KODE JUDUL : X.172
LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
ADAPTASI BEBERAPA KLON KENTANG UNGGUL ASAL CIP (INTERNATIONAL POTATO CENTER) DI DATARAN TINGGI DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS HASIL
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1. Dr. Nikardi Gunadi 2. Ir. Asih Kartasih Karjadi 3. Sirajuddin, SP.
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Adaptasi Beberapa Klon Kentang Unggul Asal CIP (International Potato Center) di Dataran Tinggi dan Persepsi Petani Terhadap Kuantitas dan Kualitas Hasil
Fokus Bidang Prioritas
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Teknologi Pangan Teknologi Kesehatan dan Obat Teknologi Enerji Teknologi Transportasi Teknologi Informatika dan Komunikasi Teknologi Pertahanan dan Keamanan
7. Teknologi Material Kode Produk Target
1.2.
Kode Kegiatan
1.02.01
Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama
Dr. Nikardi Gunadi
Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat
Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP
022-2786245/ 08122052271
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
1
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Ir. Firdaus Hasan, MS
Nama Lembaga
UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan
Alamat
Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan
Telepon/ HP
0411-371593/ 0811462025
Faksimile
-
e-mail
-
Jangka Waktu Kegiatan
: 8 (delapan) bulan
Biaya
: Rp. 150.000.000,-
Menyetujui :
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi NIP 19701007 199803 1 001
Dr. Nikardi Gunadi NIP. 19560531 198503 1 001
2
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .............................
1
DAFTAR ISI ..............................................................................
3
DAFTAR TABEL .......................................................................
5
DAFTAR GAMBAR ...................................................................
6
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................
7
1.1. Latar Belakang ...................................................................
7
1.2. Pokok Permasalahan ......................................................... 10 1.3. Maksud dan Tujuan ...........................................................
13
1.4. Metode Pelaksanaan .........................................................
14
a. Lokus Kegiatan .............................................................
14
b. Fokus Kegiatan ..............................................................
14
c. Bentuk Kegiatan ............................................................. 14 BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN .....................
17
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ........................................ 17 a. Perkembangan Kegiatan ...............................................
17
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan ..................
26
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial ................................. 26 a. Perencanaan Anggaran .................................................
26
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran ...............................
26
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan aset .......
27
d. Kendala/ Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial ......................................................................
27
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA ..........................
28
3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja .......................
28
a. Kerangka Metode-Proses ..............................................
28
b. Indikator Keberhasilan ...................................................
28
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa ....
29 3
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan ...................................
29
a. Kerangka Pengembangan Ke Depan ............................
29
b. Strategi Pengembangan Ke Depan ...............................
29
BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN ....................................
31
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program ......................
31
a. Kerangka Sinergi Koordinasi .........................................
31
b. Indikator Keberhasilan Sinergi .......................................
31
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi ................................
31
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa ........................................
32
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil .................... 32 b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan .............................
32
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil ...............................
32
BAB V. PENUTUP ................................................................................
33
5.1. Kesimpulan .......................................................................
33
a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran ...........
33
b. Metode Pencapaian Target Kinerja ...............................
33
c. Potensi Pengembangan Ke Depan ...............................
33
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program ...................
34
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa ...................
34
5.2. Saran .................................................................................
35
a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan ..................
35
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek .....................
35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 36
4
DAFTAR TABEL
No
Judul Tabel
1
Varietas kentang yang telah dilepas secara resmi oleh program nasional di Indonesia …………………………………
12
Klon kentang unggul asal CIP yang dicoba dalam penelitian …………………………………………………………
15
Tinggi tanaman beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, selama pertumbuhan, Malino, Sulawesi Selatan, Juni 2012 …………………………………
18
Persen penutupan tanah (ground cover) beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, selama pertumbuhan, Malino, Sulawesi Selatan, Juni 2012 ……….
19
Hasil umbi dan komponen hasil beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, Malino, Sulawesi Selatan, Agustus 2012 ……………………………………………………
21
Persentase umbi berdasarkan bobot umbi beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic pada saat panen, Malino, Sulawesi Selatan, Agustus 2012 ……………
23
7
Rincian biaya penelitian ……………………………………….
26
8
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin ……………………………………………………………
27
2
3
4
5
6
Halaman
5
DAFTAR GAMBAR
No
1
2
Judul Gambar
Halaman
Salah satu klon kentang yaitu 393708.31 yang terpilih baik dari hasil penelitian maupun dari evaluasi petani pada saat periode pertumbuhan dan pada saat panen ...………………
25
Klon kentang 388615.22 yang terpilih oleh petani pada saat panen …………….………………………………………………
25
6
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran penting yang termasuk dalam subsektor hortikultura di Indonesia. Diantara produsen utama kentang di negara Asia Tenggara, Indonesia merupakan produsen kentang terbesar dan hanya kedua setelah China diantara negara prioritas dalam kawasan regional CIP-ESEAP. Produksi kentang di Indonesia telah meningkat dua kali lipat dalam 18 tahun terakhir, dari 525.839 ton pada tahun 1991 menjadi 1.176.304 ton pada tahun 2009. Area kentang juga meningkat lebih dari 50% dari 39.620 ha pada tahun 1991 menjadi 71.238 ha pada tahun 2009; dan produktivitas meningkat 22% dari 13,2 t/ha menjadi 16,5 t/ha (Dirjen Hortikultura 2010; FAO 2009). Kentang juga merupakan salah satu komoditas sayuran prioritas dalam program penelitian di Indonesia, karena potensinya sebagai sumber karbohidrat alternatif dalam diversifikasi pangan dan komoditas ekspor. Berhubung dengan kesesuaiannya terhadap iklim, tanaman kentang di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian berkisar dari 700 sampai 2000 m di atas permukaan laut (dpl.); agro-ekologi utama kentang di daerah dataran tinggi tropis. Dataran tinggi di pulau Jawa dan Sumatra menempati 84% dari produsen kentang di Indonesia. Di daerah dataran tinggi, kentang ditanam hampir sepanjang tahun, seringkali dirotasikan dengan tanaman kubis atau tanaman sayuran lainnya. Di Indonesia, varietas kentang utama yang dibudidayakan sejak tahun 1980an adalah Granola, yang menempati 80 sampai 85% area penanaman kentang. Walaupun varietas Granola merupakan varietas kentang yang peka tehadap penyakit busuk daun (Phytophthora infestans), ketahanan yang moderat terhadap penyakit virus PLRV dan PVY dari varietas Granola nampaknya yang memberikan kontribusi dari varietas tersebut menjadi varietas yang sukses di Indonesia (Chujoy 1995). Penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) merupakan penyakit pada tanaman kentang yang 7
utama terutama pada musim penghujan yang berlangsung dari bulan November sampai bulan Maret tahun berikutnya. Penggunaan fungisida yang berlebih (sampai 20 kali penyemprotan dalam satu periode musim tanam) telah sering dilaporkan. Namun dengan perkembangan jaman yang mengarah pada keamanan pangan dan budidaya tanaman yang ramah lingkungan, maka diperlukan varietas kentang yang tahan terhadap penyakit seperti busuk daun yang dapat mengurangi penggunaan pestisida dan aman untuk dikonsumsi karena residu pestisida yang terkandung tidak melebihi ambang yang maksimal. Faktor penting lainnya untuk pengembangan produksi kentang di Indonesia adalah produksi kentang untuk olahan. Akhir-akhir ini terdapat peningkatan permintaan untuk kentang olahan di Indonesia terutama di pulau Jawa (Chujoy 1995), seperti juga di daerah perkotaan di Asia dan Pasifik (Ezeta 2008). Produksi kentang olahan di Indonesia sangat rendah dan tergantung pada bahan dasar yang diimport dari Negara lain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya. Beberapa varietas kentang olahan telah diintroduksi dan ditanam oleh petani dibawah kontrak dengan perusahaan kentang olahan. Namun, varietas-varietas tersebut seperti Atlantic, Hertha dan Kennebec, tidak berkembang luas seperti varietas Granola. Oleh sebab itu, penting dipertimbangkan untuk memperbaiki varietas kentang yang tersedia di Indonesia dalam hal kapasitas hasil, kekebalan/toleransi terhadap hama/penyakit utama, dan adaptasinya di banyak daerah utama kentang. Karakteristik lainnya yang berhubungan dengan varietas kentang olahan termasuk kandungan pati yang tinggi, kandungan gula yang rendah, dan specific gravity yang tinggi. Peran dari Pusat Kentang Internasional (the International Potato Center-CIP) dalam program penelitian kentang di Indonesia sejak tahun 1980an telah berperan nyata dalam peningkatan produksi kentang di Indonesia. Sejak awal tahun 1980, the International Potato Center (CIP) dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Indonesian Vegetable Research InstituteIVEGRI) telah bekerjasama dalam program penelitian kentang. Beberapa varietas kentang diintroduksi dan dievaluasi di daerah dataran medium dalam program SAPPRAD (the Southeast Asian Potato Program for Research and 8
Development network). Penelitian pengembangan varietas kentang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) terus berlanjut dengan adanya kerjasama penelitian dengan CIP (IVEGRI-CIP project) pada tahun 1995 yaitu introduksi beberapa material pemuliaan kentang ke Indonesia (Kusmana and Chujoy 1999). Beberapa genotipe asal CIP digunakan sebagai material tetua dalam pemuliaan kentang, diuji dan dievaluasi untuk percobaan multi lokasi kemudian dilepas sebagai varietas unggul baru. Dalam rangka untuk memenuhi permintaan kentang baik untuk kentang konsumsi maupun kentang untuk prosesing, maka diperlukan evaluasi kentang klon unggul baru yang sesuai dengan permintaan dan kebutuhan petani kentang di Indonesia. Sampai saat ini, kebanyakan varietas-varietas kentang yang dilepas/di release di Indonesia berasal dari introduksi the International Potato Center (CIP), Peru. Percobaan evaluasi tiga puluh klon kentang unggul asal dari CIP pada tahun pertama telah dilakukan pada di daerah dataran tinggi Lembang Jawa Barat pada musim kemarau tahun 2011. Pada percobaan evaluasi tersebut teridentifikasi bahwa lebih dari 50% klon yang dicoba memberikan hasil umbi yang lebih tinggi dari varietas Atlantic sebagai varietas pembanding untuk kentang prosesing dan beberapa klon yang memberikan hasil umbi yang lebih tinggi dari varietas Granola sebagai varietas pembanding untuk kentang konsumsi (Gunadi et al. 2011). Dalam rangka untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang evaluasi klon kentang unggul tersebut, percobaan evaluasi lanjutan perlu dilaksanakan pada musim penghujan. Pada saat ini umbi-umbi benih klon kentang unggul tersebut telah disimpan di gudang penyimpanan BALITSA untuk digunakan pada musim tanam berikutnya. Selain itu, dalam rangka mengurangi pengguanaan pestisida terutama fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk daun (Phytophthora infestans), informasi tentang ketahanan klon yang dievalusi perlu didapatkan. Kegiatan evaluasi juga dimaksudkan untuk menyeleksi klon kentang untuk kentang olahan dimana target yang ingin dicapai adalah klon kentang dengan bahan kering umbi yang tinggi dan kadar gula yang rendah. Untuk meningkatkan potensi diterimanya suatu varietas kentang, maka petani perlu dilibatkan dalam proses penelitian melalui metode partisipasi aktif petani (Farmer Participatory Research). Dengan metode ini diharapkan varietas
9
kentang yang dihasilkan nantinya dapat sesuai dengan kebutuhan petani dan petani akan menggunakan varietas tersebut dalam sistem produksinya
1.2. Pokok Permasalahan Seperti di negara-negara produsen kentang lainnya, sampai saat ini program penelitian pemuliaan kentang di Indonesia tidak banyak berhasil dalam pengembangan kultivar atau varietas kentang baru yang diadopsi secara luas oleh petani. Varietas Granola yang diintroduksi dari Eropa pada tahun 1990an masih merupakan varietas kentang utama yang ditanam oleh petani sampai saat ini.
Penelitian sosio-ekonomi di tingkat petani
menunjukkan bahwa petani menyukai varietas Granola disebabkan karena varietas tersebut mempunyai periode pertumbuhan tanaman yang singkat dan pembentukan umbi yang cepat yang memungkinkan tanaman kentang tersebut cocok dalam sistem pertanaman yang intensif di daerah datarn tinggi. Selain itu, varietas tersebut secara terus menerus dapat memberikan hasil umbi yang tetap tinggi selama beberapa musim tanam, sehingga mengurangi kebutuhan petani untuk mengganti benih kentang sesering mungkin. Namun, varietas Granola juga mempunyai beberapa kelemahan diantaranya kepekaannya terhadap penyakit busuk daun dan tidak baik untuk kentang olahan. Klon kentang baru yang dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap bahan kimia untuk mengendalikan penyakit dan/atau yang dapat memenuhi standar kualitas untuk industri kentang olahan, merupakan kentang yang diperlukan petani saat ini (Fuglie 1999). Nampaknya varietas kentang yang baru di Indonesia harus sebanding dengan varietas yang banyak dibudidayakan oleh petani, varietas Granola yang luas adaptasinya, dengan hasil umbi total dan hasil umbi yang dapat dipasarkan yang tinggi serta pembesaran umbi yang cepat (75 hari) yang memungkinkan varietas tersebut menghasilkan umbi yang tinggi walaupun terserang hama dan penyakit (Chujoy 1999). Pemuliaan kentang untuk mendapatkan klon atau varietas baru yang unggul memakan waktu yang lama. Sebagai contoh, di negara-negara temperate diperkirakan memakan waktu sekitar 10 tahun untuk mendapatkan
10
suatu varietas kentang dari proses hibridisasi sampai pada pelepasan varietas. In negara tropis, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan suatu varietas mungkin lebih singkat yang disebabkan penanaman kentang dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam setahun, tetapi tetap memakan waktu sekitar 5 sampai 7 tahun. Untuk itulah sebagian dari alasan tersebut bahwa pemuliaan membutuhkan tujuan dan penelitian yang teridentifikasi dengan jelas (Chujoy 1999). Pada umumnya, seperti di negara-negara lainnya, tujuan utama dari program pemuliaan kentang di Indonesia adalah (a) peningkatan hasil umbi, (b) ketahanan dan toleransi terhadap hama dan penyakit, (c) perbaikan kualitas produk dan (d) perbaikan karakteristik kualitas. Tetapi, seperti dijelaskan di atas, penggunaan program pemuliaan yang konvensional di Indonesia, untuk mendapatkan suatu varietas kentang yang baru memerlukan waktu yang lama dan varietas Cipanas yang dilepas setelah 11 tahun pengembangannya ternyata tidak diadopsi oleh petani (Sinung-Basuki 1996). Perbedaan kriteria yang disukai dari suatu varietas antara pemulia dan petani yang menyebabkan adopsi varietas kentang yang dilepas oleh BALITSA tidak berkelanjutan. Sebagai contoh, pada kasus varietas Cipanas, yang dilepas oleh BALITSA, pemulia ingin mengurangi kelemahan dari varietas yang dilepas sebelumnya (Thung dan Rapan) dalam hal kedalaman mata umbi dan bentuk umbi (Sahat dan Sunarjono 1989). Namun, criteria-kriteria tersebut mungkin bukan merupakan factor yang penting bagi petani dibandingkan faktor lainnya seperti hasil umbi. Sehingga kriteria dari suatu varietas perlu ditentukan terlebih dahulu sebelum varietas kentang yang baru tersebut dibuat. Kriteria yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah penentuan apakah varietas kentang tersebut cocok untuk konsumsi segar atau untuk kentang olahan. Kriteria lainnya yang mungkin perlu dipertimbangkan adalah hasil umbi yang dapat dipasarkan
yang
tinggi
dan
dari
segi
kebijakan
pemerintah
adalah
ketahanannya varietas kentang tersebut terhadap hama dan penyakit dalam rangka mengurangi residu pestisida dan kerusakan lingkungan (Chujoy 1999). Untuk memecahkan masalah ini, penelitian yang berhubungan dengan alasan mengapa suatu varietas kentang dapat diterima petani (karakteristik tanaman dan umbi) perlu dilakukan. Informasi tersebut akan melengkapi pemilihan kriteria yang digunakan oleh pemulia.
11
Dalam rangka menyingkat waktu untuk mendapatkan suatu varietas kentang, metode introduksi klon yang baru perlu dipertimbangkan. Beberapa material tetua yang digunakan dalam pemuliaan dan pengembangan varietas kentang di Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Varietas kentang yang telah dilepas secara resmi oleh program nasional di Indonesia Nama varietas
Sumber material asal negara/ institusi
Cipanas
Thung 151.O x Desiree
Klonal propagasi atau TPS Klonal
1980 1987
Cosima Segunung
Introduksi dari Jerman Thung 151 .C x Desiree
Klonal Klonal
1993 2000
Introduksi dari Jerman Introduksi dari USA
Klonal Klonal
2000 2002 2002 2005 2005
Granola L Atlantic Malang Merbabu-17 Manohara Amoedra Balsa Erika
IP 81001-1 x MF-I Ritek x (IP 81001.1 x MF I) Shepody x Ritek Introduksi dari CIP Introduksi dari CIP
Klonal Klonal Klonal Klonal Klonal
2005 2005 2005 2005
Fries Krespo Tanggo Repita
Introduksi dari Introduksi dari Introduksi dari Introduksi dari
Klonal Klonal Klonal Klonal
378015.16/TS-2 No. 676098/I 1085 IP. 82010.2/ MF II 384558.1/ FBA - 4 380584.3 387164.4/LBr – 40
2005
Dawmor
Klonal
-
2005
Klonal
-
-
2008 2008 2009
Granola Kembang Margahayu Kikondo Ping 06
Klonal Klonal Klonal
720050.1
-
2009
GM-05
2009
GM-08
Introduksi dari Australia (Tarago x Lindsay) Seleksi dari populasi Granola Hertha x FLS -17 Introduksi dari CIP Granola (F) x Michigan pink (M) Granola (F) x Michigan pink (M) Granola (F) x Michigan pink (M)
A-4-17 x LT-7 Hudson x Atzimba 382171.10 x 575049 -
CIP CIP CIP CIP
Nomor CIP
Keturunan – tetua betina x jantan Thung 151.O x Desiree
Tahun pelepas an 1980
Thung 151 .C x Desiree
IP 81001.1 x MF-I
-
Klonal Klonal
Sumber: CIP’s potato germplam materials received by IVEGRI 1998 until recently (Karjadi, A.K. 2010)
Pada tabel tersebut terlihat bahwa material yang digunakan untuk pemuliaan dan pengembangan varietas kentang di Indonesia sampai saat ini kebanyakan berasal dari CIP. Material untuk kegiatan pemuliaan di BALITSA yang akhir-akhir ini banyak digunakan adalah populasi B3C1 yang mempunyai ketahanan horizontal terhadap penyakit busuk daun dan virus. Material populasi
12
B3C1 diintroduksi ke Indonesia pada tahun 2003 yang merupakan persialngan antara varietas kentang komersial, Solanum tuberosum dan species kentang liar yaitu S. demisum, S. Phureja, S. Bulbocastanum dan S. andigena (Bonierbale 2010). Obeservasi di lapangan pada percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa klon dari populasi B3C1 mempunyai tingkat ketahanan yang baik terhadap penyakit busuk daun (Kusmana et al 2006). Berdasarkan observasi dalam pengembangan varietas kentang di Indonesia akhir-akhir ini, suatu varietas kentang baru dengan kriteria yaitu hasil umbi yang tinggi, umur genjah (80 sampai 90 hari) dan masa dormansi yang pendek (3 bulan) serta tahan terhadap virus (PVY, PVX dan PLRV) diperlukan di Indonesia. Kriteria lainnya yaitu tahan terhadap penyakit busuk daun untuk mengurangi penggunaan pestisida. Seperti yang telah diuraikan di atas, perbedaan preferensi antara pemulia dan petani dapat menyebabkan tidak diterimanya varietas yang dihasilkan. Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa petani mempunyai kemampuan untuk memilih suatu kultivar yang cocok dengan kebutuhannya (Ashby et al. 1987; Maurya 1989). Oleh sebab itu untuk meningkatkan potensi diterimanya suatu varietas kentang yang dihasilkan, maka petani perlu dilibatkan dalam proses penelitian melalui metode partisipasi aktif petani (Farmer Participatory Research). Dengan metode ini diharapkan varietas kentang yang dihasilkan nantinya dapat sesuai dengan kebutuhan petani dan petani akan menggunakan varietas tersebut dalam sistem produksinya.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi klon kentang unggul baru asal CIP (International Potato Center) dalam rangka mendapatkan klon kentang dengan hasil umbi yang tinggi baik untuk kentang konsumsi (table potato) maupun untuk kentang olahan (processing potato) yang dapat diterima petani secara berkelanjutan.
13
1.4. Metode Pelaksanaan a. Lokus kegiatan: Penelitian ini dilaksanakan di daerah dataran tinggi di Bulubalea (1500 m dpl.), Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kebupaten Gowa, Sulawesi Selatan, mulai bulan Februari sampai dengan September 2012
b. Fokus kegiatan: Fokus kegiatan yaitu penelitian lapangan untuk mengevaluasi dua puluh klon kentang unggul asal the International Potato Center (CIP) dan dua varietas kentang yaitu Granola (kentang konsumsi) dan Atlantic (kentang prosesing) dalam rangka mendapatkan klon kentang unggul yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan petani sehingga dapat diadopsi secara berkelanjutan.
c. Bentuk kegiatan: Kegiatan penelitian merupakan kegiatan penelitian lapangan. Benih umbi dari dua puluh klon unggul asal CIP (Tabel 2) ditanam sebagai perlakuan di lahan petani di Malino, Sulawesi Selatan. Sebagai pembanding adalah varietas Granola yang umum digunakan petani dan varietas Atlantic yang merupakan varietas kentang untuk olahan. Pada percobaan tersebut, rancangan acak kelompok (Randomized Complete Block Design) digunakan dengan setiap klon kentang sebagai perlakuan dengan ulangan tiga kali. Semua parameter akan dianalisis dengan analisis varians menggunakan MSTATC statistical program (Michigan State University). Rata-rata dari setiap perlakuan dibandingkan dengan menggunakan Least Significant Difference (LSD) pada taraf probabilitas 5% (Gomez and Gomez 1984).
14
Tabel 2. Klon kentang unggul asal CIP yang dicoba dalam penelitian No. Klon baru 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
No. Klon asal 2 4 5 9 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 26 28 30 31 32
CIP - Number
Collecting Number
30056.32 388615.22 388972.22 393708.31 397006.18 397036.7 397065.28 397069.5 397073.15 397073.16 397073.7 397077.16 397079.6 399101.1 390663.8 391402.5 392781.1 392822.3 393595.1 395192.1 Granola Atlantic
LR00.013 CR91.640 C89.315 95.32 102.18 427.7 141.28 C99.795 342.15 WA.104 255.7 WA.077/320.16 317.6 C99.551 C91.628 95.305 C91.906 LR-93.073 95.141 C95.381
Accession Name
Primavera
Unit percobaan terdiri dari tiga baris dan setiap baris terdiri dari 10 tanaman sehingga jumlah total tanaman kentang pada setiap petak percobaan adalah 40 tanaman. Jarak tanam adalah 0.75 m x 0.30 m sehingga unit percobaan merupakan petak percobaan dengan ukuran 2.25 x 3.0 m = 6.75 m2. Metode penanaman lainnya mengikuti Procedures for Standard
Evaluation
Trials
of
Advanced
Potato
Clones
yang
direkomendasikan oleh CIP (CIP, 2007). Sebelum tanam, pupuk kandang dengan dosis 20 t ha -1 diaplikasikan pada setiap garitan. Sebagai pupuk dasar, pupuk majemuk NPK (16:16:16) ditempatkan di atas pupuk kandang dengan dosis 800 kg ha -1 dan kemudian ditutup dengan tanah sebelum umbi benih ditanam. Penanaman umbi benih dilakukan dengan membuat lubang dengan tugal dengan jarak 30 cm antar tanaman. Carbofuran dengan dosis 15 kg a.i. ha-1 akan diaplikasikan pada garitan untuk mengendalikan beberapa serangga di tanah seperti anjing tanah
15
(Gryllotalpa sp.) dan ulat tanah (Agrotis ipsilon). Pada saat tanaman berumur 25 hari setelah tanam (DAP), NPK (16:16:16) dengan dosis 800 kg ha -1 diaplikasikan sebagai pupuk susulan. Penyiangan dan pembumbunan pertama dilakukan pada umur 25 DAP, bersamaan dengan aplikasi pupuk susulan. Pembumbunan kedua dilakukan pada umur 40 DAP. Tanaman akan disemprot secara regular selama pertumbuhan tanaman menggunakan Mancozeb a.i. untuk mengendalikan penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) dan Profenofos a.i. untuk mengendalikan serangga seperti Thrips (Thrips palmi Karny) dan Aphids (Myzus persicae Sulzer). Pengamatan pada percobaan ini mencakup pertumbuhan tanaman dan komponen hasil tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, kanopi tanaman dengan interval pengamatan seminggu sekali mulai umur 3 minggu setelah tanam. Pengamatan persentase penutupan tanah oleh kanopi daun dilakukan dengan metode yang dibuat oleh Burstall dan Harris (1983). Penutupan tanah diukur dengan menggunakan rangka kayu berukuran 0,75 x 0,60 m yang dibagi menjadi 100 kotak segi empat yang sama dengan menggunakan tali nylon. Jumlah kotak segi empat yang tertutup oleh daun yang masih hijau (yang masih aktif berfungsi dalam proses fotosintesis) dihitung sebagai persen penutupan tanah. Pada saat panen, jumlah tanaman yang dapat dipanen pada setiap petak percobaan diamati. Pengamatan komponen hasil tanaman meliputi bobot dan jumlah umbi dari masing-masing kelas umbi baik per tanaman maupun per petak percobaan. Umbi kentang akan dikategorikan kedalam tiga kelas yaitu > 60g, 30-60g dan < 30g. Dalam rangka meningkatkan potensi diterimanya suatu varietas kentang, petani yang telah berpengalaman berbudidaya kentang diundang untuk mengevaluasi klon kentang unggul yang ditanam pada petak-petak percobaan, apakah klon-klon kentang unggul tersebut sesuai dengan kondisi dan kebutuhan petani kentang. Evaluasi diharapkan menghasilkan informasi tentang tipe pertumbuhan dan hasil umbi serta kriteria lainnya seperti bentuk umbi, kedalaman mata dan warna kulit maupun warna daging umbinya
16
BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PENELITIAN
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Perkembangan Kegiatan Pada bulan Februari 2012, kegiatan diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan proposal, koordinasi dengan unit kerja di derah penelitian di Sulawesi Selatan, presentasi proposal di unit kerja (Balitsa), dan pengajuan proposal ke PKPP di Kementrian Riset dan Teknologi melalu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kegiatan selanjutnya yaitu melakukan koordinasi dengan institusi di daerah penelitian
pada
awal April
2012
untuk menjelaskan
tujuan
dilakukannya penelitian ini dan kegiatan yang perlu dilakukan selama penelitian berlangsung. Pada periode bulan April sampai dengan September 2012 dilakukan pelaksanaan penelitian di lahan petani di daerah Bulubalea, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Lahan penelitian berada pada ketinggian 1500 m dpl. Kegiatan tanam kentang dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2012. Perkembangan hasil kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: Pertumbuhan tanaman Pertumbuhan tanaman pada penelitian ini yang ditunjukkan pada pengamatan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 3. Perbedaan tinggi tanaman yang nyata ditunjukkan pada umur 3, 4, dan 5 minggu setelah tanam (MST). Pada umur 3 MST, klon kentang 393595.1 menunjukkan tanaman yang tertinggi diantara klon kentang yang ditanam, namun pada umur 4 dan 5 MST, klon kentang 395192.1 meunjukkan tanaman yang tertinggi diantara klon kentang yang ditanam. Sedangkan pada umur 6 MST, tinggi tanaman diantara klon kentang yang ditanam tidak berbeda nyata. Rata-rata tinggi tanaman klon kentang asal CIP, varietas Granola dan Atlantic pada umur 6 17
MST adalah 55.3 cm. Pada umur 3, 4, 5 dan 6 MST, klon kentang 388972.22 selalu menunjukkan tanaman yang terendah diantara klon kentang yang ditanam.
Tabel 3. Tinggi tanaman beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, selama pertumbuhan, Malino, Sulawesi Selatan, Juni 2012 No
Klon Kentang (CIP number)
1 2
Tinggi tanaman (cm) pada umur 3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
30056.32 388615.22
17.1 17.7
35.8 33.0
43.5 43.1
51.8 57.2
3 4 5 6 7 8
388972.22 393708.31 397006.18 397036.7 397065.28 397069.5
10.6 12.2 18.3 17.5 15.0 12.6
19.6 29.0 33.4 33.7 30.7 27.1
33.6 45.8 47.0 45.8 43.0 38.8
46.1 60.1 61.4 54.4 58.5 48.6
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
397073.15 397073.16 397073.7 397077.16 397079.6 399101.1 390663.8 391402.5 392781.1 392822.3
13.0 10.4 14.2 13.8 13.3 13.1 18.5 18.5 17.6 17.4
21.4 23.5 23.5 26.8 30.7 25.4 29.6 30.4 29.6 33.8
34.0 34.6 36.2 39.7 42.6 39.9 40.4 40.8 41.2 45.9
47.8 47.3 46.9 52.8 60.0 55.9 55.9 58.5 55.4 60.6
19 20 21 22
393595.1 395192.1 Granola Atlantic
19.4 16.2 16.5 18.2
32.6 36.6 29.6 31.8
44.5 48.0 41.1 42.7
59.1 61.7 59.4 57.2
15.5 5.3 20.9
29.4 6.9 14.3
41.5 7.8 11.4
55.3 11.9 13.0
Rata-rata LSD 5% KK (%)
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam; LSD = Least Significant Difference; KK =
Koefisien Keragaman
18
Persen penutupan tanah (ground cover) beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan Atlantic disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persen penutupan tanah (ground cover) beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, selama pertumbuhan, Malino, Sulawesi Selatan, Juni 2012 No
Klon Kentang (CIP number)
1
Persen penutupan tanah (ground cover) (%) pada umur 3 MST
5 MST
6 MST
30056.32
34.7
100.0
100.0
2 3
388615.22 388972.22
26.9 22.3
66.7 87.9
66.7 96.8
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
393708.31 397006.18 397036.7 397065.28 397069.5 397073.15 397073.16 397073.7 397077.16 397079.6
24.3 24.0 35.1 35.4 18.5 21.3 26.4 17.6 30.2 22.4
100.0 76.6 100.0 93.5 92.1 74.2 90.0 74.0 88.4 85.3
100.0 89.0 100.0 100.0 98.6 86.8 95.4 79.1 95.3 96.8
14 15 16 17 18
399101.1 390663.8 391402.5 392781.1 392822.3
29.6 37.1 30.6 35.7 42.4
98.1 98.7 92.0 90.1 100.0
99.8 100.0 96.4 97.0 100.0
19 20
393595.1 395192.1
40.4 34.0
100.0 93.7
100.0 97.4
21 22
Granola Atlantic
34.4 35.6
96.2 73.4
100.0 90.7
Rata-rata LSD 5%
29.9 11.5
89.6 25.1
94.8 21.6
KK (%)
23.4
17.0
13.7
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam; LSD = Least Significant Difference; KK =
Koefisien Keragaman
Pada umur 3 MST, persen penutupan tanah (ground cover) berbeda nyata diantara klon kentang yang ditanam, namun pada umur 5 dan 6 MST, persen 19
penutupan tanah (ground cover) tidak berbeda nyata diantara klon kentang yang ditanam. Pada umur 3 MST, persen penutupan tanah (ground cover) tertinggi dicapai oleh klon 392822.3 yang tidak berbeda nyata dengan klon 30056.32, 397036.7, 397065.28, 390663.8, 392781.1, 393595.1, 395192.1, cv. Granola dan Atlantic dan persen penutupan tanah (ground cover) terendah ditunjukkan oleh klon kentang 397073.7. Pada umur 5 dan 6 MST, rata-rata persen penutupan tanah (ground cover) berturut-turut adalah 89.6 dan 94.8%. Pada penelitian ini, beberapa klon kentang seperti 30056.32, 393708.31, 397036.7, 392822.3 dan 393595.1 sudah mencapai persen penutupan tanah (ground cover) yang maksimum pada umur 5 MST. Hal tersebut mengindikasikan bahwa beberapa klon kentang tersebut memiliki tipe pertumbuhan tanaman yang cepat.
Hasil umbi Pada penelitian ini, panen dilakukan pada saat tanaman berumur 15 minggu setelah tanam. Pada umumnya pada saat panen, bagian atas tanaman sudah menguning dan mati yang menandakan tanaman kentang sudah cukup untuk dipanen. Hasil umbi dan komponen hasil beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic pada saat panen disajikan pada Tabel 5. Parameter hasil umbi merupakan salah kriteria dalam pemilihan suatu varietas kentang oleh petani kentang. Perbedaan yang nyata dalam hal hasil umbi per ha terdapat diantara klon kentang yang ditanam pada saat panen. Tiga klon kentang yaitu klon kentang 393708.31, 388615.22, dan 397079.6 menunjukkan hasil umbi per ha tertinggi yang berbeda nyata dengan beberapa klon kentang lainnya dan cv. Granola yang merupakan varietas kentang yang umum ditanam petani kentang di Indonesia dan selalu menjadi pembanding dalam evaluasi hasil kentang. Ketiga klon kentang tersebut juga merupakan klon kentang yang memberikan hasil umbi yang tinggi pada penelitian evaluasi klon kentang yang dilakukan di Lembang (1250 m dpl.), Jawa Barat pada tahun 2011. Hasil umbi per ha klon kentang 393708.31, 388615.22, dan 397079.6 berturut-turut adalah 37.42, 34.88 dan 32.11 ton per ha. Sedangkan hasil umbi dari varietas Granola pada percobaan ini hanya mencapai 23.21 ton per ha. Pada percobaan ini, varietas 20
Atlantic menunjukkan hasil umbi per ha yang terendah yaitu 7.33 ton per ha, sedangkan diantara klon kentang yang ditanam, hasil umbi per ha yang terendah ditunjukkan oleh klon kentang 395192.1, yang hanya mencapai 9.16 ton per ha.
Tabel 5. Hasil umbi dan komponen hasil beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic, Malino, Sulawesi Selatan, Agustus 2012
No
Klon Kentang (CIP number)
Hasil umbi
Hasil umbi
(kg) per plot (6.75 m2)
per tanaman (g)
Jumlah umbi per tanaman
Hasil umbi per ha (ton)
4 2 13 18 5 14
393708.31 388615.22 397079.6 392822.3 397006.18 399101.1
25.26 23.55 21.67 19.64 18.86 18.12
866 823 750 655 757 647
11.7 12.6 9.3 15.6 10.9 10.5
37.42 34.88 32.11 29.09 27.94 26.85
6 1 21 7 8 16 12 11 19
397036.7 30056.32 Granola 397065.28 397069.5 391402.5 397077.16 397073.7 393595.1
17.43 17.06 15.67 15.65 15.38 15.20 12.39 11.77 11.49
593 579 522 559 543 526 417 504 383
14.7 13.3 12.0 10.6 15.0 11.2 13.1 8.9 10.9
25.83 25.27 23.21 23.18 22.78 22.52 18.36 17.44 17.02
15 17 3 9 10 20
390663.8 392781.1 388972.22 397073.15 397073.16 395192.1
11.13 10.36 9.81 7.45 6.26 6.19
370 352 338 276 232 221
9.4 9.4 7.7 7.3 6.3 5.5
16.48 15.35 14.53 11.04 9.28 9.16
4.95
166
5.6
7.33
14.33 5.43 22.9
504 178 21.5
10.5 3.7 21.0
21.23 8.04 22.9
22 Atlantic Rata-rata LSD 5% KK (%)
Keterangan: LSD = Least Significant Difference; KK = Koefisien Keragaman
21
Dalam hal hasil umbi per tanaman, klon kentang 393708.31 memberikan hasil umbi per tanaman yang tertinggi yaitu sebesar 866 g per tanaman, tetapi tidak berbeda nyata dengan klon kentang 388615.22, 397006.18 dan 397079.6, namun berbeda nyata dengan klon kentang lainnya yang ditanam pada penelitian ini. Seperti pada pengamatan hasil umbi per ha, varietas Atlantic memberikan hasil umbi per tanaman yang terendah yaitu hanya 166 g per tanaman. Diantara klon kentang yang ditanam, hasil umbi per tanaman yang terendah ditunjukkan oleh klon kentang 395192.1 yang hanya menghasilkan 220 g per tanaman. Dalam hal jumlah umbi per tanaman, klon kentang 392822.3 memberikan jumlah umbi yang tertinggi yaitu sebanyak 15.6 umbi per tanaman, tetapi tidak berbeda nyata dengan jumlah umbi per tanaman dari klon kentang 30056.32, 388615.22, 397036.7, 397069.5, 397077.16 dan cv. Granola. Jumlah umbi per tanaman yang ideal untuk tanaman kentang pada umumnya antara 10 sampai 15 umbi per tanaman. Jika jumlah umbi kurang dari 10, umbi kentang cenderung sangat besar (oversized), dan jika jumlah umbinya lebih dari 15, umbi kentangnya cenderung kecil-kecil sehingga tidak dapat dipasarkan. Persentase umbi berdasarkan bobot umbi setiap kategori kelas umbi dan persentase umbi yang dapat dipasarkan disajikan pada Tabel 6. Dalam hal persentase umbi kelas > 60 g, klon kentang 397079.6 memberikan persentase umbi yang tertinggi yaitu sebesar 78.1%, tetapi tidak berbeda nyata dengan persentase umbi klon kentang 388615.22, 393708.31, 397006.18, 397073.7 dan 399101.1, namun berbeda nyata dengan klon kentang lainnya yang ditanam pada penelitian ini. Persentase umbi kelas > 60 g yang terkecil ditunjukkan oleh klon kentang 388972.22. Pola pengamatan yang sama juga ditunjukkan pada pengamatan persentase umbi yang dapat dipasarkan. Nampaknya persentase umbi kelas > 60 g menentukan persentase umbi yang dapat dipasarkan. Jika persentase umbi kelas > 60 g tinggi maka persentase umbi yang dapat dipasarkan juga cenderung tinggi.
22
Tabel 6. Persentase umbi berdasarkan bobot umbi beberapa klon kentang asal CIP, cv. Granola dan cv. Atlantic pada saat panen, Malino, Sulawesi Selatan, Agustus 2012
No
Klon Kentang (CIP number)
Persentase umbi >60g
Persentase umbi 30-60g
Persentase umbi <30g
Persentase umbi yang dapat dipasarkan
1
30056.32
60.3
28.8
10.7
89.2
2 3
388615.22 388972.22
73.9 37.8
19.3 45.0
6.8 17.2
93.2 82.8
4 5
393708.31 397006.18
72.5 72.2
20.2 22.5
7.3 5.2
92.7 94.8
6 7
397036.7 397065.28
56.8 55.3
31.8 42.4
11.4 12.3
88.6 87.7
8 9 10 11 12 13 14 15
397069.5 397073.15 397073.16 397073.7 397077.16 397079.6 399101.1 390663.8
47.9 45.9 47.1 65.6 49.9 78.1 71.0 45.9
35.5 35.4 39.0 25.7 32.9 17.2 20.5 40.4
16.7 18.6 13.8 8.7 17.1 4.6 8.4 13.6
83.3 81.3 86.2 91.3 82.9 95.3 91.6 86.4
16 17
391402.5 392781.1
60.5 51.5
26.3 33.3
13.3 15.2
86.7 84.8
18 19 20 21 22
392822.3 393595.1 395192.1 Granola Atlantic
49.4 43.4 57.9 50.2 45.6
40.8 42.3 35.7 37.3 37.6
9.8 14.3 6.4 12.5 16.7
90.2 85.7 93.6 87.4 83.3
Rata-rata LSD 5%
56.3 14.9
31.8 12.1
11.8 7.4
88.1 7.4
KK (%)
16.1
23.0
37.7
5.1
Keterangan: LSD = Least Significant Difference; KK = Koefisien Keragaman
Persepsi petani Dalam rangka meningkatkan potensi diterimanya suatu varietas kentang, petani yang telah berpengalaman berbudidaya kentang telah diundang untuk mengevaluasi klon kentang yang menurut petani paling sesuai dengan kebutuhannya dan cocok dengan kondisi lingkungan tumbuhnya. Evaluasi diharapkan menghasilkan informasi tentang tipe
23
pertumbuhan dan hasil umbi serta kriteria lainnya seperti bentuk umbi, kedalaman mata dan warna kulit maupun warna daging umbinya. Evaluasi oleh petani kentang telah dilaksanakan dua kali yaitu pada saat tanaman kentang berumur dua bulan untuk mengevaluasi tipe pertumbuhan tanaman dan pada saat panen untuk mengevaluasi kuantitas dan kualitas hasil umbi. Kualitas hasil umbi dilaksanakan dengan merebus umbi kentang dan menggoreng umbi kentang untuk dijadikan keripik kentang (potato chips). Hasil evaluasi oleh petani kentang pada saat pertumbuhan (umur 8 minggu setelah tanam) menunjukkan bahwa pada umumnya petani kentang di kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa memilih klon kentang 388615.22, yang diikuti klon kentang 393708.31. Demikian pula dari segi ketahanan terhadap penyakit busuk daun (Phytophthora infestans), petani kentang memilih klon kentang 388615.22 dan 393708.31. Lima klon kentang yaitu 388615.22, 393708.31, 397079.6, 399101.1 dan 392822.3 dipilih petani kentang karena pada saat pertumbuhan menunjukkan tipe pertumbuhan tanaman yang lebih baik daripada pertumbuhan tanaman kentang yang ada di daerah kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Pada saat panen (15 minggu setelah tanam), dengan mengamati secara langsung hasil umbi pada tiap petak percobaan, petani kentang memilih klon kentang 388615.22 dan 393708.31 yang diikuti klon kentang 397006.18 dan 399101.1. Dalam hal bentuk umbi, petani kentang memilih klon kentang 393708.31 dan 399101.1 yang diikuti oleh klon kentang 397006.18 dan 388615.22, sedangkan dalam hal warna umbi, dua klon kentang yaitu klon kentang 397079.6 dan 397069.5 dan satu varietas yaitu Granola dipilih petani kentang. Seperti evaluasi petani pada saat pertumbuhan, petani kentang memilih klon kentang 393708.31, 397069.5, 397006.18, 388972.22 dan 388615.22 sebagai klon kentang yang mengungguli tanaman kentang yang ada di daerah daerah kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Dalam rangka evaluasi untuk kualitas umbi pada penelitian ini, umbiumbi hasil panen juga digoreng untuk dibuat keripik kentang (potato chips) dan direbus. Setelah dibuat keripik kentang, petani memilih klon kentang 393708.31, yang diikuti oleh klon kentang 388615.22, 397069.5, 399101.1, 393595.1 dan cv. Granola. Setelah umbi hasil panen direbus, klon kentang 393708.31, 388615.22 dan 399101.1 dipilih oleh petani kentang sebagai klon kentang yang mempunyai rasa enak.
24
Gambar 1.
Salah satu klon kentang yaitu 393708.31 yang terpilih baik dari hasil penelitian maupun dari evaluasi petani pada saat periode pertumbuhan dan pada saat panen
Gambar 2.
Klon kentang 388615.22 yang terpilih oleh petani pada saat panen
25
b. Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Kendala-hambatan yang ada adalah lokasi penelitian yang relatif jauh sehingga tindakan yang cepat kurang dapat diantisipasi sehingga ada saat periode pertumbuhan kentang yang kurang optimal. Pada saat pertumbuhan tanaman terjadi dua kali angin yang cukup besar sehingga menyebabkan beberapa tanaman kentang yang rebah, namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan menimbun kembali barisan tanaman sehingga tanaman kentang dapat tegak kembali.
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran Anggaran biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini adalah sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan rinciannya di sajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rincian biaya penelitian Pembiayaan 1. Belanja Gaji Upah
Jumlah (Rp. -
Total (Rp.) 61.400.000
1.a. Honoraririum tetap
40.800.000
-
1.b. Honorarium tidak tetap
20.600.000
-
2. Belanja Bahan
-
24.000.000
3. Belanja Perjalanan
-
53.770.000
4. Belanja Barang Operasional lainnya
-
10.830.000
Total Biaya
150.000.000
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran penelitian dikelola oleh Bagian kerjasama di Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pelaksana penelitian mengajukan Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap termin kepada Pengelola Anggaran PKPP 2012. Rincian RKOT setiap termin disajikan pada Tabel 8. 26
Tabel 8. Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin RKOT pada termin ke (Rp)
Uraian I
II
III
1. Belanja Gaji/Upah a. Upah tetap (honor)
0
20.400.000
20.400.000
8.950.000
9.100.000
2.550.000
2. Belanja Bahan
20.140.00
3.540.000
320.000
3. Belanja Perjalanan
8.290.800
38.960.000
6.519.200
4. Belanja operasional lain
7.618.800
3.000.000
211.200
45.000.000
75.000.000
30.000.000
b. Upah tidak tetap
Total
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Aset yang diperoleh adalah umbi-umbi kentang dari dua puluh klon kentang unggul asal the International Potato Center (CIP), hasil panen pada penelitian ini. Umbi-umbi kentang tersebut telah disimpan di gudang penyimpanan petani kentang setempat untuk dijadikan benih-benih kentang pada musim tanam berikutnya. Klon kentang terpilih dari hasil penelitian maupun dari hasil evaluasi/ pilihan petani akan dievaluasi kembali untuk mengkonfirmasi keunggulannya. Setelah itu, klon kentang unggul tersebut akan dikembangkan oleh petani penangkar untuk diperbanyak sehingga tidak perlu mendatangkan benih kentang dari daerah lain.
d. Kendala – Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Pencairan dana termin ke-1 dan ke-2 agak terlambat sehingga tidak sesuai dengan jadwal kebutuhan di lapangan, yang mengakibatkan monitoring kegiatan peneliti utama dan pelaksana untuk peninjauan juga agak terhambat.
27
BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode-Proses Metode proses pencapaian target kinerja diawali dengan persiapan berupa pembuatan proposal, petunjuk pelaksanaan, dan rencana kegiatan operasional terinci. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan BPTP dan BPTPH Sulawesi Selatan untuk menentukan lokasi, membicarakan teknis pelaksanaan kegiatan, dan menentukan pembantu pelaksana lapangan. Pelaksanaan kegiatan dibantu oleh POPT Madya dari BPTPH dan Peneliti dari BPTP Sulawesi Selatan, sedangkan pengamatan mingguan dilakukan oleh asisten peneliti dan POPT Madya BPTPH. Peneliti dari Balitsa melakukan peninjauan lapangan secara periodik. Adapun pengolahan data, pelaporan dan presentasi hasil penelitian dilakukan oleh Peneliti Balitsa. Selain itu, untuk meningkatkan potensi diterimanya suatu varietas kentang, maka petani akan dilibatkan dalam proses penelitian melalui metode partisipasi aktif petani (Farmer Participatory Research). Dengan metode ini diharapkan varietas kentang yang dihasilkan nantinya dapat sesuai dengan kebutuhan petani dan petani akan menggunakan varietas tersebut dalam sistem produksinya.
b. Indikator Keberhasilan Pada tahap awal telah dilakukan koordinasi dengan mitra kerja di daerah (BPTP dan BPTPH Sulawesi Selatan) untuk menetapkan lokasi penelitian. Berdasarkan saran dari mitra kerja di Sulawesi Selatan, lokasi penelitian ditetapkan di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa yang merupakan daerah dataran tinggi yang cocok untuk pertanaman kentang. Pada penelitian ini, petani yang telah berpengalaman berbudidaya kentang telah diundang untuk mengevaluasi klon kentang yang menurut petani paling sesuai dengan kebutuhannya dan cocok dengan 28
kondisi lingkungan tumbuhnya. Beberapa klon kentang yang terpilih pada penelitian ini dan akan digunakan petani kentang di daerah tersebut secara berkelanjutan merupakan indikator keberhasilan.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Pelaksanaan kegiatan penelitian pada umumnya baik, walaupun pada saat
pertumbuhan
terjadi
dua
kali
angin
yang
cukup
besar
yang
menyebabkan beberapa tanaman kentang ada yang rebah, namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan menimbun kembali barisan tanaman sehingga tanaman kentang dapat tegak kembali. Pengamatan pertumbuhan tanaman dan hasil umbi pada saat panen juga dilaksanakan dengan baik. Demikian pula pelaksanaan evaluasi klon kentang oleh petani baik pada saat pertumbuhan maupun pada saat panen dilaksanakan dengan baik dan memberikan output untuk perbaikan varietas kentang di Indonesia yang diinginkan oleh petani.
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan a. Kerangka Pengembangan Ke Depan Dengan didapatkannya klon kentang unggul baru diharapkan dapat menambah pilihan petani akan varietas kentang yang unggul dalam sistem produksi kentang mereka. Selain itu, dengan didapatkannya varietas kentang unggul baru yang tahan terhadap penyakit busuk daun, penggunaan pestisida dapat dikurangi sehingga aman dikonsumsi yang mengarah pada keamanan pangan dan budidaya tanaman yang ramah lingkungan. Klon kentang yang terpilih akan dikembangkan dengan di beberapa daerah kentang lainnya dalam rangka klon kentang terpilih nantinya untuk di lepas sebagai varietas kentang baru.
b. Strategi Pengembangan Ke Depan Strategi pengembangan ke depan ialah mengembangkan klon kentang terpilih hasil penelitian dan mengadakan uji multilokasi klon kentang terpilih 29
dalam rangka pelepasan klon kentang terpilih. Perbanyakan klon kentang terpilih hasil penelitian akan dilakukan oleh petani penangkar benih kentang setempat sehingga tidak perlu mendatangkan benih kentang dari daerah lainnya.
30
BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program a. Kerangka Sinergi Koordinasi Koordinasi dengan BPTPH dan BPTP Sulsel telah dilakukan dengan melibatkan POPT Madya dari BPTPH Sulawesi Selatan dalam penelitian ini. Pengamatan penelitian dilakukan oleh POPT Madya dari BPTPH Sulsel. BPTP Sulsel juga mempunyai program pengembangan benih kentang. Di daerah Sulawesi Selatan, petani kentang umumnya cukup sulit mendapatkan benih kentang yang baik dengan harga memadai. Diharapkan dengan penelitian
adaptasi
beberapa
klon
kentang
unggul
asal
CIP
akan
menghasilkan klon kentang unggul yang dipilih petani sehingga akan digunakan petani secara berkelanjutan.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi Salah satu indikator keberhasilan sinergi koordinasi kelembagaanprogram ialah peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan peneliti dari BPTP dan POPT dari BPTPH saling berkoordinasi dalam rangka memecahkan masalah pengadaan benih kentang di daerah dataran tinggi, kabupaten Gowa/Malino
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Koordinasi kelembagaan-program ialah peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan peneliti dari BPTP dan POPT dari BPTPH saling berkoordinasi dalam rangka memecahkan masalah pengadaan benih kentang di daerah dataran tinggi, kabupaten Gowa/Malino.
31
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan klon kentang unggul yang dapat diterima petani secara berkelanjutan baik untuk konsumsi segar (table potato) maupun kentang olahan (processing potato), dengan hasil umbi yng tinggi dan tahan terhadap penyakit utama kentang yaitu busuk daun (Phytophthora infestans). Khusus untuk kentang olahan, kriteria yang berhubungan dengan kualitas umbi yaitu dengan bahan kering umbi tinggi dan kadar gula yang rendah. Dengan didapatkannya klon kentang unggul baru diharapkan dapat menambah pilihan petani akan varietas kentang yang unggul dalam sistem produksi kentang mereka. Selain itu, dengan didapatkannya varietas kentang unggul baru yang tahan terhadap penyakit busuk daun, penggunaan pestisida dapat dikurangi sehingga aman dikonsumsi yang mengarah pada keamanan pangan dan budidaya tanaman yang ramah lingkungan.
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Indikator
keberhasilan pemanfaatan hasil penelitian Badan Litbang
Pertanian ialah dengan dimanfaatkannya klon kentang terpilih hasil penelitian di daerah penelitian yaitu di kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa/Malino dan daerah kentang lainnya.
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Dua puluh klon kentang unggul asal CIP yang telah dicoba, disimpan kembali untuk dijadikan benih pada musim tanam berikutnya dalam rangka untuk mengkonfirmasi keunggulannya. Klon kentang yang terpilih nantinya akan dikembangkan oleh petani penangkar benih kentang di daerah setempat.
32
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Pada periode bulan Februari sampai Agustus 2012 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi dengan institusi terkait di Sulawesi Selatan, sosialisasi rencana penelitian, pemilihan lokasi penelitian, dan pelaksanaan penelitian. Sampai dengan bulan September 2012, pelaksana penelitian telah menerima dana sebesar Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) melalui pembayaran termin ke-1 dan ke-2, dan telah dipertanggung jawabkan.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja Metode proses pencapaian target kinerja diawali dengan persiapan berupa pembuatan proposal, petunjuk pelaksanaan, dan rencana kegiatan operasional terinci. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan BPTPH Sulawesi
Selatan
untuk
menentukan
lokasi,
membicarakan
teknis
pelaksanaan kegiatan, dan menentukan pembantu pelaksana lapangan. Pelaksanaan kegiatan dibantu oleh POPT Madya dari BPTPH, sedangkan pengamatan mingguan dilakukan oleh asisten peneliti dan POPT Madya BPTPH. Peneliti dari Balitsa melakukan peninjauan lapangan secara periodik. Adapun pengolahan data, pelaporan dan presentasi hasil penelitian dilakukan oleh Peneliti Balitsa.
c. Potensi Pengembangan Ke Depan Pada saat ini, petani kentang di daerah dataran tinggi Malino, Sulawesi Selatan kesulitan untuk mendapatkan benih kentang yang baik dengan harga yang terjangkau. Delapan klon kentang terpilih baik dari hasil penelitian maupun dari evaluasi petani pada saat pertumbuhan dan pada saat panen perlu dikembangkan di daerah setempat sehingga benih kentang yang
33
diperlukan di daerah setempat, tidak perlu didatangkan dari daerah kentang lainnya.
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Koordinasi dengan BPTPH Sulsel telah dilakukan dengan melibatkan POPT Madya dari BPTPH Sulsel dalam penelitian ini. Pengamatan penelitian dilakukan oleh POPT Madya dari BPTPH Sulsel. BPTP Sulsel juga mempunyai program pengembangan benih kentang terutama untuk varietas kentang yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit busuk daun. Diharapkan dengan penelitian adaptasi beberapa klon kentang unggul asal CIP akan menghasilkan klon kentang unggul yang dipilih petani sehingga akan digunakan petani secara berkelanjutan.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan klon kentang unggul yang dapat diterima petani secara berkelanjutan baik untuk konsumsi segar (table potato) maupun kentang olahan (processing potato), dengan hasil umbi yng tinggi dan tahan terhadap penyakit utama kentang yaitu busuk daun (Phytophthora infestans). Khusus untuk kentang olahan, kriteria yang berhubungan dengan kualitas umbi yaitu dengan bahan kering umbi tinggi dan kadar gula yang rendah. Dengan didapatkannya klon kentang unggul baru diharapkan dapat menambah pilihan petani akan varietas kentang yang unggul dalam sistem produksi kentang mereka. Selain itu, dengan didapatkannya varietas kentang unggul baru yang tahan terhadap penyakit busuk daun, penggunaan pestisida dapat dikurangi sehingga aman dikonsumsi yang mengarah pada keamanan pangan dan budidaya tanaman yang ramah lingkungan.
34
5.2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Bantuan teknis dari peneliti dari BALITSA kepada petani penangkar benih kentang untuk pengembangan klon kentang unggul asal CIP yang terpilih / terseleksi oleh petani.
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Dukungan
dana
untuk
pelaksanaan
monitoring
dan
evaluasi
pengembangan klon kentang asal CIP terpilih di daerah setempat.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ashby, J.A., Quiros, C.A. dan Rivera, Y.M. 1987. Farmer participation in on-farm varietal trials. ODI, Agricultural Administration (Research and Extention) Network. CIAT, Cali-Colombia. 30 p. Bonierbale, M. 2010. Potato Improvement Overview: Global Perspective for Adaptation to SEA in PotNet Plan. Paper presented in the Start-Up Workshop for the Potato Breeding Network in SEA, Hanoi, March 28April 02, 2010 Burstall, L. and Harris, P.M. 1983. The estimation of percentage light interception from leaf area index and percentage ground cover in potatoes. Journal of Agricultural Science, Cambridge 100: 241-244. Chujoy, E. 1995. Report on Potato Research in Indonesia. International Potato Center (CIP), Lembang, Indonesia. Chujoy, E. 1999. Potato Breeding and Research. In Potato Research in Indonesia. Research Results in a Series of Working Papers 1999. Collaborative Research between The Research Institute for Vegetables (RIV) and the International Potato Center (CIP). Lembang, Bandung, Indonesia. Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. Luas panen, hasil dan produksi kentang. http://www.hortikultura.go.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=236 Ezeta, F. N. 2008. An Overview of Potato Prodcution in Asia and the Pacific Region: Markets, Development and Constraints. Proceedings of a workshop tp commemorate the International Year of Potato – 2008. Minas K. Papademetriou (Ed). Bangkok, Thailand May 6, 2008. Food and Agriculture Organization of The United Nations Regional Office for Asia and the Pacific. Fuglie, O. K. 1999. Potato Research Issues in Socio-economics in Indonesia. In Potato Research in Indonesia. Research Results in a Series of Working Papers 1999. Collaborative Research between The Research Institute for Vegetables (RIV) and the International Potato Center (CIP). Lembang, Bandung, Indonesia.
36
Food and Agriculture Organization (FAO). 2009. Area harvested, yield, production of potato. http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. Second edition. An International Rice Research Institute Book. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley & Sons, New YorkChichester-Brisbane-Toronto-Singapore. p. 188-206. Gunadi, N., Kusmana, A. K. Karjadi and F. Ezeta. 2011. Identification and evaluation of promising and advanced CIP planting materials in the tropical highlands of Indonesia. International Potato Center (CIP). International Potato Center (CIP). 2007. Procedures for standard evaluation trials of advanced potato clones. An International Cooperator’s Guide. Inetrnational Potato Center (CIP), Peru. 124 p. Kusmana and Chujoy, E. 1999. Potato evaluation for tuber yield in Indonesia in 1999. In Potato Research in Indonesia. Research Results in a Series of Working Papers 1999. Collaborative Research between The Research Institute for Vegetables (RIV) and the International Potato Center (CIP). Lembang, Bandung, Indonesia. Maurya, D.M. 1989. The innovative approach of Indian farmers. Dalam FarmerFirst, Farmer innovation and agricultural research, hal 9-11. (Eds. R. Chamber, A. Pacey and L.A. Thrupp). Intermediate Technology Publication, London. Sahat, S. dan H. Sunarjono. 1989. Varietas kentang dan pemuliaannya. In Kentang. pp. 30-45. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Lembang-Jawa Barat. Sinung-Basuki, R. 1996. Studi preferensi petani terhadap mutu bibit kentang. Laporan Teknis Penelitian APBN Tahun 1995/1996. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
37