Bunga Rampai Administrasi Publik
KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI : Sebuah Inovasi dalam Pelayanan Publik
Renny Savitri Peneliti Pertama Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Email :
[email protected]
PENDAHULUAN Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia merupakan masalah yang mendapat perhatian besar dari pemerintah. Bahkan sebelum hal ini dimasukkan dalam target Millenium Development Goals yang disetujui oleh 191 negara anggota PBB untuk dapat dicapai di tahun 2015, angka kematian ibu dan bayi sudah dijadikan sebagai indikator penting untuk melihat derajat kesehatan masyarakat. Menurut Bappenas, dalam sektor kesehatan tantangan terbesar terletak pada target untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) 1 . Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada 2007 menunjukkan AKI sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, lalu SDKI 2012 mencatat bahwa AKI mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 359/100.000 kelahiran hidup. Hal ini menjadi mengkhawatirkan karena masih jauh dari harapan MDGs untuk tahun 2015 adalah 102/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk data Angka kematian bayi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Summary Report: Millennium Development Goals, Indonesia 2007, hal 8 1
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
73
Bunga Rampai Administrasi Publik
(AKB) di Indonesia walaupun masih jauh dari angka target MDGs yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23/1000 kelahiran hidup tetapi tercatat mengalami penurunan yaitu dari sebesar 35/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002) menjadi sebesar 34/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2007), dan terakhir menjadi 32/ 1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :
Sumber : BPS, SDKI 1991-2012
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia disebabkan banyak hal. Beberapa kasus kematian ibu melahirkan terjadi akibat adanya pendarahan, keracunan, infeksi, aborsi, dll. Sedangkan kematian bayi baru lahir disebabkan karena berat bayi lahir rendah, kesulitan bernafas saat lahir, tetanus, infeksi, masalah pemberian makanan, dll. Berbagai alasan medis tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor disekitarnya misal terbatasnya tenaga kesehatan di daerah, kondisi geografis daerah yang susah dicapai, faktor budaya yang masih tradisional, serta faktor ekonomi dan pendidikan yang masih rendah. Berbagai latar belakang tersebut banyak mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan jasa tenaga non medis dalam menolong persalinannya 74
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
misalnya tenaga dukun bayi. Peranan dukun bayi ternyata masih kuat di tengah masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Bahkan dukun bayi dianggap sebagai tokoh masyarakat yang disegani karena kemampuannya. Padahal sebagaimana kita ketahui persalinan di dukun dilakukan dengan fasilitas serta kemampuan medis dukun yang terbatas. Sehingga belum bisa dimasukkan ke dalam kategori persalinan aman. Berikut gambaran pemilihan penolong persalinan oleh masyarakat Indonesia menurut Ikatan Bidan Indonesia. Dari grafik 2 tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia tingkat persalinan di dukun masih cukup tinggi yaitu 31.5%.
Sumber : Women Research Institute, 2011
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Berbagai upaya tersebut misalnya penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA), program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), penyediaan fasilitas kesehatan pelayanan obstetric neonatal emergensi dasar (PONED) di puskesmas perawatan dan pelayanan obstetric neonatal emergensi komprehensif (PONEK) di rumah
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
75
Bunga Rampai Administrasi Publik
sakit, serta program jaminan persalinan (jampersal). Namun ternyata semua program tersebut belum memperlihatkan hasil yang cukup signifikan. Untuk itu, ada baiknya untuk mencari pendekatan lain dalam upaya menurunkan AKI dan AKB di Indonesia. Salah satu pendekatan tersebut adalah dengan memanfaatkan posisi dukun bayi yang masih kuat dalam masyarakat. Dalam program ini dukun bayi diajak bermitra dengan bidan. Sebuah penelitian prospektif di Nigeria juga memperlihatkan keberhasilan peran dukun bayi untuk menurunkan AKI setelah 75 dukun bayi diberi pelatihan. Angka kematian ibu di negara tersebut turun sebanyak 50% (dari 30 ibu menjadi 15 ibu yang meninggal) dalam jangka waktu 3 tahun setelah pelatihan2. Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini juga mendukung tercapainya target SPM Bidang Kesehatan dimana target nasional untuk indikator pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah 90% di tahun 2015. Menurut petunjuk teknis SPM Bidang Kesehatan ada beberapa langkah kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka mencapai target indikator ini yaitu : kemitraan bidan-dukun, perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), pelayanan persalinan, penyediaan/penggantian peralatan persalinan (Bidan KIT), pelatihan dan magang, serta supervisi, monitoring dan evaluasi. Dengan adanya program kemitraan antara bidan dan dukun bayi maka diharapkan dapat meningkatkan akses ibu dan anak terhadap pelayanan kebidanan yang berkualitas.
Brennan 1989 dalam Brouwere, Vincent & Lerberghe, Wim 2001, Safe Motherhood Strategies: a Review of the Evidence, Studies inf Health Services Organization & Policy, 17, ITG Press, Belgium 2
76
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
KONSEP DAN KEBIJAKAN KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992) mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Selanjutnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mendefinisikan bidan sebagai “seorang perempuan yang telah lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,sertifikasi dan atau secarah sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan” Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan Peraturan Menkes RI.Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan. Sedangkan pengertian dukun bayi tradisional menurut WHO-UNFPAUNICEF secara bersama adalah seseorang yang membantu seorang ibu pada saat melahirkan yang keterampilannya diperoleh melalui magang dengan dukun bayi tradisional lainnya atau diperoleh karena keturunan. Senada denga itu, Kusnada Adimihardja3 mendefinisikan dukun bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat lainnya. Cara mendapatkan keterampilan ini adalah melalui magang dari pengalaman sendiri atau saat membantu melahirkan.
Rina Anggorodi, Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009: 9-14 3
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
77
Bunga Rampai Administrasi Publik
Dukun bayi memiliki beberapa ciri-ciri khusus yang dikemukakan Suparlan4 yaitu : 1. pada umumnya terdiri dari orang biasa, 2. pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya buta huruf, 3. pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang tetapi karena „panggilan‟ atau melalui mimpi-mimpi, dengan tujuan untuk menolong sesama, 4. di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan, 5. ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar kecil uang yang diterima tidak sama setiap waktunya, 6. umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam masyarakat. Dilihat dari pengertian dan ciri-ciri dukun bayi diatas diketahui bahwa persalinan yang ditangani oleh dukun bayi belum bisa dikategorikan kedalam persalinan yang aman. Karena persalinan yang aman adalah persalinan yang bisa menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dilahirkan. Sedangkan
sebagaimana
kita
ketahui
dukun
bayi
tidak
memiliki
pengetahuan yang cukup tentang persalinan dan tidak memiliki fasilitas yang lengkap untuk bisa menjamin persalinan aman. Dalam kasus persalinan normal mungkin dukun masih bisa diandalkan, namun jika terjadi komplikasi mungkin dukun bayi tidak akan bisa mengatasi karena dukun bayi tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia yang dituangkan dalam pedoman kemitraan bidan dan dukun, kemitraan bidan dengan dukun adalah “suatu bentuk kerjasama bidan dengan dukun yang saling menguntungkan 4
dengan
prinsip
keterbukaaan,
ibid 78
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
kesetaraan,
dan
Bunga Rampai Administrasi Publik
kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat yang ada”. Adapun tujuan
5
dari program ini secara umum adalah untuk
meningkatnya akses Ibu dan bayi terhadap pelayanan kebidanan berkualitas. Sedangkan secara khusus, program ini bertujuan untuk : a. Meningkatkan rujukan persalinan, pelayanan antenatal, nifas dan bayi oleh dukun ke tenaga kesehatan yang kompeten. b. Meningkatkan alih peran dukun dari penolong persalinan menjadi mitra Bidan dalam merawat Ibu Nifas dan Bayinya c. Meningkatkan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan Berikut adalah sasaran dari pelaksanaan program kemitraan bidan dan dukun bayi ini6 : 1. Pengelola dan Penanggung Jawab Program KIA/KB, Promkes dan Perencanaan di Propinsi, Kab/Kota dan Puskesmas. 2. Lintas Sektor terkait di setiap jenjang administrasi (disesuaikan kondisi setempat) 3. Bidan koordinator dan bidan puskesmas Program kemitraan bidan dan dukun bayi ini muncul berdasarkan peraturan perundang-undangan berikut : 1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. 3. Undang-undang No. 32 tentang tahun 2004 Pemerintah Daerah. 5 6
Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Kemitraan Bidan Dan Dukun ibid Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
79
Bunga Rampai Administrasi Publik
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 900 tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. 5. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 6. Kepmenkes 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan 7. Kepmenkes
938/Menkes/SK/VIII/2007
tentang
standar
asuhan
kebidanan Menurut pedoman kemitraan bidan dan dukun dari kementerian kesehatan RI, dalam tata hubungan kerja masing-masing level memiliki tugas sebagai berikut : 1. Tugas Provinsi : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan – Dukun. Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan). Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat). Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas. 2. Tugas Kabupaten/Kota : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan – Dukun Mengembangkan Kebijakan (Strategi, Perencanaan) Menjamin kualitas Pelaksanaan (Legal/Aspek Hukum, Kelembagaan, Partisipasi Masyarakat)
80
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
Fasilitasi kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggungjawab/Pengelola Program KIA bertanggung jawab dan melaporkan kegiatan kepada Kepala Dinas. 3. Tugas Puskesmas : Melakukan Asesmen (analisa situasi, monitoring, evaluasi) Kemitraan Bidan – Dukun Berkoordinasi dengan Lintas Program/Lintas Sektor Kecamatan dan Desa/Kelurahan dalam pelaksanaan kegiatan. Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat dan Swasta di Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Membina dukun yang berada di wilayah setempat Melaksanakan kegiatan program kemitraan Bidan – Dukun. Memfasilitasi Bidan di Desa dalam pelaksanaan kemitraan. Memantau dan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun. Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala dinas. 4. Tugas bidan di Desa/bidan pembina wilayah : Mendata dan memetakan dukun bayi dan ibu hamil. Berkoordinasi dengan Lintas Sektor di Desa/Kelurahan dalam pelaksanaan kegiatan. Membangun jejaring dengan LSM, PKK, Tokoh agama, Tokoh Masyarakat dan Swasta di Desa/Kelurahan. Membina dukun yang berada di wilayah setempat. Melaksanakan kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun.
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
81
Bunga Rampai Administrasi Publik
Melakukan evaluasi kegiatan program kemitraan bidan dengan dukun. Bertanggung jawab dan melaporkan kepada kepala Puskesmas. Dalam program kemitraan bidan dan dukun bayi ini, bidan berperan sebagai penolong persalinan, sedangkan dukun bayi dialihfungsikan dari penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam perawatan ibu dan bayi pada aspek non medisnya. Perubahan peran dukun ini mungkin tidak mudah dan memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam membangun kerjasama yang baik antara bidan dan dukun. Pembagian peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan dibagi menjadi 3 periode yaitu periode kehamilan, persalinan, dan nifas. Pembagian tugasnya adalah sebagai berikut: 1. Periode Kehamilan BIDAN
DUKUN
1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam hal : a. Keadaan umum b. Menentukan taksiran partus c. Menentukan Keadaan janin dalam kandungan d. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan 2. Melakukan tindakan pada ibu hamil dalam hal: a. Pemberian Imunisasi TT b. Pemberian tablet Fe c. Pemberian pengobatan/tindakan d. apabila ada komplikasi 3. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda Persalinan b. Tanda bahaya kehamilan c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Gizi e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan
1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke Bidan 2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke Bidan 3. Membantu Bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil 4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga tentang :
82
a. Tanda-tanda Persalinan b. Tanda bahaya kehamilan Kebersihan pribadi & lingkungan c. Kesehatan & Gizi b. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah) 5. Memotivasi ibu hamil dan
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
BIDAN
DUKUN
biaya, menyiapkan calon donor darah) f. KB setelah melahirkan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) 4. Melakukan kunjungan Rumah untuk : a. Penyuluhan/Konseling pada keluarga b. tentang persencanaan persalinan c. Melihat Kondisi Rumah persiapan d. persalinan e. Motivasi persalinan di Bidan pada f. waktu menjelang taksiran pertus 5. Melakukan rujukan apabila diperlukan 6. Melakukan pencatatan seperti : a. Kartu ibu b. Kohort ibu c. Buku KIA 7. Melakukan Laporan : a. Melakukan laporan cakupan ANC
keluarga tentang: a. KB setelah melahirkan b. Persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran partus 6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat bila keluarga meminta 7. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan 8. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru
2. Periode Persalinan BIDAN
DUKUN
1. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman dan alat resusitasi bayi baru lahir, termasuk pencegahan infeksi 2. Memantau kemajuan persalinan sesuai dengan partogram 3. Melakukan asuhan persalinan. 4. Melaksanakan inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI segera kurang dari 1 jam. 5. Injeksi Vit K1 dan salep mata antibiotik pada bayi baru lahir 6. Melakukan perawatan bayi baru lahir 7. Melakukan tindakan PPGDON apabila mengalami komplikasi 8. Melakukan rujukan bila diperlukan 9. Melakukan pencatatan persalinan pada : a. Kartu ibu/partograf b. Kohort Ibu dan Bayi c. Register persalinan 10. Melakukan pelaporan:
1. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan 2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk pergi ke Bidan/memanggil Bidan 3. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti : a. Air bersih b. Kain bersih 4. Mendampingi ibu pada saat persalinan 5. Membantu Bidan pada saat proses persalinan 6. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat 7. Membantu Bidan dalam perawatan bayi baru lahir 8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1 jam 9. Memotivasi rujukan bila
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
83
Bunga Rampai Administrasi Publik a. Cakupan persalinan
diperlukan 10. Membantu Bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan
3. Periode Nifas BIDAN
DUKUN
1. Melakukan Kunjungan Neonatal dan sekaligus pelayanan nifas (KN1, KN2 dan KN3) a. Perawatan ibu nifas b. Perawatan Neonatal c. Pemberian Imunisasi HB 1 d. Pemberian Vit. A ibu Nifas 2 kali e. Perawatan payudara 2. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas b. Tanda-tanda bayi sakit c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Kesehatan & Gizi e. ASI Ekslusif f. Perawatan tali pusat g. KB setelah melahirkan 3. Melakukan rujukan apabila diperlukan 4. Melakukan pencatatan pada : a. Kohort Bayi b. Buku KIA 5. Melakukan Laporan : a. Cakupan KN
1. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan tentang : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas b. Tanda-tanda bayi sakit c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Kesehatan & Gizi e. ASI Ekslusif f. Perawatan tali pusat g. Perawatan payudara 2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-KB setelah melahirkan 3. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat 4. Memotivasi rujukan bila diperlukan 5. Melaporkan ke Bidan apabila ada calon akseptor KB baru
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara Bidan dengan dukun perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan – dukun) yaitu : Mekanisme rujukan informasi ibu hamil. Mekanisme rujukan kasus persalinan.
84
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
Mekanisme pembagian biaya persalinan . Jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun. DINAMIKA PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BIDAN DAN DUKUN BAYI Program kemitraan bidan dan dukun bayi adalah salah satu dari sekian banyak program yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Program ini dilaksanakan dengan harapan semua persalinan dapat ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menangani persalinan namun dukun tetap dilibatkan dalam kegiatan non-medisnya sehingga tidak membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Menurut data rutin program kesehatan ibu tahun 2011, tercatat 106.349 orang dukun yang ada di Indonesia. 72.963 orang (68.6%) dukun telah bermitra dengan bidan. Target tahun 2015 adalah 85% dukun bermitra dengan bidan. Beberapa daerah sangat serius merespon program kemitraan bidan dan dukun ini. Bahkan sudah ada beberapa daerah yang membuat peraturan daerah atau peraturan bupati/walikota untuk memperkuat program kemitraan bidan dan dukun di daerahnya, diantaranya yaitu Kab. Takalar, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Sukabumi. Kabupaten Takalar dapat dikatakan merupakan kabupaten pertama yang melahirkan perda tentang kemitraan bidan dan dukun bayi. Padahal dulunya Kab. Takalar belajar dari Kab. Subang mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi, namun ternyata Kab. Takalar bisa mengimplementasikan ilmunya selangkah lebih maju daripada Kab. Subang. Kemitraan bidan dan dukun di Kab. Takalar dimulai pada tahun 2007, dimana Pemda Takalar menggandeng lembaga internasional yaitu UNICEF dalam program ini. Sebagai proyek ujicoba, praktik ini dimulai di dua puskesmas yaitu
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
85
Bunga Rampai Administrasi Publik
puskesmas Bontomarannu di Kecamatan Galesong Selatan dan Puskesmas Galesong di Kecamatan Galesong. Tahap awal implementasi ini adalah dengan mengundang dukun di wilayah kedua kecamatan tersebut untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Di Kab. Takalar terdapat 89 bidan dan 189 dukun bayi namun yang berpartisipasi dalam kegiatan awal ini baru 32 dukun bayi dan 50 bidan7. Setelah pelatihan, dilanjutkan dengan kegiatan magang di puskesmas. Dalam kegiatan tersebut mereka menghasilkan nota kesepakatan yang berisi tentang batasan tugas bidan dan dukun dalam bermitra, dana insentif yang diterima dukun setiap persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan, dan sanksi. Nota kesepakatan ini dipegang oleh pihak puskesmas dan dukun. Menurut Rahman 8 , terdapat 2 tantangan dalam melembagakan program kemitraan bidan dan dukun di Kab. Takalar yaitu dukungan masyarakat dan dukungan anggaran. “Menghadapi masyarakat pedesaan di Kabupaten Takalar yang masih kental adat perdukunannya, adalah tantangan besar dalam praktik ini. Hanya saja, masalah ini tertaktisi dengan pendekatan budaya yang dilakukan oleh bikor dan pihak puskemas. Tantangan kedua adalah dukungan anggaran dari pemerintah. Hingga saat ini, Pemda belum menetapkan APBD untuk praktik KBD di Kabupaten Takalar. Sumber pendanaan praktik KBD hanya diatur dalam SK Bupati Takalar No.01 Tahun 2008 tentang KBD yang menyatakan bahwa biaya yang timbul dengan ditetapkannya keputusan ini bersumber dari bantuan dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Sehingga untuk pendanaan KBD di Kabupaten Takalar yakni pembayaran insentif atau jasa kepada dukun diambil dari BOK dan Jampersal. Meski strategi ini tidak menghambat program Jampersal, namun keberadaan APBD untuk praktik KBD sangat diharapkan dalam pengembangan inovasi ini.”
7 8
Kompas.com, Perda Pertama Kemitraan Dukun- Bidan, 1 Februari 2010 Harpiana Rahman, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar, 2012 86
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Kab. Takalar berhasil melahirkan sebuah peraturan daerah tentang kemitraan bidan dan dukun yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar. Pelaksanaan dari kebijakan ini sudah memberikan dampak positif bagi Kab. Takalar. Rahman9 menyatakan ada 3 dampak positif yang dihasilkan dari praktek kemitraan bidan dan dukun ini, yaitu : 1. Dampak langsung secara statistik, dimana sejak praktik KBD diterapkan, secara statistik AKI menurun drastis. Bahkan hingga tahun 2012 bulan Juni, Kabupaten Takalar berhasil menekan jumlah kematian ibu dari enam kematian pada tahun 2006 atau setara dengan 300 kematian per 100.000 kelahiran menjadi 0% di tahun 2011. 2. Dampak Kelembagaan dengan terbitnya Perda KBD Kabupaten Takalar 3. Dampak Lingkungan Sosial, kesetaraan peran dan manfaat ekonomi yang layak, para dukun mulai bersemangat mengidentifikasi ibu hamil, membawa mereka ke bidan, dan mengajak ibu hamil menjalani pemantauan kesehatan berkala di Puskesmas. Sementara para bidan yang mulai mendapat kepercayaan dari masyarakat semakin percaya diri dalam melaksanakan pemeriksaan medis dan membantu kelahiran. Selanjutnya di Kabupaten Bojonegoro, program ini sudah dilakukan sejak 2003 oleh dinas kesehatan Kab. Bojonegoro. Program ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan linakes. Namun sampai tahun 2006, program ini belum menghasilkan cakupan linakes sesuai target yaitu 90%. Namun setelah ada dukungan dana dekonsentrasi, pada tahun 2007, cakupan linakesnya sudah mencapai 95%. Lalu pada tahun 2008, kucuran dana dekonsentrasi terhenti, sehingga cakupan linakes menurun jadi 91,8%. Akhirnya pada tahun 2010, dinas kesehatan Kab. Bojonegoro menggandeng pihak swasta yaitu Mobil Cepu Limited (MCL) bekerja sama dengan sebuah
9
ibid Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
87
Bunga Rampai Administrasi Publik
LSM bernama Jhpiego untuk mengembangkan program ini sehingga keinginan untuk memperbaiki program ini kembali meningkat. Bahkan program ini diperkuat dengan Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Kemitraan Bidan dengan dukun Bayi di Kabupaten Bojonegoro. Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun di Kab. Bojonegoro juga menghadapi tantangan. Menurut Endah dalam Tobroni 10 , tantangan yang dihadapi dalam pengembangan program ini di Kab. Bojonegoro adalah masalah adaptasi individu masyarakat, keterbatasan fasilitas, dan masih tingginya angka Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Pelaksanaan dari program kemitraan bidan dan dukun di Kab. Bojonegoro sudah memberikan dampak positif, paling tidak dalam meningkatkan cakupan linakes dan tidak menaikkan AKI, sedangkan untuk AKB belum memberikan manfaat yang signifikan. Berikut gambaran cakupan Linakes, AKB dan AKI di Kab Bojonegoro. Ibu Bersalin
Kondisi Bayi %
Lahir Hidup
Kondisi Ibu
Tahun
Jumlah
Ditolong Nakes
AKB Per 1000 Jumlah KH 7,36 137
Lahir Hidup
AKI
2008
19.917
18.283
91,80
18.617
18.617
19
2009
19.676
18.594
94,50
18.717
7,80
146
18.717
13
2010
19.433
18.988
97,71
19.354
9,35
181
19.354
19
2011
19.433
19.305
99,34
19.460
9,35
182
19.460
18
Sumber : Tobroni, 2012
Terakhir, daerah yang baru saja menelurkan perda tentang kemitraan bidan dan dukun ini adalah Kab. Sukabumi. Kemitraan bidan, paraji dan kader kesehatan di 367 Desa/Kelurahan dari 47 Kecamatan se-Kabupaten Sukabumi ini sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2005. Program ini bertujuan untuk mendorong agar persalinan ditangani langsung oleh Bidan, 10
Faiq Tobroni, Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Bojonegoro, 2012. 88
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
Paraji dan Kader Posyandu di masing-masing desanya. Sebelum ada perda sudah ada nota kesepakatan yang menyatakan bahwa setiap kader posyandu mendapatkan uang lelah masing-masing sebesar Rp. 100 ribu per bulan, sedangkan setiap persalinan Paraji mendapatkan uang lelah sebesar Rp. 50 ribu per orang. Selain itu sebanyak 50 anak Paraji disekolahkan di STIKES Bhakti Husada Bandung dengan biaya seluruhnya ditanggung oleh Pemda Kabupaten Sukabumi. Menurut Bupati Sukabumi hal yang mendasari perlunya dibentuk Peraturan Daerah No.3 Tahun 2013 tentang kemitraan bidan, paraji dan kader kesehatan di Kabupaten Sukabumi adalah perbandingan jumlah paraji dan bidan di lapangan rata-rata 4 paraji 1 bidan. Sehingga berdampak pada tahun 2012 sebanyak 25 kasus dari 76 kasus (32.89%) kematian ibu penanganan pertama persalinan ditolong oleh paraji sehingga menyebabkan terjadinya komplikasi perdarahan. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kab. Sukabumi, kasus kematian ibu 2009 sebanyak 49 orang, 2010 sebanyak 40 orang, 2011 sebanyak 70 orang, 2012 sebanyak 76, dan 2013 sebanyak 78. Jadi trennya meningkat dalam 5 tahun terakhir ini. Dampak dari pelaksanaan program ini belum terlihat secara signifikan. Melihat data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, AKI Kab. Sukabumi untuk tahun 2013 masing cendrung meningkat dari tahun sebelumnya, namun terlihat ada sedikit kemajuan dimana AKB Kab. Sukabumi tahun 2013 menurun menjadi 419 dari 490 di tahun sebelumnya. Begitu juga dari cakupan linakes yang meningkat menjadi 82.5% dari 80.9% di tahun sebelumnya. Dari pengalaman beberapa daerah tersebut dalam melaksanakan program kemitraan bidan dan dukun ini dapat ditarik kesimpulan bahwa program ini sudah memberikan manfaat dalam rangka menurunkan AKI dan AKB serta meningkatkan cakupan linakes di Indonesia namun memang
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
89
Bunga Rampai Administrasi Publik
belum optimal. Masih ada beberapa kendala atau masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan program ini. Permasalahan pertama terkait dengan kesadaran dari masyarakat. Masyarakat Indonesia terutama di pedesaan sebagian besar masih dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan untuk menggunakan jasa dukun bayi dalam persalinan. Mayoritas masyarakat pedesaan masih enggan menggunakan jasa bidan karena berbagai alasan. Diantaranya karena bidan dianggap kurang berpengalaman dibanding dukun, lalu karena bersalin di bidan dianggap membutuhkan biaya lebih besar daripada di dukun, dll. Program kemitraan bidan dan dukun ini juga membutuhkan kesadaran dan kerelaan para dukun itu sendiri untuk bermitra dengan bidan. Jadi antara bidan dan dukun yang selama ini terkesan bersaing harus bisa saling bekerjasama. Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi ini menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi program ini. Permasalahan kedua kurangnya dukungan kebijakan. Sebenarnya program kemitraan bidan dan dukun adalah program nasional yang dicanangkan oleh kemeterian kesehatan. Namun selama ini hanya baru beberapa daerah saja yang serius melaksanakan program ini. Sedangkan daerah lain belum merasa ini suatu program yang perlu ditindaklanjuti namun dianggap sudah melekat dalam tugas pokok bidan. Padahal dalam program ini dibutuhkan sinergi dari beberapa pihak jadi bukan tugas dari bidan semata. Misalnya pemerintah daerah baik provinsi dan kab/kota, LSM, swasta dan masyarakat. Permasalahan selanjutnya terkait dengan kurangnya dukungan anggaran. Sebagian besar daerah belum menetapkan alokasi anggaran yang jelas untuk program ini. Bahkan daerah yang sudah memiliki Perda tentang kemitraan bidan dan dukun seperti Takalar sekalipun, ternyata juga belum menetapkan APBD untuk praktik kemitraan bidan dan dukun di
90
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
Kabupaten Takalar. Tanpa adanya dukungan anggaran yang jelas, keberhasilan suatu program akan agak susah dicapai. REKOMENDASI KEBIJAKAN Program kemitraan bidan dan dukun telah terbukti dapat membantu penurunan AKI dan AKB serta meningkatkan cakupan linakes di beberapa daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, ada baiknya program ini tetap berlanjut mengingat masih kuatnya peran dukun di Indonesia. Untuk efektivitas program kemitraan bidan dan dukun ke depan, berikut ada beberapa saran kebijakan : 1. Meningkatkan sosialisasi Dengan meningkatkan sosialisasi program ini ke masyarakat maka akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya persalinan aman untuk mengurangi resiko kematian ibu dan bayi. Karena masih kuatnya peran dukun di mayoritas masyarakat Indonesia terutama di pedesaan, maka sosialisasi ini juga harus memanfaatkan dukun bayi di daerah setempat. Bidan harus bisa melakukan pendekatan kepada para dukun supaya bersedia bermitra dengannya. Jadi antara bidan dan dukun bukan lagi bersaing namun bermitra dalam menangani persalinan. Dengan
memanfaatkan
pendekatan
budaya
setempat,
maka
masyarakat akan lebih tertarik dan mendengarkan sehingga sosialisasi program akan menjadi lebih efektif. 2. Penguatan Kebijakan Program yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan ini seharusnya diperkuat dengan pengaturan sendiri di setiap daerah. Dengan demikian maka program ini memiliki payung hukum yang kuat yang bisa mengikat para aktor yang terlibat di dalamnya. Hal ini bisa menjamin keberlangsungan program kemitraan bidan dan dukun di daerah.
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
91
Bunga Rampai Administrasi Publik
3. Penguatan Anggaran Ketidakjelasan sumber anggaran untuk program kemitraan bidan dan dukun selama ini membuat program ini menjadi belum efektif. Oleh sebab itu disini diperlukan komitmen dari pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran khusus untuk mendukung program kemitraan bidan dan dukun ini. Menurut UU Kesehatan, alokasi anggaran kesehatan di daerah adalah minimal 10% dari APBD. Harapannya ke depan pemerintah daerah bisa memenuhi aturan tersebut dan di dalamnya
juga
terdapat
pos
yang
khusus
disediakan
untuk
menyelenggarakan program kemitraan bidan dan dukun di daerah. 4. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Bidan Beberapa hal yang menyebabkan masyarakat lebih memilih dukun daripada bidan diantaranya adalah karena anggapan masyarakat tentang kurangnya pengalaman bidan dibanding dukun selain itu karena ketiadaan bidan di daerahnya. Untuk itu ke depan, diharapkan adanya peningkatan kualitas bidan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan. Selain itu jumlah dan distribusi atau penyebaran bidan di Indonesia juga harus diperhatikan. Penyebaran bidan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penduduk saja, tapi juga harus memperhatikan kondisi geografis, budaya, dan sarana prasarana yang ada dalam suatu daerah. 5. Penguatan kerjasama dengan stakeholder Program kemitraan bidan dan dukun ini bukan semata-mata tugas bidan di daerah. Namun merupakan tanggungjawab bersama. Banyak aktor yang terkait di dalamnya, misalnya pemerintah daerah, puskesmas, bidan, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, swasta, dll. Dengan memperkuat kerjasama dengan para stakeholder maka tujuan dari program kemitraan bidan dukun ini akan semakin mudah dan cepat tercapai. Setiap stakeholder bisa memberikan “sumbangan”nya sesuai 92
| Lembaga Administrasi Negara, 2014
Bunga Rampai Administrasi Publik
dengan peran, kemampuan, dan porsi masing-masing. “Sumbangan” tersebut dapat berupa bantuan anggaran, bantuan dalam sosialisasi program, advokasi, penyuluhan, dll. DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Summary Report: Millennium Development Goals. Indonesia. 2007 Brouwere, Vincent & Lerberghe, Wim. Safe Motherhood Strategies: a Review of the Evidence, Studies inf Health Services Organization & Policy. ITG Press. Belgium. 2001 Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Factsheet, Kemitraan Bidan dan Dukun. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2011 Noerdin, Edriana. Mencari Ujung Tombak Penurunan Angka Kematian Ibu Di Indonesia. Women Research Institute. Jakarta. 2011 Rina Anggorodi, Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia, Makara, Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni 2009 Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan Dan Dukun. Jakarta Kompas.com. Perda Pertama Kemitraan Dukun-Bidan. 1 Februari 2010 Rahman, Harpiana. Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Takalar. Yogyakarta. 2012 Tobroni, Faiq. Kemitraan Bidan dan Dukun di Kabupaten Bojonegoro. Yogyakarta. 2012.
Lembaga Administrasi Negara, 2014 |
93
Bunga Rampai Administrasi Publik
94
| Lembaga Administrasi Negara, 2014