KODE JUDUL: X.43
LAPORAN AKHIR PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
”FORMULASI PRODUK PESTISIDA NABATI BERBAHAN AKTIF SAPONIN, AZADIRACHTIN, EUGENOL, DAN SITRONELLAL UNTUK MENGENDALIKAN HAMA UTAMA KAKAO (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.)” BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Peneliti/Perekayasa: 1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc. 2. Prof. Dr. Ir. Agus Kardinan, MSc. 3. Ir. Mahrita Willis, MSc. 4. Ir. Nurjanani, MSi. 5. J.T. Yuhono, SP. 6. Rohimatun, SP., MP.
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
0
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN Judul Kegiatan/Riset
:
Fokus Bidang Prioritas Kode Produk Target Kode Kegiatan
: : :
Lokasi Penelitian
:
Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.) Ketahanan Pangan 1.3. Teknologi Pengurangan Hasil (Yield Losses) 1.03.01. Pengembangan Teknologi untuk Memperkecil Kehilangan Hasil pada Tahap Budidaya Tanaman, Ternak, dan Ikan. Sulawesi Barat dan Jawa Barat
Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian Nama Koordinator/Peneliti Utama Nama Lembaga/Institusi Unit Organisasi Alamat Telepon/HP/Faksimile/E-mail B. Lembaga Lain yang Terlibat Nama Koordinator Nama Lembaga Alamat Telepon/HP/Faksimile/E-mail Jangka Waktu Kegiatan Biaya Kegiatan (baru/lanjutan)
Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111 0251 8321879/0251 8327010/
[email protected] Tidak ada -
: 1 tahun : Rp. 250.000.000,- (Dua ratus lima puluh juta rupiah) : Baru
Rekapitulasi Biaya Tahun 2012: No. Uraian 1. Gaji dan Upah 2. Bahan Habis Pakai 3. Perjalanan 4. Lain-lain Jumlah biaya tahun yang diusulkan
Jumlah (Rp.) 108.180.000,49.000.000,81.200.000,11.620.000,250.000.000,-
Menyetujui Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Koordinator/Peneliti Utama
Dr. Ir. Agus Wahyudi, MS. NIP. 19600121 198503 1 002
Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc. NIP. 19530224 198203 1 002
Menyetujui/Mengetahui Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Dr. Ir. M. Syakir, MS. NIP. 19581117 198403 1 001
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena berkat rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan pembuatan Laporan Akhir dengan judul “Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol,
dan
Sitronellal
untuk Mengendalikan
Hama
Utama
Kakao
(Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.)”. Laporan ini dibuat sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Program Riset PKPP 2012. Kami
menyadari
bahwa
pada
Laporan
Akhir
ini
masih
banyak
kekurangannya. Untuk itu saran dan kritik membangun serta masukan ke arah perbaikan
sangat
kami
harapkan.
Pada
kesempatan
ini
kami
banyak
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan yang telah direncanakan.
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ............................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii DAFTAR ISI. ............................................................................................................ iii I.
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
II.
PELAKSANAN KEGIATAN .............................................................................. 6
III.
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA .................................................. 15
IV.
SINERGI PELAKSANAN KEGIATAN .............................................................. 30
V.
PENUTUP ....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 35 LAMPIRAN .............................................................................................................. 36
iii
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Mengingat
bahwa pasaran minyak atsiri saat ini relatif stabil, maka prospek industri minyak atsiri di masa mendatang cukup cerah. Keadaan ini didukung oleh situasi bahwa, tidak semua minyak atsiri alamiah bisa diganti dengan produk sintetis. Selain dari pada itu, Indonesia juga kaya akan biodiversity tanaman rempah dan obat (TRO). Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat dan atsiri telah dilakukan sejak zaman dahulu, secara turun-temurun. Saat ini bahan baku TRO melimpah di masyarakat. Pemanfaatan TRO dalam industri lainnya, selain industri jamu diharapkan mampu meningkatkan kemauan petani untuk bercocok tanam TRO sehubungan dengan peningkatan permintaan pasar yang secara langsung mampu meningkatan pendapatan petani. Minyak atsiri dari TRO diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat digunakan sebagai bahan baku pestisida. Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang mampu membunuh, mengusir, dan menghambat hama untuk makan, serta mengendalikan penyakit tanaman. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji potensi beberapa TRO untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati. Tanaman secara alamiah diketahui menghasilkan senyawa sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Hasil ekstraksi senyawa kimia ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang lebih selektif dan kurang persisten di alam jika dibandingkan dengan bahan aktif pestisida sintetis sehingga penggunaannya aman bagi para petani, pengguna, dan lingkungan di sekitarnya (Regnault-Roger, 2005). Lebih dari 1500 tanaman berkhasiat sebagai bahan pestisida nabati untuk pengendalian hama (Grainge and Ahmed, 1988). Tanaman tersebut pada umumnya termasuk kedalam famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae (Prakash and Rao, 1997; Prijono et al, 2006). Sampai saat ini ketersediaan pestisida yang berbahan baku tumbuhan (pestisida nabati) untuk pengendalian OPT yang telah diuji khasiat dan keamanannya secara ilmiah masih terbatas. Petani kerapkali membuat ramuan yang terdiri dari berbagai jenis tanaman yang secara empiris dikatakan efektif untuk suatu OPT namun belum ditunjang dengan data ilmiah agar produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan mutu dan keamanannya. 1
Beberapa contoh TRO potensial sebagai bahan baku untuk pestisida nabati, antara lain jeringau untuk pengendalian Dysdercus cingulatus, Pieres brassicae, dan Spodoptera litura; babadotan digunakan untuk mengendalikan hama Dysdercus, Tribolium,
dan
belalang;
brotowali
sebagai
anti
serangga;
glirisidia
untuk
mengendalikan Spodoptera sp, Aphid, dan Coccidae; sirih untuk mengendalikan Dysdercus sp.; lempuyang untuk mengendalikan Udaspes sp.; rerak sebagai anti hama (racun kontak); kenikir untuk mengendalikan Aphid, Dysdercus sp., dan ulat Plutella xylostella, kacang babi berpotensi untuk mengendalikan Aphid, Crocidolomia, Epilachna, dan Thrips, serta legundi untuk mengendalikan Achaea janata, Plutella sp., Spodoptera sp. dan Sitophilus sp. (Grainge and Ahmed, 1988; Heyne, 1987; Prijono dan Triwidodo, 1994). Tanaman kakao adalah komoditas ekspor sebagai salah satu sumber devisa negara. Bebagai kendala dalam budidaya kakao antara lain serangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian karena secara langsung menurunkan produksi dan mutu hasil dengan merusak bunga, buah, dan biji kakao, atau secara tidak langsung menekan hasil dengan merusak bagian tanaman seperti daun dan ranting, cabang, batang, atau akar. Beberapa jenis hama dilaporkan menyerang pertanaman kakao diantaranya adalah penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella (Sulistyowati et al., 2002). Menurut Wardoyo (1988) perbedaan faktor lingkungan (biotik dan abiotik) spesies serangga tertentu dapat merupakan hama penting di suatu daerah, tetapi kurang penting di daerah lain. Perubahan lingkungan di suatu tempat atau perubahan di bidang kultur teknis, dan cara pengendalian yang kurang tepat dapat mengubah status hama dari tidak atau kurang penting menjadi penting. Ditinjau dari segi pengendalian, serangga hama yang hidup di dalam jaringan tanaman atau di dalam tanah umumnya lebih sulit diamati dan dikendalikan serta dianggap lebih penting dibandingkan dengan yang hidup di permukaan tanaman. Di antara hama kakao, PBK C. cramerella merupakan hama yang sangat merugikan, diikuti oleh Helopeltis spp dan ulat kilan, Hyposidra sp. Luas serangan PBK di Indonesia mencapai 348.000 ha atau 57% dari luas areal kakao yang tersebar di seluruh wilayah pertanaman kakao dengan tingkat infestasi yang beragam antar lokasi (Ditjenbun, 2004). Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan PBK antara 60–84%, sedangkan kehilangan hasil oleh serangan Helopeltis spp. sampai saat ini belum dijumpai data yang akurat (Wiryadiputra et al., 1994). 2
Serangan berat Helopeltis spp. pada pertanaman kakao di Malaysia dapat menurunkan hasil lebih dari 50% (Wood dan Chung, 1989). Berkaitan dengan potensi beberapa TRO dalam mengendalikan hama, perlu dilakukan penelitian dalam skala lapang untuk mengetahui efektivitas formulasi beberapa jenis TRO sebagai bahan baku pestisida nabati, khususnya terhadap hama utama pada tanaman kakao.
B.
Pokok Permasalahan Kehilangan hasil akibat
oraganisme pengganggu tanaman (OPT) di
perkebunan kakao dirasakan masih cukup tinggi. Salah satu permasalahan dalam budidaya kakao adalah adanya serangan C. cramerella dan Helopeltis sp. Hal ini dapat dilihat dari besarnya biaya pengendalian hama dan penyakit, yaitu sekitar 40% dari biaya produksi. Sebagian besar petani dan perkebunan besar masih menggunakan insektisida kimia untuk mengendalikan hama. Penggunaan insektisida secara terus menerus dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lain yang lebih berat, antara lain terjadinya resistensi hama, pencemaran lingkungan, dan ditolaknya produk ekspor akibat residu pestisida. Oleh karena itu perlu dicari metode pengendalian hama kakao yang efektif dan efisien serta ramah lingkungan, yaitu dengan menggunakan pestisida berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal. Bahan aktif pestisida tersebut berasal dari tanaman rempah dan obat yang banyak tersedia di sekitar kita. Oleh karena itu, dilakukan penelitian formulasi pestisida berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengendalikan hama utama kakao.
C.
Maksud dan Tujuan Kegiatan Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan
informasi efektivitas dan analisa ekonomi formulasi pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengendalikan hama utama kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.).
3
D.
Metodologi Pelaksanaan
1.
Lokus Kegiatan Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tanaman, Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, perkebunan kakao di PTPN VIII Rajamandala, Bandung Barat, dan perkebunan kakao milik petani di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. a.
Laboratorium Hama Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor
sebagai
tempat
untuk
pembuatan
formulasi
pestisida
nabati,
perbanyakan serangga Helopeltis sp., dan pengujian tingkat laboratorium. Laboratorium ini cukup memadai sehingga pelaksanaan kegiatan pengujian dapat berjalan efektif dan efisien. b.
Perkebunan kakao PTPN VIII Rajamandala, Bandung Barat. Lokasi kebun yang digunakan untuk pengujian lapang berada di Panglejar (dahulu bernama Cikumpay).
c.
Perkebunan kakao milik petani di Polewali Mandar, Sulawesi Barat yang dipilih merupakan perkebunan kakao yang cukup memadai, dilihat dari lokasi yang mudah dijangkau, jumlah tanaman kakao untuk pengujian, dan responden untuk analisa ekonomi.
2.
Fokus Kegiatan Kegiatan penelitian difokuskan pada pembuatan dan pengujian formula
pestisida nabati yang dilaksanakan di laboratorium dan lapang. Pengujian dilaksanakan secara bertahap. Hasil pegujian di laboratorium yang terbaik digunakan pada pengujian di lapang. Disamping pengujian terhadap hama utama kakao, dilakukan pula pengujian terhadap musuh alaminya. Analisa ekonomi dilaksanakan untuk mendukung penggunaan formulasi pestisida nabati tersebut. Fokus kegiatan terdiri dari 4 kegiatan: a. Pengujian formula pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengendalikan C. cramerella dan Helopeltis sp. pada tanaman kakao di laboratorium b. Efikasi formulasi pestisida nabati terhadap pengisap buah Helopeltis sp skala lapang di kebun kakao di Jawa Barat c.
Pengendalian penggerek buah kakao C. cramerella dan Helopeltis sp. pada tanaman kakao dengan formula pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal di Sulawesi Barat 4
d. Analisa ekonomi pengendalian C. cramerella dan Helopeltis sp. dengan menggunakan pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal pada tanaman kakao.
3.
Ruang Lingkup Pada kegiatan ini dilakukan pengujian pengendalian C. cramerella dan
Helopeltis sp. pada tanaman kakao dengan menggunakan pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal. Pengujian diawali pada tingkat laboratorium, meliputi pengujian efikasi serta efektivitas antifeedant dan repelensi. Hasil pengujian di laboratorium tersebut diuji efikasinya di tingkat lapang, dengan melihat tingkat mortalitas serangga uji (Helopeltis sp.) dan intensitas serangan. Sebagai data pendukung dilaksanakan pengujian terhadap musuh alami dan panen kakao. Penelitian dilaksanakan di Jawa Barat dan Sulawesi Barat.
4.
Bentuk Kegiatan Bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah:
a.
Pengujian formula pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengendalikan C. cramerella dan Helopeltis sp. pada tanaman kakao di laboratorium
b.
Efikasi formulasi pestisida nabati terhadap pengisap buah Helopeltis sp skala lapang di kebun kakao di Jawa Barat
c.
Pengendalian penggerek buah kakao C. cramerella dan Helopeltis sp. pada tanaman kakao dengan formula pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal di Sulawesi Barat
d.
Analisa ekonomi pengendalian C. cramerella dan Helopeltis sp. dengan menggunakan pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal pada tanaman kakao.
5
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
A.
Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
1.
Perkembangan Kegiatan
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao di Laboratorium 1)
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor, Jawa Barat, pada tahun 2012. 2)
Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain stoples plastik, kotak
plastik, cutter, kuas, kurungan plastik, stoples, cawan petri, counter dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Helopeltis sp., buah mentimun, label dan lain-lain. 3)
Metode penelitian
a)
Perbanyakan serangga Serangga Helopeltis sp.dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Serangga dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan diuji adalah stadia nimfa instar 3-4. b)
Pengujian efikasi di laboratorium Pengujian dilakukan terhadap stadia nimfa instar 3-4, karena potensinya
paling besar menimbulkan kerusakan tanaman. Perlakuan meliputi: (1)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan ethanol tanpa rerak (saponin );
(2)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan air+ethanol tanpa rerak;
(3)
minyak mimba tanpa rerak (saponin);
(4)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan ethanol dengan rerak (saponin);
(5)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan air+ethanol dengan rerak;
(6)
minyak mimba dengan rerak (saponin);
(7)
neem plus (azadirachtin + sitronellal + eugenol);
(8)
pestisida sintetik deltametrin (sebagai pembanding)
(9)
kontrol (tanpa perlakuan). 6
Konsentrasi yang diuji adalah 4; 8; dan 16 ml/l, sedangkan untuk insektisida sintetik deltametrin konsentrasi yang diuji adalah 0,1; 0,2 dan 0,4 ml/l. Perlakuan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan. Pengujian dilakukan dengan dua cara yaitu pencelupan pakan dan penyemprotan langsung ke serangga. Pada metode pencelupan, pakan dicelup pada beberapa konsentrasi yang diujikan dan dikeringanginkan. Tiap ulangan terdiri 10 ekor nimfa Helopeltis sp. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas serangga dan dilakukan pada 3; 6; 24; 48; 72; dan 96 jam setelah aplikasi. Pada metode penyemprotan dilakukan penyemprotan secara langsung pada serangga dengan insektisida uji.
c)
Pengujian aktifitas antifeedant dan repellant insektisida nabati terhadap pengisap buah kakao Helopeltis sp. Pengujian aktifitas dilakukan untuk menguji aktifitas antifeedant dan repellant
diuji dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Pada metoda pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol yang sama banyak ditempatkan berselang-seling dalam wadah, kemudian 100 ekor serangga dibiarkan memilih pakan dalam wadah tersebut. Pada uji tanpa pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol dalam cawan terpisah. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang hinggap pada perlakuan (P) dan kontrol (K) pada 10 menit, 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Indek Repelensi (IR) dihitung berdasarkan formula Pascual-villalobos dan Robledo dalam Wiratno et al, 2008:
K-P IR x100% K P K
= serangga hinggap pada kontrol
P
= serangga hinggap pada perlakuan
Nilai positif menunjukkan penolakan (repelensi) dan nilai negatif menunjukkan ketertarikan (atraktansi)
7
b.
Efikasi Formulasi Pestisida Nabati terhadap Pengisap Buah Helopeltis sp Skala Lapang
1)
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Cikumpay PTPN VIII, Rajamandala, Bandung Barat, Jawa Barat, pada tahun 2012.
2)
Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain stoples plastik, kuas, kurungan plastik mika, mini sprayer, label, dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini nimfa Helopeltis sp., buah mentimun, dan lainlain.
3)
Metode penelitian
a)
Perbanyakan serangga Serangga Helopeltis sp. dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Jawa barat. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan diuji adalah stadia nimfa instar 3-4. b)
Pengujian efikasi di lapangan Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 5 ulangan.
Perlakuan yang akan diuji adalah hasil dari pengujian laboratorium, yaitu konsentrasi 8 ml/l untuk jenis pestisida nabati dan 0,2 ml/l untuk pestisida sintetik. Untuk aplikasi dipilih buah kakao dengan diameter 3-6 cm dan panjang sekitar 10-15 cm. Buah terpilih diberi label dan disemprot sesuai perlakuan dengan insektisida nabati dan ditambahkan perekat sampai meliputi seluruh buah sekitar 2-4 ml larutan/buah dan serangga uji. Buah yang sudah disemprot dikurung dengan kurungan dari plastik mika dan kasa berdiameter 10 cm dan panjang 20 cm. Pada kurungan masingmasing diisi sepuluh ekor nimfa Helopeltis sp. dari hasil perbanyakan di laboratorium. Parameter yang diamati adalah mortalitas Helopeltis sp. (3, 6, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah aplikasi) dan intensitas serangan pada permukaan buah.
8
c.
Pengendalian PBK C. cramerella dan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao dengan Formula Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal di Sulawesi Barat
1)
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar,
Sulawesi Barat pada tahun 2012. 2)
Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain knapsack sprayer,
plastik, hand counter, dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain C. cramerella, Helopeltis sp., tanaman kakao, buah kakao, dan lain-lain. 3)
Metode penelitian Penelitian dirancang dalam Split Plot dalam rancangan acak kelompok, yang
terdiri atas: (a)
Main Plot, terdiri atas (1) sanitasi; dan (2) tanpa sanitasi.
(b)
Sub plot terdiri atas: (1) Neem Plus; (2) Mimba + rerak; (3) Asimbo; (4) Sitronellal; (5) Bioprotektor-2; (6) Azadirachtin; (7) Pestisida sintetik yang biasa digunakan petani (8) Kontrol (air). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Aplikasi insektisida
dilakukan dengan menggunakan alat semprot knapsack sprayer yang bertekanan 4 atm. Setiap penyemprotan dilakukan dengan cara mengarahkan nozzle ke buahbuah kakao dan cabang-cabang horizontal tempat imago PBK bertelur dan beristirahat,
karena
sasaran
penyemprotan
adalah
stadium
imago
PBK.
Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak yang tidak dilakukan pengendalian apapun. Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) sebagai tanaman 9
sampel. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang ± 9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik pohon. Hasil pengamatan tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil pada perlakuan insektisida yang diuji dibandingkan dengan kontrol. Tingkat kerusakan akibat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan berat dengan kriteria sebagai berikut: (1)
Serangan ringan, apabila semua biji masih dapat dikeluarkan dari kulit buah dan antar biji tidak terlalu lengket (persentase biji lengket < 10%).
(2)
Serangan sedang, apabila biji saling lengket tetapi masih dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket antara 10-50%)
(3)
Serangan berat, apabila biji saling lengket dan tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket > 50%). Efikasi insektisida yang diuji didasarkan pada tingkat serangan PBK dan
persentase kehilangan hasil yang diamati pada buah contoh yang dipilih yang pada awal masih bebas dari serangan PBK. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap 10 hari sekali setelah aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang ± 9 cm) dipanen pada akhir pengujian. Efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Abbott:
Ca - Ta EI x100% Ca EI = efikasi insektisida yang diuji (%) Ca = intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida Ta = intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikasi insektisida. Untuk menghitung intensitas serangan PBK digunakan rumus:
1R 3S 9B I AT I
=intensitas serangan
B
= jumlah buah terserang berat
R
=jumlah buah terserang ringan
A
= nilai skor tertinggi
S
=jumlah buah terserang sedang
T
= jumlah buah diamati
Pengamatan intensitas serangan pengisap buah kakao Helopeltis sp. dilakukan dengan menghitung jumlah tusukan (gejala bekas tusukan)/buah/daun muda yang dikonversikan kedalam persen serangan, dengan kriteria: 10
(1)
1-10 tusukan = < 10 % = ringan,
(2)
11-50 tusukan/bercak = 11-25 % = sedang,
(3)
51-100 tusukan/bercak = 26-50 % = berat
(4)
> 101 tusukan = >51 % = sangat berat
Persentase kehilangan hasil dihitung berdasarkan persamaan regresi yang dikemukakan oleh Wardani et al. (1997), dengan menggunakan rumus : Y = - 0,0210 + 0,1005 X Y = persentase kehilangan hasil (%) X = intensitas serangan. Intensitas serangan ini merupakan suatu nilai.
Data hasil pengamatan selanjutnya digunakan untuk menghitung efikasi insektisida yang diuji dengan rumus Abbott (Ciba-Geigy, 1981) yaitu:
Ca Ta EI 100% Ca EI =efikasi insektisida yang diuji (%) Ca =intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida Ta =intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikas insektisida Untuk menentukan keefektifan insektisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai efikasi dengan rumus (1/2n + 1), n = jumlah pengamatan. Jika nilai efikasi insektisida > 50%, maka insektisida bersifat efektif terhadap hama sasaran, sebaliknya tidak efektif bila nilainya < 50%. Sebagai data penunjang juga dilakukan pengamatan terhadap tingkat keracunan (fitotoksisitas) tanaman kakao dan pengaruhnya terhadap populasi musuh alami akibat perlakuan insektisida uji.
11
d.
Analisis Ekonomi Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Dasar Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronelal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.)
1)
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun rakyat milik petani di Kecamatan Luyo,
Kabupaten Polewali, Sulawesi Barat. 2)
Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat survey
dan wawancara untuk pengambilan data. 3)
Metode Introduksi teknologi pengendalian hama utama kakao pada pertanaman kakao
menggunakan formula pestida nabati usahatani ditingkat petani dan perkebunan diharapkan dapat diperoleh nilai tambah bagi petani maupun perkebunan, walaupun petani atau perkebunan harus mengeluarkan biaya tambahan, baik untuk pembelian produk pestisida nabati tersebut maupun biaya operasional lainnya. Untuk itu perlu dilakukan analisis usahatani dari introduksi teknologi itu. Perkebunan/petani pada umumnya bersedia mengeluarkan biaya tambahan dalam mengadopsi teknologi introduksi apabila merasa yakin akan menerima keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari teknologi tradisional yang biasa mereka lakukan. Untuk mengetahui kelayakan ekonomis introduksi teknologi baru, maka digunakan analisis anggaran masukan dan hasil (input – output budget analysis) (Malian, 1989). Untuk menentukan tingkat efisiensi teknologi pengendalian hama kakao dengan pestisida nabati dibandingkan dengan pengendalian yang dilakukan oleh petani dalam penelitian ini digunakan 2 pendekatan yaitu dengan mengukur tingkat efiisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis diukur berdasarkan produksi kakao per satuan luas dan efisiensi ekonomi diukur berdasarkan (Kay dan Edward, 1999):
12
(1)
Pendapatan per satuan luas (Crop Value per Acre) yang diukur dari nilai total produksi komoditas kakao dibagi per satuan luas areal penanaman,
(2)
Operating Expense Ratio (OER) yaitu rasio antara biaya operasional (CV) dan pendapatan kotor (GR), makin kecil persentase OER makin efisien teknologi pengendalian penggunaan pestisida nabati yang diintroduksikan.
C OER V 100% GR (3)
Net Farm Income from Operation Ratio (NFIO) yaitu rasio antara pendapatan kotor (GR) dikurangi biaya operasional teknologi yang diintroduksikan (CV) dan pendapatan kotor (GR), nilai ini menunjukkan persentase sisa pendapatan setelah dikurangi dengan biaya operasional. Makin besar persentase NFIO maka perlakuan mempunyai efisiensi ekonomi semakin tinggi.
GR - CV NFIO 100% GR
2.
Kendala dan Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Tidak ada.
B.
Pengelolaan Administrasi Manajerial
1.
Perencanaan Anggaran URAIAN
PAGU
BELANJA
(Rp.)
Honor yang terkait dengan output kegiatan Bahan Belanja Barang Non Operasional Lainnya Belanja Perjalanan Lainnya (DN) 2.
TERMIN 1 (30%)
2 (50%)
3 (20%)
(Rp.)
(Rp.)
(Rp.)
108.180.000 49.000.000
32.454.000 14.700.000
54.090.000 24.500.000
21.636.000 9.800.000
81.200.000
24.360.000
40.600.000
16.240.000
11.620.000
3.486.000
5.810.000
2.324.000
Mekanisme Pengelolaan Anggaran Seluruh dana untuk penelitian/kegiatan insentif ini berasal dari DIPA
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2012. Pencairan dana Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa dilakukan sebanyak 3 (tiga) termin, yaitu: Termin pertama sebanyak 30%, Termin kedua sebanyak 50%, dan Termin ketiga 13
sebanyak 20%. Dasar pencairan dana program insentif adalah surat perjanjian antara pejabat lembaga penerima atau yang mewakili dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) insentif sesuai dengan jumlah proposal yang disetujui sesuai Surat Keputusan Menteri Riset dan Teknologi. Dana Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa dikenakan pajak berupa PPN 10% dan Pph 2% yang dipotong langsung oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta pada saat penagihan dana sesuai termin. Pencairan dana sesuai dengan termin telah dilengkapi beberapa dokumen diperlukan. 3.
Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Aset pada penelitian ini merupakan aset tidak berwujud, berupa aset yang
tidak dapat dilihat secara fisik peralatan teknologi. Aset ini merupakan hasil kekayaan intelektual yang dihimpun dalam bentuk Laporan Kegiatan yang berisikan informasi ilmiah hasil pelaksanaan kegiatan penelitian. Asset tidak berwujud ini dilimpahkan kepada Kementerian-Lembaga terkait.
4.
Kendala dan Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Tidak ada.
14
III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
A.
Metode Pencapaian Target Kinerja
1.
Kerangka-Rancangan Metode Penelitian
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao di Laboratorium 1)
Perbanyakan serangga Serangga Helopeltis sp.dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Serangga dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan diuji adalah stadia nimfa instar 3-4. 2)
Pengujian efikasi di laboratorium Pengujian dilakukan terhadap stadia nimfa instar 3-4, karena potensinya
paling besar menimbulkan kerusakan tanaman. Perlakuan yang akan dilaksanakan di laboratorium adalah: (1)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan ethanol tanpa rerak (saponin );
(2)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan air+ethanol tanpa rerak;
(3)
minyak mimba tanpa rerak (saponin);
(4)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan ethanol dengan rerak (saponin);
(5)
mimba (azadirachtin) yang diekstrak dengan air+ethanol dengan rerak;
(6)
minyak mimba dengan rerak (saponin);
(7)
neem plus (azadirachtin + sitronellal + eugenol);
(8)
pestisida sintetik deltametrin (sebagai pembanding)
(9)
kontrol (tanpa perlakuan). Konsentrasi yang diuji adalah 4; 8; dan 16 ml/l, sedangkan untuk insektisida
sintetik deltametrin konsentrasi yang diuji adalah 0,1; 0,2 dan 0,4 ml/l. Perlakuan ditata dalam Rancangan Acak Lengkap dengan empat ulangan. Pengujian dilakukan dengan dua cara yaitu pencelupan pakan dan penyemprotan langsung ke serangga. Pada metode pencelupan, pakan dicelup pada beberapa konsentrasi yang diujikan dan dikeringanginkan. Tiap ulangan terdiri 10 ekor nimfa Helopeltis sp. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas serangga dan dilakukan pada 3; 6; 24; 48; 72; dan 96 jam setelah aplikasi. Pada metode 15
penyemprotan dilakukan penyemprotan secara langsung pada serangga dengan insektisida uji. 3)
Pengujian aktifitas antifeedant dan repellant insektisida nabati terhadap pengisap buah kakao Helopeltis sp. Pengujian aktifitas dilakukan untuk menguji aktifitas antifeedant dan repellant
diuji dengan metode pilihan dan tanpa pilihan. Pada metoda pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol yang sama banyak ditempatkan berselang-seling dalam wadah, kemudian 100 ekor serangga dibiarkan memilih pakan dalam wadah tersebut. Pada uji tanpa pilihan, buah mentimun perlakuan dan kontrol dalam cawan terpisah. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah serangga yang hinggap pada perlakuan (P) dan kontrol (K) pada 10 menit, 30 menit, 1 jam, 3 jam, 6 jam, dan 24 jam. Indek Repelensi (IR) dihitung berdasarkan formula Pascual-villalobos dan Robledo dalam Wiratno et al, 2008:
K-P IR x100% K P K
= serangga hinggap pada kontrol
P
= serangga hinggap pada perlakuan
Nilai positif menunjukkan penolakan (repelensi) dan nilai negatif menunjukkan ketertarikan (atraktansi)
b.
Efikasi Formulasi Pestisida Nabati terhadap Pengisap Buah Helopeltis sp Skala Lapang
1)
Perbanyakan serangga Serangga Helopeltis sp. dikoleksi dari komoditas tanaman kakao terserang di
PTPN VIII Jawa barat. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperbanyak (rearing). Pakan serangga digunakan adalah buah mentimun (pakan alternatif). Serangga yang akan diuji adalah stadia nimfa instar 3-4. 2)
Pengujian efikasi di lapangan Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 5 ulangan.
Perlakuan yang akan diuji adalah hasil dari pengujian laboratorium, yaitu konsentrasi 8 ml/l untuk jenis pestisida nabati dan 0,2 ml/l untuk pestisida sintetik. Untuk aplikasi dipilih buah kakao dengan diameter 3-6 cm dan panjang sekitar 10-15 cm. Buah 16
terpilih diberi label dan disemprot sesuai perlakuan dengan insektisida nabati dan ditambahkan perekat sampai meliputi seluruh buah sekitar 2-4 ml larutan/buah dan serangga uji. Buah yang sudah disemprot dikurung dengan kurungan dari plastik mika dan kasa berdiameter 10 cm dan panjang 20 cm. Pada kurungan masingmasing diisi sepuluh ekor nimfa Helopeltis sp. dari hasil perbanyakan di laboratorium. Parameter yang diamati adalah mortalitas Helopeltis sp. (3, 6, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah aplikasi) dan intensitas serangan pada permukaan buah. c.
Pengendalian PBK C. cramerella dan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao dengan Formula Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal di Sulawesi Barat
1)
Metode penelitian Penelitian dirancang dalam Split Plot dalam rancangan acak kelompok, yang
terdiri atas: (a)
Main Plot, terdiri atas (1) sanitasi; dan (2) tanpa sanitasi.
(b)
Sub plot terdiri atas: (1) Neem Plus; (2) Mimba + rerak; (3) Asimbo; (4) Sitronellal; (5) Bioprotektor-2; (6) Azadirachtin; (7) Pestisida sintetik yang biasa digunakan petani (8) Kontrol (air). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Aplikasi insektisida
dilakukan dengan menggunakan alat semprot knapsack sprayer yang bertekanan 4 atm. Setiap penyemprotan dilakukan dengan cara mengarahkan nozzle ke buahbuah kakao dan cabang-cabang horizontal tempat imago PBK bertelur dan beristirahat,
karena
sasaran
penyemprotan
adalah
stadium
imago
PBK.
Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak yang tidak dilakukan pengendalian apapun. Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) sebagai tanaman 17
sampel. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang ± 9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik pohon. Hasil pengamatan tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil pada perlakuan insektisida yang diuji dibandingkan dengan kontrol. Tingkat kerusakan akibat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan berat dengan kriteria sebagai berikut: (1)
Serangan ringan, apabila semua biji masih dapat dikeluarkan dari kulit buah dan antar biji tidak terlalu lengket (persentase biji lengket < 10%).
(2)
Serangan sedang, apabila biji saling lengket tetapi masih dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket antara 10-50%)
(3)
Serangan berat, apabila biji saling lengket dan tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket > 50%). Efikasi insektisida yang diuji didasarkan pada tingkat serangan PBK dan
persentase kehilangan hasil yang diamati pada buah contoh yang dipilih yang pada awal masih bebas dari serangan PBK. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap 10 hari sekali setelah aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang ± 9 cm) dipanen pada akhir pengujian. Efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Abbott:
Ca - Ta EI x100% Ca EI = efikasi insektisida yang diuji (%) Ca = intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida Ta = intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikasi insektisida. Untuk menghitung intensitas serangan PBK digunakan rumus:
1R 3S 9B I AT I
=intensitas serangan
B
= jumlah buah terserang berat
R
=jumlah buah terserang ringan
A
= nilai skor tertinggi
S
=jumlah buah terserang sedang
T
= jumlah buah diamati
Pengamatan intensitas serangan pengisap buah kakao Helopeltis sp. dilakukan dengan menghitung jumlah tusukan (gejala bekas tusukan)/buah/daun muda yang dikonversikan kedalam persen serangan, dengan kriteria: 18
(1)
1-10 tusukan = < 10 % = ringan,
(2)
11-50 tusukan/bercak = 11-25 % = sedang,
(3)
51-100 tusukan/bercak = 26-50 % = berat
(4)
> 101 tusukan = >51 % = sangat berat
Persentase kehilangan hasil dihitung berdasarkan persamaan regresi yang dikemukakan oleh Wardani et al. (1997), dengan menggunakan rumus : Y = - 0,0210 + 0,1005 X Y = persentase kehilangan hasil (%) X = intensitas serangan. Intensitas serangan ini merupakan suatu nilai.
Data hasil pengamatan selanjutnya digunakan untuk menghitung efikasi insektisida yang diuji dengan rumus Abbott (Ciba-Geigy, 1981) yaitu:
Ca Ta EI 100% Ca EI =efikasi insektisida yang diuji (%) Ca =intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida Ta =intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikas insektisida Untuk menentukan keefektifan insektisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai efikasi dengan rumus (1/2n + 1), n = jumlah pengamatan. Jika nilai efikasi insektisida > 50%, maka insektisida bersifat efektif terhadap hama sasaran, sebaliknya tidak efektif bila nilainya < 50%. Sebagai data penunjang juga dilakukan pengamatan terhadap tingkat keracunan (fitotoksisitas) tanaman kakao dan pengaruhnya terhadap populasi musuh alami akibat perlakuan insektisida uji.
d.
Analisis Ekonomi Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Dasar Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronelal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.)
1)
Metode Introduksi teknologi pengendalian hama utama kakao pada pertanaman kakao
menggunakan formula pestida nabati usahatani ditingkat petani dan perkebunan diharapkan dapat diperoleh nilai tambah bagi petani maupun perkebunan, walaupun petani atau perkebunan harus mengeluarkan biaya tambahan, baik untuk pembelian
19
produk pestisida nabati tersebut maupun biaya operasional lainnya. Untuk itu perlu dilakukan analisis usahatani dari introduksi teknologi itu. Perkebunan/petani pada umumnya bersedia mengeluarkan biaya tambahan dalam mengadopsi teknologi introduksi apabila merasa yakin akan menerima keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari teknologi tradisional yang biasa mereka lakukan. Untuk mengetahui kelayakan ekonomis introduksi teknologi baru, maka digunakan analisis anggaran masukan dan hasil (input – output budget analysis) (Malian, 1989). Untuk menentukan tingkat efisiensi teknologi pengendalian hama kakao dengan pestisida nabati dibandingkan dengan pengendalian yang dilakukan oleh petani dalam penelitian ini digunakan 2 pendekatan yaitu dengan mengukur tingkat efiisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis diukur berdasarkan produksi kakao per satuan luas dan efisiensi ekonomi diukur berdasarkan (Kay dan Edward, 1999): (1)
Pendapatan per satuan luas (Crop Value per Acre) yang diukur dari nilai total produksi komoditas kakao dibagi per satuan luas areal penanaman,
(2)
Operating Expense Ratio (OER) yaitu rasio antara biaya operasional (CV) dan pendapatan kotor (GR), makin kecil persentase OER makin efisien teknologi pengendalian penggunaan pestisida nabati yang diintroduksikan.
C OER V 100% GR (3)
Net Farm Income from Operation Ratio (NFIO) yaitu rasio antara pendapatan kotor (GR) dikurangi biaya operasional teknologi yang diintroduksikan (CV) dan pendapatan kotor (GR), nilai ini menunjukkan persentase sisa pendapatan setelah dikurangi dengan biaya operasional. Makin besar persentase NFIO maka perlakuan mempunyai efisiensi ekonomi semakin tinggi.
GR - CV NFIO 100% GR
2.
Indikator Keberhasilan Pencapaian Indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini adalah diperolehnya informasi
satu sampai dua formulasi dan analisa ekonomi formulasi pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronelal untuk mengendalikan hama utama kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.). 20
3.
Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Kegiatan
a.
Pengujian
Formula
Pestisida
Nabati
Berbahan
Aktif
Saponin,
Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao di Laboratorium 1)
Pengujian efikasi di laboratorium Hasil dari sub kegiatan pengujian efikasi di laboratorium menunjukkan bahwa
formulasi pestisida nabati uji efektif mengendalikan Helopeltis sp. (Tabel 1.). Tabel 1. Rata-rata mortalitas (%) Helopeltis sp. akibat perlakuan beberapa pestisida dengan metode semprot serangga di laboratorium (2012). No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air + ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin + ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air + ethanol + rerak
6.
Minyak mimba + rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi (ml/l) 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 0,1 0,2 0,4
3 12,5abc 12,5abc 10,0abc 2,5ab 7,5abc 12,5abc 0,0a 0,0a 5,0abc 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 0,0a 2,5ab 2,5ab 2,5ab 2,5abc 5,0abc 5,0abc 10,0abc 30,0bc 32,5c 30,0abc 0,00a
Jam Setelah Aplikasi (JSA) 6 24 48 22,5abc 37,5bcd 47,5bc 20,0ab 62,5bcd 65,0bc 17,5abc 67,5bcd 70,0bc 12,5ab 35,0bc 50,0bc 25,0a-d 52,5bcd 57,5bc 37,5b-e 65,0bcd 60,0bc 12,5ab 52,5bcd 55,0bc 10,0ab 55,0bcd 55,0bc 17,5ab 75,0bcd 75,0bc 22,5abc 47,5bcd 47,5bc 7,5ab 52,5bcd 60,0bc 7,5ab 65,0bcd 72,5bc 15,0ab 40,0bcd 52,5bc 17,5abc 37,5bc 52,5bc 15,0ab 72,5bcd 72,5bc 10,0ab 35,0ab 37,5b 10,0ab 52,5bcd 55,0bc 15,0ab 72,5bcd 72,5bc 17,5abc 50,0bcd 52,5bc 20,0a-d 72,5bcd 77,5bc 25,0a-d 90,0cd 90,0bc 70,0de 100,0d 100,0c 65,0cde 100,0d 100,0c 80,0e 100,0d 100,0c 0,00a 0,00a 0,00a
72 47,5bc 67,5bc 72,5bc 50,0bc 62,5bc 70,0bc 57,5bc 62,5bc 75,0bc 57,5bc 62,5bc 77,5bc 52,5bc 60,0bc 75,0bc 37,5b 62,5bc 75,0bc 57,5bc 77,5bc 90,0c 100,0c 100,0c 100,0c 0,00a
Keterangan : 1) 0 = belum ada yang mati 2) Data hasil transformasi dengan x 1 3) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
21
Tabel 2. Rata-rata mortalitas (%) Helopeltis sp. akibat perlakuan beberapa pestisida dengan metode celup pakan di laboratorium (2012). No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air + ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin + ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air + ethanol + rerak
6.
Minyak mimba + rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi (ml/l) 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 0,1 0,2 0,4
3 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,5 0,0 2,5 0,0 10,0 10,0 30,0 0,0
a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a ab ab ab a
6 5,0 0,0 10,0 7,5 7,5 2,5 2,5 2,5 7,5 2,5 2,5 5,0 0,0 0,0 2,5 2,5 2,5 5,0 2,5 5,0 25,0 32,5 32,5 32,5 0,0
ab a abc ab ab a a a ab a a ab a a a a a ab a ab a c c bc a
24 5,0 5,0 27,5 12,5 15,0 20,0 22,5 32,5 42,5 5,0 7,5 35,0 10,0 12,5 17,5 5,0 12,5 22,5 12,5 22,5 50,0 70,0 65,0 72,5 0,0
Jam Setelah Aplikasi (JSA) 48 72 ab 10,0 ab 12,5 ab 10,0 ab 20,0 a-d 35,0 a-d 42,5 abc 12,5 ab 17,5 abc 20,0 abc 25,0 abc 25,0 abc 32,5 a-e 22,5 abc 25,0 a-e 42,5 a-d 65,0 b-e 52,5 bcd 77,5 ab 10,0 ab 10,0 ab 17,5 ab 30,0 b-e 40,0 bcd 52,5 ab 10,0 ab 12,5 ab 20,0 abc 37,5 abc 27,5 abc 40,0 ab 20,0 abc 27,5 abc 20,0 ab 37,5 a-d 37,5 a-d 67,5 abc 15,0 ab 30,0 a-d 35,0 a-d 55,0 cde 67,5 cd 82,5 de 70,0 cd 75,0 de 77,5 d 80,0 e 82,5 d 97,5 a 0,0 a 2,5
ab abc b-f ab a-d a-e a-d d-g ab ab a-e d-g ab b-f b-f a-d b-f d-g a-d c-g fg efg fg g a
Keterangan : 1) 0 = belum ada yang mati 2) Data hasil transformasi dengan x 0,5 3) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa mortalitas Helopeltis sp. tertinggi diperoleh dari formulasi pestisida nabati Neem Plus metode semprot serangga dengan tingkat mortalitas berkisar 7,5%, diikuti azadirachtin yang diekstrak dengan ethanol dengan rerak (saponin) sebesar 5,58% dan minyak mimba sebesar 6,50%. Pada perlakuan Neem Plus, konsentrasi 16 ml/l mampu menyebabkan mortalitas sebesar 90%. Pada metode celup pakan, mortalitas tertinggi akibat pemberian pestisida nabati dicapai pada perlakuan Neem Plus dengan tingkat mortalitas mencapai 82,5%.
22
c)
Pengujian aktifitas antifeedant dan repellant insektisida nabati terhadap pengisap buah kakao Helopeltis sp. Pengujian aktivitas antifeedant dan repelensi dilakukan dengan 2 metode,
yaitu dengan dan tanpa pilihan. Kedua metode ini memperlihatkan bahwa pestisida nabati barbahan aktif azadirachtin menunjukkan indeks repelensi (IR) positif dan cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pestisida ini mampu menyebabkan serangga uji tidak mendekat pada media perlakuan. Tabel 3. Indeks repelensi (IR) Helopeltis sp. terhadap pestisida yang diuji pada metode dengan pilihan No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air + ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin + ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air + ethanol + rerak
6.
Minyak mimba + rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentra si (ml/l) 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 0,1 0,2 0,4
10 Menit 100,00a 11,11bc 100,00a 100,00 11,11bc 66,67ab 100,00a 66,67ab 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a 42,86abc 100,00abc 66,67ab 42,86 100,00a 100,00a 42,86abc 11,11bc 42,86abc 0,00c
Waktu Setelah Aplikasi (JSA) 30 1 3 6 menit Jam Jam Jam 33,33a 25,00ab 23,81a-d 11,11bcd 0,00b 25,00ab -3,70d 3,45cd 45,45a 25,00ab 44,44abc 25,00a-d 100,00a 77,78a 66,67a 13,04bcd 60,00a 66,67a 36,84a-d 30,43a-d 33,33a 42,86a 73,33ab 42,86a-d 60,00a 66,67a 52,94ab 76,47ab 100,00a 81,82a 62,50ab 87,50ab 77,78a 100,00a 36,84a-d 57,89a-d 100,00a 81,82a 73,33ab 87,50ab 100,00a 66,67a 73,33ab 30,43a-d 60,00a 53,85a 36,84a-d 57,89a-d 100,00a 81,82a 100,00a 66,67abc 100,00a 100,00a 85,71a 87,50ab 100,00a 81,82a 100,00a 11,11bcd 45,45a 100,00a 85,71a 76,47ab 77,78a 100,00a 85,71a 50,00a-d 45,45a 53,85a 44,44abc 76,47ab 100,00a 100,00a 33,33a 81,82a 60,00a 81,82a 52,94ab 42,86a-d 100,00a 66,67a 100,00a 87,50ab 100,00a 81,82a 85,71a 100,00a 60,00a 66,67a 85,71a 100,00a 100,00a 66,67a 100,00a 100,00a 0,00b 0,00c 0,00cd 0,00c
24 Jam 15,15bc 40,74abc 15,15bc 90,00ab 58,33ab 80,95ab 65,22ab 72,73ab 90,00ab 40,74abc 58,33ab 58,33ab 58,33ab 80,95ab 31,03abc 80,95ab 90,00ab 65,22ab 100,00a 35,71abc 100,00a 72,73ab 100,00a 100,00a 0,00c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
23
Tabel 4. Indeks repelensi (IR) Helopeltis sp. terhadap pestisida yang diuji dengan metode tanpa pilihan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perlakuan Azadirachtin + ethanol Azadirachtin + air + ethanol Minyak mimba Azadirachtin + ethanol + rerak Azadirahtin + air + ethanol + rerak Minyak mimba + rerak Neem plus Deltametrin
Waktu Setelah Aplikasi (JSA) 30 1 3 6 Menit Jam jam jam
10 menit
24 Jam
100,00a
100,00a
100,00a
71,43a
33,33ab
60,00a
60,00a 100,00a
66,67ab 80,00ab
86,67a 83,33a
47,83bc 81,82a
39,13ab 100,00a
72,73a 100,00a
33,33a
36,84c
5,26c
-8,33c
-28,00c
-25,93c
100,00a
100,00a
100,00a
75,00a
76,47a
85,19a
100,00a 42,86a 100,00a
20,00ab 53,85ab 60,00ab
66,67a 60,00a 100,00a
45,45a 87,50a 100,00a
53,85a 86,67a 68,42a
100,00a 100,00a 90,00a
Keterangan: 1) Konsentrasi insektisida nabati 8 ml/l dan sintetik (deltametrin) 0,2 ml/l. 2) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
b.
Efikasi Formulasi Pestisida Nabati terhadap Pengisap Buah Helopeltis sp. Skala Lapang
Tabel 5. Rata-rata mortalitas dan Intensitas Serangan (IS) (%) Helopeltis sp. dan Efikasi Insektisida (EI) (%) skala lapang JSA / Jam Setelah Aplikasi No.
Perlakuan
IS (%)
EI (%)
3
6
24
48
72
96
4,0ab
6,0ab
8,0abc
14,0abc
16,0a
24,0a
66,00c
2,56
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air + ethanol
0,0a
0,0a
0,0a
10,0ab
20,0a
267a
85,00c
5,98
3.
Minyak mimba
3,0ab
4,0a
4,0abc
8,0ab
12,0a
26,0a
2,80c
5,13
4.
Azadirachtin + ethanol + rerak Azadirachtin + air + ethanol + rerak
6,0ab
6,0ab
10,0abc
16,0abc
27,5a
30,0a
65,00bc
10,26
2,0a
2,0a
4,0a
8,0ab
27,5a
35,0a
72,50c
16,67
5. 6.
Minyak mimba + rerak
2,0a
2,0a
16,0bc
22,0bc
34,0a
38,0a
72,00c
20,51
7.
Neem plus
12,0b
14,0b
18,0c
22,5c
30,0a
35,0a
45,00b
16,67
8.
Deltametrin
90,0c
96,0c
100,0c
100,0d
100,0c
100,0c
3,00a
100,00
9.
Kontrol
2,0a
4,0a
6,0ab
6,0a
14,0a
22,0a
77,00c
0,00
Keterangan: 1) Konsentrasi insektisida nabati 8 ml/l dan sintetik (deltametrin) 0,2 ml/l. 2) Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji Duncan taraf 5%
24
c.
Pengendalian PBK C. cramerella dan Helopeltis sp. pada Tanaman Kakao dengan Formula Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal di Sulawesi Barat Hasil sementara dari penelitian adalah telah dilaksanakan ploting lokasi di
Lingkungan Taroe, Kelurahan Batupanga, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polman Sulawesi Barat. Luas kebun kakao tersebut adalah 4 ha. Tanaman kakao yang ditanam merupakan hasil sambung samping varietas Sulbar1 dan Sulbar 2, dengan umur tanaman sekitar 6 - 7 tahun (pelaksanaan sambung samping dilaksanakan pada tahun 2005). Untuk melihat tingkat serangan awal hama kakao dilakukan pengambilan sampel buah dan diamati tingkat kerusakan akibat serangan pengisap (Helopeltis sp.) dan penggerek buah kakao (PBK). Hasil pengamatan dari 100 contoh buah yang diambil, didapatkan data kerusakan sebagai berikut: Tabel. 6. Pengamatan pendahuluan serangan Helopeltis sp. dan PBK di Lingkungan Taroe, Kelurahan Batupanga, Kecamatan Luyo, Kabupaten Polman Sulawesi Barat. Jenis No. S R Sd B PS (%) IS (%) serangan 1.
Helopeltis sp.
67
20
4
4
74,0
29,4
2.
PBK
26
49
15
10
20,4
7,10
Ket. = S = Sehat (tidak ada serangan); R = Serangan ringan (< 10%); Sd = Serangan sedang (10 - 50%); B = Serangan Berat (>50%); PS = Persentase serangan; IS = Intensitas serangan Aplikasi pestisida nabati direncakan menggunakan 6 jenis pestisida nabati, pembanding (sintetis - Stopper 25 EC, b.a = Lambda sihaloetrin), dan tanpa aplikasi (kontrol). Penelitian dirancang dengan petak utama sanitasi dan tanpa sanitasi dan anak petak adalah aplikasi insektisida. Pada tiap petak perlakuan akan diambil 25 pohon sampel. Sehingga seluruh penelitian menggunakan 1600 pohon. Tanaman kakao yang akan diaplikasikan diambil buah untuk pengamatan, sebanyak 100 buah tiap perlakuan. Untuk itu dipilih buah kakao (pentil) dengan ukuran 9 - 10 cm yang belum terlihat gejala serangan dan akan dipanen pada akhir penelitian. Pengamatan kerusakan pada saat panen rutin seperti yang dilakukan petani tiap 2 minggu pada buah yang matang pada plot-plot perlakuan. Secara keseluruhan 25
intensitas serangan PBK dengan sanitasi lebih rendah daripada tanpa sanitasi. Intensitas terendah pada sanitasi terlihat pada perlakuan Neem Plus, dengan kandungan bahan aktif azadirachtin dan sitronellal.
Tabel 7. Intensitas serangan (%) PBK pada petak perlakuan pestisida nabati Panen I Panen II Perlakuan
Sanitasi
Tanpa
Sanitasi
Sanitasi
Tanpa Sanitasi
Neem Plus;
24,1
35,8
22,7
26,3
Mimba + rerak;
36,5
37,8
22,7
47,0
Asimbo;
34,5
46,5
45,6
45,6
Sitronellal;
33,2
37,9
30,5
52,5
Bioprotektor-2;
24,8
36,0
37,6
48,0
Azadirachtin;
37,0
32,4
35,5
44,2
Lambda sihalotrin
42,1
30,7
24,8
26,9
Kontrol (air).
54,8
45,3
50,5
48,7
Tabel 8. Intensitas serangan (%) Helopeltis sp. pada petak perlakuan pestisida nabati Pengamatan 1 Pengamatan 2 Perlakuan Tanpa Tanpa Sanitasi Sanitasi Sanitasi Sanitasi 8,30 Neem Plus; 11,4 10,7 14,2 Mimba + rerak;
11,5
16,1
9,5
17,2
Asimbo;
11,1
16,3
10,5
12,9
Sitronellal;
12,6
15,4
8,9
11,5
Bioprotektor-2;
11,9
15,1
6,7
12,0
Azadirachtin;
13,6
13,0
12,8
9,8
Deltametrin
10,8
16,0
12,8
9,6
Kontrol (air).
14,0
15,9
12,2
9,9
26
Tabel 9. Berat basah biji kakao (gram) Perlakuan Neem Plus Mimba + rerak Asimbo Sitronellal Bioprotektor-2 Azadirachtin Lambda sihaloetrin Kontrol
Panen 1 Tanpa Sanitasi Sanitasi 1.545,00 1.365,00 1.275,00 1.302,50 1.407,50 1.215,00 1.387,50 1.412,50 1.532,50 1.280,00 1.432,50 1.342,50 1.547,50 1.377,50 1.185,00 1.175,00
Panen 2 Tanpa Sanitasi Sanitasi 1.545,00 1.365,00 1.275,00 1.302,50 1.407,50 1.215,00 1.387,50 1.412,50 1.532,50 1.280,00 1.432,50 1.342,50 1.547,50 1.377,50 1.185,00 1.175,00
Tabel 10. Berat kering biji kakao (gram) Perlakuan Neem Plus Mimba + rerak Asimbo Sitronellal Bioprotektor-2 Azadirachtin Pestisida sintetik Kontrol
Panen 1 Tanpa Sanitasi Sanitasi 677,50 680,00 670,00 660,00 672,50 590,00 697,50 687,50 827,50 695,00 852,50 742,50 820,00 670,00 597,50 610,00
Panen 2 Tanpa Sanitasi Sanitasi 677,50 680,00 670,00 660,00 672,50 590,00 697,50 687,50 827,50 695,00 852,50 742,50 820,00 670,00 597,50 610,00
Pada Tabel 1. dan 2. Secara keseluruhan terlihat berat basah dan berat kering biji kakao pada perlakuan sanitasi lebih tinggi daripada tanpa sanitasi. Pada perlakuan sanitasi berat basah > 1.500 g adalah pada perlakuan Neem plus, Biorotektor 2, dan pembanding (pestisida sintetik). Demikian juga berat kering biji kakao pada perlakuan sanitasi lebih tinggi daripada tanpa sanitasi. Namun, berat kering tertinggi pada perlakuan Azadirachtin. Formulasi produk pestisida nabati juga diujikan terhadap musuh alami hama kakao. Salah satu musuh alami Helopeltis sp yang dijumpai di perkebunan kakao milik petani adalah semut Oecophylla sp. Pada pengujian ini terlihat bahwa pestisida nabati tidak berpengaruh nyata terhadap musuh alami Helopeltis sp, karena kematian yang diakibatkan penggunaannya sangat rendah, berbeda dengan penggunaan pestisida sintetik yang hanya dalam waktu 3 jam sudah mampu menyebabkan kematian 100% musuh alami.
27
Tabel 11. Mortalitas musuh alami Perlakuan Neem Plus; Mimba + rerak; Asimbo; Sitronellal; Bioprotektor-2; Azadirachtin; Deltametrin Kontrol (air). d.
Populasi awal 19,40 27,80 17,40 15,20 18,60 19,40 29,20 18,00
1 0,00 1,60 0,00 0,40 0,00 0,20 25,20 0,00
3 0,00 3,40 1,00 0,60 2,20 0,20 29,20 0,00
Mortalitas jam ke6 24 0,80 4,40 4,40 5,20 2,00 5,60 0,60 0,80 2,60 3,00 0,20 0,40 29,20 29,20 0,00 0,00
48 11,60 8,60 10,60 3,00 3,40 0,80 29,20 0,00
72 10,00 10,00 11,00 5,00 4,20 2,00 29,20 0,00
Analisis Ekonomi Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Dasar Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronelal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (C. cramerella dan Helopeltis sp.) Analisis ekonomi dilakukan di desa Batu Panga, Kabupaten Polewali Mandar,
Sulawesi Barat. Jarak desa ke kota Kabupaten sekitar 21 km dari pusat kota kabupaten dan dari pusat Pemerintahan kabupaten Polewali Mandar. Kondisi jalan separuhnya (lk. 10 km) cukup baik, masuk jalan kecamatan lebih kurang 9 km kondisi jalan sudah mulai rusak serta sepanjang 2 km menuju ke desa tempat dilaksanakannya kegiatan penelitian kondisi jalannya cukup parah. Dari data sekunder, total luas komoditas kakao kabupaten Polewali Mandar seluas 49.275,68 ha, terdiri atas 34.682,47 ha atau sekitar 70% tanaman produktif, 21% atau seluas 10.199,3 ha tanaman muda dan sisanya sebesar lebih kurang 9 % merupakan tanaman yang sudah tua / rusak. Kecamatan Luyo merupakan wilayah kegiatan penelitian mempunyai total luas komoditas kakao 5.603,5 ha yang terdiri atas 4.838,75 ha (86,35 %) merupakan tanaman menghasilkan, 460,75 ha (8,22 %) merupakan tanaman tua / rusak dan seluas 304,00 ha (5,4 %) merupakan tanaman belum menghasilkan atau tanaman muda. Dari data sekunder per kecamatan diperoleh juga rata-rata luas pemilikan lahan kakao per petani seluas 0,68 ha. Produktifitas kakao per hektarnya sebesar 864,68 kg, sehingga setiap keluarga petani kakao memperoleh hasil produksi sekitar lebih kurang 600 kg. Dari data sekunder dalam kabupaten diperoleh rata-rata luas pemilikan lahan / kab seluas 1,07 ha. Produktifitas kakao per hektar adalah 1014,5 kg/ha.
28
Hasil wawancara dengan petani yang merupakan data primer, diperoleh hasil bahwa pada bulan Mei 2012, hasil produksi kakao milik petani pada kondisi panen besar, dengan produksi rata-rata sekitar 1420 kg/ha, panen selanjutnya diperkirakan jatuh pada bulan Agustus/September 2012 dengan kondisi panen kecil dengan prediksi petani akan diperoleh hasil sekita 400 kg/ha, sehingga dalam satu tahun akan diperoleh produksi sekitar 1800 kg kakao kering. Biji kakao yang dijual oleh petani pada umumnya masih kurang memenuhi standar mutu dari unsur kekeringan produk. Rata-rata kadar air pada kakao petani sekitar 20-25 %, dibeli oleh pedagang dengan harga sekitar Rp. 12.000,- - Rp. 14.000,- /kg. Petani pada umumnya tidak mau repot-repot karena dengan dijemur selama lebih kurang 2 hari sudah dibeli oleh pedagang dengan harga tersebut. Kadar air yang ditetapkan oleh dinas perdagangan minimal sekitar 8 s/d 10%. Oleh karenanya umumnya pengeringan selanjutnya dilakukan oleh pedagang. Adanya kegiatan kelompok tani kakao dilokasi kegiatan telah memberikan sedikit motivasi pada anggota melalui melaksanakan penjualan langsung kepada pedagang besar secara berkala. Dari penjualan tersebut, kepada kelompok sudah diberikan harga premium sebesar Rp. 500,- /kg. Hasil wawancara dengan petani mengenai serangan hama dan penyakit pada tanaman mereka terutama terhadap serangan PBK diperoleh keterangan bahwa pada saat panen besar serangan PBK sekitar 20%, sedangkan pada saat panen kecil atau sedang, serangan PBK diperkirakan sekitar 30-35 %. Sehingga rata-rata sekitar 25-27,5 %. Alasan besarnya serangan pada saat panen kecil karena populasi hama yang dianggap oleh petani tetap, sedangkan buahnya lebih sedikit. Alasan lainnya adalah buahnya terdapat di ujung batang/ranting sehingga sulit dipetik selain alasan lainnya adalah karena hasil buahnya hanya sedikit, maka petani malas memeliharanya.
B.
Potensi Pengembangan Ke Depan
1.
Kerangka Pengembangan Ke Depan Pengembangan teknologi pengendalian OPT, khususnya hama pada tanaman
kakao, untuk mengurangi bahkan meniadakan penggunaan insektisida sintetis, melalui demonstrasi plot (Demplot) yang dapat ditiru petani kakao, kemudian sosialisasi kepada petani, sehingga diharapkan dapat mengurangi/meniadakan residu pestisida pada produk dan mengurangi /meniadakan pencemaran lingkungan. 29
2.
Strategi Pengembangan Ke Depan Pengembangan hasil penelitian dapat dengan demonstrasi plot (Demplot)
yang dapat ditiru petani kakao kemudian sosialisasi kepada petani yang dilakukan di sentra-sentra produksi kakao, berkoordinasi dengan BPTP, Dinas Perkebunan, penyuluh, dan instansi terkait lainnya, sehingga hasil penelitian yang sudah dapat diaplikasikan dapat disosialisasikan kepada petani kakao.
30
IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
A.
Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
1.
Kerangka Sinergi Koordinasi Rencana bentuk pelaksanaan koordinasi Kelembagaan-Program terkait
adalah terjalinnya kerja sama antara Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara Balittro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat, Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok, di daerah kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang dilaksanakan di kebun PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama utama kakao dan teh secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
2.
Indikator Keberhasilan Sinergi Koordinasi Indikator keberhasilan sinergi koordinasi adalah terjalinnya kerja sama antara
Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara Balittro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat, Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok, di daerah kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang dilaksanakan di kebun PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama utama kakao dan teh secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
3.
Perkembangan Sinergi Koordinasi Perkembangan sinergi koordinasi adalah telah terjalinnya kerja sama antara
Balai Komoditas (Balit), dalam hal ini antara Balittro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan dan Barat, Dinas terkait, dan BUMN/ PTPN VIII untuk membina kelompok tani Cahaya Talepok, di daerah kecamatan Luyo, Kabupaten Polewali Mandar. Dengan koleksi hama yang dilaksanakan di kebun PTPN VIII dapat membantu dalam mengendalikan hama utama kakao dan teh secara mekanis, sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik.
31
B.
Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
1.
Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Pemanfaatan hasil litbangyasa dapat dilaksanakan dengan aplikasi di tingkat
petani, diawali dengan demonstrasi plot (demplot) dengan kerja sama antara Balai Komoditas (Balit), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas terkait, dan BUMN, dalam hal ini antara Balittro, BPTP Sulawesi Barat/Selatan, Dinas Perkebunan, dan PTPN VIII.
2.
Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Hasil litbangyasa dapat disebut berhasil apabila digunakan di tingkat petani
dan pengguna secara luas. Lebih jauh, keberhasilan penggunaan pestisida nabati ini dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik sehingga berkurangnya dampak negatif yang ditimbulkan, seperti produk pertanian yang rendah/bebas residu bahan kimia sintetis, kesehatan petani dan konsumen menjadi lebih baik, dan lingkungan menjadi baik.
3.
Perkembangan Pemanfaatan Perkembangan pemanfataan hasil litbangyasa dapat dilihat antara lain dari
makin tingginya minat masyarakat untuk kembali ke alam dengan menggunakan bahan-bahan organik, petani untuk menggunakan bahan-bahan organik karena adanya tuntutan konsumen dan kesadaran akan kesehatan, lembaga pendidikan dan penelitian untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan bahan-bahan organik, dalam hal ini pestisida nabati.
32
V. PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Pelaksanaan kegiatan dan anggaran dapat dilaksanakan sesuai rencana dan anggaran. Pada kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa: a. Perlakuan Neem Plus konsentrasi 16 ml/l mampu menyebabkan mortalitas Helopeltis sp. tertinggi dibanding pestisida nabati lain, yaitu sebesar 90% pada 72 JSA. b. Minyak mimba yang diberi rerak (saponin) menunjukkan indeks repelensi (penolakan) yang tinggi (> 50%) Helopeltis sp. untuk hinggap pada media perlakuan. c.
Perlakuan Neem Plus dan Azadirachtin dapat menurunkan intensitas serangan PBK yang lebih tinggi daripada perlakuan pestisida sintetik skala lapang.
d. Perlakuan Neem Plus dan Bioprotektor dapat mengurangi intensitas serangan Helopeltis sp. skala lapang e. Berat basah kakao dengan perlakuan pestisida nabati Neem Plus dan Sitronellal menunjukkan nilai tertinggi dibanding perlakuan yang lain. Berat kering kakao dengan perlakuan pestisida nabati Azadirachtin menunjukkan nilai tertinggi dibanding perlakuan yang lain. f.
Perlakuan pestisida nabati tidak berpengaruh nyata terhadap musuh alami.
g. Produktivitas kakao di kecamatan Luyo pada panen besar mencapai 1420 kg/ha sekitar bulan Mei dan sekitar 400 kg/ha pada panen kecil sekitar bulan Agustus/September. Serangan hama PBK dan busuk buah merupakan salah satu faktor pembatas produksi di Polewali Mandar, Sulawesi Barat dengan tingkat serangan pada panen besar 20% dan panen kecil sekitar 30-35 %. h. Adanya kegiatan kelompok tani kakao dilokasi kegiatan telah memberikan sedikit motivasi pada anggota melalui melaksanakan penjualan langsung kepada pedagang besar secara berkala. Dari penjualan tersebut, kepada kelompok sudah diberikan harga premium sebesar Rp. 500,- /kg.
2. Metode Pencapaian Target Kinerja Metode pencapaian target kinerja dapat dilaksanakan sesuai rencana.
33
3. Potensi Pengembangan Ke Depan Potensi pengembangan pestisida nabati berbahan aktif saponin, azadirachtin, eugenol, dan sitronellal untuk mengandalikan hama utama kakao cukup menjajikan.
4. Sinergi Kelembagaan-Program Dengan terjalinnya koordinasi Kelembagaan-Program yang baik selama ini maka pengembangan pemanfaatan pestisida nabati ini cukup menjajikan.
5. Kerangka Pemanfataan Hasil Litbangyasa Pemanfaatan hasil litbangyasa dapat dilaksanakan dengan aplikasi di tingkat petani, diawali dengan demonstrasi plot (demplot) dengan kerja sama antara Balai Komoditas (Balit), Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas terkait, dan BUMN, dalam hal ini antara Balittro, BPTP Sulawesi Barat/Selatan, Dinas Perkebunan, dan PTPN VIII.
B.
Saran
1.
Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Agar hasil litbangyasa dapat dimanfaatkan sesuai sasaran perlu dibuat
demplot sehingga petani atau pengguna lain dapat melihat secara langsung.
2.
Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Penelitian perlu dilaksanakan sampai pengembangan produk dan efektivitas
daya simpan sehingga dapat dikembangkan pada skala industri dan bersaing dengan pestisida sintetik. Diharapkan dengan adanya dana lanjutan dapat mengintegrasikan formula insektisida nabati dengan strategi pengendalian lain.
34
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat. Jenderal Perkebunan, Jakarta. Goenadi, D.H., J.B. Baon, Herman, dan A. Purwanto. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelittian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 33 hlm. Grainge, M. dan Ahmed, S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York.: John Wiley and Sons. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Pertanian: Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised by Van der Laan. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta. Prakash A. dan Rao. J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York.: Lewis Publisher. Prijono D., J.I. Sudiar, dan Irmayetri. 2006. Insecticidal Activity of Indonesian Plant Extracts Against the Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:Pyralidae). J. ISSAAS 12(1):25-34. ____________ dan H. Triwidodo. 1994. Pemanfaatan Insektisida di Tingkat Petani;; Bogor, 1-2 Desember 1993. Regnault-Roger C. 2005. New Insecticides of Plant Origin for The Third Millenium In: Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, (Eds.). Biopesticides of Plant Origin: Lavoisier Publishing Inc. p 17-35. Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, S. Sukamto, S. Wiryadiputra, L. Winarto, dan N. Primawati. 2002. Analisis status penelitian dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. Bogor 17-18 September 2002. Bag. Proyek PHT Tanaman Perkebunan:161-176. Wardoyo, S. 1988. A Major Hindrance to Cocoa Development. Indonesian Agricultural Research and Developmental Journal 2:1-4. Wardoyo, S. 1983. Pembiakan Helopeltis antonii Signoret di laboratorium pada buah kakao. Muara Perkebunan 51(2):33-38. Wiryadiputra, S.D., E. Sulistyowati, dan A.A. Prawoto. 1994. Teknik Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella (Snellen). Lokakarya Penanggulangan Hama PBK di Indonesia. Jember. Wood, B.J. and G.F. Chung. 1989. Integrated management of insect pests of cocoa in Malaysia. The Planter 65(762):389-418.
35
Lampiran1. Berita Acara No Perihal
: Nota Dinas : Perubahan judul dan kegiatan penelitian
Kepada Yth. Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di tempat Saya yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama
: Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc.
Jabatan
: Peneliti Utama dan Penanggung jawab RPTP PKPP RISTEK TA 2012 Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin,
Azadirachtin,
Mengendalikan
Hama
Eugenol, Utama
dan
Sitronellal
Kakao
untuk
(Conopomorpha
cramerella, Hyposidra sp., dan Helopeltis sp.) 1. Telah melaksanakan perjalanan dinas ke Kebun Cikumpay, PTPN VIII, Rajamandala, Bandung Barat, selama dua hari, terhitung tanggal 7 sampai dengan 8 Juli 2012 dalam rangka koleksi Hyposidra sp. pada tanaman kakao. Hasil survey menunjukkan bahwa tidak diketemukan hama tersebut pada tanaman kakao. Hyposidra sp. banyak ditemukan pada tanaman teh. Oleh karena itu, judul kegiatan semula Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (Conopomorpha cramerella, Hyposidra sp., dan Helopeltis sp.) berubah menjadi Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.) 2. Tidak melaksanakan penelitian analisis ekonomi pada sub kegiatan “Analisis Ekonomi Formulasi Produk Pestisida Nabati Berbahan Aktif Saponin, Azadirachtin, Eugenol, dan Sitronellal untuk Mengendalikan Hama Utama Kakao (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis sp.)” di kebun rakyat Kabupaten Ciamis karena telah dilaksanakan tahun 2011. Analisi ekonomi hanya dilaksanakan di perkebunan rakyat di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
36
Demikian kami sampaikan, untuk keperluan administrasi mohon dapat diproses lebih lanjut.
Bogor, 12 Juli 2012 Penanggung jawab RPTP
Prof. Dr. Ir. I Wayan Laba, MSc. NIP. 19530224 198203 1 002 Tembusan: 1. Ketua Kelti Hama dan Penyakit Tanaman (Proteksi Tanaman) 2. Kepala Sie Pelayanan Teknis 3. Pejabat Pembuat Komitmen
37
Lampiran 2. Foto-foto pelaksanaan penelitian
Gambar 1. Gejala serangan Helopeltis sp. pada tanaman teh (kiri) dan daun teh yang terserang Helopeltis sp. (kanan)
Gambar 2. Koleksi Helopeltis sp pada perkebunan teh (kiri) dan pemindahan serta pemisahan instar Helopeltis sp. dari lapang
Gambar 3. Rearing (perbanyakan) Helopeltis sp. di laboratorium
38
Gambar 4. Pengujian di laboratorium; toples-toples tempat pengujian skala laboratorium; pengujian antifeedant dan repelensi dengan pilihan; pengujian antifeedant dan repelensi tanpa pilihan (gambar dari kiri atas searah jarum jam)
Gambar 5. Pengujian di lapang (searah jarum jam: persiapan, pemasangan kurungan, unit pengamatan, dan penyemprotan) (Kebun Cikumpay, PTPN VIII, Rajamandala, Bandung Barat, Jawa Barat)
39
40
Gambar 6. Kakao-kakao hasil pengujian
Gambar 7. Kegiatan pelaksanaan di lapang (Sulawesi Barat); lokasi penelitian (kiri atas); keadaan tanaman kakao dari dekat (kanan atas); grading buah kakao berdasarkan tingkat kerusakan buah hasil panen (kiri bawah); hasil panen kakao (kanan bawah) 41
Lampiran 3. Data jumlah Helopeltis sp. yang hinggap pada mentimun metode dengan pilihan No.
Perlakuan
1.
Azadirachtin + ethanol
2.
Azadirachtin + air + ethanol
3.
Minyak mimba
4.
Azadirachtin + ethanol + rerak
5.
Azadirahtin + air + ethanol + rerak
6.
Minyak mimba + rerak
7.
Neem plus
8.
Deltametrin
9.
Kontrol
Konsentrasi (ml/l) 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 4 8 16 0,1 0,2 0,4
10 menit
0,00 1,33 0,00 0,00 1,33 0,33 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,67 0,00 0,33 0,67 0,00 0,00 0,67 1,33 0,67 1,67
Waktu Setelah Aplikasi (JSA) 30 1 3 6 menit jam jam jam
1,33 2,67 1,00 0,33 0,67 1,33 0,67 0,00 0,33 0,00 0,00 0,67 0,00 0,00 0,00 1,00 0,33 1,00 1,33 0,67 0,00 0,00 0,67 0,00 2,67
2,00 2,00 2,00 0,67 0,67 1,33 0,67 0,33 0,00 0,33 0,67 1,00 0,33 0,00 0,33 0,00 0,00 1,00 0,33 0,33 0,67 0,33 0,67 0,67 3,33
2,67 4,67 1,67 3,33 2,00 0,67 1,33 1,00 2,00 0,67 0,67 2,00 0,00 0,33 0,00 0,33 0,33 1,67 0,00 1,33 0,00 0,33 0,33 0,00 4,33
4,00 4,67 3,00 0,00 2,67 2,00 0,67 0,33 1,33 0,33 2,67 1,33 1,00 0,33 4,00 0,67 1,67 0,67 0,00 2,00 0,33 0,00 0,00 0,00 5,00
24 Jam
4,67 2,67 4,67 0,33 1,67 0,67 1,33 1,00 0,33 2,67 1,67 1,67 1,67 0,67 3,33 0,67 0,33 1,33 0,00 3,00 0,00 1,00 0,00 0,00 6,33
42
Lampiran 4. Data jumlah Helopeltis sp. yang hinggap pada buah mentimun pada metode tanpa pilihan pada konsentrasi terpilih Waktu Setelah Aplikasi No.
Perlakuan
10 menit
30 menit
1 jam
3 jam
6 jam
24 jam
P
K
P
K
P
K
P
K
P
K
P
K
1
Azadirachtin + ethanol
0,00
1,33
0,00
2,00
0,00
3,33
0,67
4,00
2,00
4,00
1,33
5,33
2
Azadirachtin + air + ethanol
0,33
1,33
0,67
3,33
0,33
4,67
2,00
5,67
2,33
5,33
1,00
6,33
3
Minyak mimba
0,00
2,00
0,33
3,00
0,33
3,67
0,33
3,33
0,00
2,33
0,00
6,00
4
Azadirachtin + ethanol + rerak
0,67
1,33
2,00
4,33
3,00
3,33
4,33
3,67
5,33
3,00
5,67
3,33
5
Azadirachtin + air + ethanol + rerak
0,00
0,67
0,00
3,00
0,00
4,00
0,67
4,67
0,67
5,00
0,67
8,33
6
Minyak mimba + rerak
0,00
0,33
0,67
1,00
0,33
1,67
1,00
2,67
1,00
3,33
0,00
6,67
7
Neem plus
0,67
1,67
1,00
3,33
1,00
4,00
0,33
5,00
0,33
4,67
0,00
6,00
8
Deltametrin
0,00
1,00
0,67
2,67
0,00
4,00
0,00
5,67
1,00
5,33
0,33
6,33
43
Lampiran 5. Lay out penelitian di Sulawesi Barat A. Sanitasi Ulangan NO
Perlakuan
Konsentrasi I ml/l pohon
II pohon
III pohon
IV pohon
1
Neem plus
5,0
25
25
25
25
2
Mimba + rerak
5,0
25
25
25
25
3
Asimbo
5,0
25
25
25
25
4
Sitronellol
5,0
25
25
25
25
5
Bioprotektor-2
5,0
25
25
25
25
6
Azadirachtin
5,0
25
25
25
25
7
Stopper 25 Ec
2,0
25
25
25
25
8
Kontrol
-
25
25
25
25
sampel tanaman yang diamati v v
v
v v
v
v
v
v Keterangan: 1. Dipilih 100 buah sehat yang ukurannya ± 9 cm diberi tanda yang akan dipanen pada akhir peneltian (tergantung ketersediaan bh jika ukurannya ± 9 cm). 2. Buah yabg sudah siap panen ditentukan tingkat kemasakan sesuai kategori kerusakan. 3. Tingkat kerusakan akibat helopeltis dihiyung setiap kali panen. 4. Data yang diperoleh setiap panen dan panen akhir yang ukuran dipilih pada awal penelitian ± 9 cm. 5. 1 ml/200 ml air/pohon 100 ml/20.000 ml/100 pohon 100 ml/20 l air/100 pohon 10 x aplikasi = 1000 ml=1L 44
B. Tanpa Sanitasi Ulangan NO
Perlakuan
Konsentrasi I ml/l pohon
II pohon
III pohon
IV pohon
1
Neem plus
5,0
25
25
25
25
2
Mimba + rerak
5,0
25
25
25
25
3
Asimbo
5,0
25
25
25
25
4
Sitronellol
5,0
25
25
25
25
5
Bioprotektor-2
5,0
25
25
25
25
6
Azadirachtin
5,0
25
25
25
25
7
Stopper 25 Ec
2,0
25
25
25
25
8
Kontrol
-
25
25
25
25
sampel tanaman yang diamati v v
v
v v
v
v
v
v
Keterangan : 1. Dipilih 100 bh sehat yang ukurannya ± 9 cm diberi tanda yang akan dipanen pada akhir peneltian (tergantung ketersediaan bh jika ukurannya ± 9 cm). 2. Buah yabg sudah siap panen ditentukan tingkat kemasakan sesuai kategori kerusakan. 3. Tingkat kerusakan akibat helopeltis dihiyung setiap kali panen. 4. Data yang diperoleh setiap panen dan panen akhir yang ukuran dipilih pada awal penelitian ± 9 cm. 5. 1 ml/200 ml air/pohon 100 ml/20.000 ml/100 pohon 6. 100 ml/20 l air/100 pohon 10 x aplikasi = 1000 ml=1L
45
Lampiran 6. Kuesioner Form : Petani
Kuesioner Sosek Kakao
1.
2.
2.
3.
Nama Desa
: ..............................................................
- Kecamatan
: ..............................................................
- Kabupaten
: ..............................................................
- Propinsi
: ..............................................................
Nama Reponden
: ..............................................................
- Umur Responden
: ..............................................................
- Pengalaman berusahatani Kakao
: ..............................................................
Nama Reponden
: ..............................................................
- Umur Responden
: ..............................................................
- Pengalaman berusahatani Kakao
: ..............................................................
Pemilikan kebun kakao berapa persil ? ................................. .............................. - Umur masing-masing tanaman
4.
- Persil 1
: Luas : .............. ha, umur tanaman : ............ tahun
- Persil 2
: Luas : .............. ha, umur tanaman : ............ tahun
- Persil 3
: Luas : .............. ha, umur tanaman : ............ tahun
Asal bibit dari
: ..............................................................
Jenis/varietas
: ..............................................................
Bentuk bibit
: Polibag/biji
5. Tanaman kakao berbuah pertama kali pada umur ................ tahun 6. Produksi optimal pada umur berapa tahun ? ....................... 7. Produksi mulai menurun pada umur .................. tahun
46
II. Budidaya kakao (saat ini) 1.
2.
Penyiangan tanaman - Per tahun berapa kali ?
: .................... kali
- Upah penyiangan/ha
: Rp. ....................
- Atau per .................................
: Rp. ....................
- Kemampuan menyiang/orang/hari
: ..........................ha ?/tan ?
- Upah tenaga kerja menyiang/hari
: Rp. .....................
Pemupukan tanaman - Berapa kali dilaksanakan pemupukan ? .................... kali - Jenis pupuknya apa dan harganya berapa ? * Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../.................... * Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../.................... * Pupuk ................................................. harga Rp. ..................../.................... - Bulan apa saja pemberian pupuk ? * Bulan .................................. - Dosis pemberian pupuk * Pupuk ............................... = .................... kg/.................. * Pupuk ............................... = .................... kg/.................. * Pupuk ............................... = .................... kg/.................. - Sistim upah memupuk : harian/borongan ? .......................... - Upahnya : Harian Borong
= Rp. ........................../HOK = Rp. ........................../HOK
- Kemampuan meupuk/orang/hari mendapat ......... ha atau ........ tanaman 3.
Wiwil tanaman kakao - Per tahun berapa kali ?
: ................... kali
- atau per bulan berapa kali ?
: ................... kali
-
Kemampuan seorang melakukan wiwil tanaman per orang/hari mendapat ..................... tanaman atau .............................
-
Atau upah mewiwil : Rp. .................................
47
4. Pengendalian Hama dan Penyakit -
Per tahun berapa kali ? ........................ kali/....................
-
Obatnya apa saja ? * Obat ........................................... harga obat ......................./Rp. .................... * Obat ........................................... harga obat ......................./Rp. .................... * Obat ........................................... harga obat ......................./Rp. ....................
-
Per sekali semprot habis obat berapa tangki semprot * Obat ........................................... habis ....................... tangki * Obat ........................................... habis ....................... tangki * Obat ........................................... habis ....................... tangki
-
Alat semprot yang digunakan volume .................. liter
-
Dosis obat yang digunakan ? * Obat ........................................... dosis ....................... /liter air * Obat ........................................... dosis ....................... /liter air
-
Menyemprot, selesai berapa hari/jam ? ..................................
-
Upah menyemprot/hari = Rp. ..................................................
5. Panen buah kakao -
Berapa minggu sekali dilaksanakan panen ? ............................
-
Perolehan buah sekali panen berapa kg ?
.......................... kg buah .......................... kg biji basah .......................... kg biji kering
-
Total produksi per tahun = .............................. kg biji kering
-
Kemampuan seorang panen/hari mendapat ..................... kg biji basah
-
Panen diborongkan atau dipanen sendiri ? ...................................
-
Kalau diborongkan sistimnya ................................................. Upahnya berapa = Rp. ....................................
-
Upah tenaga kerja memanen = Rp. .............................../HOK
-
Bentuk pemanenan sampai dengan buah saja atau sudah dikupas/dibuka ? .............................................................
6. Prosesing pengolahan kakao Gambarkan alurnya, waktunya, kadar air, dan biaya
48
7. Pemasaran -
Produksi kakao dijual kemana ? ...............................................................
-
Pasar desa, harga
= Rp. ......................................................
-
Pasar kecamatan, harga
= Rp. ......................................................
-
Pedagang pengumpul desa, harga = Rp. ..................................................
-
Pedagang pengumpul kecamatan, harga = Rp. ........................................
49