PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA JATIREJO KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Durkheim)
Diajukan kepada FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Guna mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
SKRIPSI
Oleh: Rima Setiyawati 1110015000068
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014/1435 H
ABSTRAK
Rima Setiyawati (1110015000068). Peranan Dukun Bayi Dalam Perspektif Masyarakat Jawa Terhadap Proses Persalinan Di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Dhurkeim). Oleh Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor MA. Di era modern seperti sekarang ini peranan dukun bayi masih sangat besar pengaruhnya dalam masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Begitu pula dengan masyarakat dusun Noloprayan yang masih menggunakan jasa dukun bayi untuk penanganan persalinan daripada melalui bidan. Hal tersebut menarik ketika dikaji melalui teori solidaritas sosial mekanik dan organik Emile Dhurkeim. Tujuan penulisan skripsi ini adalah (1) Mengetahui bagaimana peranan dukun bayi dalam perspektif masyarakat Jawa terhadap proses persalinan di dusun Noloprayan, desa Jatirejo, kecamatan Suruh, kabupaten Semarang, (2) Mengetahui persepsi masyarakat setempat mengenai peran dukun bayi tersebut. Teknik pengumpulan data dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran peran dukun bayi. Sejak tahun 2012 dukun bayi di dusun Noloprayan tidak lagi berperan sebagai tenaga penolong persalinan tetapi hanya melakukan penanganan kehamilan bagi ibu hamil dan pelayanan perawatan pasca persalinan. Peran tersebut telah diambil alih oleh bidan. Dikaji melalui teori solidaritas mekanik Emile Dhurkeim, bahwa kecenderungan masyarakat setempat yang memilih dukun bayi sebagai konsultan kesehatan kehamilan dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayinya menunjukkan suatu kondisi masyarakat yang masih patuh terhadap adat dan tradisi yang berlaku sehingga masyarakat ini bersifat primitif dan sederhana. Sedangkan sikap masyarakat yang menunjuk bidan sebagai rujukan utama pelaku penolong persalinan oleh Dhurkeim dikatakan sebagai masyarakat yang lebih maju, kompleks dan berfikir rasional. Hasil persepsi masyarakat Noloprayan mengenai peranan dukun bayi terhadap proses persalinan dan pelayanan kesehatan adalah baik yaitu sebagai agen pelestarian budaya pada peristiwa diseputar kehamilan dan kelahiran masyarakat Jawa. Saran yang dapat diajukan kepada masyarakat Noloprayan khususnya kepada dukun bayi supaya diberikan penjadwalan jam kerja agar lebih efektif dan efisien. Bagi pemerintah setempat hendaknya menyediakan fasilitas serta memberikan binaan pada dukun bayi dan bidan desa, agar pelayanan kesehatan yang dilakukan dapat terjamin memuaskan masyarakat.
Kata kunci : Dukun bayi dan persalinan
i
ABSTRACT Rima Setiyawati (1110015000068). The Role of TBAs (Traditional Birth Attendants) In the Perspective of Javanese Community on Delivery Process at Noloprayan Hamlet, Jatirejo Village, Semarang Regency (By Using Emile Dhurkheim’s Theory Approach of Mechanicaland Organic Solidarity). In the modern era like today, the role of TBAs still have very big influence in the community, particularly the Javanese community. As wellas the people of Noloprayan hamlet that still use the services of TBAs for delivery handling rather than a midwife. It is interesting when studied by using Emile Dhurkeim’s theory of mechanical and organic social solidarity. The purpose of this paper is (1) Knowing how the role of TBAs in the perspective of Javanese community on deliveryprocess at Noloprayanhamlet, Jatirejo village, Suruh district, Semarang regency, (2) Knowing perception of local community on the role of TBAs. Data collection technique used is qualitative-descriptive analysis method. The data were collected through observation, interviews, and documentation. The results showed that there was a shift in the role of TBAs. Since 2012,TBAs at Noloprayan hamlet no longer act as birth attendants but only handling pregnancy for pregnant women and postpartum care services. The role has been taken over by midwife. Being assessed by using Emile Dhurkeim’s theory of mechanical solidarity, that the tendency of the local community who choose TBAs as a consultant of pregnancy health and post-partum care for the mother and her baby showed a condition of society which still adhere to the prevailing customs and traditions so that these communities are primitive and simple,while community attitudes which point to midwife as the main reference for birth attendant were referred by Dhurkeim as more advanced, complex and rational thinkingsocieties. Perception results of Noloprayan communityregarding to the role of TBAs on delivery process and health care is good, namely as an agent of cultural preservation at events concerning pregnancy and birth of the Javanese community. The suggestions can be submitted to the Noloprayan community, especially TBAs, is that they are given a schedule of working hours to make it more effective and efficient. For local government should provide facilities and guidance toTBAs and village midwives, so that health care can be guaranteed to satisfy the public.
Key word : Traditional Birth Attendants
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Alhamdulillah rabbil „alamiin, senantiasa penulis panjatkan kepadaNya. Karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi serta shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya. Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyeleseikan skripsi ini. Izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada: 1. Ibu Dra. Nurlena Rifa‟i, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Berkat jasa Beliau yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk seluruh mahasiswa Pendidikan IPS. 3. Bapak Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor, MA, selaku dosen pembimbing. Berkat jasa beliau, penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan sangat baik. 4. Bapak H. Syamsuddin, Kepala Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. 5. Bapak Bushaeri, Kepala Dusun Noloprayan Desa Jatirejo. 6. Ibu H. Shulaikah, Dukun bayi di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo. 7. Seluruh warga masyarakat di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo. 8. Seluruh civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Nenek dan Ibunda ku tercinta, yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan moril dan materil. Serta tak henti-hentinya memanjatkan doa
iii
kepada-Nya untuk penulis, agar senantiasa mendapatkan Ridho-Nya di setiap langkah perjuangan dalam menempuh perjalanan yang berliku untuk menggapai kesuksesan. 10. Adikku tersayang, Gesang Prasetyo, yang senantiasa memberikan motivasi, do‟a, dan canda tawa kepada penulis. 11. Paman dan bibik ku, Aminudin SE, Ika Rusilowati SE, Siti Muawanah SE, Lia Listiana SE, Trimunaryati, Muhammad Mansyur, Siti Kholisoh, dan Saptan Keton yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis. 12. Sahabat sejatiku, Eka Rahayu, Novi Arianti, Dine Ertanti Zuhri, Maya Rizki Yulianti, Lita Jamallia, dan Usniah yang selalu memberikan do‟a, bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika sedang gundah gulana. Serta “Someone” ku tercinta, Shalihin Said sebagai penyemangat dan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini semoga oleh Allah disatukan dalam ikatan yang suci. 13. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2010, khusunya kelas A Sosiologi- Antropologi yang telah banyak memberikan banyak inspirasi kepada penulis. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yag telah memberikan bantuan, menyelesaikan skripsi ini. Ahirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis berdo‟a, semoga Allah SWT menerima amal bakti yang diabdikan dengan ikhlas mendapatkan balasan yang setimpal. Amin-amin ya robbal alamin. Jakarta, 16 Juli 2014 Penulis, Rima Setiyawati
iv
DAFTAR ISI Hal ABSTRAK..............................................................................................................i ABSTRAC………………………………………………………………………..ii KATA PENGANTAR..........................................................................................iii DAFTAR ISI...........................................................................................................v BAB I. PENDAHULUAN........................................................................1 A.
Latar Belakang Masalah.......................................................1
B.
Pembahasan Masalah.........................................................10 1. Identifikasi Masalah....................................................10 2. Pembatasan Masalah....................................................10 3. Rumusan Masalah........................................................10 4. Pertanyaan Penelitian..................................................11
C.
Hipotesis............................................................................11
D.
Tujuan dan Signifikansi Penelitian....................................11
BAB II. DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKAKONSEPTUAL..................................................13 A. Deskripsi Teoritis ......................................................................13 1. Perspektif Masyarakat...........................................................13 a. Definisi Perspektif.......................................................13 b. Perspektif Masyarakat.................................................13 2. Masyarakat Jawa...................................................................14 v
a. Definisi Masyarakat.....................................................14 b. Masyarakat Jawa..........................................................15 1) Karakteristik Pulau Jawa.........................................15 2) Budaya Masyarakat Jawa........................................17 a) Agama...............................................................17 b) Bahasa...............................................................17 c) Sikap hidup.......................................................19 d) Sistem Kemasyarakatan...................................20 e)
Sistem Pemerintahan........................................21
f)
Mata Pencaharian.............................................22
g) Kesehatan.........................................................22 h) Kesenian...........................................................23 3. Kehamilan.............................................................................24 a. Defininisi Kehamilan.......................................................24 b. Upaya Masyarakat............................................................25 c. Penjagaan Kesehatan........................................................25 4. Persalinan..............................................................................26 a. Definisi Persalinan...........................................................26 b. Tenaga Penolong Persalinan............................................26 1) Dukun Bayi.................................................................26 2) Peran Dukun Bayi.......................................................28 3) Layanan Dukun Bayi..................................................31 4) Cara Pertolongan Persalinan Oleh Dukun Bayi..........31 5. Teori Solidaritas Emile Dhurkeim........................................32
vi
a. Biografi Emile Dhurkeim................................................32 b. Teori Solidaritas Sosial....................................................33 1) Solidaritas Mekanis.....................................................34 2) Solidaritas Organis......................................................35 B. Kerangka Konseptual dan Skema..................................................35 C. Penelitian Relevan……………………………………………….38
BAB III. METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN...............39 A. Objek....................................................................................39 B. Subjek...................................................................................39 C. Data yang dikumpul..............................................................40 D. Sumber Data.........................................................................40 E. Teknik Pengumpulan Data....................................................41 1. Observasi.....................................................................41 2. Wawancara..................................................................42 3. Dokumen.....................................................................43 4. Analisa.........................................................................43 F. Teknik Pengolahan Data......................................................44 G. Teknik Penulisan Skripsi.....................................................44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………45 A. DESKRIPSI DATA……………………………………45 1. Posisi Dusun Noloprayan.............................................45 2. Budaya Masyarakat.....................................................46 vii
3. Kependudukan............................................................49 4. Agama dan Sistem Kepercayaan...............................50 5. Perekonomian.............................................................50 6. Hubungan dengan Dusun lainnya...............................51 7. Prestasi Pembangunan................................................51 B. TEMUAN HASIL ANALISIS………………………..53 1. Temuan Lapangan Tentang Dukun Bayi………...53 a. Prestasi Dukun Bayi.............................................53 b. Cara Pertolongan Dukun Bayi dalam Persalin….53 c. Keamanan Bayi yang ditangani...........................55 d. Syarat – syarat penanganan Bayi oleh Dukun bayi......................................................................55 e. Hubungan Dukun Bayi dengan Warga Masyarakat ………………………………………………….56 f. Hubungan Dukun Bayi dengan Instansi dan tenaga Medis………………………………..................56 1) Hubungan Dukun Bayi dengan Puskesmas....56 2) Hubungan Dukun Bayi dengan Bidan............57 2. Temuan Lapangan Tentang Pergeseran Dukun....57 a. Peran Dukun Bayi sampai dengan 2011................57 b. Peran Dukun Bayi Sejak 2012 sampai Sekarang...58 3. Temuan Lapangan Tentang Perspektif Masyarakat Terhadap Dukun………………………………........58 a. Perspektif Masyarakat Mengenai Dukun Bayi......59
viii
b. Faktor Penyebab Masyarakat Memilih Dukun Bayi sebagai Penolong Persalinan..................................59 c. Tanggapan Masyarakat Mengenai Peranan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan...............................59 C. PEBAHASAN TEMUAN………………………….....61 1. Ketepatan Hipotesis....................................................61 2. Kerangka Konseptual TeoriTemuan............................63 3. Perspektif Peneliti tentang Dukun Bayi di Dusun Noloprayan.................................................................68 BAB V. PENUTUP.................................................................................68 A. Kesimpulan........................................................................68 B. Saran...................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1. Landasan Filosofis Pesatnya kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghantarkan manusia kepada peradaban yang lebih baik. Manusia dengan berbagai bentuk aktivitasnya seolah dipermudahkan dengan ketersediaan fasilitas-fasilitas hidup yang semakin canggih. Kemajuan teknologi diberbagai bidang turut serta dalam
mengubah cara pandang dan cara
berfikir manusia menjadi lebih fleksibel dan mengikuti arah perkembangan zaman. Kemajuan dalam bidang medis misalnya, adanya perubahanperubahan baik dari segi cara, alat yang digunakan, serta sumber daya manusianya. Hal ini sebagai salah satu indikasi munculnya suatukesadaran pentingnya kesehatan. Berdasarkan UUD 1945 pasal 34 ayat 3 menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Oleh sebab itu, pemerintaah mulai mengupayakan berbagai program dalam bidang kesehatan salah satunya adalah upaya peningkatan kesehatan pada ibu dan anak. Hal ini dicantumkan dalam GBHN tahun 1993 yang menyatakan bahwa, “Pembinaan anak yang dimulai sejak anak dalam kandungan diarahkan pada peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak dengan mempertinggi mutu gizi, menjaga kesehatan jasmani dan ketenangan jiwa ibu serta dengan menjaga ketentraman suasana keluarga dan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga...”.1 Program-program kesehatan masyarakat yang telah tersebar luas jangkauan pelayanan kesehatannya hingga ke daerah-daerah pelosok di tanah air adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat, Akan tetapi faktanya masih ditemukan berbagai kendala mengenai pelaksanaan pelayanan bagi ibu dan bayi, seperti misalnya terdapat tingginya angka kematian ibu dan bayi pada saat 1
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. vii.
1
2
persalinan, faktor sosial budaya, serta pengetahuan dan perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran. Para ahli antropologi melihat bahwa pembentukan janin, kelahiran hingga kematian pada umumnya dianggap oleh warga berbagai masyarakat di berbagai penjuru dunia sebagai peristiwa-peristiwa yang wajar dalam kehidupan manusia. Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi itu, setiap masyarakat memiliki cara-cara budaya mereka sendiri dalam memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekkan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedikal dilingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat juga memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur aktivitas-aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin.2 Beberapa masyarakat percaya bahwa setiap perpindahan tahapan kehidupan adalah suatu hal yang krisis baik bersifat nyata atau gaib sehingga diperlukan upaya pencegahan yaitu dengan mengadakan upacaraupacara adat. Peristiwa kehamilan dan melahirkan adalah tahapan kritis dalam kehidupan yang tetap harus dijalanimaka sebagian dari masyarakat menitik beratkan perhatiannya terhadap aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran itu. Orang Jawaadalah salah satu contoh masyarakat yang menitik beratkan perhatiannya pada 2 aspek kultural tersebut sehingga mereka sering melakukan upacara-upacara ritual seputar kedua peristiwa penting tersebut. Geertz pada penelitiannya di daerah terpencil Jawa timur, Mojokuto, menjelaskan bahwa upacara ritual sebagai tahapan peralihan (rites of passage) yang menekankan kesinambungan dan identitas yang mendasari semua segi kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewati yang dalam keseluruhannya slametan tersebut memiliki simbolisme khusus dari peristiwaperistiwa tersebut.3 Upacara adat disekitar kehamilan yang masih dijalankan oleh orang Jawa antara lain Tingkeban (upacara di usia 7 bulan kehamilan), babaran 2
Ibid., h. viii. Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), h.48. 3
3
atau brokahan (upacara kelahiran bayi), sepasaran (upacara hari kelima setelah bayi dilahirkan), dan selapanan (upacara bulan pertama sejak bayi dilahirkan). Dari keseluruhan tahapan upacara tersebut
masing-masing
memiliki simbol, makna dan tujuan yang berbeda-beda. Adanya kepercayaan masyarakat Jawa atas peristiwa kehamilan sebagai aspek kultural yang sarat akan kemistisan, maka pemberian pertolongan dan tempat persalinan juga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Peran dukun bayi atau paraji berperan penting sebagai penolong proses persalinan jika dibandingkan dengan penanganan seorang bidan. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan masyarakat terhadap dukun sebagai pelaku pertolongan pada kelahiran yang lebih menitik beratkan pada aspek kultural dan memiliki kekuatan gaib.
2. Landasan Historis Menurut amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat (1) menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejatera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memproleh pelayanan kesehatan”.4 Guna menjalankan apa yang menjadi amanat UUD 1945,
dalam hal memperoleh pelayanan
kesehatan maka pemerintah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Persalinan yang oleh masyarakat Jawa dianggap sebagai proses kultural dan memaknai suatu kehamilan dan kelahiran sebagai suatu krisis kehidupan yang dihubungkan dengan hal yang gaib, maka tempat dan pertolongan persalinan menjadi sangat penting. Dukun bayi yang tidak hanya sebatas penolong persalinan tetapi juga memiliki keahlian secara gaib, banyak dipilih masyarakat Jawa sebagai pelayanan kesehatan dalam konteks persalinan. 4
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html.diakses pada tgl 8 Jan 2014.
4
Di Indonesia persalinan dukun sebesar 75% sampai 80% terutama di daerah pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat dipedesaan terhadap kesehatan masih rendah
serta perilaku
budaya yang masih di pertahankan. Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan.5 Orang yang pergi keseorang bidan untuk melahirkan menjadi petunjuk kuat tentang urbanismenya yang bersangkutan, pegawai pemerintah, dan kalangan yang berpendidikan. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa mereka lebih memilih untuk melepaskan tradisi diseputar kehamilan dengan menganut pandangan yang lebih rasional. Berbeda dengan masyarakat yang menganut pandangan rasional, masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi, percaya bahwa pemberian pertolongan saat melahirkan bukan masalah teknis belaka jauh dari itu, keahlian gaib yang dimiliki seoarang dukun akan mampu mengurangi penderitaan dan kesulitan ketika melahirkan. selain faktor kepercayaan, faktor
ekonomi
juga
menjadi
salah
satu
penyebabnya.
Dengan
menggunakan jasa dukun bayi itu, biaya yang akan dikeluarkannya lebih murah jika dibandingkan dengan biaya dengan memakai jasa seorang bidan. Belum lagi soal layanan yang diberikan antara keduanya, seorang dukun biasanya memberikan perawatan baik sebelum dan sesudah kelahiran. Selama kurang lebih 40 hari pasca kelahiran dukun bayi masih mendampingi ibu dan bayi guna memberikan ramua-ramuan tradisioanal dan pijit perawatan bagi keduanya. Dukun bayi adalah pelayan kesehatan yang mempunyai tujuan sama seperti bidan namun berbeda dalam hal penanganan. Jika bidan menangani persalinan dengan menggunakan keahlian medis dan difasilitasi
5
Manuaba, dalam http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597. html.diakses pada tgl 8 Jan 2014 pukul 23.00 WIB.
5
oleh alat-alat medis yang modern, maka berbeda halnya dengan cara kerja dukun bayi. Mereka bekerja dengan cara dan alatyang masih sederhana. Peran dan keberadaan dukun bayi tetap harus dilestarikan dan diperhatikan perkembangannya, karena kehadiran dukun bayi ditengahtengah masyarakat istiadat
adalah selain untuk melestarikan budaya
yang berlaku
didalam
masyarakat
juga dapat
dan adat membantu
meringankan biaya persalinan bagi keluarga yang kurang mampu. Mengingat bahwa kesehatan adalah hak setiap warga Indonesia, sehingga secara mandiri dan bertanggung jawab masyarakatberhak menetukan pelayanan kesehataan dalam hal ini persalinan, maka bagi masyarakat yang menentukan pilihannya kepada dukun bayi berhak juga atas jaminan kesehatan pasca persalinan. Maka untuk mengupayakannya pemerintah memberikan pelatihan terhadap para dukun bayi secara terprogram yang salah satunya melalui program puskesmas. Di dalam program pelatihan tersebut para dukun bayi diberikan berbagai pelatihan-pelatihan mengenai cara penanganan persalinan, penanganan jika terjadi kesulitan dalam bersalin, penanganan nifas, dan pelatihan terhadap cara perawatan bayi dan ibu pasca bersalin, secara sehat dan bersih yang sesuai dengan standar medis. Pengadaan Program ini adalah salah satu upaya pemerintah untuk meminimalisir tingkat kematian ibu dan bayi serta kesakitan ibu dan perinatal terhadap pelayanan persalinan oleh dukun bayi. Sehingga kesehatan yang merupakan hak seluruh warga Indonesia telah diupayakan oleh pemerintah. 3. Landasan Yuridis Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 ayat 3 tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
6
jawab menentukan sendiri pelayanaan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.6 Mengacu pada Undang- Undang tersebut di atas, dukun bayi memiliki hak dalam memberikan pertolongan persalinan sebagai alternatif pilihan masyarakat meskipun tidak memiliki keahlian secara medis. Masyarakat atau individu memiliki kebebasan apakah ia akan melahirkan melalui bidan atau melalui seorang dukun bayi. Tentu pemilihan kedua alternatif tersebut masing-masing memiliki resiko yang berbeda satu dengan lainnya. Kebebasan individu atau masyarakat dalam menentukan pelayanan kesehatan dalam hal ini dukun bayi, selain faktor ekonomi,adanya kepercayaan serta adat istiadat seputar kehamilan dan kelahiran oleh masyarakat Jawa dimaknai sebagai suatu proses kultural yang syarat akan kepercayaan, maka peranan dukun bayi sangatlah penting karena dukun bayi dipercaya memiliki keahlian gaib dalam membantu proses persalinan.
4. Kekontemporeran Dukun bayi adalah gabungan dari dua kata, yakni dukun dan bayi. Masing-masing kata ini mengandung makna yang berbeda satu sama lainnya, namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat sehingga penggabungan kedua kata tersebut membentuk suatu kesatuan pemahaman yang tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa Arab, “Dukun bayi disebut kahin adalah kata yang biasa dipakai untuk mengungkapkan orang yang dapat meramal nasib dengan batu kerikil. Kata dukun juga dapat dipakai untuk orang yang mengerjakan perkara orang lain dan berusaha untuk memenuhi segala kebutuhannya”.7 Penyembuh, secara umum di Indonesia, di Jawa khususnya
6
http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html.diakses pada tgl 8 Jan 2014. 7 Yusuf Al-Qardhawi, Menjelajahi Alam Ghaib, ilham, mimpi, jimat, dan Dunia Perdukunan dalam Islam, (Jakarta: Hikmah, 2003), Cet.1, h. 277.
7
disebut dengan dukun8. Sedangkan menurut kamus istilah penting modern, kata bayi memiliki pengertian anak kecil yang belum lama lahir.9 Dari penggabungan kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa dukun bayi adalah seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan secara tradisional dalam membantu proses kelahiran seorang bayi. Pengertian dukun bayi yang dikemukakan oleh DepKes RI (1994), Pada dasarnya dukun bayi atau Paraji adalah, “Seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau dengan cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan bidan serta melalui petugas kesehatan.”10 Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan menurut Depkes RI (1994: 14) adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alatalat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas siku dengan sempurna (10 menit). 2. Memimpin persalinan normal dengan teknik-teknik sederhana yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum, merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta. 3. Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan tangan ke dalam liang senggama. 4. Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali pusat dan memandikan bayi.11 Di dalam prakteknya, tidak semua dukun yang tidak berbekal keahlian medis karena banyak dukun bayi yang memperoleh pelatihanpelatihan yang dilakukan oleh tenaga medis guna melakukan pertolongan persalinan secara bersih dan sehat.
8
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A.. Dokter Atau Dan Dukun: Pergumulan Pengobatan Di Indonesia, (Jakarta : LEMLIT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 55. 9 Ivenie Dewintari S, Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern, (Jakarta: Aprindo 2003), h.42. 10 http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tgl 4 jan 2014. 11 http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses pada tgl 8 Jan 2014.
8
Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Sedangkan dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus. Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan.12 Peran dukun dalam pertolongan persalinan dalam Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun adalah sebagai berikut: a. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan b. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transportasi untuk pergi ke bidan atau memanggil bidan c. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman seperti air bersih dan kain bersih d. Mendampingi ibu pada saat persalinan e. Membantu bidan pada saat proses persalinan f. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat yang sesuai tradisi setempat g. Membantu bidan dalam perawatan bayi baru lahir h. Membantu ibu dalam inisiasi menyusui dini kurang dari 1 jam i. Memotivasi rujukan jika diperlukan j. Membantu bidan membersihkan ibu, tempat dan alat setelah persalinan.13
B. Pembahasan Masalah 1. Identifikasi Masalah
12
Definisi dukun bayi, http://www.bascommetro.com/2011/04/definisi-dukun-bayi.html, di akses pada Selasa, 18 Maret 2014. 13 http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tanggal 4 januari 2014.
9
Dari latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasikan permaslahan sebagai barikut: a. Kemajuan teknologi dibidang ilmu berkembang
medis dan kedokteran telah
sangat pesat dengan menjamurnya tenaga medis dan
kesadaran kesehatan dalam suatu masyarakat. b. Resiko kematian dan penyakit pada ibu dan bayi tinggi akibat proses persalinan melalui dukun bayi c. Dukun bayi tidak memiliki keahlian dalam bidang medis selain praktek kerja secara tradisional d. Mahalnya biaya persalinan melalui jasa bidan
2. Pembatasan Masalah Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, supaya penelitian lebih terarah sesuai dengan judul dan tujuan dilakukannya penelitian, maka penulis memberikan batasan permasalahan ini pada jasa dukun bayi yang masih bertahan dan tetap digunakan dalam hal ini pada proses persalinan atau kelahiran, meskipun dukun bayi tidak memiliki keahlian medis serta dalam prakteknya masih menggunakan cara-cara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan.
3. Rumusan Masalah Berdasarkan dari identifikasi permasalahan yang ada, agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka rumusan masalahnya yaitu peneliti hanya melakukan observasi dan penelitian di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang mengenai kondisi masyarakat setempat yang sudah maju dan mengikuti arah perkembangan zaman, tetapi eksistensi dan peran dukun bayi sebagai pelaku pertolongan persalinan tradisional yang tidak memiliki kemampuan medis masih tetap mendapatkan tempat dihati para masyarakat.
10
4. Pertayaan Penelitian Dengan dasar rumusan masalah atau lingkup pembahasan di atas, maka penulis dapat mengajukan pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Bagaimana persepsi masyarakat di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kabupaten Semarang tentang dukun bayi terhadap proses persalinan? b. Bagaimana peranan dukun bayi terhadap proses persalinan bagi masyarakat Jawa, khusunya bagi masyarakat di Dusun Noloprayan?
C. Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan yang diajukan atas pertanyaan penelitian yang berupa kalimat pernyataan peneliti. Berdasarkan dari pertanyaan penelitian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah bagi masyarakat Noloprayan dengan melahirkan melalui dukun bayi serta mentaati adat-istiadat dalam menjalankan ritual diseputar kehamilan dan kelahiranakan membawa keberkahan tersendiri bagi kelangsungan hidup jabang bayi.
D. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk menyusun skripsi pada program strata satu (S1) Pendididikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana peranan dukun bayi dalam perspektif masyarakat Jawa terhadap proses persalinan di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dan untuk mengetahui mengapa masyarakat setempat masih menggunakan jasa dukun bayi sebagai penolong persalinan.
11
2. Signifikansi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan kegunaan bagi dunia akademik, masyarakat, dan bagi penulis. Adapun manfaatnya sebagai berikut: a. Bagi Akademisi Dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi akademisi, dan penelitian lanjutan secara lebih mendalam terhadap bagian dari setting penelitian ini. b.
Bagi masyarakat umum Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengevaluasian
dan pengambilan keputusan bagi keluarga dan calon ibu dalam pemilihan pertolongan persalinan. c. Bagi Penulis Dapat menambah informasi dan wawasan mengenai peranan dukun bayi (paraji) dalam membantu proses persalinan pada calon Ibu.
12
BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Deskripsi Teoritis 1. Perspektif Masyarakat a. Definisi Perspektif Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “Perspektif adalah pandangan (jauh ke masa depan), kita harus dapat melihat kehidupan”.1 Sedangkan secara kognitif,“Perspektif yakni sudut pandang manusia dalam memilih opini, kepercayaan, dan lain-lain”.2 Sehingga didalam memberikan respon atau tanggapan terhadap suatu peristiwa atau fenomena sosial itu tergantung kepada cara berfikir atau sudut pandang masing-masing seseorang yang diperkuat dengan alasan-alasan teoritik sehingga
akan
berpengaruh terhadap perilaku mereka. b. Perspektif Masyarakat Perspektif masyarakat adalah sudut pandang atau cara pandang masyarakat atau sekelompok orang tertentu dalam memberikan pendapat atau opininya tentang sesuatu hal yang dipercayai, yang ada dalam realitas sosial. Proses penganalisaan suatu peristiwa pada dasarnya dipengaruhi oleh apa
yang
kita
sebut
dengan
persepsi
atau
pandangan,
mereka
mengeneralisasikan sesuatu yang mereka respon sesuai dengan opini yang didasarkan pada alasan alasan yang kuat. 2. Masyarakat Jawa a. Definisi Masyarakat Masyarakat merupakan golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara 1
Badudu, Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), h.19 2 http://id.wikipedia.org/wiki/PerspektifDisambiguasi, Di akses pada tgl 8 Januari 2014, pukul 16.46
12
13
golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Definisi masyarakat adalah, “Suatu kesatuan sosial yang berisikan sejumlah orang, menempati suatu
wilayah dengan batas-batas yang jelas, menyandang suatu
kebudayaan, dan biasanya memiliki suatu bahasa”.3 Adapun pengertian masyarakat secara umum menurut pendapat para ahli antara lain : 1. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontityu, dan yang terkait oleh suatu rasa idenetitas bersama. 2. Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin dalam buku Cultural Sociology, masyarakat atau Society adalah “.......the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative”.4 3. Menurut Anderson dan Parker, sebagai bentuk kehidupan bersama, memberikan perincian mengenai ciri-ciri pokok masyarakat , yaitu (1) adanya jumlah orang; (2) menempati wilayah geografis tertentu; (3) mengadakan hubungan tetap dan teratur satu sama lain; (4) membentuk suatu sistem hubungan antarmanusia; (5) adanya keterkaitan akibat kepentingan bersama; (6) mempunyai tujuan dan bekerja sama; (7) mengadakan ikatan berdasarkan unsur-unsur sebelumnya; (8) memiliki solidaritas sosial; (9) memiliki ketergantungan sosial; (10) membentuk sistem nilai; (11) membentuk kebudayaan.5 Dari beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam suatu masyarakat terdapat sebuah interaksi, norma, adat-istiadat, 3
Ahmad Fedyani Saifuddin, Catatan Reflektis Antropologi Sosialbudaya, (Institut Antropologi Indonesia, 2011), Cet.1, h. 143. 4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Aksara Baru, 1980), Cet.ke-2, h. 160-161. 5 M. Ridwan Lubis, Agama Dalam Perbincangan Sosiologi, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 67.
14
hukum atau aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah lakuwarga didalam masyarakat tersebut sekaligus dijadikan sebagai pandangan hidup didalam kehidupannya. b. Masyarakat Jawa Dalam menunjukkan
suatu masyarakat tertentu yang sifatnya
mengkrucut, maka ada istilah community yang diterjemahkan sebagai masyarakat setempat yang menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas, solidaritas, dan perasaan semasyarakat setempat Masyarakat Jawa yaitu suatu masyarakat yang mendiami wilayah di Pulau Jawa yang terikat oleh aturan-aturan, norma, serta adat-istiadat yang berlaku di masyarakat Jawa tersebut. Sebanyak 60% orang Jawa tersebar diseluruh Nusantara bahkan dipelosok-pelosok wilayah. Hal ini membuat orang-orang Jawa mudah dijumpai oleh orang lain dari suku selain Jawa. 1) Karakteristik Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau diIndonesia, suatu kepulauan yang terbentang antara 6 derajat lintang utara, 11 derajat lintang selatan dan 95-141 derajat Bujur Timur. Pulau Jawa sendiri terletak di antara 5-10 derajat Lintang Selatan dan 105-115 derajat Bujur Timur.6 Pulau Jawa kurang lebih sepanjang 1.100 km dan rata-rata selebar 120 km dan terletak antara garis lintang selatan ke-5 dan ke-8. Dengan 132187 km persegi (termasuk Madura), Jawa memuat kurang dari 7 % dari tanah seluruh Indonesia.7Jawa terdiri dari dataran-dataran rendah dengan tanah vulkanis yang subur, beberapa daerah yang agak kering khususnya di 6
Budi Herusatoto, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000), h. 37.
15
sebelah selatan pulau, dan terdapat beberapa gunung berapi yang masih aktif, Iklim Pulau Jawa adalah tropis. Di dataran rendah suhu rata-rata berkisar antara 26 dan 27 derajat Celsius dengan kelembaban udara rata-rata 85% sampai dengan 73%. Pulau Jawa tidak mengenal musim dingin dan musim panas tetapi ada perbedaan yang cukup jelas antara musim penghujan dengan musim kering walaupun juga dalam musim kering, khususnya di bagian utara dan barat Pulau Jawa, sering ada hujan.8 Dari 150 juta orang Indonesia seluruhnya kurang lebih 64% atau 96 juta hidup di Jawa dan Madura dengan kepadatan penduduk rata-rata 726 orang per kilometer persegi. termasuk wilayah-wilayah yang paling padat penduduknya di dunia. Tetapi karena di Pulau Jawa daerahnya tidak dihuni secara merata karena kesubururannya tidak sama di mana-mana, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur masih ada beberapa daerah yang masih sedikit penduduknya maka kepadatan penduduk nyata dalam daerah-daerah yang ada penduduknya itu jauh lebih tinggi. Misalnya, di sekitar Malang kepadatan penduduk melebihi dua ribu penduduk per kilometer persegi. Kota-kota terpenting Indonesia terletak di Jawa yaitu Jakarta, Bandung, Bogor; Cirebon, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Kediri, dan Malang.9 2) Budaya Masyarakat Jawa Masyarakat Jawa memiliki ragam budaya yang unik diantaranya adalah sebagai berikut : a) Agama Masyarakat Jawa sebagian besar adalah pemeluk agama Islam. Tetapi faktanya ada dua kategori agama Islam yang dianut oleh
8
Ibid. h. 38. Franz Magnis- Suseno Sj, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, (Jakarta: Gramedia, 1985), h.9-11 9
16
masyarakat Jawa, yaitu agama Islam orang Jawa yang bersifat sinkretis dan agama Islam Puritan. Bentuk agama Islam orang Jawa yang sifatnya sinkretis diwujudkan dalam bentuk Agami Jawi atau Kejawen yaitu suatu kompleks keyakinan yang diadopsi dari konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung ke arah mistik. Sedangkan bentuk agama Islam yang bersifat puritan diwujudkan dalam Varian Agami Islam Santri, “Yaitu suatu ajaran yang lebih menekankan pada dogma-dogma ajaran Islam yang sebenarnya tetapi juga terdapat sedikit unsur Hindhu Budha”.10 Masyarakat Jawa juga banyak yang menganut agama selain agama Islam seperti agama Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Jumlah penganut agama Katolik melebihi satu juta orang, dan mereka pada umumnya terpusat di daerah pusat kebudayaan Jawa. Orang jawa yang beragama Protestan dalam tahun 1967 berjumlah lebih dari 250.000. Penganut agama Budha dan Hindu hanya kecil sekali jumlanya, dan pada umumnya berasal dari daerah sekitar kota Yogyakarta.11 b) Bahasa Masyarakat Jawa adalah orang yang bahasa ibunya bahasa Jawa sehingga orang Jawa merupakan penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa yang berbahasa Jawa dalam berbahasa sehari-hari. Bahasa orang Jawa tergolong sub-keluarga Hesperonesia dari keluarga bahasa Malayo-Polinesia. Bahasa Jawa memiliki suatu sejarah kesusasteraan yang dimulai pada abad ke-8, dan berkembang melalui beberapa fase yang dapat dibeda-bedakan atas dasar beberapa ciri idiomatik yang khas dan beberapa lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda dari tiap pujanngganya. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
10
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 312. Ibid., h. 313.
11
17
1) Bahasa Jawa Kuno, yang dipakai dalam prasasti-prasasti keraton pada zaman antara abad ke-8 dan ke-10, dipahat pada batu atau diukir pada perunggu, dengan bahasa yang seperti dipergunakan dalam karya-karya kesusasteraan kuno abad ke-10 hingga ke-14. Hanya sebagian kecil dari naskah-naskah Jawa kuno yang kita miliki sekarang dibuat di Jawa Tengah; bagian terbesar ditulis di Jawa Timur. 2) Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusasteraan JawaBali. Kesusasteraan ini ditulis di Bali dan di Lombok sejak abad ke14. Kemudian dengan tibanya Islam di Jawa Timur, kebudayaan Hindu-Jawa pindah ke Bali dimana kebudayaan itu menjadi mantap dalam abad ke-16. Bahasa kesusasteraan ini hidup terus sampai abad ke-20, tetapi ada perbedaan yang pokok dengan bahasa yang dipakai sehari-hari di Bali sekarang. 3) Bahasa yang dipergunakan dalam kesusasteraan Islam di Jawa Timur.
Kesusateraan
ini
ditulis
di
zaman berkembangnya
kebudayaan Islam yang menggantikan kebudayaan Hindu- Jawa di daerah aliran Sungai Brantas dan daerah hilir Sungai Bengawan Solo dalam abad ke-16 dan ke-17. 4) Bahasa kesusasteraan kebudayaan Jawa-Islam di daerah Pesisir. Kebudayaan yang berkembang di pusat-pusat agama di kota pantai utara Pulau Jawa dalam abad ke-17 dan ke-18, oleh orang Jawa sendiri disebut Kebudayaan Pesisir. Orang Jawa juga membedakan antara kebudayaan Pesisir yang lebih muda, yang berpusat di kota pelabuhan Cirebon, dan suatu kebudayaan Pesisir Timur yang lebih tua yang berpusat di kota-kota Demak, Kudus, dan Gresik. 5) Bahasa kesusasteraan di kerajaan Mataram. Bahas ini adalah bahasa yang dipakai dalam karya-karya kesusasteraan karangan para pujangga keraton Kerajaan Mataram abad ke-18 dan ke-19,
18
yang terletak didaerah aliran Sungai Bengawan Solo di tengah komplek Pegunungan Merapi-Merbabu-Lawu di Jawa Tengah, dimana bertemu juga lembah Sungai Opak dan Praga. 6) Bahasa Jawa masakini, adalah bahasa yang dipaki dalam percakapan sehari-hari dlam mayarakat orang Jawa dan dalam buku-buku serta surat-surat kabar berbahasa Jawa dalm abd ke-20 ini.12
c) Sikap Hidup Orang Jawa Didalam Serat Sasangka Djati, dituliskan delapan sikap dasar manusia yang terdiri dari dua pedoman hidup yakni Tri-Sila dan PancaSila. Tri-Sila merupakan pokok yang harus dilaksanakan setiap hari dalam hubungannya dengan Tuhan yaitu pertama, berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa, kedua adalah percaya kepada semua Utusan Tuhan dan ketiga, taat dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.13 Sebelum manusia dapat melaksanakan Tri-Sila tersebut maka sesorang harus memiliki watak dan tingkah laku yang disebutkan dalam Panca-Sila yaitu: a. Pertama, rila adalah keiklasan hati sewaktu menyerahkan segalah miliknya, kekuasaannya, dan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan, dengan tulus iklas, dengan mengingat bahwa semua itu ada pada kekuasaan-Nya. b. Kedua, narimo adalah tidak menginginkan milik orang lain, serta tidak iri hati terhadap apa yang dimiliki orang lain. Dengan begitu orang narimo adalah orang yang selalu bersyukur terhadap apa yang diberikan oleh Tuhan. 12
Ibid., hal. 17-18. Herusatoto, op. cit., h. 71.
13
19
c. Ketiga, temen adalah perilaku yang selalu menepati janji atau ucapannya sendiri. Baik janji yang diucapkan dengan lisan atau janji dalam hati. Sedangkan orang yang tidak menepati kata hatinya berarti ia menipu dirinya sendiri. d. Keempat, sabar adalah merupakan tingkah laku terbaik, yang harus dimiliki setiap orang. Karena sabar itu berarti momot, kuat terhadap segalah cobaan, tetapi bukan berarti putus asa. e. Kelima, budi luhur adalah selalu berusaha untuk menjalankan hidupnya dengan segalah tabiat dan sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Esa.14 Dari delapan sikap dasar manusia diatas dapat disimpulkan bahwa sikap hiduporang Jawa bersifat religius yaitu selalu mengaitkan segala sesuatunya kepada Tuhan serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan keharmonisan kehidupan antar sesama.
d) Sistem Kemasyarakatan Sistem kemasyarakatan pada masayarakat Jawa dapat dilihat dari dua pengklasifikasian lapisan sosial yang ditinjau dari segi sosialekonomis dan kegamaannya. Dari segi sosial-ekonomis, terdapat dua golongan sosial yaitu, Wong cilik atau orang kecil, merupakan lapisan masyarakat paling rendah terdiri dari sebagian besar petani dan orang-orang yang berpendapatan rendah di kota, dan kaum priyayi, merupakan lapisan masyarakat yang menduduki tingkat teratas, terdiri dari kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Sedangkan dari segi religiunitasnya terdapat golongan santri dan abangan. Santri merupakan golongan yang berusaha hidup sesuai dengan ajaran agama Islam sedangkan abangan merupakan
14
Ibid. h. 73.
20
sekelompok orang yang hidup dengan tradisi-tradisi pra-Islam dan dipengaruhi dengan unsur-unsur animisme.15 e) Sistem Pemerintahan Desa merupakan tempat pemukiman menetap bagi masyarakat Jawa yang terdiri dari beberapa dukuh atau dusun. Desa menjadi wilayah hukum dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan tingkat daerah paling rendah. Wilayah administratif diatas desa adalah kecamaatan, yaitu suatu kumpulan dari 15 sampai 25 desa yang dikepalai oleh seorang camat.16 Secara administratif, suatu desa di Jawa disebut kelurahan yang dikepalai seorang lurah. Lurah dipilih oleh dan dari penduduk desa sendiri, dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih atau yang memilih. Dalam organisasi pemerintahan sekaligus sebagai badan pimpinan rakyat, seorang lurah diwajibkan untuk mengangkat pembantu- pembantu yang disebut sebagai pamong desa yang meliputi (1) carik, yang bertindak sebagai pembantu umum dan sekretaris desa, (2) sosial, yang memelihara kesejahteraan penduduk baik rohani maupu jasmani,(3) kemakmuran, yang mempunyai kewajiban memperbesar produksi pertanian, (4) keamanan, yang bertanggung jawab atas ketentraman lahir dan batin penduduk desa. (5) kaum, yakni yang mengurus soal-soal mengenai nikah, talak dan rujuk, kegiatan keagamaan serta kematian.17 Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah didesa dilakukan secara demokratis, terbuka, jujur dan biasanya dilakukan di tempat terbuka seperti pekarangan rumah atau di tengah lapang.
15
Koentjaraningrat op. cit., h.12. Koentjaraningrat: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1985),
16
h.59 17
Ibid. h. 150.
21
f) Mata pencaharian Sumber utama penghasilan masyarakat Jawa yang notabennya wilayah pedesaan adalah bertani. Di daerah dataran tinggi, seperti pegunungan masyarakat memanfaatkan lahannya untuk dijadikan sebagai tegalan atau lahan kering yang ditanami sayur mayur, buah-buahan dan jenis pohon lainnya. Sedangkan untuk daerah dataran rendah dibuka lahan persawahan dan palawija. Bagi orang desa yang tidak memiliki sawah mereka bekerja sebagai buruh tani yaitu menggarap sawah orang lain dengan sistem yang disepakati oleh kedua pihak. Selain dari sektor pertanian, sumber pendapatan masyarakat diperoleh dari hasil berdagang, menjadi tukang, dan menjadi seorang pegawai seperti guru, PNS, pamong desa, lurah, camat dan lain sebagainya.
g) Kesehatan Dalam bidang kesehatan, dalam hal ini pengobatan, masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah mengenal pengobatan-pengobatan secara tradisioanal. Pengobatan tradisioanal disini terdiri dari 3 jenis yaitu (1) pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat traadisional atau jamu yang dapat dikerjakan setiap induvidu baik dengan menggunakan ramuan tradisional yang telah diproduksi oleh pabrik atau perusahaan, maupun suatu ramuan yang dibuat sendiri berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dari tanaman obat yang ada disekitarnya, (2) pengobatan tradisioanal dengan keterampilan khusus yaitu urut/ pijit, persalinan dan tusuk jarum, (3) pengobatan tradisional paranormal. Yaitu dikerjakan para pengobat atas kepercayaan indra keenam.18
18
Tumanggor, Op.cit.,h. 73.
22
Orang Jawa memanfaatkan pekarangan mereka untuk ditanami jenis-jenis tanaman yang memiliki khasiat pengobatan. Selain obat tradisional, masyarakat ini juga memakai obat dan pengobatan secara medikal ketika penyakit yang diderita bersifat serius dan memerlukan penanganan medis.
h) Kesenian Masyarakat
Jawa
memiliki
keberagaman
seni
budaya
diantaranya adalah seni peran, seni tari,seni musik, dan seni membatik. Seni peran pada masyarakat Jawa memiliki beragam versi. Di Jawa Tengah seni peran dikenal dengan sebutan ketoprak yang ditemukan pada akhir tahun 1923, di Surabaya terkenal dengan ludruk, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan istilah sandiwara lelucon. Bentuk dari seni peran yang populer di Jawa adalah pertunjukan seni wayang baik wayang wong, golek, ataupun wayang kulit. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang berada dibelakang layar. Sebagian besar cerita yang diangkat dalam pewayangan adalah cerita Mahabarata dan Ramayana. Seni pertunjukan ini sebagian besar dipengaruhi oleh unsur agama Hindu-Budha.19 Seni batik merupakan metode pembuatan design tekstil dengan teknik pencelupan menggunakan bahan dasar lilin. Batik memiliki beragam corak dan warna corak yang paling populer yaitu tumbuh-tumbuhan dan hewan. Produksi batik merupakan industri penting di Jawa. Pusat-pusat batik yang terkenal di Jawa adalah batik khas Yogyakarta, Solo, Pekalongan dan Surabaya. Seni tari pada masyarakat Jawa terdiri dari dua kelompok yaitu tarian putri klasik dan tarian yang modern. Tarian putri klasik terdiri dari srimpi dan bedaya keduanya merupakan tarian kelompok yang ditarikan oleh para gadis yang
19
berjumlah 4 atau 9 orang.
Koentjaraningrat: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, h.104.
23
Sedangkan tarian modern biasanya ditarikan oleh kedua jenis kelamin yang dikenal dengan wayang wong. Semua jenis tarian memiliki makna yang berbeda-beda.20
3. Kehamilan a. Definisi Hamil Pengertian kehamilan yang dikemukakan oleh BKKBN (Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional) menyatakan bahwa, “kehamilan adalah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan bertumbuh”.21 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan adalah suatu proses dimana terjadinya pertemuan antara sel telur dengan sperma yang kemudian tumbuh menjadi embrio, dengan masa hamil selama 9 bulan.
b. Upaya masyarakat Dari hasil penelitian Swasono (1998) melaporkan bahwa perilaku ibu pada kehamilan, persalinan dan nifas berbeda-beda, respon masyarakat yang bersifat budaya terhadap fenomena kelahiran bayi ditunjukkan sejak mulai terbentuknya janin sampai melahirkan. Respon-respon tersebut mempunyai implikasi yang baik maupun yang buruk terhadap kesehatan bayi dan ibunya, dengan demikian aspek sosio budaya yang berkaitan dengan kelahiran bayi sejak dari perkembangan janin dalam kandungan ibu sampai masa nifas merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pelayanan kesehatan bagi bayi dan ibunya.22
20
Geertz, op. cit., h. 379-388. http://www.kesehatan123.com/2642/kehamilan/, diakses pada Senin, 21 April 2014 22 Arum Pratiwi, Buku Ajar Keperawatan Transkultural, (Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2011), h. 24. 21
24
Kehidupan Jawa yang bersifat ritualistis, dimana perubahanperubahan dan kejadian-kejadian baru harus dimasukkan secara formal kedalam struktur keadaan yang sudah ada, kejadian-kejadian harus diatur dan dibekukan lewat upacara sebelum diakui adanya, keberadaannya harus diakui secara ritual yang hakekatnya ritual-ritual tersebut menyangkut daur kehidupan seperti kelahiran, khitanan dan perkawinan.23 Proses kelahiran yang dianggap sebagai peristiwa religiomagi baik pra dan pasca kelahiran masyarakat Jawa melakukan berbagai upacara selamatan dari mulai bulan ketujuh masa kehamilan, tingkeban (yang diselenggarakan hanya apabila anak yang dikandung adalah anak pertama bagi si ibu, si ayah, atau keduanya), pada kelahiran bayi itu sendiri (babaran atau brokahan), lima hari sesudah kelahiran (pasaran), dan satu bulan setelah kelahiran (selapanan). Selain ritual upacara seputar kehamilan dan kelahiran, masyarakat Jawa juga mengenal berbagai pantangan saat kehamilan baik dari faktor makanan ataupun dari faktor perilaku. Calon ibu dilarang memakan makanan dan berperilaku tertentu. Pantangan-pantangan masa kehamilan ini dimaksudkan untuk menghindari bahaya dan keselamatan bayi.24
c. Penjagaan Kesehatan Dari segi magis, mentaati berbagai macam pantangan kehamilan berarti secara tidak langsung telah melakukan upaya penjagaan kesehatan sekaligus penghindaran dari bahaya bagi kelangsungan bayi. Tetapi secara medis, masyarakat Jawa telah mengenal adanya program-program kesehatan yang diadakan oleh pihak puskesmas setempat guna memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi. 23
Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, (Jakarta: Gramedia, 1983), h. 53-54. 24 Hildred Geertz, Keluarga Jawa, (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), h. 91-93.
25
Melalui program PKK yang diadakan disetiap desa secara rutin yaitu setiap 2 bulan sekali, masyarakat khususnya ibu hamil mendapatkan penyuluhan-penyuluhan seputar kesehatan bagi bayi dan calon ibu. Penjagaan kesehatan kehamilan juga ditunjukkan dengan mengurangi konsumsi obat-obatan kimia dan menggunakan ramu-ramuan tradisional yang diyakini lebih sehat danaman bagi ibu dan bayi.
4. Persalinan a. Definisi Persalinan Menurut Manuaba, persalinan adalah, “Suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup bulan ataudapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain tanpa bantuan (kekuatan sendiri)”.25 Pengertian lain menurut Prawirohardjo persalinan adalah, “Proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.”26
b. Tenaga Penolong Masyarakat Jawa memandang suatu kelahiran sebagai salah satu puncak dari krisis kehidupan dalam sebuah rumah tangga. Kelahiran bagi orang Jawa adalah momentum yang sarat akan upacara-upacara slametan dan sedikit banyak mengandung mistis. Oleh orang Jawa, ketika akan melahirkan mereka akan lebih memilih seorang dukun bayi dari pada seorang ahli medis untuk membantu proses persalinan mereka.
25
http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diakses pada tanggal 21 April 2014 pukul 09.00 WIB. 26 http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diaksespada Senin, 21 April 2014 pukul 15.37 Wib.
26
1) Dukun Bayi Dukun
bayi
adalah,“Seseorang
yang khusus
menolong
mengobati ibu hamil, persalinan, dan perawatan anak”.27 Dukun bayi sering juga disebut dengan paraji. Paraji menurut Departemen Kesehatan RI (1994)adalah, “Seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan dalam menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun, belajar secara praktis atau dengan cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan bidan serta melalui petugas kesehatan”.28 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukun bayi atau paraji dalam melakukan pertolongan persalinan tidak menggunakan bantuan alat medis dan melakukan penanganan sesuai dengan pengalaman pertolongan sebelumnya. Keterampilan yang mereka miliki selain dari faktor keturunan, diperoleh juga dari hasil belajar. Keahlian dan proses pendidikan untuk menjadi seorang dukun bayi bermacam-macam. Keahlian yang mereka miliki dapat berasal dari warisan nenek moyang mereka yang secara turuntemurun tetap dijalankan, cara lain yang lebih umum dengan melalui proses belajar melalui orang lain (berguru). Dan dalam peranannya sebagai seorang dukun, mereka banyak melakukan tirakat dengan cara berpuasa, bertapa, dan meditasi.29 Hal lain keterampilan yang diperoleh adalah dari apa yang mereka sebut kasyaf, ilham, wahyu, wangsit atau renungan. Mereka
27
Tumanggor, Op.cit., h.75. http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tgl 4 jan
28
2014 29
Geertz, op.cit., h. 117-118.
27
beranggapan, dari sanalah mengetahui ilmu gaib atau ilmu Laduni (mengetahui apa yang sudah dan belum terjadi).30 Batas kewenangan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan menurut Depkes RI adalah sebagai berikut: 1) Mempersiapkan pertolongan persalinan meliputi mempersiapkan tempat, kebutuhan ibu dan kebutuhan bayi, mempersiapkan alatalat persalinan sederhana secara bersih, mencuci tangan sebatas siku dengan sempurna (10 menit). 2) Memimpin persalinan normal dengan teknik-teknik sederhana yang meliputi membimbing ibu mengejan, menahan perineum, merawat tali pusat, memeriksa kelengkapan placenta. 3) Dukun tidak melakukan tindakan yang dilarang seperti memijat perut serta mendorong rahim, menarik plasenta, memasukkan tangan ke dalam liang senggama. 4) Melakukan perawatan pada bayi baru lahir yang meliputi perawatan mata, mulut dan hidung bayi baru lahir, perawatan tali pusat dan memandikan bayi.31 Menurut orang Jawa seseorang yang membantu proses persalinan dan perawatan terhadap bayi dan ibu pasca melahirkan adalah, “Orang yang harus mengetahui tentang segala macam upacara, sajian serta mantera, dan harus memiliki pengetahuan mengenai jamujamu untuk merawat bayi yang baru lahir serta ibunya”.32
2) Peran Dukun Bayi a) Peran dukun bayi sebagai penolong persalinan
30
Endra K. Prihadi, Makhluk Halus dalam Fenomena Kemusyrikan,h.157-160. http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses pada tgl 8 Jan 2014 32 Koentjaraningrat, op. cit., h.103. 31
28
Kelahiran (babaran) merupakan klimaks dari krisis dalam rumah tangga yang dimulai sejak bulan ketiga dari masa mengandung. Dukun bayi dipanggil untuk menolong kelahiran dan disamping berlaku sebagai seorang bidan, dukun bayi merupakan orang yang ahli dalam ilmu gaib. Peran dukun bayi terlihat sangat penting ketika ia mempertahankan seorang bayi dan ibunya dari bahaya-bahaya gaib yang mungkin akan menimpa mereka, dengan menggunakan keahlian dibidangnya yang menggunakan cara dan ilmu gaib. 33 Bidan, tentu tidak memiliki keahlian magis seperti halnya keahlian dukun bayi (paraji) selain keahliannya yang secara medis. b) Peran dukun bayi dalam memberikan perawatan kepada bayi dan ibu Dukun bayi juga memberikan asuhan keperawatan kepada ibu dan bayi baik sebelum ataupun sesudah melahirkan. Asuhan keperawatan adalah ”Suatu proses rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien atau pasien yang sesuai dengan latar belakang budayanya, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan”.34 Menurut hukum Islam bahwa, “Seorang ibu yang baru melahirkan harus menjalani masa pantang selama 40 hari. dalam bahasa Jawa masa ini disebut ngedah, dan selama waktu itu bayi dan ibunya masih harus diawasi oleh dukun atau bidan”.35 Dukun bayi datang setiap hari selama 35 hari pertama untuk meneruskan perawatan. Selama lima hari pertama pasca kelahiran yaitu setiap dua kali sehari bayi di pijit yang oleh masyarakat Jawa
33
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa Di Indonesia, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), h. 285. 34 Pratiwi,op. cit.,h. 34. 35 Koentjaraningrat, op. cit., h. 105-106.
29
dikenal dengan istilah dadah. Pijit ini bertujuan untuk melatih kelenturan tubuh bayi.36 Pasca melahirkan, seorang ibu mendapatkan perhatian dan perawatan khusus dari dukun yang membantu persalinananya. Diantaranya adalah perawatan dengan memberikan ramuan tradisional. Bahan-bahan ramuan itu digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk mengembalikan tenaga, untuk memperkuat tubuh sang ibu, mengembalikan fungsi-fungsi tubuh menjadi seperti sebelum ia hamil, membersihkan tubuh dari nifas dan zat-zat yang dianggap kotor lainnya, serta mengembalikan bentuk tubuh dalam konteks keindahan tubuh.37 Selain berupa ramuan, perawatan pasca melahirkan berupa mandi khusus yang oleh orang Jawa disebut sebagaiadus wuwung, yaitu sang ibu bayi mandi dengan mengguyur badannya mulai dari kepala dan seluruh tubuh, dengan mata tetap terbuka dan tiap kali bersamaan dengan guyuran air, ibu bayi harus membuka mulutnya untuk menghembuskan udara. mandi dengan cara seperti ini ditujukan untuk menjaga ibu bayi dari gangguan makhluk halus. Perawatan selanjutnya adalah dadah walik yaitu mengurutnya kembali pada keadaan semulaseperti sebelum melahirkan.38 c) Peran Paraji sebagai Pemimpin Jalannya Upacara Slametan Bagi masyarakat Jawa proses kelahiran bukan hanya sebagai peristiwa
biomedikal 39
religiomegi.
saja,
melainkan
juga
suatu
peristiwa
Selain tugas dukun bayi sebagai pelaku pertolongan
persalinan dan keperawatan, dukun bayi juga berperan sebagai pemimpin jalannya ritual diseputar pra dan pasca kelahiran.
36
Hildred Geertz, op. cit., h. 95. Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 23. 38 Hildred Geertz, op. cit., h. 95. 39 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, loc. cit. 37
30
Oleh Geertz disebutkan bahwa, “Upacara-upacara yang secara turun-temurun
dijalankan
oleh
masyarakat
Jawa,
menekankan
kesinambungan dan identitas yang didasarkan pada seluruh segi kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewati”.40 Oleh sebab itu, pada masa kehamilan, kelahiran, dan pasca kelahiran orangorang Jawa selalu mengadakan upacara selamatan sebagai bentuk rasa syukur dan demi keselamatan ibu dan bayi. Upacara-upacara slametan diseputar kelahiran seperti Tingkeban, babaran (kelahiran), pasaran, dan pitonan pada proses pelaksanaanya dipimpin atau dipandu oleh seorang dukun bayi yang semula membantu persalinan wanita terebut. 3) Layanan Dukun Bayi Layanan yang diberikan dukun bayi terhadap ibu dan bayi, baik sebelum dan setelah melahirkan, adalah sebagai berikut: a.
Dukun mau mendatangi setiap ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
b.
Dukun mematok harga murah, kadang bisa disertai atau diganti dengan sesuatu barang misalnya beras, kelapa, dan bahan dapur lainnya.
c.
Dukun bayi dapat melanjutkan layanan untuk 1-44 hari pasca melahirkan dengan sabar memanjakan ibu dan bayinya misalkan dia mencuci dan membersihkan ibu setelah melahirkan.41
4) Cara Pertolongan Persalinan Cara pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi pada umumnya masih dengan cara serta alat yang sederhana. Tahapantahapan pertolongan persalinan adalah sebagai berikut: 40
Geertz,op. cit., h. 48 http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. diakses pada tgl 8 Jan 2014. 41
31
a. Tahap pertama, persiapan tempat bersalin Dukun bayi menyiapakan tempat bersalin dengan menggelar alas sertamemposisikan calon ibu dengan duduk senden. b. Tahap kedua, pemijatan Dukun bayi melakukan pemijatan terhadap calon ibu pada bagian kaki, paha, serta perut sambil membacakan mantera untuk memberikan perlindungan kepada ibu dan bayi. Sementara itu sang suami berada tepat dibelakang istri untuk menopang sambil mengunyah sebuah ramuan dari dukun bayi yang kemudian disemburkan ke ubun-ubun sang istri. c. Tahap ketiga, pemotongan tali pusat setelah turunnya plasenta. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pisau bambu yang telah diberi mantera khusus. Setelah itu dilakukan proses pengolesan kunyit pada tunggal tali pusatuntuk mempercepat proses pengeringan luka. d. Tahap keempat, penguburan ari-ari. Proses
penguburan ari-ari ini dilakukan dengan membacakan
mantera yang dimaksudkan agar bayi terhindar dari bahaya, ari-ari dikuburkan di sekitar halaman rumah. e. Tahap terakhir yaitu pencucian bekas alas melahirkan istri (kopohan). Pada tahap ini khusus dikerjakan oleh suami. Proses ini disertai dengan ritual bakar kemenyan, merang, bunga, dan wangi-wangian serta pembacaan mantera yang diajarkan oleh dukun bayi.42
42
Hildred Geertz, op. cit., h. 93-94.
32
5. Teori solidaritas sosial Emile Durkheim a. Biografi Emile Durkheim Emile Durkheim (1859-1917), adalah Profesor Sosiologi Pertama dari Universitas Parisia lahir pada tahun 1858 di Perancis dari kaum Yahudi. Ayah dan kakeknya adalah seoarng rabi. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Suprerieure sebelumnya ia pernah dua kali mengalami kegagalan ketika ingin masuk di sekolah Lycee Louis-Le-Grand di Inggris. Berkat profesor Fustel de Coulanges dan Emile Boutroux, Durkheim tumbuh menjadi seorang Mahasiswa yang sangat berpengaruh di Ecole. Sesudah menamatkan pendidikannya di Ecole, Durkheim mengabdi disalah satu SMA di Paris selama 5 tahun selama mengajar, Ia memfokuskan kepada pengajaran praktis ilmiah serta moral daripada pendekatan filsafat tradisional. 43 Durkheim meninggal dunia pada usia 59 tahun, yaitu pada 15 November 1917. Semasa hidupnya Durkheim secara aktif menaruh perhatiannya pada politik negara Perancis, terutama dalam hal untuk menemukan nilai dan prinsip yang sebaiknya menjadi pedoman pelaksanaan pendidikan yang dilandaskan pada aspek sekuler. Durkheim terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran sosial Comte, Maistre, dan St. Simon. Dan gagasan-gagasan individualistik Herbert Spencer dan aliran utilatiriumdari Inggris. Hasil karya ilmiah pertamanya berjudul Division Of Labour yang memuat tentang reaksi terhadap pandangan yang menyatakan bahwa masyarakat industrial modern cukup didasarkan pada perjanjian-perjanjian kontraktual antara individu-individu yang didorong oleh kepentingan diri sendiri tanpa adanya suatu kesepakatan. Tetapi dalam buku tersebut, ia menyatakan bahwa jenis konsensus pada masyarakat modern berbeda dengan sistem sosial yang lebih sederhana. Durkheim menyebutnya sebagai solidaritas sosial. Solidaritas mekanis dicirikan sebagai tipe yang bersahaja dan dibentuk atas dasar kolektifitas sedangkan solidaritas organis 43
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: Gramedia, 1986), h.167-168.
33
meupakan bentuk yang dilandaskan pada pembagian kerja sehingga sifatnya modern. Dalam bukunya yang berjudul Rules of Suciological Methods, Durkheim berbicara mengenai tugas sosiologi sebagai ilmu yang meneliti tentang karakteristik fakta sosial serta hal-hal yang mengendalikan tingkah laku manusia. Kelanjutan dari karya ilmiah Emile Durkheim adalah tentang fenomena bunuh diri yang terjadi dalam berbagai kelompok serta sebab-sebab sosial yang melatarbelakangi peristiwa tersebut yang dituangkan dalam buku yang berjudul Sucide. Hasil karya lain dari Dhurkeim, yang ditulis dalam bahasa Perancis adalah: a) Socialism and St. Simon, b) Professional Ethics and Civic Morals, c) The Elementary F orms of Religious Life.44
b. Teori Solidaritas Sosial Di dalam buku
the Devision of Labor in Society (1968), Emile
Durkheim membagi klasifikasi kelompok yang didasarkan pada solidaritas sosial yaitu suatu keadaan dimana hubungan antara individu atau kelompok berdasarkan perasaan dan kepercayaan yang dianut bersama dan kemudian diperkuat dengan adanya pengalaman emosianal pada suatu masyarakat tersebut. Oleh Durkheim, rasa solidaritas ini diklasifikasikan ke dalam suatu kelompok yang sifatnya sederhana (pedesaan) dan kelompok masyarakat yang sifatnya kompleks (perkotaan). Durkheim melakukan analisa terhadap ikatan-ikatan sosial antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern. Ia menyimpulkan bahwa ikatan sosial yang ada pada masyarakat primitif berdasarkan kesamaan moral 44
Soerjono Soekanto, Emile Dhurkeim Aturan-aturan Metode Sosiologis, (Jakarta: Rajawali, 1985), h. 153-155.
34
dan memiliki tingkat kesadaran kolektif yang tinggi, ia menyebutnya sebagai solidaritas mekanis. Sedangkan pada masyarakat modern ikatan kolektifitasnya relatif rendah dan adanya pembagian kerja yang ketat, Durkheim menyebutnya sebagai solidaritas organis.
1. Solidaritas Mekanik Menurut Durkheim bahwa, “Seluruh warga masyarakat pada solidaritas mekanis diikat oleh apa yang dinamakan collective conscience, yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok yang sifatnya memaksa”.45 Maka pada kelompok masyarakat ini terbentuk suatu kesadaran bersama, norma-norma sebagai pedoman hidupnya, dan menjunjung tinggi adat-istiadatnya dan oleh sebab itu terdapat suatu sanksi pagi para pelanggarnya. Solidaritas mekanik ini terdapat pada masyarakat pedesaan yang masih sederhana. Oleh Durkheim, penekanan terhadap klasifikasi kelompok ini adalah bahwa solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan pola normatif yang sama diantara masyarakatnya.46 Oleh sebab itu masyarakat primitif memiliki tingkat kolektifitas yang kuat terhadap pemahaman norma dan kepercayaan bersama, sehingga didalamnya bersifat rigid dan religius.
2. Solidaritas Organik Solidaritas organis merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yaitu masyarakat yang telah mengenal pembagian
45
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993), h.90. 46 Johnson, op. cit., h.183.
35
kerja yang rinci dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian dan kesepakatan-kesepakatan antara berbagai kelompok profesi.47 Pada kelompok masyarakat ini tingkat kesadaran kolektif sangat lemah, kemarahan kolektif yang timbul akibat adanya penyimpangan dimungkinkan sangat kecil sehingga sanksi terhadap pelanggaran hukum hanya sebatas mengembalikan
keseimbangan atau memulihkan keadaan
(restitutive). Yang termasuk pada pengklasifikasian jenis solidaritas organis adalah masyarakat perkotaan.
B. Kerangka Konseptual dan Skema Berdasarkan kajian teoritis diatas, maka kerangka konseptual atau kerangka pikir yang dijadikan sebagai dasar dalam penelitian ini adalah keberadaan masyarakat Jawa yang menduduki hampir diseluruh wilayah Indonesia dengan keberagaman budayanya seperti agama, bahasa, sistem kemasyarakatan, sistem mata pencaharian, kesehatan dan kesenian telah menjadikan orang Jawa mudah dikenal dan ditemukan di pelosok-pelosok daerah diseluruh Indonesia. Dalam bidang kesehatan, masyarakat Jawa memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memaknai suatu kehamilan dan kelahiran. Mereka memandang kedua fenomena tersebut khususnya kelahiran sebagai suatu puncak krisis kehidupan dalam suatu rumah tangga sehingga keberadaannya dianggap sebagai peristiwa religiomagi dimana sebelum dan sesudah proses kelahiran berlangsung masyarakat Jawa melakukan berbagai ritual selametan. Oleh karena pemaknaan orang Jawa terhadap proses kelahiran suatu hal yang magis, maka tenaga penolong persalinan menjadi faktor penting dalam proses tersebut.
Pada masyarakat Jawa dikenal istilah dukun bayi sebagai
penolong persalinan secara tradisional. Selain sebagai penolong persalinan, dukun bayi juga berperan sebagai pemimpin serangkaian ritual saat kehamilan, kelahiran,
47
Sunarto. loc. cit.
36
ataupun paska kelahiran seorang bayi. Hal tersebut sejalan dengan persepsi masyarakat Jawa yang memandang proses persalinan adalah suatu hal yang bersifat religiomagi, dimana setiap fase dalam kehamilan ataupun kelahiran merupakan suatu peristiwa yang harus diakui keberadaannya, dengan menjalankan serangkaian ritual. Peran dukun bayi sebagai penolong persalinan, pelayananan perawatan pasca melahirkan bagi ibu dan bayi, dan sebagai pemimpin jalannya serangkaian ritual pra dan pasca kelahiran, menjadi sumber kebahagiaan bagi Orang tua, anak, dan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, kondisi diatas akan dianalisis melalui pendekatan teori solidaritas sosial yaitu teori solidaritas mekanik dan organik dari Emile Durkheim. Solidaritas sosial yaitu suatu keadaan dimana hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama kemudian diperkuat oleh pengalaman emosional bersama adalah lebih mendasar dari pada hubungan kontraktual yang didasarkan atas persetujuan rasional. Solidaritas mekanis adalah suatu tipe masyarakat yang
sederhana,
memiliki tingkat kolektifitasnya yang kuat dan keseragaman moral. keadaan seperti ini digambarkan pada masyarakat pedesaan. Sedangkan solidaritas organis merupakan tipe masyarakat yang kompleks dan memiliki pembagian kerja yang nyata, tetapi tingkat kolektifitasnya lemah. Emile Durkheim menggambarkan keadaan ini adalah pada masyarakat perkotaann. Lebih jelasnyaa kerangka pikir diatas disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :
37
Kerangka Pikir dan Skema
Karakteristik h. 15 Masyarakat Jawa h. 15 Budaya h. 17
Agama h. 17
Sikap hidup h. 19
Bahasa h. 17
Mata pencaharian h. 22 Pemerintahan h. 21
Sistem sosial h. 20 Kesenian h. 23
Kesehatan h. 22
Kehamilan h. 24
Persalinan h. 26
Upaya masyarakat h. 24
1. Tenaga penolong 2. Cara pertolongan h. 26 dan 31
23
Penjagaan kesehatan h. 25
Layanan h. 31
Peran h. 28
Kebahagiaan 1. Orang tua 2. Anak 3. Masyarakat
NOLOPRAYAN
Teori SolidaritasSosi al Emile Dhurkeim h. 32
Mekanik h.35
Organik h. 35
1. primitif 2. kolektifitas tinggi 3. persamaan moral 4. kesamaan emosional 1. kompleks 2. adanya pembagian kerja secara rinci 3. kolektifitas rendah
Pedesaan
Perkotaan
38
Dari kerangka konseptual yang penulis bentangkan, akan dijadikan acuan dalam mengumpulkan, menyusun, dan menganalisa hasil temuan lapangan. C. Penelitian Relevan a. Rina
Mayasaroh,3501408015
(2012)
Peran
Dukun
Bayi
dalam
Penanganan Kesehatan Ibu dan Anak di Desa Bolo Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa peran yang dijalankan oleh dukun bayi di Desa Bolo terbagi dalam tiga peran periodenya, yaitu peran dalam penanganan ibu hamil pada masa kehamilan, peran dalam penanganan persalinan serta perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayinya. Dari tiga dukun bayi yang ada di Desa Bolo, ditemukan fakta bahwa terdapat spesialisasi dan pembagian kerja tidak tertulis dimana setiap dukun bayi menangani permasalahan yang berbeda-beda. Selain itu diketahui bahwa secara umum peran yang dijalankan oleh para dukun bayi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori fungsi, yaitu dalam fungsi penanganan kesehatan ibu dan anak secara lahiriah dan fungsi nonmedis, yaitu sebagai mediator pasien dengan dunia supranatural.48 b. Tulisan Vita P. Sukandi, M. Idrus Mufty, Endang P Gularso, serta Meutia F. Swasono dan Herman L. Soeselisa mengenai bentuk-bentuk respons terhadap kehamilan, kelahiran, dan perawatan ibu pada saat melahirkan hingga masa pascapersalinan, dan tulisan mengenai penggunaan ramuramuan untuk kesehatan ibu dan bayi.49
48
http://khikmatulleli.blogspot.com/p/definisi-persalinan.html, diaksespada Senin, 21 April 2014 pukul 15.37 Wib. 49 Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 34.
39
BAB III METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN
A. Objek dan Desain Penelitian Dalam memecahkan permasalahan terkait dengan judul skripsi di atas maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi deskriptif dimana penulis akan mendeskripsikan dan menggambarkan berbagai kondisi dan keadaan dari berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat tempat atau lokasi penelitian dilangsungkan. Objek dari penelitian ini
adalah realitas sosial yang ada di dalam
masyarakat Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang yang memilih dukun bayi sebagai rujukan utama untuk membantu persalinan mereka dari pada melahirkan melalui jasa bidan. Diharapkan dengan metode studi deskriptif peneliti dapat memberikan gambaran mengenai fenomena sosial masyarakat tersebut sesuai dengan objek dan kajian yang akan diteliti dengan berdasarkan kondisi yang ilmiah bukan kondisi yang laboratoris atau terkendali.
B. Subjek Penelitian Pelaksanaan penelitian ini menggunakan 12 narasumber sebagai sumber yang diwawancarai. Narasumber ini terdiri atas subjek penelitian yaitu dukun bayi, sedangkan informan dalam penelitian ini adalah ibu hamil, ibu yang memiliki anak bayi dan balita, ayah dari bayi dan balita, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan setempat.
C. Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan sebagai data utama dalam penelitian kualitatif ini dikumpulkan oleh peneliti sendiri dengan dibantu oleh orang lain. Data-data yang dikumpulkan peneliti adalah sebagai berikut: 39
40
1. Informasi mengenai kondisi Dusun Noloprayan Desa Jatirejo dan
kondisi
ekonomi penduduknya data tersebut diperoleh dari wawancara kepada pihakpihak terkait dan dokumentasi berupa catatan-catatan penting, arsip, dan foto. 2. Informasi mengenai persepsi masyarakat setempat terhadap dukun bayi sebagai penolong persalinan, data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada masyarakat. 3. Informasi mengenai dukun bayi beserta kegiatannya, data tersebut diperoleh dari hasil wawancara kepada dukun bayi di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.
D. Sumber Data Data merupakan sumber yang paling penting dalam suatu penelitian. Melalui data, peneliti dapat mengungkap sekaligus menemukan jawaban-jawaban permasalahan dari objek dan kajian penelitian. Secara garis besar sumber data dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. 1. Data Primer Dalam hal ini data primer yang diperoleh oleh peneliti merupakan hasil dari pengumpulan informasi-informasi yang dilakukan secara langsung melalui wawancara kepada pihak terkait yakni,
1 orang dukun bayi, 8 warga
masyarakat setempat, 1 petugas kesehatan setempat, dan 2 pamong desa setempat. Pengumpulan data primer dari pihak-pihak yang terkait dengan objek permasalahan penelitian guna memperoleh informasi mengenai kegiatan dukun bayi dalam pertolongan persalinan, dan perspektif atau pandangan masyarakat setempat mengenai peranan dukun bayi. 2. Data Sekunder Data sekunder sebagai data penunjang berlangsungnya penelitian yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak-pihak yang berkaitan dengan objek kajian penulisan skripsi ini. Adapun data-datanya seperti, deskripsi kisah dukun bayi di Desa Noloprayan seperti cerita mengenai
41
cara pertolongan persalinan pada ibu yang melahirkan, prestasi dukun bayi, hubungan duku bayi dengan pihak bidan dan Puskesmas, dan data penduduk yang berada di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan. Suruh, Kabupaten Semarang serta berbagai literatur yang relavan dengan objek kajian penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menentukan dan menafsirkan data yang ada misalnya data sehubungan dengan penanganan
proses
persalinan
oleh
dukun
bayi.
Sedangkan
Instrumen
pengumpulan data dilapangan pada penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
1. Teknik Pengamatan (Observasi) Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis.1 Sedangkan menurut S. Margono (1997: 158) observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.2 a) Pedoman Observasi Pedoman observasi pada penelitian ini digunakan untuk melakukan pengecekan keabsahan data jika mengalami keraguan tentang data yang diperoleh dan untuk mendapatkan persepsi masyarakat terhadap dukun bayi, serta aktivitas dukun bayi dalam pemberian pertolongan persalinan.
1
Arikunto dalam Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. ke-1, h. 143. 2 Dra, Nurul Zuriah, M.Si, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Teori – Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. ke-2, h. 173.
42
Dalam melakukan penelitiannya kedudukan peneliti hanya sebatas pengamat atas fenomena sosial yang ada tanpa harus terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat terebut (observasi nonparticipan). Untuk itu,
peneliti akan melakukan pengamatan pencatatan terhadap perilaku
masyarakat di Dusun Noloprayan yang masih menggunakan jasa dukun bayi sebagai penolong persalinan mereka, sehingga peneliti akan dapat menyimpulkan dari hasil keseluruhan perilaku sosial masyarakat tersebut.
2. Teknik Wawancara (Interview) Interview atau wawancara merupakan suatu sesi tanya jawab yang dilakukan dua orang atau lebih secara langsung dan saling bertatap muka. Patton (2001) menegaskan bahwa tujuan wawancara untuk mendapatkan dan menemukan apa yang terdapat di dalam pikiran orang lain.3 Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara secara mendalam (in-depth interview) yaitu, “Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama”.4
a) Pedoman Wawancara Dalam penelitian ini pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara tak terstruktur atau wawancara terbuka. wawancara dilakukan secara santai dan tidak terikat oleh aturan-aturan yang baku sehingga bahasa yang digunakan dapat disesuaikan dengan siapa wawancara akan dilakukan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk memperoleh 3
Gunawan, Op. cit, h. 165. Dr.Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Edisi Pertama, h. 139. 4
43
berbagai informasi dari sumber data primer tentang dukun bayi dan perspektif masayarakat setempat terhadap proses persalinan yang dikerjakan oleh dukun bayi. Wawancara dilakukan kepada 1 orang dukun bayi
untuk
mengetahui peranannya terhadap proses persalinan, 2 orang Pamong desa untuk data-data mengenai kondisi sosial budaya Dusun Noloprayan serta terhadap masyarakat di daerah setempat sebanyak
8 orang untuk
mengetahui persepsinya mengenai keberadaan dukun bayi sebagai tenaga penolong persalinan. Sesi tanya jawab ini dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan informasi secara detail dan lebih fokus.
3. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber noninsani.5 Pengumpulan data lapangan dengan teknik ini adalah dengan menggunakan buku catatan-catatan penting, arsip, dan foto-foto untuk 8 orang memperoleh data sekunder sebagai penunjang data primer. Teknik ini digunakan peneliti untuk memperoleh dataatau informasi mengenai posisi dan letak Dusun Noloprayan, data kependudukan, data kondisi sosial budaya dan latar belakang ekonomi warga setempat, serta catatan-catatan penting yang berkaiatan dengan topik pembahasan. Dalam melengkapi studi dokumnentasi, peneliti juga menggunakan dokumen yang berbentuk gambar yaitu berupa foto-foto yang mendukung pokok pembahasan yaitu tentang kegiatan dukun bayi pada pertolongan persalinan, keberadaan masyarakat, serta foto-foto terkait dengan pembahasan masalah penelitian.
5
Gunawan, Op. cit, h. 176.
mengenai kondisi yang
44
4. Analisa Analisa yang dimaksudkan disini berupa hasil dari data yang dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data yang kemudian disimpulkan oleh peneliti yang sesuai dengan kajian penelitian.
F. Teknik Pengolahan Data (Analisis Data) Pengolahan data atau analis data merupakan tahap yang sangat penting karena merupakan garis besar dari hasil penelitian yang datanya dapat disajikan dan dapat diambil keseimpulan dari tujuan akhir suatu penelitian. Proses analaisis data umumnya dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang dikumpulkan baik dari hasil wawancara, hasil pengamatan, dokumen pribadi, dokumen resmi, dan lain sebagainya. Oleh karena penelitian ini mengunakan metode deskriptif kualitatif, maka proses analisis data yang dilakukan adalah dalam bentuk pertahapan yaitu berbentuk urutan atau berjenjang yang dimulai pada tahap pra penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan terakhir tahap pasca penelitian.
Adapun dalam
melaksanakan kegiatan pertahapan tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
G. Refleksi Penelitian Pengumpulan data dilapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara secara langsung atau face to face kepada narasmber yaitu kepada Kepala Dusun dan Bayan atau sekretaris desa untuk memperoleh data mengenai kondisi sosial-budaya masyarakat di Dusun Noloprayan, Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Wawancara kepada dukun bayi untuk mendapatkan data-data terkait dengan aktivitas dukun bayi dalam memberikan bantuan pertolongan persalinan, peneliti sekaligus melakukan pengamatan terhadap sarana dan prasarana yang digunakan dukun bayi di dalam memberikan pelayanannya. Peneliti juga secara langsung melakukan
45
wawancara di kediaman masing-masing warga setempat untuk mendapatkan persepsi dan tanggapan mereka terhadap keberadaan dukun bayi. Seluruh wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden, dilakukan dengan santai dengan menggunakan bahasa yang disesuaikan dan tidak baku. Sebagai data penunjang, peneliti menggunakan beberapa foto dan arsip yang berkaitan dengan topik permaslahan. Foto dan arsip diperoleh dengan cara meminta kepada para warga masyarakat dan juga Pamong Desa jika data berupa hal-hal yang berkaitan dengan kondisi Dusun Noloprayan seperti data jumlah RT dalam satu Dusun, luas wilayah, alokasi dana pembangunan desa. Selama penelitian berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat Noloprayan.
H. Teknik Penulisan Skripsi Teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu pada pedoman Penulisan Skripsi Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Posisi Dusun Noloprayan Secara administratif Desa Jatirejo terletak disebelah selatan kota Suruh yang merupakan kota kecamatan dan masuk ke dalam pemerintahan Kabupaten Semarang dengan luas wilayah sekitar 8.638.000 m dan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.302 jiwa sedangkan jumlah perempuan sebanyak 1.393 jiwa. Total keseluruhan adalah sebanyak 2.695 jiwa.1 Desa Jatirejo terdiri dari 6 dusun, antara lain Dusun Kauman, Dusun Krajan, Dusun Gruneng, Dusun Kalegen, Dusun Dukuh, Dusun Gedongan, dan Dusun Noloprayan. Secara administratif luas daerah Noloprayan sekitar 60 hektar dengan rincian sebagai berikut, lahan pertanian seluas 40 hektar, lahan kering atau ladang seluas 4 hektar, dan pemukiman sekitar 16 hektar.2 Dusun Noloprayan memiliki batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan dusun Kauman 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan persawahan 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Dukuh 4. Sebelah Timur berbatasan dengan dusun Gruneng Letak dusun Noloprayan sangat strategis dan dekat dengan pusat pemerintahan, yaitu jarak antara dusun dengan pemerintahan desa sekitar 200 m, jarak dengan kecamatan sekitar 1,5 km, jarak menuju wilayah kabupaten sekitar 48 km, dan jarak menuju wilayah privinsi sekitar 70 km. Kondisi ini berpengaruh terhadap kemudahan akses penduduk untuk mencapai pusat pemerintahan baik 1
Hasil Wawancara dengan Bapak Kepala Dusun, Busaeri di Balai Desa pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 11.10 WIB. 2 Hasil Wawancara dengan Kepala Dusun, Busaeri di Balai Desa pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 11.10 WIB.
46
47
pada tingkat pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten, bahkan tingkat provinsi serta mobilisasi penduduk yang tinggi.
a. Budaya Masyarakat Di Noloprayan sebagian besar masyarakatnya patuh terhadap adat-istiadat dan budaya nenek moyang mereka yang secara turun menurun diwariskan. Selametan yang oleh Geertz merupakan prosesi ritual yang seringkali dilakukan oleh masyarakat Jawa atas pemaknaan suatu peristiwa tertentu sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan, oleh masyarakat Noloprayan serangkaian ritual ini juga dijalankan hampir pada semua aspek kehidupan sehari hari seperti misalnya, selametan perayaan hari-hari besar umat Islam, selametan menjelang bulan Ramadhan, selametan penempatan rumah baru, slametan perkawinan, selametan kehamilan, selametan kelahiran dan kematian. Pada masyarakat Noloprayan, wanita hamil dianggap sedang dalam periode rawan yang harus mendapatkan perlindungan agar terhindar dari bahaya yang nyata maupun yang bersifat gaib. Oleh karenanya pada usia kandungan 7 bulan masyarakat ini selalu melakukan upacara mitoni mereka percaya bahwa usia kandungan 7 bulan adalah usia yang rawan sekaligus sebagai usia kandungan yang kuat dan siap untuk melahirkan jika dibandingkan dengan usia kandungan delapan bulan meskipun pada usia kandungan 7 bulan bayi masih prematur. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Meutia Swasono dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa, “Orang Jawa menganggap usia tujuh bulan kandungan sebagai saat yang penting, sehingga perlu dilakukan upacara yang disebut mitoni untuk menyambutnya dan menangkal bahaya yang mungkin timbul pada masa itu”.3 Hal lain yang menjadi pusat perhatian bagi wanita hamil adalah mengenai pantangan melakukan perbuatan serta memakan makanan tertentu yang dipercaya apabila mengindarinya maka akan terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan. 3
Meutia F. Swasono, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya, (Jakarta: UI PRESS, 1998), h. 5.
48
Oleh karenya, dengan mentaati segala pantangan pada tahap ini sama saja telah melakukan penjagaan kehamilan. Ketika bayi sudah lahir, sesegera mungkin dilakukan slametan brokahan yaitu suatu upacara sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran bayi dengan selamat. Prosesi upacara dijalankan dengan pembuatan nasi tumpeng yang kemudian dibacakan doa oleh sesorang yang ditunjuk oleh pihak keluarga. Biasanya orang tersebut adalah sesepuh atau orang yang dituakan didaerah sekitar tempat tinggal dan memiliki pengetahuan agama yang kuat. Upacara ini lebih menekankan kepada kedatangan kerabat dari kedua belah pihak serta para tetangga sekitar rumah. Peunutupan ritual diakhiri dengan membagikan nasi tumpeng kepada para tamu undangan. Adat pemberian nama pada bayi baru dilakukan setelah sembilan hari pasca kelahirannya yang dibarengi dengan pemotongan beberapa helai rambut sibayi
dimana masyarakat menyebutnya dengan sepasaran. Selanjutnya
menginjak usia 35 hari seluruh rambut bayi dicukur gundul dengan tujuan agar kelak rambut bayi tumbuh dengan lebat. Ini disebut selapanan. Seluruh rangkaian upacara baik sepasaran maupun selapanan bersifat magis oleh sebab itu, dukun bayi yang dulu membantu proses kelahiran bayi berperan sebagai pemimpin jalannya prosesi ritual. Selain budaya di seputar kehamilan dan kelahiran, terdapat pula nilai-nilai dan kebudayaan Jawa yang sampai sekarang tetap dijunjung tinggi oleh para warganya. Antara lain: 1. Gotong Royong Hidup harmonis dan tolong-menolong pada masyarakat ini terlihat pada hampir di seluruh kegiatan sosial seperti, pembuatan rumah, pembetulan jalan, pembersihan sarana-sarana umum, acara perkawinan, dan upacara kematian. 2. Slametan (kondangan) Seluruh Peristiwa yang dianggap penting atau bermakna baik oleh individu ataupun kolektif dipercayai datang dari Tuhan sebagai hukum aksi-
49
reaksi baik itu berupa berita kesenangan maupun berita duka oleh sebab itu, serangkaian kejadian tersebut harus dibekukan dengan mengadakan slametan. Warga Noloprayan menyebutnya dengan istilah kondangan. Budaya kondangan ini dimaksudkan sebagai bentuk rasa prihatin dan mawas diri jika berupa berita kesusahan dan sebagai wujud syukur jika berupa berita gembira. Sebagai contoh ketika salah satu anggota keluarga mendapatkan kesenangan seperti menikah, mendapat kerjaan, lulus Ujian, masa panen tiba, penempatan rumah baru, penggantian nama, dan menyambut hari-hari besar Islam sedangkan berita duka seperti ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia, ketika mendapatkan musibah, dan gagal panen. Acara kondangan pada umumnya hanya dihadiri para tetangga yang dilaksanakan di
rumah orang yang mempunyai hajat atau terkadang
dilakukan di masjid atau mushola terdekat. Acara ini biasanya menggunakan nasi tumpeng dan “urap”4 dan diisi dengan pembacaan doa, pembacaan surat yasin, dan tahlilan. Hal ini disesuaikan dengan permintaan tuan rumah. 3. Ziarah kubur pada hari kamis Masyarakat percaya bahwa melakukan ziarah kubur pada hari kamis di waktu sore menjelang malam adalah wajib dilakukan dengan anggapan bahwa pada hari tersbut merupakan hari dimana dosa-dosa manusia di ampuni oleh Tuhan Allah. Tetapi seiring perkembangan zaman budaya ini dapat ditepis masyarakat setempat dengan anggapan hari apapun adalah baik untuk berziarah dan mendoakan mendiang sanak-saudaranya dan penghapusan dosa dapat dilakukan ketika kapan saja kita bertaubat. 4.
Nyadran (Bersih-bersih makam) Nyadran merupakan acara membersihkan makam kuburan pada pagi sampai menjelang siang hari yang dihadiri seluruh warga setempat. Pada acara tersebut para orang tua membawa beberapa makanan yang kemudian 4
Urap yang dimaksud adalah sayuran yang melengkapi nasi tumpeng sekaligus sebagi lauk yang terdiri dari toge, bayam, kacang panjang, daun kaemangi, daun adas, tempe rebus, ikan teri.
50
dikumpulkan dan dibagi-bagikan kepada seluruh warga yang datang dimana sebelumnya telah dibacakan doa. Setelah nyadran selesei maka diteruskan dengan tahlilaan yang dilakukan di musola terdekat dengan membawa nasi tumpeng. Kegiatan nyadran dilakukan 2 kali setiap 1 tahun yaitu pada tanggal 12 Jumadil awal dan 15 Sya’ban dalam hitungan bulan Jawa.5 Menurut kalender Nasional kedua bulan tersebut jatuh pada tanggal 15 Juni dan 12 Maret. Adat tersebut sampai sekarang ini masih tetap dijalankan. 5.
Seni musik Seni musik yang berkembang pada masyarakat ini adalah seni marawis yang dimainkan sekitar 5 atau 6 orang yang didominasi oleh golongan tua laki-laki. Hampir di seluruh acara atau kegiatan peringatan yang bersifat nasionalis maupun religius selalu dibuka dengan menyanyikan lagu-lagu sholawatan yang diiringi dengan alat musik tradisional.
b. Kependudukan Dusun Noloprayan merupakan salah satu dusun yang ada di desa Jatirejo. Pada awalnya dusun Noloprayan hanya terdiri 3 RT dan 3 RW, tetapi sejak tahun 2011 sampai sekarang dusun ini bergabung dengan dusun di sebelahnya yaitu dusun Gedongan dan menjadi 5 RT dan 5 RW dengan rincian sebagai berikut: a. RT 001/ RW 001 terdiri dari 36 KK b. RT 002/ RW 002 terdiri dari 28 KK c. RT 003/ RW 003 terdiri dari 31 KK d. RT 004/ RW 004 terdiri dari 39 KK e. RT 005/ RW 005 terdiri dari 45 KK6
5
Wawancara kepada warga Noloprayan, mbah Solah Pada Sabtu, 14 Juni 2014 pukul 07.00
WIB
6
Buku Induk Penduduk (BIP), Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, RT 001-005/ RW 001-005.
51
Berdasarkan pada data akhir Mei 2014, jumlah keseluruhan penduduk Noloprayan sebanyak 638 jiwa, dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 316 jiwa, jumlah perempuan sebanyak 322 jiwa, sedangkan usia balita berjumlah 30 jiwa. Dusun ini memiliki luas wilayah sekitar kurang lebih 60 hektar. Penduduk warga yang berlokasi di dusun Noloprayan ini memiliki ragam jenis pekerjaan yaitu, Tani, Buruh, Buruh Lepas, PNS, Sopir, Tukang, Ojek, Penjahit, Pedagang, Pengusaha Mebel, Penggilingan Padi, dan Karyawan Swasta. Buruh menduduki presentase paling tinggi yaitu sebesar 60%, Tani sebesar 30%, dan 10% untuk jenis pekerjaan lain.
c. Agama dan Sistem Kepercayaan Seluruh masyarakat yang berlokasi di dusun Noloprayan memeluk agama 7
Islam . Dalam penelitiannya terhadap masyarakat di daerah pedalaman Jawa yaitu di daerah Mojokuto yang sekarang menjadi Mojokerto, Geertz mengklasifikasikan Islam ke dalam 3 golongan yaitu abangan, santri, dan priyayi8. Pada masyarakat Noloprayan hanya terdapat 2 golongan yaitu santri dan priyayi. Golongan santri merupakan golongan yang paling mendominasi mereka adalah para sesepuh dan pemimpin pondok pesantren beserta para muridnya dan sebagian masa petani. Yang kedua yaitu priyayi, mereka terdiri dari keluarga yang bekerja pada sektor sipil dari keseluruhan penduduk Noloprayan.
d. Perekonomian Perekonomian di wilayah ini secara garis besartermasuk perekonomian kelas menengah ke bawah dengan rata-rata pendapatan per kartu keluarga (KK) adalah di bawah 1 juta per bulan. Perekonomian masyarakat Noloprayan bertumpu 7
Hasil Wawancara dengan Sekretaris Desa, Abdul Khamid di kediamannya pada tanggal 22 Juni 2014 pukul 05.00 WIB. 8 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), h.44.
52
pada sektor pertanian baik sebagai petani ladang maupun petani padi. 9 Bagi warga penduduk yang tidak memiliki sawah mereka bekerja sebagai buruh tani yaitu dengan menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil atas kesepakatan kedua belah pihak.
Para pemilik sawah biasanya bekerja pada sektor
pemerintahan tingkat desa seperti lurah, kepala urusan (bayan), sekretaris desa (carik), dan kepala dusun (Bekel). Sektor kedua adalah perdagangan, banyak warga yang mendirikan tokotoko kecil di sekitar pekarangan rumah mereka, pedagang keliling, pedagang di pasar, pengusaha penggilingan padi, dan pengusaha mebel. Selain kedua hal tersebut, terdapat warga yang memiliki beberapa pekerjaan lain yaitu sebagai PNS, guru, tukang, ojek, penjahit, dan karyawan swasta tetapi presentasenya sangat sedikit.
e. Hubungan dengan Dusun lainnya Warga dusun Noloprayan selalu menjaga hubungan baik antar sesama dusun maupun warga desa lainnya. Sikap gotong royong masih erat dan dijunjung tinggi. Hal ini diperlihatkan
dengan bersedianya menjadi sinoman10 ketika
terdapat warga dari dusun sebelah yang sedang mengadakan acara pernikahan, ikut berpartisipasi membantu perbaikan jalan, bersih-bersih desa, membangun sarana umum, dan membantu pemakaman pada warga yang meninggal dunia. Hubungan baik lainnya dijalin dengan kerjasama dibidang irigasi yaitu antar petani sepakat untuk secara bergilir mendapatkan pengairan sawah mereka dengan memanfaatkan sebuah sungai yang menjadi sumber utama selain irigasi yang dibangun oleh pemerintah desa.
9
Hasil Wawancara dengan Abdul Khamid pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 09.44 WIB. sinoman, yaitu pelayan pada saat resepsi pernikahan yang tugasnya membagi-bagikan sneck dan makanan kepada para tamu undangan biasanya terdiri dari laki-laki dan perempuan. 10
53
f. Prestasi Pembangunan Dana pembangunan di desa Jatirejo bersumber pada Dana Alokasi Umum Desa (DAUD). Setiap tahun desa tersebut mendapatkan sebesar 87 juta untuk pembangunan infrastruktur sebesar 70% dan 30% untuk pemberdayaan masyarakat. Prestasi pembangunan pada dusun Noloprayan masih sangat rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain. Pembangunan di wilayah ini hanya bergantung pada Dana Alokasi Umum Desa (DAUD) yang dianggarkan oleh pemerintahan desa sebesar Rp 4.500.000 sampai 5.000.000 per tahun. Selain dari DAU dana pembangunan diperoleh dari swadaya masyarakat11. Prestasi pembangunan yang di capai di dusun Noloprayan dapat digolongkan ke dalam dua bidang yaitu dibidang fisik dan nonfisik. a. Pembangunan Fisik Pembangunan fisik dalam hal ini adalah pembangunan infrastruktur desa yaitu dengan perbaikan jalan, penerangan umum,membangun mushola terbaik antar dusun, poskampling, pondok pesantren, dan sistem irigasi yang bagus. Pembangunan Irigasi atau pengairan pada wilayah ini terdiri dari 3 macam yaitu, 1. Irigasi Teknis, yaitu pengairan yang dibangun dari pemerintahan dan memakai sistem pintu. 2. Irigasi Nonteknis, yaitu pengairan yang berasal dari sungai-sungai dan selokan. 3. Irigasi Sekunder, yaitu pengairan yang berasal dari sumber
mata air
Senjoyo.
11
Hasil Wawancara dengan Kepala Desa, Bapak Syamsudin di kantor Balai Desa pada tanggal 22 Juni 2014 pukul 09.30 WIB.
54
b. Pembangunan Nonfisik Pembangunan di bidang nonfisik adalah pengadaan program PKK yang dilakukan setiap 1,5 bulan sekali, program Posyandu setiap 1 bulan sekali, dan kegiatan RT-an setiap sebulan sekali.12
B. TEMUAN HASIL ANALISIS 1. Temuan Lapangan Tentang Dukun Bayi a. Prestasi Dukun Bayi Berbicara mengenai prestasi, dukun bayi memiliki keahlian dalam hal pertolongan persalinan secara tradisional, sebagai konsultan bayi dan ibu bayi, serta memiliki kemampuan secara magis dalam praktiknya sebagai seorang dukun bayi. Keahliannya tidak hanya dikenal oleh warga sekitar tetapi juga sampai pada warga di daerah lain. Meskipun sebagai dukun bayi tradisioanl tetapi ia juga mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh pihak Puskesmas setempat. Dan dalam praktiknya dukun bayi telah bekerjasama dengan bidan dan pihak Puskesmas setempat. Selain profesinya sebagai dukun bayi, masyarakat sekitar seringkali menyebutnya sebagai Nyai yaitu sebutan bagi orang yang memiliki pengertahuan lebih di bidang agama. Oleh sebab itu, status sosial dukun bayi masuk dalam kategori kelas menengah ke atas yaitu sebagai orang yang dituakan.
b. Cara Pertolongan Dukun Bayi dalam Persalinan Cara pertolongan persalinan oleh dukun bayi bersifat tradisional baik teknik maupun alat yang digunakannya. Langkah-langkah pertolongan persalinan oleh dukun bayi sama halnya dengan proses persalinan pada 12
Hasil Wawancara dengan Kepala Kadus dan Kepala Desa, Bapak Busaeri dan Bapk Symsuddin di kator Balai Desa Jatirejo pada tanggal 17 juni 2014 pukul 13.54 WIB.
55
umumnya, sehingga tidak ada teknik tertentu atau syarat-syarat khusus untuk pasien ketika akan bersalin. Dukun bayi hanya akan menunggu calon ibu sampai waktunya tiba untuk melahirkan. Dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian dalam serangkaian persalinan adalah pemotongan tali pusar atau placenta pada bayi. Menurut kepercayaan setempat, placenta ini adalah kakang kawah atau saudara kembar dari bayi yang harus diperlakukan dengan baik dan memiliki kekuatan magic sehingga didalam pemotongan dan penguburannya harus dilakukan oleh dukun bayi tersebut. Alat yang digunakan dalam pemotongan placenta mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Awal karirnya dukun bayi menggunakan welat yaitu sebuah pisau yang terbuat dari bambu, kemudian berganti menjadi gunting, dan terakhir adalah gunting khusus. Pemotongan Placenta ini menjadi pusat perlakuan khusus bagi bayi. Pemotongan yang salah terhadap placenta akan berakibat fatal bagi jabang bayi sehingga dalam hal ini dukun bayi menggunakan cara, teknik, dan ramuan-ramuan tradisional untuk melakukan pemotongan placenta tersebut. Cara pemotongan placenta dilakukan dengan memegang erat ujung yang menjadi batas ari-ari menurut perhitungan dukun bayi, kemudian mulai melakukan pemotongan dengan pisau yang terbuat dari bambu, kemudian bekas luka dibalut dengan garam, kunyit, dan njet. 13 Ramuan ini oleh dukun bayi dipercaya dapat menyembuhkan bekas luka dan meredam kesakitan pada bayi pasca pemotongan placenta. Selanjutnya adalah penguburan placenta atau ari-ari yaitu ari-ari dimasukkan kedalam wadah dan dibawah wadah tersebut terdapat secarik kertas bertuliskan lafal basmalah terbalik, daun sirih, dan kapur kemudian dikuburkan dalam satu tempat dan diberikan penerangan.Tempat penguburan biasanya di sekitar pekarangan rumah. 13
Hasil wawancara dengan Dukun bayi yaitu, Emak Ikah Pada Selasa, 17 Juni 2014 Pukul 10.30 WIB.
56
c. Keamanan Bayi yang ditangani Di dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang penolong persalinan secara tradisional, dukun bayi juga mendapatkan berbagai pelatihan-pelatihan medis yang diadakan oleh pihak puskesmas dan bidan dan
telah bersertifikat resmi sehingga dalam melakukan penanganan
terhadap bayi dapat terjamin secara medis. Setelah
kelahiran,
dukun
bayi
memiliki
tanggung
jawab
mendampingi ibu dan bayi selama bulan pertama kelahirannya, yaitu dengan memberikan perawatan lanjutan berupa pijit bagi keduanya dalam konteks pemulihan pasca persalinan oleh ibu dan kesehatan bagi bayi. Pada sembilan hari kelahiran bayi, dukun melakukan pijit pada bayi yang dikenal oleh warga Noloprayan dengan sebutan dadah walik. Hal ini dimaksudkan agar tubuh sibayi tidak rentan dari penyakit dan memantapkan organ-organ tubuh pada bayi selain itu dukun bayi juga membantu memandikan bayi serta memberikan ramuan-ramuan tradisional agar bayi tidak mudah rewel. Karena pada usia ini, bayi masih rentan terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang ada disekelilngnya sehingga diperlukan pagar atau penangkal oleh dukun bayi.
Perawatan yang diberikan dukun bayi
berlangsung sampai selapanan, yaitu usia bayi menginjak pada 1 bulan kelahirannya tetapi, dukun bayi tidak lagi memandikannya dan hanya datang seminggu dua kali untuk memijit atau dadah bagi bayi. Selain bayi, ibu bayi juga mendapatkan perawatan yang berupa pijit dengan tujuan memulihkan kondisi fisik dan mengembalikan fungsi-fungsi tubuh setelah melahirkan. d. Syarat – syarat Penanganan Bayi oleh Dukun bayi Secara umum dukun bayi akan terus mendampingi bayi sampai 45 hari kelahiranya. Selama rentang waktu tersebut perkembangan bayi akan
57
tetap dipantau oleh dukun bayi yang menangani kelahirannya dengan cara mengunjungi tempat tinggal bayi. Pemberian nama pada bayi dilakukan pada hari kelima kelahirannya dan dihadiri oleh dukun bayi yang menangani kelahirannya. Acara tersebut dikenal sebagai acara sepasaran. Pada acara tersebut dukun bayi memotong sehelai rambut bayi dengan diberikan doa-doa tertentu sebagai syarat jalannya ritual. Kemudian pada usia 45 hari kelahirannya diadakan selapanan yaitu pencukuran seluruh rambut bayi, hal ini juga dilakukan oleh dukun bayi yang membantu kelahirannya, pencukuran seluruh rambut bayi tersebut memiliki maksud dan tujuan agar kelak rambut bayi tumbuh dengan bagus dan secara magis bayi tidak mudah rewel dan lemah terhadap penyakit.
e. Hubungan Dukun Bayi dengan Warga Masyarakat Dukun bayi memiliki hubungan yang sangat baik terhadap warga masyarakat khususnya warga Noloprayan. Di dalam memberikan perawatan baik kepada bayi ataupun ibu bayi mereka tidak harus diwajibkan mendatangi dukun bayi tetapi secara sukarela dukun bayi akan mendatangi rumah pasiennya selama jarak tempat tinggal mereka terjangkau. Pemberian upah atas perawatan yang diberikan oleh dukun bayi tidak dipatok harga tertentu semua diberikan atas dasar kemampuan financial pasien.
f. Hubungan Dukun Bayi dengan Instansi dan Tenaga Medis 1). Hubungan dukun bayi dengan Puskesmas Sebagai seorang penolong persalinan tradisional dukun bayi juga mendapatkan berbagai pelatihan-pelatihan medis dan programprogram kesehatan yang diadakan oleh pihak puskesmas setempat terkait dengan penanganan bayi dan cara pertolongan persalinan secara sehat dan bersih. Dengan ikut sertanya dukun bayi dalam program-
58
program yang dicanangkan oleh pihak puskesmas tersebut telah terbina hubungan yang baik antara keduanya sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai dukun tradisional mendapatkan pengawasan dari pihak tenaga medis, khusunya puskesmas. 2). Hubungan dukun bayi dengan Bidan Hubungan antara bidan dengan dukun bayi sangat baik dan kooperatif. Pasalnya, salah satu bidan yang bertugas di Puskesmas pada daerah tersebut adalah anak dari dukun bayi tersebut. Oleh sebab itu, ketika dukun bayi mengalami kesulitan dalam menangani persalinan pasien maka dukun bayi akan membuat rujukan atas alih fungsi penanganan dukun bayi kepada bidan. Atau kerjasama lain ditunjukkan ketika proses persalinan dilakukan oleh dukun bayi, bidan seringkali terlibat dalam proses tersebut.
2. Temuan Lapangan Tentang Pergeseran Peran Dukun a. Peran Dukun Bayi sampai dengan 2011 Sejak awal menekuni profesi sampai tahun 2011, dukun bayi berperan aktif baik secara individu maupun berdampingan dengan bidan dalam melakukan pertolongan persalinan. Setelah persalinan selesai, selama kurang lebih 45 hari ke depan dukun bayi mendampingi ibu dan bayi guna mendapatkan perawatan pasca persalinan. Selama masa ini, dukun bayi secara intensif yaitu setiap 3 hari sekali dalam seminggu selalu mengunjungi bayi untuk diberikan dadah walik yaitu pijit bagi bayi yang berfungsi untuk menjaga bayi agar tidak rentan terhadap penyakit serta menormalkan fungsifungsi tubuh. Selanjutnya peran dukun bayi terlihat pada ritual upacara sepasaran dan selapanan yaitu pada hari kesembilan kelahirannya, diadakan slametan sebagai bentuk syukur atas kelahiran jabang bayi dengan mencukur sehelai rambut bayi. dan pada usia 45hari setelahnya, bayi diberikan nama dengan
59
mengadakan ritual pencukuran seluruh rambut bayi. Kedua ritual tersebut dipimpin oleh dukun bayi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak hanya bayi yang mendapatkan perhatian khusus tetapi juga ibu bayi, mereka mendapatkan perawatan pijit tradisonal guna mengembalikan fungsi-fungsi tubuh serta mengembalikan bentuk tubuh semula setelah pasca melahirkan. Selain sebagai tenaga penolong persalinan dan perawatan pasca bersalin dukun bayi mengawal perkembangan janin sampai siap lahir serta memberikan rujukan untuk pertolongan persalinan. Pemantaun terhadap ibu hamil dilakukan dengan memberikan informasi-informasi kesehatan serta pantangan-pantangan selama masa ini. Menginjak usia tujuh bulan kehamilannya, diadakan upacara pitonan dalam ritual ini disiapkan tujuh rupa urap yang terdiri dari kacang-kacangan dan sayur-sayuran serta adanya tujuh macam rujak sebagai syarat ritual tersebut. Pada prosesi ini terdapat mandi wuwung yaitu calon ibu dimandikan oleh dukun bayi dengan mengguyurkan air dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan tidak mengedipkan mata selama proses dimandikan.
b. Peran Dukun Bayi Sejak 2012 sampai Sekarang Tercatat sejak 2 tahun terakhir ini, dukun bayi di dusun Noloprayan tidak lagi melakukan penanganan pertolongan persalinan. Hal ini dikarenakan faktor usia yang sudah lanjut. Oleh sebab itu, pada awal tahun 2012, mulai terjadi pergeseran peran dalam penanganan persalinan, dimana peran tersebut diambil alih oleh bidan. Meskipun dukun bayi tidak lagi berperan sebagai pelaku pertolongan persalinan, dukun bayi tetap aktif dalam memberikan pelayanan perawatan bagi bayi dan ibu bayi pasca bersalin, mendampingi bayi selama 45 hari kelahirannya, serta pelayanan konsultasi kesehatan diseputar kehamilan. Akan tetapi terjadi perubahan cara pelayanan yang diberikan yaitu dukun bayi tidak lagi melakukan kunjungan ke rumah pasien. Seluruh kegiatannya dilakukan di
60
rumah kediaman dukun bayi baik pijit maupun konsultasi kehamilan. Sehingga pergeseran peran hanya terjadi pada aspek pertolongan persalinan dan kunjungan pelayanan.
3. Temuan Lapangan Tentang Perspektif Masyarakat Terhadap Dukun Bayi a. Perspektif Masyarakat Mengenai Dukun Bayi Secara umum masyarakat yang berlokasi di Dusun Noloprayan memandang dukun bayi sebagai seorang yang memiliki kemampuan lebih atau supranatural dalam menekuni profesinya. Secara-sosio kultural, kelahiran bagi orang Jawa dianggap sebagai krisis kehidupan yang harus diseimbangkan antara Tuhan dan alam sehingga adanya ritual dan upacara adalah mutlak dilakukan adanya. Menurut Ruqoyah, “Hanya dukun bayi yang dapat melakukan pertolongan persalinan dan cepat tanggap mengenai kemungikan terjadinya kesulitan kelahiran dengan kemampuan yang dimiliki dukun bayi”.14 Pandangan lain mengenai dukun bayi menurut Pamong Desa, Busaeri bahwa, “Menjadi dukun bayi adalah pilihan yang tidak semua orang dapat melakukannya sehingga memberikan pertolongan persalinan dan serangkaian kegiatan yang menyertainya adalah suatu
pekerjaan mulia yang telah
menyelamatkan manusia dari bahaya magis dan nonmagis”.15
b. Faktor Penyebab Masyarakat Memilih Dukun Bayi sebagai Penolong Persalinan Secara
umum
masyarakat
Dusun
Noloprayan
masih
tetap
menggunakan jasa dukun bayi sebagai pelayanan kesehatan kehamilan, persalinan, dan perawatan pasca persalinan adalah faktor ekonomi, adat14
Hasil wawancara dengan Ibu Ruqoyah di ke diamannya pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 16.00
WIB. 15
WIB
Hasil wawancara dengan Bapak Busaeri di ke diamannya pada tanggal 18 Juni 2014 pukul 15.00
61
istiadat, tradisi, kepercayaan masyarakat, dan adanya faktor kemantapan diri. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu warga masyarakat setempat yang menggunakan jasa dukun bayi yaitu untuk melakukan perawatan setelah melahirkan, berupa pijit baik untuk ibu ataupun bayi.16
Selain faktor-faktor tersebut warga merasa tidak canggung dan
sungkan ketika harus berhadapan dan berbicara dengan dukun bayi guna menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya.
c. Tanggapan Masyarakat Mengenai Peranan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan Dukun bayi yang menekuni profesi sebagai penolong persalinan secara tradisional, mendapatkan apresiasi baik dari warga masyarakat khususnya warga yang berlokasi di dusun Noloprayan. Mereka berasumsi, keberadaan dukun bayi dan praktiknya berarti telah melestarikan budaya Jawa yang secara turun-temurun dijalankan pada peristiwa diseputar kelahiran seorang bayi. Hal ini sejalan dengan teori
solidaritas mekanik Emile
Durkheim yang mengatakan bahwa, “Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanis, yang diutamakan ialah persamaan peilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan”.17 Dengan tetap melakukan upacara-upacara selametan di seputar peristiwa kehamilan dan kelahiran, masyarakat di Dusun Noloprayan terikat oleh aturan-aturan para leluhur mereka. Selain melestarikan budaya leluhur, keberadaan dukun bayi sangat membantu bagi warga yang kurang mampu secara ekonomi karena biayanya sangat terjangkau. Banyak masyarakat yang memahami bahwa peristiwa di seputar kehamilan dan kelahiran adalah sesuatu yang sifatnya magis. Mereka
16
Hasil Wawancara dengan Ibu Lia di kediamannya pada tanggal 8 Agustus 2014 pukul 10.00
WIB. 17
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993), h. 90.
62
percaya setiap tahapannya diperlukan perlakuan khusus yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu, dalam hal ini adalah dukun bayi. Dukun bayi selain berperan sebagai penolong persalinan ia juga sebagai pemimpin jalannya berbagai ritual diseputar kehamilan dan kelahiran, seperti ritual 7 bulanan, brokahan (kelahiran), pemotongan sehelai rambut bayi, serta ritual pemberian nama jabang bayi pada 45 hari kelahirannya. Oleh karena itu, kepercayaan warga Noloprayan atas berbagai ritual tersebut yang harus dilaksanakan sebagai wujud ketaatan mereka terhadap budaya leluhur yang mengandung hal-hal gaib. Menurut Abdul Khamid, “Warga di Dusun Noloprayan sangat bergantung pada peran dukun bayi yang memang memiliki keahlian secara magis”.18
C. PEMBAHASAN TEMUAN 1. Ketepatan Hipotesis Dari hipotesa yang diajukan peneliti yaitu bahwa bagi masyarakat Noloprayan sebagai orang Jawa dengan melahirkan melalui dukun bayi serta mentaati adat-istiadat dalam menjalankan ritual diseputar kehamilan dan kelahiran akan membawa keberkahan tersendiri bagi kelangsungan hidup jabang bayi. Hipotesa tersebut di atas telah terbantahkan dengan hasil data yang diperoleh dilapangan, yaitu bukan faktor kepercayaan atas dampak pentaatan adat-istiadat kelahiran, akan tetapi tingginya kesadaran masyarakat terhadap resiko persalinan melalui jasa dukun bayi sehingga mereka lebih memilih bidan sebagai tenaga penolong persalinan dengan alasan klinis. Munculnya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan diiringi dengan suatu fakta bahwa dukun bayi yang berlokasi di Dusun Noloprayan sejak 2 tahun terakhir ini
18
Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Khamid di ke diamannya pada tanggal 18 Juni 2014 pukul 09.00 WIB.
63
sudah tidak lagi menangani persalinan karena faktor lanjut usia. Meskipun tidak menangani persalinan, akan tetapi dukun bayi masih tetap melayani perawatan bagi bayi dan ibu bayi pasca melahirkan serta menerima penanganan kesehatan kehamilan bagi ibu hamil. Setelah proses persalinan baik melalui dukun bayi ataupun bidan masyarakat setempat tetap menjalankan adat istiadat pasca melahirkan seperti sepasaran yang jatuh pada hari ke sembilan kelahiran bayi, inti acara tersebut adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran bayi dengan ritual pemotongan sehelai rambut bayi yang dilakukan oleh dukun bayi yang dulu menangani kelahirannya atau secara mandiri oleh ayah jabang bayi. Selanjutnya selapanan, yaitu pemberian nama bagi bayi setelah 45 hari kelahirannya dengan melakukan pencukuran seluruh rambutnya oleh dukun bayi atau dikerjakan secara mandiri. Adat- istiadat pada masa kehamilan pun juga masih dijalankan bagi ibu hamil sekalipun memilih bidan sebagi tenaga penolong persalinannya nanti yaitu upacara pada usia ke tujuh kehamilan (pitonan). Pada acara tersebut masyarakat mengadakan selametan dengan menghidangkan makanan tertentu yang dihadiri oleh para tetangga.
2. Analisa Kerangka Konseptual dan Teori Temuan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kerangka pikir yang diajukan penulis terdapat kesesuaian sekaligus ketidak sesuaian pada kondisi yang ada di Dusun Noloprayan sebagai lokasi penelitian. Sebagian besar penduduk di Desa Jatirejo, khususnya Dusun Noloprayan merupakan asli keturunan suku Jawa yang khas dengan kebudayaanya. Bahasa Jawa menjadi bahasa komunikasi sehari-hari yaitu bahasa ngoko dan krama. Bahasa Ngoko digunakan untuk berkomunikasi antar sebaya atau orang tua kepada orang yang lebih muda biasanya bahasa ini menunjukkan keakrabaan satu sama lainnya. Sedangkan untuk
64
berkomuniakasi dengan orang yang lebih tua atau yang memiliki status sosial lebih tinggi, digunakan bahasa krama untuk menghormati lawan bicaranya. Agama Islam merupakan ajaran yang dianut oleh seluruh warga yang berlokasi di Noloprayan. Pada masyarakat ini, Islam memiliki dua pengklasifikasian golongan yaitu golongan santri dan priyayi. Golongan santri diduduki oleh para ulama, para santri, dan sebagian besar petani sedangkan golongan priyayi diduduki orang-orang yang bekerja di sektor pemerintahan baik tingkat desa, kecamatan, ataupun kabupaten. Secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk suatu sistem sosial yang ada didalam masyarakat. Oleh karena sebagian besar perekonomian warga Noloprayan bertumpu pada sektor pertanian, maka mata pencaharian warga setempat adalah sebagai petani dan buruh tani meskipun terdapat pekerjaan lain selain kedua profesi tersebut. Di bidang kesenian, masyarakat melestarikan seni musik yaitu Rabbana. Kesenian tersebut sering dipentaskan pada peringatan hari-hari besar umat Islam ataupun hari besar Nasional dengan pusat kegiatan di pondok pesantren. Masyarakat Noloprayan merupakan masyarakat yang agamis, seluruh sendi kehiduupannya didasarkankan pada aturan agama sehingga secara tidak langsung membentuk sikap hidup pada setiap pribadi warganya. Sebagai orang Jawa sikap andhap ashor atau saling menghargai dan nilai-nilai gotong royong masih dijunjung tinggi. Seperti halnya pada masyarakat Jawa umumnya, slametan sebagai pemaknaan atas semua peristiwa yang dianggap penting masih
dijalankan oleh warga yang
berlokasi di Noloprayan. Di bidang kesehatan, khusunya kehamilan dan kelahiran secara sosio kultural masyarakat Noloprayan menyikapi kedua hal tersebut sebagai suatu fase kritis dan puncak dari tahapan kehidupan. Upaya yang dilakukan masyarakat adalah dengan melakukan berbagai upacara slametan di seputar kehamilan, seperti mengadakan upacara pitonan yang dilakukan pada usia ke
65
tujuh bulan masa kehamilannya. Ritual tersebut ditunjukan agara bayi mendapat
perlindungan
secara
magis.
Sedangkan
untuk
penjagaan
kehamilan, masyarakat mengenal berbagai pantangan baik yang berasal dari makanan ataupun
perbuatan. Dampak dari pentaatan pantangan tersebut
dipercaya masyarakat sebagai bentuk penjagaan bayi terhadap penyakit dan bahaya. Ketidaksesuaian antara kerangka pikir dengan hasil penelitian terlihat pada pelaku pertolongan persalinan. Memasuki tahap kelahiran, pelaku pertolongan persalinan memiliki peranan penting. Semenjak 2 tahun terakhir ini dukun bayi yang berlokasi di dusun Noloprayan sudah tidak menjalankan profesinya sebagai penolong persalinan karena muncul tingginya tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan faktor lanjut usia pada dukun bayi sehingga peran dukun bayi digantikan oleh bidan. Meskipun masyarakat tidak lagi menggunakan dukun bayi sebagai penolong persalinan tetapi untuk perawatan pasca persalinan dan konsultasi serta penanganan kehamilan bagi ibu hamil, warga Noloprayan masih mempercayakannya kepada dukun bayi untuk mengerjakannya. Oleh sebab itu, peran dukun bayi masihterlihat meskipun terjadi perubahan sikap warga dari tradisional menjadi modern, dalam hal ini pemilihan pelaku pertolongan persalinan. Sikap fleksibel pada masyarakat yang tidak melupakan adatistiadat leluhur dalam konteks kehamilan dan kelahiran menciptakan kebahagiaan bagi masyarakat Jawa khususnya bagi masyarakat yang berlokasi di Dusun Noloprayan. Kondisi di atas dapat ditarik suatu simpulan bahwa ada dua cara pikir berlawanan pada masyarakat Noloprayan dalam menyikapi kehamilan dan persalinan. Pertama, sebagai masyarakat yang fleksibel terhadap perkembangan zaman peran pelaku persalinan oleh dukun bayi mulai luntur dan digantikan dengan bidan. Kedua, sebagai orang Jawa yang taat terhadap tradisi dan budayanya dalam menyikapi kehamilan dan pasca persalinan
66
banyak warga yang tetap saja mendatangi dukun bayi untuk melakukan konsultasi dan penanganan kehamilan serta perawatan ibu dan bayi pasca persalinan. Pola pikir yang berbeda tersebut sesuai dengan teori solidaritas mekanik Emile Durkheim yang menyebutkan bahwa terdapat persamaan moral, emosional, tingkat kolektifitas yang tinggi antar warga, serta masih terdapat perilaku primitif pada pola kehidupannya. Kondisi ini digambarkan oleh masyarakat Noloprayan yang memposisikan dukun bayi sebagai pelaku yang berperan penting dalam penanganan kehamilan bagi ibu hamil dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi. Sedangkan perilaku warga Noloprayan yang memilih bidan sebagai pelaku pertolongan persalinan membuktikan bahwa telah adanya perubahan pola pikir dari tradisional menjadi modern dan lebih rasional sehingga muncul kesadaran warga terhadap pentingnya penanganan persalinan sehat dan bersih. Lebih jelasnya kerangka konseptual temuan yang sesuai dengan keadaan riil masyarakat Noloprayan di atas ditampilkan melalui skema atau bagan sebagai berikiut:
67
Skema 1.2 Kerangka Konseptual Temuan
Peran Dukun Bayi
Sejak menjadi dukun bayi sampai tahun 2011
Tahun 2012 sampai Sekarang
1. Penolong Persalainan 2. Pelayanan Perawatan Pasca Persalinan 3. Penanganan kehamilan
1. Pelayanan Perawatan Pasca Persalinan 2. Konsultasi dan penanganan Kehamilan Masyarakat Jawa dan kebudayaannya
Masyarakat Noloprayan
Kehamilan
Persalinan
Upaya Masyarakat dan Penjagaan Kesehatan
Tenaga Penolong
Dukun bayi
Bidan
Solidaritas Mekanik
Teori Solidaritas Sosial Emile Dhurkeim
Solidaritas Organik
68
3. Perspektif Peneliti tentang Dukun Bayi di Dusun Noloprayan Keberadaan dukun bayi memiliki peran penting bagi warga yang berlokasi di Noloprayan. Walaupun dukun bayi tidak lagi perperan sebagai pelaku penolong persalinan dan hanya sebagai konsultan kesehatan bagi ibu dan bayi, warga setempat tetap memposisikan dukun bayi sebagai orang yang memiliki andil dalam melestarikan serangkaian tradisi kehamilan ataupun kelahiran karena bagaimana pun berbagai ritual tersebut telah mengakar dan menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan warga yang bertempat di Dusun Noloprayan. Meskipun faktor usia dukun bayi di Dusun Noloprayan yang sudah lanjut , dalam memberikan pelayanannya terhadap para pasien dukun bayi tetap cekatan dan memiliki loyalitas tinggi terhadap profesi yang ditekuni. Kinerjanya
sebagai
konsultasi
kesehatan
tradisional
yang
lebih
mengedepankan aspek sosio-kultural terhadap penjagaan dan upaya masyarakat
dalam menghadapi
kehamilan
ataupun kelahiran telah
mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat setempat ataupun luar daerah. Kepercayaan warga masyarakat di Dusun Noloprayan terhadap peristiwa kehamilan dan kelahiran sebagai suatu fase kehidupan yang kritis dan mempunyai sisi mistis, jelas membangun suatu anggapan yang disertai dengan perilaku mereka yang membentuk suatu kebudayaan tetentu. Oleh Durkheim disebutkan bahwa, “Dalam masyarakat seperti ini semua anggota pada dasarnya memiliki kepecayaan sama, pandangan, nilai dan semuanya memiliki gaya hidup yang kira-kira sama”.19 Sehingga muncul anggapan dari warga masyarakat setempat bahwa dukun bayi itu memiliki peranan yang sangat penting dalam hal penanganan kehamilan, persalinan, dan perawatan pasca bersalin.
19
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakata: Gramedia, 1986), h. 185.
62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan dan penelitian yang penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa jasa dukun bayi masih digunakan oleh warga Noloprayan dengan alasan faktor ekonomi, adat-istadat, tradisi, sugesti masyarakat serta kemantapan masyarakat serta faktor kepercayaan. Adapun selama menjalankan profesinya, dukun bayi telah memiliki ijin praktek dari pemerintahan daerah setempat dan telah mengikuti berbagai pelatihanpelatihan medis dibidangnya sehingga pertolongan persalinan dapat dilakukan secara bersih dan sehat dan masyarakat tidak perlu meragukan keahlian sebagai tenaga tradisional. Sejak 2 tahun terakhir ini dukun bayi di Dusun Noloprayan tidak lagi menangani persalinan tetapi hanya membuka praktik konsultan terhadap kesehatan seputar kehamilan dan bayi serta pelayanan perawatan bagi ibu dan bayi pasca bersalin. Hampir semua perawatan dilakukan dengan teknik pijit baik untuk bayi, ibu bayi ataupun pada ibu yang hamil namun masing-masing memiliki teknik dan ritual yang berbeda satu dengan lainnya. Setiap ada ibu yang barusaja melahirkan segera mengunjungi dukun bayi untuk melakukan dadah bagi bayidan pijit guna mengembalikan fungsi tubuh pasca persalinan. Meskipun hanya sebagai konsultan kesehatan bagi ibu dan bayi dan pelayanan perawatan pasca persalinan, dukun bayi tetap memiliki peranan penting bagi kesehatan iu dan anak pada masyarakat Noloprayan serta ikut melestarikan tradisi dan adat-istiadat masyarakat Jawa diseputar kehamilan dan kelahiran. Dikaji melalui teori solidaritas sosial Emile Durkheim bahwa kecenderungan masyarakat setempat yanglebih memilih dukun bayi untuk melakukan penanganan kehamilan pada ibu hamil, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayinya menunjukkan suatu kondisi masyarakat yang masih patuh terhadap adat-istiadat dan tradisi yang berlaku sehingga bersifat primitif dan sederhana yang oleh Durkheim disebut solidaritas mekanik.
68 1
69
Sedangkan sikap masyarakat yang memilih bidan sebagai rujukan utama penolong persalinan oleh Durkheim dikatakan sebagai masyarakat yang lebih maju, kompleks dan berfikir rasionalitas. Masyarakat seperti menunjukkan sikap ingin berusaha melepas tradisi diseputar persalinan. Kondisi demikian dicirikan sebagai masyarakat dengan solidaritas organik. Hasil persepsi masyarakat Noloprayan mengenai peranan dukun bayi terhadap proses persalinan dan pelayanan kesehatan adalah baik yaitu sebagai agen pelestarian budaya Jawa pada peristiwa diseputar kehamilan dan kelahiran. B. Saran Adapun saran yang dapat penulis ajukan kepada pihak terkait yaitu dukun bayi, pemerintah desa, serta masyarakat setempat adalah: 1.
Disarankan agar profesi dukun bayi sebagai pelaku pertolongan persalinan tradisional sekaligus sebagai konsultan kesehatan dapat diwariskan dan memiliki penerus profesi tersebut, dengan cara memberikan bimbingan dan pelatihan-pelatihan oleh dukun bayi kepada masyarakat, khusunya bagi warga masyarakt yang berlokasi di dusun Noloprayan.
2.
Sebagai konsultan kesehatan kehamilan sekaligus pelayanan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, didalam menjalankan praktiktersebut semestinya diberikan penjadwalan jam kerja agar lebih efektif dan efisien.
3.
Pemerintah Desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang selaku pemerintahan desa dimana praktik dukun bayi dilakukan, sudah seharusnya mendukung dan memfasilitasi sarana dan prasarana kepada dukun bayi untuk menunjang profesinya sebagai konsultan kesehatan tradisional (dalam hal ini kehamilan dan kelahiran) agar terciptanya rasa nyaman bagisetiap pasien yang berkunjung.
4.
Selanjutnya bagi masyarakat Dusun Noloprayan sudah semestinya memberikan dukungan serta partisipasinya terhadap keberadaan dukun bayi sebagai pelaku persalinan dan konsultan kesehatan tradisioanl karena dengan ikut berpartisipasi sebagai masyarakat Jawa kita telah turut serta didalam melestarikan budaya di seputar kehamilan dan kelahiran yang secara turun-temurun dijalankan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
BUKU : Bernando, Jefri . Ragam Kesehatan Tanpa Sadar Orang Tua Ketika Melahirkan. Jakarta: Arena Kids, 2014. Doyle Paul Johnson. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia, 1986. Fedyani, Saifuddin Ahmad. Catatan Reflektis Antropologi Sosialbudaya. Institut Antropologi Indonesia, 2011. Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983. Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers, 1983. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1980. Herusatoto, Budi. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000. Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. ke-1, h. 143. Ivenie Dewintari S, Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern. Jakarta: Aprindo 2003 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Edisi Pertama, h. 139. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1985. Koentjaraningrat. Masyarakat Desa Di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984. Lubis, M. Ridwan. Agama Dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010. Mulder, Niels. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa. Kelangsungan dan Perubahan Kulturil. Jakarta: Gramedia, 1983. Nurul Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Teori – Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Pratiwi, Arum. Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2011. Prihadi, K. Endra. Makhluk Halus dalam Fenomena Kemusyrikan. Rusmin Tumanggor,. Dokter Atau
Dan Dukun: Pergumulan Pengobatan Di
Indonesia. Jakarta: LEMLIT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Suseno, Franz Magnis. Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tenyang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia, 1985. Swasono, F. Meutia. Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya. Jakarta: UI PRESS, 1998. Shadily, Hassan. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Rineka Cipta: 1993 Sutan Zain, Mohammad Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994. Yusuf Al-Qardhawi, Menjelajahi Alam Ghaib, ilham, mimpi, jimat, dan Dunia Perdukunan dalam Islam. Jakarta: Hikmah, 2003.
INTERNET : http://id.wikipedia.org/wiki/Perspektifdisambiguasi. Di akses pada tgl 8 Januari 2014, pukul 16.46. http://boulluwellwinda.blogspot.com/2013/05/definisi-paraji.html, di akses pada tgl 4 januari 2014 pukul 09.32 WIB. http://kti-kedokteran.blogspot.com/2011/10/definisi-dukun-bayi_597.html. akses pada tgl 8 januari 2014 pukul 16.45WIB.
di
GAMBAR KEGIATAN PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA JATIRREJO KABUPATEN SEMARANG (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Dhurkeim)
A. Kegiatan Masyarakat
Peta Desa Jatirejo
Tradisi kegiatan bersih-bersih makam (Nyadran) yang dilakukan pada Kamis, 15 Juni 2014 pukul 07.00- 08.30 WIB yang dihadiri warga Noloprayan.
Foto Dukun bayi dan peneliti pasca wawancara pada Selasa, 17 Juni 2014 Pukul 10.00 WIB di kediaman rumah dukunbayi
Wawancara peneliti kepada dukun bayi di kediamannya pada Minggu, 22 Juni 2014 pada pukul 10.00 s/d seleseai.
Tempat Praktik dukun bayi dalam memberikan Pelayanannya yaitu pijit dan dadah terhadap ibu dan bayi.
Data warga penduduk RT /RW 001-005 dusun Noloprayan, desa Jatirejo Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang.
Acara Lomba Memasak panganan Tradisional yang diadakan oleh Ibu-Ibu PKK sertag dihadiri oleh Bapak Kepala desa Jatirejo dalam rangka memeriahkan Hari Kartini pada tanggal 21 April 2014 di Gedung Balai desa Jatirejo.
Rapat Kerja PKK yang dihadiri para anggotanya pada tanggal 15 Juni 2014 Pukul 09.00 yang diadakan di gedung Balai Desa Jatirejp.
Kegiatan Swasembada pembuatan Irigasi Oleh warga setempat di area persawahan antara dsn Noloprayan dengan dsn Dukuh desa Jatirejo pada Minggu, 13 April 2014 Pukul 08.00 WIB.
Foto penulis dengan Bpk Bushaeri selaku kepala dusun Noloprayan di kediamannya pada 23 Juni 2014 Pukul 15.30 WIB.
Tempat Placenta (ari-ari) bayi dikuburkan yaitu di depan rumah. Foto dambil penulis pada Senin, 4 Agustus 2014 pukul 09.00 dan 19.00 WIB.
Salah satu responden dengan bayinya yang berumur 15 hari, yang melahirkan melalui bidan setempat. Foto diambil pada Minggu, 3 Agustus 2014 pukul 10.13 WIB di kediamannya.
Bayi bersama asisten dukun bayi setelah mendapatkan perawatan dari dukun bayi berupa pijit “dadah” . Foto diambil pada Kamis, 7 Agustus 2014 pukul 19.30 WIB.
Dukun bayi membantu memandikan bayi yang ditemani ayah bayi dikediaman orang tua sibayi tersebut pada Kamis, 7 Agustus 2014 pukul 08.00 WIB.
Acara Selapanan (Pemberian nama di hari 45 kelahiran bayi) yang dipimpin oleh ustad Heri dan dihadiri para tetangga, foto diambil dikediaman orang tua bayi pada Jum’at, 15 Agustus 2014 pukul 19.13 WIB.
Bunga, gunting rambut, gunting kuku, minyak wangi, dan kertas yang ditulisakan lafal berbahasa arab sebagai syarat upacara Selapanan yang di bacakan doa oleh ustad.
Foto penulis bersama bayi dan foto ritual pemotongan rambut bayi dalam upacara selapanan, pemotongan rambut dilakukan oleh seluruh tamu undangan. Foto diambil pada Jum’at, 15 Agustus 2014 pukul 20.00 WIB.
PEDOMAN PELIPUTAN DATA PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA JATIREJO KABUPATEN SEMARANG No
Kode
Sasaran Kajian
Data yang dicari
Sumber data Primer
Sekunder
Metode Tempat
observ asi
1.
I
interview
dokum
Catatan Tes analisis
entasi
Landasan Penelitian pendahuluan
2.
I.A
Latar Belakng
1. filosofis
Buku
Perpus UI,
Masalah
2. Historis
Buku
Ui &
3. Yuridis
Buku
Internet
4. kekontemporeran
Buku
5. Preliminari riset
3.
I.B
Buku
Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian
Kondisi masyarakat
Observasi
di Dusun1. P
Dsn.
Noloprayan
Noloprayan yang e maju tetapi dalam r hal persalinanmmasih dengan caraa tradisional yakni s penggunaan jasa a dukun bayi l 2. Pertanyaan
Dsn. Obsevasi
Noloprayan
Penelitian
1) Mengapa masyarakat masih memakai
jasa
dukun bayi yang sebagian tidak
besar memiliki
keahlian
dalam
bidang
medis
untuk membantu proses pertolongan persalinan? 2) Bagaimana Peranan
Dukun
Bayi
terhadap
proses persalinan bagi masyarakat Jawa?
4.
I.C
Hipotesis
diduga bahwa pemakain
jasa
dukun bayi yang sebagian tidak
besar
memiliki
keahlian dalam bidang
medis,
sebagai pemberi pertolongan
persalinan oleh masyarakat dianggap karena mahalnya biaya persalinan melalui
tenaga
medis dalam hal ini
bidan
dan
dokter
serta
faktor
budaya
yang
secara
turun
temurun
ingin
tetap
mereka
lestarikan sebagai masyarakat Jawa.
5.
I. C &
Tujuan dan
D
Signifikansi
Penelitian 1. Tujuan
a. tujuan Khusus
2. Signifika
b. tujuan Umum
nsi 6.
I. F
Metode
a. Objeknya
Masyarakat
penelitian Yang
Dusun
digunakan
Noloprayan
b. Subjeknya
c. Data yang
dikumpulkan d. sumber Data
Inform an Observasi wawancar
e. Teknik
a,
Dokument
pengumpula
observasi
asi
Data
f. Pengolahan Data g. Penulisan skripsi 7
I.G
Pendekatan Data dan Keilmua 1. Pendekatan
Data Kualitatif
Data
Dokumen
Wawancar
Dusun
a dan
Noloprayan
Observasi 2. Pendekatan Keilmuan
Ilmu Kesehatan, sosiologi, Antropologi dan Metodologi
penelitian 8
II
Deskripsi Teoritis dan Kerangka Konseptual
9
II.A
1. Kajian Teoritis a. konsep Prespektif
Pengertian mengenai
Buku dan
Prespektif
Kamus
Perpus UIN
Perpus b. Konsep Masyarakat
Pengertian masyarakat
c. Konsep Suku Jawa
Buku
Fredom Perpus
Buku
Fredom
Pengertian suku Jawa dan konsep
Perpus UI
Hidupnya d. Konsep
Pengertian
Masyarakat
Masyarakat Jawa
Jawa
dan kehidupannya
e. Prespektif Masyarakat
Buku
Perpus UIN Buku
Prespektif masyarakat Jawa
Perpus
Jawa f. Konsep Dukun Bayi
Fredom & Pengertian Dukun
Buku
Bayi
UI Perpus Fredom
g. Layanan yang
Layanan yang
diberikan
diberikan Dukun
Dukun Bayi
Bayi terhadap pasien
Buku
10.
II.B
Kerangka Konseptual
11
III
Gambaran Umum objek Penelitian A. Kondisi Objektif Dusun Noloprayan,
a. Posisi Dusun
Dokumen
c. Budaya
Dokumen
Masyarakat d. Kependudukan
Desa Jatirejo, e. Ajaran dan Kab. Semarang
Dokumen Dokumen
Agama f. Perekonomian g. Hubungan dengan Dusun
Dokumen
Lain h. Prestasi Pembangunan
12.
IV
Data Temuan
Interview Dokumen
Observ
Interview
asi
interview
Lapangan Peranan Dukun Bayi dalam Prespektif Masyarakat Jawa terhadap Proses Persalinan a. Dukun Bayi
a. Prestasi Dukun
Interview
Interview
Interview
Bayi b. Keamanan Bayi yang ditangani c. Syarat Penanganan Bayi
oleh Dukun Bayi d. Hubungan Dukun
Interview
Interview
Bayi dengan Warga Mayarakat e. Hubungan Dukun Bayi dengan Puskesmas b. Perspektif
a. Perspektif
Masyarakat
Masyarakat
terhadap Dukun
mengenai Dukun
Bayi
Bayi b. Faktor yang menyebabkan masyarakat
Interview
Interview
memeilih bersalin
memalaui dukun bayi c. Tanggapan
Interview
Masyarakat mengenai peranan dukun bayi sebagai penolong persalinan 13.
V
Penutup
a. Kesimpulan b. Saran
PEDOMAN OBSERVASI PERANAN DUKUN BAYI DALAM MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN KABUPATEN SEMARANG (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organi Emile Dhurkeim)
1.
Jumlah penduduk
2.
Kondisi masyarakat secara sosial budaya
3.
Perekonomian masyarakat
4.
Dukun bayi dan aktifitasnya dalam menjalankan profesinya
5.
Alat yang digunakan dukun bayi
6.
Perawatan bayi dan ibu pascapersalinan
7.
Perilaku masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi
8.
Pemaknaan kehamilan menurut dukun bayi dan masyarakat
9.
pantangan makanan bagi ibu hamil
10.
Pandangan masyarakat terhadap dukun bayi
11.
Langkah-langkah pertolongan persalinan
12.
Persepsi masyarakat mengenai dukun bayi
TRANSKRIP OBSERVASI PERANAN DUKUN BAYI DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN DESA JATIREJO KABAUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organik Emile Durkheim)
1.
Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Noloprayan ini sebanyak 638 jiwa, dengan rincian jumlah laki-laki sebanyak 316 jiwa, jumlah perempuan sebanyak 322 jiwa, sedangkan usia balita berjumlah 30 jiwa. Data ini berdasarkan bulan Mei 2014. Yang ratarata penduduknya adalah buruh, baik buruh tani ataupun buruh pabrik. Pada awalnya dusun Noloprayan hanya terdiri 3 RT dan 3 RW, tetapi sejak tahun 2011 sampai sekarang
dusun ini bergabung dengan dusun di
sebelahnya yaitu dusun Gedongan dan menjadi 5 RT dan 5 RW dengan rincian sebagai berikut: a. RT 001/ RW 001 terdiri dari 36 KK b. RT 002/ RW 002 terdiri dari 28 KK c. RT 003/ RW 003 terdiri dari 31 KK d. RT 004/ RW 004 terdiri dari 39 KK e. RT 005/ RW 005 terdiri dari 45 KK Letak dusun Noloprayan sangat strategis, yaitu dekat dekan pusat pemerintahan
tingkat desa,tingakat
sehingga aksesnya sangat mudah.
kecamatan, dan tingkat kabupaten
2.
Kondisi masyarakat secara sosial budaya Secara umum masyarak atau warga di Noloprayan adalah masyarakat yang agamis dan masih memegang teguh tradisi-tradisi dari para pendahulunya. Seperti budaya nyadran (bersih-bersih kuburan), seni rabbana, melakukan selametan setiap menemui peristiwa-peristiwa yang penting aik peristiwa kesedihan
ataupun
kebahagiaan.
Meski
demikian
terdapat
sebagian
masyrakatnya yang sudah mulai berfikir modern dan mengikuti perkembangan jaman.
Masyrakat pada dusun ini selain religious, mereka juga sangat
menjunjung nilai-nilai kebersamaan yaitu gotong royong. Ini terlihat ketika terdapat warga yang sedang mengalami kesusahaan atau ada warga yang ingin membngun rumah. Maka dengan senang hati masyarakat Noloprayan akan membantu tanpa menunggu ajakan. Sebagian besar penduduk Noloprayan usia remaja banyak yang putus sekolah, sehingga banyak yang hanya lulusan SMA, SMP, bahkan tingat SD.
3.
Perekonomian masyarakat Pertanian adalah sector penting bagi masyarakat Noloprayan. Sebagian besar penduduknya adalah petani, baik petani sawah, lading, dan petani buah. Banyak dari mereka yang idak memilki tanah persawahan sehingga banyak penduduk yang hanya menjadi burh tani dengan menggarap sawah orang lain dengan sistem bagi hasil.
4.
Dukun bayi dan aktifitasnya dalam menjalankan profesinya Selain sebagai penolong persalinan, dukun bayi juga sangat berperan penting setelah pasca persalinan. Yaitu memberikan pelayanannya berupa pijit bagi bayi dan ibu bayi untuk mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuh. Selain itu dukun bayi memiliki andil dalam prosesi ritual yang dilakukan sebagai wujud pentaatan terhadap tradisi sekaligus penjagaan bagi diri sendiri, keluarga, dan
yang terpenting bagi bayi yang baru saja lahir agar terhindar dari bahaya. Dukun berperan sebagai pemimpin jalannya ritual.
5.
Alat yang digunakan dukun bayi Sedikit banyak alat-alat yang digunakan dukun bayi dalam melakukan dlam membantu wanita melahirkan adalah masih menggunakan lat yang sederhana. Misalnya sebagai alas untuk meahirkan hanya berupa dipan yang terbuat dari bamboo tikar yang menjadi alasnya. Dalam melakukan pemotongan ari-ari dukun bayi menggunakan welat yaitu sejenis pisau yang terbuat dari bamboo, sangat tajam. Tetapi alat ini diganti dengan gunting biasa. Kemudian dari segi ramuan, bahan yang sering digunakan dukun bayi adalah garam, kunyit, daun sirih, kapur sirih, bunga yang bermacam-macam jenisnya, air dalam wadah atau kendi. Garam dipercaya mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang muncul pada bayi, misalnya agar bayi tidak mudah kaget. Selain alat dan ramuan terdapat mantra-mantra yang memang dijadikan syarat untuk melakukan aktifitas dukun bayi seperti saat mengalami kesulitan dalam melahirkan, pada saat pemotongan ari-ari atau kakang kawah. Seiring perkembangan zaman, alat yang digunakan dukun bayi mengalami perubahan, dalam hal ini alat yang digunakan dalam memotong ari-ari bayi. Perubahan secara bertahap dari welat, kemudian gunting biasa, dan sampai pada gunting khusus.
6.
Perawatan bayi dan ibu pascapersalinan Semua teknik perawatan bagi bayi dn ibu bayi berbentuk pijit. Pijit bagi bayi dinamakan dadah sedangkan pijit bagi ibu bayi dinamakan dadah walik. . pijit tersebut difungsikan untuk mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuh setelah melahirkan. Agar tenaga pulih dan agar air ASI lancar.
7.
Perilaku masyarakat yang menggunakan jasa dukun bayi Warga masyarakat Noloprayan sangat menjunjung tinggi kebudayaan yang secara turun temurun dilakukan oleh para pendahulunya, dalam hal ini masih berfungsinya dukun bayi sebagai tenaga pertolongan persalinan. Kondisi ini bertahan sampai sekarang.
8.
Pemaknaan kehamilan menurut dukun bayi dan masyarakat Pemahaman antara dukun bayi dengan masyarakat mengenai kehamilan memiliki kesamaan. Yakni menganggap kehamilan itu sebagai suatu tahap kehidupan yang pasti dialami oleh setiap manusia perempuan, fase kritis yang didalamnya terdapat unsur-unsur mistik. Sehingga masyarakat menaggapinya dengan cara yag mistik pula. Seperti pengupayaan penjagaan kehamilan yang diperhatikan betul oleh masyarakat. Misalnya masyarakat mentaati segala pantangan baik
dari segi makanan ataupun tingkah laku yang akan dapat
membahayakan jabang bayi.
Selain pantangan pengupayaan penjagaan
kehamilan melalui pentaatan pantangan makanan, warga setempat juga menjalankan berbagai ritual seperti uacara tujuh bulan kehamilan atau pitonan, brokahan, sepasaran, dan juga selapanan.
9.
Pantangan makanan bagi ibu hamil Banyak sekali jenis makanan yang dipantangkan bagi seseorang yang hamil. Seperti tidak boleh memakan es yang dipercaya akan membuat anak susah keluar ketika dilahirkan, tidak boleh memakan cabai merah yang akan membuat badan bayi ketika lahir merah dan kulit mudah mengkelupas, ibu hamil tidak boleh tidur diwaktu pagi yaitu antara jam 07.00-11.00 karena akan berimbas kepada proses kelahirannya kelak, baik ayah dan ibu yang hamil tidak boleh membunuh dan memotong hewan atau menyiksa hewan, dan ketika mengupas apapun yang di ikat tidak boleh digunting harus di lepas secara hati-hati.
10.
Pandangan atau persepsi masyarakat terhadap dukun bayi Secara umum masyarakat di Noloprayan menganggap dukun bayi sebagai orang yang di tuakan dan ahli dalam urut dan persalinan. Warga setempat sangat menyegani dukun bayi. Karen selain profesinya sebagi dukun, ia juga sebagai orang yang ahli agama, bahkan banyak dari warga yang menyebutnya dengan sebutan “Nyai”. ( sebutan untuk orang yang pandai agama).
11.
Langkah-langkah pertolongan persalinan Cara pertolongan persalinan yang dilakukan dukun bayi, hampir sama dengan apa yng dilakukan tenaga bidan atau dokter. Dukun bayi hanya akan menunggu saat yang tepat dan siap untuk bayi dilahirkan sambil mengurut-urut pelan bagian perut ibu sembari membacakan doa doa. Tugas suami adalah menjaga dan mengusap-usap sekitar kepala istri sembari mengucapkan lafal basmalah. Setelah kepala bayi keluar maka dengan sigap dukun bayi membalikkan jabang bayi yang disertai dengan doa khusus, kemudian dilakukan pemotongan kakang kawah atau ari-ari menggunakan welat. Dukun bayi memegang erat ujung yang menjadi batas ari-ari menurut perkiraan dukun bayi kemudian baru dipotong. Bekas luka di balut dengan ramuan yang sudah dihaluskan terdiri dari garam, kunyit, dan sejenis tepung. Agar luka mudah kering. Setelah bayi lahir segera sang ayah mencuci kopohan atau kotoran bekas melahirkan, di cuci di kali dan tidak boleh di gosok. Ugas ini wajib dikerjakan oleh suami.
PEDOMAN WAWANCARA PERANAN DUKUN BAYI DALAM MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSES PERSALINAN DI DUSUN NOLOPRAYAN KABUPATEN SEMARANG (Melalui Pendekatan Teori Solidaritas Mekanik dan Organi Emile Dhurkeim)
Nama
:
Jabatan
:
Jenis Kelamin
:
A. Dukun bayi 1. Sejak kapan menggeluti profesi dukun bayi 2. Tujuan profesi 3. Menyikapi persalinan 4. Langkah-langkah pertolongan persalinan 5. Alat dan perlengkapan yang digunakan 6. Ramuan yang digunakan 7. Strategi menghadapi kesulitan dalam bersalin 8. perawatan yang diberikan terhadap ibu dan bayi 9. Menyikapi pasien 10. Menyikapi bayi 11. Upah jasa dan jam kerja
B. Kepala Dusun: 1. Sejak kapan menjabat sebagai Kepala dusun 2. Gambaran umum dusun Noloprayan 3. Kondisi masyarakat secara sosial dan ekonomi
4. Kependudukan warga dusun Noloprayan 5. Prestasi pembangunan di Dusun Noloprayan 6. Kebudayaan masyarakat Noloprayan 7. Hubungan masyarakat dengan dusun tetangga 8. Tanggapan kadus terhadap peranan dukun bayi dalam pertolongan persalinan 9. Tanggapan kadus terhadap perilaku masayarakat yang menggunakan jasa dukun bayi
C. Masyarakat: 1.
Pandangan masyarakat mengenai kehamilan dan kelahiran
2.
Pengguna jasa dukun bayi atau bukan
3.
Pandangan mengenai dukun bayi
4.
Alasan bersalin dengan jasa dukun bayi
5.
Pendapat mengenai penanganan dukun bayi dalam pertolongan persalinan
6.
Hubungan dengan dukun bayi
7.
Upah jasa dukun bayi
8.
Tanggapan mengenai kinerja dukun bayi
a
I
TR,ANSKRIP WAWANCARA PERANAI{ DUKUN BAYI DAI,AM PERSPEKTIF MASYARAKAT JAWA TERHADAP PROSESPERSALINAN DI DUSUN NOT.,OPRAYANDESA JATIREJO KABAI]PATEN SEMARANG (IutelatuiPendekatanTeori SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)
Nama
: Busaeri
Alamat
: DusunNoloprayanRT 002 RW 002 DesaJatirejoKec.
Iabatan
;fftrsemarang
JenisKlelamin
: Lakilaki
1. Penulis: BerapakahluasDusunNoloprayan? Kadus : Luasnyasekitar60 hektar.tuas lahanpertaniansekitar4Ohektar, lahan kering sekitar4 hektardanlahanunarkpemikimanadalah sekitar 16hektat''. 2. Penulis: ApakahdusunNoloprayandekatdenganpusatpemerintahan? Kadus :Iya, kondisinya sangat strategis dimana dekat dengan pusat pemerinahandesayakni sekitar 200 m, pemerintahankecamatan sekitar 1,5 km" pemerintahankabupaten sekitar 48 lan, dan propinsi sekitar70 1cl4". 3. Penulis: BagaimanaKondisi Perekonomiandi dusunNoloprayan? Kadus : Kondisinya sangat rendab, dan termasuk perekonomian menengahkebawah d€,$anpendapatanper KK dibawahangka1 juta perbulanya. di dusunNoloprayan"? 4. Peulis: BagaimanaPrestasipembangunan Kadus : Prestasipembangunandi desa ini sangatrendahsekali, surnber danahanyadidapatdari danaaliran umrxll desa@AIjD) sebesar
t
:4
vI
Rp4.500.000sampaiRp5.000.000pertahunda4da.riswadaya masyarakat". apayangtelahdilakukandi dusunNoloprayan? 5 . Penulis:Pembangunan fisik dan Kadus : Pembangunanyang dilatcukanadalah penobangunan nonfisik nonfisik danfisik? Penulis: Apa itu pembangunan Kadus : Pembangnanfisik itu mencakuppembangunaninfrastrukurdesa seperti
jalaq pembuatanjalan desa,mushola,batrlcan
pembangunanpondok pesantrean-Sedangftan pembangunan nonfisik itu berupa pengadaanprogram PKK Posyandu' dan secaranrtin. AcaraRT-an ketigaprogrcmitu di lakSanakan 7. Penulis: Berapajumlah Pendudukdi Noloprayan? Kadus: Sekitar820jiwa8. Penulis: Apa sajakahjenis peke{aan pda wargaNoloprayan? Kadus : sebagianbesarwargadisini menjadiseoamgTani danburuhtani. secaraberurutanmasing-masingmenempatipresentase30o/odan 6}yo, sedangkan10vo nya adalalahpnis pekerjaanlain seperti tukang pedagang penjahit' pengusahajNS, sopr, dan sebagai karyawanswasta." 9. Penulis :Bagaimanahubungan ant;1radusun noloprayan dengan dusun lainnya? Kadus : Baik. SangatErat gotongroyongnya 10.Penulis: ApasajakahkebudayaanpadamasyarakatNoloprayan? Kadus : warga disini masihselalubergotongro{ong dalamsetiapapapun kesempatan,merekarnasih menjalankanbudayaNyadran yaitu bersihbersih makamyang dilakukan setahundua kali, kemudian menekunijeOismusik rabbanqdan tentu gja budayatahlilan dan kondangann. Peristiwa apapun baik suka maupun duka masyarakatkita selalumengadakankondanganatau doa bersama denganmengndangparutetanggasekitarumah'
rpetextl
t
I
addlJ {1xa1
11.Penulis: Bagaimanataaggapaqandamengenaiperandukunbayi terhadap persalinandidusunNoloprayan ? Kadus : saya sangatsenangdenganadanyadukun bayi ditengah-tengah kemajuanteknologiktususnyadibidangkesehatan.banyakwarga yang melakukan persalinan melalui jasa bidan, tetapi dalam mengurusbayi sertapemulihan-pemulihan pascabersalinbanyak dari merekayangtetapmengunjungidukunbayi untuk melakukan perawatanbaik bagi ibu dan bayi. walaupun pada kenyataannya umur dukun bay yang sudahsangatsepuhtetapi beliau masih sangatcekatandalammelakukantugasnya ini dibuktikan dengan pengakuanpara pasiennyadan denganmasih banyaknyapasien yangmenggunakan jasa-jasanyasAmpaisaatini.
wawancaradenganResponden padahari selasa,17Juni2014pukul 19.00wIB di kediamanKepalaDusunNolopra.yan
Responden
Busaeri
'r MASYARAKAT DUSI]N"NOLOPRAYANDESAJATIRE.IO KECAMATAI\{ SURUHKABUPATEN SEMARANGJAWA TENGAH
ST,RATKETERANGAI\
Denganini, atasnamaDukunBayi menerangkan bahwa: Nama
: RimeSetiyawati
Jurusan
: Pendidikanllmu Pengertahuan Sosial(P.lPS)
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan
: PenelitianLapangandalamrangkatugasakhir/skripsi
Adalah benar bahwa yang bersangkuantelatr mengadakanpenelitian dan \ryawancaradi MasyarakatDusun Noloprayanterhitung sejak tanggal 16 Juni 2014 sld 22 Juni 2014 denganjudul skripsi sPeranan Dukun Bayi dalam Perspektif Masyarakat Jswa Terhadap Proses Persalinan di Dusun Noloprayan Desa Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui Pendekatan Teori SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)". Demikian suratketeranganini kami buat dengansebenar-benarnya.
Mengetahui
I
I
I
ir'l.
ST]RATKETERANGA}I Sayayangbertandatangandi bawahini : Nama
: H. Syamsuddin
Jabatan
: KepalaDesa
Alamat
Propinsi : DesaJatirejo,KecamatanSuruh,Kabupaten.Semarang, JawaTengah
bahwa: Denganini menerangkan Nama
Rima Setiyawati
Jabatan
MahasiswiFakultasllmu Tarbiyah dan Keguruan(FITK) LJIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nim
r l l00r5000068
Alamat
Dsn. Noloprayan,RT/RW 0041002DesaJatirejo,Kec. Suruh, Kab.Semarang
Agama
: lslam
Tujuan
: PenelitianLapangan dalamrangkatugasakhir/skripsi
Nama tersebutbenar-benartelah mengadakanwawancafalangsungdengankami, dalamrangkapenyelesaianskripsinya. Demikianlah keterangan ini kami buat dengan sebenar-benarnyq agar yang berkepentinganmengetahuiadanya. Jawa Tengah, 16 Juni 2014
UJ
-*
ffip,rffiTffi JATIREJ
t
I
MASYARAKAT DUSTIXNOI,OPRAYAI\IDESA JATIREJO KECAMATAN SURUHKABUPATENSEMARANGJAWA TENGAH
ST]RATKETERANGAI\
bahwa: llenganini, atasnamaDukunBayi menerangkan Rima Setiyawati
Jurusan
Sosial(P.lPS) Pendidikanllmu Pengertahuan
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tujuan
PenelitianLapangandalamrangkatugasakhir/skripsi
Adalah benar bahwa yang bersangkuantelah mengadakanpenelitian dan wawancara di lr{asyarakatDusun Noloprayanterhitung sejak tanggal 16 Juni 2014 denganjudul skripsi *Peranln Dukun Bayi dalam 2014 sld 22 Jluurri Perspektif Masyarakat Jawa Terhadap Proses Persalinan di Dusun Nolopiayan Desa Jatirejo Kabupaten Semarang (Melalui PendekatanTeori SolidaritasMekanik dan Organik Emile Dhurkeim)". Demikian suratketeranganini karni buat dengansebenar-benarnya.
I
I
KEMENTERIANAGAMA UiN JAKAR,TA FITK
,FORM(FR)
Jl. k. H. JuandaNo 95 Ciputat 191 2 lndonesia
No.Dokumen : : Tgl.Terbit No. Revisi: Hal
FITK-FR-AKD-082 1 Maret 2010
'. Q2 1t1
IZINPENELITIAN SURATPERMOHONAN 4 Nomor: Un.01/F.1/KM.01 3123.91201 Lamp.'.Outline/Proposal Hal : Permohonan lzin Penelitian
Jakarta, 3 juni2014
KepadaYth. Bpk KepalaDesaJatirejo, B p k .N u rC h o l i sS . P d diTempat As salamu'alaikurn wr.wb. bahwa, Denganhormatkamisampaikan Nama
: Rima Setiyawati
NIM
:1110015000068
iurusan
:PenCidikanllmuSosial,KonsentrasiSosiologi-Antropologi
Semester
:VlliiS
JudulSkripsi : PerananDukunBayiDalamPerspektifMasyarakatJawaTerhadap Proses PerslinanDi Dusun NoloprayanDesa JatirejoKabupatern Semarang (Meialui PendekatanTeori SolidaritasOrganik Dan MekanikEmileDhurkeim) adalahbenar mahasiswa/iFakultasllmuTarbiyahdan KeguruanUIN Jakartayang sedangmenyusunskripsi,dan akanmengadakanpenelitian(riset)di instansiyang Saudarapimpin. Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa tersebut penelitiandimaksud. melaksanakan Atas perhatiandan kerjasamaSaudara,kami ucapkanterimakasih. Wassalamu'alaikum wr.wb. ikan
anto,M.Pd
24200801| 012 Tembusan: 1 . D e k a nF I T K 2. PembantuDekanBidangAkademik yangbersangkutan 3. Mahasiswa
v I
KEMENTERIAN AGAMA UINJAKARTA FITK
FORM(FR)
Jl. lr. H. luanda No 95Ciputat 15412lndonesia
No.Dokumen : Tgl.Terbit No. Revisi: Hal
:
FITK-FR-AKD-08'1 Maret 2010 I
0'1 1t1
SKRIPSI S U R A TB I M B I N G A N Jakarta,24 Februari 2014
N o m o r : U n . 0 1 / F . 1 / K M ..0311 . . . . . . . . 1 2 0 1 4 Lamp. : Hal : Bimbingan Skripsi 'Kepada Yth. Prof.RusminTumanggor PembimbingSkripsi FakultasIhnu Tarbiyahdan Keguruan UIN Syarif Hidayatullalr Jakarta. Assalamu'alaikumwr.vtb.
Dengan ini diharapkankesediaanSaudara untuk rnenjadi pernbimbing UII (rnateri/teknis) penuli sanskipsi mahasiswa: Nama : Rima Setiyawati NIM
: I I 10015000068
Jurusan
: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Semester
: 8 (Delapan)
Judr,rl Skripsi
: PerananDukun Bayi dalarn Prespektif Masyarakata.lawa TerhadapProsesPersalinandi DusunNoloprayan,Desa Jatirejo, Kab. Semarang(Melalui PendekatanTeori SolidaritasMekanik danOrganikErnileDhurkeim)
padatanggal25 Novernber .lirdultersebuttelah disetujLri oleh Jurusanyang bersangkutan 2013, abstraksiloutline terlarnpir.Saudaradapatmelakukanperubahanredaksionalpada jr,rdul tersebut.Apabila perubalransubstansialdianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi terlebihdahulu. Jurusan Birnbingan skripsi ini diharapkanselesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama6 (enarn)bulanberikutnyatanpasuratperpanjangan. karniucapkanterirnakasih. Atas perhatiandankerjasamaSaudara, WctssaIamu'aleikumv,r.wb. a.n.Dekan
Teurbusan: L DekanFITK ybs. 2. Mahasiswa
,.',,.,*-*N.IP:'19730424 2008011012 ., i: .l,,.,.
'