KEMITRAAN ANTARA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PELAYANAN PUBLIK (Studi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara) Muchtar Luthfi Malik Al Azhar, Imam Hardjanto, Minto Hadi Jurusan Adminsitrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang E-mail:
[email protected]
Abstract: Partnerships between Government and the Private Sector in Public Services. Quality of public services will result in a positive response from the public so it needs a specific strategy in its implementation, one of which is by using Public Private Partnership (PPP). This study aims to describe and analyze the partnership that exists between the government and the private sector, describe and analyze the public response to the quality of service as well as explain the enabling and inhibiting factors in the implementation of public service in Fuel Filling Station of Fishermen (SPBN) Ujung Batu, Jepara Regency. The method used in this study used a qualitative approach. Quality of public services in SPBN Ujung Batu get an appraisal "Good" of users but in terms of access and tangible gain diverse assessment due to locations that are not easily accessible by all users and the number of facilities SPBN that were in poor condition. Keywords: public services, public private partnership, SPBN Abstrak: Kemitraan antara Pemerintah dan Swasta dalam Pelayanan Publik. Pelayanan publik yang berkualitas akan menghasilkan tanggapan positif dari masyarakat sehingga perlu strategi khusus dalam penyelenggaraannya, salah satunya adalah dengan metode Public Private Partnership (PPP). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis kemitraan yang terjalin antara pemerintah dan swasta, mendeskripsikan dan menganalisis respon masyarakat terhadap kualitas pelayanan serta menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kualitas pelayanan publik di SPBN Ujung Batu mendapatkan penilaian “Baik” dari penggunanya akan tetapi dalam hal access dan tangible mendapatkan penilaian yang beragam akibat lokasi yang tidak mudah dijangkau oleh semua penggunanya dan banyaknya fasilitas SPBN yang berada dalam kondisi rusak. Kata Kunci: pelayanan publik, public private partnership, SPBN
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang menganut dasar kesejahteraan sosial sesuai dengan yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna bahwa Negara Indonesia berkewajiban untuk menyejahterakan kehidupan setiap warga ne-
gara/masyarakat melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya pelayanan publik yang berkualitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat guna mencapai sebuah kesejahteraan. Ada banyak faktor yang mengakibatkan pelayanan publik di Indonesia tidak dapat memenuhi keinginan masyarakat, di antaranya adalah kurangnya infrastruktur pelayanan barang dan jasa publik. Dalam pelayanan barang publik misalnya, Pemerintah Pusat melalui Kementrian Energi
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1048
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT. Pertamina (Persero) dalam rangka memberikan pelayanan prima bagi masyarakat nelayan telah membuat program pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), tujuannya adalah agar subsidi BBM berupa solar dapat tersalurkan dengan baik kepada nelayan dan menjamin para nelayan untuk selalu mendapatkan pasokan BBM tanpa harus berebut dengan pengguna kendaraan darat yang membeli solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Akan tetapi, jumlah SPBN di berbagai daerah masih kurang jika dibandingkan dengan kebutuhan nelayan sehingga pelayanan publik tidak terlaksana dengan baik karena para nelayan masih kesulitan untuk mendapatkan solar. Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor andalan Negara Indonesia. Lebih dari 2 (dua) juta nelayan dan 10 (sepuluh) juta warga Negara Indonesia menggantungkan hidupnya kepada kelimpahan ikan di perairan nusantara (www.menkokesra.go.id). Berdasarkan data tersebut di atas, sektor perikanan dan kelautan merupakan potensi perekonomian Negara Indonesia yang sangat potensial dan memberi efek perekonomian luar biasa bagi jutaan warga Negara Indonesia sehingga Pemerintah Negara Republik Indonesia perlu memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi warga negara yang menggantungkan hidupnya dari sektor tersebut. Sebagai upaya pelayanan publik bagi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara yang diwakili oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” (PDAU) pun melaksanakan program tersebut. Adapun langkah yang dilakukan oleh Pemkab Jepara adalah dengan cara menjalin kemitraan dengan sektor swasta yakni PT. Petronusa Teer guna memberikan pelayanan kepada para nelayan di Kabupaten Jepara. Hasil kemitraan antara Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” (PDAU) Kabupaten Jepara dengan PT. Petronusa Teer adalah berupa pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang terletak di
kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujung Batu Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara. Langkah Pemkab Jepara dalam bermitra dengan sektor swasta merupakan upaya yang cerdas dalam upaya penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. Karena menurut Uphof dalam (Hasbi, 2010), menyatakan bahwa “Untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas itu memerlukan interaksi sinergis beragam aktor atau institusi yang meliputi sektor publik (pemerintah), privat (swasta) dan masyarakat sipil”. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah kemitraan yang terjalin antara pemerintah dan swasta; (2) Bagaimanakah respon masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diselenggarakan; dan (3) Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan pelayanan publik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara. Tinjauan Pustaka 1. Governance dan Good Governance Menurut Sumarto (2003), Governance dapat diartikan sebagai “mekanisme, praktik dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik”. Hal tersebut senada dengan definisi yang diberikan oleh United Nations Developments Program (UNDP) dalam Basuki (2006) yang menyatakan bahwa Governance adalah “pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatan dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kepaduan sosial”. Dalam hal Good Governance, Basuki (2006) mengartikan sebagai upaya merubah watak pemerintah (Goverment) yang semula cenderung bekerja sendiri tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat, menjadi pemerintah yang aspiratif. Lain halnya dengan Basuki, Tjiptoherijanto (2010) mendefinisikan Good Governance dari sudut pandang harapan aktor-aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan,
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1049
yang menyatakan bahwa Good Governance adalah tata kelola yang berupaya memenuhi harapan-harapan pihak yang terlibat (stakeholder) dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya keterlibatan para stakeholder, maka pengambilan keputusan dalam pelayanan publik akan mendapatkan pertimbangan yang matang dan semua keinginan para stakeholder akan tercapai. Adapun unsur-unsur stakeholder Governance menurut Sjamsuddin (2006) meliputi; individual, organisasi, institusi, dan kelompok sosial yang keberadaannya sangat penting bagi terciptanya tata pemerintahan yang efektif. Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu : a) Negara (State) Pengertian negara/pemerintah (State) dalam hal ini secara umum mencakup keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. Peranan dan tanggung jawab negara atau pemerintah adalah meliputi penyelenggaraan pelayanan publik, penyelenggaraan kekuasaan untuk memerintah, dan membangun lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada level lokal, nasional, maupun internasional dan global. b) Sektor swasta (Private sector) Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti: industri pengolahan (manufactur), perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga kegiatan sektor informal. Peranan sektor swasta sangat penting dalam pola kepemerintahan dan pembangunan, karena perannya sebagai peluang untuk perbaikan produktivitas, penyerapan tenaga kerja, sumber penerimaan, investasi publik, pengembangan usaha dan pertumbuhan ekonomi. c) Masyarakat madani (Civil society) Masyarakat madani meliputi perseorangan dan kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi. Masyarakat madani tidak hanya melakukan check and balances terhadap kewenangan kekuasaan pemerintah dan sektor swasta tetapi juga memberikan kontribusi dan mem-
perkuat kedua unsur yang lain, seperti membantu memonitor lingkungan, penipisan sumber daya, polusi dan kekejaman sosial, memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi dengan membantu mendistribusikan manfaat pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dalam masyarakat, dan menawarkan kesempatan bagi individu untuk memperbaiki standar hidup mereka. 2. Pelayanan Publik Secara teoritis, Tjiptoherijanto (2010) menyatakan bahwa, pelayanan publik merupakan pengelolaan pasokan barang/jasa secara langsung atau tidak langsung oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan sosial dalam kondisi Pareto. Sedangkan Dwiyanto (2006) mendefinisikan, pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga dan pengguna. Statemen tersebut senada dengan Sinambela (2006) yang menyatakan bahwa pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Pelayanan publik sebagai salah satu bentuk barang publik (public goods) yang diberikan pemerintah sudah selayaknya diimbangi dengan kualitas pelayanan yang baik sehingga masyarakat akan menaruh kepercayaan kepada pemerintah. Selain itu, menurut Dwiyanto dalam (Hashim, 2006) pelayanan publik yang berkualitas menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan Good Governance dan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik salah satu caranya adalah dengan melibatkan kepentingan semua unsur Governance. Adapun untuk mengukur kualitas pelayanan publik menurut Zeithaml (Puspitosari, 2012) didasarkan pada indikator-indikator sebagai berikut: a) Tangibles Artinya kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang tunggu, dan lain-lain. b) Reliability
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1050
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
Yakni kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya Responsiveness Yakni kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen Competence Yakni kemampuan oleh pemberi layanan dalam meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen Courtessy Yakni pemberi layanan harus memperhatikan norma dan etika yang berlaku dalam guna memberi rasa nyaman Credibility Penyelenggara layanan publik harus dapat dipercaya oleh masyarakat guna memberikan rasa keadilan, kepuasan dan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan Security Rasa aman dalam berbagai pelayanan kepada masyarakat harus dijadikan moto utama dalam pelaksanaan pelayanan publik Access pelayanan publik sejatinya adalah layanan yang diberikan kepada seluruh masyarakat umum hingga adanya aturan yang membatasinya, sehingga pelayanan publik harus mudah diakses Communication Komunikasi merupakan alat yang paling sederhana dalam memberikan layanan yang berkualitas. Sehingga komunikasi dalam pelayanan perlu dijaga dan selalu terbuka Understanding Pelayanan publik harus mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Jika pelayanan publik dibangun berdasarkan pengertian, maka layanan tersebut akan tepat sasaran.
3. Kemitraan Menurut Sulistyani dalam (Marsiatanti, 2011), kemitraan dalam perspekstif etimologis diadaptasi dari kata Partnership dan berasal dari akar kata partner, yang berarti “pasangan, jodoh, sekutu, atau
komponen”. Sedangkan partnership diterjemahkan menjadi persekutuan atau perkongsian. Dengan demikian, kemitraan dapat dimaknai sebagai satu bentuk persekutuan antara dua belah pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik. Dalam konteks kemitraan antara pemerintah dan swasta atau Public Private Partnership menurut Mahmudi (2007), dimaknai sebagai unit kerja penyedia layanan pemerintah maupun unit bisnis pemerintah (BUMN/BUMD) yang bekerjasama dengan sektor swasta dan sektor ketiga. Sedangkan Amirullah dalam (Irianti, 2011) menyatakan, Public Private Partnership adalah kerjasama pemberian sebagian kewenangan pemerintah kepada sektor swasta untuk melaksanakan sebagian atau seluruh kegiatan pembangunan dan atau pengoperasian infrastruktur. Kerjasama merupakan suatu konsep yang dilandasi oleh kepercayaan dalam sebuah tim kerja untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan antar anggota mitra di mana setiap anggota mitra selalu berusaha untuk menyelesaikan konflik atau perselisihan secara prosedural sehingga akan menguntungkan masing-masing pihak. Adapun dalam hal model implementasi Public Private Partnership, Savas dalam (Irianti, 2011) menyatakan bahwa kemitraan antara pemerintah dan swasta dapat dilakukan dengan beberapa konsep meliputi fully public (pemerintah secara penuh) sampai fully private (swasta secara penuh). 4. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis model implementasi Public Private Partnership dari E. Savas. Sedangkan untuk mengukur kualitas pelayanan publik di dalam objek penelitian ini, penulis menggunakan indikator-indikator kualitas pelayanan yang diungkapkan oleh Zeithaml, et all.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1051
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Seperti yang diungkapkan oleh Moleong (2004) yang berpendapat bahwa pendekatan kualitatif yaitu “penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan sebagai metode alamiah”. Lokasi penelitian ini berada di Kabupaten Jepara, sedangkan yang menjadi situs penelitian ini yaitu Kantor Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Kabupaten Jepara, Kantor Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara, dan Kantor PT. Petronusa Teer di Kota Semarang. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder yang didapatkan dengan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: wawancara, observasi dan dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, catatan lapangan. Sedangkan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interactive Model seperti yang diungkapkan Miles dan Huberman (1992). Teknik analisis ini terdiri atas beberapa komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pembahasan Kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pelayanan publik harus dilaksanakan secara proporsional, masingmasing aktor yang terlibat perlu menyatukan kekuatan untuk mencapai tujuan yang dimitrakan, yaitu berupa pelayanan publik yang berkualitas.
a. Kemitraan yang Terjalain antara Pemerintah dan Swasta dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Dalam sebuah kemitraan, minimal terdapat dua orang atau lembaga (Stakeholder) yang terlibat. Sedangkan yang terlibat dalam kemitraan dalam pelayanan publik di SPBN Ujung Batu adalah Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara dan PT. Petronusa Teer. Kedua Stakeholder yang terlibat tersebut memiliki kapasitas yang berbedabeda sehingga bisa saling melengkapi. Adapun kapasitas dari Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara, yaitu : Pertama, Merupakan perusahan yang dimiliki oleh pemerintah dan jika diperlukan setiap tahun akan mendapatkan penambahan penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Kedua, Sudah berpengalaman di dunia usaha karena didirikan sejak 14 Januari 1969, Ketiga, Memiliki unit usaha yang bervariasi (Perdagangan, Percetakan, Perbengkelan, Agribisnis dan Jasa Keuangan Non Bank, Keempat, Memiliki jumlah pegawai yang memadai (62 pegawai). Sedangkan kapasitas yang dimiliki oleh PT. Petronusa Teer adalah: Pertama, Berpengalaman dalam hal kontrak kerja dengan PT. Pertamina (Persero) karena sebelumnya merupakan agen Aspal Pertamina dan pernah mengelola SPBU. Kedua, Memiliki modal yang cukup. Ketiga, Manajemen usaha lebih rapi dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya manusia (SDM). Dalam kemitraan yang terjalin, kedua stakeholder tersebut sama-sama memiliki tugas dan peran yang harus dilakukan. Adapun peran konkrit PT. Petronusa Teer dalam pendirian SPBN Ujung Batu yaitu: Pertama, pengurusan Izin dan sarat-sarat administratif. Kedua, menyertakan modal. PT. Petronusa Teer juga berperan sebagai pemilik modal dalam pendirian SPBN Ujung Batu. Jadi dengan sama-sama menyertakan modal untuk pendirian SPBN Ujung Batu maka antara Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabu-
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1052
paten Jepara dan PT. PT. Petronusa Teer sama-sama memiliki kedudukan yang setara dalam penguasaan usaha. Ketiga, penanggung jawab penebusan solar, yaitu PT. Petronusa Teer memiliki peran untuk mengorder solar dari PT. Pertamina (Persero). Hal ini disebabkan karena yang memiliki kuasa atas pendirian SPBN dari PT. Pertamina (Persero) adalah PT. Petronusa Teer, jadi segala urusan administrasi SPBN dan data-data tentang SPBN semuanya atas nama PT. Petronusa Teer, dengan demikian maka yang memiliki akses dan wewenang untuk menebus solar ke PT. Pertamina (Persero) bukanlah pengelola lapangan (Manajer) SPBN akan tetapi pihak PT. Petronusa Teer. Sedangkan tugas dan peran Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara dalam dalam kemitraan tersebut adalah: Pertama, Penanggung jawab operasional SPBN Ujung Batu, yaitu bertanggung jawab atas terlaksananya proses pelayanan kepada nelayan mulai Solar dari Depo PT. Pertamina (Persero) datang hingga pelaporan hasil distribusi. Kedua, Sebagai pemilik sebagian modal usaha. Jadi dalam pendirian SPBN Ujung Batu, modal usahanya tidak hanya berasal dari salah satu stakeholder tetapi berasal dari kedua stakeholder yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Adapun untuk mengetahui model kemitraan antara pemerintah dan swasta yang terjadi di SPBN Ujung Batu, maka dapat diketahui dengan cara melihat tujuan dari adanya kemitraan tersebut. Dalam hal kemitraan yang terjadi di SPBN Ujung Batu, tujuan dari Pemkab Jepara menginstruksikan Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara bermitra dengan PT. Petronusa Teer guna memberikan pelayanan BBM bagi para nelayan yang ada di Kabupaten Jepara adalah agar terjalin hubungan bisnis antara pemerintah dengan swasta yang harapannya akan meningkatkan pendapatan asli Daerah (PAD) sekaligus menyerahkan urusan pelayanan publik yang sebenarnya merupakan wewenang pemerintah menjadi wewenang sektor swasta. Model implementasi kemitraan diatas, jika dipadukan dengan pendapat
Savas dalam (Irianti, 201) tergolong sebagai model Public Authority (Otoritas publik), yaitu: “Pemerintah dianggap sebagai pemilik wewenang penuh atas pelayanan publik seperti pelayanan air bersih, listrik, transportasi dan telekomunikasi. Untuk itu, untuk memaksimalkan kinerjanya, pemerintah perlu bermitra dengan sektor privat (swasta) agar pengelolaannya lebih mengutamakan hubungan bisnis dari pada politis”. b. Respon Masyarakat terhadap Kualitas Pelayanan yang Diselenggarakan oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara SPBN Ujung Batu merupakan unit usaha sekaligus unit pelayanan yang didirikan atas kemitraan antara pemerintah dengan swasta guna memberikan layanan BBM yang berkualitas bagi para nelayan. Adapun salah satu langkah yang digunakan untuk mengetahui hasil sebuah kemitraan dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah dengan mengujinya berdasarkan pendapat para pengguna layanannya terkait beberapa unsur pelayanan berikut ini: 1. Tangibles yaitu kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, ruang tunggu, dan lain-lain. Fasilitas dan sarana fisik yang ada di SPBN Ujung Batu tergolong lengkap tetapi dalam kondisi yang tidak utuh. Gedung SPBN mengalami kebocoran disaat hujan turun, atap-atap kanopi yang ada di area SPBN juga porak poranda akibat diterjang angin pantai dan fasilitas-fasilitas yang bermaterial besi banyak yang mengalami korosi. Akan tetapi, berdasarkan wawancara terhadap pengguna pelayanannya, fasilitas yang ada di SPBN Ujung Batu masih ada yang menyatakan tergolong baik dan nyaman. Hal ini didasarkan pada kebiasaan para nelayan yang lebih mementingkan esensi pelayanan (distribusi BBM) dari pada kenyamanan fasilitaas.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1053
2. Reliability yaitu kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. Pelayanan yang terpercaya merupakan sebuah keharusan bagi semua sektor pelayanan publik. Jika para penggunanya sudah mempercayainya maka kepuasan pengguna pelayanannya akan semakin meningkat. Dalam hal memberikan rasa percaya kepada para pengguna layanannya atas takaran BBM yang ada di SPBN Ujung Batu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan secara rutin melakukan pengecekan dan sidak terhadap alat ukur yang digunakan. Selain itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga secara rutin mengawasi pendistribusian Solar Bersubsidi yang dilakukan oleh SPBN Ujung Batu dan para wartawan pun sering meliput kegiatan pendistribusian Solar di SPBN Ujung Batu. Sehingga, para nelayan yang menjadi penerima layanan SPBN sangat percaya dengan pelayanan yang diberikan oleh SPBN Ujung Batu. 3. Responsiveness ialah kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen. SPBN Ujung Batu dinilai sangat responsif oleh pengguna layanannya, hal ini karena pelayanan yang diberikan tidak berbelit-belit dan cepat, sehingga Disaat pengguna pelayanannya membludak di waktu sore hari, semuanya dapat terlayani oleh petugas SPBN Ujung Batu. Upaya yang dilakukan oleh pengelola SPBN Ujung Batu untuk meningkatkan responsifitas pelayanan adalah dengan cara mengapus syarat-syarat pelayan yang seharusnya diberlakukan kepada para pengguna pelayananya, seperti dokumen kapal atau bukti/tanda nelayan karena para petugas di SPBN sudah hafal dengan para nelayan yang sering mendapatkan pelayanannya. 4. Competence yakni kemampuan pemberi layanan dalam meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan konsumen. Kompetensi petugas di SPBN Ujung Batu yang meskipun hanya ada 2
petugas yang berijazah S1 dari total 8 petugas, mendapatkan penilaian “Baik” dari pengguna layanannya. Hal tersebut di atas dikarenakan jam kerja para petugas di SPBN Ujung Batu sudah sangat tinggi. Semua petugasnya telah bekerja diatas 1 tahun dan sudah sangat mahir dalam memberikan pelayanan. Para pengguna pelayanan pun dapat dilayani dengan baik meski disaat puncak-puncak keramaian. 5. Courtessy, yakni pemberi layanan harus memperhatikan norma dan etika yang berlaku dalam guna memberi rasa nyaman. Para petugas yang ada di SPBN Ujung Batu semua adalah orang-orang suku jawa dan yang dilayani mayoritas juga orang-orang jawa. Dengan demikian memiliki nilai-nilai dan etika yang sama sehingga dalam penyelenggaraan pelayanannya akan saling memahami dan mengerti bagaimana dan apa yang harus dilakukan oleh penyelenggara maupun penerima layanan, dan para penerima layanan SPBN Ujung Batu pun menyatakan bahwa aspek. Courtessy di SPBN Ujung Batu tergolong “Baik” 6. Credibility yaitu Penyelenggara pelayanan publik harus dapat dipercaya oleh masyarakat guna memberikan rasa keadilan, kepuasan dan informasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Kredibilias SPBN Ujung Batu mendapatkan penilain “Baik” dari pengguna layanannya. Penilaian tersebut dikarenakan Pengelola SPBN Ujung Batu selalu berusaha bekerja sesuai aturan yang berlaku, yaitu hanya menjual Solar kepada nelayan, tidak untuk sektor lainnya, meski pada saat cuaca buruk terkadang tidak ada satu nelayan pun yang menggunakan layanannya. 7. Security yaitu rasa aman dalam berbagai pelayanan kepada masyarakat harus dijadikan moto utama dalam pelaksanaan pelayanan publik. Keamanan dalam menyelenggarakan pelayanan publik dapat dilakukan dengan banyak cara, baik menggunakan cara yang mengandalkan alat maupun mengandalkan petugas. Umumnya
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1054
fasilitas publik seperti bank, supermarket dan stasiun dalam menjaga keamanan pelayanannya melibatkan tenaga security atau satpam. Akan tetapi hal yang dilakukan oleh pengelola SPBN Ujung Batu tidaklah demikian. Pengelola SPBN Ujung Batu memanfaatkan warga sekitar untuk menjadi penjaga keamanannya dengan cara merekrut orang yang berpengaruh di sekitar area SPBN Ujung Batu untuk direkrut menjadi pegawai sekaligus bertujuan untuk menjaga keamanan. Hasilnya adalah, para pengguna layanan yang ada di SPBN Ujung Batu menilai bahwa bertransaksi di SPBN Ujung Batu itu “sangat aman”. 8. Access, Pelayanan publik sejatinya adalah layanan yang diberikan kepada seluruh masyarakat umum hingga adanya aturan yang membatasinya, sehingga pelayanan publik harus mudah diakses. Aturan pemerintah yang berlaku saat ini adalah, para nelayan diwajibkan membeli Solar di SPBN, akan tetapi di Kabupaten Jepara hanya terdapat 2 unit SPBN yang salah satunya adalah SPBN Ujung Batu. SPBN ini terletak di wilayah Kota Jepara padahal para nelayan di Kabupaten Jepara keberadaannya tersebar di seluruh wilayah pesisir sehingga dalam hal Access, para nelayanan yang menggunakan layanan SPBN Ujung Batu memberi tanggapan yang beragam. Tanggapan dari nelayan yang berasal dari wilayah Kota Jepara menyatakan, SPBN Ujung Batu sangat mudah diakses karena lokasinya sangat strategis, akan tetapi bagi para nelayan yang berasal dari wilayah Kabupaten Jepara lainnya (terutama wilayah Kecamatan Keling dan Kecamatan Donorojo) menganggap bahwa SPBN Ujung Batu sangat sulit di akses karena jarak tempuh yang sangat jauh. 9. Communication yaitu alat yang paling sederhana dalam memberikan layanan yang berkualitas. Sehingga komunikasi dalam pelayanan perlu dijaga dan selalu terbuka.
Komunikasi yang dilakukan oleh petugas pelayanan di SPBN Ujung Batu mendapatkan nilai bagus dari para pengguna pelayanannya karena para petugasnya sangat komunikatif dan dapat mengakrabkan diri dengan para pengguna pelayanannya. Akan tetapi, komunikasi yang sudah bagus tersebut tidak diimbangi penggunaan media yang memadai sehingga hanya mengandalkan komunikasi lisan yang hanya bisa diterima dan ditanggapi oleh sedikit orang saja. 10. Understanding Pelayanan publik harus mengerti apa yang diinginkan masyarakat. Jika pelayanan publik dibangun berdasarkan pengertian, maka layanan tersebut akan tepat sasaran. Upaya pengelola SPBN Ujung Batu untuk memahami keinginan pengguna layanannya sudah sangat bagus. Pengelola SPBN tidak ingin para penggunanya merasa terhambat untuk mendapatkan pelayanan. Disaat ada banyak pengguna layanan yang antre, pengelola berusaha memahaminya dengan cara mengizinkan mereka untuk melayani sendiri karena jika menunggu dilayanai petugas maka pelayanannya akan lambat. Selain itu, di saat pasokan solar mengalami keterbatasan, pengelola SPBN pun berupaya memahami keinginan para pengguna layannnya dengan membagi secara proporsional BBM yang didistribusikan agar semua pengguna pelayanannya sama-sama mendapatkan pasokan BBM untuk keperluan melaut. c. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Kelurahan Ujung Batu Kecamatan Kota Jepara Kabupaten Jepara Dalam pelayanan publik, pasti terdapat hal-hal yang dapat mendukung dan menghambat implementasinya. Adapun hal-hal yang mendukung dan menghambat dalam penyelenggaraan/imple-
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1055
mentasi pelayanan publik di SPBN Ujung Batu adalah sebagai berikut: 1. Faktor Pendukung Faktor pendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang ada di SPBN Ujung Batu yaitu; Pertama, Masingmasing stakeholder yang terlibat dalam kemitraan memiliki kapasitas yang memadai baik dari segi permodalan maupun pengalaman. Kedua, Berada pada lokasi yang strategis yaitu di wilayah kota dan dekat dengan sentra aktivitas nelayan, Ketiga, daya beli masyarakat yang selalu meningkat jikalau cuaca sedang normal dan hasil tangkapan melimpah. Keempat, Kesadaran para nelayan akan fungsi dan tujuan dibangunnya SPBN adalah untuk melayani mereka sehingga mereka antusias untuk menggunakan layanan SPBN Ujung Batu. 2. Faktor Penghambat Hambatan yang dialami oleh SPBN Ujung Batu dalam pelayanan publik adalah: Pertama, Fasilitas yang kurang memadai akibat banyak yang rusak karena terkorosi. Kedua, Adanya masyarakat yang sering menyandarkan kapalnya di area SPBN sehingga kapal yang hendak mengisi BBM tidak dapat langsung menjangkau SPBN. Ketiga, kebijakan PT. Pertamina (Persero) terkait alokasi penambahan dan pengurangan kuota BBM. Dan Keempat, kondisi cuaca yang tidak bersahabat di bulan Desember dan Januari menyebabkan tidak adanya nelayan yang bertransaksi di SPBN Ujung Batu. Kesimpulan 1. Dalam sudut pandang teoritis, model implementasi kemitraan yang terjalin antara Pemerintah Kabupaten Jepara dengan PT. Petronusa Teer adalah model Public Authority, yaitu; Dalam hal kemitraan yang terjadi di SPBN Ujung Batu, tujuan dari Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Jepara menginstruksikan Perusahaan Daerah “Aneka Usaha” Kabupaten Jepara bermitra dengan PT. Petronusa Teer guna memberikan pelayanan BBM bagi masyarakat nelayan yang ada di Kabupaten Jepara adalah agar terjalin hubungan bisnis antara pemerintah dengan swasta yang harapannya akan meningkatkan pendapatan asli Daerah (PAD) sekaligus menyerahkan urusan pelayanan publik yang sebenarnya merupakan wewenang pemerintah menjadi wewenang sektor swasta. 2. Dalam hal respon masyarakat nelayan pengguna layanan SPBN Ujung Batu terhadap kualitas pelayanan yang diselenggarakan, Kualitas pelayanan di SPBN Ujung Batu dari aspek; Reliability,Responsiveness,Competence, Courtesy, Understanding, Credibility, Communication dan Security tergolong “Baik”. Sedangkan dalam hal Tangibles dan Access, antar pengguna layanan SPBN Ujung Batu memiliki pendapat yang beragam akibat perbedaan persepsi masalah kondisi fasilitas di SPBN Ujung Batu dan lokasi keberadaan SPBN Ujung Batu yang berada di wilayah Kota Jepara. 3. Respon masyarakat atas kualitas pelayanan yang diselenggarakan oleh SPBN Ujung Batu dipengaruhi oleh beberapa hal yang mendukung penyelenggaraan pelayanannya, yaitu meliputi; Kapasitas stakeholder yang terlibat, Ketepatan lokasi, Daya beli masyarakat dan Kesadaran masyarakat serta adanya hal yang mengnghambat dalam penyelenggaraan pelayanan publik di SPBN Ujung Batu yang meliputi: Kondisi fasilitas penunjang pelayanan, Adanya kegiatan nelayan yang menyandarkan kapalnya di area SPBN Ujung Batu, Regulasi PT. Pertamina (Persero) yang kurang fleksibel dan kondisi cuaca Yang tidak bersahabat pada bulan-bulan tertentu.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1056
Daftar Pustaka Basuki, Ananto dan Shofwan. (2006) Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Good Governance. Malang, Sekretariat Penguatan Otonomi Desa (SPOD) FEUB. Deputi2 (2011) Penyerahan Bantuan Beras bagi Para Nelayan di Indramayu. Jakarta. Kementerian Kordinator Kesejahteraan Rakyat. [internet] Available from <www.menkokesra.go.id/content/penyerahan-bantuan-beras-bagi-para-nelayan-di-indramayu-0> (Accessed: 17 February 2013). Dwiyanto, Agus. (2006) Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Hasbi, Muhammad. (2010) Aktualisasi Sinergitas Komponen Governance dalam Peningkatan Pelayanan Pendidikan Kecakapan Hidup di Kota Makassar. Universitas Negeri Makassar. Makassar, Artikel program doktoral. Hashim, Alwi Batubara. (2006) Pelayanan Publik Sebagai Pintu Masuk Dalam Mewujudkan Good Governance. Jurnal Analisis Administrasi dan Kebijakan. Vol.3 No.2, Mei 2006 Hal.3. Irianti, Ana Frida. (2011) Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Pengelolaan Pariwisata. Universitas Brawijaya. Malang, Skripsi yang tidak dipublikasikan. Mahmudi. (2007) Kemitraan Pemerintah Daerah dan Efektivitas Pelayanan Publik. Sinergi, Vol. 9 No. 1, Januari 2007 Hal.55. Marsiatanti, Dyah Yusi. (2011) Sinergi Antara Pemerintah dan Masyarakat dalam Melestarikan Kesenian Daerah. Universitas Brawijaya. Malang, Skripsi yang tidak dipublikasikan. Milles dan Huberman. (1992) Analisis Data Kualitatif. Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press). Moleong, J. Lexy. (2004) Metode Penelitian Kualitatif Ed. Revisi. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Puspitosari, Hesti, dkk. (2012) Filosofi Pelayanan Publik. Malang. Sastra Press. Sinambela, Lajian Poltak dkk. (2006) Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta. Bumi Aksara. Sjamsuddin, Sjamsiar. (2006) Kepemerintahan dan Kemitraan. Malang, CV. Sofa Mandiri. Sumarto, Hetifa Sj. (2003) Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Bandung,Yayasan Obor Indonesia. Tjiptoherijanto, Prijono dan Mandala Manurung. (2010) Paradigma Administrasi Publik dan Perkembangannya. Jakarta, UI Press.
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1048-1057
| 1057