DUKUN BAYI DALAM PANDANGAN MASYARAKAT KECAMATAN BANJARMANGU BANJARNEGARA Barni Dosen Prodi Kesehatan Lingkungan, Politeknik Banjarnegara, Jl. Raya Madukara Km 02 Kenteng, Madukara, Banjarnegara 53482, Jawa Tengah, Indonesia Email :
[email protected] ABSTRACT Traditional Birth Attendant is an overview of the current medical services tradisional which is still with a midwife. Banjarnegara Health Service data in 2013 showed that the number of births which is helped by medical personnel and the remaining is 97.6% and the others are helped by traditional birth attendant. On the other hand, the government has implemented a partnership program between traditional birth attendant and midwives, then the information on the local community's perspective toward the role of traditional birth attendant in childbirth becomes important. It is caused, labor not only a purely biological issue, but also the problems related to the beliefs, values, norms, and knowledge of the local community. The study was conducted with the Health Anthropology approach to reveal, discover, and understand the reality of the culture associated with the views of the traditional birth attendant that ultimately determine the choice of childbirth service. Traditional birth attendant role is still dominant in the study area, especially in the period of pregnancy and post-natal / post-partum and other roles in community. The partnership program between traditional birth attendant and midwives have shown view of change in society. This is indicated there is a a shift in the function of traditional birth attendant in the community, especially during childbirth but in other roles still remain. By determining the role of traditional birth attendant and motivating factors in the view of local communities can be used as an entry point improvement partnership program traditional birth attendant and community-based midwives. Keyword: traditional birth attendant, childbirth, traditional medical. ABSTRAK Dukun bayi merupakan gambaran pelayanan medis tradisionalyang saat ini masih berdampingan dengan bidan. Data Dinas Kesehatan Banjarnegara tahun 2013 menunjukkan jumlah persalinan yang ditolong tenaga medis 97,6% dan sisanya masih mengutamakan pelayanan dukun bayi. Di sisi lain, pemerintahsudah menerapkan program kemitraan dukun bayi dan bidan, maka informasi tentang perspektif lokal masyarakat terhadap peran dukun bayi dalam persalinan menjadi penting. Hal ini disebabkan persalinan tidak hanya merupakan persoalan biologis semata, tetapi juga merupakan persoalan yang berkaitan dengan kepercayaan, nilai, norma, dan pengetahuan lokal masyarakat. Kajian dilakukan dengan pendekatan Antropologi Kesehatanuntuk mengungkap, menemukan, dan memahami kenyataan kebudayaan yang berkaitan dengan pandangan terhadap dukun bayi yang pada akhirnya menentukan pilihan layanan persalinan.Peran dukun bayi masih dominan di daerah penelitian terutama pada periode kehamilan dan pasca persalinan / nifas serta peran lainnya di masyarakat. Program kemitraan dukun bayi dan bidan telah menunjukkan gambaran
perubahan di masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan telah terjadi pergeseran fungsi dukun bayi di masyarakat terutama saat persalinan namun pada peran lainnya masih tetap. Dengan mengetahui peran dukun bayi dan faktor pendorongnya dalam pandangan lokal masyarakat dapat dijadikan entry point peningkatan program kemitraan dukun bayi dan bidan berbasis masyarakat. Keyword :dukun bayi, persalinan, medis tradisional. A. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan bagi perempuan khususnya pelayanan kesehatan reproduksi perlu diperhatikan, karena berkaitan dengan mutu sumber daya manusia yang akan dilahirkan. Meskipun banyak program pelayanan kesehatan namun dalam penerapannya masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. Pelaksanaan program yang sifatnya top down cenderung menempatkan masyarakat sasaran program hanya sebagai obyek semata. Akibatnya muncul partisipasi yang sifatnya “kepatuhan” bukan atas dasar kesadaran. Menurut Nico S. Kalangie (1994), terdapat kecenderungan pembawa program lebih mempercayai pendekatan inovasi dari atas (top down) dan mengabaikan pendekatan partisipasi sosial atau pendekatan dari bawah (bottom up). Kegagalan program hanya dilihat sebagai dampak perilaku masyarakat yang kurang partisipatif terhadap program, dan kurang memperhatikan kesalahan pada pembawa program. Penerapan program dan pelayanan kesehatan pada masyarakat bukan sesuatu yang mudah karena melibatkan banyak faktor seperti faktor teknologi, ketersediaan fasilitas, dan sosial budaya. Faktor sosial budaya berhubungan dengan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat banyak mempengaruhi tindakan individu dalam upaya peningkatan kesehatan. Jumlah ibu bersalin di Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2013 berdasarkan data Dinas Kesehatan berjumlah 16.377. Berdasarakan jumlah tersebut, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah 15.983 atau 97,6% artinya sisanya masih memanfaatkan dukun bayi. Hal ini berarti menunjukkan bahwa program kesehatan termasuk di dalamnya program Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan belum sepenuhnya berhasil menyadarkan masyarakat untuk memilih bersalin yang sehat dan aman. Untuk mengungkap latar belakang seseorang masih memanfaatkan dukun bayi dalam persalinan disamping tenaga medis maka perlu dilakukan studi perilaku dengan terlebih dahulu mengungkap pandangan lokal masyarakat terhadap dukun bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perspektif masyarakat terhadap dukun bayi dalam persalinan dihubungkan dengan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini disebabkan persalinan tidak hanya merupakan persoalan biologis semata, tetapi juga
merupakan persoalan yang berkaitan dengan faktor sosial budaya seperti pandangan lokal masyarakat terhadap dukun bayi.Studi tentang perilaku dalam pelaksanaan program ini harus ditempatkan dalam konteks “luas” dengan memperhatikan perilaku exsplisit dan implisit, bukan hanya realita yang terlihat, namun juga struktur kognitif yang mendasari perilaku. Dalam hal ini, kebudayaan dilihat dalam pengertian kognitif, seperti yang diungkapkan James P. Spradley (1972): “The cognitive definition, on the other hand, exeludes behavior and restricts the culture concept to ideas, belifs, and knowledge”. Oleh karena itu, pemilihan kajian tentang perspektif masyarakat terhadap dukun bayi dilakukan dengan pendekatan Antropologi Kesehatan untuk mengungkap, menemukan, dan memahami kenyataankenyataan kebudayaan yang berkaitan dengan perspektif masyarakat terhadap dukun bayi. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan berdasarkan perspektif Antropologi Kesehatan.Tempat penelitian di Kecamatan BanjarmanguKabupatenBanjarnegara.Informan sesungguhnya sebagai unit analisis dalam penelitian ini adalah klien, yaitu ibu yang tercatat sebagai klien yang partus normal bulan Juni 2014 sesuai data di Puskesmas sebanyak 19 informan klien dan 5 informan kunci. Pengumpulan data penelitian kualitatif ini dilakukan dengan metode partisipasi observasi, wawancara secara mendalam menggunakan pedoman wawancara, dan dokumen.Data selanjutnya dianalisis melalui tahap reduksi data (data reduction), tahap sajian data (data display) dan tahap pengambilan kesimpulan / verifikasi data. Tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi ini melibatkan peneliti dalam proses interpretasi; penetapan makna dari data yang tersaji(N.K. Denzin dan Y.S. Lincoln, 2009:592). C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kecamatan Banjarmangu dan Sarana Kesehatan Kecamatan Banjarmangu merupakan salah satu kecamatan di Banjarnegara yang memiliki jarak tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan. Mengkaji masyarakat Banjarmangu adalah hal yang menarik dan mengundang keingintahuan tentang bagaimana masyarakat Banjarmangu dengan jarak tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dengan pusat pelayanan kesehatan dalam menentukan prioritas pilihan pertolongan persalinan. Jumlah kelahiran pada tahun 2013 adalah 755 kelahiran sedangkan yang ditolong tenaga kesehatan berjumlah 727 kelahiran atau 96,29%. (Profil Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013). Terletak di bagian utara kabupaten, lokasi penelitian ini merupakan daerah dataran tinggi atau perbukitan dengan luas 46,36 kilometer persegi serta terdiri dari 17 desa. Di Kecamatan Banjarmangu terdapat sejumlah sarana pelayanan
kesehatan yang tersebar di beberapa wilayah. Prasarana kesehatan yang dimaksud terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Jenis Prasarana di Kecamatan Banjarmangu Tahun 2012. No Jenis Prasarana Jenis Prasarana (1) (2) (3) 1 Puskesmas 2 2 Puskesmas Pembantu 1 3 Praktek Mantri 7 4 Praktek Bidan 20 5 Dukun Bersalin 42 6 Posyandu 62 7 Poskesdes 17 Sumber : Kecamatan Banjarmangu dalam Angka tahun 2013 2. Dukun Bayi dan Harapan Pemerintah Upaya evaluasi terhadap suatu program pembangunan harus memperhatikan aspek kebudayaan yang berkembang pada masyarakat sasaran. Menurut Net J Colleta dalam Net J Colleta dan Umar Kayam (1987) salah satu alasan kebudayaan menjadi media yang memungkinkan suksesnya suatu program karena kebudayaan memiliki unsur-unsur yang telah mengakar pada orang-orang sasaran program, mengandung makna simbolis dan dapat dijadikan sarana untuk perubahan. Seperti halnya keberadaan dukun bayi di masyarakat sudah lama dikenal. Ilmu yang diajarkan terwariskan dari generasi ke generasi, sehingga sering dijumpai profesi dukun bayi saat ini tidak lain adalah keturunan dari ibu atau neneknya yang pernah berprofesi sama. Oleh karena itu, program kemitraan dukun bayi dan bidan dapat dievaluasi dengan mengkaji penilaian tentang dukun bayi dari perspektif masyarakat sebagai entry poinnya.Sementara dalam pandangan pemerintah dukun bayi adalah mitra bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.Oleh karena itu, kegiatan pembinaan yang diharapkan memunculkan kemitraan yang baik antara dukun bayi dan bidan. Harapan pemerintah program kemitraan memunculkan pembagian peran yang jelas antara dukun bayi dan bidan pada saat pelayanan kehamilan, persalinan, dan nifas. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut, diberlakukan sanksi berupa denda bagi persalinan di rumah. 3. Peran Dukun Bayi di Masyarakat a.
Peran Dukun Bayi dalam Periode Kehamilan
Beberapa peran yang dilakukan dukun bayi pada periode kehamilan dalam perspektif masyarakat meliputi: 1) dukun bayi dilibatkan dalam upacara empat bulanan atau tujuh bulanan, 2) membetulkan posisi janin, 3) memijit ibu hamil, dan 4) memotivasi cek kehamilan di Pusat Pelayanan Kesehatan. Pada periode kehamilan masih banyak yang
menggunakan jasa dukun bayi dalam perawatannya disamping menggunakan perawatan medis modern. Peran pertama dukun bayi pada periode kehamilan adalah dilibatkan dalam upacara empat bulanan (ngapati) dan tujuh bulanan (mitoni) dan membetulkan posisi janin (ngorog/mapanaken), seperti yang diungkapkan informan Ibu Ita berikut ini : “pas tembe hamil priksan kalih USG soale mboten ngertos hamileempun pinten minggu, carane ben jelas kulo USG mawon teng rumah sakit. Terus, kulo ngapati, mbah dukune mpriki paling ndongani, ngatur uncete, terus dipitoni, dukune mpriki carane niku ngge mapanaken bayine istilah jaman kunane dikorog. Lah niku empune nopo dukune matur ken dipitoni teng wetone kiyambek”. (Pas baru hamil diperiksa menggunakan USG karena tidak tahu hamilnya sudah berapa minggu, agar jelas saya USG saja di rumah sakit. Terus, saya ngapati, mbah dukunnya kesini hanya mendoakan, mengatur tumpengnya, terus saat mitoni, dukunnya kesini istilahnya mapanaken/ membetulkan posisi bayi atau dalam istilah lamanya dikorog. Sudah begitu, dukunnya menasehati supaya waktu mitoni di hari lahirnya sendiri) Setelah dukun bayi dilibatkan pada upacara selametan ngapati atau mitoni, selanjutnya tidak terbatas waktu seorang ibu hamil dapat meminta tolong jasanya untuk memijat.Misalnya kondisi ibu hamil mengalami pegal di kaki, tangan atau punggung, jika perlu maka dapat meminta dukun bayi untuk memijitnya.Faktanya tidak semua klien pada awalnya menyadari kehamilannya atau sengaja menunda pengecekan kehamilan. Pada masa ini dukun bayi akan menyarankan klien untuk periksa ke bidan. b. Peran Dukun Bayi Saat Proses Persalinan Keputusan klien untuk segera dirujuk ke Pusat Pelayanan Kesehatan bukanlah keputusan mutlak klien namun juga melibatkan anggota keluarga lainnya seperti suami, orang tua, mertua, saudara dan dukun bayi.Peran dukun bayi untuk memotivasi klien segera dirujuk justru lebih dominan, namun dalam hal menentukan tempat rujukan yang dikehendaki tergantung pada kehendak klien dan keluarganya. Selain memotivasi, dukun bayi juga mendampingi klien ke tempat rujukan yang dituju hingga proses persalinan. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan Ati yang menyatakan : “mbah dukun ngancani kulo ngatos bayi lair, pas kulo bengkek nggih dipijiti telaten banget, kulo empun lemes ken damelaken teh anget, ken mimi teh anget, ken maem nggo tenaga.... ditakeni wis maem apa urung, lah kulo maem pas niko nggih mboten enak, nggih dipaksa ken maem akhire nurut hehe....”(Mbah dukun menemani saya sampai bayi lahir, pas badan saya pegal dipijiti, saat saya lemas dibuatkan teh anget, saya disuruh minum teh anget, disuruh makan buat tenaga.. ditanyakan sudah makan atau belum, padahal waktu itu saya makan tidak enak, terus dipaksa suruh makan akhirnya menurut...) Saat persalinan, anggota keluarga terdekat seperti suami, ibu, kakak perempuan menunggui, namun tidak banyak dari mereka yang berani menemani di ruang
persalinan.Keberadaan dukun bayi dalam situasi tersebut sangat diperlukan klien karena dukun memiliki keberanian untuk mendampingi detik-detik kelahiran.Dukun bayi selama menunggui berperan memijit atau mengelus bagian tubuh yang sakit seperti pada pinggang ibu. Peran yang diakui sangat penting pula bagi informan adalah dukun dapat dijadikan pegangan saat jelang kelahiran sambil membisikan nasehat-nasehat supaya sabar, tenang, motivasi, dan mengajak lafaz doa, istihfar, atau dzikir. Ke dua peran tersebut sudah sesuai dengan yang diharapkan dari program kemitraan dukun bayi dan bidan. c.
Peran Dukun Bayi Setelah Persalinan
Periode setelah persalinan atau dalam istilah medisnya disebutperiode nifas.Pada kondisi demikian klien masih membutuhkan bantuan dukun bayi utamanya dalam hal perawatan memandikan bayi, memijit ibu yang baru melahirkan (lulur/dadah), dan memijat bayi.Selebihnya adalah peran-peran yang berhubungan dengan ritual tradisional antara lain merawat tali pusat (ari-ari), menjemput bayi saat pulang dari puskesmas, mencukur rambut bayi usia 40 hari atau selapanan. Pengalaman tersebut seperti diungkapkan informan Ibu Win : “Sederenge puput niko mbah dukun sing mapungi, terus awake kulo rasane kesele dados dipijiti. Terus dong wayahe cukur namung niku....”(sebelum lepas tali pusatnya (puput) itu mbah dukun yang mandikan bayinya, terus badan saya terasa kelelahan akhirnya dipijat Terus waktunya cukur hanya itu..). Tugas terakhir, seorang dukun bayi dalam pelayanan paket perawatan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan adalah peran mencukur rambut bayi pada saat usia 40 hari atau pada hari ke 37. d. Peran Dukun Bayi Lainnya di Masyarakat Hubungan klien dengan dukun bayi masih berlanjut setelah 40 hari kelahiran seorang bayi meskipun tidak seintensif saat sebelum 40 hari.Dukun bayi masih diperlukan dalam berbagai peran lainnya dalam periode perawatananak-anak, remaja bahkan ada pula dukun bayi yang menjalani peran menjadi dukun pengantin. Secara rinci peran lain dukun bayi menurut masyarakat adalah : memijat bayi/ anak-anak yang kecengklak dan demam, Nyapih, Nyawani Bayi, Mengatasi Mondah, Loloh, Memijat remaja yang mengalami sakit saat menstruasi (tonjolen), dan Menjadi dukun pengantin. Peran dukun bayi khususnya dalam periode kehamilan, persalinan dan nifas apabila dibandingkan dengan peran dukun bayi yang diharapkan oleh program kemitraan dukun bayi dan bidan menunjukkan belum sepenuhnya sesuai dengan harapan program pembinaan/ kemitraan dukun bayi dan bidan. Secara rinci, gambaran peran dukun bayi depat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 Perspektif Masyarakat tentang Peran Dukun Bayi No
Dimensi Klasifikasi Bentuk Peran Dukun Bayi 1. Dilibatkan dalam upacara empat bulanan / ngapati dan tujuh bulanan / mitoni 1. Peran dalam Perawatan Kehamilan 2. Membetulkan posisi janin (ngorog/ mapanaken) 3. Memotivasi cek kehamilan di pusat pelayanan kesehatan 1. Memotivasi dan mendampingi saat rujukan 2. Peran Saat Proses Persalinan 2. Menunggui saat persalinan 1 Peran Seputar Persalinan 1. Merawat tali pusat (ari-ari) 2. Menjemput bayi saat pulang dari Puskesmas 3. Memandikan Bayi 3. Peran Setelah Persalinan 4. Memijat ibu yang telah melahirkan (lulur/dadah) 5. Memijat bayi 6. Mencukur rambut bayi 1. Memijat bayi/ anak-anak yang kecengklak dan demam 2. Nyapih :merupakan cara atau metode anak agar menyusu pada ibunya dan umumnya dilakukan pada saat anak usia hamir dua tahun atau saat usia dua tahun. 3. Nyawani : mengobati gangguan sakit yang disebabkan 1. Perawatan Kesehatan Anak-Anak gangguan supranatural 4. Mengatasi Mondah : mengatasi bayi menangis 2 Peran Lainnya di Masyarakat berkepanjangan pada malam hari akibat gangguan supranatural 5. Loloh : memberikan jamu-jamuan pada anak menjelang hari raya idul fitri 1. Memijat remaja yang mengalami sakit saat menstruasi 2. Perawatan Kesehatan Remaja (tujunen) 3. Peran umum lainnya 1. Menjadi dukun pengantin *) : Sesuai dengan harapan Program Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan. **) : Belum sesuai atau tidak terdapat dalam pembagian peran dukuun bayi dalam Program Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
.
Keterangan *) **) *) *) *) **) **) *) **) **) **) **) **)
**) **)
**) **) **)
4. Faktor-Faktor yang Menentukan Pilihan Pertolongan pada Dukun Bayi Faktor yang menentukan pilihan pertolongan pada dukun bayi menurut klien lebih didominasi faktor psikologis dan faktor sosial. Faktor psikologis terlihat dari anggapan klien yang jika tidak dibantu dukun bayi ada perasaan kurang tenang.Dukun bayi memberikan nasihat atau wejangan terhadap sesuatu yang diperbolehkan atau yang dilarang sesuai aturan budaya yang dianut dan berlaku di masyarakat.Seperti diungkapkan informan ibu Ati berikut ini : “Nek wonten mbah dukun lewih tenang nggih, nek wontene mae mawon bingung nggih nek kulo kepripun-kepripun lah pas kontraksine empun mbandreng banget kulo kan ken bidan ampun riiin akhire kan mbah dukun matur sedela maning mba... sabar-sabar... istifar.... pokoke nyemangati lah”(Kalau ada mbah dukun lebih tenang ya, kalau adanya ibu saja bingung kalau saya terjadi apa-apa bagaimana. Pada waktu kontraksi bidannya mengatakan jangan mengejan dahulu akhirnya mbah dukun mengatakan sebentar lagi, sabar-sabar.., istifar..., pokoknya menyemangati) Jika dihitung masanya, pelayanan yang diberikan dukun bayi pun lebih awal dan lama.Dikatakan lebih awal karena dukun bayi dilibatkan sejak masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan bahkan hingga perawatan kesehataan anak dan remaja. Selain itu, terdapat kecenderungan kegiatan pembinaan atau pelatihan bagi dukun bayi semakin meningkatkan kepercayaan klien terhadap kemampuan dukun bayi, seperti diungkapkan informan Ibu Yati sebagai berikut: “Pakai dukun itu sudah terbiasa lah.... dulu saya diJakarta tidak pakai dukun selain susah nyarinya juga mahal lah di sana.... Dukun saniki bukan dukun biasa tapi dukun empun latihan....”. Dukun bayi dianggap selain dapat mengetahui medis tradisional juga mengetahui kesehatan modern.Fakta lain yang juga perlu diketahui adalahsikap bidan atau petugas kesehatan lainnya yang secara pribadi menggunakan jasa dukun bayi untuk pemijatan pasca
persalinan
justru
semakin
meningkatkan
kepercayaanmasyarakat
dalam
memanfaatkan jasa dukun bayi. Keteladanan petugas kesehatan di masyarakat turut menentukan keberhasilan program kesehatan. Faktor sosial yang menentukan pemanfaatan dukun bayi antara lain berkaitan dengan tradisi yang dianut masyarakat, adanya dorongan keluarga, dukun bayi mudah ditemukan dan memiliki hubungan kekerabatan dengan dukun bayi. Pada umumnya setiap orang yang bersalin didampingi dukun bayi, jika tidak menggunakan jasa dukun bayi sama sekali sejak periode kehamilan maka akan dianggap berbeda dengan orang lain dan akan 8
menjadi pembicaraan orang lain. Hal inilah yang turut juga menjadi faktor pendorong pemanfaatan jasa dukun bayi agar terhindar dari pembicaraan orang lain. Keputusan menggunakan jasa dukun bayi adalah keputusan bersama yang melibatkan anggota keluarga lainnya khaususnya orang tua.Hal yang dipertimbangkan termasuk dalam menentukan dukun bayi mana yang hendak dipilih jasanya.Keberadaan dukun bayi mudah ditemukan hampir di setiap desa.Sebagai bagian dari masayarakat desa, dukun dan klien pada umumnya memiliki hubungan kekerabatan baik hubungan kekerabatan yang disebabkan faktor darah, perkawinan, pertemanan dan sebagainya. Hasil penelitian Rina Anggoroadi (2009), dan Darmono (1994) tentang dukun bayi menunjukkan selain faktor psikologis dan sosial juga terdapat faktor ekonomi seperti mahalnya biaya persalinan pada tenaga kesehatan dan faktor jarak yang mempengaruhi pilihan pelayanan persalinan pada dukun bayi. Namun pada daerah penelitian ini tidak dijumpai persoalan jarak dan biaya yang mempengaruhi pemanfaatan dukun bayi. Hal ini disebabkan persoalan jarak sudah dapat diatasi dengan lancarnya kendaraaan sepeda motor ataupun Handphone.Baik bidan maupun dukun bayi telah banyak yang menggunakan alat komunikasi dengan klien jika dibutuhkan sewaktu-waktu.Meskipun total biaya dukun bayi jika dinominalkan mencapai lebih dari biaya di Puskesmas namun masyarakat masih memanfaatkannya. Demikian pula persoalan biaya tidak menjadi kendala dalam pemanfaatan dukun bayi.Tidak terdapat standar berapa biayanya namun semua tergantung keikhlasan klien namun disesuaikan dengan batas kewajaran di masing-masing desa. D. KESIMPULAN Peran dukun bayi masih dominan di daerah penelitian terutama pada periode kehamilan dan pasca persalinan / nifas. Sedangkan pada periode persalinan, peran dukun bayi telah bergeser hanya sebagai pendamping persalinan dengan peran utama mengantar rujukan ke pusat pelayanan kesehatan, dan menunggui pasien dengan memberikan nasehat / motivasi hingga melahirkan. Program kemitraan dukun bayi dan bidan yang telah dirintis di Kecamatan Banjarmangu telah menunjukkan gambaran perubahan di masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan telah terjadi pergeseran fungsi dukun bayi di masyarakat pada saat persalinan namun pada peran lainnya masih tetap. Dengan mengetahui peran dukun bayi dan faktor pendorongnya di masyarakat secara menyeluruh dapat dijadikan entry point untuk memaksimalkan penerapan program kemitraan dukun bayi dan bidan.
9
E. DAFTAR PUSTAKA
Colletta, J.C. dan Umar Kayam. 1987. Kebudayaan dan Pembangunan(Suatu Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal.5 Darmono. 1994. “Wanita dan Kesehatan di Pulau Lombok NTB: Suatu Tinjauan Literatur”, Hasil-Hasil Penelitian Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan NTB. Universitas Mataram. Mataram. Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. 2009.“Manajemen Data dan Metode Analisis”.Handbook Of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 257. Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Banjarmangu dalam Angka Tahun 2013.BPS. Banjarnegara. Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Banjarnegara Tahun 2013. DKK. Banjarnegara Kalangie, N.S. 1994. Kebudayaan dan Kesehatan : Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosialbudaya. Kesaint Blane. Jakarta. Hal.51. Rina A, 2009. Dukun Bayi dalam Persalinan oleh Masyarakat Indonesia.Makara. Kesehatan Vol 13 No. 1 Juni 2009 :9-14 Spradley, J.P. 1972. Culture and Cognition : Rules, Maps, and Plans. Chandler Publishing Company. San Fransisco. Hal.6.
10