KODE JUDUL : X.171
LAPORAN AKHIR
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA
EVALUASI SEBARAN PENYAKIT BUSUK CINCIN (Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus) DI SENTRA PRODUKSI KENTANG DI SULAWESI SELATAN
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Peneliti/ Perekayasa :
1. Ineu Sulastrini, SP 2. Astri Windia Wulandari, SP 3. Agus Susianto, SP
INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Judul Kegiatan
Evaluasi Sebaran Penyakit Busuk Cincin ((Clavibacter
michiganensis
subsp.
sepedonicus) di Sentra Produksi Kentang di Sulawesi Selatan
Fokus Bidang Prioritas
1. Teknologi Pangan 2. Teknologi Kesehatan dan Obat 3. Teknologi Enerji 4. Teknologi Transportasi 5. Teknologi Informatika dan Komunikasi 6. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 7. Teknologi Material
Kode Produk Target
1.3.
Kode Kegiatan
1.03.01
Lokasi Penelitian
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian Tahun ke
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Peneliti Utama
Ineu Sulastrini, SP
Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat Telepon/ HP
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391 022-2786245/ 08122127949
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Ir. Firdaus Hasan, MS
Nama Lembaga
Telepon/ HP
UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan 0411-371593/ 0811462025
Faksimile
-
e-mail
-
Alamat
Jangka Waktu Kegiatan
: 8 (delapan) bulan
Biaya
: Rp. 150.000.000,-
Menyetujui :
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi NIP 19701007 199803 1 001
Ineu Sulastrini, SP NIP. 19610110 198303 2 002
EXECUTIVE SUMMARY
EXECUTIVE SUMMARY
Ring rot disease caused by the bacterium Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus is a very dangerous disease for potato production, especially in seed production, so far not been formally reported its presence in Indonesia and still be categorized as Category A1 quarantine pest. Monitoring results of researchers from the Indonesian Vegetable Research Institute and Faculty of Agriculture, University of Padjadjaran based on field surveys conducted for potato farmers in West Java, a few potato plants indicate symptoms of ring rot disease. However, given that the bacterium C. michiganensis subsp. sepedonicus can be transmitted through the seed trade, while Indonesia often do import seed potatoes from abroad, and considering the potential threat of harm that can be generated, as well as the climate changes that occurred recently in which the status changed Pest Organisms that are difficult to predict, it is anticipated to detect the presence of the bacteria C. michiganensis subsp. sepedonicus in the center of the nursery and planting potato fields in Indonesia, it is very important to do. Given this information, the control measures can be more focused, effective and easily adopted by farmers. In this study will be conducted two phases of activities, with details of the following activities, in the first stage of monitoring the status of ring rot disease in potato plants by the method of survey, using questionnaires and observation and sampling of plants and seed potatoes and secondary data collection in potato production centers in South Sulawesi. Enrekang and Gowa district is a center for potential potato growing rapidly in potato. Identification of disease carried by the EPPO method, Elisa test and selective media in the Laboratory of Plant Diseases Indonesian Vegetable Research Institute. In this research would also collected non-pathogenic isolates of the pathogen and as a basis for further control study. Indijenous isolates will be tested its ability to control the ring rot disease in in-vivo in the laboratory. With the information on the distribution of ring rot disease can be used by the central government especially quarantine and local governments in South Sulawesi to take the policy in the ring rot disease management strategies that can save the loss of seed potato production, especially in Indonesia.
Indijeneus microbial isolates collented that have a high antagonistic, then it can be used as an alternative control of potato ring rot disease.
LAPORAN RINGKAS HASIL LITBANGYASA
IDENTITAS LEMBAGA LITBANGYASA
Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Nama Pimpinan
Dr. Liferdi, SP.MSi.
Alamat
Jl.
Tangkuban
Parahu
Bandung Barat 40391 Telepon/ HP
081314524070
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
No.
517,
Lembang,
IDENTITAS KEGIATAN
Judul
Evaluasi Sebaran Penyakit Busuk Cincin ((Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus) di Sentra Produksi Kentang di Sulawesi Selatan
Abstraksi
Penyakit busuk cincin yang disebabkan oleh bakteri Clavibacter
michiganensis
subsp
sepedonicus
merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi produksi kentang terutama pada produksi benih, sejauh
ini
belum
dilaporkan
secara
resmi
keberadaannya di Indonesia dan masih dikategorikan sebagai OPTK Kategori A1. Hasil pemantauan peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran berdasarkan survai lapangan yang dilakukan ke pertanaman kentang petani di daerah Jawa Barat, beberapa tanaman kentang mengindikasikan adanya gejala serangan penyakit busuk cincin. Walaupun demikian, mengingat bahwa bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dapat
ditularkan
melalui
perdagangan
benih,
sedangkan Indonesia sering melakukan impor benih kentang dari mancanegara, dan mengingat pula potensi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkannya, serta perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini dimana status Organisme Pengganggu Tanaman mengalami perubahan yang sulit diprediksi, maka antisipasi untuk mendeteksi keberadaan bakteri C. michiganensis pembibitan
dan
subsp. lahan
sepedonicus pertanaman
di
sentra
kentang
Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.
di
Dengan
adanya informasi tersebut, maka langkah-langkah
pengendalian dapat dilakukan secara lebih terarah, efektif dan mudah diadopsi petani. Dalam penelitian ini akan dilakukan 2 tahap kegiatan, dengan rincian kegiatan
sebagai
berikut,
pada
tahap
pertama
melakukan monitoring mengenai status penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dengan metode survai, yaitu menggunakan kuesioner dan pengamatan serta pengambilan sampel pada tanaman dan benih kentang serta pengumpulan data sekunder di sentra produksi kentang di Sulawesi Selatan.
Kabupaten Enrekang
dan Gowa merupakan salah satu sentra kentang yang potensial untuk berkembang pesat dalam pertanaman kentang. Identifikasi penyakit dilakukan dengan metode EPPO, uji Elisa dan media selektif di Laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Dari hasil pengamatan di pertanaman kentang di kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng, terindikasi adanya
serangan
penyakit
busuk
cincin
(C
michiganensis subsp. sepedonicus) dengan insiden serangan 2,34-25,3%. Insiden serangan tertinggi di sentra
kenatng
kabupaten
Bantaeng,
kabupaten
Enrekang dan kabupaten Gowa. Insiden serangan virus berkisar antara 2- 40% dan insiden tertinggi terdapat di sentra pertanaman kentang kabupaten Bantaeng,
kabupaten
Enrekang
dan
terendah
kabupaten Gowa. Hama yang menjadi permasalahan utama
adalah
lalat
pengorok
daun
(Liriomyza
huidobrensis) dan kutu anjing (Phylotetra sp.).
Tim Peneliti
Ineu Sulastrini, Astri Windia Wulandari, Agus Susianto dan Hadis Jayanti
Waktu Pelaksanaan
Februari-Oktober 2012
Publikasi
Jurnal
Hortikultura,
Pusat
Pengembangan Hortikultura
Penelitian
dan
IDENTITAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HASIL LITBANG :
Ringkasan Kekayaan Intelektual
-
Ringkasan Hasil Litbang
Dari hasil pengamatan di pertanaman kentang di kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng, terindikasi adanya serangan penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp.
sepedonicus)
dengan
insiden
serangan 2,34-25,3%. Insiden serangan tertinggi di sentra kenatng kabupaten Bantaeng,
kabupaten
Enrekang
dan
kabupaten Gowa. Insiden serangan virus berkisar
antara
2-
40%
dan
insiden
tertinggi terdapat di sentra pertanaman kentang kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan terendah kabupaten Gowa. Hama yang menjadi permasalahan utama adalah lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis) dan kutu anjing (Phylotetra sp.). Pengelolaan Anggaran
Anggaran diterima dalam 3 termin. Dana termin 1 dan 2 sudah diterima.
Sarana-Prasarana
Terlampir pada Metode Laporan Akhir
Pendokumentasian
Terlampir pada dokumentasi Laporan Akhir
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN DAFTAR ISI ................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................ DAFTAR TABEL ............................................................ BAB I
PENDAHULUAN ........................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................ 1.2. Pokok Permasalahan .............................................. 1.3. Maksud dan Tujuan ................................................ 1.4. Metodologi Pelaksanaan ........................................ a. Lokus Kegiatan ................................................... b. Fokus Kegiatan ................................................... c. Bentuk Kegiatan ..................................................
BAB II
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN .......... 2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan ............................. a. Perkembangan Kegiatan ................................... b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan ..... 2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial ...................... a. Perencanaan Anggaran ...................................... b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran ..................... c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset ....................................................................... d. Kendala/Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial .............................................................
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA ............... 3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja ............ a. Kerangka Metode-Proses .................................... b. Indikator Keberhasilan ......................................... c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa ...................................................................... 3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan ......................... a. Kerangka Pengembangan Ke Depan ..................
b. Strategi Pengembangan Ke Depan ..................... BAB
SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN ..........................
IV 4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program ............. a. Kerangka Sinergi Koordinasi ............................... b. Indikator Keberhasilan Sinergi ............................. c. Perkembangan Sinergi Koordinasi ...................... 4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa ............................. a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil ......... b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan .................. c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil ..................... BAB V PENUTUP ...................................................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................. a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran .. b. Metode Pencapaian Target Kinerja ..................... c. Potensi Pengembangan Ke Depan ..................... d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program ......... e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa ......... 5.2. Saran ...................................................................... a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan ....... b. Keberlanjtan Dukungan Program Ristek ............. DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
1.
Anggota tim peneliti (Ir. Uvan Nurwahidah, MS, kedua dari kiri) berkoordinasi dengan petugas penyuluh lapangan di Balai Penyuluhan Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang .....................................................
2.
Wawancara Tim Peneliti dengan petani kubis di Kabupaten Enrekang .....................................................
3.
Wawancara petugas lapangan dengan petani kubis di Kabupaten Gowa ...........................................................
4.
Wawancara Tim Peneliti dengan pedagang pestisida di Kabupaten Enrekang .....................................................
5.
Mengumpulkan
larva
P.
xylostella
untuk
bahan
pengujian toksisitas insektisida ...................................... 6.
Pengujian toksisitas insektisida terhadap larva
P.
xylostella ........................................................................ 7.
Pengamatan mortalitas larva P. xylostella ...................
DAFTAR TABEL
1.
Insektisida yang umum digunakan oleh petani kubis untuk mengendalikan hama ulat daun kubis P. xylostella di Kabupaten Enrekang dan Gowa, Sulawesi Selatan ..........................................................................
2.
Nilai LC50 insektisida yang umum digunakan petani untuk mengendalikan hama ulat daun kubis, P.xylostella dan nisbah resistensinya ..............................................................
3.
Perencanaan anggaran penelitian .................................
4.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin ............................................................................
LAPORAN HASIL LITBANG Materi : Identitas Lembaga Litbangyasa Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Nama Pimpinan
Dr. Liferdi, SP.MSi.
Alamat
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP
081314524070
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
Identitas Kegiatan Judul
Evaluasi Sebaran Penyakit Busuk Cincin ((Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus) di Sentra Produksi Kentang di Sulawesi Selatan
Abstraksi
Penyakit busuk cincin yang disebabkan oleh bakteri Clavibacter
michiganensis
subsp
sepedonicus
merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi produksi kentang terutama pada produksi benih, sejauh
ini
belum
dilaporkan
secara
resmi
keberadaannya di Indonesia dan masih dikategorikan sebagai OPTK Kategori A1. Hasil pemantauan peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran berdasarkan survai lapangan yang dilakukan ke pertanaman kentang petani di daerah Jawa Barat, beberapa tanaman kentang
mengindikasikan adanya gejala serangan penyakit busuk cincin.
Walaupun demikian, mengingat bahwa
bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dapat ditularkan
melalui
perdagangan
benih,
sedangkan
Indonesia sering melakukan impor benih kentang dari mancanegara, dan mengingat pula potensi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkannya, serta perubahan iklim
yang
Organisme
terjadi
akhir-akhir
Pengganggu
ini
dimana
Tanaman
status
mengalami
perubahan yang sulit diprediksi, maka antisipasi untuk mendeteksi keberadaan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus
di
sentra
pembibitan
dan
lahan
pertanaman kentang di Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.
Dengan adanya informasi tersebut, maka
langkah-langkah pengendalian dapat dilakukan secara lebih terarah, efektif dan mudah diadopsi petani. Dalam penelitian ini akan dilakukan 2 tahap kegiatan, dengan rincian kegiatan sebagai berikut, pada tahap pertama melakukan monitoring mengenai status penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dengan metode survai, yaitu menggunakan kuesioner dan pengamatan serta pengambilan sampel pada tanaman dan benih kentang serta pengumpulan data sekunder di sentra produksi kentang di Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekang dan Gowa merupakan salah satu sentra kentang yang potensial untuk berkembang pesat dalam pertanaman kentang. Identifikasi penyakit dilakukan dengan metode EPPO, uji Elisa dan media selektif di Laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Dari hasil pengamatan di pertanaman kentang di kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng, terindikasi adanya
serangan
penyakit
busuk
cincin
(C
michiganensis subsp. sepedonicus) dengan insiden
serangan 2,34-25,3%. Hasil identifikasi dari sampel tanaman, terdeteksi 25% dari jumlah sampel yang dikumpulkan
bereaksi
michiganensis
subsp.
positif
terhadap
sepedonicus
di
bakteri
C
Kabupaten
Bantaeng. Insiden serangan tertinggi di sentra kentang kabupaten
Bantaeng,
kabupaten
Enrekang
dan
kabupaten Gowa. Insiden serangan virus berkisar antara 2- 40% dan insiden tertinggi terdapat di sentra pertanaman kentang kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan terendah kabupaten Gowa. Jenis virus yang paling banyak ditemukan adalah PVY, PVX, PVS dan PLRV. Nematoda pada semua lokasi terdeteksi sebagai Meloidogyne sp. Hama yang menjadi masalah utama
adalah
lalat
pengorok
daun
(Liriomyza
huidobrensis) dan kutu anjing (Phylotetra sp.). Tim Peneliti
Ineu Sulastrini, SP., Astri Windia Wulandari, SP., Agus Susianto, SP., Hadis Jayanti.
Waktu Pelaksanaan
Februari-Oktober 2012
Publikasi
-
Identitas Kekayaan Intelektual dan Hasil Litbang : Ringkasan Kekayaan Intelektual
-
Ringkasan Hasil Litbang
-
Pengelolaan Anggaran
Anggaran diterima dalam 3 termin. Dana termin 1 dan 2 sudah diterima.
Sarana-Prasarana
Terlampir pada Metode Laporan Akhir
Pendokumentasian
Terlampir pada dokumentasi Laporan Akhir
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN Judul Kegiatan
:
Evaluasi Sebaran Penyakit Busuk Cincin ((Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus) di Sentra Produksi Kentang di Sulawesi Selatan
Fokus
Bidang :
Prioritas
1. Teknologi Pangan 2. Sumber energi baru dan terbarukan 3. Teknologi dan manajemen transportasi 4. Teknologi informasi dan komunikasi 5. Teknologi Pertahanan dan Keamanan 6. Teknologi kesehatan dan obat
Kode Produk Target :
1.3.
Kode Kegiatan
:
1.03.01
Lokasi Penelitian
:
Provinsi Sulawesi Selatan
Penelitian tahun ke
:
1 (satu)
Keterangan Lembaga Pelaksana/ Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksanaan Penelitian Nama Koordinator/ Peneliti Utama
Ineu Sulastrini, SP
Nama Lembaga/ Institusi
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Unit Organisasi
Kementerian Pertanian
Alamat
Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang, Bandung Barat 40391
Telepon/ HP
022-2786245/ 08122127949
Faksimile
022-2786416
e-mail
[email protected]
B. Lembaga lain yang terlibat (dapat lebih dari satu) Nama Pimpinan
Dr. Firdaus Hasan
Nama Lembaga
UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan
Alamat
Jl. dr. Sam Ratulangi No. 69, Maros 90511, Sulawesi Selatan
Telepon/ HP
0411-371593/ 0811462025
Faksimile
Fax: (0411) 371593
e-mail
[email protected]
Jangka Waktu
:
Satu tahun
:
Rp. 150.000.000
Kegiatan Biaya
Pj. Kepala Balai Penelitian
Peneliti Utama,
Tanaman Sayuran,
Dr. Liferdi, SP., MSi
Ineu Sulastrini, SP
NIP 19701007 199803 1 001
NIP. 19610110 198303 2 002
RINGKASAN Penyakit
busuk
cincin
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Clavibacter
michiganensis subsp sepedonicus merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi produksi kentang terutama pada produksi benih, sejauh ini belum dilaporkan secara resmi keberadaannya di Indonesia dan masih dikategorikan sebagai OPTK Kategori A1. Hasil pemantauan peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran berdasarkan survai lapangan yang dilakukan ke pertanaman kentang petani di daerah Jawa Barat, beberapa tanaman kentang mengindikasikan adanya gejala serangan penyakit busuk cincin. Walaupun demikian, mengingat bahwa bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dapat ditularkan melalui perdagangan benih, sedangkan
Indonesia sering
melakukan impor benih kentang dari mancanegara, dan mengingat pula potensi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkannya, serta perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini dimana status Organisme Pengganggu Tanaman mengalami perubahan yang sulit diprediksi, maka antisipasi untuk mendeteksi keberadaan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus di sentra pembibitan dan lahan pertanaman kentang di Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.
Dengan adanya informasi tersebut, maka langkah-langkah
pengendalian dapat dilakukan secara lebih terarah, efektif dan mudah diadopsi petani. Dalam penelitian ini akan dilakukan 2 tahap kegiatan, dengan rincian kegiatan sebagai berikut, pada tahap pertama melakukan monitoring mengenai status penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dengan metode survai, yaitu menggunakan kuesioner dan pengamatan serta pengambilan sampel pada tanaman dan benih kentang serta pengumpulan data sekunder di sentra produksi kentang di Sulawesi Selatan. Kabupaten Enrekang dan Gowa merupakan salah satu sentra kentang yang potensial untuk berkembang pesat dalam pertanaman kentang. Identifikasi penyakit dilakukan dengan metode EPPO, uji Elisa dan media selektif di Laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Dari hasil pengamatan di pertanaman kentang di kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng, terindikasi adanya serangan penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus) dengan insiden serangan 2,34-25,3%. Hasil identifikasi dari
sampel tanaman, terdeteksi 25% dari jumlah sampel yang dikumpulkan bereaksi positif terhadap bakteri C michiganensis subsp. sepedonicus di Kabupaten Bantaeng.
Insiden serangan tertinggi di sentra kentang
kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan kabupaten Gowa. Insiden serangan virus berkisar antara 2- 40% dan insiden tertinggi terdapat di sentra pertanaman kentang kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan terendah kabupaten Gowa. Jenis virus yang paling banyak ditemukan adalah PVY, PVX, PVS dan PLRV. Nematoda pada semua lokasi terdeteksi sebagai Meloidogyne sp. Hama yang menjadi permasalahan utama adalah lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis) dan kutu anjing (Phylotetra sp.).
DAFTAR ISI EXECUTIVE SUMMARY................................................................
1
LAPORAN HASIL LITBANG......................................................
2
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN..........................
5
RINGKASAN ...................................................................................
7
DAFTAR ISI ....................................................................................
9
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
10
DAFTAR TABEL .............................................................................
11
I. PENDAHULUAN .............................................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
13
III. TUJUAN DAN MANFAAT ...............................................................
15
IV. METODOLOGI ...............................................................................
16
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
18
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
22
VII. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
22
LAMPIRAN ......................................................................................
24
DAFTAR GAMBAR No.
Judul Gambar
Halaman
1
Gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang
25
2
Gejala serangan virus pada tanaman kentang
26
3
Gejala serangan Liriomyza pada tanaman kentang
26
4
Gejala serangan Rhizoctonia pada tanaman kentang
27
5
Gejala serangan kutu anjing pada tanaman kentang
27
6
Pengamatan OPT pada tanaman kentang
28
7
Pengamatan OPT pada tanaman kentang dengan jaring ayun
28
8
Pengambilan sampel yang bergejala pada tanaman kentang
29
9
Pengamatan virus pada tanaman kentang
29
10
Menerangkan gejala penyakit busuk cincin dengan menggunakan
30
gambar 11
Wawancara dan pengisian kuesioner
30
12
Wawancara dan pengisian kuesioner
31
13
Wawancara dan pengisian kuesioner di lapangan
31
14
Diskusi dengan petani kentang di lapangan
32
DAFTAR TABEL No.
Judul Tabel
Halaman
1
Insiden serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di
19
3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan
2
Insiden serangan virus pada tanaman kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan
20
I. PENDAHULUAN
Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan sayuran di Sulawesi Selatan
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi
Selatan, 2005). Hal ini dapat dilihat dari luas area panen yang meningkat dari 1433 ha pada tahun 2009 menjadi 1523 ha pada tahun 2010. Namun demikian produktivitasnya menurun dari 8.24 ton/ha menjadi 5.01 ton/ha pada tahun 2010. Demikian juga rata-rata produktivitas kentang di Indonesia menurun dalam 2 tahun terakhir ini, yaitu dari 16.51 ton/ha pada tahun 2009 menurun menjadi 15.94 ton/ha (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011). Serangan hama penyakit dan mutu benih merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas kentang (Sofiari, 2010); dan (Warda, 2008). Penyakit busuk cincin yang disebabkan oleh bakteri Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi produksi kentang, terutama benih kentang karena penyakit ini dapat ditularkan melalui benih (seedborne disease). Di berbagai negara penghasil kentang, penyakit busuk cincin sudah menjadi salah satu faktor pembatas utama, terutama di negara asalnya, yaitu Amerika Utara (Gudmestad, 1987; Manzer & Genereux, 1981; Franc, 1999). Penyakit ini juga dilaporkan menyerang tanaman kentang di 31 negara di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Karibia, Amerika Selatan dan Australia (EPPO, 1998). Penyakit busuk cincin menyebar ke berbagai belahan bumi melalui perdagangan benih, terutama bibit yang dibelah dan bertahan hidup pada tanaman dan ubi kentang yang masih tertinggal di lahan, alat – alat pertanian, mesin, rak, dan keranjang. Di
Indonesia
penyakit
busuk
cincin
C.
michiganensis
subsp.
sepedonicus belum pernah dilaporkan secara resmi keberadaannya, Oleh sebab itu, maka penyakit busuk cincin
tersebut, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 38/Kpts/HK.060/1/2006 tahun 2006, dikategorikan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kategori A1, yang harus dicegah keberadaannya. Kerugian akibat penyakit busuk cincin di luar negeri cukup besar. Di Eropa saja, kerugian akibat infeksi bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus, setiap tahunnya mencapai 15 juta Euro (Van der Wolf et al., 2005).
Bagi industri bibit, kerugiannya dapat mencapai lebih dari 100%
karena adanya ubi kentang benih yang terinfeksi dapat menyebabkan semua benih ditolak, ditambah juga dengan resiko biaya tambahan untuk pemusnahan benih terinfeksi. Sedangkan untuk petani, kerugian meningkat secara bertahap dengan nilai ekonomisnya yang cukup tinggi karena ubi kentang yang diproduksinya menjadi tidak dapat dijual. Tanaman kentang yang
terinfestasi
oleh
C.
michiganensis
subsp.
sepedonicus
akan
mengakibatkan produksi ubinya menurun. Dari satu ubi yang terinfeksi oleh bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar pada musim berikutnya terutama jika ubi kentang yang terinfeksi tersebut digunakan sebagai bibit. (Van der Wolf et al., 2005). Menurut Suganda dkk, (2009) bahwa bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus
sudah
terdeteksi
keberadaannya
di
wilayah
Indonesia,
khususnya di kebun kentang petani Pangalengan Kabupaten Bandung dengan penyebaran yang masih terbatas. michiganensis
subsp.
keberadaannya
di
sepedonicus
Indonesia,
namun
Walaupun bakteri C.
sebelumnya
belum
mengingat
bahwa
dilaporkan bakteri
C.
michiganensis subsp. sepedonicus dapat ditularkan melalui perdagangan benih (Gudmestad, 1987), dan Indonesia sering melakukan impor benih kentang dari mancanegara dan perdagangan benih kentang antar pulau, serta mengingat pula potensi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkannya, maka antisipasi untuk mendeteksi keberadaan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus di sentra pembibitan dan lahan pertanaman kentang di Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.
Di lain pihak dengan adanya
perubahan iklim yang sulit di prediksi, maka status Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman kentangpun ada kemungkinan untuk berubah. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan monitoring mengenai
status OPT sebagai langkah awal dalam menanggulangi ledakan OPT yang sulit diprediksi tersebut. Dengan diketahui pola sebaran dan jenis OPT pada tanaman dan benih kentang dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi pengelolaan
OPT yang tepat dan teknologi pengendalian yang mudah
diadopsi petani. Salah satu strategi untuk bahan penelitian pengendalian serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang adalah mendapatkan isolat dari penyakit busuk cincin tersebut dan isolat non patogen dari lokasi pertanaman kentang di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, dalam kegiatan penelitian ini juga dilakukan pemurnian isolat yang sudah terdeteksi positif Cms dan pemurnian serta pengujian isolat non patogen dari sampel tanah yang dikumpulkan secara in-vivo.
II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman inang. Infeksi penyakit busuk cincin secara alami hanya ditemukan pada kentang. Bit juga dapat dikatakan inang penyakit tersebut tanpa menimbulkan gejala dan juga bakteri tersebut ditemukan pada benih Bit (Bugbee & Gudmestad, 1988). Hasil
inokulasi pada famili Solanaceae ini, ditemukan menjadi rentan termasuk tomat dan terong. Menurut EPPO, kentang dianggap inang yang berbeda.
Penyebaran geografi penyakit bsusk cincin pada tanaman kentang. Distribuasi penyebaran penyakit busuk cincin terutama di daerah pegunungan. Menurut EPPO negara yang telah terinfeksi penyakit busuk cincin ini, antara lain Aljazair, Denmark, Finlandia, Norwegia, Polandia, Rusia (Siberia), Swedia dan Ukraina. Di Jerman(Schleswig-Holstein), penyakit busuk cincin ditemukan, tapi tidak terjadi ledakan dan kemunculannya tidak stabil. Laporan mengenai penyakit busuk cincin ini juga ditemukan di Belgia, Republik Ceko, Yunani, Lebanon, Rumania, Slovakia dan Swiss belum dikonfirmasi. Keberadaan penyakit busuk cincin di Turki ternyata tidak terbukti, sedangkan di Perancis sudah dapat dikendalikan. Asia: China (Anhui,
Hebei,
Heilongjiang,
Henan,
Hunan,
Jiangsu,
Ningxia,
Shaanxi,Yunnan, Zhejiang), Jepang, Kazakhstan, Korea Republik Demokratik Rakyat, Korea Republik, Nepal, Rusia (Siberia), Taiwan, Uzbekistan. Belum dikonfirmasi laporan dari Afghanistan, Kamboja, Lebanon dan Vietnam. Sedangkan di Afrika ada di Aljazair. Amerika Utara: Kanada (British Columbia ke Newfoundland dan Nova Scotia) dan Amerika Serikat(Idaho, Kansas, Maine, New York, North Dakota, Oregon, Washington, Wisconsin).Belum dikonfirmasi laporan dari Meksiko. Amerika Tengah, Karibia, Kosta rika, Haiti dan Panama Biologi Setelah benih kentang yang terinfeksi penyakit busuk cincin ditanam, perkembangan bakteri sangat cepat melalui jaringan vaskular menyebar ke batang dan tangkai daun. Dari sana kemudian mencapai akar dan ubi muda yang baru tumbuh, kadang-kadang dalam waktu 8 minggu setelah tanam. Ubi muda yang terbentuk ini kemungkinan akan digunakan sebagai benih dan melanggengkan penyakit tersebut. C.michiganensis subsp. sepedonicus tampaknya tidak bertahan dalam tanah selama musim dingin. Namun bakteri ini dapat bertahan dan tetap menular pada wadah kentang, dinding gudang, mesin dan peralatan lainnya serta pada tanaman yang tumbuh sendiri dari tanaman yang terinfeksi. Bakteri tetap dapat menular di dan di atas suhu beku selama setidaknya 18 bulan pada karung dan untuk 63 bulan di batang kentang yang terinfeksi (Nelson, 1984). Oleh karena itu sebaiknya sisa tanaman, ubi kentang yang busuk sebaiknya diangkat dari lahan tersebut sebelum lahan tersebut akan ditanami kembali. C.michiganensis subsp. sepedonicus memiliki suhu optimum untuk pertumbuhan yang relatif rendah (21 ° C) dan terutama terbatas pada daerah dingin di dunia. Iklim diutara,barat
laut
dan
tengah
Eropa
adalah
sangat
cocok
untuk
berkembangnya penyakit tersebut. Dibagian selatan dari wilayah EPPO, kondisi iklim mungkin tidak cocokuntuk berkembangnya penyakit tersebut kecuali, mungkin didaerah pegunungan. III. TUJUAN DAN MANFAAT 3.1 Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi mengenai
sebaran penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus ) dan OPT lainnya pada tanaman kentang di sentra kentang provinsi Sulawesi Selatan. Mendapatkan isolat patogendan non patogen dari pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan. 3.2 Manfaat : Informasi
mengenai
pola
sebaran
penyakit
busuk
cincin
(C.
michiganensis subsp. sepedonicus) dan OPT lainnya serta mutu benih kentang, dapat disosialisasikan oleh penyuluh lapangan atau petugas pengamat OPT dalam setiap kali pertemuan baik dengan kelompok tani maupun individu petani kentang di daerah Sulawesi Selatan sehingga petani tepat sasaran dalam mengendalikan OPT yang menyerang pertanamannnya. Data terbaru mengenai status OPT ini dapat diinformasikan kepada Karantina Tumbuhan sebagai salah satu data acuan Karantina Tumbuhan dalam merevisi kebijakan mengenai status OPTK terbaru. Sebagai bahan dasar penelitian pengendalian penyakit busuk cincin dan OPT lainnya yang lebih terarah dan tepat sasaran serta mudah diadopsi petani. Dengan diketahuinya status dan pola sebaran penyakit busuk cincin (C. michiganensis subsp. sepedonicus) dan OPT lainnya serta mutu benih kentang, bagi para petani memperoleh kepastian tentang OPT yang menyerang pertanamannya, sehingga dapat menentukan cara pengendalian yang lebih tepat sehingga terhindar dari kerugian dalam usahataninya. Bagi para peneliti dapat memperoleh kepastian mengenai arah penelitian pengendalian yang lebih tepat dan berguna untuk petani. Untuk Karantina Tumbuhan mendapatkan data yang akurat dalam menentukan kebijakan mengenai impor benih kentang. Dengan diketahuinya status dan pola sebaran penyakit busuk cincin (C. michiganensis subsp. sepedonicus) dan OPT lainnya serta mutu benih kentang, diharapkan penelitian mengenai pengendalian hama penyakit lebih tepat sasaran dan dapat diadopsi oleh petani. Karantina Tumbuhan dalam merevisi status OPTK memperoleh data terbaru sehingga dalam mengambil suatu kebijakan lebih tepat. Petani akan lebih tepat dalam mengendalikan
serangan hama penyakit pada pertanamannya sehingga dapat mengurangi kerugian dalam usahatani kentang. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Pebruari sampai dengan Oktober 2012 dengan melakukan survai di sentra pertanaman kentang dan gudang benih di Sulawesi Selatan serta pengujian identifikasi hama penyakit di laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura provinsi Sulawesi Selatan dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang. 4.2. Metode Penelitian Pada penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap kegiatan yaitu survai lapangan untuk mengetahui keberadaan penyakit busuk cincin di lapangan dengan cara wawancara dengan petani, pengamatan intensitas kerusakan tanaman oleh serangan hama penyakit di pertanaman dan gudang kentang serta identifikasi hama penyakit di laboratorium. Survai lapangan Telah dilakukan survai awal di Kabupaten Gowa, Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Bantaeng untuk menentukan kelompok tani dan lokasi penanaman kentang. Lokasi survai ditentukan di desa Pattapang, kecamatan Tinggi Moncong, dan desa Kanre Apia, kecamatan Tombolo Pau, kabupaten Gowa. Desa Tongko, kecamatan Baroko dan desa Tongkonan, kecamatan Masalle, kabupaten Enrekang. Untuk kabupaten Bantaeng di desa Bonto Tangnga dan Bonto Lojong, kecamatan Ulu Ere yang merupakan sentra pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan. Pertanaman kentang yang diamat ditentukan berumur 1-2,5 bulan, untuk memudahkan pengamatan dan pada saat itu OPT sudah menyerang pertanaman kentang. Lokasi penanaman kentang yang diamati sebanyak 20 lokasi di setiap kabupaten. Pengamatan di pertanaman kentang dilakukan terhadap gejala penyakit busuk cincin dan OPT lainnya dan dilakukan secara acak. Tanaman kentang yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin dan OPT lainnya, diambil sampel
untuk diidentifikasi di laboratorium. Pengamatan di gudang kentang dilakukan terhadap benih kentang yang busuk dan gejala serangan OPT kentang lainnya, kemudian diambil sampelnya. Sampel benih dikumpulkan dari petani yang membenihkan sendiri dan gudang benih/penangkar benih. Sampel tanah diambil dari setiap area pertanaman, dari satu area pertanaman diambil 1 sampel tanah. Pengambilan data sekunder didapatkan dari Dinas Pertanian dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura setempat. Wawancara dilakukan pada petani kentang dengan menggunakan kuesioner dan data yang dikumpulkan meliputi keberadaan penyakit busuk cincin dan hama penyakit lainnya, pengendalian yang telah dilakukan, masalah yang dihadapi dalam pengendalian OPT yang menyerang pertanaman kentangnya, benih yang digunakan dan asal benih.
Identifikasi OPT kentang di laboratorium Sampel yang terkumpul dari hasil survai berupa sampel tanaman yang bergejala, tanah dan benih kentang dipilah, ditempatkan sesuai dengan jenis dan OPTnya serta diberi kode yang jelas di laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura provinsi Sulawesi Selatan untuk selanjutnya dibawa ke Balai Penelitian Tanaman Sayuran untuk identifikasi dan dideteksi. Identifikasi dan pengujian lainnya dilakukan di laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang pada bulan Mei s.d. September 2012. Identifikasi bakter C. michiganensis subsp. sepedonicus (Cms) dilakukan dengan metode media selektif dan ELISA (Agdia). Sampel yang teridentifikasi positif bakteri Cms akan dimurnikan lebih lanjut kemudian dikoleksi. Identifikasi hama menggunakan pedoman Kalshoven 1981. Identifikasi virus diuji dengan metode ELISA (Agdia) dengan antibodi PLRV, PVY, PVX dan PVS. Untuk bakteri mengunakan metode French 1995, EPPO 1998,
2002
dan
2004.
Cendawan
patogen
diidentifikasi
dengan
menggunakan metode media selektif dan blotter tes (ISTA). Mikroba patogen yang teridentifikasi dimurnikan dan disimpan sebagai koleksi untuk bahan
dasar melakukan peneltian selanjutnya. Mikroba non patogen yang ditemukan dan berpotensi untuk pengendalian diuji antagonisnya secara in-vivo dan dikoleksi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dilakukan survai awal di Kabupaten Gowa, Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Bantaeng untuk menentukan kelompok tani dan lokasi penanaman kentang. Lokasi survai ditentukan di desa Pattapang, kecamatan Tinggi Moncong, dan desa Kanre Apia, kecamatan Tombolo Pau, kabupaten Gowa. Desa Tongko, kecamatan Baroko dan desa Tongkonan, kecamatan Masalle, kabupaten Enrekang. Untuk kabupaten Bantaeng di desa Bonto Tangnga dan Bonto Lojong, kecamatan Ulu Ere yang merupakan sentra pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan. Pertanaman kentang yang diamat ditentukan berumur 1-2 bulan, untuk memudahkan pengamatan dan pada saat itu OPT mulai menyerang pertanaman kentang. Lokasi penanaman kentang yang diamati sebanyak 20 lokasi di setiap kabupaten. Insiden serangan penyakit busuk cincin di lapangan Survai untuk mengetahui pola sebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang telah dilaksanakan di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Gowa, kabupaten Enrekang dan kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan survai tersebut antara lain pengamatan di pertanaman
kentang dan pengambilan sampel tanaman dan tanah. Pengamatan di pertanaman kentang, antara lain insiden serangan penyakit busuk cincin, insiden serangan virus dan intensitas serta jenis hama yang menyerang pertanaman kentang. Dari ketiga sentra kentang tersebut ditemukan adanya indikasi penyakit busuk cincin ini, bahkan di sentra kentang kabupaten Bantaeng sudah menjadi masalah utama pada usahatani kentang.
Gejala yang ditimbulkan oleh serangan penyakit busuk daun ini
sangat bervariasi, namun pada umumnya gejala awal daun layu seperti tersiram air panas kemudian berubah menjadi coklat kering dan akhirnya tanaman layu dan mati.
Hasil wawancara dengan petani, gejala seperti yang diuraikan diatas muncul sejak 2-3 tahun lalu, namun sampai saat ini mereka belum mengetahui penyebabnya, mereka menyebutnya layu tanaman dan mereka sudah berusaha mengendalikan penyakit tersebut dengan fungisida namun tidak membuahkan hasil. Hal ini menjadi masalah utama di pertanaman kentang di tiga kabupaten yang disurvai. Hasil pengamatan di pertanaman kentang di tiga kabupaten dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Insiden serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012.
No.
Kabupaten/sentra kentang
Insiden serangan
Keadaan umum
(%)
1
2.
3.
Kabupaten Gowa
Kabupaten Enrekang
Kabupaten Bantaeng
6,5-20,34%
2,34 – 24,22%
3,34 – 25,30%
Gejala serangan ringan sampai berat, dari 19 lokasi yang diamati 18 lokasi ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini. Pada umumnya pertumbuhan tanaman baik. Gejala serangan ringan sampai berat. Rata-rata sudah ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini. Pertumbuhan tanaman baik Gejala serangan ringan sampai berat. Rata-rata sudah ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini. . Pertumbuhan tanaman pada umunya baik.
Hasil identifikasi di Laboratorium memperlihatkan bahwa sampel yang diambil secara acak dari pertanaman kentang yang disurvai di tiga kabupaten sentra kentang masing-masing ada yang bereaksi positif dengan uji Elisa, berekasi Gram positf dengan larutan KOH 3% dan dengan kertas oxidase bereaksi negatif (Grafik 1.). Namun sebagian besar sampel yang diambil bereaksi negatif, hal ini kemungkinan banyak sampel yang telah busuk. 30 25
20 15
Grafik 1. Persentase bakteri Cms yang diuji dari sampel kentang di Sulawesi Selatan (%)
Insiden serangan virus di lapangan Gejala serangan virus di kabupaten yang disurvai, kabupaten Bantaeng memperlihatkan insiden tertinggi, dengan intensitas serangan dari ringan sampai berat (tabel 2.). Selain itu di kabupaten Bantaeng, serangan penyakit busuk daun (Phytophthora infestans sangat tinggi meskipun pengendalian dengan fungisida kimia sangat intensif. Hal ini disebabkan karena hampir setiap hari turun kabut dimulai pada siang hari, sehingga kelembaban udara menjadi lebih tinggi yang sangat cocok untuk perkembangan penyakit busuk daun. Tingginya insiden virus di tiga kabupaten juga disebabkan penggunaan benih
kentang
yang
turun
temurun
tanpa
adanya
sortasi.
Petani
membenihkan sendiri yang diambil dari hasil panen. Jenis virus yang menyerang pertanaman kentang terdeteksi PVY dengan insiden 23,33%; PVX 8,89%; PVS 3,33% dan PLRV 1,11%. Selain itu dalam satu sampel terdeteksi lebih dari satu jenis virus. Sebagian besar sampel yang diambil bereaksi negatif terhadap PVY, PVX, PVS dan PLRV, hal ini kemungkinan bukan virus dari yang 4 tersebut diatas atau bukan virus tapi gejalanya mirip gejala virus, seperti gejala Cms mirip dengan gejala PLRV.
Tabel 2. Insiden serangan virus pada tanaman kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012.
No.
Kabupaten/sentra kentang
Insiden serangan virus (%)
Keadaan umum
1.
Kabupaten Gowa
2 – 30%
Gejala serangan ringan sampai berat, gejala yang umum adalah mosaik, pertumbuhan tanaman baik.
2.
Kabupaten
30-35%
Gejala serangan ringan sampai berat, pertumbuhan tanaman kurang baik.
10-40%
Gejala serangan ringan sampai berat, serangan penyakit busuk daun lebih dominan.
Enrekang 3.
Kabupaten Bantaeng
56.67
23.33 8.89 3.33 PVX
PVY
PVS
6.67 1.11 PLRV
Gab(+)
Negatif
Grafik 2. Jenis virus yang terdeteksi dari sentra kentang di provinsi Sulawesi Selatan.2012
Dari sampel tanah teridentifikasi nematoda bengkak akar (Meloidogyne sp.) di tiga sentra pertanaman kentang yang disurvai. Selain itu di Kabupaten Enrekang terdeteksi nematoda Helicotylenchus sp. yang biasa hidup pada pertanaman bawang.
Grafik 3. Persentase Meloidogyne sp. di lokasi pertanaman kentang di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan.
Pengamatan hama kentang Hasil pengamatan hama di area pertanaman kentang di tiga yang disurvai, diketahui bahwa hama
yang menjadi permasalahan utama adalah lalat
pengorok daun (Liriomyza huidobrensis). Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petani, OPT kentang yang diketahui petani dan pernah ditemukan
pada
pertanaman
kentangnya
adalah
Aphids/Kutu
Daun,
Liriomyza, Ulat tanah, Bemissia/Kutu Kebul, Belalang, dan Anjing tanah.
Grafik 3. Jenis dan jumlah OPT pertanaman kentang. Dari hasil pengamatan secara keseluruhan tanaman petani terlihat dalam kondisi yang baik dan terhindar dari serangan OPT kentang, hal ini
dimungkinkan karena penyemprotan yang intens oleh para petani setiap 1-2 kali seminggu, sehingga intensitas serangan hama rendah ,dari hasil pengamatan musuh alami hama hanya ditemukan kumbang predator Menochilus
sexmaculatus.
Parasitoid
hama
Liriomyza
tidak
berhasil
ditemukan saat pengamatan dan saat dilakukan rearing dengan pengambilan daun yang terserang Liriomyza pun tidak didapatkan parasitoidnya.
Pemurnian isolat patogen dan non patogen. Dari hasil identifiasi terkoleksi 10 isolat bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dari tiga sentra pertanaman kentang yang disurvai. Demikian juga sudah terkoleksi 5 isolat bakteri antagonis hasil dariuji antagonis dengan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pengamatan di pertanaman kentang di kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng, terindikasi adanya serangan penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus) dengan insiden serangan 2,34-25,3%. Hasil identifikasi dari sampel tanaman, terdeteksi 25% dari jumlah sampel yang dikumpulkan bereaksi positif terhadap bakteri C michiganensis subsp. sepedonicus di Kabupaten Bantaeng. Insiden serangan tertinggi di sentra kentang kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan kabupaten Gowa. Insiden serangan virus berkisar antara 2- 40% dan insiden tertinggi terdapat di sentra pertanaman kentang kabupaten Bantaeng, kabupaten Enrekang dan terendah kabupaten Gowa. Jenis virus yang paling banyak ditemukan adalah PVY, PVX, PVS dan PLRV. Nematoda pada semua lokasi terdeteksi sebagai Meloidogyne sp. Hama yang menjadi permasalahan utama adalah lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis) dan kutu anjing (Phylotetra sp.).
VII. DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., R.Sinung-Basuki, Y.Hilman, dan B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai di Jawa Barat. J.Hort. 9(1) : 67-83. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2011. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang, 2009-2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia) EPPO. 1998. Pythosanitary procedure Clavibacter michiganensis subsp, sepedonicus inspection and test methods. http://www.eppo.org. Diakses tanggal 3 Januari 2012. EPPO. 2002. Methods for the detection and quantification of Erwinia carotovora subsp. atroseptica (Pectobacterium carotovorum subsp. Atrosepticum) on potatoes. http://www.eppo.org. Diakses tanggal
3
Januari 2012 EPPO.
2004.
Diagnostic
protocols
for
regulated
pests
PM
7/21.
http://www.eppo.org. Diakses tanggal 3 Januari 2012.
French E B, Gutarra L, Aley P and J Elphinstone. 1995. Culture media for Ralstonia solanacearum Isolation, identification and maintenance. Fitipatologia, vol. 30(3): 126-130. Sofiari, E. 2010. Identifikasi Kendala Produktivitas Kentang di Sentra Produksi Kentang Jawa Barat (Identification of Potato Productivity Constrains at Potato Production Center of West Java). Agros Vol.11, No.1 : 26-37.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1. PERSONIL PELAKSANA KEGIATAN
Nama lengkap dan Gelar
Posisi Dalam Kegiatan
Instansi/Unit Kerja
Jabatan Fungsional
Bidang Keahlian
Alokasi Waktu (jam/minggu)
Ineu Sulastrini, SP
Penjab
Balitsa
Peneliti
Patologi
60
Virologi
60
Muda Astri
Windia Anggota
Balitsa
Peneliti
Wulandari, SP
Pertama
Agus Susianto, SP
Anggota BPTPH Sulsel POPT Muda
POPT
60
Hadis Jayanti
Anggota
Teknisi
60
Balitsa
-
1. JADWAL KEGIATAN No
Kegiatan
Bulan 1
1.
Persiapan
2.
Survai
3.
Identifikasi dan pemurnian di laboratorium
4.
Pengolahan data
5.
Pembuatan laporan
2
3
4
5
6
7
8
x
x
9
10
x x x
x
x x
x
1. ILUSTRASI KEGIATAN LAPANGAN (Gambar/Foto)
x x
11
12
Gambar 1. Gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang
Gambar 2. Gejala serangan virus pada tanaman kentang
Gambar 3. Gejala serangan Liriomyza pada tanaman kentang
Gambar 4. Gejala serangan Rhizoctonia pada tanaman kentang
Gambar 5. Gejala serangan kutu anjing pada tanaman kentang
Gambar 6. Pengamatan OPT pada tanaman kentang
Gambar 7. Pengamatan OPT pada tanaman kentang dengan jaring ayun
Gambar 8. Pengambilan sampel tanaman kentang
Gambar 9 . Pengamatan dan pengambilan sampel di gudang kentang
Gambar 10. Sosialisasi mengenai penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya pada tanaman kentang di Kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng
Gambar 11. wawancara dan pengisian kuesioner
Gambar 12. Wawancara dan pengisian kuesioner di lapangan
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN
DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
1
DAFTAR ISI ...................................................................
3
DAFTAR GAMBAR ........................................................
5
DAFTAR TABEL ............................................................
6
PENDAHULUAN ...........................................................
7
1.1. Latar Belakang ........................................................
7
1.2. Pokok Permasalahan ..............................................
8
1.3. Maksud dan Tujuan ................................................
9
1.4. Metodologi Pelaksanaan ........................................
10
a. Lokus Kegiatan ...................................................
10
b. Fokus Kegiatan ...................................................
10
c. Bentuk Kegiatan ..................................................
11
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..........
12
2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan .............................
12
a. Perkembangan Kegiatan ...................................
12
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan .....
22
2.2. Pengelolaan Administrasi Manajerial ......................
22
a. Perencanaan Anggaran ......................................
22
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran .....................
23
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan
23
Aset ....................................................................... d. Kendala/Hambatan Pengelolaan Administrasi
24
Manajerial ............................................................. BAB III
METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA ...............
24
3.1. Metode-Proses Pencapaian Target Kinerja ............
24
a. Kerangka Metode-Proses ....................................
24
b. Indikator Keberhasilan .........................................
25
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbang-
25
yasa ...................................................................... 3.2. Potensi Pengembangan Ke Depan .........................
25
a. Kerangka Pengembangan Ke Depan ..................
25
b. Strategi Pengembangan Ke Depan .....................
26
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN ..........................
26
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .............
26
a. Kerangka Sinergi Koordinasi ...............................
26
b. Indikator Keberhasilan Sinergi .............................
27
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi ......................
27
4.2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .............................
27
a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil .........
27
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan ..................
28
c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil .....................
28
PENUTUP ......................................................................
28
5.1. Kesimpulan .............................................................
28
a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran ..
28
b. Metode Pencapaian Target Kinerja .....................
28
c. Potensi Pengembangan Ke Depan .....................
29
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program .........
29
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa .........
30
5.2. Saran ......................................................................
30
a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan .......
30
b. Keberlanjtan Dukungan Program Ristek .............
30
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
31
DAFTAR GAMBAR
1.
Pengamatan OPT pada tanaman kentang....................
14
2.
Pengamatan OPT pada tanaman kentang dengan
14
jaring ayun ..................................................... 3.
Pengambilan sampel yang bergejala pada tanaman
15
kentang ....................................................................... 4.
Gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang
5.
6.
.....................................................
Gejala serangan virus (kiri) dan serangan Phytophthora infestans
16
19
......................................
Imago Liriomyza huidobrensis (kiri) dan kumbang
21
predator Menochillus sexmaculatus, 2012. ................. 7.
Gejala serangan Liriomyza huidobrensis (kiri) dan kutu anjing (kanan) ...................
22
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
1.
Insiden serangan penyakit busuk cincin pada tanaman
16
kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012 .......................................................................... 2.
Persentase bakteri Cms yang diuji dari sampel kentang
17
di Sulawesi Selatan..................................................... 3.
Insiden serangan virus pada tanaman kentang di 3
18
kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012............ 4.
Jenis virus yang terdeteksi dari sampel kentang di
19
provinsi Sulawesi Selatan....................................... 3
Presentase Meloidogyne sp. Di lokasi pertanaman
20
kentang di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan 4
Jenis dan jumlah OPT pertnaman kentang
21
3
Perencanaan anggaran penelitian
23
4
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap
23
Termin
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan sayuran di Sulawesi Selatan
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi
Selatan, 2005). Hal ini dapat dilihat dari luas area panen yang meningkat dari 1433 ha pada tahun 2009 menjadi 1523 ha pada tahun 2010. Namun demikian produktivitasnya menurun dari 8.24 ton/ha menjadi 5.01 ton/ha pada tahun 2010. Demikian juga rata-rata produktivitas kentang di Indonesia menurun dalam 2 tahun terakhir ini, yaitu dari 16.51 ton/ha pada tahun 2009 menurun menjadi 15.94 ton/ha (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011). Serangan hama penyakit dan mutu benih merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas kentang (Sofiari, 2010); dan (Warda, 2008). Penyakit busuk cincin yang disebabkan oleh bakteri Clavibacter michiganensis subsp sepedonicus merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi produksi kentang, terutama benih kentang karena penyakit ini dapat ditularkan melalui benih (seedborne disease). Di berbagai negara penghasil kentang, penyakit busuk cincin sudah menjadi salah satu faktor pembatas utama, terutama di negara asalnya, yaitu Amerika Utara (Gudmestad, 1987; Manzer & Genereux, 1981; Franc, 1999). Penyakit ini juga dilaporkan menyerang tanaman kentang di 31 negara di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Karibia, Amerika Selatan dan Australia (EPPO, 1998). Penyakit busuk cincin menyebar ke berbagai belahan bumi melalui perdagangan benih, terutama bibit yang dibelah dan bertahan hidup pada tanaman dan ubi kentang yang masih tertinggal di lahan, alat – alat pertanian, mesin, rak, dan keranjang. Di
Indonesia
penyakit
busuk
cincin
C.
michiganensis
subsp.
sepedonicus belum pernah dilaporkan secara resmi keberadaannya, Oleh sebab itu, maka penyakit busuk cincin
tersebut, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 38/Kpts/HK.060/1/2006 tahun 2006,
dikategorikan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) kategori A1, yang harus dicegah keberadaannya. 1.2. Pokok Permasalahan Kerugian akibat penyakit busuk cincin di luar negeri cukup besar. Di Eropa saja, kerugian akibat infeksi bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus, setiap tahunnya mencapai 15 juta Euro (Van der Wolf et al., 2005).
Bagi industri bibit, kerugiannya dapat mencapai lebih dari 100%
karena adanya ubi kentang benih yang terinfeksi dapat menyebabkan semua benih ditolak, ditambah juga dengan resiko biaya tambahan untuk pemusnahan benih terinfeksi. Sedangkan untuk petani, kerugian meningkat secara bertahap dengan nilai ekonomisnya yang cukup tinggi karena ubi kentang yang diproduksinya menjadi tidak dapat dijual. Tanaman kentang yang
terinfestasi
oleh
C.
michiganensis
subsp.
sepedonicus
akan
mengakibatkan produksi ubinya menurun. Dari satu ubi yang terinfeksi oleh bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar pada musim berikutnya terutama jika ubi kentang yang terinfeksi tersebut digunakan sebagai bibit. (Van der Wolf et al., 2005). Menurut Suganda dkk, (2009) bahwa bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus
sudah
terdeteksi
keberadaannya
di
wilayah
Indonesia,
khususnya di kebun kentang petani Pangalengan Kabupaten Bandung dengan penyebaran yang masih terbatas. michiganensis
subsp.
keberadaannya
di
sepedonicus
Indonesia,
namun
Walaupun bakteri C.
sebelumnya
belum
mengingat
bahwa
dilaporkan bakteri
C.
michiganensis subsp. sepedonicus dapat ditularkan melalui perdagangan benih (Gudmestad, 1987), dan Indonesia sering melakukan impor benih kentang dari mancanegara dan perdagangan benih kentang antar pulau, serta mengingat pula potensi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkannya, maka antisipasi untuk mendeteksi keberadaan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus di sentra pembibitan dan lahan pertanaman kentang di Indonesia, sangat penting untuk dilakukan.
Di lain pihak dengan adanya
perubahan iklim yang sulit di prediksi, maka status Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada tanaman kentangpun ada kemungkinan untuk berubah. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan monitoring mengenai
status OPT sebagai langkah awal dalam menanggulangi ledakan OPT yang sulit diprediksi tersebut. Dengan diketahui pola sebaran dan jenis OPT pada tanaman dan benih kentang dapat dijadikan dasar untuk menyusun strategi pengelolaan
OPT yang tepat dan teknologi pengendalian yang mudah
diadopsi petani. Salah satu strategi untuk bahan penelitian pengendalian serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang adalah mendapatkan isolat dari penyakit busuk cincin tersebut dan isolat non patogen dari lokasi pertanaman kentang di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, dalam kegiatan penelitian ini juga dilakukan pemurnian isolat yang sudah terdeteksi positif Cms dan pemurnian serta pengujian isolat non patogen dari sampel tanah yang dikumpulkan secara in-vivo.
1.3. Maksud dan Tujuan Maksud : Melakukan pengamatan/monitoring mengenai keberadaan penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus) pada pertanaman kentang petani di sentra kentang provinsi Sulawesi Selatan. Mengkoleksi isolat patogen dan nonpatogen dari sampel sampel tanaman kentang yang terinfeksi bakteri C michiganensis subsp. sepedonicus dan tanah.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi mengenai
sebaran penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus ) dan OPT lainnya pada tanaman kentang di sentra kentang provinsi Sulawesi Selatan. Mendapatkan isolat patogendan non patogen dari pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan.
1.4. Metodologi Kegiatan a. Lokus Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan di sentra pertanaman kentang di Sulawesi Selatan, yaitu di Kecamatan Baroko desa
dan Masalle di Kabupaten
Enrekang, Kecamatan Tombolo Pao dan Tinggi Moncong di Kabupaten Gowa dan Kecamatan Ulu Ere di Kabupaten Bantaeng mulai bulan Februari sampai dengan Agustus 2012.
b. Fokus Kegiatan Fokus kegiatan meliputi survai dan identifikasi OPT kentang yang ditemukan di pertanaman kentang petani yang disurvai. Kegiatan survai meliputi pengamatan mengenai keberadaan penyakit busuk cincin (C michiganensis subsp. sepedonicus ) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) kentang lainnya di pertanaman kentang petani, pengambilan sampel tanaman kentang yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin, pengambilan sampel tanah, wawancara dengan petani kentang dan diskusi permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam usaha budidaya kentangnya. Identifikasi penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang.
c. Bentuk Kegiatan Survai lapangan Telah dilakukan survai awal di Kabupaten Gowa, Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Bantaeng untuk menentukan kelompok tani dan lokasi penanaman kentang. Lokasi survai ditentukan di desa Pattapang, kecamatan Tinggi Moncong, dan desa Kanre Apia, kecamatan Tombolo Pau, kabupaten Gowa. Desa Tongko, kecamatan Baroko dan desa Tongkonan, kecamatan Masalle, kabupaten Enrekang. Untuk kabupaten Bantaeng di desa Bonto Tangnga dan Bonto Lojong, kecamatan Ulu Ere yang merupakan sentra pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan. Pertanaman kentang yang diamat ditentukan berumur 1-2,5 bulan, untuk memudahkan pengamatan dan pada saat itu OPT sudah menyerang pertanaman kentang. Lokasi penanaman kentang yang diamati sebanyak 20 lokasi di setiap kabupaten. Pengamatan di pertanaman kentang dilakukan terhadap gejala penyakit busuk cincin dan OPT lainnya dan dilakukan secara acak. Tanaman kentang yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin dan OPT lainnya, diambil sampel untuk diidentifikasi di laboratorium. Pengamatan di gudang kentang dilakukan
terhadap benih kentang yang busuk dan gejala serangan OPT kentang lainnya, kemudian diambil sampelnya. Sampel benih dikumpulkan dari petani yang membenihkan sendiri dan gudang benih/penangkar benih. Sampel tanah diambil dari setiap area pertanaman, dari satu area pertanaman diambil 1 sampel tanah. Pengambilan data sekunder didapatkan dari Dinas Pertanian dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura setempat. Wawancara dilakukan pada petani kentang dengan menggunakan kuesioner dan data yang dikumpulkan meliputi keberadaan penyakit busuk cincin dan hama penyakit lainnya, pengendalian yang telah dilakukan, masalah yang dihadapi dalam pengendalian OPT yang menyerang pertanaman kentangnya, benih yang digunakan dan asal benih. Identifikasi OPT kentang di laboratorium Sampel yang terkumpul dari hasil survai berupa sampel tanaman yang bergejala, tanah dan benih kentang dipilah, ditempatkan sesuai dengan jenis dan OPTnya serta diberi kode yang jelas di laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura provinsi Sulawesi Selatan untuk selanjutnya dibawa ke Balai Penelitian Tanaman Sayuran untuk identifikasi dan dideteksi. Identifikasi dan pengujian lainnya dilakukan di laboratorium Penyakit Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang pada bulan Mei s.d. September 2012. Identifikasi bakter C. michiganensis subsp. sepedonicus (Cms) dilakukan dengan metode media selektif dan ELISA (Agdia). Sampel yang teridentifikasi positif bakteri Cms akan dimurnikan lebih lanjut kemudian dikoleksi. Identifikasi hama menggunakan pedoman Kalshoven 1981. Identifikasi virus diuji dengan metode ELISA (Agdia) dengan antibodi PLRV, PVY, PVX dan PVS. Untuk bakteri mengunakan metode French 1995, EPPO 1998,
2002
dan
2004.
Cendawan
patogen
diidentifikasi
dengan
menggunakan metode media selektif dan blotter tes (ISTA). Mikroba patogen yang teridentifikasi dimurnikan dan disimpan sebagai koleksi untuk bahan dasar melakukan peneltian selanjutnya. Mikroba non patogen yang ditemukan dan berpotensi untuk pengendalian diuji antagonisnya secara in-vivo dan dikoleksi.
BAB II
PERKAMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 2.1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan a. Perkembangan Kegiatan Pada bulan Februari 2012, kegiatan diawali diawali dengan tahap persiapan yang meliputi pembuatan proposal, koordinasi dengan mitra kerja (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura) di Sulawesi Selatan melalui sarana elektronik, presentasi proposal di unit kerja (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), dan pengajuan proposal ke PKPP di Kementrian Riset dan Teknologi melalu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian. Selanjutnya mitra kerja melakukan koordinasi di tingkat kabupaten dan kecamatan dengan Petugas Pengamat Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) setempat dan ketua Kelompok Tani untuk menjelaskan tujuan dilakukannya penelitian ini dan menentukan sentra produksi kentang yang akan disurvai. Berdasarkan hasil koordinasi dan kondisi di lapangan, maka ditetapkan 3 kabupaten sentra produksi kentang yang akan disurvai yaitu Kabupaten
Enrekang,
Kabupaten
Gowa
dan
Kabupaten
Bantaeng.
Selanjutnya mitra kerja melakukan survai awal untuk meninjau lokasi pertanaman kentang yang akan diamati serta petani responden yang akan diwawancara. Lokasi survai ditentukan di desa Pattapang, kecamatan Tinggi Moncong, dan desa Kanre Apia, kecamatan Tombolo Pau, kabupaten Gowa. Desa Tongko, kecamatan Baroko dan desa Tongkonan, kecamatan Masalle, kabupaten Enrekang. Untuk kabupaten Bantaeng di desa Bonto Tangnga dan Bonto Lojong, kecamatan Ulu Ere yang merupakan sentra pertanaman kentang di provinsi Sulawesi Selatan. Pada periode bulan April s.d. Agustusi
2012 dilakukan survai dan
identifikasi penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya di laboratorium. Survai pertama dilakukan di Kabupaten Gowa pada bulan April. Sedangkan survai kedua dilakukan di Kabupaten Enrekang dan Bantaeng. Waktu survai disesuaikan dengan waktu tanam petani dan kondisi pertanaman kentangnya.
Gambar 1. Pengamatan OPT pada tanaman kentang
Gambar 2. Pengamatan OPT pada tanaman kentang dengan jaring ayun
Gambar 3. Pengambilan sampel yang bergejala pada tanaman kentang
Insiden serangan penyakit busuk cincin di lapangan Survai untuk mengetahui pola sebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang telah dilaksanakan di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Gowa, kabupaten Enrekang dan kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan.
Kegiatan survai tersebut antara lain pengamatan di pertanaman
kentang dan pengambilan sampel tanaman dan tanah. Pengamatan di pertanaman kentang, antara lain insiden serangan penyakit busuk cincin, insiden serangan virus dan intensitas serta jenis hama yang menyerang pertanaman kentang. Dari ketiga sentra kentang tersebut ditemukan adanya indikasi penyakit busuk cincin ini, bahkan di sentra kentang kabupaten Bantaeng sudah menjadi masalah utama pada usahatani kentang.
Gejala yang ditimbulkan oleh serangan penyakit busuk daun ini
sangat bervariasi, namun pada umumnya gejala awal daun layu seperti tersiram air panas kemudian berubah menjadi coklat kering dan akhirnya tanaman layu dan mati.
Gambar 4. Gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang Hasil wawancara dengan petani, gejala seperti yang diuraikan diatas muncul sejak 2-3 tahun lalu, namun sampai saat ini mereka belum mengetahui penyebabnya, mereka menyebutnya layu tanaman dan mereka sudah berusaha mengendalikan penyakit tersebut dengan fungisida namun tidak membuahkan hasil. Hal ini menjadi masalah utama di pertanaman kentang di tiga kabupaten yang disurvai. Hasil pengamatan di pertanaman kentang di tiga kabupaten dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Insiden serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012. No.
Kabupaten/sentra kentang
Insiden serangan (%)
1
Kabupaten Gowa
6,5-20,34%
2.
Kabupaten Enrekang
2,34 – 24,22%
Keadaan umum Gejala serangan ringan sampai berat, dari 19 lokasi yang diamati 18 lokasi ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini. Pada umumnya pertumbuhan tanaman baik. Gejala serangan ringan sampai berat. Rata-rata sudah ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini.
3.
Kabupaten Bantaeng
3,34 – 25,30%
Pertumbuhan tanaman baik Gejala serangan ringan sampai berat. Rata-rata sudah ditemukan adanya serangan penyakit busuk cincin ini. . Pertumbuhan tanaman pada umunya baik.
Hasil identifikasi di Laboratorium memperlihatkan bahwa sampel yang diambil secara acak dari pertanaman kentang yang disurvai di tiga kabupaten sentra kentang masing-masing ada yang bereaksi positif dengan uji Elisa, berekasi Gram positf dengan larutan KOH 3% dan dengan kertas oxidase bereaksi negatif (Grafik 1.). Namun sebagian besar sampel yang diambil bereaksi negatif, hal ini kemungkinan banyak sampel yang telah busuk. 30 25
20 15 10 5
0 Gow a
Enrekang
Bantaeng
Grafik 1. Persentase bakteri Cms yang diuji dari sampel kentang di Sulawesi Selatan
Insiden serangan virus di lapangan Gejala serangan virus di kabupaten yang disurvai, kabupaten Bantaeng memperlihatkan insiden tertinggi, dengan intensitas serangan dari ringan sampai berat (tabel 2.). Selain itu di kabupaten Bantaeng, serangan penyakit busuk daun (Phytophthora infestans sangat tinggi meskipun pengendalian dengan fungisida kimia sangat intensif. Hal ini disebabkan karena hampir setiap hari turun kabut dimulai pada siang hari, sehingga kelembaban udara
menjadi lebih tinggi yang sangat cocok untuk perkembangan penyakit busuk daun. Tingginya insiden virus di tiga kabupaten juga disebabkan penggunaan benih
kentang
yang
turun
temurun
tanpa
adanya
sortasi.
Petani
membenihkan sendiri yang diambil dari hasil panen. Jenis virus yang menyerang pertanaman kentang terdeteksi PVY dengan insiden 23,33%; PVX 8,89%; PVS 3,33% dan PLRV 1,11%. Selain itu dalam satu sampel terdeteksi lebih dari satu jenis virus. Sebagian besar sampel yang diambil bereaksi negatif terhadap PVY, PVX, PVS dan PLRV, hal ini kemungkinan bukan virus dari yang 4 tersebut diatas atau bukan virus tapi gejalanya mirip gejala virus, seperti gejala Cms mirip dengan gejala PLRV. Tabel 2. Insiden serangan virus pada tanaman kentang di 3 kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. 2012. No.
Kabupaten/sentra kentang
1.
Kabupaten Gowa
Insiden serangan virus (%) 2 – 30%
2.
Kabupaten
30-35%
Enrekang 3.
Kabupaten
10-40%
Bantaeng
Keadaan umum
Gejala serangan ringan sampai berat, gejala yang umum adalah mosaik, pertumbuhan tanaman baik. Gejala serangan ringan sampai berat, pertumbuhan tanaman kurang baik. Gejala serangan ringan sampai berat, serangan penyakit busuk daun lebih dominan.
56.67
23.33
8.89
6.67 3.33
PVX
PVY
PVS
1.11 PLRV
Gab(+)
Negatif
Grafik 2. Jenis virus yang terdeteksi dari sentra kentang di provinsi Sulawesi Selatan.2012
Gambar 5. Gejala serangan virus (kiri) dan serangan Phytopthora infestans
Dari sampel tanah teridentifikasi nematoda bengkak akar (Meloidogyne sp.) di tiga sentra pertanaman kentang yang disurvai. Selain itu di Kabupaten Enrekang terdeteksi nematoda Helicotylenchus sp. yang biasa hidup pada pertanaman bawang.
Grafik 3. Persentase Meloidogyne sp. di lokasi pertanaman kentang di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bantaeng provinsi Sulawesi Selatan.
Pengamatan hama kentang Hasil pengamatan hama di area pertanaman kentang di tiga yang disurvai, diketahui bahwa hama
yang menjadi permasalahan utama adalah lalat
pengorok daun (Liriomyza huidobrensis). Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petani, OPT kentang yang diketahui petani dan pernah ditemukan
pada
pertanaman
kentangnya
adalah
Aphids/Kutu
Daun,
Liriomyza, Ulat tanah, Bemissia/Kutu Kebul, Belalang, dan Anjing tanah.
Grafik 3. Jenis dan jumlah OPT pertanaman kentang. Dari hasil pengamatan secara keseluruhan tanaman petani terlihat dalam kondisi yang baik dan terhindar dari serangan OPT kentang, hal ini dimungkinkan karena penyemprotan yang intens oleh para petani setiap 1-2 kali seminggu, sehingga intensitas serangan hama rendah ,dari hasil pengamatan musuh alami hama hanya ditemukan kumbang predator Menochilus
sexmaculatus.
Parasitoid
hama
Liriomyza
tidak
berhasil
ditemukan saat pengamatan dan saat dilakukan rearing dengan pengambilan daun yang terserang Liriomyza pun tidak didapatkan parasitoidnya.
Gambar 6. Imago Liriomyza huidobrensis ( kiri) dan kumbang predator Menochillus sexmaculatus, 2012.
Gambar 7. Gejala serangan Liriomyza huidobrensis (kiri) dan kutu anjing(kanan)
Pemurnian isolat patogen dan non patogen.
Dari hasil identifiasi terkoleksi 10 isolat bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus dari tiga sentra pertanaman kentang yang disurvai. Demikian juga sudah terkoleksi 8 isolat bakteri antagonis hasil dariuji antagonis dengan bakteri C. michiganensis subsp. sepedonicus.
b. Kendala/ Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Tidak ditemukan kendala atau hambatan teknis dalam pelaksanaan penelitian.
2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran Anggaran biaya yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini adalah sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan rinciannya di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perencanaan anggaran penelitian Uraian
Jumlah (Rp.)
Belanja Honor/Upah
43.520.000
Belanja Bahan
37.385.000
Belanja Barang Operasional lainnya
7.200.000
Belanja Perjalanan
61.895.000
Total Biaya
150.000.000
b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran Anggaran penelitian dikelola oleh Bagian kerjasama di Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pelaksana penelitian mengajukan Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap termin kepada Pengelola Anggaran PKPP 2012. Rincian RKOT setiap termin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4.
Rencana Kegiatan Operasional Terinci (RKOT) setiap Termin RKOT pada termin ke (Rp) Uraian I
II
III
1. Belanja Honor/ Upah
1.400.000,-
27.270.000
14.850.000
2. Belanja Bahan
19.794.975
17.590.000
25
4.100.000
3.100.000
0
19.704.005
26.719.500
15.471.495
45.000.000
75.000.000
30.000.000
3. Belanja Barang Operasional lainnya 4. Belanja Perjalanan Total Biaya
c. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset
Dari penelitian ini akan dihasilkan aset berupa informasi dalam bentuk laporan hasil penelitian direncanakan akan diberikan kepada : Mitra kerja di Sulawesi Selatan untuk ditindaklanjuti lebih jauh. Kementrian Riset dan Teknologi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dana yang digunakan dalam penelitian ini. Kementrian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Balai Penelitian Tanaman Sayuran sebagai laporan dan dijadkan acuan untuk peneltian selanjutnya mengenai penyakit busuk cincin pada tanaman kentang. Karantina Tumbuhan sebagai masukan untuk merevisi OPTK. Selain itu akan diterbitkan di Jurnal Hortikultura, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian. Pada saat ini informasi hanya diberikan kepada mitra kerja dalam bentuk komunikasi karena laporan penelitian belum final.
d. Kendala/ Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial Pengalokasian anggaran penelitian termin pertama terlalu kecil sehingga mengganggu pelaksanaan kegiatan. Pengisian form laporan PKPP secara online sulit dilakukan karena memori database yang disediakan oleh PKPP terlalu kecil.
BAB III METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA
3.1. Metode/ Proses Pencapaian Target Kinerja a. Kerangka Metode Proses Untuk
mengevaluasi
keberadaan
penyakit
busuk
cincin
C.
michiganensis subsp. sepedonicus pada tanaman kentang, dilakukan survai dengan cara pengamatan pada pertanaman kentang petani, pengambilan sampel tanaman yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin, pengambilan
sampel tanah dan wawancara dengan 10 orang petani di setiap kecamatan yang disurvai. Setelah itu dilakukan pengujian identifikasi penyakit busuk cincin di laboratorium dengan menggunakan metode Elisa (Agdia) dan EPPO (1998, 2002 dan 2004.
b. Indikator Keberhasilan Dari kegiatan survai dan pengamatan langsung pada pertanaman kentang petani telah teridikasi adanya gejala serangan penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus di tiga kabupaten sentra kentang yang disurvai (Kabupaten Enrekang, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bantaeng). Hasil pengujian pada sampel tanaman yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin di laboratorium, teridentifikasi positif penyakit busuk
cincin di
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bantaeng.
c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Dari hasil penelitian ini diketahui sebaran penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus pada tanaman kentang di sentra kentang provinsi Sulawesi Selatan. Dari hasil ini dibuat strategi pengendalian pengendalian penyakit busuk cincin pada tanaman kentang kecamatan
di
Kabupaten
Enrekang,
Gowa
dan
untuk setiap
Bantaeng.
Dengan
keterlibatan langsung POPT setempat, peneliti BPTPH dan petani dalam penelitian ini, petani sudah mulai melakukan pengendalian dengan cara mencabut tanaman kentang yang terinfeksi, mengumpulkan semua ubi kentang yang busuk kemudian dimusnahkan dengan cara direbus.
2. Potensi Pengembangan Ke Depan a. Kerangka Pengembangan Ke Depan Pemantauan mengenai sebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dapat dimasukan dalam program pemantauan OPT tanaman pangan dan hortikultura sebagai salah satu tugas pokok BPTPH Sulawesi Selatan. Untuk menunjang program tersebut, maka perlu disusun panduan cara pengenalan gejala serangan penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus sebagai pegangan bagi POPT dalam melaksanakan tugas pemantauan OPT.
b. Strategi Pengembangan Ke Depan BPTPH
Sulawesi
Selatan
dapat
mengembangan
pemantauan
perkembangan penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus dengan menyusun panduan cara pengenalan gejala serangan penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus pada tanaman kentang.
BAB IV SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan a. Kerangka Sinergi Koordinasi Kegiatan penelitian ini, terutama dalam survai melibatkan peneliti Baitsa, peneliti BPTPH, POPT setempat dan petani. Kami belajar bersama saling tukar informasi permasalahan OPT kentang di lapangan terutama serangan penyakt busuk cincin ini. Dari kegiatan survai ini, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengenal gejala penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya sehingga mereka akan lebih tepat dalam melakukan usahataninya terutama dalam tindakan pengendalian OPTnya. Sedangkan bagi peneliti dijadikan sebagai masukan masalah OPT yang terjadi di lapangan dan dijadikan dasar untuk penelitian pengendaliannya.
b. Indikator Keberhasilan Sinergi Salah satu tugas UPTD BPTPH Sulawesi Selatan ialah melakukan pemantauan OPT tanaman pangan dan Hortikultura dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan tingkat serangan OPT sehingga tindakan pengendalian dapat dilakukan tepat sasaran dan tepat waktu. Salah satu hal penting yang harus diketahui ialah mengenal gejala serangan dari setiap OPT yang dipantaunya, agar pengendalian dapat dilakukan tepat sasaran. Pengenalan gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dapat
dikembangkan oleh BPTPH di masa yang akan datang untuk memantau status penyebaran penyakit busuk cincin ini. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sarana pelatihan bagi petugas lapangan (POPT) dan petugas Laboratorium BPTPH dalam mengidetifikasi penyakit busuk cincin dalam rangka pemantauan OPT tanaman kentang.
c. Perkembangan Sinergi Koordinasi Keterlibatan peneliti BPTPH dan POPT dalam penelitian ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam melaksanakan pemantauan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang.
2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka Strategi Pemanfaatan Hasil Dari penelitian ini diperoleh informasi mengenai status penyebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di sentra kentang provinsi Sulawesi Selatan. Informasi tentang insektisida tersebut diserahkan kepada Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah Sulawesi Selatan dan Diperta Sulawesi Selatan untuk disosialisasikan kepada petani kentang di wilayahnya sebagai bahan acuan untuk pengambil kebijakan dalam pengendalian penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di daerahnya.
b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Berdasarkan hasil penelitian tersebut rencananya akan disusun panduan gejala serangan penyakit busuk cincin pada tanaman kentang. Menyusun proposal pengendalian penyakit busuk cincin pada tanamn kentang(draf).
c.
Perkembangan Pemanfaatan Hasil 2. Melakukan penelitian cara pengendalian penyakit busuk cincin pada tanaman kentang di sentra kentang Sulawesi Selatan. 3. Mensosialisasikan mengenai penyakit busuk cincin pada tanaman kentang melalui pelatihan, temu tani, kunjungan ke petani dan lainnya.
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran Pada periode bulan Februari sampai Agustus 2012 telah dilaksanakan kegiatan koordinasi dengan BPTPH di Sulawesi Selatan, survai penyebaran penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya pada pertanaman kentang petani di Kabupaten Enrekang, Gowa dan Bantaeng. Pengujian identifikasi penyakit busuk cincin di laboratorium dari sampel yang berasal dari daerah tersebut. Sampai dengan bulan September 2012, pelaksana penelitian telah menerima dan sebesar Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) melalui pembayaran termin ke-1 dan ke-2, dan telah dipertanggung jawabkan.
b. Metode Pencapaian Target Kinerja Untuk mengevaluasi sebaran penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp. sepedonicus pada tanaman kentang dilakukan survai dengan cara pengamatan langsung di pertanaman kentang petani, pengambilan sampel tanaman yang diduga terinfeksi penyakit busuk cincin, pengambilan sampel tanah dan wawancara dengan 10 orang petani di setiap kecamatan yang disurvai. Setelah itu dilakukan pengujian identifikasi penyakit busuk cincin di laboratorium dengan menggunakan metode Elisa (Agdia) dan EPPO (1998, 2002 dan 2004.jenis insektisida yang digunakan oleh petani kubis, dilakukan wawancara dengan 10 orang petani di setiap kecamatan. Setelah itu dilakukan pengujian toksisitas insektisida tersebut terhadap larva P. xylostella yang berasal dari setiap kecamatan yang disurvai.
c. Potensi Pengembangan Ke Depan Pemantauan mengenai sebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang dapat dimasukan dalam program pemantauan OPT tanaman pangan dan hortikultura sebagai salah satu tugas pokok BPTPH Sulawesi Selatan. Untuk menunjang program tersebut, maka perlu disusun panduan cara pengenalan gejala serangan penyakit busuk cincin C. michiganensis subsp.
sepedonicus sebagai pegangan bagi POPT dalam melaksanakan tugas pemantauan OPT.
d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan-Program Dengan keterlibatan langsung POPT setempat, peneliti BPTPH dan petani
dalam
penelitian
ini
dapat
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan mereka dalam mengenal gejala penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya sehingga mereka akan lebih tepat dalam melakukan usahataninya terutama dalam tindakan pengendalian OPTnya. Sedangkan bagi peneliti dijadikan sebagai masukan masalah OPT yang terjadi di lapangan dan dijadikan dasar untuk penelitian pengendaliannya.
e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Dengan keterlibatan langsung POPT setempat, peneliti BPTPH dan petani
dalam
penelitian
ini
dapat
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan mereka dalam mengenal gejala penyakit busuk cincin dan OPT kentang lainnya sehingga mereka akan lebih tepat dalam melakukan usahataninya terutama dalam tindakan pengendalian OPTnya
5.2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan BPTPH Sulawesi Selatan memasukkan kegiatan pemantauan sebaran penyakit busuk cincin pada tanaman kentang sebagai salah satu program rutin institusi mereka. 2. Membuat draf buku saku mengenai gejala penyakit yang menyerang tanaman kentang, supaya petani dan penyuluh mengenal gelaja serangan penyakit busuk cincin ini. 3. Melakukan penelitian cara pengendaliannya penyakit busuk cincin pada tanamn kentang, karena petani sangat menunggu hasilnya
b. Keberlanjutan Dukungan Program Ristek
2. Dukungan dana penelitian yang memadai untuk mengendalikan penyakit busuk cincin ini, karena petani berharap segera dapat mengendalikan serangan penyakit tersebut dalam usahatani kentang. 3. Dukungan dana untuk membuat buku saku sebagai acuan penyuluh pertanian. 4. Pencairan dana yang tepat waktu sesuai dengan yang telah dijadwalkan supaya penelitian berjalan lancar dengan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., R.Sinung-Basuki, Y.Hilman, dan B.K. Udiarto. 1999. Studi lini dasar pengembangan teknologi pengendalian hama terpadu pada tanaman cabai di Jawa Barat. J.Hort. 9(1) : 67-83. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2011. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang, 2009-2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia) EPPO. 1998. Pythosanitary procedure Clavibacter michiganensis subsp, sepedonicus inspection and test methods. http://www.eppo.org. Diakses tanggal 3 Januari 2012 EPPO. 2002. Methods for the detection and quantification of Erwinia carotovora subsp. atroseptica (Pectobacterium carotovorum subsp. Atrosepticum) on potatoes. http://www.eppo.org. Diakses tanggal
3
Januari 2012 EPPO.
2004.
Diagnostic
protocols
for
regulated
pests
PM
7/21.
http://www.eppo.org. Diakses tanggal 3 Januari 2012.
French E B, Gutarra L, Aley P and J Elphinstone. 1995. Culture media for Ralstonia solanacearum Isolation, identification and maintenance. Fitipatologia, vol. 30(3): 126-130
Sofiari, E. 2010. Identifikasi Kendala Produktivitas Kentang di Sentra Produksi Kentang Jawa Barat (Identification of Potato Productivity Constrains at Potato Production Center of West Java). Agros Vol.11, No.1 : 26-37.