Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi Dalam Pelayanan Kesehatan di Masyarakat Tengger Laurentius Dyson P.
[email protected] (Departemen Antropologi Fisip-Universitas Airlangga, Surabaya)
Abstract For Tenggerese people, mother’s health in pregnancies and childbird are important problems. This research was concerned with the role of doctor, modern rural midwife, and traditional midwife in the public health services in the Tengger community. The aim of this research is to describe the knowledge and behavior of the Tenggerese mother in pregnancies and childbirth, also the role of the doctor, modern rural midwife, and traditional midwife in the Tengger’s health services. This research employed qualitative research methods, both in terms of collection (using observation and interview) and analysis of the data. The research was conducted in Ngadisari village (Sukapura, Probolinggo), also Tosari and Wonokitri villages (Tosari, Pasuruan). There are two important findings of this research. First, the mothers of the three villages have a good knowledge in pregnancies and childbirth as well as trust, hope, and good participation on health program and services in their villages, both in modern health service (involving doctor and modern rural midwife) and traditional health service (traditional midwife). Second, the health service personnel (doctors, modern rural midwifes, and traditional midwifes) have competence and significant role in health programs and services. The rural midwifes have significant roles in socializing, detecting, controlling, and caring the pregnancy. The modern rural midwifes and the traditional midwife were cooperate to each other in childbird. The traditional role of shaman remains very much needed, especially in assisting childbirth (by giving psychological support) and caring the newborns after birth until next 40 days. Unfortunately, all of the traditional midwifes are over 60 years old, while there is not any effort to inherit the profession to her children or her families. Keywords: role, doctor, modern rural midwife, traditional midwife.
Abstrak Bagi masyarakat Tengger, kesehatan ibu dalam hal kehamilan dan melahirkan merupakan masalah yang penting. Masalah penelitian ini adalah bagaimana peran dokter, bidan desa, dan dukun bayi dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat Tengger. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengetahuan dan kelakuan ibu-ibu Tengger dalam hal kehamilan dan melahirkan serta peran dokter, bidan desa, dan dukun bayi dalam pelayanan kesehatan. Metode penelitian ini adalah kualitatif, baik untuk pengumpulan datanya (pengamatan dan wawancara) serta analisis datanya. Lokasi penelitian ini ada di desa Ngadisari (Sukapura, Probolinggo) serta Tosari dan Wonokitri (Tosari, Pasuruan), Provinsi Jawa Timur. Ada dua hasil penelitian penting, yang dapat dikemukakan berikut ini. Pertama, ibu-ibu di ketiga desa mempunyai pengetahuan kehamilan dan melahirkan yang baik, kepercayaan, harapan, dan keikutsertaan yang baik dalam program dan layanan kesehatan di desanya, baik yang moderen (dokter dan bidan desa) maupun tradisional (dukun bayi). Kedua, tenaga layanan kesehatan (dokter, bidan desa, dan dukun bayi) mempunyai kemampuan dan peran yang baik. Bidan desa punya peran yang besar dalam sosialisasi kesehatan ibu hamil, mendeteksi, mengontrol, dan merawat kehamilan. Bidan desa dan dukun bayi saling bekerjasama dalam menolong persalinan. Secara tradisional, peran dukun bayi masih diperlukan, khususnya mendampingi bidan desa dalam persalinan (sebagai dukungan psikologis) dan merawat bayi sesudah lahir hingga usia 40 hari. Namun, sayangnya semua dukun bayi sudah berusia di atas 60 tahun, tidak ada usaha untuk meneruskan profesinya ke anak-anaknya atau keluarganya. Kata Kunci: peran, dokter, bidan, dukun bayi
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 237
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
Pendahuluan
M
lebih banyak.
Dalam prakteknya, ibu
asalah kesehatan merupakan
hamil
masalah yang penting dalam
mengurangi
kehidupan
manusia.
mengkonsumsi jenis makanan tertentu.,
Masalah kesehatan saling terkait berbagai
karena alasan kepercayaan dan tradisi
bidang
yang
fisik,
umat
budaya,
sosial,
dan
melakukan dan
sudah
pantangan,
yaitu
menghindari
untuk
berjalan
dari
generasi
psikologis. Dari perspektif antropologi
terdahulu hingga generasi yang hidup di
budaya, masalah kesehatan berkaitan
masa kini.
dengan aspek pengetahuan, nilai, norma,
Menurut Ahimsa-Putra (2005:16),
kepercayaan/ keyakinan, pranata, serta
masalah kesehatan erat kaitannya dengan
simbol dan makna. Aspek pengetahuan
tersedianya berbagai fasilitas kesehatan,
diakui
sarana
memang
sangat
penting,
transportasi,
dan
komunikasi
mengingat lingkup dan pengaruhnya
dalam masyarakat, dengan kepercayaan,
pada aspek-aspek lain yang saling terkait.
mata pencaharian, dan lingkungan fisik
Indonesia merupakan wilayah asal
(ecosystem)
masyarakat
yang
dan tempat berkembangnya berbagai
bersangkutan. Masalah kesehatan tidak
budaya suku bangsa (etnik). Masing-
dapat dipahami dan diatasi semata-mata
masing
dengan memperhatikan pada kesehatan
suku
bangsa
mempunyai
kebiasaan (habit), yang dipengaruhi oleh lingkungan dan adat, khususnya yang
tubuh, melainkan harus holistik. Masalah
yang
dikaji
dalam
berkaitan dengan masalah kesehatan.
penelitian ini adalah: bagaimana peran
Demikian pula pada orang Tengger,
dokter, bidan desa, dan dukun bayi dalam
masalah kesehatan ba-nyak dipengaruhi
pelayanan kesehatan pada masyarakat
keadaan lingkungan (fisik dan sosial)
Tengger?
Untuk
serta adat.
penelitian
ini,
Penelitian (2005:132-133)
Mariyah
dan
menyimpulkan
menjawab perlu
masalah
dikemukakan
Hakimi
beberapa pertanyaan penelitian yang
masih
berkaitan dengan: (1) pengetahuan dan
kuatnya sistem kepercayaan (berbagai
praktek
kesehatan
pantangan) yang perlu ditaati dan atau
khususnya
dilakukan ibu hamil. Pada saat sedang
kepercayaan, harapan, dan keikut-sertaan
hamil, ibu dan bayinya memerlukan
ibu rumah tangga dalam program dan
makanan yang bergizi dan zat besi yang
layanan kesehatan, dan (3) kemampuan
ibu
orang
Tengger,
rumahtangga,
(2)
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 238
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
dan peran tenaga pelayanan kesehatan
(dokter, bidan desa, dukun bayi, dan
moderen
kepala desa).
(dokter
dan
bidan)
serta
tradisional (dukun bayi).
Populasi dalam penelitian ini adalah
Menurut Notoatmodjo (1993: 59-
orang Tengger, sedangkan unit analisis-
60), kelakuan kesehatan mencakup 4 hal,
nya adalah rumah tangga. Subyek dan
yaitu kelakuan terhadap: (1) sakit dan
informan dalam situasi budaya tertentu
penyakit, antara lain dalam pencarian ke-
harus dipilih untuk mendapat informasi
sembuhan, (2) sistem pelayanan kesehat-
yang mantap dan terpercaya sesuai de-
an, (3) makanan, dan (4) lingkungan ke-
ngan fokus penelitian (Faisal, 1990: 56).
sehatan. Penelitian ini lebih fokus pada
Pemilihan subyek dan informan ini perlu
kelakuan dalam pencarian kesembuhan
dilakukan secara purposif, yaitu ber-
dan pelayanan kesehatan.
dasarkan apa yang diketahui dan dialami berkaitan dengan kelakuan kesehatannya. Subyek di ketiga desa berjumlah 15
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di masya-
orang ibu rumah tangga, yang sudah
rakat Tengger, di Kecamatan Sukapura,
punya anak atau yang sedang hamil. In-
Kabupaten Probolinggo (desa Ngadisari)
forman yang diwawancarai ada 9 orang,
dan
yaitu 2 dokter, 2 bidan desa, 2 dukun
Kecamatan
Tosari
Kabupaten
Pasuruan (desa Tosari dan Wonokitri),
bayi, dan 3 kepala desa.
Provinsi Jawa Timur. Tiga desa ini dipilih
Analisis data dalam penelitian ini
karena sebagian besar penduduk wilayah
menggunakan analisis deskriptif, yang
keempat desa itu asli orang Tengger yang
bertujuan untuk menemukan tema buda-
sangat peduli dengan masalah kesehatan,
ya, yaitu kelakuan kesehatan. Analisis
khususnya dalam perawatan ibu hamil
data bersifat simultan, yang dilakukan
dan melahirkan. Penelitian ini dilakukan
sejak awal mencari data (pengamatan
selama tiga bulan, yaitu bulan Mei-Juli
dan wawancara) hingga akhir penelitian.
2016. Penelitian ini adalah penelitian
Pengolahan data dilakukan dengan cara
kualitatif, dengan metode pengumpulan
mengisi matrik jawaban subyek di ketiga
datanya (observasi dan wawancara) mau-
desa, kemudian dianalisis secara kompa-
pun metode analisisnya. Wawancara dila-
ratif.
kukan untuk mendapatkan data dari su-
Hasil dan Pembahasan
byek (ibu rumah tangga) serta informan
A) Pengetahuan dan Kelakuan Keha-
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 239
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
jarum
milan
suntik
dan
obat-obatan,
(3)
Bagi orang Tengger, kehamilan se-
pengalaman pada persalinan sebelumnya,
orang ibu merupakan saat yang dinanti
yang dibantu oleh dukun bayi, dengan
dan paling membahagiakan. Anak adalah
rasa aman dan nyaman.
dambaan dan berkah bagi keluarga, ka-
Ibu-ibu Tengger yang sudah sadar
rena titipan dewa dan penerus keturun-
akan keselamatan dan kesehatan, umum-
an. Berbagai cara dilakukan orangtua
nya memeriksakan kehamilannya ke
Tengger dalam mendapatkan, merawat,
bidan, baik di tempat prakteknya mau-
dan mendidik anak dengan sebaik mung-
pun di Posyandu. Ibu-ibu Tengger tahu
kin.
kalau pemeriksaan kehamilan itu sangat Di desa Ngadisari dan Wonokitri
perlu, karena merupakan program wajib
masih ada ibu hamil yang kurang peduli
dari pemerintah, yang sangat berguna
dengan tanda-tanda akan melahirkan. Hal
untuk kesehatannya dan calon bayinya.
ini disebabkan oleh banyak faktor, antara
Menurut ibu-ibu Tengger, mereka
lain: (1) kesalahan dalam menghitung
lebih senang memeriksakan kehamilan-
bulan ke-hamilan, (2) kesalahan dalam
nya ke bidan, karena lebih enak, lebih
mempre-diksi kelahiran, (3) pengalam-
dekat ke bidan dari pada ke dokter, dan
an persalinan pada anak sebelumnya, dan
peralatannya juga lengkap. Bidan juga
(4) tidak memeriksakan kehamilan pada
bisa dipanggil ke rumah untuk menolong
tenaga layanan medis kesehatan (dokter
persalinan.
atau bidan).
B) Kepercayaan, Harapan, dan Keikutsertaan dalam Program dan Layanan Kesehatan
Beberapa ibu hamil di Ngadisari yang belum sadar akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kehamilan dan persalinan
tidak
mau
memeriksakan
kehamilannya pada tenaga layanan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) pola pikir tradisional (kepercayaan) tentang kehamilan dan proses kelahiran, sebagai hal yang alami, sehingga bisa ditangani dukun bayi, (2) ibu-ibu takut pada alat-alat medis, seperti
Menurut ibu-ibu Tengger, bidan desa memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk memeriksa, mendeteksi, mengontrol, dan merawat kehamilan. Demikian pula dalam menangani persalinan, khususnya bila ibu yang akan melahirkan dalam keadaan sehat serta kehamilannya normal. Pemeriksaan kehamilan umumnya ke bidan, namun untuk USG, ibu-ibu Tengger memilih ke
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 240
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
dokter, karena peralatannya lebih lengkap.
Bidan desa punya peran yang besar dalam sosialisasi kesehatan ibu hamil,
Dukun bayi membantu bidan dalam
mendeteksi, mengontrol, dan merawat
menolong persalinan. Orang Tengger
kehamilan. Bidan desa telah berperan
sangat percaya pada pengetahuan dan
sebagai ”pelayan” masyarakat dengan
kemampuan dukun bayi dalam merawat
menyediakan waktu untuk melayani ibu-
bayi sesudah lahir. Perawatan bayi itu
ibu hamil dan akan melahirkan. Kesedia-
berlangsung hingga bayi sudah berusia
an bidan desa untuk mendatangi pasien
40 hari atau sudah mengalami cuplak
yang mebutuhkan pertolongannya meru-
puser (tali pusar lepas).
pakan bentuk kepedulian bidan desa,
Menurut ibu-ibu Tengger, layanan
yang diakui dan dirasakan oleh ibu-ibu
petugas kesehatan umumnya sudah baik,
Tengger. Bidan desa berperan dalam
khususnya bidan dan dukun bayi. Tiap
mendeteksi, mengontrol, dan merawat
bulan atau dua bulan sekali, ibu-ibu
kehamilan.
memeriksakan kandungannya ke dokter dan
terutama
ibu-ibu
Ngadisari, yaitu ibu Anggi Abi Afandi,
Tengger, pelayanan mereka sudah meng-
biasa dipanggil bidan Anggi, berusia 30
ikuti aturan dan prosedur kesehatan.
tahun. Bidan yang tergolong masih muda
Oleh karena itu, ibu-ibu sangat percaya
ini bertempat tinggal dengan keluarganya
pada kemampuan dan kesungguhan te-
di Probolinggo, sehingga tiap hari bidan
naga pelayan kesehatan tersebut dalam
Anggi harus pergi-pulang dari Probo-
melayani masyarakat Tengger.
linggo-Ngadisari, sejauh 40 kilometer.
C) Peran Tenaga Kesehatan
Disamping memeriksa kehamilan dan
Tenaga
bidan.
layanan
Bagi
Hanya ada satu bidan desa di desa
kesehatan
menolong persalinan, bidan Anggi juga
(dokter, bidan desa, dan dukun bayi)
memberi penyuluhan kepada ibu-ibu
mempunyai kemampuan dan peran yang
hamil dan remaja mengenai pentingnya
baik, khu-susnya yang berkaitan dengan
menjaga kesehatan waktu hamil. Di-
kehamilan dan persalinan. Dokter punya
antaranya
peran da-lam pemeriksaan ibu hamil,
minimal sebulan sekali. Kegigihan bidan
khususnya dengan USG, serta menolong
Anggi dalam pekerjaannya ini mendapat
persalinan, khususnya yang tidak bisa
apresiasi dari masyarakat maupun aparat
ditolong oleh bidan desa.
desa, sehingga tempat prakteknya kini
adalah
kontrol
kehamilan
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 241
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
ada di balai dusun Cemorolawang, setelah
ibu Tengger. Sejak tahun 1980an, lewat
tempat kontrakannya habis.
peraturan Menteri Kesehatan RI, para
Di samping penyuluhan kelahiran
dukun bayi hanya boleh menolong per-
dan persalinan, bidan Anggi juga mem-
salinan bila didampingi oleh bidan. Oleh
buat acara senam hamil bagi ibu-ibu
karena itu, semenjak keluarnya peratur-
hamil. Acara ini biasanya dilakukan tiap
an itu, dukun bayi dan bidan desa saling
bulan
ibu-ibu
bekerjasama dalam menolong persalinan.
hamil dari desa terdekat, yaitu desa Jetak
Peran dukun bayi selanjutnya adalah
dan Wonotoro. Menurut subyek, adanya
merawat ibu dan bayi sesudah lahir
senam hamil ini dapat memberikan rasa
hingga usia 40 hari (cuplak puser).
bersama-sama
dengan
aman dan percaya bila melahirkan nanti akan mudah dan selamat.
Peran dukun bayi juga melakukan ritus-ritus setelah kelahiran bayi, antara
Menurut pengalaman bidan Anggi,
lain ritus cuplak puser. Dukun bayi, se-
dlam merawat bayi usia 0-12 bulan, ada
perti mbah Brati, juga memberi ramuan
enam jenis imunisasi dasar lengkap. Jenis
untuk ibu yang baru saja melahirkan.
imunisasi dan usia bayi itu meliputi: HB
Ramuan minuman khas Mbah Brati ter-
usia 0-7 hari, BSG/polio1 usia 1 bulan,
diri dari awu, parutan kunir, dan air
TBC usia 1-3 bulan, DPT 1/DPT HIB usia
mendidih. Minuman itu berguna untuk
3-4 bulan, polio2 usia 3-4 bulan, dan
mengencangkan kembali kondisi perut
campak untuk imunisasi dasar lengkap.
dan jalan lahir si ibu, sehingga menjadi
Kehadiran bidan desa di ketiga desa
lebih baik dan enak.
telah menggeser peran dukun bayi sebagai penolong persalinan. Kini, peran dukun bayi hanya mendampingi bidan desa dalam menolong persalinan. Dukun bayi juga merawat ibu yang habis melahirkan dan anak yang baru lahir. Secara tradisional, dukun bayi (dukun bayek) di ketiga desa itu telah diakui kemampuan dan perannya. Keberadaan dukun bayi telah memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu-
Gambar 1.
Awu (abu) dari tungku Awumadalah kayu yang bias e m a s aabu k mhasil b a h pembakaran Brati . (Dokumentasi Peneliti-Juni 2016)
parutan kunyit agar perut ibu terasa lebih ringan dan badan menjadi segar kembali. Se-telah mengurus bayi dan BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 242
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
ibunya, mbah Brati membersihkan ari-ari
sekarang. Dukun bayi di ketiga desa
dan mema-sukkannya ke dalam batok
Tengger itu umumnya masih memiliki
kelapa, yang diisi beras, garam, ragi,
hubungan kerabat atau tetangga dengan
lombok,
ibu hamil. Ibu hamil dan melahirkan akan
bawang
dibungkus
merasa tenang bila ada perawatan, per-
digantung di belakang rumah si bayi. Ari-
tolongan, dan pengawasan dukun bayi,
ari
yang sudah dilakukan secara turun-
tersebut
kain
Kemudian dan
bayi
dengan
putih.
putih
diyakini
se-bagai
kancane baye’ (kembaran atau teman bayi
selama
dalam
temurun.
kandungan).
Banyak pantangan yang tidak boleh
Pemberian bahan-bahan itu untuk me-
dilakukan oleh ibu hamil, terutama pan-
nolak bala atau menjauhkan bayi dari
tangan dalam perbuatan. Pantangan itu
kesusahan, agar bayi tumbuh dan besar
meliputi: waktu, tempat, dan obyek. Ibu-
dengan baik, sehat dan giat bekerja.
ibu Tengger percaya bila pantangan
Selama hamil, ibu-ibu Tengger di
tersebut dilanggar oleh ibu hamil, maka
ketiga desa melakukan aktivitas rutinnya
bahwa ia akan menerima hukum karma.
seperti biasanya. Ibu-ibu tetap bekerja di
Pantangan makanan untuk ibu hamil juga
ladang membantu suaminya, mengurus
ada, yaitu tidak boleh mengkonsumsi
kebutuhan rumah tangga, membersihkan
makanan yang terlalu pedas dan panas,
rumah, memasak, dan mencuci pakaian.
seperti lombok, nanas, mangga kweni,
Ibu-ibu percaya bahwa bila tetap bekerja
dan tebu secara berlebihan. Sifat panas
dan tidak bermalas-malasan di waktu
dari cabe dan nanas dipercaya dapat
hamil, maka kandungannya akan men-
menggugurkan kandungan, khususnya
jadi kuat dan mudah dalam persalinannya
pada usia kandungan pada tri semester
kelak. Namun, aktivitas rutin ibu hamil
awal. Namun, menurut bidan Anggi,
akan berkurang seiring dengan ber-
pantangan-pantangan bagi ibu hamil ter-
tambahnya usia kehamilan. Bila ibu hamil
sebut kini sudah banyak berkurang.
merasa lelah dan ada yang aneh pada
Menurut bidan Anggi:
kehamilannya, mereka akan memeriksakan ke bidan atau dukun bayi. Menurut ibu-ibu Tengger, dukun bayi masih dipercaya untuk merawat kehamilan dan sesudah melahirkan, sejak dulu hingga
“Pantangan. Kalau sejauh ini nggak ada. Ya dikasih tau kalau umpama ada yang sering ke guguran, itu biasanya usia kehamilan 0-3 bulan. Itu biasa kalau tidak mengalami penda rahan nggak masalah. Kalau pendarahan, berhubungan su BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 243
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
ami-istri jangan terlalu sering. dijaga juga”. Pada saat bayi baru lahir, dukun bayi akan meminumkan satu sendok makan air gula ke dalam mulutnya. Menurut mbah Brati, hal ini berkaitan dengan
pengetahuan
orang
Tengger
bahwa pemberian air gula pada mulut si bayi bertujuan agar bayi pada saat besar nanti dapat berbicara santun atau manis dengan orang lain, termasuk orang tuanya. Selain air gula, bayi yang baru lahir juga diberi makan pisang yang dilembutkan. Menurut Mbah Brati, jika seorang bayi baru lahir diberi pisang (gedhang ayu), maka pada saat dia besar nanti akan memiliki sifat yang baik hati. Pada saat memberikan air gula di mulut bayi, mbah Brati akan berkata (berdoa) pada si bayi: “Anak baik, anak pintar besar nanti tumbuh besar, dengan bicara yang lembut dan sopan-santu ya nak”. Bayi akan diberi ASI oleh ibunya sampai usia kurang lebih dua tahun, setelah bayi minum air gula sebagai minuman pertamanya. Beberapa ibu-ibu desa Ngadisari dan Tosari, program ASI yang diminumkan pada bayi sampai usia 6 bulan (ASI eksklusif) sudah diterapkan. Saat bayi berusia 2-3 bulan, diberi makan bubur nasi oleh ibunya. Hal ini dilakukan karena pemahaman dan kekhawatiran
ibu bahwa ASI tidak dapat membat bayinya kenyang. Oleh karena itu, bayi perlu diberi makanan tambahan, seperti bubur nasi yang dibuat sendiri oleh ibunya atau bubur instan yang dibeli di warung/toko. Bubur nasi untuk bayi biasanya dicampur dengan sayuran dan dimasak sampai matang, kemudian dilumatkan (diulek) sampai halus, semacam nasi tim. Bila air susu ibu belum keluar atau hanya keluar sedikit, bayi akan diberi air gula sebagai penggantinya. Bila lebih dari tiga hari, air susu ibu juga belum keluar, bayi akan diberi susu sapi (formula). Ibuibu Tengger biasa makan sayur guna mengatasi kurangnya ASI, karena makan sayur diyakini dapat menambah lancar dan banyaknya ASI. Sayur yang biasa dimakan adalah jenis katuk, kobis, dan pakis. Secara tradisonal, ibu-ibu Tengger juga punya cara untuk meng-atasi ASI yang kurang atau tidak mau keluar. Ibuibu biasanya menempelkan ragi tape di payudaranya, untuk merangsang payudara mengeluarkan ASI . Beberapa ibuibu Tengger juga melakukannya dengan cara membersihkan puting susu dan payudara dengan air hangat dan jeruk nipis. Cara tersebut di atas biasanya berhasil. Ibu-ibu Tengger biasa menyapih anaknya untuk tidak menetek lagi pada
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 244
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
usia 18-24 bulan. Setelah anak mencapai
kan oleh seorang ibu Tengger telah me-
usia itu, ibunya akan membawa anaknya
lalui serangkaian harapan dan doa, agar
ke dukun bayi untuk penyapihan. Dukun
anak tersebut dapat lahir dengan selamat.
bayi akan memberi doa, mantra, dan
Oleh karena itu, ibu-ibu Tengger berusaha
nasehat kepada si anak agar dia tidak
keras untuk menjaga kesehatannya dan
menyusu ibunya lagi. Bila di hari pertama
anaknya, dengan cara memeriksakan ke-
anak tetap belum mau disapih, maka ibu
hamilannya ke dokter atau bidan desa.
akan membawa anaknya lagi ke dukun
Pertolongan persalinan juga diusahakan
bayisampai anaknya tidak ingin menetek
ke medis moderen (dokter atau bidan
ibunya lagi. Biasanya setelah dilakukan
desa) agar terjamin keselamatannya.
ritus penyapihan oleh dukun bayi, anak
Kedua, setelah kelahiran bayi, ibu-ibu
tidak mau menetek lagi.
Tengger masih mempercayakan perawat-
Bila bayi panas atau mencret, si ibu
annya pada medis tradisional (dukun
akan memanggil bidan untuk memeriksa
bayi). Perawatan dan pendampingan oleh
dan memberi obat. Dukun bayi ter-
dukun bayi selama 40 hari pada ibu dan
kadang juga dimintai pertolongan untuk
bayinya terbukti memberi rasa aman dan
mengobati. Dukun bayi akan memijat si
nyaman bagi ibu yang melahirkan. Keber-
bayi dengan parutan kunyit dan bebe-
langsungan tradisi ini terancam karena
rapa suwuk (doa). Terlebih dahulu kunyit
tidak adanya regenerasi profesi dukun
dibakar, lalu diparut, dan di-suwuk ketika
bayi, baik pada anak-anaknya maupun
akan dioles ke seluruh badan bayi yang
keluarganya.
sakit. Untuk bayi yang mencret biasanya
Pada masa kini, ibu-ibu Tengger
dukun bayi akan nyekoki (meminumkan)
sudah terbiasa memeriksakan kehamilan
dengan perasan kunyit tadi, sebagai obat
dan persalinannya ke bidan desa, walau
yang dapat mengentikan mencret.
tidak meninggalkan tradisi menggunakan dukun bayi.
Simpulan Masalah kesehatan ibu hamil dan melahirkan pada masyarakat Tengger merupakan masalah yang penting. Hal ini setidaknya berkaitan dengan dua faktor utama. Pertama, anak yang akan dilahir-
Daftar Pustaka Ahimsa-Putra, Heddy Shri (2005) "Kesehatan dalam Perspektif llmu Sosial Budaya", dalam Ahimsa- Putra (ed.), Masalah Kesehatan dalam Kajian llmu Sosial Budaya. Yogya-arta: Kepel Press. BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 245
Laurentius Dyson P., “Peran Dokter, Bidan Desa, dan Dukun Bayi di Masyarakat Tengger, Desa Ngadisari” hal. 237-246.
Brannen, Julia (2002). Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Faisal, Sanapiah (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3. Hefner, Robert W. (1999), Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik. Terj. Wisnuhardana dan Imam Ahmad. Yogyakarta: LkiS Mariyah, Emiliana, et al. (2005). "Hambatan Budaya dalam lnterakasi BidanIbu Hamil: Studi Ketaatan untuk Meningkatkan Suplemen dan Status Bayi di Puskesmas Banyuurip, Kab. Purworejo, Jawa Tengah", dalam Ahimsa-Putra (ed.), Masalah Kesehatan dalam Kajian llmu Sosial Budaya. Yogyakarta: Kepel Press. Swasono, Meutia, (ed.) (1998), Kehamil-an, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya. Jakarta: UI Press. Notoatmodjo, Soekidjo (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset. Spradley, James (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
BioKultur, Vol.V/No.2/Juli-Desember 2016, hal. 246