis dilakukan dengan mengkaji regulasi daerah. Analisis regulasi ini difokuskan pada regulasi yang sifatnya infrastruktur, yang dalam hal ini adalah regulasi mengenai anggaran pemerintah daerah/ APBD.
1 Secara sederhana, kebijakan publik pemerintah kami bagi berdasarkan bentuknya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah yang bentuknya penyediaan barang dan jasa. Sementara kelompok kedua adalah yang bentuknya regulasi. Lebih jauh lagi, kebijakan publik yang bentuknya regulasi juga dikategorikan menjadi dua, yaitu regulasi yang sifatnya infrastruktur dan yang sifatnya suprastruktur. Yang termasuk kategori infrastruktur misalnya regulasi tentang pelayanan publik dasar, alokasi anggaran (APBD), pengentasan kemiskinan, standar pendidikan, dll. Sementara yang termasuk kategori suprastruktur misalnya regulasi tentang transparansi, akuntabilitas, proses perencanaan, dll.
8
hasil temuan Temuan 1: Kondisi KIBBLA Baik di kabupaten malang maupun di kabupaten pasuruan, gambaran kondisi KIBBLA masih memprihatinkan. Hampir semua data, dari berbagai indikator standar pelayanan minimal, menunjukkan bahwa pencapaian layanan KIBBLA di kedua kabupaten tersebut masih dibawah standar.
9
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
Tabel 1. Permasalahan KIBBLA dalam DTPS 2008 MALANG •
Dari 390 desa, saat ini jumlah polindes baru mencapai 294 unit. Sementara posyandu sebanyak 2740 unit.
•
Jumlah ibu hamil 31.139 orang, jumlah ibu bersalin 28.605 orang, jumlah bayi 28.317 orang, jumlah balita 143.176 orang
•
Jumlah dukun bayi mencapai 800 orang, sementara yang sudah bermitra baru 424 orang. Jumlah ini pada tahun 2006 melayani 26% jumlah persalinan di kabupaten malang.
•
•
Walaupun angka persalinan dengan tenaga kesehatan meningkat, dari 82,76% (2005) menjadi 88,21% (2007), namun pada tahun 2007 terjadi 25 kematian ibu (tidak disebutkan jumlah total ibu bersalin). Lima kasus diantaranya dikarenakan pendarahan.
Angka kematian bayi baru lahir yang tercatat sebanyak 120 kasus di thaun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup), 38 kasus diantaranya karena asfiksia.
•
Angka kematian balita yang tercatat sebanyak 63 kasus di tahun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup)
•
Angka kematian bayi yang tercatat sebanyak 31 kasus di tahun 2006 (tanpa menyebut jumlah total kelahiran hidup), dan 14 kasus diantaranya meninggal karena infeksi.
•
Angka kematian ibu melahirkan yang tercatat sebanyak 20 kasus dari 24316 ibu bersalin di tahun 2006. Tujuh diantaranya dikarenakan pendarahan.
•
Kemudian angka kunjungan 4 ibu hamil baru mencapai 82%.
•
Anemia pada ibu hamil 40%
•
Ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kalori (KEK) mencapai 14,9%
•
Dan persalinan dengan tenaka kesehatan baru mencapai 80%. Sisanya dilakukan oleh dukun beranak.
•
•
Sementara kasus bayi berat lahir rendah pada tahun 2007 sebanyak 668 kasus, dengan kecamatan dengan kasus terbesar adalah Ngantang (41 kasus BBLR) dan Pamotan (39 kasus BBLR). Jumlah bayi meninggal mencapai 57 bayi. Cakupan K4 masih berada dibawah standar (90%), yang mana baru mencapai 76,6 sampai 88,7% saja. Demikian juga dengan pemberian zat besi (Fe) 3 baru mencapai 70,5-76,6% saja dari standar 81%. Sehingga angka ibu hamil dengan jumlah haemoglobin rendah masih banyak, yaitu mencapai 3,1-3,5% dari standar 2% saja.
•
Kasus ISPA terjadi pada balita setiap tahun meningkat. Tercatat di tahun 2007 terjadi sebanyak 71.436 kasus.
•
Sementara kunjungan neonatus di tahun 2007 baru mencapai 87,84% dari standar minimal 90%. Dan imunisasi Hb 3 baru mencapai 80% dari standar 90%. Dan cakupan penanganan neonatal dengan resiko tinggi komplikasi mencapai 21% dari 100%.
•
Masalah lainnya adalah cakupan pemberian vitamin A pada balita baru sekitar 70-80% dari standar minimal 90%. Penimbangan balita pun masih kurang dari target yang diharapkan (90%), karena di tahun 2007 baru 72,5% balita yang ditimbang. Kemudian pemberian asi eksklusif baru dilaksanakan oleh 51% wanita menyusui.
Sumber: DTPS Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2008.
10
PASURUAN
Kemudian dari sisi rencana, DTPS juga menyusun rencana untuk menindaklanjuti rendahnya capaian layanan KIBBLA. Rencana tersebut disusun secara partisipatif dengan melibatkan berbagai stakeholder kesehatan di kedua kabupaten tersebut. Prosesnya dilakukan secara bottom-up dengan memanfaatkan juga proses perencanaan reguler melalui musrenbang. Rencana yang keluar dari proses perencanaan yang dilakukan oleh DTPS dapat dilihat pada tabel dibawah. Total anggaran yang diusulkan untuk semua kegiatan tersebut mencapai 3,5 milyar untuk Kabupaten Malang dan 2,1 milyar untuk Kabupaten Pasuruan. Namun sayangnya, hanya sebagian kecil saja usulan hasil DTPS ini yang diakomodasi. Evaluasi yang dilakukan HSP terhadap hasil DTPS dan kerja advokasi menunjukkan hanya 6 dari 16 usulan DTPS Kabupaten Malang atau sekitar 37,5 persen diakomodasi dalam APBD 2009. Sedangkan Kabupaten Pasuruan diakomodasi sekitar 43,48 persen atau hanya 10 dari 23 usulan kegiatan. Alasan utama yang muncul dibalik rendahnya akomodasi DTPS ini adalah terbatasnya pagu anggaran dinas kesehatan.
Tabel 2. Kegiatan KIBBLA Hasil DTPS Usulan DTPS Malang
Usulan DTPS Pasuruan
1.
Pelatihan APN (I)
Pelatihan APN
2.
Pelatihan APN (II)
Pengadaan buku pedoman APN
3.
Pelatihan supervise fasilitatif
Kualifikasi/Monev pasca pelatihan APN
4.
Pelatihan motivator desa (I)
Penyuluhan kelompok potensial
5.
Pelatihan motivator desa (II)
Penyuluhan melalui spanduk gemerlap dan MPS cetak, radio, baligo dan TV
6.
Evaluasi desa siaga
Pembuatan poster, leaflet gemerlap bersama
7.
Advokasi stakeholder
Advokasi usulan kegiatan
8.
Penyediaan payung hukum puskesmas poned
Pembangunan rehab polindes
9.
Sosialisasi pencengahan BBLR pada ibu hamil
Membuat SK bupati ttg APN
10.
Pengadaan Penyediaan makanan tambahan (PMT) ibu hamil kekurangan enegi kalori (KEK)
Sosialisasi SK bupati ttg APN
11.
Pelatihan MTBS
Magang bidan di RS dan BPS yang ditunjuk
12.
Pengadaan mobil penyuluhan
Studi banding APN
13.
Revitalisasi posyandu
Sosialisasi kemitraan bidan dan dukun
14.
Pelatihan toma, toga ISPA
Monev kemitraan bidan dan dukun
15.
Lokakarya perencanaan KIBBLA
Pertemuan MOU antara bidan dan dukun
16.
Studi banding ke Sumedang, Jabar
Membuat media penyuluhan tentan balita gizi buruk
No.
11
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
No.
Usulan DTPS Malang
Usulan DTPS Pasuruan
17.
Membuat poster, baligo dan leaflet tentang gizi buruk
18.
Penyebaran informasi tentang gizi buruk melalui radio dan televisi
19.
Akurasi data
20.
Pertemuan petugas tentang protap supervisi
21. 22. 23.
Monev secara berkala Sosialisasi kebutuhan anggaran PMT pemulihan
PENGARUH
Sumber: DTPS Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2008.
KWADRAN 3 Pengaruh TINGGI Kepentingan RENDAH
KWADRAN 1 Pengaruh RENDAH Kepentingan RENDAH
Temuan 2: Kondisi Stakeholder KIBBLA Secara umum stakeholder terkait dengan layanan KIBBLA di kedua kabupaten cukup banyak dan bervariasi. Walaupun seluruh stakeholder mengakui bahwa KIBBLA adalah sesuatu hal yang penting, namun tidak semuanya merasa berkepentingan untuk memperjuangkannya. Hasil kajian menunjukkan setidaknya ada empat kelompok stakeholder dikaitkan dengan tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan terhadap KIBBLA.
KWADRAN 4 Pengaruh TINGGI Kepentingan TINGGI
KWADRAN 2 Pengaruh RENDAH Kepentingan TINGGI
KEPENTINGAN
Pergerakan interest dan power relation yang terjadi cukup dinamis, dimana stakeholder yang berkepentingan tinggi untuk memperjuangkan KIBBLA dilemahkan oleh stakeholder lainnya. Di kabupaten malang misalnya, dalam periode waktu Februari – Juni 2009 terjadi perubahan yang cukup signifikan. Demikian juga dikabupaten pasuruan pun menunjukkan fenomena yang hampir sama.
Gambar 1. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Malang Terhadap Isu KIBBLA Pengaruh
Pengaruh Bupati
Bupati dan Pangar DPPKA
Sekda
Sekda
Wakil Bupati
Bapekab MCW
YSI
Tim Advokasi KIBBLA Dinas Kesehatan
Komisi D
BKB
CSO Anggaran
Dinas Kesehatan
Bapekab
YSI
Puskesmas
RSUD MCW
KP3A
Puskesmas
PKK
PU Ciptakarya Kesos
CSO Gender CSO Comdev
Tim Advokasi KIBBLA
Bidan Desa
CSO Comdev
CSO Anggaran IBI
CSO Gender
Kepentingan
(Kondisi Februari 2009)
12
Bidan Desa Kepentingan
(Kondisi Juni 2009)
Gambar 2. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Kabupaten Pasuruan Terhadap Isu KIBBLA
Pengaruh
Pengaruh
Bupati
Bupati
Pangar
Pangar Komisi D Dinas Kesehatan
NU
DPKD
Bappeda
Sekda
DPKD Bapeda
Komisi D Dinas Kesehatan
NU MP4
Media Lokal
Pokja KIBBLA
Lakpesdam Wabup
RSUD
Pokja KIBBLA LSM Governace
Puskesmas
RSUD Gerakan Mahasiswa
Puskesmas
LSM Kesehatan Media Lokal
Polindes
Polindes
Kepentingan
Kepentingan
(Kondisi Februari 2009)
(Kondisi Juni 2009)
Temuan 3: Kebijakan Pemerintah Untuk KIBBLA • Program dan Kegiatan Kebijakan pemerintah daerah untuk KIBBLA dapat ditelusuri dari berbagai kebijakan daerah dan anggarannya, mulai dari yang makro sampai yang mikro. Yang pertama adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa dalam kebijakan makro tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan layanan KIBBLA sebagai bagian dari prioritas, kebijakan, program atau pun kegiatan secara khusus. Selain itu, dalam dokumen perencanaan yang mereka rancang (RPJMD dan Rencana Strategis Dinas Kesehatan) tidak jelas bagaimana target kemajuan yang akan mereka capai. Dalam dokumen tersebut juga tidak menjelaskan bagaimana status pencapaian target (AKI maupun AKA). Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa KIBBLA tidak ada. Ini karena KIBBLA selalu dikaitkan dengan (atau sebagai bagian dari) berbagai kebijakan, program dan kegiatan lain. Sehingga agak sulit untuk mengkajinya secara khusus. Untuk rencana yang lebih detail, secara reguler, diantaranya ditentukan melalui proses teknokratis dan partisipatif. Proses perencanaan dan penganggaran ini memakan waktu 12 bulan, mulai musrenbang dari tingkat desa sampai ditetapkan menjadi APBD. Hasil dari proses musrenbang tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
13
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
Tabel 3. Usulan KIBBLA dalam Musrenbang Tahun 2008 di Kabupaten Malang dan Pasuruan No.
Usulan Musrenbang Malang
Usulan Musrenbang Pasuruan
1.
Pembangunan Polindes
Pembangunan polindes (19 desa)
2.
Revitalisasi Posyandu
Rehab polindes (5 desa)
3.
Bantuan PMT
Penataan ulang ruang puskesmas (ruang bersalin/PONED)
4.
Pengadaan alat kontrasepsi
5.
Pelatihan kader kesehatan
6.
Persiapan Desa Siaga
7.
Pendidikan dan Pelatihan Kader Posyandu
Sumber: RKPD Kabupaten Malang dan Pasuruan Tahun 2009.
Demikian juga hasil akhir setelah dikombinasikan dengan proses teknokratis. Hasil akhir yang dimaksud adalah program dan kegiatan yang masuk dalam APBD dan DPA-SKPD.
Tabel 4. Kegiatan KIBBLA Pada DPA Dinkes Kabupaten Malang dan Pasuruan No.
14
Kabupaten Malang
Kabupaten Pasuruan
1.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
2.
Pertemuan Pengelola Program KIA
Penanggulangan ANEMIA
3.
Pelatihan APN
Orientasi Palpasi Gondok
4.
Bimbingan Teknis KIA ke Puskesmas
Audit Gizi Buruk
5.
Konsul KIA ke Propinsi
Penanggulangan KVA
6.
Sosialisasi Pencegahan BBLR
Penanggulangan KEP
7.
Pelatihan Toma, Toga ISPA
PMT Pemulihan
8.
Pelatihan MTBS
PMT Bumil KEK
9.
Kampanye ASI Segera
Pengembangan Media Promosi &PHBS (DESA SIAGA)
10.
Radio Spot ASI Segera
Penyuluhan Masyarakat
11.
Pertemuan Teknis Gizi
Peningkatan Pemanfaatan Sarana Kesehatan
12.
P2 ISPA
Peningkatan imunisasi
13.
P2 Diare
Pembangunan Polindes
14.
Peningkatan Imunisasi
Rehap Polindes
15.
Pertemuan Surveylans TN, Campak
Pelatihan APN
16.
Rapat Koordinasi KIBBLA
AMP
No.
Kabupaten Malang
Kabupaten Pasuruan
17.
Sepeda Bidan Desa terpencil
Evaluasi P4K
18.
Polindes
DDTK
19.
Bidan Desa KIT
Kemitraan Bidan &Dukun Bayi
20.
Poned
Sumber: Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dan Pasuruan
Proses partisipatif ini bukan tanpa masalah. Proses perencanaan dan penganggaran tersebut masih menghadapi beragam masalah seperti rendahnya tranparansi dan partisipasi masyarakat terutama kelompok miskin dan perempuan, rendahnya kualitas usulan kegiatan, tidak adanya kejelasan anggaran di awal proses perencanaan, rendahnya tingkat akomodasi hasil musrenbang dalam penganggaran, dan lain-lain.
• Anggaran KIBBLA Anggaran merupakan representasi dari kebijakan publik pemerintah yang sebenarnya. Dari sisi pendapatan, baik kabupaten malang maupun kabupaten pasuruan sangat mengandalkan kucuran dana perimbangan dari pusat. Kontribusi PAD masih rendah, baru sekitar 8% saja di kedua kabupaten. Dan di kedua kabupaten tersebut, retribusi pelayanan kesehatan masih merupakan penyumbang terbesar retribusi daerah pada PAD. Dari sisi belanja, secara umum kedua kabupaten mengalami peningkatan tiap tahunnya total belanja tiap tahunnya. Namun tidak demikian dengan belanja perkapita. Data menunjukan bahwa Pasuruan memiliki potensi memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik daripada Malang. Tabel 5. Belanja Daerah Per Kapita Kabupaten
2007
2008
2009
Malang
208,748
351,049
427,497
Pasuruan
282,881
369,310
375,791
Malang
113,531
230,329
185,434
Pasuruan
253,821
285,257
272,639
Belanja Tidak Langsung Per Kapita
Belanja Langsung Per Kapita
Namun sayang, sebagian besar belanja tersebut dihabiskan untuk belanja pegawai. Hal ini bisa dilihat jumlah dan kecenderungan belanja per kapita untuk belanja tidak langsung. Grafik menunjukkan baik di Malang maupun Pasuruan, belanja pegawai ini terus mengalami peningkatan, dan proporsinya terus membengkak melebihi angka 50%.
15
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
Grafik 1. Proporsi Belanja Tidak Langsung terhadap Total Belanja 8 0 .0 0 % 7 0 .0 0 % 6 0 .0 0 % 5 0 .0 0 % 4 0 .0 0 % 3 0 .0 0 % 2 0 .0 0 % 1 0 .0 0 % 0 .0 0 % M alang
P asur uan 2007
2008
2009
Grafik 2. Proporsi Belanja Pegaw ai Langsung terhadap Total Belanja
Demikian juga belanja langsung, yang besarannya kecil tersebut, ternyata masih juga dinikmati oleh aparat melalui honor yang diterima saat melaksanakan belanja langsung tersebut.Kabupaten Malang dan Pasuruan masih menganggarkan belanja honorarium/upah untuk melaksanakan program dan kegiatan dengan rata-rata sekitar 5 persen per tahun dari total belanja. Namun begitu, trend yang ada menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Dari sisi urusan, secara umum ada 5 urusan yang mendapatkan komposisi anggaran terbesar di Malang dan Pasuruan. Kelima urusan tersebut adalah pendidikan, pemerintahan umum, pekerjaan umum, dan kesehatan. Sedangkan satu urusan yang berbeda adalah urusan perumahan rakyat di Malang dan pertanian di Pasuruan. Tabel 6. Komposisi Belanja Urusan Terbesar
1 0 .0 0 % 8 .0 0 % 6 .0 0 % 4 .0 0 % 2 .0 0 % 0 .0 0 % M alang
P asur uan 2007
2008
2009
Grafik 3. % Pendapatan dan Belanja Kesehatan Kabupaten Malang 7 .0 0 % 6 .0 0 % 5 .0 0 % 4 .0 0 % 3 .0 0 % 2 .0 0 % 1 .0 0 % 0 .0 0 % 2007
2008
2009
P e n d a p a t a n B e la n ja
Grafik 4.% Pendapatan dan Belanja Kesehatan Kabupaten Pasuruan 1 0 .0 0 % 8 .0 0 % 6 .0 0 % 4 .0 0 % 2 .0 0 % 0 .0 0 % 2007
2008 P endapat an
2009
Malang
2009
Pasuruan
2009
Pendidikan
43.5%
Pendidikan
39.9%
Pemerintahan Umum
8.5%
Pemerintahan Umum
28.3%
Pekerjaan Umum
7.0%
Pekerjaan Umum
12.8%
Perumahan Rakyat
6.9%
Kesehatan
9.1%
Kesehatan
6.1%
Pertanian
2.1%
Khususnya urusan kesehatan, baik pendapatan maupun belanja urusan kesehatan tiap tahun selalu meningkat persentasenya terhadap APBD. Dari grafik dibawah, terlihat bahwa kabupaten pasuruan mengalokasikan belanja lebih besar dan pendapatan yang lebih kecil dibandingkan kabupaten malang. Walaupun begitu, kedua kabupaten sama sama terus meningkatkan pendapatannya dari sektor kesehatan dari tahun ke tahun. Dari sisi belanja sektor kesehatan juga dapat dilihat bahwa belanja terus menerus meningkat tiap tahunnya, baik secara total maupun perkapita.
Tabel 7. Belanja Kesehatan Per Kapita Kabupaten Malang Total Kesehatan per kapita Belanja Langsung per kapita Pasuruan Total Kesehatan per kapita Belanja Langsung per kapita
2007
2008
2009
20,658 8,788
37,513 22,071
37,520 15,592
41,812 25,973
57,760 35,169
59,851 31,428
B elanja
Belanja KIBBLA adalah belanja yang dialokasikan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di bawah lima tahun termasuk didalamnya belanja untuk kesehatan reproduksi remaja dan pelayanan keluarga berencana. Belanja KIBBLA ditelusuri dari belanja langsung urusan kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh Dinas Kesehatan dan Badan Keluarga Berencana atau nama lain yang menjalankan urusan KB. Namun
16
sayang, karena tidak tersedia data yang rinci tentang anggaran rumah sakit daerah, anggaran KIBBLA dalam analisis ini belum termasuk yang dianggarkan oleh rumah sakit daerah. Besaran anggaran KIBBLA Malang pada 2008 dan 2009 masing-masing 5,1 milyar dan 8,5 milyar atau mengalami peningkatan sekitar 66,8 persen. Pada kurun waktu yang sama, Pasuruan menganggarkan masingmasing 3,4 milyar dan 10,9 milyar atau meningkat sekitar 214,5 persen, sebuah peningkatan yang sangat signifikan di banding Malang. Pasuruan menunjukkan sebuah keberpihakan yang sangat baik kepada KIBBLA.
Grafik 5. Belanja KIBBLA Menurut Jenis Belanja Kabupaten Malang 10 0 % 80% 60% 40% 20% 0% 2008 P egaw ai
Tingkat kecukupan anggaran KIBBLA bisa merujuk kepada besaran belanja KIBBLA per kapita yang telah dirilis Bappenas pada 2009 yaitu sekitar Rp 65 ribu per kapita. Belanja per kapita Malang dan Pasuruan pada 2009 masing-masing baru mencapai 5 dan 12 persen dari standar Bappenas.
2009 B ar ang & J asa M o dal
Grafik 6. Belanja KIBBLA Menurut Jenis Belanja Kabupaten Pasuruan 10 0 %
Tabel 8. Belanja Langsung KIBBLA Per Kapita
80% 60% 40%
Kabupaten
2008
2009
20%
Malang
2,100
3,471
0%
Pasuruan
2,373
7,382
2008 P egaw ai
2009 B ar ang & J asa M o dal
Dilihat dari jenisnya, belanja KIBBLA Malang dalam dua tahun terakhir lebih didominasi oleh belanja modal. Pada 2008, komposisi belanja modal Malang sekitar 54,6 persen meningkat cukup signifikan menjadi 74,4 persen. Sementara belanja pegawai dan belanja barang dan jasa komposisinya cenderung turun. Kondisi yang sama juga terjadi di Pasuruan. Komposisi belanja modal Pasuruan meningkat dari 33,6 persen menjadi 65,7 persen. Sementara belanja pegawai dan belanja barang jasa, komposisinya menurun. Penurunan komposisi belanja pegawai Pasuruan pada 2009 cukup dratis dari 19,5 persen menjadi 0,5 persen. Kemudian terkait dana alokasi khusus (DAK) Malang mengalami peningkatan DAK sangat signifikan dari 2,9 milyar pada 2008 menjadi 6 milyar pada 2009 atau meningkat sekitar 107 persen. Sementara Pasuruan meningkat sekitar 42 persen dari 1,1 milyar pada 2008 menjadi 1,5 milyar pada 2009. Peningkatan DAK yang dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan fisik seperti polindes, puskesmas, dan sarana mobilitas mempunyai pengaruh besar pada peningkatan belanja modal Malang dan Pasuruan.
DISKUSI: RENDAHNYA KONDISI KIBBLA DAN KEBERPIHAKAN PEMERINTAH Mengapa angka capaian KIBBLA masih rendah? Melihat dari capaian KIBBLA ini, ada kesan kedua kabupaten tersebut belum mengerahkan daya upaya terbaiknya untuk sesegera mungkin mencapai standar pelayanan minimal. Kesan yang paling kuat terlihat adalah bahwa mereka hanya
17
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
KOMITMEN STAKEHOLDER NON PEMERINTAH
RUANG PARTISIPASI
+
+ KAPASITAS PRESSURE GROUP
+
+ +
JUMLAH & KUALITAS USULAN
+ +
PEMAHAMAN PRESSURE GROUP
+ PRIORITAS KIBBLA
+
+ KEBERPIHAKAN APARAT PADA KIBBLA
-
JUMLAH & KUALITAS PROGRAM/ KEGIATAN KIBBLA
ANGGARAN KIBBLA
+ -
+ KAPASITAS APARAT
+
KUALITAS, KUANTITAS, SEBARAN LAYANAN KIBBLA
JUMLAH PROGRAM/ KEGIATAN NON KIBBLA
?
ANGGARAN NON KIBBLA
?
?
JUMLAH APARAT
+
CAPAIAN KIBBLA
memasang target minimalis: mencapai SPM kesehatan di tahun target, dan tidak berusaha melampaui target. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Hasil sintesa dan korelasi informasi dari analisis KIBBLA, analisis stakeholder dan analisis kebijakan publik perencanaan dan penganggaran yang telah dipaparkan sebelumnya memperlihatkan bahwa capaian KIBBLA tergantung pada kualitas, kuantitas dan sebaran layanan KIBBLA yang belum merata. Hal ini bisa dilihat dari data permasalahan KIBBLA yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Seperti banyak desa yang belum memiliki polindes, kelahiran dibantu tenaga kesehatan masih rendah, dan lain sebagainya. Pertanyaan berikutnya, mengapa kualitas, kuantitas dan sebaran layanan KIBBLA masih rendah? Karena setidaknya tiga hal yang mempengaruhi nya yaitu jumlah aparat, kapasitas aparat, dan anggaran untuk KIBBLA. Kapasitas aparat jelas berkorelasi langsung secara positif dengan kualitas layanan. Dan jumlah aparat terkait juga dengan sebaran dan kuantitas layanan. Namun kaitannya bisa positif, juga bisa negatif. Positif ketika jumlah aparat yang besar tersebar secara merata di seluruh wilayah dan melayani banyak penduduk. Namun bisa juga berkorelasi negatif ketika jumlah aparat yang besar tersebut hanya terkonsentrasi di daerah tertentu, misalnya di perkotaan saja. Dan sepertinya inilah yang terjadi di kedua kabupaten ini.
18
Saat ini anggaran KIBBLA sangat tergantung pada banyak hal. Anggaran KIBBLA berkorelasi positif dengan prioritas KIBBLA, jumlah dan kualitas usulan program dan kegiatan KIBBLA. Namun berkorelasi negatif dengan anggaran non-KIBBLA. Dan ini yang seringkali terjadi, bahwa anggaran non-KIBBLA menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk KIBBLA. Kemudian prioritas KIBBLA sangat ditentukan oleh dan berkorelasi positif dengan keberpihakan aparat terhadap KIBBLA dan kapasitas pressure group. Semakin besar keberpihakan aparat dan semakin besar kapasitas pressure group maka akan semakin besar juga prioritas KIBBLA dalam anggaran. Sebagai dampaknya, meningkatnya prioritas KIBBLA akan meningkatkan anggaran KIBBLA serta jumlah usulan dan kualitas usulan program/kegiatan KIBBLA. Sebaliknya, peningkatan prioritas KIBBLA akan berdampak pada berkurangnya anggaran non KIBBLA dan jumlah usulan program/kegiatan non KIBBLA. Temuan lain yang penting adalah bawa kapasitas pressure group sangat berkorelasi positif terhadap jumlah dan kualitas usulan serta prioritas KIBBLA. Pada analisis stakeholder bisa kita lihat, misalnya dimalang, ketika kapasitas pengetahuan MCW meningkat, maka pengaruhnya dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memperjuangkan KIBBLA bertambah. Sebaliknya, tim advokasi KIBBLA, pengaruh dan kepentingannya cukup tinggi ketika masih didukung sumberdaya dari luar, namun pengaruh dan kepentingan tersebut menurun seiring dengan tidak adanya lagi dukungan sumber daya. Di pasuruan pun terdapat kisah yang sama. Sebagai sintesa, permasalahan rendahnya capaian KIBBLA, rendahnya kualitas, kuantitas dan sebaran layanan KIBBLA tergantung pada dua kelompok akar permasalahan. Kelompok pertama, akar permasalahan terdapat di sisi aparat. Hal ini terkait dengan (1) jumlah aparat yang hanya menambah beban anggaran, (2) kapasitas aparat yang rendah yang juga menyebabkan kualitas, kualitas dan sebaran rendah, serta (3) keberpihakan aparat yang baru sebatas komitmen lisan saja, namun pada kenyataan tindakan dan bukti alokasi anggaran yang terlihat menunjukan mereka tidak berani memprioritaskan KIBBLA dibanding dengan urusan lainnya. Kelompok permasalahan lainnya terdapat di sisi masyarakat. (1) Pemahaman masyarakat, sebagai pengguna layanan dan juga sebagai pressure group ternyata masih rendah. Mereka tahu bahwa KIBBLA itu penting. Namun mereka tidak punya pengetahuan dan tidak punya pengaruh politik untuk bertindak. Permasalahan bertambah rumit ketika (2) ruang partisipasi masih tertutup, data sulit diakses, dan pemerintah masih mendominasi, ruang tersebut seringkali tidak bisa dimanfaatkan, bahkan masyarakat dimanfaatkan sebagai alat legitimasi semata. Masalah lain adalah (3) komitmen stakeholder non pemerintah masih belum searah untuk memprioritaskan KIBBLA. Masing masing sibuk dengan urusannya masing masing, dan tidak merasa KIBBLA sebagai urusan bersama. Hal ini menyebabkan stakeholder yang concern terhadap KIBBLA harus berjuang sendiri. Sehingga perjuangan yang dilakukan kurang masif.
19
foto: pieter p. setra
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
kesimpulan dan rekomendasi foto: pieter p. setra
T
ujuan awal kami, TAF dan Inisiatif, adalah memperkuat argumen perlunya prioritas layanan KIBBLA dalam perencanaan dan penganggaran di kedua kabupaten tersebut. Dengan bertambahnya argumen ini, akan semakin memperkuat dorongan perbaikan layanan KIBBLA dari pemerintah daerah pada masyarakat. Hasil temuan analisis menunjukkan bahwa dari kondisi KIBBLA di kedua kabupaten masih rendah dan memerlukan adanya intervensi yang positif sesegera mungkin. Namun sayang, hal ini sepertinya hasih harus menunggu lama mengingat hasil analisis stakeholder menunjukkan adanya permasalahan yang besar di sisi aparat dan juga di sisi masyarakat. Masalah tersebut terkait dengan komitmen, pengetahuan, jumlah serta ruang untuk bertindak. Sebagai dampaknya, kebijakan rencana dan anggaran KIBBLA pun menjadi rendah prioritasnya. Bahkan ketika jumlah usulan hasil DTPS begitu banyak, sepertinya tidak mendapat dukungan dari stakeholder (pemerintah dan non pemerintah), dan begitu mudahnya tergeser oleh kepentingan/prioritas program/kegiatan dan anggaran non-KIBBLA. Hasil studi ini menegaskan bahwa untuk meningkatkan prioritas layanan KIBBLA dalam perencanaan dan penganggaran di kedua kabupaten tersebut: •
20
Perlu advokasi KIBBLA, terkait dengan rencana dan anggaran. Ini karena permasalahan rendahnya prioritas KIBBLA berakar pada
pengetahuan, sikap, dan tindakan dari stakeholdernya, baik pemerintah maunpun non pemerintah. •
Perlu peningkatan kapasitas stakeholder baik pemerintah maupun non pemerintah. Kapasitas yang dimaksud mencakup kapasitas teknis (analisis anggaran) dan juga non teknis (berbicara dan mempengaruhi forum, keberlanjutan gerakan).
Lalu bagaimana dengan upaya yang telah dilakukan HSP beberapa tahun sebelumnya? Temuan studi ini sepertinya mengkonfirmasi bahwa HSP telah berhasil menyediakan ruang dan peluang untuk peningkatan prioritas rencana dan anggaran KIBBLA melalui dibentuknya perda KIBBLA. Namun sayang, sepertinya stakeholder pemerintah dan non pemerintah kurang berhasil ditingkatkan kapasitas, pengetahuan, dan kepedulian/ keberpihakannya terhadap KIBBLA. Sehingga tindakan yang mereka hasilkan sepertinya tidak begitu berhasil meningkatkan prioritas KIBBLA dalam kebijakan publik. Berdasarkan temuan ini ada beberapa rekomendasi pada HSP: 1. Terkait dengan ruang partisipasi, HSP diharapkan dapat manfaatkan dan perbaiki musrenbang desa sampai kabupaten, melalui peraturan daerah dan pendampingan pelaksanaan musrenbang. 2. Terkait pemahaman pressure group, HSP diharapkan dapat memberikan asistensi pada pressure group untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam memperjuangkan KIBBLA secara berkelnajutan. 3. H SP diharapkan dapat peningkatan komitmen stakeholder pemerintah dan non pemerintah melalui upaya mendorong penegakan peraturan daerah dan kampanye tentang KIBBLA. 4. Terkait kapasitas aparat, HSP diharapkan memberikan asistensi teknis untuk meningkatkan kapdasitas aparat dalam perencanaan program dan kegiatan, penganggaran, fasilitasi proses partisipatif, manajemen pelayanan, dll. 5. Terkait jumlah sumberdaya KIBBLA, HSP diharapkan memberikan asistensi untuk melakukan analisis kebutuhan sumber daya kibbla yang sebenarnya.
21
kebijakan publik pelayanan kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak (kibbla) di kabupaten malang dan pasuruan: sebuah sintesa
22