KODE JUDUL : X.175
LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
PEMANTAUAN RESISTENSI Plutella xylostella TERHADAP INSEKTISIDA YANG UMUM DIGUNAKAN OLEH PETANI KUBIS DI DATARAN TINGGI SULAWESI SELATAN SEBAGAI DASAR PEMILIHAN INSEKTISIDA YANG TEPAT
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1.
Dr. Ir. Laksminiwati Prabaningrum, MS
2.
Ir. Tinny S. Uhan, MS
3.
Ir. Uvan Nurwahidah, MS
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Pemantauan
Resistensi
Plutella
xylostella
terhadap Insektisida yang Umum Digunakan Oleh Petani Kubis di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Sebagai Dasar Pemilihan Insektisida yang Tepat Fokus Bidang Prioritas
1. Teknologi Pangan 2. Teknologi Kesehatan dan Obat 3. Teknologi Enerji 4. Teknologi Transportasi 5. Teknologi Informatika dan Komunikasi 6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 7. Teknologi Material
Kode Produk Target
1.3.
Kode Kegiatan
1.03.01
Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama
Dr. Laksminiwati Prabaningrum, Ir. MS.
Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP
022-2786245/ 08122016388
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
3
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Ir. Firdaus Hasan, MS
Nama Lembaga
UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan
Alamat
Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan
Telepon/ HP
0411-371593/ 0811462025
Faksimile
-
e-mail
-
Jangka Waktu Kegiatan
: 8 (delapan) bulan
Biaya
: Rp. 150.000.000,-
Menyetujui :
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi NIP 19701007 199803 1 001
Dr.Laksminiwati Prabaningrum NIP. 19600831 198603 1 001
4
EXECUTIVE SUMMARY
5
EXECUTIVE SUMMARY Plutella xylostella is a key pest of cabbage that has an ability to quickly develop to be resistant to insecticides. Therefore, integrated resistance management (IRM) is an important programme to be done. A tactic in IRM is periodically and sustainable resistance monitoring. Research on monitoring of P. xylostella xylostella resistance to insecticides used by farmers on cabbage in South Sulawesi as a base for choosing the effective insecticides had been conducted from February until August 2012 at Anggeraja (590 m asl) and Baroko subdistrcts (1,040 m asl), Enrekang District and Tombolo Pao (1,600 m asl) and Tinggi Moncong Subdistricts, Gowa District, South Sulawesi Province. In the early experiment, a survey with cabbage farmers as respondents was carried out to determine kind of insecticide used and farmers’ behaviour in applicating insecticide for controlling P. xylostella. Toxicity test was carried out at Division of Biological Control, Food and Horticulture Crops Protection Institute in South Sulawesi Province. Third instar of P. xylostella larvae were used in the experiment. Toxicity
test
used
Protocol
No. 7,
Proposed Insecticide/ Acaricide
Susceptibility Test created by Insecticide Resistance Action Committee. Larvae mortality data and their correlation with formulation concentration of insecticides tested were analysed used Probit Analysis according to Finney, to determine the LC50. Interprestation of P. xylostella resistance to insecticides tested was got by comparing LC50 of insecticides tested with LC50 for the susceptible strain. LC50 of the susceptible strain of P. xylostella was the lowest LC50 among insecticides tested. Insect is resistant if the LC50 ≥ 4 times to the LC50 for susceptible one. Result of the survey showed that there were eight kinds of insecticides used by farmers in cabbage cultivation. Toxicity test of the insecticides showed that there were varies susceptibility of P. xylostella larvae from different locations and the larvae had been developed to resistant to insecticides. The budget of the research was IDR 150,000,000 (one hundred and fifty millions rupiahs). The money was managed by Research Collaboration Division in IVEGRI, and given to the researcher in three terms. The research
6
produced an information that will be published in Journal of Horticulture, ICHORD, AARD. At the moment, the draft has been submitted to the editors of the journal. The money in the first term was too small, so that it disturbed the activity. Filling on line report was difficult because the database memory was too small. Results of the research showed that P. xylostella from Anggeraja Subdistrict had been resistant to Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Permethrin, Chlorantraniliprol, B. thuringiensis and Tiametoxam + Chlorantraniliprol, but it was still susceptible to Spinosad. P. xylostella from Baroko Subdistrct had been resistant to Betacyfluthrin,
Lambda-cyhalothrin,
thuringiensis,
but
it
was
Permethrin,
still
Chlorantraniliprol,
susceptible
to
and
Lambda-cyhalothrin
B. +
Chlorantraniliprol, Spinosad, and and Tiametoxam + Chlorantraniliprol. P. xylostella from Tombolo Pao Subdistrict had been resistant to Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol, and Tiametoxam + Chlorantraniliprol, but it was still susceptible to Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, and B. thuringiensis. P. xylostella from Tinggi Moncong Subdistrct had been resistant to cyhalothrin,
Lambda-cyhalothrin
+
Beta-cyfluthrin, Lambda-
Chlorantraniliprol,
Permethrin,
Chlorantraniliprol, and Tiametoxam + Chlorantraniliprol, but it was still susceptible to Spinosad and B. thuringiensis. Based on the result, all ineffective insecticides in a sub-district can not be used in a periode of 1-2 years and have to be replaced with other effective insecticides that have different mode of action code. Insecticide resistance management (IRM) will be determined as a programme of The Food and Horticultural Crops Protection Institute (FHCPI) in South Sulawesi. A protocol of toxicity test will be created to support the programme. The institution also can develop IRM for other pests using the protocol. The activities in the research were supported by extension workers and pest observers in the location. They worked together and took experiences in toxicology tests. The research had been used as a training forum. Result of the research
showed that there were several kinds of
insecticides that still effective and not efffective for controlling P. xylostella
7
larvae. The information was delivered to The Food and Horticultural Crops Protection Institute and Agriculture Office in South Sulawesi in order to create a strategy for determining the right and effective insecticides to control P. xylostella in every location. The Food and Horticultural Crops Protection Institute in South Sulawesi determines IRM as a routine programme in the institute. All stakeholders have to have an agrreement for regulating the use of pesticide in order to delay pests resistance.
8
LAPORAN HASIL LITBANG
2
DAFTAR ISI
BAB
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................
3
I
IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA ............................
4
II
IDENTITAS KEGIATAN ......................................................
5
III
IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL
8
LITBANG ............................................................................ IV
PENGELOLAAN ASET ......................................................
10
LAMPIRAN ........................................................................
11
3
BAB I IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA
Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Nama Pimpinan
Dr. Liferdi, SP.MSi.
Alamat
Jl.
Tangkuban
Parahu
No.
517,
Lembang,
Bandung Barat 40391 Telepon/ HP
081314524070
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
4
BAB II IDENTITAS KEGIATAN
Judul
Pemantauan Resistensi Plutella xylostella terhadap Insektisida yang Umum Digunakan Oleh Petani Kubis di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Sebagai Dasar Pemilihan Insektisida yang Tepat
Abstraksi
Plutella xylostella merupakan hama utama tanaman kubis,
yang
merupakan
serangga
yang
mampu
berkembang menjadi resisten terhadap insektisida secara cepat. Dengan demikian pengelolaan resistensi hama
tersebut
merupakan
program
yang
harus
dijalankan. Salah satu taktik dalam pengelolaan resistensi secara terpadu ialah pemantauan resistensi hama
secara
periodik
dan
berkesinambungan.
Penelitian pemantauan resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis di Sulawesi Selatan sebagai dasar pemilihan insektisida yang tepat telah dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2012 di Kecamatan Anggeraja (590 m dpl) dan di Kecamatan Baroko (1.040 m dpl), Kabupaten Enrekang dan di Kecamatan Tombolo Pao (1.600 m dpl) dan Kecamatan Tinggi Moncong (1.500 m dpl), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Penelitian ini diawali dengan survai dengan responden petani kubis di daerah tersebut untuk mengetahui jenis pestisida yang digunakan serta perlakuan petani dalam mengaplikasikan insektisida dalam mengendalikan P. xylostella pada budidaya kubis. Pengujian toksisitas insektisida dilakukan di Posko Agens Hayati, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura di Sulawesi
5
Selatan. Ulat P. xylostella yang digunakan adalah instar
ke-3.
Pengujian
toksisitas
insektisida
menggunakan Protokol No. 7, Proposed Insecticide/ Acaricide
Susceptibility
Insecticide
Resistance
Test
yang
Action
disusun
Committee.
oleh Data
mortalitas larva dan hubungannya dengan konsentrasi formulasi insektisida yang diuji dianalisis menggunakan analisis probit menurut Finney, dengan menggunakan Program Komputer C-Probit untuk mengetahui nilai LC50 berbagai insektisida yang diuji. Interpretasi data tingkat resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji diperoleh dengan membandingkan nilai LC50 insektisida yang diuji dengan nilai LC50 terhadap strain larva P. xylostella yang masih rentan. LC50 insektisida terhadap strain larva P. xylostella rentan ialah nilai LC50 terendah dari insektisida yang diuji. Serangga
telah
resisten
LC50
terhadap insektisida tersebut apabila
bernilai
4 kali pembanding. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa P. xylostella asal Kecamatan Anggeraja telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin,
Lambda-cyhalothrin
+
Chlorantraniliprol, Permethrin, Chlorantraniliprol, B. thuringiensis, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol dan masih rentan terhadap Spinosad, sedangkan P. xylostella asal Kecamatan Baroko telah resisten terhadap
Beta-cyfluthrin,
Lambda-cyhalothrin,
Permethrin, Chlorantraniliprol, dan B. thuringiensis serta masih rentan terhadap Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Chlorantraniliprol.
Spinosad,
dan
Tiametoxam
+
Sementara P. xylostella asal
Kecamatan Tombolo Pao telah resisten terhadap Betacyfluthrin,
Lambda-cyhalothrin,
Permethrin,
Chlorantraniliprol, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol
6
serta masih rentan terhadap Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, dan B. thuringiensis. P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol serta
masih
rentan
terhadap
Spinosad
dan
B.
thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian, saran yang dikemukan ialah insektisida yang sudah tidak efektif di suatu kecamatan untuk sementara waktu (1-2 tahun) jangan
digunakan
dan
harus
diganti
dengan
insektisida lain yang masih efektif dan mempunyai kode cara kerja yang berbeda dengan insektisida tersebut. Tim Peneliti
Dr. L.Prabaningrum, Ir. Tinny S. Uhan, MS, Ir. Uvan Nurwahidah,MS, Agus Hendra, Karmin
Waktu Pelaksanaan
Februari-Oktober 2012
Publikasi
Jurnal
Hortikultura,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi oleh Dewan Redaksi)
7
BAB III IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG
Ringkasan Kekayaan Intelektual
-
Ringkasan Hasil Litbang
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa P. xylostella asal Kecamatan Anggeraja telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol,
Permethrin,
Chlorantraniliprol, B. thuringiensis, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol dan masih rentan terhadap Spinosad, sedangkan P. xylostella asal Kecamatan Baroko telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambdacyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan B. thuringiensis serta masih rentan terhadap
+
Lambda-cyhalothrin
Chlorantraniliprol, +
Tiametoxam
dan
Spinosad,
Chlorantraniliprol.
Sementara P. xylostella asal Kecamatan Tombolo Pao telah resisten terhadap Betacyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol,
dan
Chlorantraniliprol
serta
terhadap
Tiametoxam masih
rentan
Lambda-cyhalothrin
Chlorantraniliprol,
Spinosad,
+
dan
+ B.
thuringiensis. P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin,
Lambda-cyhalothrin,
Lambda-cyhalothrin Permethrin,
+
Chlorantraniliprol,
Chlorantraniliprol,
dan 8
Tiametoxam
+
serta
Chlorantraniliprol
masih rentan terhadap Spinosad dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian, saran yang dikemukan ialah insektisida yang
sudah
tidak
efektif
di
suatu
kecamatan untuk sementara waktu (1-2 tahun) jangan digunakan dan harus diganti dengan insektisida lain yang masih efektif dan mempunyai kode cara kerja yang berbeda dengan insektisida tersebut. Pengelolaan Anggaran
Anggaran diterima dalam 3 termin. Dana termin 1 dan 2 sudah diterima.
Sarana-Prasarana
Terlampir pada Metode Laporan Akhir
Pendokumentasian
Terlampir pada dokumentasi Laporan Akhir
9
BAB IV PENGELOLAAN ASET
Judul
Pemantauan Resistensi Plutella xylostella terhadap Insektisida yang Umum Digunakan Oleh Petani Kubis di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan Sebagai Dasar Pemilihan Insektisida yang Tepat
Tim Peneliti
Dr. L.Prabaningrum, Ir. Tinny S. Uhan, MS, Ir. Uvan Nurwahidah,MS, Agus Hendra, Karmin
Institusi Pelaksana
Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi Selatan
Aset yang
Informasi
Dihasilkan Pengelolaan Hasil
Diterbitkan dalam Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian
Litbangyasa
dan Pengembangan Hortikultura (dalam proses koreksi oleh Dewan Redaksi)
10
LAMPIRAN LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN
11
RINGKASAN Plutella xylostella merupakan hama utama tanaman kubis, yang merupakan serangga yang mampu berkembang menjadi resisten terhadap insektisida secara cepat. Dengan demikian pengelolaan resistensi hama tersebut merupakan program yang harus dijalankan. Salah satu taktik dalam pengelolaan resistensi secara terpadu ialah pemantauan resistensi hama secara periodik dan berkesinambungan. Penelitian pemantauan resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis di Sulawesi Selatan sebagai dasar pemilihan insektisida yang tepat telah dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2012 di
Kecamatan
Anggeraja (590 m dpl) dan di Kecamatan Baroko (1.040 m dpl), Kabupaten Enrekang dan di Kecamatan Tombolo Pao (1.600 m dpl) dan Kecamatan Tinggi Moncong (1.500 m dpl), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Penelitian ini diawali dengan survai dengan responden petani kubis di daerah tersebut untuk mengetahui jenis pestisida yang digunakan serta perlakuan petani dalam mengaplikasikan insektisida dalam mengendalikan P. xylostella pada budidaya kubis. Pengujian toksisitas insektisida dilakukan di Posko Agens Hayati, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura di Sulawesi Selatan. Ulat P. xylostella yang digunakan adalah instar ke-3. Pengujian toksisitas insektisida menggunakan Protokol No. 7, Proposed Insecticide/ Acaricide Susceptibility Test yang disusun oleh Insecticide Resistance Action Committee. Data mortalitas larva dan hubungannya dengan konsentrasi formulasi insektisida yang diuji dianalisis menggunakan analisis probit menurut Finney, dengan menggunakan Program Komputer C-Probit untuk mengetahui nilai LC50 berbagai insektisida yang diuji. Interpretasi data tingkat resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji diperoleh dengan membandingkan nilai LC50 insektisida yang diuji dengan nilai LC50 terhadap strain larva P. xylostella yang masih rentan. LC50 insektisida terhadap strain larva P. xylostella rentan ialah nilai LC50 terendah dari insektisida yang diuji. Serangga telah resisten terhadap insektisida tersebut apabila LC50 bernilai 4 kali pembanding. Hasil pengujian menunjukkan bahwa P. xylostella asal Kecamatan Anggeraja telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-
3
cyhalothrin,
Lambda-cyhalothrin
+
Chlorantraniliprol,
Permethrin,
Chlorantraniliprol, B. thuringiensis, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol dan masih rentan terhadap Spinosad, sedangkan P. xylostella asal Kecamatan Baroko
telah
resisten
terhadap
Beta-cyfluthrin,
Lambda-cyhalothrin,
Permethrin, Chlorantraniliprol, dan B. thuringiensis serta masih rentan terhadap Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol. Sementara P. xylostella asal Kecamatan Tombolo Pao telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol serta masih rentan terhadap
Lambda-cyhalothrin
+
Chlorantraniliprol,
Spinosad,
dan
B.
thuringiensis. P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong telah resisten terhadap
Beta-cyfluthrin,
Chlorantraniliprol,
Lambda-cyhalothrin,
Permethrin,
Chlorantraniliprol,
Lambda-cyhalothrin dan
Tiametoxam
+ +
Chlorantraniliprol serta masih rentan terhadap Spinosad dan B. thuringiensis. Berdasarkan hasil pengujian, saran yang dikemukan ialah insektisida yang sudah tidak efektif di suatu kecamatan untuk sementara waktu (1-2 tahun) jangan
digunakan dan harus diganti dengan insektisida lain yang masih
efektif dan mempunyai kode cara kerja yang berbeda dengan insektisida tersebut.
4
DAFTAR ISI
BAB
Halaman RINGKASAN ......................................................................
3
DAFTAR ISI ........................................................................
5
DAFTAR GAMBAR .............................................................
6
DAFTAR TABEL .................................................................
8
I. PENDAHULUAN ................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................
10
III. TUJUAN DAN MANFAAT ...................................................
12
IV. METODOLOGI ...................................................................
12
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................
14
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
24
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................
24
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................
25
LAMPIRAN .........................................................................
32
5
DAFTAR GAMBAR
No.
1
Judul Gambar
Survai
penggunaan
insektisida
Halaman
oleh
petani
pada
33
budidaya kubis di Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang ......................................................................... 2
Survai
penggunaan
budidaya
kubis
di
insektisida Kecamatan
oleh
petani
Tinggi
pada
Moncong
33
,
Kabupaten Gowa .............................................................. 3
Penyemprotan insektisida pada budidaya kubis di
34
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang .................. 4
Gejala serangan hama ulat daun kubis, P. xylostella di
34
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang .................. 5
Wawancara
peredaran
insektisida
di
Kecamatan
35
Anggeraja, Kabupaten Enrekang ...................................... 6
Pengumpulan ulat P. xylostella untuk bahan pengujian
35
toksisitas insektisida di Kabupaten Enrekang ................... 7
Pengumpulan ulat P. xylostella untuk bahan pengujian
36
toksisitas insektisida di Kabupaten Gowa ........................ 8
Persiapan
pengujian
toksisitas
insektisida
yang
36
digunakan oleh petani terhadap larva P. xylostella di Posko Agens Hayati, Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang .......................................................................... 9
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : pencelupan
37
daun kubis pada konsentrasi formulasi insektisida yang telah ditetapkan ................................................................ 10
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : inokulasi larva
37
P.xylostella .......................................................................
6
11
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : pengamatan
38
mortalitas larva P.xylostella pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan ............................................................ 12
Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan
Anggeraja,
Kabupaten
Enrekang
38
yang
dihadiri oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani............................................................. 13
Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian
39
Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang ................. 14
Peserta sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan
39
Pertanian Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang ..
7
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Halaman
1
Insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis
14
untuk mengendalikan hama ulat daun kubis P. xylostella di Sulawesi Selatan .......................................................... 2
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk
15
mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya ........................................................ 3
Cara penggunaan insektisida yang dilakukan oleh petani
16
dalam mengendalikan hama P. xylostella pada budidaya kubis di Sulawesi Selatan ................................................. 4
Lamanya penggunaan insektisida dan tahun terakhir penggunaan
insektisida
yang
digunakan
17
untuk
mengendalikan P.xylostella pada tanaman kubis di Sulawesi Selatan ..............................................................
8
I. PENDAHULUAN Ulat daun kubis, Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera : Yponomeutidae) merupakan serangga kosmopolitan yang menyerang tanaman Cruciferae dan tanaman lain yang mengandung minyak mustard. P. xylostella merupakan hama utama tanaman kubis (Branco dan Gatehouse 1997) dan di Asia Tenggara sejak tahun 1916 hama tersebut telah dilaporkan sebagai hama utama tanaman kubis di dataran tinggi di Indonesia (Vos 1953). P. xylostella mempunyai 14-20 generasi per tahun dibandingkan dengan 2-7 generasi di daerah beriklim sedang. Dengan demikian di daerah yang bersuhu tinggi, serangan P. xylostella menjadi lebih berat (Syed et al. 2004). Untuk mengendalikan hama tersebut petani menggunakan beberapa jenis insektisida secara intensif. Menurut Udiarto dan Setiawati (2007), sampai dengan tahun 2004 tercatat sebanyak 112 jenis insektisida yang terdaftar dan dianjurkan untuk mengendalikan hama P. xylostella
di
Indonesia. Penggunaan insektisida yang berbahan aktif sama secara terus menerus dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai masalah serius, seperti terjadinya resistensi serangga hama terhadap insektisida yang digunakan. Chou dan Cheng (1983) melaporkan bahwa P. xylostella merupakan serangga yang cepat berkembang menjadi resisten. Beberapa penelitian di luar negeri melaporkan bahwa P. xylostella telah resisten terhadap DDT dan Paration (Varma & Sandhu 1968), Piretroid (Liu et al. 1982), Organofosfat (Miyata et al. 1982; Cheng et al. 1983), Metomil, Permethrin, dan Metamidofos (Shelton et al. 1993), Deltametrin (Goudgnon et al 2000), dan Bacillus thuringiensis (Hama et al. 1992; Tabashnik et al. 1994 dan 2003, Shelton et al. 1993, Syed 1992 dan Adachi & Kiyoto 1992). Resistensi P. xylostella di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Ankersmith (1953), yaitu terhadap DDT. Resistensi hama tersebut terhadap Asefat dan Triazofos dilaporkan oleh Sastrosiswojo et al. (1989). Hasil penelitian Setiawati (1996) dan Ahmad (1999) menunjukkan bahwa P. xylostella telah resisten terhadap B. thuringiensis. Selanjutnya Moekasan et al. (2004) juga menyatakan bahwa hama tersebut telah berkembang menjadi resisten terhadap Fipronil, Deltametrin, Profenofos, dan Abamektin.
9
Dengan kenyataan seperti itu, pengelolaan resitensi hama merupakan program yang harus dijalankan. Salah satu taktik dalam pengelolaan resistensi secara terpadu ialah pemantauan resistensi hama secara periodik dan berkesinambungan. Dengan adanya pemantauan resistensi akan diketahui status resistensi suatu hama sehingga dapat disusun strategi pengendaliannya yang tepat. Program tersebut pernah diterapkan di Hawaii pada tahun 2001 untuk mengatasi P. xylostella yang telah resisten terhadap Spinosad, meskipun insektisida tersebut baru digunakan selama kurun waktu 2-5 tahun. Setelah 6 bulan menjalankan strategi pengendalian tanpa menggunakan insektisida Spinosad, kerentanan P. xylostella terhadap Spinosad berangsur-angsur meningkat dan petani di daerah tersebut diijinkan kembali menggunakan Spinosad pada tahun 2002 (Mau & Gukusuma-Minuto 2001).
II. TINJAUAN PUSTAKA Insektisida sampai saat ini masih merupakan salah satu alat yang ampuh
untuk
menekan
populasi
hama
dan
kehilangan
hasil
yang
ditimbulkannya. Hal ini terbukti dengan peningkatan penggunaan insektisida dalam beberapa dekade terakhir. Menurut data yang dikeluarkan oleh BPS (2006) pada tahun 1984 Indonesia menguasai 20% pangsa pasar pestisida dunia. Pada kurun waktu 1982 – 1987 terjadi peningkatan pemakaian pestisida sebesar 36% dibanding periode sebelumnya, sedangkan untuk herbisida peningkatan mencapai 70% dan total pemakaian insektisida pada tahun 1986 mencapai 1723 ton. Namun demikian, masih sering dilaporkan terjadi ledakan serangan hama walaupun telah dikendalikan secara intensif. Menurut Udiarto dan Setiawati (2007), P. xylostella ialah hama utama pada tanaman kubis yang mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan petani secara terus menerus. Beberapa penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri mengindikasikan bahwa hama tersebut telah resisten terhadap insektisida yang umum digunakan. Jika hal tersebut terjadi, petani pada umumnya
akan
meningkatkan
dosis
dan
memperpendek
interval 10
penyemprotan. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap lingkungan, bahaya bahan beracun terhadap petani pengguna, dan keamanan pangan bagi konsumen yang mengkonsumsi hasil panennya. Untuk mengatasi hal tersebut tidak ada jalan lain selain melakukan pemantauan resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani. Dengan diketahuinya resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang umum digunakan akan dapat disusun strategi penggunaan insektisida yang tepat untuk mengendalikan hama tersebut. Sampai saat ini, teknik yang digunakan untuk pemantauan
resistensi misalnya Plutella
xylostella terhadap racun perut adalah berdasarkan uji hayati pencelupan daun (leaf-dip bioassays). Teknik tersebut digunakan untuk memperkirakan hubungan antara konsentrasi insektisida dengan mortalitas serangga uji. (Shelton et al. 1993). Teknik untuk pemantauan resistensi P. xylostella terhadap racun kontak, misalnya Deltametrin biasanya menggunakan metoda film kering insektisida (dry film of insecticide). Namun demikian, teknik pencelupan daun juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kerentanan P. xylostella terhadap racun kontak (Hamilton dan Attia 1977). Untuk mengetahui status resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang digunakan oleh petani akan dilakukan survai dengan tujuan untuk mengetahui
perilaku
petani
dalam
menggunakan
insektisida
untuk
mengendalikan hama tersebut. Penelitian di laboratorium bertujuan untuk mengetahui status resistensi ulat bawang terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani. Diduga, perilaku petani dalam menggunakan insektisida untuk mengendalikan P. xylostella di setiap daerah yang disurvai akan berbeda. Hal ini akan menyebabkan status resistensi hama tersebut di setiap daerah tersebut
terhadap insektisida yang umum digunakan akan
berbeda pula. Oleh karena itu hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah akan terdapat perbedaan kerentanan P. xylostella yang berasal dari beberapa pusat produksi kubis di Sulawesi Selatan terhadap jenis insektisida yang umum digunakan oleh petani.
11
III. TUJUAN DAN MANFAAT Penelitian ini bertujuan untuk memantau status resistensi ulat daun kubis P. xylostella asal Kabupaten Enrekang dan Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis. Dengan diketahuinya status resistensi hama ulat daun kubis terhadap insektisida yang umum digunakan oleh petani tersebut, dapat digunakan sebagai strategi untuk menyusun pengelolaan resistensi hama terhadap insektisida tertentu.
IV. METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012 dengan melakukan survai dan pengujian toksisitas.
Metode Penelitian Survai untuk menetapkan jenis insektisida yang akan diuji Kegiatan survai dilaksanakan di sentra produksi kubis di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dari tiap kabupaten ditetapkan dua kecamatan yang merupakan pusat pertanaman kubis. Dari tiap kecamatan ditetapkan 10 orang petani kubis sebagai responden. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan data yang dikumpulkan meliputi jenis insektisida dan lama penggunaannya, konsentrasi formulasi, volume semprot, interval penyemprotan, waktu penyemprotan, dan cara penyemprotan. Data yang dihimpun dianalisis secara deskriptif (Adiyoga et al. 1999).
Uji toksisitas insektisida terhadap P. xylostella di laboratorium Pengujian toksisitas insektisida terhadap P. xylostella dilakukan di Posko Agens Hayati, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah Sulawesi Selatan di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa. Ulat P. xylostella dikumpulkan dari pertanaman kubis milik petani di lokasi
yang
disurvai. Pengujian dilakukan menggunakan Protokol No. 7, Proposed
12
Insecticide/Acaricide Susceptibility Tests yang disusun oleh Insecticide Resistance Action Committee (IRAC 1990). Serangga uji yang digunakan dalam pengujian diambil langsung dari lapangan. Ulat P. xylostella yang digunakan dalam percobaan ini adalah
instar ke-3. Pengujian resistensi
dilakukan dengan menggunakan metode pencelupan (dipping) menurut Hamilton dan Attia (1977), dan langkah kerja pengujiannya adalah sebagai berikut : 1. Insektisida yang diuji dilarutkan dalam akuades, kemudian ditambah dengan perekat dan perata Agristik (konsentrasi formulasi 0,5 ml/l). Konsentrasi formulasi insektisida yang digunakan dari tiap insektisida yang diuji adalah konsentrasi anjuran, selanjutnya diencerkan secara serial menjadi 5 tingkat konsentrasi formulasi dan 1 kontrol (hanya larutan akuades dan Agristik). 2. Potongan daun kubis yang bebas insektisida dengan ukuran panjang 5 cm x 5 cm dicelupkan ke dalam larutan insektisida selama 10 detik, kemudian ditiriskan, dan selanjutnya dibiarkan kering udara. 3. Dua potong daun kubis yang telah dicelupkan pada larutan insektisida dan telah kering angin dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 15 cm yang telah dilapisi dengan kertas saring yang halus. 4. Selanjutnya ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan 10 ekor larva P. xylostella instar ke-3 yang telah dipuasakan selama 3 jam, tiap perlakuan diulang 4 kali (Busvine 1971). 5. Dua puluh empat jam kemudian, larva dipindahkan ke dalam cawan petri yang bersih, lalu diberi makan potongan daun kubis bebas insektisida. 6. Jumlah larva yang mati dihitung pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan. Pengamatan dihentikan pada 96 jam setelah perlakuan. Bila sampai batas waktu tersebut tidak terjadi kematian, insektisida yang diuji dianggap tidak efektif lagi. Data mortalitas larva dan hubungannya dengan konsentrasi formulasi insektisida yang diuji dianalisis menggunakan analisis probit menurut Finney (1971) cit. Busvine (1971) dengan menggunakan Program Komputer C-Probit untuk mengetahui nilai LC50 berbagai insektisida yang diuji. Interpretasi data tingkat resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji diperoleh
13
dengan membandingkan nilai LC50 insektisida yang diuji dengan nilai LC50 terhadap strain larva P. xylostella yang masih rentan. LC50 insektisida terhadap strain larva P. xylostella rentan ialah nilai LC50
terendah dari
insektisida yang diuji (Busvine 1971; Setiawati 1996). Serangga resisten
LC50 bernilai
terhadap insektisida tersebut apabila
telah 4 kali
pembanding (Winteringham 1969; Soejitno et al. 1994).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil survai dengan responden petani kubis menunjukkan bahwa petani di Kabupaten Enrekang dan Gowa masing-masing menggunakan 6 dan 2 jenis insektisida untuk mengendalikan ulat daun kubis (Tabel 1). Selanjutnya kedelapan jenis insektisida tersebut diuji toksisitasnya terhadap P. xylostella yang berasal dari kedua kabupaten tersebut dan hasil pengujiannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 1.
Insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis untuk mengendalikan hama ulat daun kubis P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa, Sulawesi Selatan
Persentase petani yang menggunakan insektisida menurut lokasi
Jenis insektisida
Kabupaten Enrekang Nama dagang
Nama umum insektisida
Kabupaten Gowa
Kode cara kerja
Kecamatan Anggeraja
Kecamatan Baroko
Kecamatan Tombolo Pao
Kecamatan Tinggi Moncong
Liebas 50 EC
Beta-cyfluthrin
3A
0
0
40
70
Polydor 25 EC
Lambdacyhalothrin
3A
0
0
60
30
Ampligo 150 ZC
Lambdacyhalothrin + Chlorantraniliprol
3A + 28
0
40
0
0
Klensect 200 EC
Permethrin
3A
30
20
0
0
Prevathon 50 SC
Chlorantraniliprol
28
50
50
0
0
Tracer 120 SC
Spinosad
5
0
20
0
0
Turex WP
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
11
30
10
0
0
Virtako 300 SC
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
4A + 28
20
10
0
0
Data pada Tabel 2 menunjukkan terdapat perbedaan kerentanan P. xylostella yang berasal dari empat kecamatan dan telah terjadi resistensi P. xylostella terhadap beberapa insektisida yang umum digunakan oleh petani
14
kubis di daerah tersebut. Salah satu faktor yang menentukan keefektifan insektisida ialah perilaku dalam mengaplikasikan insektisida tersebut. Oleh karena itu perilaku petani dalam mengaplikasikan insektisida juga dicatat dan hasilnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2.
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya
Asal serangga
Nama umum insektisida
LC50 (ppm)
Nisbah resistensi
Status resistensi
Kabupeten Enrekang :
Kecamatan Anggeraja
1.033,60
63,57
Resisten
924,51
56,86
Resisten
79,53
4,89
Resisten
Permethrin
482,48
29,67
Resisten
Chlorantraniliprol
306,62
18,85
Resisten
16,26
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
164,60
10,12
Resisten
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
151,93
9,34
Resisten
Beta-cyfluthrin
1.113,08
22,48
Resisten
Lambda-cyhalothrin
Beta-cyfluthrin Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
Spinosad
Kecamatan Baroko
1.462,68
29,55
Resisten
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
164,67
3,33
Rentan
Permethrin
535,68
10,82
Resisten
Chlorantraniliprol
680,61
13,75
Resisten
Spinosad
49,50
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
272,69
5,51
Resisten
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
126,10
2,55
Rentan
Beta-cyfluthrin
2.091,60
40,65
Resisten
Lambda-cyhalothrin
Kabupeten Gowa :
Kecamatan Tombolo Pao
1.153,96
22,42
Resisten
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
176,39
3,43
Rentan
Permethrin
590,60
11,48
Resisten
Chlorantraniliprol
729,63
14,18
Resisten
Spinosad
51,46
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
84,19
1,64
Rentan
392,81
7,63
Resisten
Beta-cyfluthrin
5.872,32
147,95
Resisten
Lambda-cyhalothrin
3.571,71
89,99
Resisten
420,45
10,59
Resisten
3.228,90
81,35
Resisten
591,63
14,90
Resisten
39,69
1,00
Rentan
92,42
2,33
Rentan
502,61
12,66
Resisten
Tiametoxam + Chlorantraniliprol Kecamatan Tinggi Moncong
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol Spinosad Bacillus thuringiensis var. Aizawai Tiametoxam + Chlorantraniliprol
*
Nisbah resistensi, adalah nilai LC50 strain P.xylostella yang diduga resisten dibagi nilai LC50 strain yang "rentan" (dicetak tebal)
15
Tabel 3.
Cara penggunaan insektisida yang dilakukan oleh petani dalam mengendalikan hama P. xylostella pada budidaya kubis di Sulawesi Selatan Persentase jumlah petani yang menggunakan insektisida menurut lokasi Uraian
Kabupaten Enrekang
Kabupaten Gowa
Kecamatan Anggeraja
Kecamatan Baroko
Kecamatan Tombolo Pao
Kecamatan Tinggi Moncong
a. di bawah anjuran
0
0
50
50
b. sesuai dengan anjuran
0
50
0
0
100
50
50
50
a. ≤ 500 liter
30
10
30
30
b. > 500 – 750 liter
70
90
20
20
c. > 750 liter
0
0
50
50
a. < 7 hari
70
0
100
100
b. 7 hari
30
0
0
0
c. > 7 hari
0
100
0
0
a. pagi hari
100
100
100
100
b. siang hari
0
0
0
0
c. sore hari
0
0
0
0
a. insektisida + insektisida + fungisida + pupuk daun
60
20
0
0
b. insektisida + fungisida + pupuk daun
40
80
100
100
c. Insektisida tunggal
0
0
0
0
1. Konsentrasi formulasi insektisida
c. di atas anjuran 2. Rata-rata volume semprot per hektar
3. Interval penyemprotan insektisida
4. Waktu penyemprotan insektisida
5. Pencampuran
Resistensi P. xylostella terhadap Beta-cyfluthrin Data pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa populasi lapangan P. xylostella asal Kecamatan Anggeraja dan Baroko, Kabupaten Enrekang serta Kecamatan Tombolo Pao dan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa telah resisten terhadap insektisida Betasiflutrin. Di antara keempat kecamatan tersebut, populasi P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong paling resisten dengan nilai LC50 sebesar 5.872,32 ppm. Meskipun insektisida tersebut baru digunakan oleh petani kubis di Kabupaten Gowa sejak 1-2 tahun yang lalu (Tabel 4), tetapi ternyata P. xylostella di daerah tersebut telah resisten.
16
Tabel 4.
Lamanya penggunaan insektisida dan tahun terakhir penggunaan insektisida yang digunakan untuk mengendalikan P.xylostella pada tanaman kubis di Sulawesi Selatan
Lokasi
Nama umum insektisida
Tahun terakhir digunakan
Lama penggunaan
Alasan berhenti menggunakan insektisida
Kabupeten Enrekang : Kecamatan Anggeraja
Beta-cyfluthrin Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol Spinosad
Bacillus thuringiensis var. Aizawai Tiametoxam + Chlorantraniliprol Kecamatan Beta-cyfluthrin Baroko Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol Spinosad Bacillus thuringiensis var. Aizawai Tiametoxam + Chlorantraniliprol Kabupeten Gowa : Kecamatan Beta-cyfluthrin Tombolo Pao Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol Spinosad
Kecamatan Tinggi Moncong
Bacillus thuringiensis var. Aizawai Tiametoxam + Chlorantraniliprol Beta-cyfluthrin Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol Spinosad Bacillus thuringiensis var. Aizawai Tiametoxam + Chlorantraniliprol
3 – 4 tahun
2011
Tidak efektif
2 – 3 tahun
2011
Tidak efektif
3 – 4 tahun 2 – 3 tahun
2012 2012
3 – 5 tahun
2011
Tidak tersedia di pasar
3 – 5 tahun
2012
-
3 – 5 tahun
2012
-
1 – 4 tahun
2011
Tidak efektif
2 – 3 tahun
2012
-
3 – 6 tahun 1 – 3 tahun 2 – 5 tahun
2012 2012 2012
-
4 – 7 tahun
2012
-
2 – 4 tahun
2012
-
1 – 2 tahun 2 – 3 tahun
2012 2012
2 – 5 tahun
2011
2 – 3 tahun 1 – 2 tahun
2010 2011
4 – 9 tahun
2011
14 – 16 tahun
2010
Tidak tersedia di pasar Tidak efektif Tidak efektif Tidak tersedia di pasar Tidak tersedia di pasar
2 – 5 tahun
2011
Tidak efektif
1 – 2 tahun 2 – 3 tahun
2012 2012
-
-
-
2 tahun 1 – 3 tahun
2010 2010
6 – 11 tahun
2011
12 – 18 tahun
2011
-
-
Tidak efektif Tidak efektif Tidak tersedia di pasar Tidak tersedia di pasar -
17
Insektisida Beta-cyfluthrin merupakan racun saraf yang cara kerjanya sama dengan insektisida dari golongan Organoklorin seperti DDT (Cox 1994; Singh et al 2009). Kebiasaan petani di Kabupaten Gowa mengaplikasikan insektisida tersebut di bawah anjuran (Tabel 3) diduga merupakan penyebab terjadinya resistensi P. xylostella terhadap Beta-cyfluthrin secara cepat. Singh et al. (2009) menyatakan bahwa dengan paparan insektisida pada konsentrasi subletal (di bawah anjuran), timbul tanda-tanda awal dimulainya serangga keracunan, tetapi serangga mampu mendetoksifikasi insektisida tersebut sehingga daya racunnya menurun. Pada kondisi ini serangga masih tetap hidup dan akan menghasilkan keturunan berikutnya yang resisten terhadap insektisida tersebut.
Petani kubis di Kabupaten Enrekang tidak menggunakan insektisida Beta-cyfluthrin tetapi P. xylostella di daerah tersebut ternyata telah resisten terhadap insektisida tersebut. Hal ini dapat dimengerti karena petani kubis di Kabupaten Enrekang menggunakan insektisida Permethrin, yang masih satu golongan dengan insektisida Beta-cyfluthrin yaitu golongan Piretroid sintetik, yang oleh IRAC dimasukkan dalam satu kelompok dengan cara kerja yang sama (Tabel 1).
Resistensi P. xylostella terhadap Lambda-cyhalothrin Populasi lapangan P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa telah resisten terhadap insektisida Lambda-cyhalothrin dan yang paling resisten ialah P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong dengan nilai LC50 sebesar 3.571,71 ppm. Insektisida Lambda-cyhalothrin digunakan di daerah ni sejak 23 tahun yang lalu dan masih digunakan walaupun sudah tidak efektif. Praktik aplikasi insektisida tersebut yang dilakukan oleh petani kubis dengan konsentrasi formulasi penyemprotan di atas anjuran (Tabel 3) diduga mengakibatkan resistensi
P.
xylostella
terhadap
insektisida Lambda-
cyhalothrin terjadi dengan cepat. Hal ini disebabkan dalam tindakan aplikasi insektisida tidak semua individu serangga hama tersebut mati terbunuh, tetapi ada satu atau dua individu yang lolos dari tekanan seleksi dan tetap hidup. Individu-individu ini akan melahirkan keturunan yang resisten terhadap konsentrasi formulasi insektisida yang diaplikasikan tersebut.
18
Pada saat penelitian ini dilaksanakan, petani kubis di Kabupaten Enrekang tidak menggunakan insektisida Lambda-cyhalothrin, tetapi mereka pernah menggunakan insektisida tersebut sebelum tahun 2012 selama 1-4 tahun. Petani kubis di daerah tersebut berhenti menggunakan insektisida Lambda-cyhalothrin karena mereka menganggap insektisida tersebut sudah tidak efektif terhadap P. xylostella (Tabel 4). Sama halnya dengan insektisida Beta-cyfluthrin dan Permethrin, insektisida Lambda-cyhalothrin termasuk ke dalam golongan Piretroid sintetik yang mempunyai cara kerja yang sama (Tabel 1). Menurut Toth & Sparks (1990) suhu berpengaruh terhadap daya racun (toksisitas) insektisida tersebut. Hal ini terjadi di Kecamatan Anggeraja (590 m dpl) yang bersuhu lebih tinggi dibandingkan dengan tiga kecamatan yang lain, yang menyebabkan nilai LC50 Lambda-cyhalothrin terendah. Resistensi P. xylostella terhadap Permethrin Populasi lapangan P. xylostella dari semua lokasi telah resisten terhadap insektisida Permethrin. Hal ini dapat dipahami karena insektisida Permethrin masih satu golongan cara kerja dengan insektisida Beta-cyfluthrin dan Lambda-cyhalothrin. Untuk mencegah terjadinya hal itu dapat dilakukan pergiliran penggunaan insektisida dengan insektisida yang mempunyai kode cara kerja yang berbeda (Georgiou & Taylor 1986; IRAC 2011).
Resistensi P. xylostella terhadap Chlorantraniliprol Populasi lapangan P. xylostella asal Kabupaten Enrekang dan Gowa ternyata telah resisten terhadap insektisida Chlorantraniliprol. Insektisida ini toksik terhadap serangga dengan alat mulut menggigit dan mengunyah dan bekerja sebagai racun nafas dan racun kontak (Dinter et al. 2009). Dengan demikian, sebenarnya insektisida tersebut sangat tepat untuk mengendalikan hama P. xylostella yang mempunyai tipe alat mulut penggigit pengunyah. Namun, ternyata P. xylostella dari Kabupaten Enrekang dan Gowa telah resisten terhadap insektisida Chlorantraniliprol. Hal ini diduga karena petani kubis di daerah tersebut melakukan praktik pencampuran pestisida (insektisida/ fungisida) dengan pupuk daun. Menurut Moekasan et al. (2012) perbedaan
sifat
kemasaman
pupuk
daun
dengan
pestisida
akan
mengakibatkan menurunnya daya bunuh pestisida tersebut. Akibatnya,
19
serangga tidak mati dan selanjutnya akan melahirkan individu-individu yang resisten.
Resistensi P. xylostella terhadap B. thuringiensis B. thuringiensis merupakan insektisida biologi yang berkembang menjadi penting dalam pengelolaan hama. Insektisida tersebut sangat toksik terhadap hama sasaran, tetapi tidak berbahaya bagi manusia dan sebagian besar serangga berguna (Khan et al. 2005). Karena insektisida tersebut relatif aman terhadap lingkungan dan manusia, maka ada kecenderungan petani menggunakannya secara terus menerus. Petani kubis di Kabupaten Enrekang menggunakan insektisida tersebut sejak 3-7 tahun yang lalu hingga sekarang dan ternyata P. xylostella telah resisten terhadap insektisida tersebut. Menurut Ferre et al. (1991) dan Lee et al. (1995) P. xylostella mempunyai reseptor kristal protein di membran ususnya. Serangga yang resisten menunjukkan hilangnya kemampuan reseptor untuk menangkap kristal protein B. thuringiensis.
Hal ini terjadi karena menurunnya konsentrasi
reseptor, menurunnya gaya gabung dengan racun atau keduanya. Meskipun petani kubis di Kecamatan Baroko mengaplikasikan B. thuringiensis sesuai dengan konsentrasi formulasi anjuran, tetapi praktik pencampuran insektisida dengan pupuk daun atau insektisida lainnya mengakibatkan insektisida tersebut kurang toksik. Menurut Moekasan & Murtiningsih (2010) praktik pencampuran pestisida akan menimbulkan efek sinergsitik, netral, atau antagonistik. Dari ketiga efek pencampuran tersebut, pencampuran
pestisida
memperhatikan
yang
dilakukan
kompatibilitasnya
paling
sembarangan sering
dengan
tidak
menimbulkan
efek
antagonistik, yaitu sifat saling mengalahkan sehingga daya racun pestisida tersebut menurun. Petani kubis di Kecamatan Tombolo Pao dan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa sudah cukup lama (6-16 tahun) menggunakan insektisida B. thuringiensis. Mereka berhenti menggunakan insektisida tersebut sejak tahun 2010-2011 karena produk tersebut sulit diperoleh di pasar. Adanya periode waktu tanpa menggunakan B. thuringiensis inilah yang diduga menyebabkan P. xylostella di daerah tersebut masih rentan terhadap B. thuringiensis, seperti pernyataan beberapa peneliti, yaitu dengan tidak adanya aplikasi suatu
20
insektisida, maka tingkat resistensi hama akan menurun (Hama 1987, Murai et al. 1992). Dengan demikian insektisida B. thuringiensis masih dapat digunakan di daerah tersebut.
Resistensi P. xylostella terhadap Spinosad Spinosad
merupakan
insektisida
yang
berbahan
aktif
bakteri
Saccharopolyspora spinosa yang diisolasi dari tanah. Menurut Salgado (1998), berdasarkan cara kerjanya bahan aktif Spinosad digolongkan dalam kelompok neurotoksik yang bekerja sebagai racun perut dan kontak. Spinosad mempunyai cara kerja yang unik yang berbeda dengan produk insektisida lain yang telah dikenal. Spinosin A yang merupakan bagian terbesar dalam Spinosad dapat menyebabkan kontraksi otot yang tidak terkendali dan tubuh akan gemetar karena rangsangan yang berlebihan pada pusat sistem saraf serangga. Apabila terpapar bahan aktif spinosin A lebih lama, otot serangga akan lelah dan akhirnya mengalami kelumpuhan. Populasi lapangan P. xylostella dari empat kecamatan yang diuji masih rentan
terhadap
insektisida
Spinosad,
dengan
nilai
LC50
terendah
dibandingkan dengan nilai LC50 insektisida lain yang diuji. Insektisida Spinosad telah digunakan sejak 2-5 tahun yang lalu hingga sekarang di Kabupaten Enrekang, sementara di Gowa lebih lama yaitu 4-11 tahun tetapi sekarang tidak digunakan lagi karena tidak tersedia di pasar. Dengan hasil pengujian ini diketahui bahwa Spinosad dapat digunakan sebagai pilihan dalam pengendalian P. xylostella untuk menggantikan insektisida lain yang sudah tidak efektif.
Resistensi
P.
xylostella
terhadap
Lambda-cyhalothrin
+
Chlorantraniliprol dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol Pada beberapa tahun terakhir, perusahaan pestisida mengeluarkan formulasi insektisida berbahan aktif ganda, sebagai upaya
mengatasi
tingginya serangan OPT yang sudah terindikasi resisten terhadap pestisida berbahan aktif tunggal. Pencampuran insektisida yang tepat dapat mengatasi masalah resistensi hama terhadap insektisida yang digunakan (Benz 1971, Perez & Shelton 1997). Namun ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya P. xylostella asal Kecamatan Baroko saja yang masih rentan terhadap
21
kedua jenis insektisida tersebut. Meskipun petani di Kecamatan Baroko mengaplikasikan kedua jenis insektisida tersebut dengan konsentrasi formulasi di atas anjuran, tetapi diduga interval penyemprotan yang lebih panjang yaitu lebih dari 7 hari, yang menyebabkan hama tersebut masih rentan. Terjadinya resistensi hama terhadap insektisida berbahan aktif ganda sangat menghawatirkan, karena dapat dipastikan bahwa hama tersebut resisten pula terhadap insektisida yang berbahan aktif tunggalnya.
Pengelolaan Resistensi Hama Salah satu dampak penggunaan insektisida yang tidak tepat ialah timbulnya resistensi hama terhadap insektisida yang digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diterapkan program pengelolaan resistensi. Program tersebut pernah diterapkan untuk mengatasi masalah P. xylostella yang telah resisten terhadap Spinosad di Hawaii. Taktik yang dilakukan pada program tersebut ialah : (1) konservasi musuh alami, (2) pemantauan resistensi hama, dan (3) rotasi penggunaan insektisida berdasarkan cara kerjanya yang berbeda (Mau & Gukusuma-Minuto 2001; IRAC 2011). Musuh alami potensial bagi hama P. xylostella di dataran tinggi di Indonesia ialah parasitoid Diadegma semiclausum dengan tingkat parasitasi di lapangan mencapai 80% (Sastrosiswojo et al. 2001; Regupathy 2008). Berdasarkan pengamatan di lapangan, parasitoid tersebut telah berkembang di Kecamatan Baroko (1.140 m dpl) dan Tombolo Pao (1.600 m dpl) dan Tinggi Moncong (1.500 m dpl), tetapi dengan penggunaan insektisida yang tidak selektif, tingkat parasitasinya menurun, yaitu berkisar antara 20-37%. Oleh karena itu, peran parasitoid tersebut perlu ditingkatkan dengan jalan melepaskan parasitoid hasil perbanyakan masal. Selain itu, penggunaan insektisida yang selektif seperti B. thuringiensis di Kecamatan Tombolo Pao dan Tinggi Moncong dan insektisida Spinosad di Kecamatan Baroko akan memberikan kesempatan bagi parasitoid tersebut untuk berkembang. Untuk Kecamatan Anggeraja (590 m dpl) yang bersuhu lebih tinggi, perlu dikembangkan jenis parasitoid lain seperti Cotesia plutellae yang mampu berkembang pada kisaran suhu yang cukup lebar, yaitu 21 – 33º C (Nofemela 2004).
22
Dalam pengelolaan hama P. xylostella secara terpadu, penggunaan insektisida harus berdasarkan ambang pengendalian. Untuk maksud tersebut diperlukan pengamatan yang intensif dan berkala yang bertujuan untuk mengetahui tingkat populasi hama P. xylostella dan tingkat parasitasi musuh alaminya (D. semiclausum). Dengan mengetahui tingkat populasi hama P. xylostella dan tingkat parasitasi D. semiclausum, maka ambang pengendalian untuk menetapkan kapan insektisida digunakan pada tanaman kubis untuk mengendalikan P. xylostella dapat diketahui. Selain itu, pengetahuan tentang insektisida selektif yang dapat digunakan pada tanaman kubis juga sangat diperlukan, karena dengan menggunakan insektisida selektif peranan parasitoid D. semiclausum dalam mengendalikan P.xylostella tetap terjaga. Untuk maksud tersebut, salah satu caranya adalah dengan melalui pelatihan, baik bagi petani maupun petugas. Rotasi penggunaan insektisida bukan berdasarkan bahan aktif yang berbeda tetapi harus berdasarkan kode cara kerja yang berbeda (IRAC 2011). Moekasan et al. (2011) menyatakan bahwa pergiliran penggunaan insektisida dilakukan dengan cara mengaplikasikan 3 jenis insektisida dengan kode cara kerja yang berbeda dalam satu musim tanam. Setiap jenis insektisida diaplikasikan secara berturut-turut selama 3 minggu, kemudian digantikan dengan insektisida yang kedua selama 3 minggu, lalu insektisida yang ketiga selama 3 minggu dan kembali lagi ke insektisida yang pertama. Alasannya ialah bahwa dalam periode satu daur hidup, serangga tersebut hanya mendapatkan
paparan
1
jenis
insektisida
dan
generasi
berikutnya
mendapatkan paparan insektisida dari golongan dengan kode cara kerja yang berbeda. Dengan demikian kesempatan serangga untuk mendetoksifikasi suatu jenis insektisida dapat dikurangi, sehingga terjadinya resistensi dapat ditekan. Di Kecamatan Anggeraja, Spinosad masih dapat digunakan tetapi harus dirotasi dengan insektisida lain yang tidak mempunyai cara kerja dengan kode 3 A, 4 A, 28, 11 dan 5. Di Kecamatan Baroko terdapat tiga jenis insektisida yang masih efektif, yaitu Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol. Ketiganya dapat digunakan secara bergantian. Insektisida Lambda-cyhalothrin, Spinosad, dan B. thuringiensis masih dapat digunakan secara bergiliran di Kecamatan Tombolo
23
Pao. Insektisida Spinosad dan B. thiringiensis masih dapat diaplikasikan pada tanaman kubis di Kecamatan Tinggi Moncong. Namun, untuk pergiliran masih diperlukan satu jenis insektisida dengan cara kerja yang tidak berkode 3 A, 4 A, 28, 11, dan 5.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa P. xylostella asal Kecamatan Anggeraja telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Lambdacyhalothrin + Chlorantraniliprol, Permethrin, Chlorantraniliprol, B. thuringiensis, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol dan masih rentan terhadap Spinosad, sedangkan P. xylostella asal Kecamatan Baroko telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambdacyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan B. thuringiensis serta masih rentan terhadap Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol.
Sementara P. xylostella asal Kecamatan Tombolo Pao telah
resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambda-cyhalothrin, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol serta masih rentan terhadap Lambdacyhalothrin + Chlorantraniliprol, Spinosad, dan B. thuringiensis. P. xylostella asal Kecamatan Tinggi Moncong telah resisten terhadap Beta-cyfluthrin, Lambdacyhalothrin, Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol, Permethrin, Chlorantraniliprol, dan Tiametoxam + Chlorantraniliprol serta masih rentan terhadap Spinosad dan B. thuringiensis.
Saran Berdasarkan hasil pengujian, saran yang dikemukan ialah insektisida yang sudah tidak efektif di suatu kecamatan untuk sementara waktu (1-2 tahun) jangan digunakan dan harus diganti dengan insektisida lain yang masih efektif dan mempunyai kode cara kerja yang berbeda dengan insektisida tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui program PKPP.
24
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, T. & F. Kiyoto. 1992. Changes in insecticide susceptibility of the Diamondback moth in Hyogo, Japan. J.Agric.Res.Q. 26 : 144-151. Adiyoga, W., R.Sinung-Basuki, Y.Hilman, & B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai di Jawa Barat. J.Hort. 9(1) : 67-83. Ahmad, I. 1999. Dosage mortality studies with Bacillus thuringiensis and Neem
extract
on
Diamondback
moth,
Plutella
xylostella
(L.)
(Lepidoptera : Plutellidae). Indonesian J. Plant Protec. 5(2) : 67-71. Ankersmith, G.W. 1953. DDT resistance in Plutella maculipennis (Curt.)(Lep.) in Java. Bull. Entomol.Res. 44 : 421-426. Benz G., 1971. Synergism of Microorganism and Chemichal Insecticides. p. 327 - 355. In : H.D. Burgess and N.W. Husey (eds). Microbial Control of Insect and Mites. Academic Press, New York and London. 583 pp. Branco, M.C. & , A.G. Gatehouse. 1997. Insecticide resistance in Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera : Yponomeutidae) in the Federal District, Brazil.An.Soc.Entomol.Brazil. 26 (1) : 75-79. Busvine, J., A., R., 1971. Techniques for testing insecticides. Commonwealth Agricultural Bureaux. London. 336 p. Cheng, E.Y., T. Chou & C. Kao. 1983. Insecticide resistance study in Plutella xylostella (L.). IV. The activities of glutathione-s-transferase in the organophosphorus-resiatant strans. J.Agric.Res.China.32(4) : 373-378.
25
Cho, T.M. & E.Y. Cheng. 1983. Insecticide resistance study in Plutella xylostella (L.). III. The insecticide susceptibilities and resistance response of a native susceptible strain. J.Agric. Res.China. 32(4) : 146154. Cox, C. 1994. Cyfluthrin. J. Pesticide Reformation 14 (2) : 28 – 34. Dinter,
A.,
K.E.
Brugger,
N.M.
Frost
&
M.D.
Woodward.
2009.
Chlorantraniliprol (Rynaxypyr) : A novel Dupont insecticide with low toxicity and low rish for honey bees (Apis mellifera) and bumble bees (Bombus terrestris) providing excellent tools for uses in integrated pest management. p.84-96. Proc.10th International Symposium of the ICPBee Protection Group. Ferre, J. M.D. Real, J. van Tie, S. Jansens, & M. Peferoen. 1991. Resistance to the Bacillus thuringiensis bioinsecticides in field population of Plutella xylostella is due to a change in a midgut membrane receptor. Proc.Natl.Aca.Sci.USA. Vol.88 : 5119-5123. Georgiou, G.P & C.E. Taylor, 1986. Factors Influencing the Evolution of Resistance. Hal 157-169. Committee on Strategies for the Management of Pesticide Resistant Pest Populations. National Academy Press, Washington,
D.C.
Diakses
www.whalonlab.msu.edu/Newsletter/pdf/19.2.pdf
pada
di tanggal
9
September 2011. Goudgnon, E.A., A.A. Kirk, B. Sehiffers & D. Bordat. 2000. Comparative effects of deltamethrin and neem kernel to Plutella xylostella and Cotesia plutellae in cotonou periurban area (Benin). J.Appl.Entomol.124 : 141144. Hama, H. 1987. Development of pyretroid resistance in the Diamondback moth. Appl. Entomol.Zool.22 : 166-175.
26
Hamilton, J.T., & F.I. Attia. 1977. Effect of Mixture of Bacillus thuringiensis and Pesticide on Plutella xylostella and the Parasite Thyraeella collaris. J.Econ.Entomol. 70(1): 146-148. IRAC. 1990. Proposed insecticide/ acaricide susceptibility test developed by Insecticide Resistance Action Committee. Bull. OEPP/ EPPO. No. 20 : 389-404. IRAC. 2011. IRAC MoA Classification Scheme. Diakses di http://www.iraconline.org/mode-of-action/updated-irac-moa-classification-v7-1-nowpublished/ diakses pada tanggal 12 Juli 2011. Khan, M.F.R., R.P. Griffin, G.R. Carner, & C.S. Gorsuch. 2005. Susceptibility of Diamondback moth, Plutella xylostella (L.)(Lepidoptera : Plutellidae) from Colland Fields in South Carolina to Bacillus thuringiensis. J.Agric.Urban Entomol. 22(1) : 19-26. Lee, M.K., F. Rajamuhan, F. Gould & D.H. Dean. 1995. Resistant to Bacillus thuringiensis Cry IA deltha endotoxins in a laboratory selected Heliothis virescens strain in related to receptor alteration. J. Microbiol. 61: 38363842. Liu, M.Y., Y.J. Tzeng & C.N.Sun. 1982. Diamondback moth resistance to several synthetic pyretroids. J.Econ.Entomol. 74 : 392-396. Mau, Ronald F.L., & L. Guskusuma-Minuto. 2001. Diamondback moth, Plutella xylostella (L.), resistance management in Hawai. p.307-311. In : The management of Diamondback moth and other crucifer pests. N.M. Endersby and P.M. Ridland (Eds.) Proc. the 4th International Workshop. Nov. 2001. Melbourne, Australia. Miyata, T., H. Kawai & T. Saito. 1982. Insecticide resistance in the Diamondback
moth,
Plutella
xylostella
(L.)
(Lepidoptera
:
Yponomeutidae). Appl.Entomol.Zool. 17 :539-542.
27
Murai, T., M. Miyasaki & M. Ozuka. 1992. Changes in insecticide susceptibility of the Diamondback moth in Shimane Japan. J.ARQ 26 : 152 – 156. Moekasan, T.K., S. Sastrosiswojo, T. Rukmana, H. Sutanto, I.S. Purnamasari & A. Kurnia. 2004. Status resistensi lima strain Plutella xylostella L. terhadap formulasi fipronil, deltametrin, profenofos, abamektin dan Bacillus thuringiensis. J.Hort. 14(2) : 84-90 Moekasan, T.K. & R. Murtiningsih. 2010. Pengaruh campuran insektisida terhadap ulat bawang, Spodoptera exigua hubn. J.Hort. 20(1) : 67-79. Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, N. Gunadi, W. Adiyoga, A.P. Everaarts, H. de Putter, M. van der Staaij, W. van Dijk, H. Schepers, & F. van Koesveld. 2011. Pengendalian hama terpadu pada budidaya paprika. Puslitbang Hortikultura dan APR and WUR Greenhouse Horticulture, Wageningen University and Research Center, The Netherlands. 52 hal. Moekasan, T.K., Basuki, R.S., & L. Prabaningrum. 2012. Penerapan ambang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan pada budidaya bawang merah dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida. J.Hort. 22 (1) : 47-56. Nofemela, S.B. 2004. Studies on parasitoids of the diamondback moth, Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae), in South Africa. Submitted in fulfilment of the requirements for the degree of Master of Science of Rhodes University. 92 pp. Perez, C.J. & A.M. Shelton. 1997. Insecticide Resistance and Resistance Management: Rasistance of Plutella xylostella (Lepidoptera : Plutellidae) to Bacillus thuringiensis Berliner in Central America. J. Econ. Entomol. 90(1) : 87-93.
28
Regupathy, A. 2008. Insecticide resistance in diamondback moth (DBM), Plutella xylostella (L.) : Status and prospect for its management in India. p.233-239 In : The management of DBM and other crucifers pests. A.M. Shelton, H.L. Collins, Z. You Jun & W. Qing Jun (Eds.). Proc. The fifth Int. Workshop. Beijing. Salgado, V.L. 1998. Studies on the Mode of action of Spinosad: Insect Symptoms and Physiological Correlates. Pesticide Biochemistry and Physiology. 60 (2) : 91-102. Sastrosiswojo, S., T.Koestoni & A. Sukwida. 1989. Status resistensi Plutella xylostella strain Lembang terhadap beberapa jenis insektisida golongan organofosfat, piretroid sintetil, dan benzoil urea. Bull.Penel.Hort. 18(1) :85-93. Sastrosiswojo, S.,
W. Setiawati, L. Prabaningrum, T.K. Moekasan, I.
Sulastrini, R.E. Soeriaatmadja & Z. Abidin. 2001. Ecological impact of Brassica IPM implementation in Indonesia. p. 381-388. In : The management of Diamondback moth and other crucifer pests. N.M. Endersby and P.M. Ridland (Eds.).
Proc. the 4th International
Workshop. Nov. 2001. Melbourne, Australia. Setiawati, W. 1996. Status resistensi Plutella xylostella L. strain Lembang, Pangalengan, dan Garut terhadap Bacillus thuringiensis.J.Hort.6(4) :387391. Shelton, A.M., J.L. Robertson, J.D.Tang, C. Perez, S.D. Eigenbrode, H.K. Preisler, W.T. Wilsey & R.L. Cooley. 1993. Resistance of Diamondback moth (Lepidoptera : Plutellidae) to Bacillus thuringiensis Subspecies in the field.J.Econ.Entomol. 86 : 697-705. Singh, A.K., P.N. Saxena, & H.N. Sharma. 2009. Stree induced by Betacyfluthrin, a type-2 pyrethroid, on brain biochemis try of Albino rat (Rattus norvegicus). Biology and Medicine 1(2) : 74-86
29
Soejitno, J., I.M. Samudra & D. Kilin. 1994. Kajian resistensi penggerek padi putih (Scirpophaga innotata) terhadap insektisida karbofuran di Jalur Pantura.
hal
427-438.
Prosiding
Hasil
Penelitian
Pendukung
Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Penelitian dan Pengembangan PHT, BAPPENAS dan BALITHORT Lembang. Syed, A.R. 1992. Insecticide resistance in Diamondback moth in Malaysia. p. 437-442. In : Diamondback moth and other crucifer pests. N.S. Talekar (Ed.).
Proc. 2nd Int.Worshop. AVRDC. Taiwan, Taiwan, 10-14
Dec.1990. AVRDC, Shanhua. Taiwan. Syed, T.S., G.H. Abro & S. Ahmed. 2004. Efficacy of different insecticides against Plutella xylostella under field condition. Pakistan J.Biol.Sci. 7(1) : 10-13. Tabashnik, B.E., N. Finson, M.W. Johnson & W.J. Moar. 1993. Resistance to toxins from Bacillus thuringiensis Subsp. Kurstaki causes minimal crossresiantance to B. thuringiensis subsp. Aizawai in the Diamondback moth (Lepidoptera : Plutellidae). Appl.Environ.Microbiol. 59 : 1332-1335. Tabashnik, B.E., Y. Carriers, T.J. Dennhy, S. Moris, M.S. Sisterson, R.T. Roush, A.M. Shelton & J.Z. Zhao. 2003. Insect resistance to transgenic Bt crops : Lessons from the Laboratory and field.J.Econ.Entomol. 96(4) : 1031-1038. Toth, S.J., Jr. and T.C. Sparks. 1990. Effect of temperature on toxicity and knockdown activity of cis-permethrin, esfenvalerate and Lambdacyhalothrin
in
the
cabbage
looper
(Lepidoptera
:
Nochtuidae).
J.Econ.Entomol.83 : 342-346. Udiarto, B.K. & W. Setiawati. 2007. Suseptibilitas dan kuantifikasi resistensi empat strain Plutella xylostella L. terhadap insektisida J. Hort. 17(3) : 277-284.
30
Varma, A.N. & Sandhu. 1968. Chemical control of diamondback moth, Plutella maculipennis (Curtis). J. Punjab Agric.Univ.Res. 5 : 420-423. Vos, H.C.A.A. 1953. Introduction in Indonesia of Angitia cerophaga Grav., a parasite of Plutella maculipennis Curt. Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Pertanian, Bogor. No. 134. 32 hal. Winteringham,
1969.
FAO
Internasional
collaborative
program
for
development of standardized test for resistance in agricultural pest to pesticides. FAO Plant Protect. Bull. 17(4) :73-75.
31
LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. PERSONIL PELAKSANA KEGIATAN RISET Posisi
Instansi/
dalam
Unit
kegiatan
kerja
Dr. L.Prabaningrum
Anggota
Ir. Tinny S. Uhan, MS Ir. Uvan Nurwahidah,MS
Nama lengkap dan gelar
Alokasi
Jabatan
Bidang
Fungisonal
Keahlian
Balitsa
Peneliti Madya
Entomologi
60
Anggota
Balitsa
Peneliti Utama
Entomologi
60
Anggota
BPTPH
POPT Madya
Entomologi
60
waktu (Jam/bulan)
Sulsel Agus Hendra
Anggota
Balitsa
-
Teknisi
60
Karmin
Anggota
BPTPH
-
Teknisi
60
Sulsel
2. JADWAL KEGIATAN
Bulan No.
Kegiatan 1
1.
Persiapan
2.
Survai
3.
Pengujian di laboratorium
4.
Pengolahan data
5.
Pembuatan laporan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
32
3. ILUSTRASI KEGIATAN LAPANGAN
Gambar 1.
Survai penggunaan insektisida oleh petani pada budidaya kubis di Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang
Gambar 2.
Survai penggunaan insektisida oleh petani pada budidaya kubis di Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa
33
Gambar 3.
Penyemprotan insektisida pada budidaya kubis di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
Gambar 4.
Gejala serangan hama ulat daun kubis, P. xylostella di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
34
Gambar 5.
Wawancara lamanya peredaran insektisida di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
Gambar 6.
Pengumpulan ulat P. xylostella untuk bahan pengujian toksisitas insektisida di Kabupaten Enrekang
35
Gambar 7.
Pengumpulan ulat P. xylostella untuk bahan pengujian toksisitas insektisida di Kabupaten Gowa
Gambar 8.
Persiapan pengujian toksisitas insektisida yang digunakan oleh petani terhadap larva P. xylostella di Posko Agens Hayati, Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang
36
Gambar 9.
Gambar 10.
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : pencelupan daun kubis pada konsentrasi formulasi insektisida yang telah ditetapkan
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : inokulasi larva P.xylostella
37
Gambar 11.
Tahapan pengujian toksisitas insektisida : pengamatan mortalitas larva P.xylostella pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan
Gambar 12.
Sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani
38
Gambar 13.
Presentasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang yang dihadiri oleh Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Penyuluh, POPT, dan Petani
Gambar 14.
Peserta sosialisasi hasil penelitian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
39
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN PKPP 2012
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1
DAFTAR ISI ...................................................................
3
DAFTAR GAMBAR ........................................................
5
DAFTAR TABEL ............................................................
6
PENDAHULUAN ...........................................................
7
1.1. Latar Belakang ........................................................
7
1.2. Pokok Permasalahan ..............................................
7
1.3. Maksud dan Tujuan ................................................
8
1.4. Metodologi Pelaksanaan ........................................
8
a. Lokus Kegiatan ...................................................
8
b. Fokus Kegiatan ...................................................
9
c. Bentuk Kegiatan ..................................................
9
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..........
11
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan .............................
11
a. Perkembangan Kegiatan ...................................
11
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan .....
16
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial ......................
17
a. Perencanaan Anggaran ......................................
17
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran .....................
17
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan
18
Aset ....................................................................... d. Kendala/Hambatan Pengelolaan Administrasi
18
Manajerial ............................................................. BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA ...............
19
3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja ............
19
a. Kerangka Metode-Proses ....................................
19
3
b. Indikator Keberhasilan .........................................
19
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbang-
19
yasa ......................................................................
BAB IV
BAB V
3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan .........................
19
a. Kerangka Pengembangan Ke Depan ..................
19
b. Strategi Pengembangan Ke Depan .....................
19
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN ..........................
21
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .............
21
a. Kerangka Sinergi Koordinasi ...............................
21
b. Indikator Keberhasilan Sinergi .............................
21
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi ......................
21
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .............................
21
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil .........
21
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan ..................
22
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil .....................
22
PENUTUP ......................................................................
23
5.1. Kesimpulan .............................................................
23
a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran ..
23
b. Metode Pencapaian Target Kinerja .....................
23
c. Potensi Pengembangan Ke Depan .....................
23
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .........
23
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .........
24
5.2. Saran ......................................................................
24
a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan .......
24
b. KeberlanjUtan Dukungan Program Ristek ...........
24
DAFTAR PUSTAKA
25
4
DAFTAR GAMBAR 1.
Anggota tim peneliti (Ir. Uvan Nurwahidah, MS, kedua
11
dari kiri) berkoordinasi dengan petugas penyuluh lapangan di Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang ..................................................... 2.
Wawancara Tim Peneliti dengan petani kubis di
12
Kabupaten Enrekang ..................................................... 3.
Wawancara petugas lapangan dengan petani kubis di
13
Kabupaten Gowa ........................................................... 4.
Wawancara Tim Peneliti dengan pedagang pestisida di
13
Kabupaten Enrekang ..................................................... 5.
Mengumpulkan
larva
P.
xylostella
untuk
bahan
14
pengujian toksisitas insektisida ...................................... 6.
Pengujian toksisitas insektisida terhadap larva
P.
14
xylostella ........................................................................ 7.
Pengamatan mortalitas larva P. xylostella ...................
15
5
DAFTAR TABEL 1.
Insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis
12
untuk mengendalikan hama ulat daun kubis P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa, Sulawesi Selatan .......................................................................... 2.
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk
15
mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya ..............................................................
3.
Perencanaan anggaran penelitian .................................
17
4.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap
17
Termin ............................................................................
6
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ulat daun kubis, Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera : Yponomeutidae) merupakan serangga kosmopolitan yang menyerang tanaman Cruciferae dan tanaman lain yang mengandung minyak mustard. P. xylostella merupakan hama utama tanaman kubis (Branco dan Gatehouse 1997) dan di Asia Tenggara sejak tahun 1916 hama tersebut telah dilaporkan sebagai hama utama tanaman kubis di dataran tinggi di Indonesia (Vos 1953). P. xylostella mempunyai 14-20 generasi per tahun dibandingkan dengan 2-7 generasi di daerah beriklim sedang. Dengan demikian di daerah yang bersuhu tinggi, serangan P. xylostella menjadi lebih berat (Syed et al. 2004). Untuk mengendalikan hama tersebut petani menggunakan beberapa jenis insektisida secara intensif. Menurut Udiarto dan Setiawati (2007), sampai dengan tahun 2004 tercatat sebanyak 112 jenis insektisida yang terdaftar dan dianjurkan untuk mengendalikan hama P. xylostella
di
Indonesia. Penggunaan insektisida yang berbahan aktif sama secara terus menerus dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai masalah serius, seperti terjadinya resistensi serangga hama terhadap insektisida yang digunakan. Chou dan Cheng (1983) melaporkan bahwa P. xylostella merupakan serangga yang cepat berkembang menjadi resisten. Beberapa penelitian di luar negeri melaporkan bahwa P. xylostella telah resisten terhadap DDT dan Paration (Varma & Sandhu 1968), Piretroid (Liu et al. 1982), Organofosfat (Miyata et al. 1982; Cheng et al. 1983), Metomil, Permethrin, dan Metamidofos (Shelton et al. 1993), Deltametrin (Goudgnon et al 2000), dan Bacillus thuringiensis (Hama 1987; Tabashnik et al. 1993 dan 2003, Shelton et al. 1993, Syed 1992 dan Adachi & Kiyoto 1992).
1.2. Pokok Permasalahan Resistensi P. xylostella di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Ankersmith (1953), yaitu terhadap DDT. Resistensi hama tersebut terhadap Asefat dan Triazofos dilaporkan oleh Sastrosiswojo et al. (1989). Hasil penelitian Setiawati (1996) dan Ahmad (1999) menunjukkan bahwa P.
7
xylostella telah resisten terhadap B. thuringiensis. Selanjutnya Moekasan et al. (2004) juga menyatakan bahwa hama tersebut telah berkembang menjadi resisten terhadap Fipronil, Deltametrin, Profenofos, dan Abamektin. Dengan kenyataan seperti itu, pengelolaan resitensi hama merupakan program yang harus dijalankan. Salah satu taktik dalam pengelolaan resistensi secara terpadu ialah pemantauan resistensi hama secara periodik dan berkesinambungan. Dengan adanya pemantauan resistensi akan diketahui status resistensi suatu hama sehingga dapat disusun strategi pengendaliannya yang tepat. Program tersebut pernah diterapkan di Hawaii pada tahun 2001 untuk mengatasi P. xylostella yang telah resisten terhadap Spinosad, meskipun insektisida tersebut baru digunakan selama kurun waktu 2-5 tahun. Setelah 6 bulan menjalankan strategi pengendalian tanpa menggunakan insektisida Spinosad, kerentanan P. xylostella terhadap Spinosad berangsur-angsur meningkat dan petani di daerah tersebut diijinkan kembali menggunakan Spinosad pada tahun 2002 (Mau & Gukusuma-Minuto 2001).
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ini bermaksud untuk menguji toksisitas beberapa jenis insektisida yang digunakan oleh petani kubis untuk mengendalikan P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa Sulawesi Selatan. Tujuannya ialah untuk mengevaluasi status terakhir resistensi P. xylostella yang berasal dari sentra produksi kubis di Sulawesi Selatan tersebut.
1.4. Metodologi Kegiatan a. Lokus Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan di sentra pertanaman kubis di Sulawesi Selatan, yaitu di Kecamatan Anggeraja dan Baroko di Kabupaten Enrekang dan Kecamatan Tombolo Pao dan Tinggi Moncong di Kabupaten Gowa, mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012.
8
b. Fokus Kegiatan Fokus kegiatan meliputi survai untuk menetapkan jenis insektisida yang akan diuji dan pengujian toksisitas insektisida terhadap larva P.xylostella.
c. Bentuk Kegiatan Kegiatan survai dilaksanakan di sentra produksi kubis di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dari tiap kabupaten ditetapkan dua kecamatan yang merupakan pusat pertanaman kubis. Dari tiap kecamatan ditetapkan 10 orang petani kubis sebagai responden. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan data yang dikumpulkan meliputi jenis insektisida dan lama penggunaannya, konsentrasi formulasi, volume semprot, interval penyemprotan, waktu penyemprotan, dan cara penyemprotan. Data yang dihimpun dianalisis secara deskriptif (Adiyoga et al. 1999). Pengujian toksisitas insektisida terhadap P. xylostella dilakukan di Posko Agens Hayati, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah Sulawesi Selatan di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa. Ulat P. xylostella dikumpulkan dari pertanaman kubis milik petani di lokasi
yang
disurvai. Pengujian dilakukan menggunakan Protokol No. 7, Proposed Insecticide/Acaricide Susceptibility Tests yang disusun oleh Insecticide Resistance Action Committee (IRAC 1990). Serangga uji yang digunakan dalam pengujian diambil langsung dari lapangan. Ulat P. xylostella yang digunakan dalam percobaan ini adalah
instar ke-3. Pengujian resistensi
dilakukan dengan menggunakan metode pencelupan (dipping) menurut Hamilton dan Attia (1977), dan langkah kerja pengujiannya adalah sebagai berikut : 7. Insektisida yang diuji dilarutkan dalam akuades, kemudian ditambah dengan perekat dan perata Agristik (konsentrasi formulasi 0,5 ml/l). Konsentrasi formulasi insektisida yang digunakan dari tiap insektisida yang diuji adalah konsentrasi anjuran, selanjutnya diencerkan secara serial menjadi 5 tingkat konsentrasi formulasi dan 1 kontrol (hanya larutan akuades dan Agristik).
9
8. Potongan daun kubis yang bebas insektisida dengan ukuran panjang 5 cm x 5 cm dicelupkan ke dalam larutan insektisida selama 10 detik, kemudian ditiriskan, dan selanjutnya dibiarkan kering udara. 9. Dua potong daun kubis yang telah dicelupkan pada larutan insektisida dan telah kering angin dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 15 cm yang telah dilapisi dengan kertas saring yang halus. 10. Selanjutnya ke dalam cawan petri tersebut dimasukkan 10 ekor larva P. xylostella instar ke-3 yang telah dipuasakan selama 3 jam, tiap perlakuan diulang 4 kali (Busvine 1971). 11. Dua puluh empat jam kemudian, larva dipindahkan ke dalam cawan petri yang bersih, lalu diberi makan potongan daun kubis bebas insektisida. 12. Jumlah larva yang mati dihitung pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan. Pengamatan dihentikan pada 96 jam setelah perlakuan. Bila sampai batas waktu tersebut tidak terjadi kematian, insektisida yang diuji dianggap tidak efektif lagi. Data mortalitas larva dan hubungannya dengan konsentrasi formulasi insektisida yang diuji dianalisis menggunakan analisis probit menurut Finney (1971) cit. Busvine (1971) dengan menggunakan Program Komputer C-Probit untuk mengetahui nilai LC50 berbagai insektisida yang diuji. Interpretasi data tingkat resistensi P. xylostella terhadap insektisida yang diuji diperoleh dengan membandingkan nilai LC50 insektisida yang diuji dengan nilai LC50 terhadap strain larva P. xylostella yang masih rentan. LC50 insektisida terhadap strain larva P. xylostella rentan ialah nilai LC50
terendah dari
insektisida yang diuji (Busvine 1971; Setiawati 1996). Serangga resisten
terhadap insektisida tersebut apabila
LC50 bernilai
telah 4 kali
pembanding (Winteringham 1969; Soejitno et al. 1994).
10
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Perkembangan Kegiatan Pada bulan Februari 2012, kegiatan diawali diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan proposal, koordinasi dengan mitra kerja (BPTPH) di Sulawesi Selatan, presentasi proposal di unit kerja (Balitsa), dan pengajuan proposal ke PKPP di Kementrian Riset dan Teknologi melalu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan institusi di tingkat kabupaten dan kecamatan pada awal April 2012 untuk menjelaskan tujuan dilakukannya penelitian ini dan mengikut sertakan beberapa Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dalam pelaksanaan penelitian ini.
Gambar 1.
Anggota tim peneliti (Ir. Uvan Nurwahidah, MS, kedua dari kiri) berkoordinasi dengan petugas penyuluh lapangan di Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang
Pada periode bulan April s.d. Juli 2012 dilakukan survai dan pengujian toksisitas insektisida di Kabupaten Enrekang dan Gowa . Berdasarkan hasil
11
survai
diketahui terdapat 8 jenis insektisida yang umum digunakan oleh
petani kubis untuk mengendalikan hama P. xylostella (Tabel 1). Tabel 1.
Insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis untuk mengendalikan hama ulat daun kubis P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa, Sulawesi Selatan
Persentase petani yang menggunakan insektisida menurut lokasi
Jenis insektisida
Kabupaten Enrekang Nama dagang
Nama umum insektisida
Kabupaten Gowa
Kode cara kerja
Kecamatan Anggeraja
Kecamatan Baroko
Kecamatan Tombolo Pao
Kecamatan Tinggi Moncong
Liebas 50 EC
Beta-cyfluthrin
3A
0
0
40
70
Polydor 25 EC
Lambdacyhalothrin
3A
0
0
60
30
Ampligo 150 ZC
Lambdacyhalothrin + Chlorantraniliprol
3A + 28
0
40
0
0
Klensect 200 EC
Permethrin
3A
30
20
0
0
Prevathon 50 SC
Chlorantraniliprol
28
50
50
0
0
Tracer 120 SC
Spinosad
5
0
20
0
0
Turex WP
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
11
30
10
0
0
Virtako 300 SC
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
4A + 28
20
10
0
0
Gambar 2.
Wawancara Tim Peneliti dengan petani kubis di Kabupaten Enrekang
12
Gambar 3.
Wawancara petugas lapangan dengan petani kubis di Kabupaten Gowa
Gambar 4.
Wawancara Tim Peneliti dengan pedagang pestisida di Kabupaten Enrekang
13
Gambar 5.
Gambar 6.
Mengumpulkan larva P. xylostella untuk bahan pengujian toksisitas insektisida
Pengujian toksisitas insektisida terhadap larva P. xylostella
14
Gambar 7.
Pengamatan mortalitas larva P. xylostella
Hasil pengujian toksisitas disajikan pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 menunjukkan terdapat perbedaan kerentanan P. xylostella yang berasal dari empat kecamatan dan telah terjadi resistensi P. xylostella terhadap beberapa insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis di daerah tersebut. Tabel 2.
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya
Asal serangga
Nama umum insektisida
LC50 (ppm)
Nisbah resistensi
Status resistensi
Kabupeten Enrekang : Kecamatan Anggeraja
1.033,60
63,57
Resisten
924,51
56,86
Resisten
79,53
4,89
Resisten
Permethrin
482,48
29,67
Resisten
Chlorantraniliprol
306,62
18,85
Resisten
16,26
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
164,60
10,12
Resisten
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
151,93
9,34
Resisten
Beta-cyfluthrin Lambda-cyhalothrin Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
Spinosad
15
Tabel 2.
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya (lanjutan)
Asal serangga
Nama umum insektisida
LC50 (ppm)
Nisbah resistensi
Status resistensi
Kabupeten Enrekang : Kecamatan Baroko
Beta-cyfluthrin
1.113,08
22,48
Resisten
Lambda-cyhalothrin
1.462,68
29,55
Resisten
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
164,67
3,33
Rentan
Permethrin
535,68
10,82
Resisten
Chlorantraniliprol
680,61
13,75
Resisten
49,50
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
272,69
5,51
Resisten
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
126,10
2,55
Rentan
Beta-cyfluthrin
2.091,60
40,65
Resisten
Lambda-cyhalothrin
1.153,96
22,42
Resisten
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol
176,39
3,43
Rentan
Permethrin
590,60
11,48
Resisten
Chlorantraniliprol
729,63
14,18
Resisten
Spinosad
51,46
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
84,19
1,64
Rentan
392,81
7,63
Resisten
Beta-cyfluthrin
5.872,32
147,95
Resisten
Lambda-cyhalothrin
3.571,71
89,99
Resisten
420,45
10,59
Resisten
3.228,90
81,35
Resisten
591,63
14,90
Resisten
Spinosad
39,69
1,00
Rentan
Bacillus thuringiensis var. Aizawai
92,42
2,33
Rentan
502,61
12,66
Resisten
Spinosad
Kabupeten Gowa : Kecamatan Tombolo Pao
Tiametoxam + Chlorantraniliprol Kecamatan Tinggi Moncong
Lambda-cyhalothrin + Chlorantraniliprol Permethrin Chlorantraniliprol
Tiametoxam + Chlorantraniliprol
*
Nisbah resistensi, adalah nilai LC50 strain P.xylostella yang diduga resisten dibagi nilai LC50 strain yang "rentan" (dicetak tebal)
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Tidak ditemukan kendala atau hambatan teknis dalam pelaksanaan penelitian.
16
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran Anggaran biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini adalah sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan rinciannya di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Perencanaan anggaran penelitian Uraian
Jumlah (Rp.)
1. Belanja Gaji Upah
56.900.000
2. Belanja Bahan
14.850.000
3. Belanja Barang Operasional lainnya
15.300.000
4. Belanja Perjalanan
62.950.000
Total Biaya
150.000.000
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran penelitian dikelola oleh Bagian kerjasama di Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pelaksana penelitian mengajukan Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap termin kepada Pengelola Anggaran PKPP 2012. Rincian RKOT setiap termin disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin RKOT pada termin ke (Rp) Uraian I
II
III
1. Belanja Gaji Upah : a. Upah tidak tetap
5.750.000
6.750.000
0
0
22.200.000
22.200.000
2. Belanja Bahan
9.899.600
4.950.400
0
3. Belanja Barang Operasional lainnya
7.200.000
6.603.400
1.496.600
4. Belanja Perjalanan
22.150.400
34.496.200
6.303.400
45.000.000
75.000.000
30.000.000
b. Upah tetap (honor)
Total Biaya
17
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset Dari penelitian ini akan dihasilkan aset berupa informasi dan direncanakan akan diterbitkan di Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian. Pada saat aset tersebut telah disusun menjadi naskah dan telah dikirim ke Dewan Redaksi Jurnal Hortikultura.
d. Kendala/ Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Pengalokasian anggaran penelitian termin pertama terlalu kecil sehingga mengganggu pelaksanaan kegiatan. Pengisian form laporan PKPP secara online sulit dilakukan karena memori database yang disediakan oleh PKPP terlalu kecil. Selain itu, format laporan kemajuan maupun laporan akhir terlalu bertele-tele dan materi yang ditanyakan selalu berulang-ulang, sehingga terjadi duplikasi.
18
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
3.1. Metode/ Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode Proses Untuk mengetahui jenis insektisida yang digunakan oleh petani kubis, dilakukan wawancara dengan 10 orang petani di setiap kecamatan. Setelah itu dilakukan pengujian toksisitas insektisida tersebut terhadap larva P. xylostella yang berasal dari setiap kecamatan yang disurvai.
b. Indikator Keberhasilan Dari kegiatan survai telah diketahui terdapat 8 (delapan) jenis insektisida yang digunakan untuk mengendalikan hama P. xylostella pada tanaman kubis. Dari pengujian toksisitas diketahui nilai LC50 setiap insektisida terhadap P. xylostella dan nisbah resistensinya, dan selanjutnya diketahui status resistensi P. xylostella terhadap setiap insektisida yang diuji.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Dari hasil penelitian ini diketahui status resistensi P. xylostella terhadap setiap insektisida yang diuji. Dari hasil ini dibuat strategi pengendalian P. xylostella pada budidaya kubis untuk setiap kecamatan di Kabupaten Enrekang dan Gowa.
2. Potensi Pengembangan Ke Depan a. Kerangka Pengembangan Ke Depan BPTPH diharapkan dapat menyusun rencana regulasi penggunaan insektisida pada budidaya kubis berdasarkan status resistensi.
b. Strategi Pengembangan Ke Depan Untuk dapat menyusun regulasi penggunaan insektisida, pemantauan resistensi hama terhadap insektisida diharapkan menjadi program tetap BPTPH Sulawesi Selatan. Tahapan pengembangan ke depan adalah sebagai berikut : (1) pelatihan pengujian toksisitas bagi POPT dan staf laboratorium
19
BPTPH, dan (2) pelatihan pergiliran penggunaan insektisida berdasarkan kode cara kerja.
20
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan a. Kerangka Sinergi Koordinasi Kegiatan penelitian ini, baik survai maupun pengujian toksisitas insektisida mengikutserrakan POPT, PPL, staf Diperta dan Staf Laboratorium BPTPH di daerah tersebut. Penelitian ini digunakan sebagai sarana belajar bagi mereka untuk melakukan tahapan kegiatan pengujian toksisitas insektisida sesuai dengan Protokol IRAC No.7. Selain itu mereka juga belajar menganalisis data toksisitas menggunakan beberapa program, seperti StatRIV 2.0., SPSS Versi 13, dan Probit-C.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi POPT, PPL, staf Diperta dan Staf Laboratorium BPTPH dapat melaksanakan pengujian toksisitas dalam rangka pemantauan resistensi secara mandiri.
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Dengan dikuasainya metode pengujian toksisitas oleh PPL, staf Diperta dan Staf Laboratorium BPTPH, maka BPTPH dapat melaksanakan pemantauan resistensi OPT secara rutin dan hasilnya akan dijadikan dasar dalam menyusun regulasi penggunaan insektisida.
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka Strategi Pemanfaatan Hasil Kerangka pemanfaatan hasil kegiatan meliputi : (a) Mengenalkan pengelolaan
resistensi
dan
(b)
Mengenalkan
pergiliran
penggunaan
insektisida pada budidaya kubis berdasarkan kode cara kerjanya. Strategi yang dilakukan untuk pemanfaatan hasil ialah dengan sosialisasi hasil penelitian dalam pertemuan petani dengan penyluh, SLPHT, dan pertemuan kelompok tani.
21
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Berdasarkan hasil penelitian tersebut disusun strategi penggunaan insektisida spesifik lokasi untuk mengatasi hama P. xylostella yang telah resisten di daerah tersebut. Penyuluh telah memasang daftar pestisida berdasarkan kode cara kerjanya di Balai Penyuluh Kecamatan Anggeraja agar petani dan petugas dapat melihat jenis insektisida yang dapat digunakan dalam pergiliran.
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil Pemantauan resistensi hama terhadap insektisida akan dijadikan program tetap oleh BPTPH Sulawesi Selatan. Untuk menunjang program tersebut akan disusun panduan cara pengujian toksisitas insektisida yang dapat digunakan sebagai pegangan bagi staf BPTPH dalam melaksanakan pengujian toksisitas insektisida.
22
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Pada periode bulan Februari sampai Agustus 2012 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi dengan institusi terkait di Sulawesi Selatan, survai penggunaan insektisida untuk mengendalikan P. xylostella pada budidaya kubis di Kabupaten Enrekang dan Gowa, pengujian toksisitas insektisida terhadap P. xylostella yang berasal dari daerah tersebut. Sampai dengan bulan September 2012, pelaksana penelitian telah menerima dan sebesar Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) melalui pembayaran termin ke-1 dan ke-2, dan telah dipertanggung jawabkan.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja Untuk mengetahui jenis insektisida yang digunakan oleh petani kubis, dilakukan wawancara dengan 10 orang petani di setiap kecamatan. Setelah itu dilakukan pengujian toksisitas insektisida tersebut terhadap larva P. xylostella yang berasal dari setiap kecamatan yang disurvai.
c. Potensi Pengembangan Ke Depan Berdasarkan hasil penelitian tersebut. BPTPH Sulawesi Selatan diharapkan dapat menyusun regulasi penggunaan insektisida berdasarkan status resistensi OPT pada budidaya kubis di setiap kecamatan. Strateginya ialah melaksanakan pemantauan resistensi P. xylostella secara rutin (setiap tahun). Untuk menunjang program tersebut diperlukan :
(1) Pelatihan
pengujian toksisitas bagi POPT dan Staf Laboratorium BPTPH, dan (2) Pelatihan pergiliran penggunaan insektisida berdasarkan kode cara kerja.
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Kegiatan penelitian ini, baik survai maupun pengujian toksisitas insektisida dibantu oleh beberapa POPT di daerah tersebut. Mereka belajar bersama untuk melakukan tahapan kegiatan pengujian toksisitas insektisida sesuai dengan Protokol IRAC No.7. Selain itu mereka juga belajar
23
menganalisis data toksisitas menggunakan beberapa program, seperti StatRIV 2.0., SPSS Versi 13, dan Probit-C.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka pemanfaatan hasil kegiatan meliputi : (a) Mengenalkan pengelolaan
resistensi
dan
(b)
Mengenalkan
pergiliran
penggunaan
insektisida pada budidaya kubis berdasarkan kode cara kerjanya. Strategi yang dilakukan untuk pemanfaatan hasil ialah dengan sosialisasi hasil penelitian dalam pertemuan petani dengan penyluh, SLPHT, dan pertemuan kelompok tani.
5.2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan BPTPH diharapkan dapat menyusun rencana regulasi penggunaan insektisida pada budidaya kubis berdasarkan status resistensi. Untuk dapat menyusun regulasi penggunaan insektisida, pemantauan resistensi hama terhadap insektisida diharapkan menjadi program tetap BPTPH Sulawesi Selatan.
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek Program ini perlu dilaksanakan di sentra produksi kubis di daerah lain. Untuk maksud tersebut diperlukan dukungan dana Program PKPP Ristek.
24
DAFTAR PUSTAKA Adachi, T. & F. Kiyoto. 1992. Changes in insecticide susceptibility of the Diamondback moth in Hyogo, Japan. J.Agric.Res.Q. 26 : 144-151. Adiyoga, W., R.Sinung-Basuki, Y.Hilman, & B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai di Jawa Barat. J.Hort. 9(1) : 67-83. Ahmad, I. 1999. Dosage mortality studies with Bacillus thuringiensis and Neem
extract
on
Diamondback
moth,
Plutella
xylostella
(L.)
(Lepidoptera : Plutellidae). Indonesian J. Plant Protec. 5(2) : 67-71. Ankersmith, G.W. 1953. DDT resistance in Plutella maculipennis (Curt.)(Lep.) in Java. Bull. Entomol.Res. 44 : 421-426. Branco, M.C. & , A.G. Gatehouse. 1997. Insecticide resistance in Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera : Yponomeutidae) in the Federal District, Brazil.An.Soc.Entomol.Brazil. 26 (1) : 75-79. Busvine, J., A., R., 1971. Techniques for testing insecticides. Commonwealth Agricultural Bureaux. London. 336 p. Cheng, E.Y., T. Chou & C. Kao. 1983. Insecticide resistance study in Plutella xylostella (L.). IV. The activities of glutathione-s-transferase in the organophosphorus-resiatant strans. J.Agric.Res.China.32(4) : 373-378. Cho, T.M. & E.Y. Cheng. 1983. Insecticide resistance study in Plutella xylostella (L.). III. The insecticide susceptibilities and resistance response of a native susceptible strain. J.Agric. Res.China. 32(4) : 146154.
25
Goudgnon, E.A., A.A. Kirk, B. Sehiffers & D. Bordat. 2000. Comparative effects of deltamethrin and neem kernel to Plutella xylostella and Cotesia plutellae in cotonou periurban area (Benin). J.Appl.Entomol.124 : 141144. Hama, H. 1987. Development of pyretroid resistance in the Diamondback moth. Appl. Entomol.Zool.22 : 166-175. Hamilton, J.T., & F.I. Attia. 1977. Effect of Mixture of Bacillus thuringiensis and Pesticide on Plutella xylostella and the Parasite Thyraeella collaris. J.Econ.Entomol. 70(1): 146-148. IRAC. 1990. Proposed insecticide/ acaricide susceptibility test developed by Insecticide Resistance Action Committee. Bull. OEPP/ EPPO. No. 20 : 389-404. Liu, M.Y., Y.J. Tzeng & C.N.Sun. 1982. Diamondback moth resistance to several synthetic pyretroids. J.Econ.Entomol. 74 : 392-396. Mau, Ronald F.L., & L. Guskusuma-Minuto. 2001. Diamondback moth, Plutella xylostella (L.), resistance management in Hawai. p.307-311. In : The management of Diamondback moth and other crucifer pests. N.M. Endersby and P.M. Ridland (Eds.) Proc. the 4th International Workshop. Nov. 2001. Melbourne, Australia. Miyata, T., H. Kawai & T. Saito. 1982. Insecticide resistance in the Diamondback
moth,
Plutella
xylostella
(L.)
(Lepidoptera
:
Yponomeutidae). Appl.Entomol.Zool. 17 :539-542. Moekasan, T.K., S. Sastrosiswojo, T. Rukmana, H. Sutanto, I.S. Purnamasari & A. Kurnia. 2004. Status resistensi lima strain Plutella xylostella L. terhadap formulasi fipronil, deltametrin, profenofos, abamektin dan Bacillus thuringiensis. J.Hort. 14(2) : 84-90
26
Sastrosiswojo, S., T.Koestoni & A. Sukwida. 1989. Status resistensi Plutella xylostella strain Lembang terhadap beberapa jenis insektisida golongan organofosfat, piretroid sintetil, dan benzoil urea. Bull.Penel.Hort. 18(1) :85-93. Setiawati, W. 1996. Status resistensi Plutella xylostella L. strain Lembang, Pangalengan, dan Garut terhadap Bacillus thuringiensis.J.Hort.6(4) :387391. Shelton, A.M., J.L. Robertson, J.D.Tang, C. Perez, S.D. Eigenbrode, H.K. Preisler, W.T. Wilsey & R.L. Cooley. 1993. Resistance of Diamondback moth (Lepidoptera : Plutellidae) to Bacillus thuringiensis Subspecies in the field.J.Econ.Entomol. 86 : 697-705. Soejitno, J., I.M. Samudra & D. Kilin. 1994. Kajian resistensi penggerek padi putih (Scirpophaga innotata) terhadap insektisida karbofuran di Jalur Pantura.
hal
427-438.
Prosiding
Hasil
Penelitian
Pendukung
Pengendalian Hama Terpadu. Kerjasama Penelitian dan Pengembangan PHT, BAPPENAS dan BALITHORT Lembang. Syed, A.R. 1992. Insecticide resistance in Diamondback moth in Malaysia. p. 437-442. In : Diamondback moth and other crucifer pests. N.S. Talekar (Ed.).
Proc. 2nd Int.Worshop. AVRDC. Taiwan, Taiwan, 10-14
Dec.1990. AVRDC, Shanhua. Taiwan. Syed, T.S., G.H. Abro & S. Ahmed. 2004. Efficacy of different insecticides against Plutella xylostella under field condition. Pakistan J.Biol.Sci. 7(1) : 10-13. Tabashnik, B.E., N. Finson, M.W. Johnson & W.J. Moar. 1993. Resistance to toxins from Bacillus thuringiensis Subsp. Kurstaki causes minimal crossresiantance to B. thuringiensis subsp. Aizawai in the Diamondback moth (Lepidoptera : Plutellidae). Appl.Environ.Microbiol. 59 : 1332-1335.
27
Tabashnik, B.E., Y. Carriers, T.J. Dennhy, S. Moris, M.S. Sisterson, R.T. Roush, A.M. Shelton & J.Z. Zhao. 2003. Insect resistance to transgenic Bt crops : Lessons from the Laboratory and field.J.Econ.Entomol. 96(4) : 1031-1038. Udiarto, B.K. & W. Setiawati. 2007. Suseptibilitas dan kuantifikasi resistensi empat strain Plutella xylostella L. terhadap insektisida J. Hort. 17(3) : 277-284. Varma, A.N. & Sandhu. 1968. Chemical control of diamondback moth, Plutella maculipennis (Curtis). J. Punjab Agric.Univ.Res. 5 : 420-423. Vos, H.C.A.A. 1953. Introduction in Indonesia of Angitia cerophaga Grav., a parasite of Plutella maculipennis Curt. Pemberitaan Balai Besar Penyelidikan Pertanian, Bogor. No. 134. 32 hal. Winteringham,
1969.
FAO
Internasional
collaborative
program
for
development of standardized test for resistance in agricultural pest to pesticides. FAO Plant Protect. Bull. 17(4) :73-75.
28