1
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI DALAM PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS MREBET KABUPATEN PURBALINGGA TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat S-2 Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama : Profesi Dokter
Diajukan oleh: BUDIARSA NIM : S520907003
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 1
2
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI DALAM PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS MREBET KABUPATEN PURBALINGGA Disusun oleh : Budiarsa S520907003
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing Jabatan
Pembimbing I
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK ................ 14-1-2009 NIP. 130 543 994
Pembimbing II dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK NIP. 140 120 857
................. 14-1-2009
Mengetahui Ketua Program MKK
Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK NIP. 130 543 994
2
3
PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI DALAM PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
Disusun oleh : Budiarsa S520907003
Telah disetujui oleh Tim Peguji Dewan Peguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
: Prof. Dr. dr. Ahmad Djojosoegito,SpOT,MHA, FICS ......................... NIP. 140 030 236
Sekretaris
: Dr. dr. Bhisma Murti, M.Sc, MPH, PhD NIP. 132 125 727
.........................
Anggota I : Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK NIP. 130 543 994
.........................
II : dr. Putu Suriyasa, MS.,PKK,Sp.OK NIP. 140 120 857
.........................
Mengetahui Ketua Program Studi MKK
Direktur PPs UNS
Prof. DR. dr. Didik Tamtomo,PAK,MM,MKK NIP. 130 543 994
3
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, PhD NIP. 131 472 192
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah dalam daftar pustaka.
Purbalingga, Januari 2009
Budiarsa NIM : S520907003
4
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kekhadirat Allah SWT. Karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesikan penyusunan
tesis ini, sebagai
salah satu syarat untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana progam studi Kedokteran Keluarga minat utama Profesi Dokter pada Univrsitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak penulis tidak akan dapat berbuat banyak. Oleh karena itu penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat Prof. Dr. dr. Didik Tamtomo, PAK, MM, MKK dan dr. Putu Suriyasa, MS, PKK, SpOK. dan Dr. dr. Bhisma Murti, M.Sc, MPH, PhD yang telah banyak memberi masukan, bimbingan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan ucapan terimakasih setulustulusnya kepada : A. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan Kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2). B. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2). C. Ketua Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) pada Program Studi Kedokteran Keluarga.
5
6
D. Ketua Minat Utama Profesi Dokter yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana pada Program Studi Kedokteran Keluarga. E. Bupati Kabupaten Purbalungga yang telah memberi izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas Sebelas Maret Surakarta. F. Kepala DinasKesehatan Kabupaten Purbalingga yang telah memberi izin kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana (S2) di Universitas Sebelas Maret Surakarta. G. Teman-teman satu angkatan yang telah membantu penulis dalam dalam penyusunan usulan proporsal tesis ini. H. Istri, anak dan orang tua yang telah memberi do´a, dorongan dan semangat yang tulus kepada penulis. I. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, yang telah memberi dukungan selama penulis menempuh pendidikan. Penulis berharap semoga Allah SWT. senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebagai buah karya manusia, tulisan ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu penulis memohon masukan membangun demi memperbaiki tulisan ini. Purbalingga, Januari 2009 Penulis
Budiarsa
6
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING........................................................................
ii
PENGESAHAN TESIS.......................................................................................
iii
PERNYATAAN..................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................
v
DAFTAR ISI.......................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiii ABSTRAK........................................................................................................... xiv ABSTRACT......................................................................................................... xv BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
BAB II
a. Latar Belakang ............................................................................
1
b. Rumusan Masalah ………………………………………………
5
c. Tujuan Penelitan ……………………………………………….
5
d. Manfaat Penelitian ……………………………………………..
6
e. Ruang Lingkup Bidang Ilmu …………………………………..
7
f. Keaslian Penelitian ……………………………………………
7
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………
8
a. Kemitraan ...................................................................................
8
b. Bimbingan (Coaching)..................................................................
10
7
8
c. Pengertian Peranan dan Perilaku .................................................
20
d. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA ...............................
23
e. Making Pregnancy Safer (MPS).................................................
48
f. Kerangka Teori.............................................................................
56
g. Hipotesis...................................................................... ................
58
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................
59
1. Jenis Penelitian ...........................................................................
59
2. Lokasi Penelitian .........................................................................
59
3. Subyek penelitian ........................................................................
59
4. Populasi Penelitian ......................................................................
59
5. Sampel Penelitian ........................................................................
59
6. Variabel Penelitian ......................................................................
60
7. Definisi Operasional Variabel Penelitian ....................................
60
8. Pengumpulan Data ......................................................................
61
9. Instrumen Penelitian ....................................................................
61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................
64
A. Hasil Penelitian............................................................................
64
B. Pengujian Hipotesis Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Dukun Bayi................
69
C. Pembahasan...................................................................................
72
D. Keterbatasan Penelitian.................................................................
74
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.....................................
75
8
9
A. Kesimpulan....................................................................................
75
B. Implikasi........................................................................................
75
C. Saran..............................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
77
9
10
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif................ 16 Tabel 4.1. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan........................................... 65 Tabel 4.2. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan........................................... 65 Tabel 4.3. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan........................................................... 66 Tabel 4.4. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan........................................................... 66 Tabel 4.5. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan......................................... 67 Tabel 4.6. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan......................................... 67 Tabel 4.7. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan.......................................................... 68 Tabel 4.8. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan............................................................ 68 Tabel 4.9. Hasil uji t perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan................................................................................. 69
10
11
Tabel 4.10. Hasil uji t perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan................................................................................. 71
11
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Stretegi MPS ................................................................................... 54 Gambar 2.2. Kerangka teori ................................................................................. 57 Gambar 3.1. Kerangka penelitian.......................................................................... 63 Gambar 4.1. Perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan...................................... 70 Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan...................................... 71
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian...................................................
80
Lampiran 2. Kuesioner Pre dan Post Test Bimbingan Dukun Bayi....................
81
Lampiran 3. Formulir Supervisi Dukun Bayi....................................................... 85 Lampiran 4. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sebelum Bimbingan........................................................................................ 86 Lampiran 5. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet Sesudah Bimbingan.......................................................................................... 87 Lampiran 6. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan (Kontrol) yang pertama....................................................................... 88 Lampiran 7. Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan (Kontrol) yang kedua.......................................................................... 89 Lampiran 8. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga....... 90 Lampiran 9. Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Serayu Larangan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga....................................................................................... 92 Lampiran 10. Data Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Mrebet dan Serayu Larangan............................................................................... 94 Lampiran 7. Uji t-test Puskesmas Mrebet (Kelompok Perlakuan)........................ 97 Lampiran 8. Uji t-tes Puskesmas Serayu Larangan (Kelompok Kontrol)............. 98
13
14
ABSTRAK Budiarsa. S520907003. 2008. Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan Terhadap Peran Dukun Bayi Dalam Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga. Tesis : Program Studi Kedokteran Keluarga. Minat Utama Profesi Dokter. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latar belakang : Angka kematian ibu di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tangah 121/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu di Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, karena tidak kompeten maka tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting, karena sekitar 70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi. Di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 persalinan yang ditolong dukun bayi adalah 32,38%, sedangkan di wilayah Puskesmas Mrebet pada tahun 2006 adalah 19,75%. Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini. Tujuan penelitian : Mengetahui pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet. Metode penelitian : merupakan penelitian experimental quasi dengan kelompok pembanding/kontol, sampel penelitian diberikan bimbingan dengan metode ceramah dan peragaan, uji statistik t-test dengan taraf signifikan p = 0,05 ( alpha = 0,05). Hasil penelitian : membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dukun bayi(mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) begitu juga terhadap keterampilan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Kesimpulan : Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang mendapat bimbingan tenaga kesehatan secara intensif dibanding dukun bayi yang tidak mendapat bimbingan secara intensif. Kata kunci : Bimbingan, dukun bayi, pengetahuan dan keterampilan.
14
15
ABSTRACT Budiarsa. NIM : S520907003.The Influence of The Professional Health Coaching to The Roles of Traditional Birth Attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center in Purbalingga District. Thesis : Family Doctor Division, Main interest in doctoral profession, Post Graduate Program of Sebelas Maret University. Background : Maternal Mortality Rate (MMR)in Indonesia is 307/100.000 birth life, maternal mortality rate (MMR) in Central Java is 121/100.000 birth life and maternal mortality rate (MMR) in Purbalingga District is 109,07/100.000 birth life. This happened because of many giving birth in Indonesia has been helped by people who are not competent, because of that so they are not know that there are many risk in giving birth and so on. Traditional Birth Attendant in Indonesia have an important roles, because around 70% - 80% in assisting giving birth in the villages have been helped by traditional birth attendant. In 2005, giving birth in Purbalingga that helped by traditional birth attendant is 32,38%, and at Mrebet Health Center in 2006 is 19,75%. Coaching that related to expand traditional birth attendants knowledge in doing their job/their skill in this time is not only to renew their knowledge. This coaching is more related to the efford to fully improve the traditional birth attendants skill and knowledge in doing their job/skill in this time. Goals : To know the influence of profesional coaching to the skill and knowledge of traditional birth attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center. Research method : This thesis is an experimental quasi study that using the control groups, the sample study have been given a coaching using demos and giving speak, ttest point in a significant rate p = 0,05 (alpha = 0,05). Result : This is proved that there is a significant influence between the professional health and the traditional birth attendants knowledge (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) it also happened to the skill of traditional birth attendant (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Conclusion : There is an improvement in traditional birth attendants knowledge and skill who had a professional health coaching intensively rather than the traditional birth attendant who had not. Keyword : Coaching, traditional birth attendant, knowledge and skill.
15
16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan di Indonesia ada 5 juta ibu melahirkan pertahun. Angka kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa 352 ibu besalin meninggal setiap minggu, atau 2 ibu meninggal setiap satu jam. Angka kematian ibu di Indonesia (307) masih jauh lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga dekat seperti Thailand (129), Malaysia (39) dan Singapura (6). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menunjukan tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Akses sepenuhnya dan penerapan pelayanan yang terbukti efektif dapat mencegah tiga perempat dari kematian ibu (Depkes RI. 2006). Untuk mengetahui status kesehatan di Indonesia, sesuai dengan indikator yang berlaku diseluruh dunia, salah satu indikatornya adalah kematian ibu bersalin. Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Depkes RI. 2006). Angka kematian ibu di Jawa Tengah 121/100.000 kalahiran hidup (Dinkes Prop. Jateng. 2006). Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di tingkat Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Purbalingga. 2005). Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten. Karena tidak kompeten , maka dia tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Padahal kalau dalam persalinan terjadi perdarahan, jika tidak segera mendapat pertolongan dia akan meninggal. Itu disebabkan karena yang melakukan
16
17
tindakan / pelayanan pesalinan tidak terlatih. Untuk mengatasi hal itu, harus dilihat akar permasalahannya antara lain: pertama, persalinan itu harus ditolong oleh tenaga yang betul-betul kompeten dan bisa mengetahui ada tidaknya risiko. Kedua, pertolongan itu harus, segera, cepat dan tepat. Ketiga, upaya lain adalah tranfusi darah (Soeparmanto, 2006). Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 adalah 67,62% dan 32,38% ditolong oleh dukun bayi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2005). Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tahun 2006 adalah 79,25% dan 19,75% ditolong oleh dukun bayi (Puskesmas Mrebet, 2006). Adapun
target/sasaran
pembangunan
kesehatan
tahun
2010,
cakupan
pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah 90% (Dinkes Kab. Purbalingga, 2006). Upaya mempercepat penurunan AKI masih merupakan salah satu program prioritas, melalui peningkatan pelayanan maternal diberbagai tingkat. Penurunan AKI di Indonesia hanya mencapai 25% sampai dengan tahun 1997, dimana AKI tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 1997 adalah 334 per 100.000 kalahiran hidup. Keadaan ini dinilai masih jauh dari tingkat harapan yaitu 50%, sangat lambat dan sampai saat ini Indonesia masih mempunyai AKI tertinggi di ASEAN (Dinkes Prop. Jateng. 2004). Mengingat faktor pentingnya menurunkan tingkat kematian ibu pada khususnya dan meningkatkan asuhan kesehatan ibu pada umumnya, dan juga mengingat masih
17
18
banyaknya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang tidak/belum terlayani oleh tenaga medis terlatih, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan berpendidikan rendah, maka peran dukun bayi sebagai salah satu sumber daya manusia, belumlah dapat dihilangkan, dan masih perlu dibina secara lebih intensif dan lebih terarah sebagai mitra kerja bidan di wilayah kerja masing-masing (Gunawan, 1992). Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peran penting , karena sekitar 70%80% pertolongan persalinan di pedesaan di tangani oleh dukun bayi. Dukun bayi mendapat kepercayaan penuh sebagai orang tua yang dapat melindungi klien dan keluarga. Biaya pertolongan bayi oleh dukun diberikan secara bertahap yang dianggap murah, meskipun bila dihitung relatif mahal (Depkes RI. 1996). Hasil penelitian di Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Utara, menunjukkan bahwa dukun bayi masih merupakan pilihan terbanyak sebagai tenaga penolong persalinan (55,8%) dibandingkan tenaga kesehatan (44,2%). Hal ini disebabkan oleh mudahnya mendapatkan tenaga dukun bayi di desa, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah. Disamping itu, dukun bayi dapat membantu ibu yang baru melahirkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah termasuk merawat dan memandikan bayi (Bangsu, 2001). Kebijaksanaan menempatkan bidan di desa sejak tahun 1988 / 1990 belum serta merta mengalihkan pola penolong persalinan tersebut karena banyak faktor yang berpengaruh, termasuk faktor biaya. Dengan demikian, tenaga profesional di lingkungan puskesmas, termasuk bidan di desa perlu secara terus menerus membina dukun bayi. Petugas puskesmas / bidan mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam memilih keterampilan dan pengetahuan yang diharapkan minimal
18
19
dilaksanakan oleh dukun bayi berdasarkan pengamatan akan keperluan dan kemampuan dukun bayi (Depkes RI. 1996). Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, kader atau dukun bayi akan semakin akrab, sehingga bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa. Dan sudah selayaknya para bidan di desa perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut: membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat dan dukun bayi, meningkatkan profesionalisme, memobilisasi pendanaan masyarakat dan mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemitraan bidan desa dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di Polindes (Depkes & Kesos RI. 2000). Menjalin kemitraan dukun bayi dan bidan di desa merupakan upaya strategis untuk meningkatkan cakupan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, mengingat keberadaan dukun bayi masih cukup banyak di tengah masyarakat. Dengan kemitraan ini diharapkan, walaupun persalinan ditolong oleh dukun bayi tetapi mendapat pendampingan dan arahan dari bidan yang berada dan bertanggung jawab di wilayah itu, atau sebaliknya yakni apabila bidan desa hendak memberikan pertolongan persalinan, maka dia akan memanggil dukun bayi yang ada untuk ikut serta dalam melakukan pertolongan persalinan, sehingga proses transfer of knowledge dari bidan ke dukun bayi dapat terjadi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2007). Dengan keadaan seperti diatas maka sangat perlu adanya bimbingan yang teratur dari petugas Puskesmas bagi para dukun bayi, sehingga pengetahuan praktis dukun bayi tetap dapat dibina bahkan dikembangkan sehingga dukun bayi dapat
19
20
melaksanakan tugas-tugasnya dengan lebih baik agar tingkat kematian bayi dan ibu dapat diturunkan (Depkes RI. 1993). Perlu
diteliti
pengaruh
bimbingan
tenaga
kesehatan
terhadap
peran
(pengetahuan, sikap dan keterampilan) dukun bayi dalam pelayanan KIA.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dukun bayi? 2. Apakah bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dukun bayi?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui
pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap
pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA di Kecamatan Mrebet.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui
bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan
pengetahuan dukun bayi b. Mengetahui
bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan
keterampilan dukun bayi
D. Manfaat Penelitian
20
21
1. Manfaat Teoritik a. Bimbingan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengembangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini b. Bimbingan mengembangkan peserta dalam pekerjaan / keterampilan saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan 2. Manfaat Aplikatif a. Bimbingan tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan duku bayi b. Ibu hamil, bersalin dan nifas mendapat penyuluhan dan perawatan yang optimal serta rujukan bila perlu dari dukun bayi c. Bagi Puskesmas dan DKK mendapat informasi bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dalam pelayanan KIA.
E. Ruang Lingkup Bidang Ilmu Penelitian ini dalam lingkup ilmu kebidanan khususnya kajian tentang penelitian kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.
F. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis belum menemukan penelitian yang menulis khusus tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Kompetensi Dukun Bayi
21
22
dalam Pelayanan KIA, tatapi penelitian yang hampir mirip mungkin sudah banyak dilakukan.
22
23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemitraan Kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peranan masingmasing. Hal ini dimaksudkan agar masalah yang dihadapi dapat diupayakan pemecahannya secara bertahap dengan kerjasama melalui kemitraan sehingga didapati solusi yang terbaik (Fajar, 2006). Kemitraan yang digalang itu harus berdasarkan pada tiga prinsip dasar (1) kesetaraan, (2) keterbukaan, dan (3) saling menguntungkan. 1. Kesetaraan Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu hubungan yang dilandasi kebersamaan/kepentingan bersama. Bila kemudian dibentuk struktur yang hirarkhis (dalam organisasi kelompok kemitraan, misalnya), adalah karena kesepakatan. 2. Keterbukaan Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masingmasing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan
23
24
menimbulkan diskusi yang seru layaknya ”pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari ”pertengkaran” tersebut. 3. Saling menguntungkan Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat. Perilaku sehat dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin (Depkes RI. 2007). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kemitraan untuk promosi kesehatan agar apa ynag diharapkan dapat tercapai secara maksimal. 1. Persyaratan Kemitraan Kemitraan dapat memberikan kekuatan kepada masing-masing pihak dalam melaksanakan misinya dengan ketentuan : a. Harus ada keadaan saling mengerti tentang mengapa kemitraan diperlukan. b. Harus ada kesamaan dan kesepakatan Visi dan Misi serta nilai-nilai yang sama mengenai pelayanan kesehatan serta mempunyai komitmen bersama untuk menanggulangi sesuatu masalah secara bersama-sama.
2. Landasan 7 Saling Dalam melakukan kemitraan dengan pihak swasta untuk pengembangan promosi kesehatan perlu mempunyai landasan 7 saling : a. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing.
24
25
b. Saling memahami kemampuan masing-masing. c. Saling menghubungi. d. Saling mendekati. e. Saling bersedia membantu dan dibantu. f. Saling mendorong dan mendukung. g. Saling menghargai. 3. Prinsip Dasar a. Kesetaraan. b. Keterbukaan. c. Saling menguntungkan (Fajar, 2006).
B. Bimbingan (Coaching) Bimbingan merupakan sarana yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dan perilaku seseorang, baik secara formal maupun informal. Melalui bimbingan diharapkan adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku yang mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam perkembangan IPTEK saat ini. Komponen utama dalam bimbingan berdasarkan kompetensi adalah penggunaan bimbingan, dimana para fasilitator klinis memberikan mengenai keterampilan atau aktivitasnya terlebih dahulu, kemudian memberikan demonstrasi dengan menggunakan model atau alat ajar seperti slide, video. Setelah melakukan demonstrasi prosedur dan diskusi kemudian para fasilitator dapat mengamati dan berkomunikasi untuk membimbing peserta dalam mempelajari keterampilan dan kegiatan yang memerlukan perhatian kemajuan belajar serta membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta.
25
26
Ada perbedaan antara bimbingan berdasarkan kompetensi dan proses belajar secara tradisional. Bimbingan berdasarkan kompetensi dapat memberikan keberhasilan kinerja dalam pekerjaan mereka seperti : keterampilan memberi pelayanan kesehatan karena lebih menekankan pada bagaimana perserta mengerjakan sesuatu (kombinasi antara pengetahuan, sikap dan keterampilan), sedangkan pengajaran
tradisional yang
menekankan penilaian pada informasi apa yang sudah dipelajari oleh peserta. 1. Pengertian Bimbingan adalah suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan permasalahannya sendiri dan didampingi oleh fasilitator. Bimbingan melibatkan peserta dan fasilitator dalam dialog satu lawan satu dan mengikuti suatu proses yang tersusun, diarahkan pada tanggung jawab memelihara kemajuan dan kinerja yang baik serta hubungan kerja positif antara fasilitator dan staf. 2. Tujuan Kegiatan ini bertujuan agar peserta dapat : a. Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual. b. Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional peserta. c. Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan
26
27
mendatang. d. Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi permasalahan yang dihadapi mereka. 3. Proses Bimbingan a. Sebelum praktek peserta sebaiknya mengadakan pertemuan untuk mereview kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu ditekankan dalam praktek kinerja. b. Dalam praktek, fasilitator mengamati, membimbing, dan memberikan umpan balik kepada peserta pada saat mereka melaksanakan langkahlangkah/kegiatan termasuk buku penuntun belajar. c. Setelah praktek, umpan balik seharusnya diberikan secepatnya. Dengan menggunakan penuntun belajar atau checklist keterampilan, fasilitator berdiskusi tentang kemampuan belajar peserta sesuai dengan kinerja mereka dan memberi saran perbaikan. Apabila pelatihan berdasarkan kompetensi digabungkan denga prinsip belajar orang dewasa, mastery learning, coaching dan humanistic, maka hasilnya akan sangat mengagumkan dan merupakan metoda yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan teknis. Dengan menggunakan pendekatan yang manusiawi maka dapat mengurangi ketegangan para peserta dan memperkecil ketidaknyamanan klien. Oleh karena itu, pendekatan dalam coaching yang lebih manusiawi adalah komponen yang penting untuk memperbaiki kualitas pelatihan keterampilan klinik yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan.
27
28
4. Ciri-ciri Fasilitator yang Efektif Seorang pelatih klinik yang efektif harus : a. Mahir/proficient dalam keterampilan yang akan diajarkan b. Mendorong peserta mempelajari keterampilan baru c. Meningkatkan komunikasi terbuka (dua arah) d. Memberikan umpan balik sesegera mungkin dengan cara antara lain : 1) Menggunakan humor yang tepat 2) Mengamati peserta dan memperhatikan tanda-tanda stress 3) Memberikan istirahat yang teratur selama sesi coaching 4) Mengadakan perubahan terhadap suasana coaching yang rutin 5) Memusatkan perhatian pada keberhasilan peserta dan bukan pada kegagalan e. Gunakan metoda coaching dan alat bantu audiovisual yang bervariasi 1) Ceramah ilustrasi, peragaan, curah pendapata, diskusi 2) Latihan/exercise pemecahan masalah untuk kelompok kecil atau individu 3) Bermain peran f. Melibatkan peserta sebanyak mungkin dalam merencanakan semua sesi sebelum coaching dan memberi peserta jadual dan garis besar coaching, penugasan pekerjaan rumah dan bahan-bahan, yang diperlukan. Selain ciri-ciri diatas seorang fasilitator juga hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Bersifat sabar dan memberikan dukungan
28
29
b. Memberikan penghargaan dan dukungan yang positif c. Memperbaiki kesalahan peserta sambil tetap memelihara harga diri peserta d. Mendengar dan memperhatikan. Peran pembimbing yang efektif melibatkan semua peserta dan memberi mereka umpan balik yang positif sementara fasilitator yang tidak efektif mengendalikan dan menolak keterlibatan dan secara khusus gagal memberikan umpan balik yang positif. 5. Model Bimbingan Model perilaku talah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah berhasil dengan baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam coaching klinik dapat diuraikan dalam lima konsep yang membentuk akronim COACH. Setiap coaching klinis hendaknya menyertakan elemen-elemen ini : C = CLEAR PERFORMANCE MODEL (MODEL KERJA YANG JELAS) Kepada para peserta hendaknya diperhatikan secara jelas dan efektif keterampilan yang akan mereka pelajri O = OPENESS TO LEARNING (KETERBUKAAN UNTUK BELAJAR) Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang dirancang untuk mempersiapkan belajar dan menggunakan keterampilan-keterampilan baru A = ASSESSMENT OF PERFORMANCE (PENILAIAN KINERJA) Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi keterampilan yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap
29
30
kemajuan kearah kinerja standar yang diinginkan C = COMMUNICATION (KOMUNIKASI) Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator merupakan faktor penting untuk memperoleh keterampilan awal dan dicapainya kompetensi keterampilan. H = HELP AND FOLLOW UP (MENOLONG DAN TINDAK LANJUT) Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan untuk aplikasi keterampilan baru pada lingkungan baru peserta dan membantu mengatasi hambatan dalam penggunaan keterampilan baru tersebut.
Tabel 2.1. Perbandingan pelatih yang efektif dan yang tidak efektif Pembimbingan yang efektif 1. Memfokuskan perhatian pada praktek klinis
Pembimbingan yang tidak efektif 1. Memfokuskan perhatian pada teori
2. Mendorong kerjasama dan hubungan 2. Menjaga jarak (status diatas peserta) antar sejawat 3. Berusaha mengurangi stress
3. Sering membuat stress
4. Mengadakan komunikasi dua arah
4. Menggunakan komunikasi satu arah
5. Melihat dirinya sebagai fasilitator
5. Melihat dirinya sebagai penguasa atau satu sumber pengetahuan
6. Keuntungan Bimbingan a. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan
30
31
minatnya. b. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian termasuk observasi dan interview c. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta d. Coaching/Bimbingan lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training kelompok e. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus menerus dan personal. 7. Faktor Penghambat dalam Bimbingan / Coaching Untuk mengadakan suatu coaching tidaklah mudah karena banyak faktor yang harus terlibat. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah kepribadian yaitu kesesuaian dan ketidak sesuaian antara bawahan dan atasan. Yang menjadi hambatan disini adalah : a. Peran yang kurang jelas Sering terjadi ketidak jelasan apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi keterampilan maupun kegiatan. Disamping itu kurangnya pemahaman tentang siapa yang sesungguhnya bertanggung jawab dalam coaching, apa yang harus dilakukan, kapan dan bagagaimana melakukannya. Selain itu terdapat ketidak pastian mengenai seberapa banyak penyuluhan, pengarahan dan dukungan sosio-emosional yang dibutuhkan, apakah peserta siap, dan bersedia menerima bantuan. b. Gaya manajemen kurang sesuai
31
32
Kepercayaan peserta seringkali dipengaruhi oleh pandangan fasilitator mengenai tabiat atau sifat manusia. Besarnya pengawasan atau kebebasan yang diberikan oleh fasilitator kepada peserta seringkali tergantung pada anggapan fasilitator terhadap peserta. Dilain fihak, sikap yang ditunjukan oleh peserta sangat tergantung pada harapan dan keinginan mereka, apakah mereka menginginkan fasilitator dengan jiwa kepemimpinan yang kuat, apakah mereka menunjukkan kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kretifitas. Coaching mempertegas hubungan baik yang terjalin antara fasilitator dan peserta sekaligus perilaku dan harapan kedua belah pihak. c. Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung Coaching melibatkan pengarahan dengan kontak langsung, hal ini sering menimbulkan kesulitan bagi fasilitator yang tidak terbiasa melakukan hubungan tatap muka satu lawan satu dengan peserta untuk jangka waktu tertentu. Fasilitator merasa takut bahwa situasi ini akan dapat membongkar kekurangannya, baik yang berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun keahlian khususnya. d. Keterampilan komunikasi tidak memadai Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi coaching. Keberhasilan dan kegagalan fasilitator tergantung pada kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran, perasaan dan kebutuhan.
32
33
Besar
kemungkinan
fasilitator
juga
gagal dan
tidak
berniat
mengungkapkan pengalamannya atau pengetahuan pribadinya yang dapat membantu peserta untuk belajar. e. Kurangnya kesediaan atau kemauan Seorang peserta harus siap dan bersedia menerima fasilitator. Kedua belah fihak harus menganggap coaching sebagai proses meraih kemajuan dan peningkatan yang bertujuan mengebangkan keterampilan dalam suatu lokasi kerja. Peserta yang menunjukkan sikap kurang kemauan dan bekerja tidak sebagaimana mestinya dapat menyulitkan dalam proses coaching. f. Kurangnya motivasi Sebagai fasilitator akan mempunyai tugas tambahan untuk menciptakan lingkungan bermotivasi bagi peserta. Oleh karenanya motivasipun lebih banyak
ditumpukan
pada
keinginan
menguasai
pengetahuan
keterampilan baru dan mendapatkan kesempatan dalam mengambil keputusan. g. Tekanan dalam pekerjaan Ada beberapa alasan mengapa fasilitator tidak termotivasi dan ragu menjadi fasilitator, satu diantaranya karena mereka menganggap organisasi menitik beratkan pada sikap “ Lakukan sendiri tugasmu; untuk itu kamu dibayar” Alasan lain pelatihan akan menyita banyak waktu, kecemasan menghadapi kegagalan. h. Melakukan kesalahan
33
34
Sekalipun orang tahu bahwa dari kesalahan kita dapat memetik suatu pelajaran namun baik fasilitator maupun peserta takut melakukan dan mengakui kesalahan dan cenderung menyembunyikannya rapat-rapat. Padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal akan lebih banyak waktu dan tenaga yang dapat diselamatkan. Membangun kepercayaan dalam hubungan coaching akan menyingkirkan situasi seperti ini. 8. Kesimpulan Coaching menyangkut
pengembangan
peserta
dalam
pekerjaan /
keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Coaching lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini. Dengan kata lain coaching membantu peserta untuk tumbuh dan berfikir bagi diri sendiri, lebih percaya diri serta sekaligus mempunyai kepercayaan untuk menangani lebih banyak tanggung jawab dan menghadapi tantangan yang lebih besar (UGM. 2003).
C. Pengertian Peranan dan Perilaku 1. Pengertian Peranan Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan.
34
35
Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan, kedudukan tidak berfungsi tanpa peranan. Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (a) ketentuan peranan, (b) gambaran peranan, dan (c) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam menbawakan perannya (Setiabudi, 1998). 2. Pengertian Perilaku. Apa sebenarnya Perilaku ? Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor) atau tindakan. Dalam konteks ini maka setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsang yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang diharapkan.
35
36
Perubahan perilaku yang diinginkan atau diharapkan pada proses pendidikan, dapat terjadi melalui perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan atau masing-masing berpengaruh langsung pada perubahan perilaku, walaupun kondisi yang terakhir ini dapat terjadi dengan tidak mudah. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Dengan demikian pada dasarnya pengetahuan akan terus bertambah bervariatif dengan asumsi senantiasa manusia akan mendapatkan proses pengalaman atau mengalami. Proses pengetahuan tersebut menurut Brunner melibatkan tiga aspek : (a) proses mendapatkan informasi baru dimana seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya, (b) proses transpormasi, yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas-tugas baru, (c) proses mengevaluasi, yaitu mengecek apakah cara mengolah informasi telah memadai. Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Ini berarti sikap seseorang akan keterampilan pada kesetujuan – ketidak setujuan, atau suka – tidak suka terhadap sesuatu. Sikap adalah sebagai a favourable or unfavourable evaluative reaction toward something or someone, exhibited in one`s belief, feeling or intended behavior. Keterampilan
adalah
aktivitas
fisik
yang
dilakukan
seseorang
yang
menggambarkan kemampuan kegiatan motorik dalam kawasan psikomotor. Seseorang
36
37
dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu. Dalam hal ini terdapat kecenderungan terkoordinasikannya aktivitas fisik karena pengenalan dan kelenturan jasmani untuk digerakkan sesuai ketentuan gerakan yang mestinya dilakukan. Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif (Bapenas, 2008).
D. Peranan Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA Dukun Bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat. Keterampilan dukun bayi pada umumnya didapat melalui sistim ”magang”. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap keterampilan dukun bayi berkait pula dengan sistem nilai budaya masyarakat. Sehingga dukun bayi pada umumnya diperlakukan sebagi tokoh masyarakat setempat. Dengan demikian, dukun bayi merupakan potensi sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan (Dekes RI. 1993) WHO sejak tahun 1992 menetapkan dukun bayi adalah seseorang yang membantu ibu selama melahirkan bayi dan pada awalnya keterampilan tersebut diperoleh dari melahirkan bayinya sendiri atau belajar dari pengalaman dukun bayi lain, yang membedakan nya dengan dukun bayi terlatih adalah karena mereka telah
37
38
menerima pelatihan dengan kursus singkat melalui sektor pelayanan kesehatan modern untuk meningkatkan keterampilannya (Floyd and Jenkins, 2005). 1. Dukun Bayi Tradisional : Hubungan Komunitas dan Pelayanan. Dukun bayi berhadapan dengan kebutuhan vital sebuah komunitas dengan mendukung para wanita selama masa kehamilan, melahirkan dan postpartum. Dukun bayi tradisional adalah anggota kunci dari sebuah komunitas dimana program Meternal & Neonatal Health (MNH) memberikan bantuan untuk memastikan bahwa para wanita dapat memperoleh pelayanan yang mereka butuhkan. Dukun Bayi Tradisional ( Traditional Birth Attendant / TBA ) adalah bagian dari proses kelahiran di seluruh dunia yang sedang berkembang, mendampingi saat proses melahirkan dengan porsi yang substansial dalam dunia kelahiran. Biasanya mereka belajar sendiri secara turun-temurun atau mendapat pelatihan secara informal, TBA juga memberikan saran-saran dan pertolongan praktis dalam membersihkan, memasak, dan perawatan segala kebutuhan rumah tangga wanita-wanita hamil dan para ibu-ibu baru karena TBA secara umum memegang posisi yang dihormati dan berpengaruh dalam komunitasnya, mereka secara unik diperbantukan untuk memberikan informasi, dan mendampingi para wanita dan keluarganya dalam mempersiapkan kelahiran. Meskipun program MNH mendukung bahwa setiap wanita hamil mencari perawatan dari seseorang yang mempunyai keterampilan dibidangnya ( seseorang yang telah diberi pelatihan secara formal dari sebuah sekolah medis, sekolah keperawatan, sekolah kebidanan ), MNH juga mengakui peran penting TBA dalam menyediakan pelayanan tambahan, pertolongan praktis, pendidikan dan konseling kepada para
38
39
wanita. Meskipun TBA tidak dapat menggantikan petugas kesehatan yang mempunyai keterampilan, mereka dapat memberikan kontribusi untuk para ibu dan bayi yang baru lahir yang sedang berjuang dengan menyediakan fasilitas untuk dapat mengakses informasi-informasi, dukungan dan pelayanan klinis yang dibutuhkan. 2. Anggota dari sebuah komunitas : Tipe-tipe TBA. Peran TBA biasanya merefleksikan kultur dan struktur sosial dalam komunitasnya. Dalam beberapa komunitas seorang TBA mungkin merupakan seseorang yang bekerja full-time, seseorang yang dapat dipanggil oleh siapapun dan seseorang yang mengharapkan imbalan baik secara tunai atau selayaknya. Tipe TBA lainnya, mungkin seorang wanita yang dituakan oleh saudara atau tetangganya yang tidak mengharapkan imbalan atas pekerjaannya tersebut dan hanya akan membantu dalam sebuah persalinan jika si ibu adalah keluarganya atau anaknya atau anak tiri tetangganya atau teman dekatnya. Ia hanya membantu persalinan seorang bayi sebagai sebuah perbuatan baik dan menyenangkan dan tidak mengharapkan imbalan, tapi mungkin menerima hadiah sebagi bentuk penghargaan atas apresiasinya. Tipe TBA yang ketiga adalah dukun bayi keluarga yaitu seseorang yang hanya membantu persalinan bayi dari saudara-saudara dekatnya saja. 3. Pengaruh Program Pelatihan TBA. Peran TBA telah mulai ditangani secara serius pada awal tahun 1950-an saat tingkat kematian ibu yang tinggi menjadi pusat perhatian diberbagai negara berkembang.
Sejumlah
studi,
survey dan
review
membangkitkan
perhatian
internasional pada para petugas perawatan kesehatan tradisional, dan beberapa negara telah mulai memberikan pelatihan kepada para TBA dalam cara melahirkan di rumah
39
40
secara bersih dan aman dan beberapa peran-peran perawatan kesehatan yang lain yang berhubungan. Selama lebih dari 20 tahun, agen-agen donor bilateral dan internasional dan non pemerintah dan organisasi-organisasi lokal telah menyalurkan sumber-sumber tersebut ke dalam program-program pelatihan TBA dengan harapan bahwa TBA akan dapat memberikan kontribusi dalam menekan tingkat kematian ibu. Studi-studi atas keefektifan program pelatihan tersebut, bagaimanapun juga telah menunjukkan bahwa reduksi pada tingkat kematian ibu, muncul hanya pada daerah-daerah dimana TBA telah mendapatkan back up dukungan keterampilan. Studistudi tersebut telah menemukan bahwa mayoritas program-program tersebut tidak efektif karena TBA tidak mempunyai literatur atau pengetahuan umum yang cukup pada saat mereka mulai melakukan pelatihan. Tanpa supervisi dan back up dukungan, mereka berusaha kembali pada cara lama mereka dan tidak mampu mencegah kematian saat komplikasi yang menakutkan terjadi dalam kehidupan muncul selama masa persalinan. Meskipun program pelatihan untuk TBA tidak memberikan kontribusi secara langsung dalam mereduksi tingkat kematian ibu, mereka benar-benar ada untuk meningkatkan keefektifan TBA di daerah yang lain. Program pelatihan TBA telah memberikan kontribusi keefektifan TBA dalam mereduksi neonatal tetanus, meningkatkan penggunaan dan penambahan perawatan antenatal dan meningkatkan jumlah rujukan kepada pihak rumah sakit untuk kasus komplikasi. 4. Mengakui Kontribusi Utama TBA. Meskipun TBA tidak dapat disamakan dengan petugas kesehatan yang mempunyai keterampilan, mereka mempertahankan posisi spesial dalam beberapa
40
41
komunitas dan seharusnya menjadi bagian yang sama dalam sistem perawatan kesehatan informal komunitas tersebut. Perencana kesehatan, petugas perawatan kesehatan, dan anggota sistem perawatan kesehatan formal yang lain seharusnya menghargai TBA sebagai suatu penghubung antara komunitas dan pelayanan kesehatan. Saat TBA berada di dalam sebuah fasilitas perawatan kesehatan atau saat petugas kesehatan yang berketerampilan ada di rumah seorang klien, petugas kesehatan yang berketerampilan seharusnya melibatkan TBA dalam mendukung seorang wanita dan keluarganya selama masa kehamilan, persalinan, melahirkan anak, dan postpartum. TBA juga seharusnya dilibatkan dalam komunitas pendidikan dan usaha-usaha mobilisasi. Mereka dapat menyampaikan informasi-informasi vital kepada keluargakeluarga dan komunitas-komunitas dengan suatu cara yang sesuai secara kultur yang akan membantu para keluarga dalam memahami bagaimana cara untuk mengenal tanda-tanda bahaya selama masa kehamilan dan kemana mereka harus pergi untuk mencari pertolongan. Selama para wanita dan komunitas-komunitas tersebut melihat TBA untuk mencari saran-saran dan informasi, TBA harus diberi informasi-informasi yang benar dan tepat dan dapat mendukung pemahaman mereka mengenai pesan-pesan yang aman tentang para ibu. Sebagai petugas pembantu dalam menyediakan dukungan emosional dan rumah tangga bagi para wanita dan keluarganya. TBA mungkin menyediakan informasi kesehatan tentang nutrisi, pencegahan penularan infeksi-infeksi seksual (termasuk HIV), pemberian ASI dan keluarga berencana. Dalam beberapa program kesehatan ibu TBA mendistribusikan suplemen-suplemen folat dan zat besi atau vitamin A kepada para wanita-wanita hamil atau menyuplai kontrasepsi oral pada komunitasnya. Pada
41
42
daerah lain, mereka bekerjasama dengan bidan-bidan untuk menyediakan perawatan bayi baru lahir selama masa postpartum. TBA juga dapat menjadi sumber yang berharga untuk menghindari informasi-informasi yang tidak benar dan praktek-praktek yang berbahaya seperti gangguan yang tidak diinginkan selama kehamilan dan ritualritual pemotongan genital wanita. 5. Memfokuskan Kembali Peran TBA. Program MNH percaya bahwa TBA berhadapan dengan sebuah komunitas yang vital dalam mensuport wanita selama masa kehamilan, melahirkan, dan postpartum. Beberapa cara kerja mereka dapat digabungkan dengan tim perawatan kesehatan diantaranya sebagai berikut : 1. Berpartner dengan petugas kesehatan yang berketerampilan. 2. Berperan sebagai tenaga pendidik komunitas untuk memberikan dukungan untuk pesan-pesan kesehatan ibu dan anak yang akurat. 3. Mengidentifikasi ibu hamil di komunitasnya yang mempunyai kemungkinan besar membutuhkan pelayanan ibu hamil. 4. Mendistribusikan suplemen zat besi dan folat (dan di daerah tertentu, vitamin A dan/atau sulfadoxine-pyrimethamine) untuk wanita hamil di komunitas tersebut. Hanya TBA saja yang diperlukan untuk bekerjasama dengan petugas yang terampil agar berdampak pada tingkat kematian ibu, petugas yang berketerampilan memerlukan TBA untuk membantu membangun hubungan dengan komunitas tersebut. TBA adalah anggota utama dari komunitas damana program MNH bekerja, membantu untuk memastikan bahwa para wanita dapat mengakses pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan. Seperti, mereka sebagai partner dalam program-program usaha untuk
42
43
menurunkan kematian ibu dan bayi (U.S. Agency for International Development, 2001). Peranan dukun bayi dalam pelayanan KIA adalah : 1. Perawatan Ibu Hamil. a. Tugas : -
Mengusahakan para ibu hamil dalam wilayahnya untuk memeriksakan diri ke Bidan di desa/Puskesmas, fasilitas kesehatan lainnya yang terdekat dan mendapat pelayanan ”5T”.
-
Observasi ibu hamil dan mengenal secara dini kehamilan dengan risiko tinggi untuk dirujuk.
-
Meningkatkan pengetahun ibu hamil mengenai kebutuhan gizi selama kehamilan.
-
Membantu menanggulangi anemia pada ibu hamil.
-
Memberikan motivasi KB.
b. Kegiatan : -
Mengadakan motivasi pemeriksaan antenatal kepada ibu hamil dengan jalan kunjungan rumah.
-
Mengadakan pemeriksaan kehamilan: mengenali tanda-tanda kehamilan, anamnesa, periksa pandang, periksa raba, memberikan pelajaran cara perawatan payudara dan mengenali kehamilan dengan risiko tinggi dan cara-cara merujuknya.
-
Memberikan nasehat makanan bergizi kepada ibu-ibu hamil sesuai dengan keadaan makanan setempat.
43
44
-
Membagi tablet zat besi.
-
Memberikan penjelasan tentang KB.
2. Perawatan Ibu Bersalin. a. Tugas : -
Memberikan pertolongan persalinan secara bersih (”3 bersih”) dan aman.
b. Kegiatan : -
Mengenali tanda-tanda persalinan.
-
Mempersiapkan alat-alat pertolongan persalinan.
-
Mempersiapkan kebutuhan untuk : ibu yang akan melahirkan dan bayi yang akan lahir.
-
Mempersiapkan diri untuk menolong persalinan.
-
Kerjasama dengan keluarga dalam mempersiapkan persalinan.
-
Memimpin persalinan normal dengan tehnik sederhana. Caranya : mengejan, menahan perineum dan menjaga kebersihan dalam persalinan.
3. Perawatan Bayi Baru Lahir. a. Tugas : -
Menjaga kebersihan luka potong pada tali pusat.
-
Menjaga kebersihan saluran napas bayi baru lahir.
-
Mengupayakan agar ASI diberikan dalam jam pertama setelah bersalin.
-
Membersihkan tubuh bayi dan menjaga agar tubuhnya tetap hangat.
-
Mengupayakan agar tali pusat tetap dirawat dengan baik.
-
Mengenali tanda bahaya dan cara merujuk.
b. Kegiatan :
44
45
-
Memberikan pertolongan persalinan ”3 bersih” dan merawat tali pusat dengan benar.
-
Membersihkan mulut dan hidung bayi dari lendir.
-
Memberikan motivasi kepada ibu untuk menyusui.
-
Memandikan bayi dan menghangatkannya dengan pakaian yang memadai.
-
Memberi penyuluhan kepada keluarga bayi tentang cara perawatan tali pusat yang benar.
4. Perawatan Ibu Nifas/Menyusui. a. Tugas : -
Menjaga higiene jalan lahir.
-
Mengenali tanda bahaya pada masa nifas dan ke mana merujuknya.
-
Mengupayakan agar payudara terawat dengan baik.
b. Kegiatan : -
Membersihkan perineum setelah persalinan/lahirnya plasenta.
-
Mengamati perdarahan, demam atau tanda bahaya lain.
-
Mengunjungi ibu secara teratur selama masa nifas.
-
Memberikan penyuluhan perawatan payudara.
5. Penyuluhan Kesehatan kepada Ibu. a. Tugas : -
Memotivasi ibu tentang : gizi ibu hamil, bayi dan anak, pemberian ASI eksklusif, KB, imunisasi ibu dan bayi, dan higiene perorangan.
-
Memperkenalkan tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan persalinan, serta pada bayi.
45
46
b. Kegiatan : -
Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang hal-hal tersebut.
-
Memberikan penyuluhan mengenai tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai oleh ibu.
6. Pencatatan dan Pelaporan. a. Tugas : -
Membantu dalam pendataan sasaran.
-
Melaporkan kelahiran/persalinan, kematian ibu dan bayi.
b. Kegiatan: -
Mendata ibu hamil dan bayi disekitar tempat tinggalnya untuk dilaporkan.
-
Melaporkan setiap persalinan, kematian ibu dan bayi yang ditemukan.
7. Pelaksanaan Rujuk. a. Tugas : -
Merujuk setiap ibu/bayi yang perlu dirujuk.
b. Kegiatan : -
Memantau kesehatan ibu dan bayi disekitar tempat tinggalnya.
-
Memotivasi ibu yang perlu dirujuk untuk mendapatkan pertolongan yang memadai (Depkes RI. 1996).
Dengan menetapnya bidan di desa, maka hubungan bidan dengan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, kader dan dukun bayi akan semakin akrab, sehingga bidan diharapkan dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa. Untuk itu sudah selayaknya para bidan perlu melaksanakan hal-hal sebagai berikut : 10. Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, dukun bayi dll.
46
47
11. Meningkatkan profesionalisme. 12. Memobilisasi pendanaan masyarakat. 13. Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemitraan bidan dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di Polindes (Depkes RI. 2000). 6. Dukun Beranak Masih Jadi Favorit Bagi Keluarga Miskin Hasil penelitian yang dilakukan Woman Research Institute (WRI) selama 2007 di tujuh kabupaten di Indonesia menunjukkan, hingga kini sebagian perempuan dari keluarga miskin masih memilih menggunakan jasa dukun beranak untuk membantu proses persalinan. Jaminan pelayanan kesehatan gratis ternyata tidak serta merta mengurangi pilihan perempuan miskin untuk ke dukun. Ini masih terjadi di beberapa daerah seperti di Lebak, Lampung Utara dan Sumba Barat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Lampung Utara (Lampung), Lebak (Banten), Indramayu (Jawa Barat), Solo (Jawa Tengah), Jembrana (Bali), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), dan Sumba Barat (Nusa Tenggara Timur) hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang berpengaruh, meliputi belum meratanya sosialisasi layanan kesehatan gratis, tingkat pendidikan dan pendapatan, jumlah anak, jarak rumah dan fasilitas/tenaga kesehatan serta besarnya biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan. Semakin rendah tingkat pendidikan dan pendapatan, pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin banyak anak pilihan persalinan semakin banyak ke dukun. Semakin jauh dan semakin sulit jarak tempuh ke fasilitas/tenaga kesehatan, dukun menjadi alternatif pilihan utama. Apalagi dukun lebih mudah di akses karena lebih
47
48
dekat dengan masyarakat dan lebih dipercaya, pelayanannya dianggap paripurna dan pembayarnnya lebih fleksibel karena kadang bisa dibayar dengan barang. Menurut hasil penelitian, sebagian besar perempuan miskin memandang biaya persalinan di fasilitas/tenaga kesehatan mahal, minimal Rp. 300 ribu, sementara biaya persalinan di dukun beranak kurang dari Rp. 300 ribu. Kendati fasilitas dan tenaga kesehatan rata-rata cukup tersedia di semua daerah namun menurut sebagian besar perempuan miskin jarak antara tempat tinggal mereka dengan fasilitas/tenaga kesehatan cukup jauh, waktu tempuhnya lama dan biaya transportasinya mahal. Berkenaan dengan hal itu, Direktur Bina Kesehatan Ibu Departemen Kesehatan menjelaskan bahwa persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan terampil memang meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan. Namun demikian, dukun beranak yang seringkali dipilih ibu hamil untuk membantu persalinan secara tradisional tidak bisa langsung dihilangkan keberadaannya. Karena mereka telah sejak lama menjadi bagian dari tradisi dan hingga kini masih banyak dipercaya untuk membantu persalinan. Oleh karena itu, dalam kebijakannya Depatemen Kesehatan juga tak hendak langsung menghapuskan
peran dukun beranak dalam proses persalinan. Justru
berupaya membangun kemitraan antara bidan dan dukun untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan. Dalam kemitraan itu, ada pembagian tugas antara bidan dan dukun, bidan bertugas membantu keseluruhan proses kelahiran dan dukun membantu kegiatan lain di luar persalinan seperti membawa ibu hamil ke tenaga kesehatan, memandikan bayi dan yang lainnya.
48
49
Departemen Kesehatan, juga memberikan pelatihan bagi dukun dan mendidik keturunan para dukun menjadi bidan. Profesi dukun beranak biasanya diturunkan, dengan mendidik keturunan mereka menjadi bidan harapan selanjutnya tidak ada lagi keturunannya
menjadi
dukun (Harian Global, 2008).
Dukun bayi sering berasal dari kelompok kultur yang sama dengan wanita yang memerlukan perawatan mereka. Mereka sering berbicara dengan bahasa yang sama, mengerti kulturnya, hidup cukup dekat sehingga siap sedia setiap saat, dan dapat menyediakan dukungan secara emosional dan fisik bagi para wanita hamil. Namun, kebanyakan dukun bayi tidak mempunyai pengetahuan atau keterampilan teknis untuk membantu wanita dengan beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelainan hipertensi kehamilan, perdarahan, infeksi, obstructed labor, dan komplikasi keguguran atau aborsi. Dukun bayi membutuhkan training yang ektensive dan peralatan-peralatan untuk dapat membantu wanita dengan komplikasi kehamilan. Dukun bayi mempunyai pengetahuan yang sangat luar biasa tentang kelahiran. Mereka tidak mempunyai banyak pengetahuan tentang beberapa hal penting, namun mereka mempunyai pemahaman yang luas tentang cara kerja kelahiran secara normal (Haney, 2001). Interview-interview dengan dukun bayi secara jelas mengindikasikan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan praktek persalinan mereka dan pengetahuannya melalui training dan memperketat pengawasannya. Khususnya untuk praktek-praktek berikut ini yang membutuhkan perhatian dan peningkatan : a. Menekan dan mendorong abdomen agar placenta dapat keluar. b. Metode sterilisasi.
49
50
c. Memeras tali pusat. d. Memandikan bayi baru lahir. e. Saran-saran kepada ibu paska persalinan. f. Menghangatkan ibu yang baru melahirkan. g. Penggunaan obat-obatan. h. Identifikasi wanita hamil yang berisiko buruk dalam persalinannya. Mayoritas`dukun bayi mengekspresikan untuk berkolaborasi dengan para staf pusat-pusat kesehatan untuk menerima training dan tergabung dalam asosiasi dukun bayi. Dukun bayi seharusnya menerima training tambahan dan menyediakan informasiinformasi yang akurat kepada para staf di pusat-pusat kesehatan untuk membantu dan mengerjakan tugas-tugas mereka (Parco, Jacobs, 2000).
7. Dukun bayi di negara-negara berkembang. Dukun bayi (TBA), juga dikenal dengan sebutan bidan tradisional (Tms/traditional midwife), adalah yang memberikan perawatan primer pada ibu hamil dan bayi baru lahir. Dukun bayi sebagian besar memberikan perawatan primer pada kehamilan di negara-negara berkembang, dan mungkin mempunyai fungsi dalam kelompok masyarakat tertentu di negara-negara berkembang. Bidan tradisional biasanya mereka belajar keterampilannya secara magang pada orang lain, walaupun mungkin beberapa dari mereka umumnya belajar sendiri. Mereka tidak bersartifikat dan berlisensi. Bidan tradisional sering memberikan informasi dan pendidikan kesehatan, dan perawatan kesehatan melebihi dari pada rumah bersalin. Di sebagian besar di dunia,
50
51
salah satu kriteria untuk menjadi seorang bidan tradisional adalah telah berpengalaman menjadi seorang ibu. Beberapa bidan tradisional adalah seorang ibu yang sudah tua; beberapa diantaranya sudah menopause. Beberapa bidan tradisional juga ahli obat tradisional (herbalis), atau ahli pengobatan tradisional. Mereka mungkin atau tidak mungkin terintegrasi dalam sebuah sistem perawatan kesehatan formal. Mereka sering menjalankan sebagai jembatan/perantara antara masyarakat dan sistem kesehatan formal, yang mana mendampingi ibu-ibu ke fasilitas kesehatan. Fokus pekerjaan mereka biasanya mendampingi ibu-ibu selama melahirkan bayi dan pada periode segera seteleh melahirkan. Seringkali pendampingan mereka juga termasuk membantu mengurus pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Banyak bidan tradisional berkunjung ke rumah ibu-ibu hamil untuk memberikan perawatan; ibu-ibu mungkin juga berkunjung ke mereka untuk mendapatkan perawatan dari mereka. Bidan tradisional biasanya dibantu oleh saudara-saudara dari ibu-ibu yang melahirkan. Banyak bidan tradisional tinggal di daerah pedesaan terpencil, dan sering berada di masyarakat yang terisolasi. Mereka mungkin bekerja pada jarak yang sangat jauh dari sarana kesehatan. Terdapat usaha-usaha yang cukup besar untuk meningkatkan pendidikan para bidan tradisional, dukun bayi, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini, dengan hasil yang kurang sukses. Kebanyakan program latihan difokoskan pada pelatihan bidan tradisional dengan sedikit perhatian diberikan kepada lingkungan dimana mereka bekerja. Masalah lainnya harus ditujukan pada bidan tradisional untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal termasuk integrasi dari ahli pengobatan tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, kondisi untuk memberikan
51
52
rujukan, mengakses peralatan yang ada, transportasi yang memadai, dan masalahmasalah lain yang berhubungan. Pada negara-negara berkembang, tradisional, menempatkan para bidan tradisional barangkali untuk meningkatkan tekanan agar mengusulkan peraturanperaturan dari praktek mereka. Banyak dari mereka mungkin menolak dengan tegas terhadap bebagai bentuk sartifikasi atau perijinan, mereka nyaman/puas dengan penempatan status mereka dan merasa senang dengan kesederhanaan, lingkungan domestik dari profesi mereka. Beberapa dari mereka mungkin secara hati-hati menolak untuk berada diluar itervensi, mempercayai bahwa peraturan-peratuan mungkin menempatkan mereka sama seperti keluarga-keluarga yang mereka layani pada sebuah posisi yang dapat dikompromikan sesuai secara fisik, emosional, mental dan spiritual yang baik untuk menjadi seorang ibu, anak dan anggota keluarga. Sebuah gambaran umumnya adalah bahwa dukun bayi adalah sebuah seni budaya masa lalu yang menjadi satu dengan komunitas para wanita. Beberapa masukan dari dukun bayi percaya mereka dipanggil untuk melakukan pekerjaan ini dan untuk melihat pencipta mereka dan siapapun yang mereka layani untuk memberikan dukungan dari pada berada di luar organisasi yang telah mereka buktikan sendiri secara historis untuk menjadi tidak ramah kepada para dukun bayi sebaik para keluarga yang mencari pelayanan mereka. Untuk alasan ini dan yang lainnya dukun bayi mungkin dinilai dan ditolak secara semena-mena atas usaha yang dilakukannya oleh berbagai organisasi utuk ditegaskan, diprofesionalisasikan, atau diregulasikan praktek-praktek mereka. Secara tradisional, penempatan dukun bayi adalah seperti untuk menyatukannya kepada subkultur yang sesuai atau kelompok-kelompok keagamaan. Dari para dukun
52
53
bayi yang melakukan prakteknya secara keagamaan, sebuah fokus praktek-praktek mereka mungkin baik untuk menjadi pendamping kelahiran yang eksklusif dari wanitawanita seperti yang telah dipercaya. Diantara keluarga-keluarga yang pertolongan persalinannya ditolong oleh bidan profesional, ada yang memerlukan pelayanan dari dukun bayi dimana mereka mau dan sanggup untuk melayani tanpa minta kompensasi. Suatu cara yang mungkin dapat disempurnakan adalah untuk mereka yang percaya dalam berbagai pemberian lokal untuk menyediakan sebuah rangkaian kesatuan praktek-praktek yang mendukung, yang mana sebagai mata pencaharian, dll untuk kelompok dukun bayi (Wikipedia, 2007). Dimana seorang wanita memilih seorang dukun bayi untuk menemaninya dalam melakukan persalinan mereka, hubungan kerja seharusnya dibangun antara perawat yang berketerampilan dan dukun bayi, dengan menggugah para dukun bayi untuk memandu para wanita ke rumah-rumah bersalin atau perawat yang berpengalaman dan memberikan dukungan secara emosional kepada wanita tersebut saat melahirkan. Dimana dukun bayi melanjutkan untuk membantu saat persalinan, mereka seharusnya selalu meng-update pentingnya identifikasi dan membuat rujukan secepatnya atas permasalahan-permasalahan kebidanan yang terjadi. Beberap bidan di pusat-pusat kesehatan menyediakan insentif yang kecil bagi para dukun bayi yang membawa ibu akan melahirkan dengan waktu dan cara yang tepat. Dukun bayi dapat menjadi pendidik kesehatan yang baik atau agen-agen perubahan agar menjadikan kebiasaan yang sehat pada kesehatan reproduksi dan masalah-masalah kesehatan anak. Para dukun bayi diawasi oleh bidan pada Sabatia Health Centre di Vihiga yang telah dikembangkan dengan lagu-lagu/tarian-tarian untuk menggambarkan
53
54
masalah wanita-wanita yang mengalami pengalaman selama melahirkan dan saat harus melahirkan anak di pusat kesehatan (Kenya Ministry of Health, 2003). Seorang dukun bayi ada dikomunitas tertentu biasanya adalah seorang yang sudah tua yang sudah pernah melahirkan anak beberapa kali dan kemudian menjadi dukun bayi atas permintaan membantu kelahiran teman-teman atau saudarasaudaranya, yang secara perlahan-lahan melakukan pengalamannya untuk membantu persalinan oleh dirinya sendiri. Beberapa dari mereka melakukan pembelajaran dari dukun bayi yang lain dalam waktu yang lama, sebaliknya sebagian yang lain belajar secara sederhana dengan menghadiri sebuah persalinan. Dari sudut pandang lokal, terdapat suatu perbedaan yang sangat besar antara bidan profesional dan dukun bayi (bidan dalam suatu komunitas) adalah bahwa dukun bayi diakui oleh komunitas mereka sebagai pembantu kelahiran yang terligitimasi, sedangkan bidan profesional sering dilihat sebagai seorang wanita muda dan tidak berpengalaman yang harus membuktikan nilai mereka kepada para penduduk desa sebelum mereka dapat dipercaya. Tujuan pelatihan dukun bayi secara umum telah mendidik para dukun bayi tentang bagaimana mengidentifikasi risiko-risiko yang memerlukan transport dan meningkatkan perawatan ibu dan bayi. Didisain oleh personil biomedis, kegiatan tersebut berisi tentang seringnya ketidak sesuaian terhadap lingkungan sekitar dan kenyataan yang ada. Kegiatan ini sering mengasumsikan akses terhadap sumber materi yang buruk secara lokal, yang dipikirkan dalam sebuah bentuk yang tidak sesuai dengan tidak adanya keterampilan dan bentuk-bentuk pembelajaran bidan, dan kegagalan untuk melayani para dukun bayi pada kedudukan yang terhormat dan tempat
54
55
yang efektif dalam sebuah sistem integrasi pengobatan. Beberapa antropolog telah dipanggil untuk mengganti beberapa sistem level atas-bawah dengan sebuah model akomodasi yang saling menguntungkan. Saat bidan-bidan profesional membuat sebuah usaha yang sungguh-sungguh untuk belajar dan menghargai budaya-budaya dan tradisi lokal, saat mereka melakukan pendekatan kepada masyarakat lokal dengan tingkah laku yang dapat menghargai dan menunjukkan keinginan untuk dapat bekerjasama dengan dukun bayi di komunitas setempat, akomodasi yang saling menguntungkan akan tercapai. Hal tersebut penting tidak untuk membuatnya romantis atau demonize para bidan profesional dan dukun bayi. Keduanya bekerja dibawah sistem biomedis diskrimatoris dan biasanya keduanya berusaha untuk memberikan keterampilan dan perawatan yang sesuai dan baik, di beberapa bagian dunia, hanya pilihan untuk dapat terus berjalan bagi berjuta-juta wanita. Para antropolog bertanya pembagian bidan profesional dan dukun bayi secara bijaksana dengan sebuah jalan secara hierarki yang memberikan ruang kepada agen pemerintah dan perencana-perencana pembangunan untuk mendukung satu kelompok disamping berusaha untuk menghilangkan yang lainnya, dan menyarankan agar seorang bidan yang baik mungkin dapat menerima yang lainnya dengan pemerintahannya atau komunitasnya sebagai contohnya. Ratusan bidan-bidan profesional di negara yang sedang berkembang menghargai bidan-bidan tradisional (dukun bayi) di negara yang sedang berkembang seperti ideologi ”saudara perempuan” dan bekerja untuk mendukung dan mempertahankan kelanggengan bidan tradisional (dukun bayi) dan perkembangannya dimasa yang akan datang. Sebagai bidan kombinasi elemen dari bidan-bidan
55
56
tradisional, pengetahuan bidan profesional dalam prakteknya secara personal, mendedikasikan kehidupan profesionalisme mereka kepada sekitar, dan dapat membantu orang lain, ”dengan wanita” selama proses kehamilan, kelahiran, dan masa pasca melahirkan (Floyd and Jenkins, 2005). 8.
Permasalahan Kebidanan dan Peran Dukun Bayi di Negara-negara Berkembang. Mayoritas kelahiraan di Negara-negara berkembang, sebagian di daerah
pedalaman, bertempat di rumah, biasanya dibantu oleh keluarga atau pembantu kelahiran tradisional (dukun bayi). Sering munculnya vaginal examination dengan tangan yang tidak bersih dan pemanfaatan kotoran hewan dan obat-obatan herbal ke vulva atau vagina merupakan beberapa praktek yang mungkin menyebabkan infeksi genital. Pelvic sepsis mungkin turut terjadi setelah persalinan atau aborsi dan saat tidak dirawat (seperti biasa terjadi di negara-negara berkembang) mungkin menimbulkan penyakit chronic pelvic inflammatory disease yang merupakan penyebab utama beberapa kasus infertilitas, ketidak normalan menstruasi, dan kehamilan ektopik. a. Intervensi. Tujuan untuk mencegah kematian dari komplikasi-komplikasi kebidanan telah dilakukan selama bebrapa decade, antibiotic untuk infeksi, operasi sesar untuk kelahiran yang tidak normal, transfusi darah dan obat-obatan oxytocic untuk perdarahan, sedative dan obat-obatan yang lain untuk eklampsia. Namun sayang, beberapa pengobatan tersebut tidak dapat diakses oleh kebanyakan wanita di Negaranegara miskin.
56
57
Banyaknya jumlah dukun bayi yang ada di Negara-negara berkembang di kebanyakan daerah pedalaman dimana disana tidak terdapat fasilitas perawatan kesehatan yang disediakan. Dan mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama nagar-negara berkembang tersebut dapat sekuat tenaga menyediakan dokter ahli atau perawat-perawat untuk seluruh bagian populasi mereka. Jadi ini sangat penting untuk menggunakan potensi-potensi yang sangat besar yang berada di komunitas mereka sendiri untuk menyediakan perawatan kesehatan dasar, kemudian membuatnya mungkin dapat terjadi pada beberapa komunitas untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk melayani diri mereka sendiri. Dukun bayi merupakan sebuah segmen yang luas atas apa yang potensial. Hal ini dibuktikan dengan beberapa studi yang dengan training dukun
bayi
pada
saat
sekarang
ini
yang
telah
diatur
dan
rujukan
kehamilan/persalinan/komplikasi neonatal pada situasi yang sehat dapat ditingkatkan. Maka sebuah perhatian yang amat besar dikembangkan pada peran dukun bayi dan berbagai skema training untuk dukun bayi yang telah dimulai di berbagai Negaranegara berkembang sejak awal tahun 1970-an.
Bidang-bidang utama pada training dukun bayi adalah : 1) Meningkatkan keamanan dalam praktek-praktek dukun bayi, seperti kebersihan, khususnya mencuci tangan dan prosedur mencuci atau mensterilkan peralatan pemotong. 2) Tidak ada interferensi selama persalinan.
57
58
3) Perawatan ibu sebelum, selama dan setelah persalinan. 4) Identifikasi dan rujukan bagi ibu yang berisiko. 5) Menjauhi melakukan sesuatu yang berhubungan dengan praktek tradisional yang berbahaya dan hidup menyendiri atau mendukung hal-hal tersebut yang mengangkat dukungan psykososial. Saat konsep dukun bayi menjadi lebih populer hari demi hari masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi. 1) Buruknya system organisasi untuk mengawasi dukun bayi yang telah dilatih. 2) Menyediakan training yang berkelanjutan untuk mereka. 3) Ketersediaan suplai dasar, seperti peralatan tali perawatan (cord care kits). Pengawasan dukun bayi merupakan hubungan yang utama antara mereka dan system perawatan kesehatan formal. Pemotongan pengawasan personal kesehatan, system transportasi yang tidak memadai dan sumber financial yang tidak mencukupi, masalah-masalah yang disebutkan pada suvei WHO pada tahun 1972 mengingatkan kita pada rintangan utama untuk mengembangkan pengawasan yang baik. Meskipun memberikan perhatian pada dukun-dukun bayi namun bukan merupakan sesuatu yang berarti bahwa mereka kurang mementingkan memberikan rujukan ke rumah sakit, personil pusat pengobatan dan atau Gyn & Obs dengan dokter dan perawat-perawat yang berkualifikasi baik. Meskipun disana tidak terdapat transportasi yang disediakan untuk para ibu yang dengan risiko kematian tinggi. Sama jika kita tidak memiliki ketersediaan obat-obatan yang cukup dan aman untuk penyakitpenyakit ringan pada saat hamil kondisinya mungkin juga tidak mengalami perubahan. b. Halangan Implementasinya.
58
59
Akses terhadap perawatan adalah halangan yang paling utama. Kami memerlukan sebuah jaringan pengembangan yang baik dari bidan atau dukun bayi dengan rumah sakit yang sedang berkembang. Dokter dan dukun bayi harus mempunyai hubungan kerja yang sangat baik untuk bekerja bersama-sama. Oposisi dari para staf medis (dokter, perawat, dan bidan) merupakan rintangan yang besar untuk pengimplementasian training dukun bayi dan hubungan rujukan. Namun, jika terdapat sedikit orang yang dapat mendengarkan kebutuhan budaya dan ekonomi populasi, segala sesuatu dapat berubah. Ketersediaan ambulan gratis adalah faktor yang lain, yang mungkin yang mungkin sulit namun tidaklah tidak mungkin agar persalinan dengan risiko tinggi dapat ditangani di rumah sakit atau pusat Gyn & Obs dengan peralatan yang baik tanpa membuang waktu dan juga tepat bahwa keluarga mungkin terlalu miskin untuk mengusahakan ambulan. Selain mendiskusikan masalah-masalah/komplikasi-komplikasi kebidanan kami juga tidak melupakan masalah-masalah sosial, kemasyarakatan dan menutupi penyebab rendahnya kesehatan wanita di Negara-negara tersebut. Kecuali kami menunjukkan masalah ini dengan ide-ide untuk meningkatkan kesehatan wanita di Negara-negara berkembang cukup sulit dijangkau. Sampai masyarakat mengerti pentingnya kesehatan wanita itu mungkin sebuah masalah yang sulit untuk mengalokasikan suber daya yang ada bagi bagi kesehatan wanita dalam hal ekonomi yang hampir hilang di bawah penghalang dari banyaknya hutang, korupsi atau kolusi dan hasil dari peperangan rakyat. Kecuali para pejabat kesehatan atau para pembuat kebijakan dapat menyusun perbedaan-perbedaan ini atau kelemahan-kelemahan ini dalam suatu cara yang dramatis
59
60
itu mungkin menjadi sulit untuk menarik perhatian dari seksi-seksi yang berkuasa penuh atas masyarakat terhadap masalah ini. Status kultural wanita memainkan sebuah peran yang penting dalam menghilangkannya disamping ketersediaan perawatan kesehatan. Kemudian terdapat sebuah kepercayaan sosial dan keagamaan yang mungkin lebih melengkapi situasi ini. Di beberapa Negara di Asia Tenggara para wanita tertarik untuk pergi keluar rumah (jadi menghilangkan pengawasan medis) pada saat hamil dan pasca persalinan. Di Afrika praktek-praktek sunat wanita dan infibulation harus dihentikan untuk mengurangi angka kematian ibu yang tinggi. Aksesibilitas yang mudah untuk metode-metode kontraseptif (mungkin dengan pertolongan dukun bayi) akan dapat secara mudah mengurangi angka kematian ibu yang tinggi dan permasalahan kebidanan dengan mengurangi risiko-risiko yang tergabung dalam kehamilan dan kelahiran bayi.
c. Kesimpulan. Dukun bayi akan menjadi sebuah asset yang besar dalam menurunkan tingkat komplikasi kebidanan yang tinggi di Negara-negara berkembang. Agar menjadi efektif mereka butuh dilatih dan dihargai oleh rekan-rekan medis mereka. Ketersediaan transportasi dan akses atas perawatan medis yang bersifat khusus adalah suatu bagian yang penting pada pendekatan yang sedang dilakukan. Komunitas, sistem-sistem kesehatan umum dan rumah sakit harus dihubungkan secara bersama-sama dalam sebuah kerjasama yang baik untuk menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi di
60
61
Negara-negara berkembang. Usaha-usaha pengisolasian untuk memperkuat satu bagian dan tidak pada bagian yang lain mungkin sangat tidak efektif (Asghar, 1999).
E. Making Pregnancy Safer (MPS) Upaya untuk mempercepat penurunan AKI masih merupakan salah satu program prioritas, melalui peningkatan pelayanan maternal di berbagai tingkat. Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. 1.
Pentingnya MPS. Terjadi berbagai masalah dan tantangan antara lain : g. Upaya meningkatkan kesehatan ibu telah dimulai sejak tahun 1982 ( saat diperkenalkannya program Maternal and Child Health ). h. Komitmen diperbaharui (1988), dikenal dengan Program Safe Motherhood (SM). i. Penurunan AKI di Indonesia hanya mencapai 25% sampai tahun 1997, dimana AKI pada tahun 1986 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 1997 adalah 334 per 100.000 kelahiran hidup. Keadaan ini dinilai masih jauh dari target harapan yaitu 50%, sangat lambat, dan sampai saat ini Indonesia masih mempunyai AKI tertinggi di Asean. j. Selanjutnya, untuk situasi angka kematian bayi (AKB) penurunannya juga sangat lambat, AKB di Indonesia juga masih tertinggi di Asean. k. Sebab kematian ibu, menurut data SKRT Th. 2001 : -
Perdarahan (28%)
61
62
-
Eklamsi (24%)
-
Infeksi (11%)
-
Komplikasi puerperum (8%)
-
Partus macet/lama (5%)
-
Abortus (5%)
-
Trauma obstetrik (3%)
-
Emboli obstetrik (3%)
-
Lain-lain (11%)
l. Sebab kematian neonatal : -
BBLR (29%)
-
Asfiksia (27%)
-
Masalah pemberian minum (10%)
-
Tetanus (10%)
-
Gangguan hematologik (6%)
-
Infeksi (5%)
-
Lain-lain (13%)
m. Sebab tidak langsung adalah : -
Status gizi ibu hamil : anemia (51%)
-
4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu banyak hamil) :60,6%
-
Tingkat pendidikan rendah
-
Sosial ekonomi, sosial budaya yang merugikan kesehatan ibu dan bayi.
62
63
-
Faktor geografi, 3 terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambata mendapat pelayanan kesehatan.
n. Meningkatnya jumlah kasus PMS, HIV dan AIDS walaupun jumlah kasus yang dilaporkan masih rendah, dengan demikian prevalensi HIV wanita hamil maupun risiko penularan pada bayi diperkirakan akan meningkat. o. Kematian bayi baru lahir masih tinggi, hal ini mungkin erat kaitannya dengan kurang baiknya penanganan komplikasi obstetri dan masih rendahnya status kesehatan ibu. p. Desentralisasi dan implikasinya terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. q. Kesenjangan dalam penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. r. Kesenjangan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. s. Kesenjangan dalam komitmen politik dan kebijakan terhadap kesehatan ibu dan bayi baru lahir. t. Kesenjangan dalam kerja sama dan koordinasi antara pemerintah dan mitra kerja. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, perlu dikembangkan Strategi khusus yaitu MPS. 2.
Visi dan Misi Program MPS a. Visi MPS adalah :
63
64
Semua perempuan dapat menjalani kehamilan dan persalinan yang aman, serta melahirkan anak yang sehat. b. Misi MPS adalah : Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui penguatan sistem
kesehatan
untuk
memastikan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang
ketersediaan
akses
pelayanan
cost-effective, memberdayakan
perempuan, keluarga dan masyarakat. 3.
Tujuan program MPS. Oleh karena program MPS ini mendukung tujuan global MPS untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir.
4.
Pesan Kunci Program MPS : a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. c. Setiap wanita usia
subur
mempunyai
akses
terhadap
pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. 5.
Target dampak kesehatan. a. Menurunkan AKI menjadi 125/100.000 kelahiran hidup b. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi (AKB) 32 per 1000 kelahiran hidup c. Menurunkan anemia gizi (Hb<8 gr) pada ibu hamil menjadi 20% dan anemia pada wanita usia subur menjadi 15%. d. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dari 17,1% menjadi 11%.
64
65
6. Strategi MPS. Ada empat strategi utama dalam MPS yaitu : h. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti yang mendukung. i. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya, untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia, serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS. j. Mendorong pemberdayaan
wanita dan
keluarga melalui
peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. k. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
65
66
Safe Motherhood
Hak Asasi Wanita
Pemberdayaan Wanita
Sektor Kesehatan
Pendidikan
Pembangunan Sosek
MPS
Fokus pada
Akses terhadap pelayanan oleh tenaga kesehatan terampil Akses terhadap pelayanan rujukan, jika terjadi komplikasi Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran
66
67
Strategi
Kualitas dan cakupan pelayanan
Pemberdayaan wanita & keluarga
Kemitraan lintas sektor
Pemberdayaan masyarakat
Gambar 2.1. Strategi MPS 7. Program pokok MPS adalah sebagai berikut : a. Peningkatan Kualitas dan Cakupan Pelayanan. 1) Persalinan oleh tenaga kesehatan. - Penyediaan tenaga (bidan di desa). - Kesinambungan keberadaan bidan di desa. - Penyediaan fasilitas Polindes/Pustu dan Puskesmas memberikan pertolongan persalinan. - Pelayanan sesuai standar. - Kemitraan bidan – Dukun Bayi. - Pelatihan (Pre-inservice training). - PWS-KIA, QA, AMP, Supervisi, Monev. - Persiapan persalinan. - Perawatan kesehatan bayi baru lahir, ASI Eksklusif, cegah hipotermi. 2) Penanganan Kegawatdaruratan. 3) Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
67
68
keguguran. b. Pemantapan kerja sama lintas program dan lintas sektor. c. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat. d. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program. Ibu hamil membutuhkan pertolongan saat melahirkan, yang mana pertolongan persalinan tersebut akan dapat diberikan oleh seorang Dukun Bayi, Bidan, ataupun Dokter / Dokter spesialis (SpOG), yang masing-masing mempunyai kapasitas / kemampuan maupun keunggulan dalam memberikan kepuasan kepada sasaran yang dilayaninya, dengan terpenuhinya harapan masing-masing sasaran yang menjadi pasarnya. Selain pertolongan persalinan, ibu hamil juga membutuhkan pemenuhan kepuasan lainnya, antara lain : -
Rasa aman (safety),
-
Kemudahan (ease).
-
Kecepatan dilayani (speed),
-
Biaya yang terjangkau / murah (economy).
Keseluruhan diatas, merupakan satu set kebutuhan (need set), disamping pertolongan persalinannya (Dinkes Prop. Jateng. 2004).
F. Kerangka Teori Dari kajian tentang kemitraan, pengertian peranan dan perilaku, bimbingan (coaching), peranan dukun bayi dalam pelayanan KIA dan making pregnancy safer (MPS) maka bimbingan dukun bayi merupakan upaya untuk meningkatkan peran (pengetahuan dan keterampilan) dukun bayi dalam pelayanan KIA.
68
69
Dukun bayi yang mendapat bimbingan serta didukung oleh kebijakan Kepala Dinas Kesehatan setempat, diharapkan pengetahuan dan keterampilannya meningkat, sehingga diharapkan peran dukun bayi dalam pelayanan KIA meningkat juga.
Bimbingan Dukun Bayi
Pengetahuan
Keterampilan
Penyuluhan kesehatan Pencatatan dan Pelaporan Pelaksanaan rujukan
Perawatan ibu hamil Perawatan ibu bersalin Perawatan bayi baru lahir Perawatan ibu nifas
Kompetensi Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA Meningkat 69
70
Gambar 2.2. Kerangka Teori
G. Hipotesis 1. Bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan pengetahuan dukun bayi 2. Bimbingan tenaga kesehatan meningkatkan keterampilan dukun bayi
70
71
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan ekperimen kuasi, semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Mrebet mendapat bimbingan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), sedang semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Serayu Larangan tidak mendapat bimbingan tersebut.
B. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu Larangan, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
C. Subyek penelitian Dukun bayi.
D. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh subyek dari penelitian yaitu seluruh dukun bayi.
E. Sampel Penelitian Tehnik pengambilan sampel dengan cara exhaustive sampling.
71
72
F. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian terdiri dari variable bebas dan variabel terikat. 1. Variabel bebas. Bimbingan tenaga kesehatan 2. Variabel terikat. a. Pengetahuan dukun bayi b. Keterampilan dukun bayi
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Bimbingan tenaga kesehatan : Bimbingan oleh dokter dan bidan ditujukan kepada dukun bayi berisi tentang berbagai aspek pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang disampaikan dengan metode ceramah dan peragaan kepada kelompok yang berlangsung selama 2 bulan, di Puskesmas. 2. Pengetahuan dukun bayi : Pengetahuan tentang berbagai aspek penyuluhan kesehatan kepada ibu hamil, meliputi tanda-tanda kehamilan, gizi ibu hamil, imunisasi, perawatan persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, berbagai kelainan kehamilan dan persalinan yang perlu dirujuk dan pencatatan pelaporan. Alat ukur
: kuesioner.
Skala pengukuran
: kontinu.
3. Keterampilan dukun bayi : Keterampilan dukun bayi yang meliputi perawatan ibu hamil, ibu bersalin,
72
73
bayi baru lahir dan ibu nifas. Alat ukur
: check list.
Skala pengukuran : kontinu.
H. Pengumpulan Data Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer a. Pegetahuan dukun bayi menggunakan kuesioner. b. Keterampilan dukun bayi menggunakan check list supervisi. 2. Data sekunder Data yang dikumpulkan mencakup gambaran umum lokasi penelitian, data dukun bayi dan data-data yang berhubungan lainnya.
I. Instrumen Penelitian 1. Alat dan bahan a. Kurikulum pelatihan dukun bayi (kuesioner) untuk mengetahui pengetahuan dukun bayi. b. Pedoman supervisi dukun bayi (check list) untuk mengetahui keterampilan dukun bayi. 2. Cara kerja a. Pengolahan data 1) Editing data hasil pengumpulan data 2) Entry data ke dalam komputer
73
74
3) Pembuatan tabel pengolahan data b. Desain analisa data. Data bersekala kontinu dideskripsikan dalam mean dan SD. Data bersekala katagorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen. Pengaruh bimbingan kesehatan ibu dan anak terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi di analisa dengan uji t. Selisih skor pengetahuan,
keterampilan
sebelum
dan
sesudah
bimbingan
dibandingkan dan di uji dengan uji t antara kelompok yang diberi dan tidak diberi bimbingan.
Dukun bayi
74
Populasi Sasaran
75
..................
Dukun bayi Populasi ................. Sampel Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu Larangan Exhaustive ................................. sampling Sampel Dukun bayi di Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu Larangan ........... Non Randomisasi Dukun bayi Puskesmas Mrebet
Dukun bayi Puskesmas Serayu Larangan
...................... Pretes Pengetahuan ................... dan keterampilan Bimbingan Tanpa Bimbingan Petugas kesehatan Petugas kesehatan
Post test Pengetahuan dan keterampilan
Post tes Pengetahuan dan keterampilan
Analisa data uji t
Kesimpulan
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian
75
76
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Gambaran umum Pertemuan dukun bayi di Kabupaten Purbalingga dilaksanakan mulai tahun 2005, namun istilah yang digunakan kadang disebut kemitraan. Di Puskesmas Mrebet pertemuan dukun bayi dilakukan secara rutin setiap jumat kliwon untuk semua dukun bayi diwilayah kerja Puskesmas Mrebet terdapat sebanyak 48 dukun bayi. Pada penelitian ini bimbingan dilakukan secara intensif setiap hari jumat selama 2 bulan. Adapun yang memberikan bimbingan baik pengetahuan maupun keterampilan adalah dokter dan bidan Puskesmas, bimbingan dengan cara ceramah dan peragaan atau praktek menggunakan alat peraga.
2. Karakteristik subyek penelitian Sebagai gambaran karakteristik subyek penelitian dalam penelitian ini adalah dukun bayi diwilayah kecamatan Mrebet dimana terdapat dua Puskesmas yaitu Puskesmas Mrebet dan Puskesmas Serayu Larangan, dukun bayi diwilayah Puskesmas Mrebet diberi bimbingan jumlah 48 dukun bayi dan dukun bayi diwilayah Puskesmas Serayu Larangan tidak diberi bimbingan jumlah 30 dukun bayi, dimana umur dan pendidikannya cukup bervariasi.
76
77
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (6,25%) dan kurang 45 dukun bayi (95,75%). Jadi pengetahuan para dukun bayi pada umumnya masih kurang. Tabel 4.1. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan No
Tingkat pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
3
6,25
2
Kurang
45
95,75
Jumlah
48
100
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47 dukun bayi (97,92%) dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan pengetahuan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya baik 3 (6,25%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi (97,92%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44 dukun bayi (91,67%). Tabel 4.2. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan No
Tingkat pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
47
97,92
2
Kurang
1
2,08
Jumlah
48
100
77
78
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi kelompok kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif dari hasil pretest diperoleh yang tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (10%) dan yang kurang 27 dukun bayi (90%). Tabel 4.3. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan No
Tingkat pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
3
10
2
Kurang
27
90
Jumlah
30
100
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi kelompok kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif dari hasil post-test diperoleh yang tingkat pengetahuannya baik 1 dukun bayi (3,33%) dan yang kurang 29 dukun bayi (96,67%). Jadi dari hasil pre dan post test pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan bimbingan secara intensif tidak ada perubahan yang berarti dari tingkat pengetahuannya. Tabel 4.4. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan No
Tingkat pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
1
3,33
2
Kurang
29
96,67
Jumlah
30
100
78
79
Dari Tabel 4.5
dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi sebelum
mengikuti bimbingan yang tingkat keterampilannya baik 3 dukun bayi (10,42%) dan kurang 45 dukun bayi (89,58%). Jadi keterampilan para dukun bayi pada umumnya masih kurang. Tabel 4.5. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok perlakuan sebelum mengikuti bimbingan No
Tingkat keterampilan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
5
10,42
2
Kurang
43
89,58
Jumlah
48
100
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%) dan kurang 10 dukun bayi (20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 38 dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%). Tabel 4.6. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok perlakuan sesudah mengikuti bimbingan No
Tingkat keterampilan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
38
79,17
2
Kurang
10
20,83
Jumlah
48
100
79
80
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi kelompok kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif diperoleh yang tingkat keterampilannya baik 2 dukun bayi (6,67%) dan yang kurang 28 dukun bayi (93,33%). Tabel 4.7. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sebelum mengikuti bimbingan No
Tingkat keterampilan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
2
6,67
2
Kurang
28
93,33
Jumlah
30
100
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dari dukun bayi kelompok kontrol yang tidak diberi bimbingan secara intensif diperoleh yang tingkat keterampilannya baik 2 dukun bayi (6,67%) dan yang kurang 28 dukun bayi (93,33%). Jadi dari hasil tersebut pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan bimbingan secara intensif tidak ada perubahan yang berarti dari tingkat keterampilannya. Tabel 4.8. Distribusi responden menurut tingkat keterampilan kelompok kontrol sesudah mengikuti bimbingan No
Tingkat keterampilan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Baik
2
6,67
2
Kurang
28
93,33
Jumlah
30
100
B. Pengujian hipotesis Pengaruh bimbingan tenaga kesehatan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi
80
81
Analisis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bimbingan terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga.
Tabel 4.9
menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak
(KIA) kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor pengetahuan dukun bayi tentang KIA yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.9. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n
Mean
SD
t
p
- Bimbingan
48
7,44
2,02
19,79
0,000
- Tanpa bimbingan
30
0,23
1,19
81
82
Tabel 4.10.
menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor ketrampilan dukun bayi tentang KIA yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.10. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n
Mean
82
SD
t
p
83
- Bimbingan
48
3,19
1,12
- Tanpa bimbingan
30
0,10
0,40
17,34
Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan
C. Pembahasan
83
0,000
84
Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi. Hal ini disbabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, maka tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya (Soeparmanto, 2006). Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peranan penting, karena sekitar 70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi, maka bimbingan dukun bayi oleh tenaga kesehatan merupakan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi. Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini (UGM, 2003). Hasil penelitian yang telah kami lakukan di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga pada bulan Nopember sampai Desember tahun 2008 tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Peran Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga. 1. Tentang pengetahuan, pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (6,25%) dan kurang 45 dukun bayi (93,75%). Sedangkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47 dukun bayi (97,92%) dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana
84
85
ada peningkatan pengetahuan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya baik 3 (6,25%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi (97,92%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44 dukun bayi (91,67%). Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. 2. Tentang keterampilan, pada Tabel 4.5 keterampilan
dapat dilihat bahwa tingkat
dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat
keterampilannya baik 5 dukun bayi (10,42%) dan kurang 43 dukun bayi (89,58%). Sedangkan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%) dan kurang 10 dukun bayi (20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 38 dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%).
85
86
Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. Dengan bimbingan yang intensif oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi sehingga meningkatkan kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.
D. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini sudah barangtentu terdapat beberapa keterbatasan diantaranya : 1. Metode penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kuasi, eksperimen kuasi tidak mengendalikan pengaruh faktor-faktor perancu dengan cara randomisasi. 2. Waktu penelitian cukup singkat sehingga dalam memberikan bimbingan belum semua materi teori dan praktek dapat diberikan dengan sempurna.
86
87
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN Penelitian ini menarik dua buah kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. 2. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
B. IMPLIKASI 1. Implikasi teoritis Bimbingan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Dalam penelitian ini juga membuktikan bahwa adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi para dukun bayi yang mendapat bimbingan secara intensif dibanding dukun bayi yang tidak mendapat bimbingan secara intensif. 2. Implikasi managerial
87
88
Bimbingan dukun bayi diharapkan merupakan kebijakan Kepala Dinas Kesehatan, sedangkan dukun bayi merupakan mitra kerja Puskesmas dalam pelayanan kesehatan di masyarakat pedesaan. Dengan demikian bimbingan kepada dukun bayi agar dapat dilaksanakan secara intensif baik oleh tenaga dokter maupun bidan Puskesmas.
C. SARAN 1. Bagi Institusi Pendidikan a. Penelitian ini untuk digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya. b. Sebagai acuan pembelajaran bimbingan dukun bayi. 2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas a. Untuk tetap diadakan bimbingan dukun bayi dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang ada diwilayah kerja puskesmas khususnya dan umumnya di Kabupaten Purbalingga. b. Diharapkan dialokasikan dana secara rutin untuk bimbingan dukun bayi maka pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dapat dipertahankan dengan demikian diharapkan membantu menurunkan angka kematian ibu di kabupaten Purbalingga.
88
89
DAFTAR PUSTAKA
Asghar. 1999. Obstetric complication and role of Traditional Birth Attendants in developing countries. http://www.geocities.com/SoHo/Cafe/9653 [16-08-2008]. Aswin. 1997. Metodologi Penelitian Kedokteran.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bangsu. 2001. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan. http://www.geocities.com/ejurnal/files/lp/2001/104.pdf. [02-09-2008]. Bapenas. 2008. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/publikasi_files/modul/modul gg2.pdf. [17-09-2008]. Floyd and Jenkins. 2005. Midwifery. http://www.davisfloyd.com/USERIMAGES/ File/Midwifery.pdf. [05-09-2008] DEPKES RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Kesehatan RI.
Departemen
DEPKES RI. 1993. Kurikulum Latihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND. DEPKES RI. 1993. Pedoman Supervisi Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND. DEPKES RI. 1996. Kurikulum Pelatihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatahn Keluarga Depkes RI. DEPKES RI. 1996. Panduan Bidan di Tingkat Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Depkes RI. DEPKES & KESOS RI. 2000. Pedoman Pemberdayaan Pondok Bersalin Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. DEPKES RI. 2006. Buku saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
89
90
DEPKES RI. 2007. Penggerakkan dan Pemberdayaan Melalui Kemitraan. Jakarta:DepartemenKesehatan RI.
Masyarakat
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Marketing Public Relation (MPR) Pelayanan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK – SMPFA Propinsi Jawa Tengah. DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Mutu Pelayanan Kesehatan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK- SMPFA Propinsi Jawa Tengah. DINKES PROP JATENG. 2006. Materi Rapat Kerja Kepala Puskesmas Se-Jateng. Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. DINKES KAB PURBALINGGA. 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga. DINKES KAB PURBALINGGA. 2007. Materi Rakerkesda Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Fajar. 2006. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit. dalam Majalah Kesehatan Depkes RI Nomor 172, hal 13-17. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Haney.
2001. Midwifery Education. midwifery.html [05-09-2008].
http://haneydaw.myweb.uga.edu/twwh/
Gunawan. 1992. Studi PerbandinganKarakteristik dan Perilaku Antara Konsumen Dukun Bayi dan Konsumen Bidan Terhadap Antenatal Care, Postnatal Care, Keluarga Berencana dan Imunisasi di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2abstrakpdf.jsp?id=81939&lokasi=l okal [10-09-2008]. Parco and Jacobs. 2000. Knowledge, attitude and practices of traditional attendant in Maung Russey: scope and ways for improvement. http://rc.rocha. org.kh/docDetails.asp?resourceID=46&categoryID=8 [12- 092008]. Puskesmas Mrebet. 2006. Profil UPTD Puskesmas Mrebet 2006. Purbalingga: Puskesmas Mrebet.
Ramdhani. 2008. Sikap & Beberapa Definisi untuk Memahaminya?. http://neila. Staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf [01-11-2008].
90
91
Setiabudi. 1998. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtin jauanpustaka.pdf. [17-09-2008]. Soeparmanto. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menanggulangi masalah Kesehatan di Indonesia. dalam Mediakom edisi 03 Desember 2006, Jakarta: Departemen Kesehatan RI. UGM. 2003. Bimbingan (Coaching). http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/ 6g-BIMBINGAN%20(Matet03).doc. [01-11-2008]. Universitas Kristen Petra. 2006. Teori Penunjang. http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe /s1/hotl/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-33401115-6170-alumny-chapter2.pdf [01-11-2008]. Zainuddin. 2007. Metodologi Penelitian. http://www.fkm.unair.ac.id/files/matkul/ KML120/METODOLOGI%20PENELITIAN%20MZ-S-2-2006-2007.pdf [01-11-2008]. _______. 2008. Dukun Beranak Masih Jadi Pavorit Bagi Keluarga Miskin. http://www.harian-global.com/news.php?extend.43262 [10-09-2008]. _______. The Traditional Birth Attendant Linking Communities and Services. http://www.planetwire.org/files.fcgi/3441_BPtba-Ja02e.pdf [15-08-2008]. _______. 2007. Traditional birth attendant. http://en.wikipedia.org/wiki/Traditional birth_attendant [03-09-2008]. _______.2003. Traditional Birth Attendants in Maternal Health Programmes. https://www.popcouncil.org/pdfs/SafeMom_TBA.pdf [03-09-2008].
91
92
Sarat Permohonan Izin Penelitian
92
93
Kuesioner Pre dan Post test Bimbingan Dukun Bayi Nomer urut : ……… Nama : .................................... Alamat : ...........................
Pilihlah satu jawaban yang benar dari dua jawaban ( a atau b ) yang ada dengan cara melingkarinya. 1. Apabila ada ibu hamil disekitar tempat tinggal saudara apa yang saudara anjurkan kepada ibu hamil tersebut : a. Harus memeriksakan kehamilannya ke bidan atau Puskesmas b. Cukup memeriksakan kehamilannya ke dukun bayi. 2. Apakah tujuan memeriksakan kehamilan kepada bidan/Puskesmas atau kesehatan lainnya. a. Untuk mendapatkan imunisasi TT dan tablet zat besi b. Untuk mendapatkan susu ibu hamil 3. Apakah kegunaan imunisasi TT a. Mencegah terjadinya perdarahan waktu melahirkan. b. Mencegah terjadinya tetanus pada bayi baru lahir. 4. Apa kegunaan minum tablet zat besi. a. Mencegah terjadinya kekurangan darah selama hamil. b. Mencegah terjadinya mual-mual 5. Bila ibu hamil kurang darah, waktu melahirkan bayi akan terjadi. a. Perdarahan. b. Ari-ari sulit lahir.
93
fasilitas
94
6. Tanda-tanda hamil muda adalah. a. Tidak datang haid, mual, muntah-muntah dan pusing-pusing. b. Perut membesar, kaki bengkak dan badan lemas. 7. Yang perlu diperhatikan pada periksa pandang adalah. a. Muka (pucat atau tidak), perut (membesar sesuai umur kehamilan), kaki (bengkak atau tidak), dada (payudara membesar dan putting tertarik kedalam). b. Hanya muka dan perut saja yang diperhatikan. 8. Yang dalakukan pada periksa raba adalah. a. Meraba payudara dan perut ibu hamil. b. Meraba perut ibu hamil, menentukan posisi dan letak kepala janin. 9. Yang dilakukan pada perawatan payudara adalah. a. Tangan diminyaki dan payudara diurut-urut. b. Tangan diminyaki, payudara diurut dari pangkal kearah putting susu, putting susu ditarik keluar dan di putar-putar serta air susu dipijat keluar. 10. ASI sebaiknya diberikan kepada bayi. a. Sedini mungkin yaitu dalam satu jam pertama setelah melahirkan. b. Menunggu sampai ASI keluar. 11. Yang disebut ASI eksklusif adalah. a. ASI diberikan sampai bayi berumur 4 bulan. b. Hanya ASI saja diberikan kepada bayi sampai berumur 6 bulan.
94
95
12. Kehamilan dengan factor risiko bila : a. Hamil pertama umur kurang dari 17 tahun/lebih dari 35 tahun, anak lebih dari 4 dan umur lebih dari 35 tahun, serta tinggi badan kurang dari 145 cm. b. Badan gemuk, umur antara 20 sampai 30 tahun, dan hamil ke 3. 13. Yang termasuk kelainan pada kehamilan adalah. a. Perdarahan pada kehamilan sebelum waktunya. b. Pinggang terasa pegal-pegal. 14. Kelainan-kelainan kehamilan yang harus dirujuk adalah. a. Tanda persalinan sebelum waktunya, kaki bengkak, pusing kepala. b. Sering terasa gerakan janin, pinggang terasa pegal-pegal. 15. Tanda-tanda persalinan normal adalah. a. Keluar darah dari kemaluan. b. Kenceng-kenceng teratur dan pinggang nyeri. 16. Apa yang disebut “3 Bersih” a. Bersih Penolong, Bersih Tempat dan Bersih Alat. b. Bersih Penolong, Bersih Tempat dan Bersih Pakaian. 17. Cuci tangan yang sempurna adalah. a. Pakai sikat dan sabun, sampai sebatas siku, selama 10 menit. b. Pakai sikat dan sabun, sampai pergelangan tangan, selama 10 menit. 18. Cara merawat tali pusat yang benar adalah. a. Ikat tali pusat di dua tempat, tali pusat digunting diantara dua ikatan, olesi tali pusat dengan betadin kemudian lipat dan ikat untuk kedua kalinya. b. Ikat tali pusat dan gunting diatas ikatan kemudian oleskan betadin.
95
96
19. Yang dilarangan pada tindakan pertolongan persalinan adalah. a. Memijat perut dan mendorong rahim, menarik plasenta. b. Menahan perineum dan tidak memasukan tangan ke liang senggama. 20. Yang termasuk kelainan nifas adalah. a. Kurang nafsu makan, ngidam. b. Panas, muntah-muntah, payudara bengkak, kurang darah dan udema.
96
97
FORMULIR SUPERVISI DUKUN BAYI Tanggal
:............................ 2008
(1) Posyandu
:........................................
(2) Paguyuban Dukun Bayi :.................... (3) Desa
:.........................................
(4) Puskesmas :......................................... Jumlah dukun bayi yang diharapkan hadir............. orang Jumlah dukun bayi yang sebenarnya hadir............. orang TINGKAT KOMPETENSI I
KETERAMPILAN DUKUN BAYI
B ( Baik )
K ( Kurang )
A Mengenal tanda 1 persalinan A Menggunakan Dukun 2 Bayi Kit A Menolong Persalinan 3 Aman A Mengenal kelainan 4 persalinan A Merawat tali pusat 5 dengan baik A Merujuk semua kasus 6 kelaianan persalinan A Mencatan persalinan yang 7 ditolong(K2) B Penanganan bayi baru 1 lahir B Menimbang bayi baru 2 lahir B Merujuk bayi untuk 3 imunisasi Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet
97
K e t
98
Sebelum Bimbingan
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Mrebet
98
99
Sesudah Bimbingan
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
99
100
(Kontrol) Pertama
Hasil Supervisi Dukun Bayi Puskesmas Serayu Larangan
10
101
(Kontrol) Kedua
Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan
10
102
Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga Pengetahuan No
Tingkat Keterampilan
Nama
Pre test
1
Ny.Cholitoh
10
17
K
B
2
Ny. Sawini
11
18
K
B
3
Ny. Suweni
3
15
K
B
4
Ny. Sariyah
13
19
5
Ny. Miati
14
18
K
B
6
Ny. Sri Mulati
13
20
K
B
7
Ny. Sukirman
15
20
K
B
8
Ny. Saeni
14
20
K
9
Ny. Darmadi
8
16
K
B
10 Ny. Karsini
13
18
K
B
11 Ny. Munarji
9
19
K
B
12 Ny. Sanmurdi
9
18
K
K
13 Ny. Siti Aminah
8
16
K
K
14 Ny. Sanginem
13
20
K
B
15 Ny. Suliah
14
20
K
B
16 Ny. Mukronah
5
16
K
B
17 Ny. Yatini
9
18
K
B
18 Ny. Sairah
12
17
19 Ny. Sawinah
6
17
K
B
20 Ny. Napingah
12
20
K
B
21 Ny. Kasmini
11
17
K
K
22 Ny. Minci
2
12
K
K
23 Ny. Miarso
12
19
K
B
24 Ny. Sakinah
9
16
K
B
Pre test Post test Post test Baik (B) Kurang (K) Baik (B) Kurang(K)
B
B
B
10
K
B
103
25 Ny. Sukini
12
19
K
B
26 Ny. Rapiyah
10
18
K
B
27 Ny. Taswi
13
20
K
B
28 Ny. Lebuh 2 29 Ny. Yasmuni
15
20
K
B
12
19
K
B
30 Ny. Chadiri
14
20
K
B
31 Ny. Suwarti
5
16
K
B
32 Ny. Sriyati
12
17
K
33 Ny. Kamiyah
12
20
K
B
34 Ny. Murtaja
13
20
K
B
35 Ny. Rupinah
13
17
K
B
36 Ny. Rusini
9
16
K
B
37 Ny. Soliah
4
15
K
38 Ny. Dasimah
16
20
39 Ny. Sukinah
13
19
K
B
40 Ny. Samini
14
20
K
B
41 Ny. Rasih
13
18
K
B
42 Ny. Suwarti
5
15
43 Ny. Daryudi
11
17
K
B
44 Ny. Turmini
7
15
K
B
45 Ny. Tasmini
12
18
46 Ny. Minem
8
18
K
K
47 Ny. Warsitoh
11
19
K
K
48 Ny. Tirtawiroji
12
20
K
K
B
K B
B
B
B
10
K
B
104
Daftar Nilai Dukun Bayi Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Serayu Larangan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga Pengetahuan N o
Nama
Pre test
Tingkat Keterampilan
Pre test Post test Post test Baik (B) Kurang (K) Baik (B) Kurang(K)
1
Ny. Khotijah
9
10
K
K
2
Ny. Turohman
11
9
K
K
3
Ny. Tohimah
8
11
K
K
4
Ny. Tarsini
12
11
K
K
5
Ny. Sutimah
14
12
K
K
6
Ny. Carmini
11
12
K
K
7
Ny. Tarmini
8
7
K
K
8
Ny. Surimah
7
7
K
K
9
Ny. Sunudah
13
12
K
K
10 Ny. Tarilah
9
9
K
K
11 Ny. Tusilah
15
16
12 Ny. Kusmirah
10
10
K
K
13 Ny. Mahrawi
12
11
K
K
14 Ny. Hambali
10
11
K
K
15 Ny. Sianti
14
14
K
K
16 Ny. Kurniati
15
15
K
K
17 Ny. Samini
11
12
K
K
B
10
B
105
18 Ny. Dasmirah
8
9
K
K
19 Ny. Warsudi
13
13
K
K
20 Ny. Sariyah
11
11
K
K
21 Ny. Kamisah
9
10
K
K
22 Ny. Tarti
14
13
K
K
23 Ny. Sarti
12
12
K
K
24 Ny. Tuyini
13
14
25 Ny. Supi
10
11
K
K
26 Ny. Mutiroh
11
10
K
K
27 Ny. Jasmi
7
9
K
K
28 Ny. Mustofiah
13
14
K
K
29 Ny. Rumisah
12
13
K
K
30 Ny. Kasiah
9
11
K
K
B
10
B
106
Data Sebelum dan Sesudah Bimbingan Puskesmas Mrebet dan Serayu Larangan Respon den Perlakuan
Pengetahuan
Keterampilan
Pre test
Post test
Selisih
Pre test Post test
Selisih
1
0
9
10
1
3
3
0
2
0
11
9
-2
4
4
0
3
0
8
11
3
2
2
0
4
0
12
11
-1
4
4
0
5
0
14
12
-2
5
5
0
6
0
11
12
1
5
5
0
7
0
8
7
-1
4
4
0
8
0
7
7
0
4
4
0
9
0
13
12
-1
2
4
2
10
0
9
9
0
4
4
0
11
0
15
16
1
3
4
1
12
0
10
10
0
3
3
0
13
0
12
11
-1
5
5
0
14
0
10
11
1
4
4
0
15
0
14
14
0
3
3
0
16
0
15
14
-1
2
2
0
17
0
11
12
1
2
2
0
10
107
18
0
8
9
1
4
4
0
19
0
13
13
0
4
4
0
20
0
11
11
0
4
4
0
21
0
9
10
1
5
5
0
22
0
14
13
-1
4
4
0
23
0
12
12
0
2
2
0
24
0
13
14
1
3
3
0
25
0
10
11
1
4
4
0
26
0
11
10
-1
3
3
0
27
0
7
9
2
4
4
0
28
0
13
14
1
2
2
0
29
0
12
13
1
4
4
0
30
0
9
11
2
5
5
0
31
1
10
17
7
4
8
4
32
1
11
18
7
5
8
3
33
1
3
15
12
3
9
6
34
1
13
19
6
4
8
4
35
1
14
18
4
4
7
3
36
1
13
20
7
4
9
5
37
1
15
20
5
5
8
3
38
1
14
20
6
3
5
2
39
1
8
16
8
4
8
4
40
1
13
18
5
5
9
4
41
1
9
19
10
4
9
5
42
1
9
18
9
4
9
5
43
1
8
16
8
2
5
3
44
1
13
20
7
3
6
3
45
1
14
20
6
4
7
3
46
1
5
16
11
3
6
3
47
1
9
18
9
4
8
4
48
1
12
17
5
2
5
3
49
1
6
17
11
4
8
4
10
108
50
1
12
20
8
5
9
4
51
1
11
17
6
5
9
4
52
1
2
12
10
4
8
4
53
1
12
19
7
4
8
4
54
1
9
16
7
4
9
5
55
1
12
19
7
4
9
5
56
1
10
18
8
4
8
4
57
1
13
20
7
3
5
2
58
1
15
20
5
5
8
3
59
1
12
19
7
4
6
2
60
1
14
20
6
3
5
2
61
1
5
16
11
2
5
3
62
1
12
17
5
2
5
3
63
1
10
20
10
4
7
3
64
1
13
20
7
4
4
0
65
1
9
17
8
4
6
2
66
1
9
16
7
5
8
3
67
1
4
15
11
5
7
2
68
1
16
20
4
6
8
2
69
1
13
19
6
7
9
2
70
1
14
20
6
5
8
3
71
1
13
18
5
6
9
3
72
1
5
15
10
6
8
2
73
1
11
17
6
6
9
3
74
1
7
15
8
5
7
2
75
1
12
18
6
8
10
2
76
1
8
18
10
2
5
3
77
1
11
19
8
3
5
2
78
1
12
20
8
1
4
3
10
109
Analisis Kelompok Bimbingan ( Mrebet ) T-Test Pengetahuan Paired Samples Statistics
Pair 1
pelatihan data pos_test
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
10,52 17,96
48 48
3,352 1,879
,484 ,271
Paired Samples Correlations
Pair 1
pelatihan data & pos_test
N 48
Correlation ,848
10
Sig. ,000
110
Paired Samples Test t
df
Sig. (2tailed)
-25,507
47
,000
Paired Differences Mean
Pair 1
pelatihan data pos_test
-7,438
Std. Deviation
2,020
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Mean
,292
Lower
Upper
-8,024
-6,851
T-Test Keterampilan Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
pelatihan
4,10
48
1,356
,196
post_test
7,29
48
1,637
,236
Paired Samples Correlations
Pair 1
pelatihan & post_test
N 48
Correlation ,734
Sig. ,000 Paired Samples Test
Paired Differences
Pair 1
pelatihan post_test
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
-3,188
1,123
,162
t
df
Sig. (2-tailed)
-19,658
47
,000
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -3,514
-2,861
Analisis Kelompok tanpa Bimbingan ( Serayu Larangan ) T-Test Pengetahuan Paired Samples Correlations
Pair 1
pretest & post_test
N 30
Correlation ,859
Sig. ,000
Paired Samples Test Paired Differences
11
t
df
Sig. (2-tailed)
111
Pair 1
pretest – post_test
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
-,23333
1,19434
,21805
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -,67931
,21264
-1,070
29
,293
T-Test Keterampilan Paired Samples Statistics
Pair 1
pelatihan pelatihan
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
3,57 3,67
30 30
1,006 ,959
,184 ,175
Paired Samples Correlations
Pair 1
N 30
pelatihan & pelatihan
Correlation ,917
Sig. ,000
Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
pelatihan pelatihan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
-,100
,403
,074
t
df
Sig. (2-tailed)
-1,361
29
,184
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -,250
,050
t-test Efektifitas Bimbingan T-Test Group Statistics Slsh post minus pre test
p_lakuan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pengetahuan
Tdk. Bbngn.
30
,23
1,194
,218
Bimbingan
48
7,44
2,020
,292
11
112
Keterampilan
Tdk. Bbngn.
30
,10
,403
,074
Bimbingan
48
3,19
1,123
,162
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
selisih_p re_post
t_rampil _pre_po st
Equal variance s assumed Equal variance s not assumed Equal variance s assumed Equal variance s not assumed
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
df
Sig. (2tailed)
Mean Differe nce
Std. Error Difference
7,892
,006
-17,672
76
,000
-7,204
,408
-8,016
-6,392
-19,786
75,831
,000
-7,204
,364
-7,929
-6,479
-14,455
76
,000
-3,088
,214
-3,513
-2,662
-17,343
63,925
,000
-3,088
,178
-3,443
-2,732
24,182
,000
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
Correlations Descriptive Statistics
perlakuan
Mean ,62
Std. Deviation ,490
N 78
pengetahuan
13,05
2,808
78
pelatihan
4,90
1,604
78
Correlations
perlakuan
Pearson Correlation
perlakuan
pengetahuan
pelatihan
1
,539(**)
,635(**)
11
113
Sig. (2-tailed)
,000
,000
78
78
78
,539(**)
1
,303(**)
N pengetahu an
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
,000
N pelatihan
Pearson Correlation
,007
78
78
78
,635(**)
,303(**)
1
,000
,007
Sig. (2-tailed) N
78 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
78
78
Nonparametric Correlations Correlations
Kendall's tau_b
perlakuan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Spearman's rho
perlakuan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pengetahuan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pelatihan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pelatihan terhadap pengetahuan
11
perlakuan
pengetahuan
pelatihan
1,000
,462(**)
,540(**) ,000
.
,000
78
78
78
,462(**)
1,000
,225(**)
,000
.
,006
78
78
78
,540(**)
,225(**)
1,000
,000
,006
.
78
78
78
1,000
,552(**)
,626(**)
.
,000
,000
78
78
78
,552(**)
1,000
,315(**)
,000
.
,005
78
78
78
,626(**)
,315(**)
1,000
,000
,005
.
78
78
78
114
20 15 eksperimen
10
kontrol
5 0 pengetahuan
Pelatihan terhadap keterampilan
8 7 6 5 4 3 2 1 0
eksperimen kontrol
Keterampilan keahlian
11
115
RINGKASAN PENGARUH BIMBINGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KOMPETENSI DUKUN BAYI DALAM PELAYANAN KIA DI PUSKESMAS MREBET KABUPATEN PURBALINGGA
OLEH BUDIARSA
11
116
ABSTRACT Budiarsa. NIM : S520907003.The Influence of The Professional Health Coaching to The Roles of Traditional Birth Attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center in Purbalingga District. Thesis : Family Doctor Division, Main interest in doctoral profession, Post Graduate Program of Sebelas Maret University. Background : Maternal Mortality Rate (MMR)in Indonesia is 307/100.000 birth life, maternal mortality rate (MMR) in Central Java is 121/100.000 birth life and maternal mortality rate (MMR) in Purbalingga District is 109,07/100.000 birth life. This happened because of many giving birth in Indonesia has been helped by people who are not competent, because of that so they are not know that there are many risk in giving birth and so on. Traditional Birth Attendant in Indonesia have an important roles, because around 70% - 80% in assisting giving birth in the villages have been helped by traditional birth attendant. In 2005, giving birth in Purbalingga that helped by traditional birth attendant is 32,38%, and at Mrebet Health Center in 2006 is 19,75%. Coaching that related to expand traditional birth attendants knowledge in doing their job/their skill in this time is not only to renew their knowledge. This coaching is more related to the efford to fully improve the traditional birth attendants skill and knowledge in doing their job/skill in this time. Goals : To know the influence of profesional coaching to the skill and knowledge of traditional birth attendant in Maternal Services at Mrebet Health Center. Research method : This thesis is an experimental quasi study that using the control groups, the sample study have been given a coaching using demos and giving speak, ttest point in a significant rate p = 0,05 (alpha = 0,05). Result : This is proved that there is a significant influence between the professional health and the traditional birth attendants knowledge (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000) it also happened to the skill of traditional birth attendant (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Conclusion : There is an improvement in traditional birth attendants knowledge and skill who had a professional health coaching intensively rather than the traditional birth attendant who had not. __________________________________________________________________ Keyword : Coaching, traditional birth attendant, knowledge and skill.
A. PENDAHULUAN
11
117
Diperkirakan di Indonesia ada 5 juta ibu melahirkan pertahun. Angka kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa 352 ibu besalin meninggal setiap minggu, atau 2 ibu meninggal setiap satu jam. Angka kematian ibu di Indonesia (307) masih jauh lebih tinggi dibanding dengan negara tetangga dekat seperti Thailand (129), Malaysia (39) dan Singapura (6). Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menunjukan tiga penyebab utama kematian ibu bersalin di Indonesia adalah perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). Akses sepenuhnya dan penerapan pelayanan yang terbukti efektif dapat mencegah tiga perempat dari kematian ibu (Depkes RI. 2006). Untuk mengetahui status kesehatan di Indonesia, sesuai dengan indikator yang berlaku diseluruh dunia, salah satu indikatornya adalah kematian ibu bersalin. Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Depkes RI. 2006). Angka kematian ibu di Jawa Tengah 121/100.000 kalahiran hidup (Dinkes Prop. Jateng. 2006). Rata-rata angka kematian ibu (AKI) di tingkat Kabupaten Purbalingga 109,07 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Purbalingga. 2005). Hal ini disebabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten. Karena tidak kompeten , maka dia tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya. Padahal kalau dalam persalinan terjadi perdarahan, jika tidak segera mendapat pertolongan dia akan meninggal. Itu disebabkan karena yang melakukan tindakan / pelayanan pesalinan tidak terlatih. Untuk mengatasi hal itu, harus dilihat akar permasalahannya antara lain: pertama, persalinan itu harus ditolong oleh tenaga yang betul-betul kompeten dan bisa mengetahui ada tidaknya risiko. Kedua, pertolongan itu
11
118
harus, segera, cepat dan tepat. Ketiga, upaya lain adalah tranfusi darah (Soeparmanto, 2006). Persentase persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2005 adalah 67,62% dan 32,38% ditolong oleh dukun bayi (Dinkes Kab. Purbalingga, 2005). Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga tahun 2006 adalah 79,25% dan 19,75% ditolong oleh dukun bayi (Puskesmas Mrebet, 2006).
B. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan ekperimen kuasi, semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Mrebet mendapat bimbingan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), sedang semua dukun bayi yang tinggal di wilayah Puskesmas Serayu Larangan tidak mendapat bimbingan tersebut. Desain analisa data. Data bersekala kontinu dideskripsikan dalam mean dan SD. Data bersekala katagorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen. Pengaruh bimbingan kesehatan ibu dan anak terhadap pengetahuan dan keterampilan dukun bayi di analisa dengan uji t. Selisih skor pengetahuan, keterampilan sebelum dan sesudah bimbingan dibandingkan dan di uji dengan uji t antara kelompok yang diberi dan tidak diberi bimbingan.
11
119
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 4.9
menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor pengetahuan dukun bayi tentang KIA yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.9. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor pengetahuan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n
Mean
SD
t
p
- Bimbingan
48
7,44
2,02
19,79
0,000
- Tanpa bimbingan
30
0,23
1,19
11
120
Tabel 4.10.
menunjukkan bahwa bimbingan tentang kesehatan ibu dan anak (KIA)
kepada dukun bayi memberikan peningkatan skor ketrampilan dukun bayi tentang KIA yang lebih tinggi, dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya.
Tabel 4.10. Hasil uji t tentang perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi dengan dan tanpa bimbingan tenaga kesehatan Pengetahuan sesudah minus sebelum bimbingan
n
Mean
SD
t
p
- Bimbingan
48
3,19
1,12
17,34
0,000
- Tanpa bimbingan
30
0,10
0,40
12
121
Gambar 4.2. Perbedaan perubahan skor keterampilan sebelum dan sesudah antara kelompok dukun bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan bimbingan tenaga kesehatan
Pembahasan Angka kematian ibu di Indonesia masih relatif tinggi. Hal ini disbabkan persalinan di Indonesia sebagian besar ditolong oleh tenaga yang tidak kompeten, maka tidak tahu kalau ada risiko dan sebagainya (Soeparmanto, 2006).
12
122
Dukun bayi di Indonesia masih mempunyai peranan penting, karena sekitar 70% - 80% pertolongan persalinan di pedesaan ditangani oleh dukun bayi, maka bimbingan dukun bayi oleh tenaga kesehatan merupakan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi. Bimbingan (Coaching) menyangkut pengembangan peserta dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini bukan sekedar memperbarui pengetahuan mereka. Bimbingan (Coaching) lebih berkaitan dengan upaya membantu peserta untuk memperluas pengetahuan serta mengebangkan kemampuan dan bakat secara penuh dalam pekerjaan / keterampilan mereka saat ini (UGM, 2003). Hasil penelitian yang telah kami lakukan di Puskesmas Mrebet Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga pada bulan Nopember sampai Desember tahun 2008 tentang Pengaruh Bimbingan Tenaga Kesehatan terhadap Peran Dukun Bayi dalam Pelayanan KIA di Puskesmas Mrebet Kabupaten Purbalingga. 1. Tentang pengetahuan, pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat pengetahuannya baik 3 dukun bayi (6,25%) dan kurang 45 dukun bayi (93,75%). Sedangkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat pengetahuannya baik 47 dukun bayi (97,92%) dan kurang 1 dukun bayi (2,08%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan pengetahuan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang pengetahuannya baik 3 (6,25%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 47 dukun bayi (97,92%) jadi ada
12
123
kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat pengetahuannya baik 44 dukun bayi (91,67%). Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 7.44 versus mean 2= 0.23; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi pengetahuan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. 2. Tentang keterampilan, pada Tabel 4.5 keterampilan
dapat dilihat bahwa tingkat
dari dukun bayi sebelum mengikuti bimbingan yang tingkat
keterampilannya baik 5 dukun bayi (10,42%) dan kurang 43 dukun bayi (89,58%). Sedangkan pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat keterampilan dukun bayi setelah mengikuti bimbingan secara intensif yang tingkat keterampilannya baik 38 dukun bayi (79,17%) dan kurang 10 dukun bayi (20,83%). Jadi ada perubahan yang berarti dibanding sebelum mengikuti bimbingan secara intensif dimana ada peningkatan keterampilan dari dukun bayi, sebelum mendapat bimbingan yang intensif dukun bayi yang keterampilannya baik 5 (10,42%) dan setelah mendapat bimbingan intensif menjadi 38 dukun bayi (79,17%) jadi ada kenaikan jumlah dukun bayi yang tingkat keterampilannya baik 33 dukun bayi (68,75%). Dan peningkatan tersebut secara statistik signifikan (mean 1= 3.19 versus mean 2= 0.10; p= 0.000). Dengan kata lain, bimbingan tentang KIA yang dilakukan oleh dokter dan bidan efektif dalam meningkatkan ketrampilan dukun bayi
12
124
tentang berbagai aspek pelayanan KIA, meliputi ketrampilan tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. Dengan bimbingan yang intensif oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi sehingga meningkatkan kompetensi dukun bayi dalam pelayanan KIA.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Penelitian ini menarik dua buah kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. 2. Terdapat pengaruh yang secara statistik signfikan pemberian bimbingan oleh tenaga kesehatan terhadap peningkatan ketrampilan dukun bayi tentang berbagai aspek pelayanan kesehatan ibu dan anak. Bimbingan tenaga kesehatan mampu meningkatkan ketrampilan dukun bayi tentang perawatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, gizi, imunisasi, dan sebagainya. SARAN 1. Bagi Institusi Pendidikan
12
125
a. Penelitian ini untuk digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya. b. Sebagai acuan pembelajaran bimbingan dukun bayi. 2. Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas a. Untuk tetap diadakan bimbingan dukun bayi dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dukun bayi yang ada diwilayah kerja puskesmas khususnya dan umumnya di Kabupaten Purbalingga. b. Diharapkan dialokasikan dana secara rutin untuk bimbingan dukun bayi maka pengetahuan dan keterampilan dukun bayi dapat dipertahankan dengan demikian diharapkan membantu menurunkan angka kematian ibu di kabupaten Purbalingga.
DAFTAR PUSTAKA
Asghar. 1999. Obstetric complication and role of Traditional Birth Attendants in developing countries. http://www.geocities.com/SoHo/Cafe/9653 [16-08-2008]. Aswin. 1997. Metodologi Penelitian Kedokteran.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Bhisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bangsu. 2001. Dukun Bayi Sebagai Pilihan Utama Tenaga Penolong Persalinan. http://www.geocities.com/ejurnal/files/lp/2001/104.pdf. [02-09-2008].
12
126
Bapenas. 2008. Perilaku Individu Dalam Membentuk Kualitas Kinerja yang Baik. http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/publikasi_files/modul/modul gg2.pdf. [17-09-2008]. Floyd and Jenkins. 2005. Midwifery. http://www.davisfloyd.com/USERIMAGES/ File/Midwifery.pdf. [05-09-2008] DEPKES RI. 1991. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Jakarta: Kesehatan RI.
Departemen
DEPKES RI. 1993. Kurikulum Latihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND. DEPKES RI. 1993. Pedoman Supervisi Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga dan Bantuan Bank Dunia IBRD Loan 3298 – IND. DEPKES RI. 1996. Kurikulum Pelatihan Dukun. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatahn Keluarga Depkes RI. DEPKES RI. 1996. Panduan Bidan di Tingkat Desa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Depkes RI. DEPKES & KESOS RI. 2000. Pedoman Pemberdayaan Pondok Bersalin Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. DEPKES RI. 2006. Buku saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Penggerakkan dan Pemberdayaan DEPKES RI. 2007. Melalui Kemitraan. Jakarta:DepartemenKesehatan RI.
Masyarakat
DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Marketing Public Relation (MPR) Pelayanan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK – SMPFA Propinsi Jawa Tengah. DINKES PROP JATENG. 2004. Panduan Mutu Pelayanan Kesehatan Maternal. Semarang: Bag. Proyek PUK- SMPFA Propinsi Jawa Tengah. DINKES PROP JATENG. 2006. Materi Rapat Kerja Kepala Puskesmas Se-Jateng. Semarang, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. DINKES KAB PURBALINGGA. 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
12
127
DINKES KAB PURBALINGGA. 2007. Materi Rakerkesda Pemerintah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007. Purbalingga: Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga. Fajar. 2006. Kemitraan Dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit. dalam Majalah Kesehatan Depkes RI Nomor 172, hal 13-17. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Haney.
2001. Midwifery Education. midwifery.html [05-09-2008].
http://haneydaw.myweb.uga.edu/twwh/
Gunawan. 1992. Studi PerbandinganKarakteristik dan Perilaku Antara Konsumen Dukun Bayi dan Konsumen Bidan Terhadap Antenatal Care, Postnatal Care, Keluarga Berencana dan Imunisasi di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2abstrakpdf.jsp?id=81939&lokasi=l okal [10-09-2008]. Parco and Jacobs. 2000. Knowledge, attitude and practices of traditional attendant in Maung Russey: scope and ways for improvement. http://rc.rocha. org.kh/docDetails.asp?resourceID=46&categoryID=8 [12- 092008]. Puskesmas Mrebet. 2006. Profil UPTD Puskesmas Mrebet 2006. Purbalingga: Puskesmas Mrebet.
Ramdhani. 2008. Sikap & Beberapa Definisi untuk Memahaminya?. http://neila. Staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf [01-11-2008]. Setiabudi. 1998. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/setiabudiipbtin jauanpustaka.pdf. [17-09-2008]. Soeparmanto. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menanggulangi masalah Kesehatan di Indonesia. dalam Mediakom edisi 03 Desember 2006, Jakarta: Departemen Kesehatan RI. UGM. 2003. Bimbingan (Coaching). http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/ 6g-BIMBINGAN%20(Matet03).doc. [01-11-2008]. Universitas Kristen Petra. 2006. Teori Penunjang. http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe /s1/hotl/2006/jiunkpe-ns-s1-2006-33401115-6170-alumny-chapter2.pdf [01-11-2008]. Zainuddin. 2007. Metodologi Penelitian. http://www.fkm.unair.ac.id/files/matkul/
12
128
KML120/METODOLOGI%20PENELITIAN%20MZ-S-2-2006-2007.pdf [01-11-2008]. _______. 2008. Dukun Beranak Masih Jadi Pavorit Bagi Keluarga Miskin. http://www.harian-global.com/news.php?extend.43262 [10-09-2008]. _______. The Traditional Birth Attendant Linking Communities and Services. http://www.planetwire.org/files.fcgi/3441_BPtba-Ja02e.pdf [15-08-2008]. _______. 2007. Traditional birth attendant. http://en.wikipedia.org/wiki/Traditional birth_attendant [03-09-2008]. _______.2003. Traditional Birth Attendants in Maternal Health Programmes. https://www.popcouncil.org/pdfs/SafeMom_TBA.pdf [03-09-2008].
12
129
12