KODE JUDUL : X.177
LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
PERBAIKAN TEKNOLOGI PRODUKSI TSS (TRUE SHALLOT SEE) UNTUK MENINGKATKAN PEMBUNGAAN DAN PEMBIJIAN BAWANG MERAH
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1.
Ir. Nani Sumarni, MS
2.
Prof. Riset Suwandi
3.
Ir. Sartono
4.
Neni Gunaeni, SP
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012 1
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Perbaikan Teknologi Produksi TSS Untuk Meningkatkan Pembungaan dan Pembijian Bawang Merah
Fokus
Bidang 1. Teknologi Pangan
Prioritas
2. Teknologi Kesehatan dan Obat 3. Teknologi Enerji 4. Teknologi Transportasi 5. Teknologi Informatika dan Komunikasi 6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 7. Teknologi Material
Kode Produk Target
1.01.
Kode Kegiatan
1.01.08
Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama
Ir. Nani Sumarni, MS
Nama
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Lembaga/
Institusi Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP Faksimile
022-82780642/08122307664 2
e-mail
[email protected]
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Dr. Fajri
Nama Lembaga
BPTP Sulawesi Selatan
Alamat Telepon/ HP Faksimile
-
e-mail
-
Jangka Waktu Kegiatan
: 8 (delapan) bulan
Biaya
: Rp. 200.000.000,-
Menyetujui :
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi NIP 19701007 199803 1 001
Ir. Nani Sumarni, MS NIP. 19490516 197803 2 001
3
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1
................. 4
DAFTAR ISI ...................................................................
7
DAFTAR TABEL ............................................................ BAB I
9
PENDAHULUAN ...........................................................
9
1.1. Latar Belakang ........................................................ 1.2. Pokok Permasalahan
10
.............................................. 1.3. Maksud dan Tujuan
13
................................................ 1.4. Metodologi Pelaksanaan
13
........................................ a. Lokus Kegiatan
13
................................................... b. Fokus Kegiatan
13
................................................... c. Bentuk Kegiatan
13
.................................................. BAB II
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN .......... 4
14
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan
14
............................. a. Perkembangan Kegiatan
14
................................... b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan
14
Kegiatan ..... 2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial
15
...................... a. Perencanaan Anggaran
15
...................................... b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran
16
..................... c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan
16
Aset ....................................................................... d. Kendala/Hambatan Pengelolaan
16
Administrasi Manajerial ............................................................. BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
17
............... 3.1. Metode-Proses Pencapaian Target
17
Kinerja ............ a. Kerangka Metode-Proses
17
.................................... b. Indikator Keberhasilan
18
......................................... c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbang-yasa 5
18
...................................................................... 3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan ......................... a. Kerangka Pengembangan Ke Depan
19
.................. b. Strategi Pengembangan Ke Depan
20
..................... BAB SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN IV
.......................... 4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
21
............. a. Kerangka Sinergi Koordinasi
21
............................... b. Indikator Keberhasilan Sinergi
21
............................. c. Perkembangan Sinergi Koordinasi
21
...................... 4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
22
............................. a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil
22
......... b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan
22
.................. c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil
23
..................... 24
BAB PENUTUP V
......................................................................
6
24
5.1. Kesimpulan ............................................................. a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan
24
Anggaran .. b. Metode Pencapaian Target Kinerja
24
..................... c. Potensi Pengembangan Ke Depan
25
..................... d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program
25
......... e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa
25
......... 39
5.2. Saran ...................................................................... a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan
26
....... b. Keberlanjtan Dukungan Program Ristek
27
............. 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................
7
DAFTAR TABEL
No. 1.
Keterangan Rincian biaya penelitian
2.
Halaman 15 15
Tahapan Biaya yang Diperlukan
8
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas unggulan sayuran yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi, serta mempunyai prospek pasar yang baik. Dalam dekade terakhir ini permintaan akan bawang merah untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan. Namun produktivitas tanaman bawang merah di Indonesia dipandang masih rendah, yaitu rata-rata 9,57 ton/ha (BPS 2009). Untuk memenuhi permintaan akan bawang merah yang terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri yang memerlukan bahan baku bawang merah, maka produksi dan kualitas hasil bawang merah harus senantiasa ditingkatkan, dan penanaman bawang merah harus dapat dilakukan sepanjang tahun agar pasokan dan harganya tidak berfluktuasi. Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman bawang merah. Rendahnya produktivitas tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra produksi, antara lain akibat kualitas benih yang rendah. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi bawang merah harus dimulai dengan tersedianya benih berkualitas agar bisa berproduksi lebih tinggi, dalam volume memadai dan tersedia setiap musim agar petani dapat menanam tepat waktu. Bawang merah umumnya diusahakan dengan menggunakan umbi bibit. Kendalanya, biaya penyediaan umbi bibit cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dari total biaya produksi (Suherman dan Basuki 1990). Disamping itu, mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp., Colletotrichum sp., Alternaria sp. dan virus dari tanaman asalnya yang terserang, sehingga
9
menurunkan produktivitasnya (Permadi 1993). Penurunan produktivitas bawang merah terutama sering terjadi pada penanaman di musim hujan (off-season). Penggunaan biji bawang merah (True Shallot Seed/TSS) untuk produksi umbi konsumsi ataupun umbi bibit bawang merah belum banyak dilakukan di Indonesia. Padahal penggunaan benih TSS mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan penggunaan umbi bibit konvensional, antara lain volume kebutuhan benih TSS lebih sedikit yaitu 3-6 kg/ha sedangkan kebutuhan umbi bibit sekitar 1-1,5 ton/ha, penyimpanan
dan
pengangkutan
benihTSS
lebih
mudah
dan
lebih
murah,
menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena TSS bebas patogen penyakit, dan menghasilkan umbi dengan kualitas yang lebih baik (Ridwan et al. 1989; Permadi 1993; Rosliani et al. 2005), dan dapat ditanam sepanjang tahun. Hanya saja usahatani bawang merah dengan benih TSS memerlukan penanganan pembibitan di persemaian selama satu bulan. Basuki (2009) melaporkan bahwa penggunaan TSS layak secara ekonomis karena dapat meningkatkan hasil dua kali lipat dibandingkan dengan penggunaan umbi bibit konvensional Penyebab belum berkembangnya penggunaan benih TSS di Indonesia antara lain ketersediaan TSS sebagai sumber benih yang sehat dan berdaya hasil tinggi masih jarang (terbatas) karena belum banyak yang memproduksi benih TSS. Masalah keterbatasan benih TSS tersebut perlu segera diatasi, yaitu dengan cara menyediakan dan mengembangkan teknologi produksi benih TSS yang tepat guna.
2. Pokok Permasalahan Di Indonesia tidak semua varietas-varietas bawang merah mudah berbunga secara alami, apalagi di dataran rendah. Menurut Satjadipura (1990) varietas Kuning mudah berbunga, varietas Bima agak sukar berbunga, dan varietas Sumenep sukar berbunga. Persentase jumlah tanaman bawang merah yang berbunga umumnya masih rendah hanya berkisar antara 30 – 50% (Putrasamedja dan Permadi 1994; Satjadipura 1990)). Varietas bawang merah Balitsa seperti Katumi, Trisula, Pancasona dan Mentes perlu diuji kemapuan berbunga dan menghasilkan biji TSS nya.
10
Pembungaan bawang merah masih rendah merupakan masalah utama dalam produksi biji bawang merah (TSS) di Indonesia. Rendahnya persentase pembungaan bawang merah di Indonesia disebabkan oleh faktor cuaca, terutama panjang hari yang pendek (< 12 jam) dan rata-rata temperatur udara yang cukup tinggi (> 18 oC) kurang mendukung terjadinya insiasi pembungaan (Putrasamedja 1995; Sumiati 1996). Untuk terjadinya inisiasi pembungaan diperlukan temperatur rendah (9 – 12
o
C) dan
fotoperiodisitas panjang (> 12 jam) (Brewster 1983; Khokhar et al. 2007). Curah hujan yang tinggi (> 200 mm/bulan) juga dapat menggagalkan pembungaan dan pembijian bawang merah. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah. Pemberian temperatur rendah secara buatan (vernalisasi) dengan temperatur 10 oC selama 3 – 4 minggu pada umbi bibit dapat meningkatkan persentase jumlah tanaman yang berbunga dan hasil biji bawang merah/TSS (Satjadipura 1990; Permadi 1993; Sumarni et al. 2009). Pembungaan dan hasil biji bawang merah meningkat dengan kombinasi perlakuan vernalisasi (10 oC) selama 4 minggu pada umbi bibit, waktu tanam yang tepat (musim kemarau), dan penggunaan umbi bibit berukuran besar (> 5 g/umbi) (Sumarni dan Soetiarso 1998; Rosliani et al. 2005). Insiasi pembungaan juga dikendalikan oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh (zpt) giberelin dan auksin. Giberelin dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi temperatur rendah dan hari panjang untuk stimulasi pembungaan. Aplikasi 100 – 200 ppm GA3 dan 50 ppm NAA dapat meningkatkan persentase jumlah tanaman yang berbunga dan hasil biji bawang merah (TSS) di dataran tinggi Lembang (Sumarni dan Sumiati 2001). Namun waktu dan cara aplikasi giberelin masih perlu diteliti. Masalah lain dalam produksi TSS adalah pembuahan (fruit set) dan pembijian (seed set) bawang merah masih rendah. Temperatur udara sangat berpengaruh terhadap
pembungaan,
pembuahan
dan
pembijian
bawang
merah.
Inisiasi
pembungaan terjadi pada temperatur rendah (9-12 oC), dan untuk pemanjangan tangkai umbel bunga diperlukan temperatur yang lebih tinggi (17-19 oC), sedangkan untuk pembuahan dan pembijiannya diperlukan temperatur yang lebih tinggi lagi ( 35 oC) 11
(Rabinowitch dan Brewster 1990, Mondal dan Husain 1980). Oleh karena itu, waktu pembungaan,
pembuahan
dan
pembijian
bawang
merah
harus
diusahakan
berlangsung pada musim kemarau. Pembuahan bawang merah juga harus dibantu oleh serangga polinator atau oleh manusia, karena pollen (tepung sari) bawang merah bersifat kental. Serangga yang berperan sebagai polinator adalah sejenis lebah galogalo (stingless bee) atau lalat hijau. Untuk mengundang serangga polinator telah dicoba penanaman tanaman atraktan yaitu tagetes dan caisim ditambah dengan penaburan ikan busuk disekitar tanaman, hasilnya caisim lebih baik dibandingkan tagetes (Sumarni et al. 2011). Jazawa (1990) menyarankan untuk memperbaiki pembungaan dan pembijian bawang merah dilakukan pemberian naungan plastik transparan dan penyeleksian umbi bibit yang benar-benar telah matang. Namun hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa di dataran tinggi Lembang pemberian naungan plastik transparan yang dipasang pada awal pertumbuhan tanaman dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang merah., karena itu sebaiknya naungan dipasang setelah tanaman berbunga (Sumarni et al. 2010 dan 2011). Faktor lain yang banyak berpengaruh terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah adalah pemberian pupuk NPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK untuk pembungaan dan pembijian bawang merah bervariasi antara 600-1200 kg/ha pupuk NPK 16-16-16, disamping pemberian 15 ton/ha pupuk kandang, tergantung pada varietas bawang merah dan kesuburan lahannya. Hasil biji bawang merah paling tinggi pada varietas Maja diperoleh dengan dosis 1200 kg/ha NPK 16-16-16, sedangkan pada varietas Bima hasil biji tertinggi diperoleh dengan dosis 600 kg/ha (Sumarni et al. 2010). Berdasarkan
hal-hal
tersebut
diatas
maka
teknik-teknik
peningkatan
pembungaan dan pembijian bawang merah masih perlu diperbaiki dan diadaptasikan di sentra-sentra produksi bawang merah. Provinsi Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi penghasil utama bawang merah (luas tanam > 1000 ha/tahun) di Indonesia. Luas pertanaman bawang merah di provinsi tersebut mencapai 3180 ha/tahun, namun rata-rata produktivitasnya baru mencapai 7,32 ton/ha (BPS 2009) masih jauh dibawah 12
potensi hasil bawang merah yang berkisar antara 20 – 25 ton/ha. Guna memenuhi kebutuhan benih bawang merah bermutu khususnya benih berupa biji TSS, maka teknologi produksi benih TSS yang sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi harus tersedia dan disosialisasikan agar petani/penakar benih dapat mandiri
memenuhi
kebutuhan benih bawang merah bermutu. 3. Maksud dan Tujuan -
Medapatkan varietas dan cara aplikasi zpt giberelin (GA3) yang paling tepat untuk meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah (TSS) di agroekosistem dataran tinggi.
-
Dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi teknologi produksi biji bawang merah (TSS) yang paling baik, yaitu teknologi budidaya yang siap dikembangkan meliputi : kesesuaian varietas bawang merah yang produktif menghasilkan bunga dan biji TSS, serta aplikasi budidaya yang tepat (perlakuan benih,
pengelolaan
tanaman
dan
lingkungan
tumbuh)
untuk
peningkatan
pembungaan, dan pembijian bawang merah.
4. Metodologi Pelaksanaan
a. Lokus Kegiatan
: Dataran tinggi Malino (1400 m dpl), Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Fokus Kegiatan
: Pertanian Pangan
c. Bentuk Kegiatan
: Percobaan Lapang
13
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Perkembangan Kegiatan Sebagai pendahuluan dilakukan pembuatan proposal, petunjuk pelaksanaan, rencana kegiatan operasional terinci, dan koordinasi dengan BPTP Sulawesi Selatan. Selanjutnya dilakukan penyediaan umbi bibit varietas Mentes dan Pancasona. Sebelum ditanam, umbi bibit divernalisasi, yaitu dengan menyimpan umbi bibit pada ruang pendingin (10 oC) selama empat minggu, kemudian umbi bibit yang telah divernalisasi dikirim ke lokasi penelitian. Di lapangan telah dilakukan pengolahan tanah, dan pembuatan petak-petak percobaan berupa bedengan-bedengan berukuran 1,2 m x 10 m. Selain itu juga telah dilakukan pemupukan awal, yaitu pemberian pupuk kandang dan sebagian dosis pupuk NPK, serta pemasangan mulsa plastik hitam perak. Penanaman umbi bibit dlaksanakan pada tanggal 10 Mei 2012. Aplikasi zpt GA3 telah diberikan sesuai dengan perlakuaan yang telah ditentukan. Untuk melindungi tanaman bawang merah (terutama bunga) dari curah hujan yang tinggi telah dilakukan pemasangan naungan plastik transparan, dan tanaman tagetes ditanam disekeliling petak perobaan untuk menarik serangga pollinator. Pemeliharaan tanaman seperti pengairan, penyiangan dan pengendalian hama penyakit dilakukan secara intensif. Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman, pembungaan dan pembijian tanaman bawang merah dilakukan mulai umur 4 minggu setelah tanam.
b. Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan
14
Kendala-hambatan yang terjadi ialah pencairan dana tidak sesuai (terlambat) dengan jadwal kegiatan di lapangan dan lokasi penelitian jauh, sehingga menghambat peninjauan/pengamatan oleh peneliti Balitsa. Di lapangan sering terjadi gangguan angin kencang dan persediaan air terbatas, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman, pembungaan dan pembijian bawang merah.
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran Biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini ialah sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Rincian biaya penelitian No.
Uraian
Jumlah (Rp.)
1.
Belanja Gajih dan Upah
76.200.000
2.
Belanja Bahan
32.121.000
3.
Belanja Perjalanan
82.625.000
4.
Belanja Barang Operasional lainnyaLain-
9.054.000
lain Total Biaya
200.000.000
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran penelitian dialokasikan dalam tiga tahapan pembayaran, yaitu masingmasing 30%, 50%, dan 20% dari total biaya yang diperlukan. Pengelolaan anggaran tersebut akan digunakan untuk pembiayaan kegiatan seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Tahapan Biaya yang Diperlukan No.
Uraian
1.
Belanja
Tahap I gajih
dan
Tahap II
Tahap III
Total
7.640.000
43.000.000
25.560.000
76.200.000
21.585.000
10.536.000
-
32.121.000
upah 2.
Belanja Bahan
15
3.
Belanja Perjalanan
4.
Belanja
Barang
25.175.000
44.400.000
13.050.000
82.625.000
5.600.000
2.064.000
1.390.000
9.054.000
60.000.000
100.000.000
40.000.000
200.000.000
Operasional lainnya Total biaya
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Aset yang diperoleh dari kegiatan ini berupa informasi teknologi produksi benih TSS (True Shallot Seed) yang sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi, yaitu teknologi yang siap dikembangkan meliputi kesesuian varietas bawang merah yang produktif menghasilkan bunga dan biji TSS
dan aplikasi budidaya yang tepat
(perlakuan benih, pengelolaan tanaman, dan lingkungan tumbuh) untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah. Informasi teknologi produksi benih TSS akan didiseminasikan melalui publikasi ilmiah seperti Jurnal Hortikultura. Informasi teknologi tersebut diharapkan akan disosialisasikan oleh BPTP Sulawesi Selatan kepada petani/penakar benih sayuran (khususnya bawang merah) di wilayah tersebut.
d. Kendala-Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Pencairan dana tidak sesuai (terlambat) dengan jadwal kebutuhan di lapangan, sehingga menghambat kegiatan peninjauan oleh peneliti Balitsa. Dengan kondisi itu biaya operasional di lapangan terpaksa ditanggulangi oleh tim peneliti Balitsa dan mitra di Sulawesi Selatan. Pengalokasian
anggaran penelitian dalam tiga tahapan
pembayaran, yaitu masing-masing 30%, 50%, dan 20% dari total biaya yang diperlukan tidak sesuai untuk penelitian sayuran yang membutuhkan anggaran lebih banyak pada tahapan awal.
16
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode Proses Percoban lapang dilaksanakan di dataran tinggi Malino-Sulawesi Selatan (1400 m dpl), dari bulan Pebruari sampai Oktober 2012. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah, dengan empat ulangan. Petak utama : Varietasyang bawang merah (A), terdiri atas : a1 = Mentes, dan a2 = Pancasona. Anak petak
: Cara aplikasi zpt GA3 dengan konsentrasi 200 ppm (B), terdiri atas : b1 = Tanpa zpt GA3, b2 = Perendaman umbi bibit dalam GA3 selama 30 menit sebelum tanam, b3 = Peyemprotan tanaman dengan GA3 pada umur 3 dan 5 minggu setelah b4=
tanam, dan
Kombinasi
perendaman
umbi
bibit
sebelum
tanam
dan
penyemprotan tanaman dengan GA3 pada umur 3 dan 4 minggu setelah tanam. Kombinasi perlakuan ada 8 perlakuan. Umbi bibit berukuran besar (5 g/umbi) sebelum ditanam divernalisasi dengan temperatur 10
o
C selama empat minggu. Luas petak-petak percobaan : 12 m2
bedengan berukuran berupa bedengan berukuran 1,2 m x 10 m. Jarak tanam bawang merah : 20 cm x 20 cm (250 tanaman per petak perlakuan). Pemupukan diberikan dengan dosis 160 kg N/ha, 160 kg P2O5/ha dan 160 kg K2O/ha, dan 20 ton pupuk 17
kandang/ha. Naungan plastik transparan dipasang pada saat tanaman sudah berbunga untuk melindungi pembungaan dan pembijian bawang merah dari curah hujan. Tipe naungan plastik transparan mempunyai atap miring dengan penyangga dari bambu setinggi 1,3 m pada bagian belakang dan 1,5 m pada bagian depan, lebar atap 1,5 m dan panjang atap 10 m. Untuk menarik serangga polinator ditanam tanaman tagetes/caisim
disekeliling
petak
percobaan.
Pemeliharaan
tanaman
seperti
penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif. Pemanenan dilakukan setelah buah berwarna hitam dengan cara memotong umbel bunga dan mengeringkannya di ruang pengering hingga kadar air mencapai sekitar 8 – 10%. Selanjutnya benih/biji TSS langsung diuji kemampuan daya kecambah dan kesehatan benihnya di laboratorium. Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan), jumlah tanaman yang berbunga, jumlah umbel bunga, jumlah umbel bunga yang berbuah dan berbiji, hasil bobot biji, bobot 100 burir biji daya kecambah benih, dan insiden hama dan penyakit. Data hasil pengamatan dianalisis dengan Uji Fisher, dan perbedaan antara perlakuan dianalisis dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
b. Indikator Keberhasilan. Keberhasilan kegiatan ini adalah pembungaan dan hasil biji bawang merah (TSS) di dataran tinggi dapat ditingkatkan dengan varietas dan cara aplikasi zpt GA3 yang paling sesuai. Tersedianya informasi teknologi produksi benih TSS (True Shallot Seed) yang sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi, yaitu teknologi yang siap dikembangkan meliputi kesesuian varietas bawang merah yang produktif menghasilkan bunga dan biji TSS dan aplikasi budidaya yang tepat (perlakuan benih, pengelolaan tanaman, dan lingkungan tumbuh) untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa
18
Pada umumnya pelaksanaan kegiatan di lapangan berjalan dengan baik. Tanaman bawang merah tumbuh subur, pembungaan tanaman bawang merah baik varietas Mentes ataupun Pancasona cukup baik. Namun pembentukan buah dan biji bawang merah masih sedikit, perlu waktu yang lebih lama untuk terjadinya pembuahan dan pembijian bawang merah yang maksimal. Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun. Tidak terjadi interaksi antara varietas dan cara aplikasi zpt GA3 terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan bawang merah. Secara umum,tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan bawang merah tidak dipengaruhi oleh varietas dan cara aplikasi zpt GA 3. Tinggi tanaman maksimum dicapai pada umur 8 minggu setelah tanam, yaitu rata-rata 45,42 – 46,06 cm, jumlah daun rata-rata 40,80 – 42,93 daun/tanaman, dan jumlah anakan ratarata 10,20 – 10,73 anakan/tanaman. Pembungaan bawang merah, yaitu jumlah tanaman yang berbunga per petak dan jumlah umbel bunga per petak dipengaruhi oleh interaksi antara varietas bawang merah dan cara aplikasi zpt GA3. Pada varietas Mentes, jumlah tanaman yang berbunga paling banyak (89,70%) dan jumlah umbel bunga paling banyak (672,75 umbel bunga per petak) diperoleh dengan cara kombinasi perendaman umbi bibit pada larutan GA3 sebelum tanam + penyemprotan bagian tanaman dengan larutan GA3 pada umur 3 dan 5 minggu setelah tanam. Sedangkan pada varietas Pancasona, jumlah tanaman yang berbunga paling banyak (88,30%) dan jumlah umbel bunga paling banyak (662,25 umbel bunga per petak) diperoleh dengan cara perendeman umbi bibit pada larutan GA3 sebelum tanam. Hasil biji bawang merah (TSS) belum bisa dilaporkan karena belum terjadi pembuahan dan pembijian bawang merah (percobaan masih berjalan).
2. Potensi Pengembangan Ke Depan a. Kerangka Pengembangan Ke Depan Informasi teknologi produksi benih TSS yang tepat guna dan sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi perlu disosialisasikan dan dikembangkan melalui 19
penelitian partisipatif yang melibatkan petani/kelompok tani/penakar benih. Informasi teknologi produksi TSS sebagai sumber benih bawang merah yang sehat dan berdaya hasil tinggi secara teknis dapat diaplikasikan di masing-masing daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia.
b. Strategi Pengembangan Ke Depan BPTP
yang
ada
di
provinsi
diharapkan
menjadi
ujung
tombak
bagi
pengembangan teknologi produksi benih TSS dan pengembangan budidaya bawang merah menggunakan benih TSS. Informasi tentang teknologi produksi TSS yang tepat guna oleh BPTP Sulawesi Selatan
perlu disosialisasikan kepada petani/penangkar benih bawang merah di
wilayah tersebut sebagai bahan acuan untuk penyediaan TSS sebagai benih bawang merah berkualitas, selain benih umbi bibit konvensional dalam meningkatkan produksi bawang merah. Sosialisasi teknologi produksi benih TSS yang tepat guna dan sesuai dengan agrosistem dataran tinggi Sulawesi Selatan akan disampaikan oleh penyuluh lapangan atau petugas BPTP dalam setiap pertemuan baik dengan kelompok tani maupun individu petani bawang merah di daerah Sulawesi Selatan.
20
BAB 1V SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program a. Kerangka Sinergi Koordinasi Pada tahap awal dilakukan pembuatan proposal, petunjuk pelaksanaan, dan rencana kegiatan operasional terinci. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan mitra kerja yaitu BPTP Sulawesi Selatan, untuk menentukan lokasi penelitian, membicarakan teknis pelaksanaan kegiatan, dan menentukan pembantu pelaksana lapangan. Pelaksanaan kegiatan dibantu oleh peneliti BPTP Sulawesi Selatan, petani sayuran dari Kelompok Tani Hikmah Bersama-Bulubalea-Pattapang dan teknisi dari Balitsa. Mereka belajar bersama untuk melakukan tahapan-tahapan penelitian pembungaan dan pembijian bawang merah. Peneliti dari BPTP Sulawesi Selatan dan Balitsa melakukan peninjauan/pengamatan lapangan secara periodik. Pengolahan data, pelaporan dan presentasi hasil penelitian dilakukan oleh peneliti Balitsa.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi Indikator keberhasilan sinergi ialah terjalinnya kerjasama antara Balitsa, BPTP Sulawesi Selatan, dan Kelompok Tani setempat dalam melaksanakan kegiatan penelitian sayuran, khususnya produksi benih TSS. Metode penelitian dalam penelitian ini dapat digunakan oleh BPTP Sulawesi Selatan di masa yang akan datang untuk mengembangkan teknologi produksi benih TSS di daerah tersebut. 21
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi BPTP Sulawesi Selatan melakukan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan penelitian di lapangan sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Baik penyediaan bahan-bahan penelitian maupun pelaksanaan peneltian di lapangan dibantu oleh petugas Kelompok Tani Hikmah Bersama-Bulubalea-Pattapang dan teknisi dari Balitsa. Peneliti dari BPTP Sulawesi Selatan dan Balitsa melakukan peninjauan lapangan secara periodik. Pengolahan data, pelaporan dan presentasi hasil penelitian dilakukan oleh peneliti Balitsa.
2. Pemanfaatan Hasil Libangyasa a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi teknologi produksi biji bawang merah (TSS) yang sesuai dengan lokasi agroekosistem dataran tinggi, meliputi kesesuian varietas bawang merah yang produktif menghasilkan bunga dan biji TSS dan aplikasi budidaya yang tepat (perlakuan benih, pengelolaan tanaman, dan lingkungan tumbuh) untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah. Dengan diperolehnya teknologi produksi biji bawang merah (TSS) yang sesuai dengan lokasi agroekosistem setempat, maka ketersediaan TSS yang terbatas (masih jarang) sebagai sumber benih bawang merah bermutu, murah, sehat dan berdaya hasil tinggi dapat diatasi. Penggunaan benih TSS akan membawa keuntungan, antara lain produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan umbi bibit, pertumbuhan tanaman dari TSS lebih kuat dan sehat, volume penggunaan TSS untuk luasan per hektar lebih sedikit sehingga biaya produksi lebih rendah, proses distribusi TSS lebih ringkas sehingga biaya angkut lebih murah, mutu umbi yang dihasilkan lebih baik, harga jual hasil panen lebih mahal dan bisa disimpan lebih lama.
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan 22
Dengan tersedianya teknologi benih TSS di daerah Sulawesi Selatan, petani/penangkar benih dapat mandiri menyediakan kebutuhan benih bawang merah berkualitas dan tidak bergantung pada benih impor, dan petani dapat melakukan penanaman sepanjang tahun sehingga pasokan bawang merah dan harganya tidak berfluktuasi.
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Keterlibatan peneliti BPTP Sulawesi Selatan dan Kelompok Tani setempat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam memproduksi benih bawang merah yang berkualitas, murah dan berdaya hasil tinggi. Dalam jangka panjang diharapkan produktivitas bawang merah dan pendapatan petani meningkat, biaya produksi dan fluktuasi harga bawang merah berkurang, diversifikasi penggunaan benih dalam usahatani bawang merah, dan petani mampu bersaing dan berkiprah di pasar global. Selain itu, diharapkan kebutuhan bawang merah berkualitas baik untuk konsumsi dalam negeri ataupun ekspor dapat dipenuhi. Hal ini dapat mendorong berkembangnya sektor perdagangan dan industri perbenihan bawang merah, berkembangnya industri pengolahan makanan dan obat-obatan yang memerlukan bahan baku bawang merah, dan meningkatkan ekspor bawang merah dan devisa Negara.
23
BAB V PENUTUP
1.
Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Tahapan pelaksanaan kegiatan diawali pembuatan proposal, koordinasi dengan BPTP Sulawesi Selatan, penyediaan umbi bibit bawang merah, vernalisasi umbi bibit (10 oC, 4 minggu), persiapan lahan, pemupukan, pemasangan mulsa plastik hitam perak, penanaman umbi bibit bawang merah dan tagetes, aplikasi zpt GA3, pemasangan naungan plastik transparan, pemeliharaan tanaman, pengamatan, dan pembuatan laporan. Anggaran penelitian sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dialokasikan dalam tiga tahap, yaitu masingmasing 30%, 50% dan 20% dari total biaya yang dianggarkan.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja Metode penelian adalan percobaan lapang menggunakan Rancangan Petak Terpisah, dengan empat ulangan. Petak utama : Dua varietas bawang merah (Mentes dan Pancasona). Anak petak : Empat cara aplikasi zpt GA3 (tanpa zpt GA3, perendaman umbi bibit dalam GA3, peyemprotan tanaman dengan GA3, dan kombinasi perendaman umbi bibit + penyemprotan tanaman dengan GA3 ). Sebelum ditanam umbi bibit divernalisasi (t=10 oC, 4 minggu), kemudian ditanam 24
pada bedengan yang diberi mulsa plastik hitam perak dan naungan plastik transparan, serta disekelilingnya ditanami tagetes. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman bawang merah tidak dipengaruhi oleh varietas, cara aplikasi zpt GA3, dan interaksi kedua faktor tersebut. Pembungaan bawang merah dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dan cara aplikasi zpt GA 3. Pada varietas Mentes, jumlah tanaman yang berbunga dan jumlah umbel bunga paling banyak diperoleh dengan cara perendaman umbi bibit dan penyemprotan tanaman dengan GA3. Sedangkan pada varietas Pancasona, jumlah tanaman yang berbunga dan jumlah umbel bunga paling banyak diperoleh dengan cara perendaman umbi bibit dengan GA3. c. Potensi Pengembangan Ke Depan Informasi teknologi produksi benih TSS yang tepat guna dan sesuai dengan agroekosistem dataran tinggi perlu disosialisasikan dan dikembangkan melalui penelitian partisipatif yang melibatkan petani/kelompok tanai/penakar benih. Teknologi produksi TSS sebagai sumber benih bawang merah yang sehat dan berdaya hasil tinggi secara teknis dapat diaplikasikan di masing-masing daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia. BPTP setempat yang ada di provinsi diharapkan menjadi ujung tombak pengembangan teknologi produksi benih TSS dan pengembangan budidaya bawang merah menggunakan benih TSS.
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Terjalinnya kerjasama antara Balitsa, BPTP Sulawesi Selatan, dan Kelompok Tani setempat dalam melaksanakan kegiatan penelitian sayuran, khususnya produksi benih TSS. BPTP Sulawesi Selatan melakukan pelaksanaan dan pemantauan kegiatan penelitian di lapangan sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang direncanakan. Peneliti dari BPTP Sulawesi Selatan
dan
Balitsa
melakukan
peninjauan
25
lapangan
secara
periodik.
Pengolahan data, pelaporan dan presentasi hasil penelitian dilakukan oleh peneliti Balitsa.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Hasil penelitian berupa informasi teknologi produksi biji bawang merah (TSS) yang sesuai dengan lokasi agroekosistem dataran tinggi, meliputi kesesuian varietas bawang merah yang produktif menghasilkan bunga dan biji TSS dan aplikasi budidaya yang tepat (perlakuan benih, pengelolaan tanaman, dan lingkungan tumbuh) untuk meningkatkan pembungaan dan pembijian bawang merah. Informasi teknologi produksi TSS tersebut akan didiseminasikan melalui publikasi ilmiah seperti Jurnal Hortikultura, dan disosialisasikan oleh BPTP Sulawesi Selatan
kepada petani/penangkar benih bawang merah di wilayah
tersebut sebagai bahan acuan untuk penyediaan TSS sebagai benih bawang merah berkualitas selain benih umbi bibit konvensional dalam meningkatkan produksi bawang merah.
2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Teknologi produksi benih TSS yang tepat guna perlu disosialisasikan dan dikembangkan melalui penelitian partisipatif yang melibatkan petani/kelompok tanai/penakar benih di sentra-sentra produksi lainnya di Indonesia.
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Masih perlu dukungan program Ristek untuk perbaikan kekurangan teknologi produksi benih TSS yang sudah diperoleh, yaitu peningkatan “seed set”, produksi benih TSS skala usahatani, penanganan pasca panen benih dan pengemasan benih.
26
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2009. Survai Pertanian. Statistik tanaman sayuran dan buahbuahan. Agricultural survey statistics of vegetabable and fruit plant. Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik, Jakarta-Indonesia. Basuki, R.S. 2009. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis Teknologi Budidaya Bawang Merah dengan Biji Botani dan Benih Umbi Tradisional . J.Hort. 19 (2) : 214-227 Mondal, M.F. and Husain. 1980. Effect of time of planting of onion bulbs on the yield and quality of seeds. Bangladesh Journal of Agriculture 5 : 131-134. Permadi, AH. 1993. Growing shallot from true seed. Research results and problems. Onion newsletter for the Tropics. NRI. Kingdom, July 1993 (5) : 35 – 38. Putrasamedja, S. 1995. Pengaruh jarak tanam terhadap bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum Baches) dari biji terhadap produksi. J. Hort. 5 (1) : 71 – 80. Putrasamedja, S. dan A.H. Permadi. 1994. Pembungaan beberapa kultivar bawang merah di dataran tinggi. Buletin Penelitian Hortikultura. XXVI (2) : 128 – 133. Ridwan, H., H. Sutapradja dan Margono. 1989. Daya produksi dan harga pokok benih/biji bawang merah. Buletin Penelitian Hortikultura XVII. (4) : 57 – 61. Rosliani, R., Suwandi, dan N. Sumarni. 2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur tumbuh mepiquat klorida terhadap pembungaan dan produksi biji bawang merah (TSS). J.Hort. 15(3) : 192-198. Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Penerbit ITB Bandung. 27
Satjadipura, S. 1990. Pengaruh vernalisasi terhadap pembungaan bawang merah. Buletin Penelitian Hortikultira XVIII (EK. No 2) : 61-70. Sumarni, N dan E. Sumiati. 2001. Pengaruh vernalisasi, giberelin dan auxin terhadap pembungaan dari hasil biji bawang merah. J. Hort. 11 (1) : 1 – 8. Sumarni, N dan T.A. Soetiarso. 1998. Pengaruh waktu tanam dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan biaya produksi biji bawang merah. J. Hort. 8 (2) : 1085 – 1094. Sumarni, N., G.A. Sopha dan R. Gaswanto. 2009. Implementasi Teknologi TSS Untuk Memenuhi Kebutuhan Benih Bawang Merah Sebanyak 30% Pada Waktu Tanam Off Season. Lap. Hasil Penelitian SINTA 2009. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pustitbanghorti. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. Sumarni, N., G.A. Sopha dan R.Gaswanto. 2010. Perbaikan Teknologi Produksi TSS Untuk Mempercepat Pemenuhan Kebutuhan Benih Bawang Merah Murah Pada Waktu Tanam Musim Hujan. Lap. Hasil Penel. Ristek 2010. Balitsa, Puslitbanghorti. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. Sumarni, N., W. Setiawati, A. Wulandari, dan A. Hasyim. 2011. Perbaikan teknologi produksi benih bawang merah (TSS) untuk peningkatan ‘seed se” (25%). Lap.Hasil Penel. Balitsa 2011. Sumiati, E. 1996. Konsentrasi optimum mepiquat klorida untuk peningkatan hasil umbi bawang merah kultivar Bima Brebes di Majalengka. J. Hort. 6 (2) : 120- 128. Yazawa, S. 1990. Onion seed production in Sri Langka. Tropical Agricultural Research Series(23) : 97-101.
28