KODE JUDUL : X.176
LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
PENGGUNAAN FEROMONOID SEKS Spodoptera exigua PADA TANAMAN BAWANG MERAH SEBAGAI UPAYA PERBAIKAN AMBANG PENGENDALIAN BERDASARKAN KELOMPOK TELUR DAN INTENSITAS SERANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1.
Ir. Tonny K. Moekasan
2.
Ir. Wiwin Setiawati, MS
3.
Ir. Firdaus Hasan, MS
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera exigua Sebagai
Pada
Tanaman
Upaya
Bawang
Perbaikan
Merah Ambang
Pengendalian Berdasarkan Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan Fokus Bidang Prioritas
1. Teknologi Pangan 2. Teknologi Kesehatan dan Obat 3. Teknologi Enerji 4. Teknologi Transportasi 5. Teknologi Informatika dan Komunikasi 6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 7. Teknologi Material
Kode Produk Target
1.3.
Kode Kegiatan
1.03.01
Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama
Ir. Tonny K. Moekasan
Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP
022-2786245/ 08122387890
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
1
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Ir. Firdaus Hasan, MS
Nama Lembaga
UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan
Alamat
Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan
Telepon/ HP
0411-371593/ 0811462025
Faksimile
-
e-mail
-
Jangka Waktu Kegiatan
: 8 (delapan) bulan
Biaya
: Rp. 150.000.000,-
Menyetujui :
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi NIP 19701007 199803 1 001
Ir. Tonny K. Moekasan NIP. 19590326 198603 1 002
2
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .................
1
DAFTAR ISI ...................................................................
3
DAFTAR GAMBAR ........................................................
5
DAFTAR TABEL ............................................................
7
PENDAHULUAN ...........................................................
8
1.1. Latar Belakang ........................................................
8
1.2. Pokok Permasalahan ..............................................
9
1.3. Maksud dan Tujuan ................................................
11
1.4. Metodologi Pelaksanaan ........................................
11
a. Lokus Kegiatan ...................................................
11
b. Fokus Kegiatan ...................................................
11
c. Bentuk Kegiatan ..................................................
11
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..........
15
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan .............................
15
a. Perkembangan Kegiatan ...................................
15
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan .....
30
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial ......................
30
a. Perencanaan Anggaran ......................................
30
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran .....................
31
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan
31
Aset ....................................................................... d. Kendala/Hambatan Pengelolaan Administrasi
32
Manajerial ............................................................. BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA ...............
33
3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja ............
33
a. Kerangka Metode-Proses ....................................
33
3
b. Indikator Keberhasilan .........................................
33
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbang-
33
yasa ......................................................................
BAB IV
BAB V
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan .........................
34
a. Kerangka Pengembangan Ke Depan ..................
34
b. Strategi Pengembangan Ke Depan .....................
34
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN ..........................
35
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .............
35
a. Kerangka Sinergi Koordinasi ...............................
35
b. Indikator Keberhasilan Sinergi .............................
35
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi ......................
35
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .............................
36
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil .........
36
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan ..................
36
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil .....................
37
PENUTUP ......................................................................
38
5.1. Kesimpulan .............................................................
38
a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran ..
38
b. Metode Pencapaian Target Kinerja .....................
38
c. Potensi Pengembangan Ke Depan .....................
38
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .........
38
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .........
39
5.2. Saran ......................................................................
39
a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan .......
39
b. Keberlanjtan Dukungan Program Ristek .............
39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................
40
4
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
1.
Perangkap feromonoid seks : (a & b) perangkap (c)
12
imago S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks ................. 2.
Ketua Tim Peneliti (Ir. Tonny K. Moekasan, gambar
15
kiri) berkoordinasi dengan petugas penyuluh lapangan di Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang ....................................................................... 3.
Ketua Tim Peneliti (Ir. Tonny K. Moekasan) melakukan
16
sosialisasi maksud dan tujuan penelitian kepada Kelompok Tani Bubun Tanjung, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang .................................................... 4.
Anggota
Kelompok
Tani
Bubun
Tanjung,
Desa
16
Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang sedang mengikuti sosialisasi rencana penelitian PKPP Ristek Tahun 2012 yang akan dilaksanakan di daerah tersebut ......................................................................... 5.
Tanaman bawang merah umur 30 hari setelah tanam ..
19
6.
Pengamatan OPT ..........................................................
20
7.
Populasi imago S. exigua pada tanaman bawang
23
merah. Enrekang, 2012 ................................................. 8.
Pengamatan imago ulat bawang. Enrekang, 2012.........
23
5
9.
Penyemprotan insektiida pada perlakuan yang telah
26
mencapai nilai ambang pengendalian yang telah ditetapkan. Enrekang, 2012 ....................................... 10.
Panen bawang merah. Enrekang, 2012 ...................
28
11.
Penimbangan bobot kering hasil panen. Enrekang,
28
2012 ........................................................................... 12.
Feromon Exi digunakan sebagai alat pemantau
36
populasi oleh petani bawang merah di Desa lakawan,
Kecamatan
Anggeraja,
Kabupaten
Enrekang di lahannya masing-masing. Enrekang, 2012 ...........................................................................
6
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.
Macam perlakuan yang diuji.................................................
12
2.
Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari pada
17
penelitian pendahuluan ........................................................ 3.
Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman bawang
18
merah ................................................................................... 4.
Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua .............
21
5.
Jumlah
25
dan
biaya
penyemprotan
insektisida
untuk
mengendalikan hama S.exigua pada tanaman bawang merah ................................................................................... 6.
Hasil panen bawang merah ..................................................
27
7.
Perubahan
30
penerimaan
dan
biaya
berubah
akibat
perubahan dari teknologi penyemprotan insektisida dengan sistem kalender ke penerapan ambang pengendalian (Rp./ha) ................................................................................. 8.
Perencanaan anggaran penelitian..................................
31
9.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap
31
Termin ..................................................................................
7
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia, pusat pertanaman bawang merah terdapat di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Salah satu kendala dalam budidaya bawang merah di Indonesia ialah adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang merugikan. Menurut Moekasan et al. (2012), ulat bawang (Spodoptera exigua) merupakan salah satu OPT pada tanaman bawang merah yang menyerang sepanjang tahun, baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Jika tidak dikendalikan serangan hama tersebut dapat menyebabkan kegagalan panen. Titik berat pengendalian hama S. exigua yang umum dilakukan oleh petani bawang merah ialah dengan penggunaan insektisida yang umumnya dilakukan secara intensif, dengan dosis yang tinggi, interval penyemprotan yang pendek. dan melakukan pencampuran lebih dari dua jenis pestisida. Hal ini menyebabkan masalah OPT menjadi semakin rumit, sehingga petani semakin tidak rasional dalam menggunakan insektisida. Moekasan & Murtiningsih (2010) melaporkan bahwa terdapat sembilan jenis insektisida yang umum digunakan oleh petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal untuk mengendalikan ulat bawang pada tanaman bawang merah. Pada umumnya petani mencampur sampai 8 jenis insektisida untuk mengendalikan hama tersebut. Soetiarso
et al. (1999) juga melaporkan
bahwa 100% responden yang terdiri atas petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah melakukan pencampuran 3 sampai 5 macam pestisida untuk mengendalikan OPT. Menurut Koster (1990) biaya pengendalian OPT pada tanaman bawang merah di daerah Brebes mencapai 30-50% dari total biaya produksi per hektar. Hasil penelitian Adiyoga et al. (1999), Soetiarso et al. (1999) dan Basuki (2009) menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada tingkat petani di Brebes sudah melebihi kebutuhan optimum tanaman, akibatnya biaya produksi meningkat dan budidaya bawang merah tidak lagi efisien. Fenomena ini terjadi pula di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi
8
Selatan yang merupakan salah satu sentra pertanaman bawang merah di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan petani bawang merah di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, pada umumnya petani di daerah tersebut dalam mengendalikan hama ulat bawang mencampur 8-12 macam insektisida dan mengaplikasinnya dengan interval 1-2 hari. Keadaan ini selain secara ekonomi tidak efisien juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan pekerja serta konsumen.
1.2. Pokok Permasalahan Salah satu upaya untuk menekan penggunaan pestisida ialah dengan menerapkan
ambang
pengendalian
OPT.
Menurut
Untung
(1994)
penggunaan pestisida tidak harus dilakukan setiap saat secara rutin atau terjadwal, tetapi hanya pada waktu tertentu yaitu pada saat populasi atau intensitas
serangan
OPT
sudah
mencapai
batas
yang
memerlukan
pengendalian yang disebut dengan ambang pengendalian. Jika pada saat itu tidak dilakukan pengendalian, serangan OPT akan mengakibatkan kerugian. Selama populasi atau intensitas serangan OPT masih berada di bawah ambang pengendalian, pestisida belum perlu digunakan. Pada keadaan demikian keberadaan OPT masih dapat dikendalikan secara alami oleh musuh alaminya dan secara ekonomi belum merugikan. Menurut Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) ambang pengendalian ulat bawang
yang ada pada saat ini ialah berdasarkan kelompok telur atau
intensitas serangan.
Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut
penggunaan insektisida dapat ditekan lebih dari 50% dengan hasil panen tetap tinggi. Namun demikian, di tingkat petani ambang pengendalian tersebut sulit diterapkan karena petani dituntut memiliki keterampilan dan ketelitian. Selain itu jumlah tanaman contoh yang diamati juga relatif banyak sehingga petani enggan untuk melakukannya. Oleh karena itu perlu dicari alternatif ambang pengendalian lain yang lebih praktis, mudah, dan tidak perlu keterampilan khusus agar mudah diadopsi oleh petani. Menurut Permana & Rostaman (2006), dewasa ini feromonoid seks mulai banyak digunakan dalam program pengendalian hama. Hal ini disebabkan penggunaannya lebih praktis, mudah dan aman bagi pemakai
9
dan lingkungan. Menurut Wakamura et al. (1989) dan Jackson et al. (1992) feromonoid seks dapat digunakan sebagai alat pemantau keberadaan populasi hama di lapangan dan untuk penangkapan masal serangga jantan. Di Amerika, feromonoid seks juga telah digunakan untuk mengembangkan ambang pengendalian ngengat Tortricidae yang menyerang apel dan ambang pengendalian Plutella xylostella pada tanaman kubis (Knight dan Light 2005; Reddy dan Guerrero 2001). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan tangkapan ngengat lebih efektif dan efisien daripada penyemprotan insektisida secara rutin. Di Indonesia, penelitian penggunaan feromonoid seks S. exigua untuk pemantauan populasi hama tersebut pada tanaman bawang merah telah dilakukan oleh Dibiyantoro (1990) dan Soeriaatmadja & Omoy (1992). Berdasarkan hasil panelitian mereka, nilai ambang kendalinya sangat bervariasi. Hal ini diduga karena jenis dan asal feromonoid seks yang digunakan pada penelitian mereka berbeda. Menurut Permana dan Rostaman (2006), pemilihan jenis dan asal feromonoid seks sangat penting. Hal ini disebabkan
adanya
indikasi
perbedaan
respons
serangga
terhadap
feromonoid seks yang digunakan pada suatu daerah atau regional. Kasus ini terjadi pada serangga Ettiella zinckenella. Feromonoids seks yang berasal dari negara Nesis (formulasi Mesir) tidak direspons dengan baik oleh ngengat jantan spesies yang sama di wilayah Asia Timur, Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Pada saat ini, feromonoid seks S. exigua telah diproduksi secara masal oleh Balai Besar Biogen, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang diberi nama Feromon Exi. Feromonoid seks tersebut telah digunakan sebagai alat penangkapan masal serangga jantan S. exigua pada budidaya bawang merah. Menurut Haryati dan Nurawan (2009), penggunaan Feromon Exi sebagai alat penangkap masal pada budidaya bawang merah dapat mengurangi penggunaan insektisida
> 60% dibandingkan penggunaan
insektisida sistem kalender. Namun demikian, kapan penggunaan insektisida yang tepat untuk mengendalikan hama S. exigua berdasarkan hasil tangkapan ngengat oleh Feromon Exi belum diketahui.
10
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
ini
bermaksud
untuk
membandingkan
nilai
ambang
pengendalian hama ulat bawang berdasarkan hasil tangkapan ngengat olehi feromonoid seks (Feromon Exi) dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur dan intensitas serangan. Tujuannya ialah untuk menetapkan nilai ambang pengendalian hama ulat bawang berdasarkan hasil tangkapan ngengat menggunakan feromonoid seks (Feromon Exi).
1.4. Metodologi Kegiatan a. Lokus Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan di sentra pertanaman bawang merah di Sulawesi Selatan, yaitu di Desa Lakawan (500 m dpl), Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012. b. Fokus Kegiatan Fokus kegiatan yaitu penelitian lapangan menguji nilai ambang pengendalian hama ulat bawang berdasarkan hasil tangkapan ngengat S. exigua menggunakan feromonoid seks (Feromon Exi) dibandingkan dengan nilai ambang pengendalian hama ulat bawang berdasarkan populasi paket telur S. exigua dan intensitas serangan hama tersebut.
c. Bentuk Kegiatan Penetapan jumlah tangkapan ngengat S. exigua yang akan digunakan sebagai perlakuan ambang pengendalian ditetapkan berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, yaitu dengan cara memasang 20 buah perangkap feromonoid seks (Feromon Exi) selama satu minggu di pertanaman bawang merah milik petani di sekitar lokasi penelitian. Banyaknya ngengat yang tertangkap dijadikan acuan untuk menetapkan macam perlakuan yang diuji. Bawang merah yang ditanam ialah varietas Bima yang umum digunakan oleh petani di daerah tersebut dengan jarak tanam 15 cm x 15 cm. Feromon Exi, dan keler plastik. Pemupukan dasar dilakukan 7 hari sebelum tanam dengan menggunakan kompos C-organik sebanyak 5 ton/ha, NPK Mutiara sebanyak 500 kg/ha, TSP sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 60 kg/ha, serta pemupukan susulan menggunakan ZA sebanyak 400 kg/ha yang
11
diberikan setengah dosis masing-masing pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, macam perlakuan yang diuji pada percobaan utama disajikan pada Tabel 1. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dan tiap perlakuan diulang 3 (tiga) kali dengan ukuran petak perlakuan masing-masing seluas 30 m2.
Tabel 1.
Macam perlakuan yang diuji
No.
Kode perlakuan
1
A
Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
2
B
Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
3
C
Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 10 ekor per hari
4
D
Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
5
E
Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
6
F
Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
7
G
Kerusakan tanaman 5%
8
H
Disemprot dengan insektisida 2 kali per
9
I
Kontrol (tanpa insektisida)
Gambar 1.
Perlakuan
Perangkap feromonoid seks : (a & b) perangkap (c) imago S.exigua; (d) kapsul feromonoid seks
12
Pada pelaksanaan percobaan utama, 5 (lima) buah perangkap ngengat feromonoid seks S. exigua dipasang secara diagonal di dalam area percobaan. Pemasangan perangkap feromonoid seks dilakukan pada saat tanam dan pengamatan jumlah ngengat yang tertangkap dilakukan setiap hari. Keputusan pengendalian S. exigua dilakukan 3-4 hari sekali. Jika populasi ngengat, populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman telah mencapai ambang pengendalian sesuai dengan perlakuan, maka perlakuan disemprot dengan insektisida Spinoteram (0,5 ml/l) dan Lamda sihalotrin + Klorantraniliprol (0,2 ml/l). Untuk mencegah serangan penyakit dilakukan penyemprotan fungisida Klorotalonil (2 g/l), Mankozeb + mefenoksam (2 g/l), atau Difenokonazol (0,5 ml/l) secara bergantian mulai umur 5 hari dengan frekuensi 2 kali per minggu. Pengamatan dilakukan pada 10 rumpun tanaman contoh/petak yang dimulai sejak umur 5 hari setelah tanam (HST) hingga 53 HST dengan interval 3-4 hari. Peubah yang diamati meliputi (1) populasi kelompok telur S. exigua/ tanaman contoh, (2) kerusakan tanaman oleh S. exigua, Thrips sp. dan Liriomyza sp, (3) insektisida yang digunakan (unit/petak perlakuan) (4) bobot hasil panen dan (5) harga jual hasil panen. Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama S. exigua dan Liriomyza sp.
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Moekasan et al. 2004) :
P= Keterangan :
a x 100% a+b P adalah tingkat kerusakan daun (%) a adalah jumlah daun terserang/ tanaman contoh b adalah jumlah daun sehat/ tanaman contoh
Persentase kerusakan tanaman oleh serangan hama Thrips sp. dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Moekasan et al. 2004) :
P= Keterangan :
(n.v) x 100% ZxN P adalah tingkat kerusakan tanaman (%) n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu : 0 = tanaman sehat (tidak ada serangan) 1 = > 0 - 25%, bagian daun terserang
13
3 = > 25 - 50%, bagian daun terserang 5 = > 50 - 75%, bagian daun terserang 7 = > 75%, bagian daun terserang Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi N adalah jumlah tanaman yang diamati
Persentase kerusakan tanaman oleh serangan penyakit trotol (Alternaria porri). dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suhardi et al. 1994) :
P= Keterangan :
(n.v) x 100% ZxN P adalah tingkat kerusakan tanaman (%) n adalah jumlah tanaman yang memiliki skoring yang sama v adalah nilai yang menunjukkan kerusakan tanaman, yaitu : 0 = tanaman sehat (tidak ada serangan) 1 = > 0 - 10%, bagian daun terserang 2 = > 10 - 20%, bagian daun terserang 3 = > 20 - 40%, bagian daun terserang 4 = > 40 - 60%, bagian daun terserang 5 = > 60 - 100%, bagian daun terserang Z adalah nilai kerusakan tanaman tertinggi N adalah jumlah tanaman yang diamati
Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian. Jika antar perlakuan menunjukkan adanya perbedaan akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil pada taraf 5%. Data peubah ekonomi dianalisis menggunakan teknik Analisis Anggaran Parsial (Basuki 2009).
14
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Perkembangan Kegiatan Pada bulan Februari 2012, kegiatan diawali diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan proposal, koordinasi dengan mitra kerja (BPTPH) di Sulawesi Selatan, presentasi proposal di unit kerja (Balitsa), dan pengajuan proposal ke PKPP di Kementrian Riset dan Teknologi melalu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan institusi di tingkat kabupaten dan kecamatan pada awal April 2012 untuk menjelaskan tujuan dilakukannya penelitian ini dan mengikut sertakan beberapa Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dalam pelaksanaan penelitian ini.
Gambar 2.
Ketua Tim Peneliti (Ir. Tonny K. Moekasan, gambar kiri) berkoordinasi dengan petugas penyuluh lapangan di Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
15
Gambar 3.
Ketua Tim Peneliti (Ir. Tonny K. Moekasan) melakukan sosialisasi maksud dan tujuan penelitian kepada Kelompok Tani Bubun Tanjung, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
Gambar 4.
Anggota Kelompok Tani Bubun Tanjung, Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang sedang mengikuti sosialisasi rencana penelitian PKPP Ristek Tahun 2012 yang akan dilaksanakan di daerah tersebut
16
Pada periode bulan April s.d. Agustus 2012 dilakukan pelaksanaan penelitian di lahan Bapak Thamshir di Desa lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang. Tanam bawang merah dilaksanakan pada tanggal 25 April 2012. Perkembangan hasil kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
Hasil Percobaan Pendahuluan Rata-rata jumlah ngengat S.exigua yang tertangkap per hari disajikan pada Tabel 2, yaitu sebanyak 23,11 ekor. Berdasarkan hal tersebut, maka perlakuan jumlah tangkapan ngengat tertinggi ditetapkan sebanyak 20 ekor/ hari. Secara lengkap macam perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 1. Tabel 2.
Jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari pada penelitian pendahuluan
No.
Tanggal
Rata-rata jumlah ngengat S. exigua yang tertangkap per hari (ekor)
1
11 April 2012
19,30
2
12 April 2012
20,50
3
13 April 2012
18,50
4
14 April 2012
40,50
5
15 April 2012
17,50
6
16 April 2012
15,50
7
17 April 2012
30,00
Jumlah
161,80
Rata-rata
23,11
Hasil Percobaan Utama Populasi kelompok telur S. exigua Ngengat S. exigua meletakkan telurnya dalam kelompok pada daun bawang merah. Menurut Rauf (1999) telur S. exigua diletakkan dalam bentuk kelompok yang terdiri atas 20 – 100 butir. Lama stadium telur di dataran rendah dan medium berlangsung selama 2 hari sedangkan di dataran tinggi 3 hari. Pada penelitian ini, kelompok telur S. exigua mulai terpantau pada umur 5 hari setelah tanam (HST) dan hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 3. Pada awal pengamatan populasi kelompok telur S. exigua tidak merata. Baru pada umur 15 hari setelah tanam (HST) kelompok telur S. exigua merata di semua petak perlakuan dan setelah itu populasi kelompok telur terus
17
menurun. Menurut Rauf (1999) puncak populasi kelompok telur S. exigua terjadi pada umur 15 dan 37 HST. Tabel 3.
Populasi kelompok telur S. exigua pada tanaman bawang merah Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST) Perlakuan 5
8
12
15
19
22
26
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
0,07 bc
0,00 a
0,07 ab
0.07 a
0,03 a
0,03 a
0,00
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
0,10 abc
0,07 a
0,07 ab
0,07 a
0,03 a
0,00 a
0,00
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari
0,03 bc
0,17 a
0,00 b
0,03 a
0,03 a
0,00 a
0,00
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
0,07 bc
0,03 a
0,33 a
0,03 a
0,00 a
0,00 a
0,00
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
0,00 d
0,10 a
0,07 ab
0,07 a
0,00 a
0,00 a
0,00
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
0,17 a
0,13 a
0,30 ab
0,03 a
0,00 a
0,00 a
0,00
0,13 ab
0,10 a
0,03 ab
0,07 a
0,03 a
0,00 a
0,00
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu
0,00 c
0,03 a
0,00 b
0,07 a
0,00 a
0,03 a
0,00
I. Kontrol (tanpa insektisida)
0,00 c
0,07 a
0,07 ab
0,03 a
0,00 a
0,00 a
0,00
LSD 5%
0,06
0,17
0,19
0,08
0,04
0,03
-
CV (%).
4,89
8,19
13,90
6,47
3,06
2,14
-
G. Kerusakan tanaman 5%
Jumlah kelompok telur S.exigua menurut umur tanaman (HST) Perlakuan 29
33
36
40
43
47
50
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
0,07 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
0,00 a
0,00 b
0,03 a
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu
0,00 a
0,00 b
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
I. Kontrol (tanpa insektisida)
0,03 a
0,07 a
0,00 b
0,00
0,00
0,00
0,00
LSD 5%
0,05
0,04
0,02
-
-
-
-
CV (%).
3,93
3,50
1,62
-
-
-
-
G. Kerusakan tanaman 5%
HST = Hari setelah tanam Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%
18
Gambar 5.
Tanaman bawang merah umur 30 hari setelah tanam
Keadaan ini menunjukkan bahwa pada rentang waktu 15 sampai 37 HST kemungkinan untuk menemukan kelompok telur S.exigua sangat sulit. Hal ini dibuktikan pada percobaan ini, pada umur 15 sampai 37 HST tidak dijumpai populasi kelompok telur yang mencapai ambang pengendalian. Populasi kelompok telur S. exigua pada percobaan ini yang terpantau mencapai ambang pengendalian (0,1 paket telur/ tanaman contoh) terjadi pada umur 5 sampai 12 HST, yaitu pada petak perlakuan B, C, dan E masing-masing sebanyak 1 kali, G sebanyak 2 kali dan F sebanyak 3 kali. Menurut Kalshoven (1981), S. exigua digolongkan ke dalam kelompok hama semusim dan biasanya ledakannya berlangsung singkat. Ciri lain ledakan hama pada tanaman semusim adalah migrasi hama ke dalam pertanaman (French 1969). Pada tanaman bawang merah kejadian ini ditandai dengan pada saat-saat tertentu kelompok telur S. exigua sangat mudah dijumpai di lapangan, sedangkan pada saat lainnya sangat sulit ditemukan (Rauf 1999). Namun, serangan S. exigua pada tanaman bawang merah masih tetap berlangsung sepanjang umur tanaman tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa
19
populasi kelompok telur tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya indikator penetapan ambang pengendalian S. exigua pada tanaman bawang merah di sepanjang umur tanaman tersebut. Selain itu pengamatan kelompok telur S. exigua setelah tanaman bawang merah berumur lebih dari 15 HST harus dilakukan dengan sangat teliti. Hal ini disebabkan, jumlah daun mulai bertambah sehingga tanaman mulai rimbun dan jika pengamatan kurang teliti keberadaan kelompok telur tersebut akan sulit dijumpai.
Gambar 6.
Pengamatan OPT
Kerusakan tanaman oleh S. exigua Hasil pengamatan terhadap kerusakan tanaman bawang merah oleh serangan hama S. exigua disajikan pada Tabel 4. Kerusakan tanaman ditandai dengan timbulnya bercak-bercak putih transparan pada daun bawang merah. Hal ini disebabkan larva S.exigua memakan daging daun dari dalam rongga daun dan meninggalkan epidermis dan pada serangan berat seluruh daun dimakan. Menurut Rauf (1999) puncak serangan hama S. exigua pada tanaman bawang merah terjadi pada umur 27 HST, dan setelah itu intensitas serangannya menurun.
20
Tabel 4.
Kerusakan tanaman bawang merah oleh S. exigua
Perlakuan
Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman (HST) 5
8
12
15
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
0,00
0,00
0,35 ab
1,28 b
1,86 ab
1,77 d
3,14 b
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
0,00
0,00
0,51 ab
1,61 ab
1,79 ab
3,24 cd
1,36 b
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari
0,00
0,00
1,25 a
5,21 a
4,90 ab
11,30 abc
10,35 ab
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
0,00
0,00
0,85 ab
1,34 ab
6,08 a
19,50 a
33,68 a
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
0,00
0,00
0,24 b
3,26 ab
4,21 ab
7,42 bcd
14,09 ab
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
0,00
0,00
0,22 b
3,20 ab
6,21 a
7,64 bcd
33,83 a
0,00
0,00
0,73 ab
2,22 ab
10,15 a
11,34 abc
4,46 b
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu
0,00
0,00
0,13 b
0,82 b
0,45 b
1,28 d
2,16 b
I. Kontrol (tanpa insektisida)
G. Kerusakan tanaman 5%
19
22
26
0,00
0,00
0,65 ab
1,11 b
10,48 a
14,85 ab
33,89 a
LSD 5%
-
-
1,00
3,35
8,51
8,67
27,20
CV (%).
-
-
18,62
19,92
19,31
15,50
19,13
Perlakuan
Kerusakan tanaman bawang merah (%) oleh S.exigua menurut umur tanaman (HST) 29
33
36
40
43
47
50
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
1,89 c
1,65 cd
0,47 c
0,71 cd
1,57 cd
3,87 c
8,39 ab
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
1,98 c
1,98 cd
1,79 bc
0,84 cd
1,21 d
6,00 bc
7,43 ab
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari
8,42 bc
3,96 cd
1,62 bc
2,25 abcd
2,99 bcd
4,60 bc
5,46 b
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
22,73 ab
11,10 abc
9,14 ab
4,66 ab
5,56 bc
12,77 ab
8,58 ab
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
22,27 ab
8,99 bcd
9,55 ab
3,97 abc
6,57 b
8,20 bc
6,45 ab
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
27,73 ab
22,40 a
11,64 a
5,19 ab
14,61 a
11,31 ab
9,06 ab
12,55 bc
9,35 abc
2,80 bc
1,67 bcd
2,52 bcd
10,45 abc
10,74 a
0,12 c
0,69 d
1,68 bc
0,10 d
3,44 bcd
5,95 bc
9,41 ab
35,90 a
19,36 ab
12,46 a
6,41 a
11,64 a
19,84 a
4,72 b
LSD 5%
23,18
13,97
8,16
3,76
4,10
6,54
5,01
CV (%).
16,13
18,27
19,19
18,84
27,80
30,58
27,70
G. Kerusakan tanaman 5%
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu I. Kontrol (tanpa insektisida)
HST = Hari setelah tanam Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%
Pada percobaan ini, kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua mulai terpantau pada umur 12 HST. Selama percobaan berlangsung, kerusakan tanaman
yang mencapai ambang pengendalian (kerusakan tanaman 5%) 21
terjadi pada semua petak perlakuan. Namun, intensitas terjadinya kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada tiap petak perlakuan berbeda. Hal ini disebabkan pada tiap petak perlakuan tersebut telah mendapatkan tindakan pengendalian sesuai dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Pada perlakuan G (ambang pengendalian kerusakan tanaman 5%) terjadi sebanyak 7 kali kerusakan tanaman oleh serangan S. exigua yang mencapai ambang pengendalian, sedangkan pada perlakuan F (0,1 kelompok telur/ tanaman contoh) terjadi sebanyak 10 kali kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian. Padahal, jika berdasarkan populasi kelompok telur (Tabel 3), pada perlakuan F hanya perlu dilakukan tindakan pengendalian sebanyak 3 kali, yaitu pada umur 5, 8, dan 12 HST, sedangkan jika berdasarkan kerusakan tanaman, pada perlakuan F diperlukan 10 kali tindakan pengendalian, yaitu pada umur 19, 22, 26, 29, 33, 36, 40, 43, 47, dan 50 HST. Hal ini membuktikan bahwa ambang pengendalian S. exigua berdasarkan kerusakan tanaman lebih teliti dibandingkan dengan penetapan ambang pengendalian berdasarkan kelompok telur. Menurut Moekasan dan Sastrosiswojo (1992) dengan menerapkan ambang pengendalian berdasarkan kerusakan tanaman 5%, penggunaan insektisida dapat ditekan > 62% dengan hasil panen setara dengan penyemprotan sistem kalender 2 kali/ minggu. Namun demikian, ambang pengendalian tersebut membutuhkan ketelitian, kecermatan menghitung, tenaga dan waktu yang cukup untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat. Hal ini sulit diterapkan oleh petani.
Populasi imago S. exigua Populasi imago (ngengat) S. exigua hasil tangkapan Feromon Exi disajikan pada Gambar 7. Ngengat S. exigua mulai tertangkap pada umur 5 HST dan mencapai puncaknya umur 47 HST, dengan kepadatan populasi 29,45 ekor per perangkap per hari. Berdasarkan hasil tangkapan tersebut, maka perlakuan ambang pengendalian yang berdasarkan hasil tangkapan ngengat S.exigua, yaitu petak A, B, C, D, dan E selama percobaan berlangsung (54 hari) masing-masing mencapai ambang pengendalian sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2 kali. Artinya pada perlakuan tersebut dilakukan
22
tindakan pengendalian S. exigua masing-masing sebanyak 14, 11, 9, 6, dan 2 kali.
Gambar 7.
Populasi imago S. exigua pada tanaman bawang merah. Enrekang, 2012
Gambar 8.
Pengamatan imago ulat bawang. Enrekang, 2012
23
Jika
dibandingkan
dengan
penerapan
ambang
pengendalian
berdasarkan populasi kelompok telur S. exigua (perlakuan F, pada Tabel 3), maka jumlah tindakan pengendalian yang setara atau mendekati jumlah tindakan pengendalian pada perlakuan F (3 kali tindakan pengendalian) adalah perlakuan E (hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor/ hari), yaitu sebanyak 2 kali pada umur 33 dan 47 HST . Namun demikian, kerusakan tanaman yang mencapai ambang pengendalian pada perlakuan E mencapai sebanyak 8 kali (Tabel 4). Dengan demikian, pada perlakuan E terdapat sebanyak 6 kali kejadian mencapai ambang pengendalian yang tidak dilakukan tindakan pengendalian S. exigua. Jika dibandingkan dengan penerapan ambang pengendalian S. exigua berdasarkan kerusakan tanaman (perlakuan G, Tabel 4), maka jumlah tindakan pengendalian S. exigua yang setara atau mendekati perlakuan tersebut (6 kali/ musim tanam) adalah perlakuan D (hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor/ hari), yaitu sebanyak 6 kali/ musim (Tabel 4). Penerapan ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan populasi ngengat S. exigua dengan menggunakan Feromon Exi lebih mudah dan praktis jika dibandingkan
dengan
penerapan
ambang
pengendalian
berdasarkan
populasi kelompok telur atau kerusakan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana dan Rostaman (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan feromon lebih mudah dan aman bagi pemakai dan lingkungan.
Organisme Pengganggu Tumbuhan lain yang menyerang Selama percobaan berlangsung ditemukan OPT lain yang menyerang tanaman bawang merah, yaitu hama trips dan lalat pengorok daun serta serangan penyakit trotol dan embun tepung. Serangan hama trips dan lalat pengorok daun hanya terpantau satu kali, yaitu pada umur 8 HST dan intensitas serangannya di bawah 2 % sehingga dianggap tidak mengganggu jalannya percobaan. Namun, pada percobaan ini dijumpai serangan penyakit trotol yang disebabkan oleh cendawan Alternaria porri dan penyakit embun tepung yang disebabkan oleh cendawan Peronospora destructor. Kehadiran kedua penyakit ini mulai terpantau pada umur 8 HST sampai akhir percobaan. Untuk mengatasi serangan penyakit tersebut pertanaman bawang merah
24
disemprot dengan fungisida Klorotalonil, Difenokonazol, Mefenoksam + Mankozeb secara bergantian dengan frekuensi 2 kali/ minggu.
Jumlah penyemprotan insektisida untuk mengendalikan S.exigua per musim Salah satu tujuan menerapkan ambang pengendalian ialah untuk menekan penggunaan pestisida. Pada percobaan ini dengan menerapkan ambang pengendalian S. exigua berdasarkan populasi kelompok telur, kerusakan tanaman, atau populasi ngengat hasil tangkapan Feromon Exi penggunaan insektisida dapat ditekan jika dibandingkan dengan penggunaan insektisida 2 kali/ minggu (Tabel 5). Tabel 5.
Jumlah dan biaya penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama S.exigua pada tanaman bawang merah Jumlah penyemprotan insektisida per musim tanam
Perlakuan
Biaya insektisida 2 (Rp./ 30 m )
Perbedaan dengan perlakuan H (%)
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
14
40.520
0
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
11
31.837
21,43
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak≥10 ekor per hari
9
26.049
35,71
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
6
17.366
57,14
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
2
5.789
85,71
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
3
8.683
78,57
6
17.366
57,14
14
40.520
0
0
0
100,00
G. Kerusakan tanaman 5% H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu I. Kontrol (tanpa insektisida)
Pada Tabel 5 terlihat bahwa pengurangan penggunaan insektisida tertinggi
terdapat
pada
perlakuan
E
(≥
20
ekor
ngengat
S.exigua/perangkap/hari), yaitu sebesar 85,71%, sedangkan yang terendah pengurangannya
terdapat
pada
perlakuan
B
(≥
5
ekor
ngengat/perangkap/hari), yaitu sebesar 21,43%. Pada perlakuan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur (0,1/ tanaman contoh) dan kerusakan tanaman 5%, masing-masing dapat menghemat penggunaan insektisida sebesar 78,57% dan 57,14%. Hasil ini sejalan dengan hasil
25
penelitian Moekasan et al. (2004; 2012) dan Suhardi et al. (1994) yang menyatakan bahwa penerapan ambang pengendalian tersebut dapat menekan penggunaan insektisida > 50%.
Gambar 9.
Penyemprotan insektiida pada perlakuan yang telah mencapai nilai ambang pengendalian yang telah ditetapkan. Enrekang, 2012
Hasil panen bawang merah Hasil panen bawang merah disajikan pada Tabel 6. Bobot bawang merah pada saat panen (bobot basah) maupun setelah penjemuran selama 7 hari (bobot kering) pada perlakuan A (> 0 ngengat/ perangkap/hari), B (≥ 5 ngengat/ perangkap/hari), C (≥ 10 ngengat/ perangkap/hari) dan H (disemprot insektisida secara rutin 2 x/ minggu) tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata, tetapi berbeda nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan D (≥ 15 ngengat/ perangkap/hari), E (≥ 20 ngengat/ perangkap/hari), F (0,1 kelompok telur/ tanaman), G (kerusakan tanaman 5%) dan I (kontrol). Hasil panen pada perlakuan ambang pengendalian yang setara dengan hasil panen pada perlakuan yang disemprot insektisida secara rutin terdapat pada perlakuan A, B, dan C. Dari ketiga macam perlakuan tersebut (A, B, dan
26
C), perlakuan C adalah perlakuan yang dapat menghemat penggunaan insektisida tertinggi, yaitu sebesar 35,71% dibandingkan dengan perlakuan B sebesar 21,43% dan A = 0%. Sedangkan pada perlakuan F (kelompok telur 0,1 / tanaman) dan G (kerusakan tanaman 5%), hasil panen bawang merah (bobot basah dan kering) lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan H yang disempeot rutin dengan insektisida 2 kali/ minggu. Berdasarkan uraian tersebut, ditetapkan bahwa ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi sebesar ≥ 10 ekor/ perangkap/ hari inilah yang paling menguntungkan karena selain menekan penggunaan insektisida sebesar 35,71%, hasil panenpun (13,46 ton/ha) setara dengan hasil panen bawang merah pada perlakuan penyemprotan insektisida dengan sistem kalender 2 kali/ minggu. Tabel 6.
Hasil panen bawang merah Bobot Perlakuan
Umbi segar 2
Umbi kering
kg/ 30 m
ton/ha
kg/ 30 m2
ton/ha
A. Hasil tangkapan ngengat sebanyak > 0 ekor per hari
71,50 a
23,83
40,50 a
13,50
B. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 5 ekor per hari
71,33 a
23,77
40,20 a
13,40
C. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥10 ekor per hari
70,70 a
23,56
40,37 a
13,46
D. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 15 ekor per hari
36,27 c
12,09
22,97 c
7,66
E. Hasil tangkapan ngengat sebanyak ≥ 20 ekor per hari
23,60 e
7,86
13,27 e
4,42
F. Kelompok telur 0,1 per tanaman contoh
31,97 d
10,66
15,67 d
5,22
G. Kerusakan tanaman 5%
62,83 b
20,94
38,67 b
12,89
H. Disemprot dengan insektisida 2 kali per minggu
69,83 a
23,28
40,17 a
13,39
I.
15,87 f
5,29
9,67 f
3,22
LSD 5%
2,06
-
1,46
-
CV (%).
2,36
-
2,90
-
Kontrol (tanpa insektisida)
Angka rata-rata perlakuan pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata menurut uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%/ Average at the same column followed by the same letters were not significantly different at 5% level according to LSD (Least Significant Difference) test.
27
Gambar 10.
Panen bawang merah. Enrekang, 2012
Gambar 11.
Penimbangan bobot kering hasil panen. Enrekang, 2012
28
Analisis anggaran parsial Menurut Adiyoga (1984; 1985a; 1985b; 1987) analisis anggaran parsial dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan finansial suatu teknologi baru untuk direkomendasikan sebagai pengganti teknologi lama atau teknologi yang sedang berjalan (existing technology). Dalam analisis anggaran parsial, dihitung besarnya perubahan-perubahan yang terjadi dalam penerimaan (revenue), biaya berubah (variable cost), dan pendapatan bersih (net income) sebagai akibat dari penggantian teknologi. Pada percobaan ini analisis anggaran parsial dilakukan untuk perlakuan C (≥ 10 ekor ngengat/ perangkap/ hari) dan dibandingkan dengan perlakuan H (penyemprotan insektisida secara rutin 2 kali/ minggu). Biaya berubah dengan adanya penggantian teknologi pada percobaan ini adalah biaya pengamatan ngengat S. exigua, biaya pembelian Feromon Exi, biaya upah penyemprotan insektisida, biaya pembelian insektisida, dan biaya bunga bank (Tabel 7). Dengan penerapan ambang pengendalian berdasarkan tangkapan populasi ngengat S.exigua dengan menggunakan Feromon Exi, ada penambahan
biaya
berubah
pada
perlakuan
penerapan
ambang
pengendalian, yaitu biaya pengamatan dan pembelian Feromon Exi sebesar Rp. 425.000,-. Namun, penambahan biaya tersebut masih jauh lebih kecil jika dibandingkan pengurangan biaya pengendalian pada perlakuan tersebut secara keseluruhan, yaitu sebesar
Rp.
5.748.667,-/ ha yang terdiri atas
selisih biaya upah penyemprotan insektisida sebesar Rp. 1.350.000,-/ha; biaya pembelian insektisida sebesar Rp. 4.823.667,-/ha; dan bunga bank/ modal sebesar Rp. 288.008,-/ha. Suatu teknologi baru akan direkomendasikan untuk menggantikan teknologi lama apabila teknologi baru tersebut dapat meningkatkan pendapatan bersih atau memberikan tingkat pengembalian (rate of return) > 1 (Adiyoga et al. 1999; Adiyoga & Soetiarso 1999; Soetiarso et al. 1999; Soetiarso et al 2006; Basuki 2009). Pada percobaan ini, penerapan ambang pengendalian S. exigua menggunakan Feromon Exi dibanding penerapan pengendalian S.exigua sistem kalender, dapat meningkatkan pendapatan kotor sebesar Rp. 6.456.675,-/ha dan mengurangi biaya berubah sebesar Rp. 6.036.675,-/ha. Dengan demikian, penerapan ambang pengendalian S.exigua menggunakan Feromon Exi secara ekonomi berpotensi untuk diadopsi karena
29
dapat
mengurangi
biaya
dan
meningkatkan
pendapatan
dibandingkan dengan pengendalian S.exigua
bersih
jika
sistem kalender dengan
melakukan penyemprotan insektisida 2 kali/ minggu. Tabel 7.
Perubahan penerimaan dan biaya berubah akibat perubahan dari teknologi penyemprotan insektisida dengan sistem kalender ke penerapan ambang pengendalian (Rp./ha) Perubahan teknologi Uraian
Disemprot insektisida 2 x/minggu
Penerapan ambang pengendalian
Perubahan
I. Hasil panen Bobot (kg/ha)
13.390
13.460
70
Harga (Rp./kg)
6.000
6.000
-
80.760.000
420.000
Total penerimaan (Rp./ha)
80.340.000
Biaya berubah per hektar (Rp./ha)
-
2.1. Tenaga kerja (Rp./ha)
-
Pengamatan populasi imago S.exigua
-
300.000
300.000
Feromon Exi
-
125.000
125.000
Penyemprotan insektisida
3.780.000
2.430.000
- 1.350.000
Subtotal biaya tenaga kerja (Rp./ha)
3.780.000
2.855.000
- 925.000
2.2. Bahan Insektisida untuk untuk pengendalian S.exigua
13.506.667
8.683.000
- 4.823.667
Subtotal biaya bahan
13.506.667
8.683.000
- 4.823.667
Subtotal biaya bahan + upah
17.286.667
11.538.000
- 5.748.667
866.062
578.054
- 288.008
Total biaya berubah (Rp./ha)
18.152.729
12.116.054
- 6.036.675
Pendapatan kotor (Rp./ha)
62.187.271
68.643.946
6.456.675
Bunga modal (1,67%/ bulan untuk 3 bulan)
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Tidak ditemukan kendala atau hambatan teknis dalam pelaksanaan penelitian. 2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran Anggaran biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini adalah sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan rinciannya di sajikan pada Tabel 3.
30
Tabel 8.
Perencanaan anggaran penelitian Uraian
Jumlah (Rp.)
1. Belanja Gaji Upah
60.650.000
2. Belanja Bahan
17.050.000
3. Belanja Barang Operasional lainnya
18.850.000
4. Belanja Perjalanan
53.450.000
Total Biaya
150.000.000
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran penelitian dikelola oleh Bagian kerjasama di Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pelaksana penelitian mengajukan Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap termin kepada Pengelola Anggaran PKPP 2012. Rincian RKOT setiap termin disajikan pada Tabel 4.
Tabel 9.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin RKOT pada termin ke (Rp) Uraian I
II
III
1. Belanja Gaji Upah : a. Upah tidak tetap
4.400.000
11.850.000
0
0
22.200.000
22.200.000
2. Belanja Bahan
10.772.800
6.277.200
0
3. Belanja Barang Operasional lainnya
10.700.000
7.564.400
585.600
4. Belanja Perjalanan
19.127.200
27.108.400
7.214.400
45.000.000
75.000.000
30.000.000
b. Upah tetap (honor)
Total Biaya
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Dari penelitian ini akan dihasilkan aset berupa informasi dan direncanakan akan diterbitkan di Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian. Pada saat aset tersebut telah disusun menjadi naskah dan telah dikirim ke Dewan Redaksi Jurnal Hortikultura.
31
d. Kendala/ Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Pengalokasian anggaran penelitian termin pertama terlalu kecil sehingga mengganggu pelaksanaan kegiatan. Pengisian form laporan PKPP secara online sulit dilakukan karena memori database yang disediakan oleh PKPP terlalu kecil. Selain itu, format laporan kemajuan maupun laporan akhir terlalu bertele-tele dan materi yang ditanyakan selalu berulang-ulang, sehingga terjadi duplikasi.
32
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
3.1. Metode/ Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode Proses Untuk mengetahui kemampuan Feromon Exi menangkap ngengat ulat bawang telah dipasang 20 buah perangkap selama satu minggu di lahan petani di sekitar lokasi penelitian. Selanjutnya dari hasil tangkapan tersebut disusun macam perlakuan ambang pengendalian berdasarkan jumlah ngengat yang tertangkap oleh Feromon Exi dan dibandingkan dengan nilai ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur S. exigua dan intensitas serangannya.
b. Indikator Keberhasilan Dari kegiatan penelitian diketahui bahwa nilai ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan ngengat S. exigua dengan menggunakan Feromon Exi ialah ≥ 10 ekor ngengat S. exigua/perangkap/ hari atau ≥ 30 ekor ngengat S. exigua/perangkap/ 3 hari.Penerapan ambang pengendalian berdasarkan populasi ngengat hasil tangkapan Feromon Exi lebih praktis, mudah, dan presisi dibandingkan dengan ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur sebesar 0,1/ tanaman atau berdasarkan kerusakan tanaman bawang merah oleh S.exigua sebesar 5%.
Dengan penerapan
ambang pengendalian tersebut, penggunaan insektisida dapat dikurangi sebesar 35,71% dengan hasil panen sebesar 13,46 ton/ha setara dengan penggunaan insektisida 2 kali/minggu. Dengan demikian penerapan ambang pengendalian tersebut secara ekonomi layak untuk diadopsi karena dapat meningkatkan pendapatan bersih dan mengurangi biaya jika dibandingkan dengan penyemprotan insektisida 2 x/ minggu.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Dari hasil penelitian ini diketahui nilai ambang pengendalian ulat bawang berdasarkan hasil tangkapan ngengat S. exigua menggunakan Feromon Exi. Dari hasil ini dibuat strategi pengendalian S.exigua pada budidaya bawang merah di Kabupaten Enrekang, yaitu jika ditemukan
33
populasi ngengat ulat bawang hasil tangkapan Feromon Exi sebanyak ≥ 30 ekor/ perangkap/ 3 hari, maka pertanaman disemprot dengan insektisida yang efektif dan dianjurkan.
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan a. Kerangka Pengembangan Ke Depan BPTPH Sulawesi Selatan akan menyebarkan teknologi penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi ngengat S. exigua dalam rangkan menekan penggunaan insektisida pada budidaya bawang merah di Sulawesi Selatan.
b. Strategi Pengembangan Ke Depan Strategi pengembangan ke dapan dari hasil penelitian ini ialah : (1) Sosialisasi melalui pertemuan petani, penyuluh dan kelompok tani, (2) Demoplot dan (3) Gerakan masal penggunaan Feromon Exi.
34
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan a. Kerangka Sinergi Koordinasi Kerangka sinergi koordinasi dengan institusi di daerah (BPTPH, Diperta Kabupaten Enrekang dan Diperta Provinsi Sulawesi Selatan) meliputi : (1) Kerjasama penelitian dan (2) Kerjasama dalam menanggulangi penggunaan insektisida yang berlebih. Strategi pelaksanaan koordinasi dengan institusi terkait dilakukan dengan cara mengikutsertakan POPT, PPL, Kelompok Tani dalam pengamatan dan memanfaatkan penelitian tersebut sebagai sarana belajar.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi Kegiatan Program BPTPH Sulawesi Selatan, Diperta Kabupaten Enrekang, dan Diperta Provinsi Sulawesi Selatan yaitu berupa : (1) pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) bawang merah, (2) gerakan pengendalian hama ulat bawang, dan (3) pelatihan POPT dan PPL untuk pemantauan populasi ngengat S. exigua menggunakan Feromone Exi dilaksanakan di lokasi kegiatan penelitian PKPP Ristek 2012 di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang.
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Kegiatan Program BPTPH Sulawesi Selatan Diperta Kabupaten Enrekang, dan Diperta Provinsi Sulawesi Selatan, yang berupa : (1) pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) bawang merah telah dilaksanakan pada bulan Mei s.d. Juli 2012, (2) gerakan pengendalian hama ulat bawang telah dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2012, dan (3) pelatihan POPT dan PPL untuk pemantauan populasi ngengat S. exigua menggunakan Feromone Exi dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2012. Selain itu POPT, PPL dan Petani di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja telah ikut melaksanakan pengamatan OPT selama penelitian PKPP Ristek 2012 dilaksanakan.
35
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka Strategi Pemanfaatan Hasil Kerangka pemanfaatan hasil kegiatan : (1) mengenalkan Feromon Exi, dan (2) mengenalkan ambang pengendalian hama S. exigua menggunakan Feromon Exi. Strategi pemanfaatan hasil : (1) sosialisasi pada pelaksana Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT), dan (2) pertemuan petani dan kelompok tani.
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama ulat bawang di Kabupaten Enrekang di petani yang telah menggunakan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi menurun rata-rata sebesar 30-50% jika dibandingkan
dengan
penggunaan
insektisida sebelum menggunakan
Feromon Exi. Testimoni petani yang telah menggunakan Feromon Exi dapat dilihat di You Tube (Kata kunci : Feromon Exi)
Gambar 12.
Feromon Exi digunakan sebagai alat pemantau populasi oleh petani bawang merah di Desa lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang di lahannya masing-masing. Enrekang, 2012
36
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Feromon Exi telah digunakan oleh Gabungan Kelompok Tani Bubun Tanjung (15 Kelompok Tani yang beranggotakan masing-masing 25 orang) di Desa Lakawan, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang sebagai alat pemantau populasi ngengat S. exigua pada musim tanam bulan Mei sampai September 2012.
37
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Pada periode bulan Februari sampai Agustus 2012 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi dengan institusi terkait di Sulawesi Selatan, sosialisasi rencana penelitian, pemilihan lokasi penelitian, dan pelaksanaan penelitian. Sampai dengan bulan September 2012, pelaksana penelitian telah menerima dana sebesar Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) melalui pembayaran termin ke-1 dan ke-2, dan telah dipertanggung jawabkan.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja Untuk mengetahui kemampuan Feromon Exi menangkap ngengat S. exigua telah dilaksanakan percobaan pendahuluan, yaitu memasang 20 buah perangkap Feromon Exi di lahan petani bawang merah di sekitar lokasi penelitian. Selanjutnya dari hasil tersebut dirancang macam perlakuan nilai ambang pengendalian berdasarkan hasil tangkapan ngengat ulat bawang dibandingkan dengan nilai ambang pengendalian berdasarkan populasi kelompok telur dan intensitas serangan.
c. Potensi Pengembangan Ke Depan Penggunaan Feromon Exi sebagai alat pemantau populasi ngengat ulat bawang dapat dijadikan indikator penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama tersebut. Dengan penerapan ambang pengendalian tersebut, penggunaan insektisida yang intensif untuk mengendalikan hama ulat bawang dapat ditekan sebesar 35,71%. Jika seluruh petani bawang merah di Kabupaten Enrekang menggunakan Feromon Exi dalam memantau populasi hama ulat bawang, maka program pemerintah setempat dalam upaya mengurangi penggunaan insektisida yang tensif pada budidaya bawang merah dapat terwujud.
38
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Salah satu program rutin pemerintah setempat ialah melakukan gerakan pengendalian masal hama ulat bawang. Hasil penelitian ini akan dijadikan salah satu teknologi dalam program tersebut.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka pemanfaatan hasil yang diharapkan dilakukan oleh institusi terkait di daerah ialah : (1) Mengenalkan penggunnaan Feromon Exi pada budidaya bawang merah, dan (2) Mengenalkan penerapan ambang pengendalian hama S.exigua berdasarkan hasil tangkapan ngengat S./ exigua menggunakan Feromon Exi. Strategi pemanfaatan hasil litbangyasa dapat dilakukan melalui pelaksanaan SLPHT, pertemuan petani dan kelompok tani
5.2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Untuk keberlanjutan pemanfaatan hasil kegiatan, beberapa saran yang diajukan ialah : (1) Dilakukan promosi melalui media cetak dan elektronik menganai penggunaan Feromon Exi pada budidaya bawang merah, (2) Pengadaan Feromon Exi di kios-kios pertanian di sentra produksi bawang merah di Sulsel.
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Dalam upaya menekan penggunaan insektisida yang intensif dan berlebih untuk mengendalikan hama ulat bawang pada budidaya bawang merah, perlu dilakukan pemasyarakan penggunaan Feromon Exi dalam skala luas. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk demontrasi plot di sentra-sentra produksi bawang merah di daerah lain di Sulawesi Selatan maupun di luar Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk maksud tersebut diperlukan dukungan dana dari program PKPP Ristek.
39
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. 1984. Pengaruh penggunaan tenaga kerja dan pestisida terhadap pendapatan bersih usahatani kubis. Bull. Penel. Hort. XI (4): 20-25, 1984. ___________1985a. Pengaruh tumpangsari terhadap tingkat produksi dan pendapatan petani kubis. Bull. Penel. Hort. XII (4): 8-18, 1985. ___________1985b. Hubungan kontribusi tenaga kerja dengan efisensi produksi usahatani cabe. Bull. Penel. Hort. XII (2): 1-6, 1985. ___________1987. Efisiensi penggunaan pupuk kandang pada usahatani lombok. Bull. Penel. Hort. XV (4): 6-11, 1987. ___________R.S. Basuki, Y. Hilman & B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai di Jawa Barat. J. Hort. 9 (1):67-83, 1999. ___________ & T.A. Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan Resiko pada Usahatani Cabai. J. Hort. 8 (4):1299-1311, 1999. Basuki, R.S. 2009.
Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi
budidaya bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. J. Horti. 19(2) : 213 – 226 Dibiyantoro, L.H. 1990. Pengaruh penggunaan insektisida dan ambang kendali Spodoptera exigua Hbn. yang mendasarkan hasil tangkapan imago dengan feromon seks sintetik terhadap populasi larva, kerusakan tanaman, dan hasil panen bawang merah. Bull. Penel. Hort. 19(4) : 106-115.
40
French, R.A. 1969. Migration of Laphygma exigua Hubner (Lepidoptera : Noctuide) to Bristish Isles in relation to large-scale weather system. J.Anim. Ecol. 38: 199-210. Haryati, Y. & A. Nurawan. 2009. Peluang pengembangan feromon seks dalam pengendalian hama ulat bawang (Spodoptera exigua) pada bawang merah. J.Litbang Pertanian 28 (2) : 72-77 Jackson, D.M., G.C. Brown, G.L. Nordin, & D.M. Johnson. 1992. Autodisemination of baculovirus for management of tobacco budworms (Lepidiptera ; Noctuidae). J.Econ.Entomol. 85(3) : 710-719. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of crops in Indonesia. Revisi oleh P.A. van der Laan. PT Ichtiar Baroe-van Hoeve. Jakarta. 701 hal. Knight, A.L. & D.M. Light. 2005. Developing action thresholds for codling moth (Lepidoptera : Tortricidae) with pear ester-and codlemone-baited traps in apple orchads treated with sex pheromone mating disruption. J.Canadian Entomol. 137(6) : 739-747 Koster, W.G. 1990. Exploratory survey on shallot in rice based cropping system in Brebes. Bull.Penel.Hort.18(1) Edisi Khusus : 19-30. Moekasan, T.K., & S. Sastrosiswojo. 1992. Pengujian ambang pengendalian hama ulat bawang (Spodoptera exigua) pada tanaman bawang merah di dataran rendah. Laporan Kerjasama Penelitian antara Balithort dengan Ciba Geigy R & D. 15 hal. Moekasan, T.K., E. Suryaningsih, I. Sulastrini, N. Gunadi, W. Adiyoga, A. Hendra, M.A. Martono, & Karsum. 2004. Kelayakan teknis dan ekonomis penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada sistem tanam tumpanggilir bawang merah dan cabai. J. Hort. 14(3) : 188-203.
41
Moekasan, T.K. & R. Murtiningsih. 2010. Pengaruh campuran insektisida terhadap ulat bawang, Spodoptera exigua hubn. J.Horti. 20(1) : 67-79. Moekasan, T.K., Basuki, R.S., & L. Prabaningrum. 2012. Penerapan ambang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan pada budidaya bawang merah dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida. J.Hort. 22 (1) : 47-56. Permana, A.D. & Rostaman. 2006. Pengaruh jenis perangkap seks terhadap tangkapan ngengat jantan Spodoptera exigua. J.HPT Tropika. 6 (1) : 913. Rauf,
A.
1999.
Dinamika
populasi
Spodoptera
exigua
(HUBNER)
(Lepidoptera: Noctuidae) pada pertanaman bawang merah di dataran rendah. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(2): 39-47. Reddy, G.V. & A. Guerrero. 2001. Optimum timing of insecticide applications against diamondback moth Plutella xylostella in cole crops using threshold catches in sex pheromone traps. J. Pest. Manag.Sci. 57(1) : 90-94 Soeriaatmasdja, R.E. & T.R. Omoy. 1992. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan hama bawang merah Spodoptera exigua Hbn. berdasarkan populasi ngengat yang tertangkap feromon seks di musim hujan. Bull.Penel.Hort. 22 (3) : 10 – 13. Soetiarso, T.A. Purwanto & A. Hidayat. 1999. Identifikasi usahatani tumpang gilir bawang merah dan cabai merah guna menunjang pengendalian hama terpadu di Brebes. J.Hort. 8(4):1312-1329. Soetiarso, T.A., M. Ameriana, L. Prabaningrum & N. Sumarni. 2006. Pertumbuhan, hasil dan kelayakan finansial penggunaan Mulsa dan pupuk buatan pada usahatani cabai merah di luar musim. J.Hort. 16(1):63-76, 2006.
42
Suhardi, T. Koestoni, & A.T. Soetiarso. 1994. Pengujian teknologi pengendalian
hama
terpadu
pada
tanaman
bawang
merah
berdasarkan ambang kendali dan modifikasi tipe nozzle alat semprot. Bul. Penel. Hort. 26(4) : 100-117. Untung, K. 1994. Konsep, strategi, dan taktik pengendalian hama terpadu dalam menunjang pembangunan pertanian berkelanjutan. Dalam : S.J. Rondonuwu, J. Warouw, D.T. Sembel, M.E.R. Meray, dan C.S. Rante (Eds). Pros. Lokakarya pengembangan Entomologi di Kawasan Timur Indonesia dalam Upaya Menunjang Pengendalian Hama Terpadu, Tgl. 28-30 Maret 1994 di Sahid Hotel Menado. Faperta Universitas Sam Ratulangi dan Program Nasional PHT-BAPPENAS. hal. 1-20. Wakamura, S., M. Takai, S. Kozai, H. Inouse, I. Yamashita, S. Kuwahara and M. Kawamura. 1989. Control of the beet armiworm, Spodoptera exigua Hbn (Lepidoptera : Noctuidae), using synthetic sex pheromone. Effect of communication distruption in Welsh onion field. App.Entomol.Zool. 24 (4) : 387-397.
43