Komoditas Pangan dan Pertanian
Komoditas Logam dan Mineral
Komoditas Energi
• •
Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Maret 2017
DAFTAR ISI Komoditas Energi Minyak Mentah, Batu Bara dan Gas Alam
Komoditas Pangan dan Pertanian Kakao, Kopi, Karet, Udang, Minyak Kelapa Sawit, Kedelai, dan Bubur Kertas
Komoditas Logam dan Mineral Tembaga, Nikel, Timah, Seng dan Bijih Besi
2
PENGANTAR Indonesia merupakan salah satu negara produsen sekaligus eksportir komoditas terbesar di dunia. Sumber daya alam yang dimiliki sangat luar biasa, tidak heran jika Indonesia disebut-sebut sebagai “potongan surga yang jatuh ke bumi”. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan karena apapun bisa didapat di Indonesia. Dari komoditas energi, Indonesia merupakan produsen minyak mentah, meskipun telah mengalami tren penurunan yang berkelanjutan karena kurangnya eksplorasi dan investasi di sektor ini. Untuk komoditas batu bara dan gas alam, Indonesia masih menempati posisi sepuluh besar produsen dunia dengan masing-masing memproduksi 281,7 juta ton dan 76,25 milyar meter kubik per tahun. Sementara untuk komoditas tambang dan mineral Indonesia juga merupakan negara produsen sekaligus eksportir timah dunia, dengan rata-rata produksi mencapai 90.000 ton per tahun. Indonesia juga ada dibarisan produsen tembaga dan nikel. Berdasarkan data Bea Cukai China, pada 2013, Indonesia mengekspor bijih nikel (nickel ore) sebesar 41,1 juta ton. Jumlah tersebut setara dengan 450.000 ton nikel murni apabila diolah oleh smelter di dalam negeri. Dari sektor perkebunan, Indonesia menempati posisi pertama penghasil minyak sawit (CPO) dunia dengan kapasitas produksi 31,1 ton per tahun, disusul kopi yang di urutan keempat dunia dengan kapasitas produksi 660 ribu ton per tahun, sementra produksi kakao ada di posisi ketiga dunia dengan produksi 777,500 ton per tahun atau 17% pangsa produksi dunia. Indonesia juga berada di urutan ke kedua setelah Thailand untuk komoditas karet dengan produksi 2.982.000 ton atau 27,06% terhadap produksi karet dunia, adapun bubur kertas Indonesia menduduki peringkat keenam daftar produsen kertas dunia dengan total produksi 14 juta ton per tahun. Dari komoditi pertanian, ada kedelai dan udang yang sudah memiliki tempat di pasar internasional. Komoditas kedelai merupakan komoditas strategis yang unik tetapi kontradiktif dalam sistem usaha tani di Indonesia, karena luas tanam kedelai kurang dari 5% dari seluruh luas area tanaman pangan di Indonesia. Sifat multiguna yang melekat pada kedelai merupakan penyebab tingginya permintaan kedelai di Indonesia yang harus dipenuhi dari kedelai impor. Sementara untuk komoditas udang, China saat ini menempati peringkat pertama produsen udang dunia dengan kapasitas produksi kurang lebih 700.000 ton per tahun, mengalahkan Indonesia yang pernah mengajari China dan Thailand cara budidaya udang. Kekayaan alam Indonesia yang tergambar di atas, seharusnya bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan mendongkrak tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia*. 3
Perkembangan Harga Minyak Mentah ($/bbl) Februari 2017 Perkembangan Harga Minyak Mentah ($/bbl) Februari 2017
60,0 50,0 40,0 30,0
20,0 10,0 0,0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
2016
Feb 2017
Crude oil, average
29,8
31,0
37,3
40,8
45,9
47,7
44,1
44,9
45,0
49,3
45,3
52,6
53,6
54,4
Crude oil, Brent
30,8
33,2
39,1
42,3
47,1
48,5
45,1
46,1
46,2
49,7
46,4
54,1
54,9
55,5
Crude oil, Dubai
27,0
29,5
35,2
39,0
44,0
45,8
42,6
43,7
43,7
48,3
43,8
51,8
53,4
54,2
Crude oil, WTI
31,5
30,4
37,8
41,0
46,7
48,8
44,7
44,8
45,2
49,9
45,6
52,0
52,5
53,4
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
•
Badan Administrasi Informasi Energi AS (Energy Information Administration/EIA) memperkirakan produksi minyak AS pada tahun depan mencapai 9,5 juta barel per hari., (Outlook Energi Jangka Pendek yang dirilis pada Selasa (7/2/2017). Proyeksi tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan pada Outlook Energi Jangka Pendek Januari 2017 yang memperikirakan produksi minyak AS pada tahun depan hanya 9,3 juta barel per hari. EIA juga merevisi perkiraan harga minyak mentah di pasar Brent untuk tahun ini dan tahun depan. Harga minyak mentah Brent akan berada pada kisaran US$53 per barel pada tahun ini dan US$56 per barel pada tahun depan, menjadi US$55 per barel sepanjang tahun ini dan US$57 per barel pada tahun depan. Revisi penaikan proyeksi harga minyak tersebut salah satunya disebabkan telah terbentuknya dewan pengawas yang memantau kesepakatan OPEC dan non OPEC untuk memangkas produksi sebesar 1,8 juta barel per hari. 4
Perkembangan Harga Minyak Mentah ($/bbl) Februari 2017
Harga minyak mentah memanas di tengah sentimen beragam dari data Amerika Serikat dan proyeksi penurunan produksi OPEC. Risiko global yang saat ini menjadi sorotan ialah ketegangan antara AS dan Iran yang memanas setelah uji coba rudal balistik Iran, sehingga Paman Sam menjatuhkan sanksi seperti akses sistem keuangan dan perjanjian dengan perusahaan AS. Kedua negara merupakan pemasok minyak utama di kancah global. Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2015 AS menghasilkan 12,7 juta barel per hari (bph) dan Iran menghasilkan 3,92 juta bph. Volume produksi tersebut membuat masing-masing negara menempati posisi pertama dan ketujuh produsen terbesar di dunia. Sanksi AS kepada Iran, mendorong harga minyak berpeluang menguat karena terganggunya sisi suplai. Saat ini, pasar masih mengalami tekanan suplai minyak, termasuk dari AS. Data US Energy Information Administration (EIA) menyebutkan persediaan minyak AS melonjak 13,83 juta barel menjadi 508,59 juta barel, atau level tertinggi sejak Mei 2016. Dalam waktu yang sama, tingkat produksi naik 63.000 barel menuju 8,98 juta barel per hari (bph), atau level tertinggi sejak pertengahan April 2016. Sebelumnya pada Desember 2016, AS konsisten menahan produksi di level 8,7 juta bph. EIA memperkirakan produksi minyak AS pada 2017 mencapai 9 juta bph, naik dari tahun sebelumnya sebesar 8,9 juta bph. Dan, produksi kembali meningkat menuju 9,5 juta bph di 2018. Meski data AS membebani sisi suplai, pasar mendapatkan sentimen positif dari proyeksi berkurangnya produksi OPEC, yang berdasarkan survei S&P Global Platts, pada Januari 2017, 10 negara anggota OPEC sudah merealisasikan 91% kesepakatan pemangkasan produksi atau setara dengan 1,14 juta bph menjadi 32,89 juta bph. OPEC sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph mulai awal 2017, disusul sejumlah negara produsen minyak mentah lainnya untuk menurunkan suplai baru sejumlah 558.000 bph. Artinya, mulai tahun ayam api, pasar minyak mentah akan mengalami selisih pasokan minyak baru hampir 1,8 juta bph. Meski demikian masih ada dua negara yang mendapatkan dispensasi pemangkasan suplai, yakni Libya dan Nigeria. Perekonomian kedua negara tersebut yang terguncang akibat serangan militan membuat pemerintah membutuhkan dana segar secepatnya (bisnis.com, 9/2/2017).
5
Perkembangan Harga Batu bara dan Gas Alam ($/mt) Februari 2017 Perkembangan Harga Batu Bara dan Gas Alam Februari 2017 120,0
4,0 3,5
100,0 2,8
80,0 80,6 60,0
3,0 2,5 2,0 1,5
40,0
1,0 20,0 0,0
0,5 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
2016
Feb
0,0
2017
Coal, Australian ($/mt)
49,8
50,7
52,2
50,8
51,2
53,4
63,1
67,4
72,9
93,2
100,0
86,6
84,1
80,6
Natural gas, US ($/mmbtu) (RHS)
2,3
2,0
1,7
1,9
1,9
2,6
2,8
2,8
3,0
2,9
2,5
3,6
3,3
2,8
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
Harga komoditas batubara terus melanjutkan tren pelemahannya. Bahan baku pembangkit listrik itu belum bisa kembali pulih dan beberapa sentimen negatif masih membayangi pergerakan harga batubara di tengah kondisi fundamental yang masih belum jelas. Harga gas alam kembali juga tertekan. Berakhirnya musim dingin di sebagian wilayah membuat kenaikan harga gas alam terhenti. 6
Batu Bara Harga komoditas batubara terus melanjutkan tren pelemahannya. Beberapa sentimen negatif masih membayangi pergerakan harga batubara yang datang dari koreksi harga komoditas energi dan isu lingkungan yang masih terus menjadi pengganjal langkah perbaikan harga batubara. Mengutip Bloomberg, harga batubara pengiriman Maret di ICE Futures Exchange pada penutupan perdagangan Senin (13/2) mengalami koreksi 0,31% ke level US$ 79,20 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Bahkan sepekan sebelumnya harganya sudah melemah hingga 2,22%. Pelemahan harga batubara ini memang wajar terjadi di tengah kondisi fundamental yang masih belum jelas (kontan.co.id, 14/02/17). Dari Amerika Serikat, sampai sekarang Presiden Donald Trump belum juga memberikan kepastian kebijakan penguatan harga batubara yang akan diterapkan, sebagaimana janji kampanyenya untuk mencabut peraturan pengurangan penggunaan batubara yang sebelumnya dikeluarkan oleh Presiden Obama. Bahkan tersiar kabar, politikus partai Republik itu membatalkan kunjungannya ke Ohio untuk membatalkan salah satu peraturan Presiden Obama tentang batubara. Dari sisi fundamental, saat ini permintaan batubara juga mengalami penurunan karena sebagian wilayah di Asia sudah tidak terlalu dingin sehingga kebutuhan batubara untuk tenaga pemanas pun menyusut. Selain dihadapkan permintaan pasar yang cukup rendah, sentimen negarif terhadap permintaan batubara diperkirakan juga akan semakin terkikis dengan pengembangan proyek energi terbarukan. Walaupun saat ini China menerapkan pembatasan produksi yang berpeluang mengerek harga, tetapi dengan adanya penurunan permintaan ini membuat harga semakin tertekan. Selain China, India pun menekan jumlah impor batubara seiring dengan meningkatnya ketersediaan atau stok batubara di negaranya. Mau tak mau tekanan permintaan ini juga menyebabkan pelemahan harga batubara.
7
Gas Alam •
•
•
Harga gas alam anjlok ke level terendah sejak Februari 2016 akibat merosotnya permintaan seiring berakhirnya musim dingin. Sepanjang tahun berjalan year to date/ytd, harga sudah terkoreksi sebanyak 31,13%. Meskipun pada 2016, harga gas alam sempat memanas 33%. Kondisi cuaca yang menghangat menjelang berakhirnya musim dingin memengaruhi tingkat permintaan gas alam. Alhasil harga mengalami tekanan. Sentimen tersebut dapat dilihat dari data mingguan Amerika Serikat, sebagai produsen sekaligus konsumen gas alam terbesar di dunia. Suhu yang lebih hangat di 48 negara bagian menyebabkan penurunan permintaan pemanas yang menggunakan gas alam dan penarikan persediaan lebih rendah. Stok gas alam kini mencapai 2.445 Bcf, lebih tinggi 87 Bcf dari rerata lima tahun. Dalam jangka pendek harga gas alam masih akan berfluktuasi dengan kecenderungan untuk melemah. Sentimen utama yang memengaruhi ialah faktor cuaca. Sementara untuk jangka panjang, pasar cukup bergantung kepada hubungan dagang antara AS dan Meksiko. Sebagai informasi, Meksiko merupakan importir utama gas alam AS. Namun, hubungan keduanya memanas setelah Donald Trump bersikap kontroversial dan berencana membangun tembok perbatasan kedua negara. Pasar juga masih melihat proyeksi penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik global. Menurut data PointLogic, rata-rata produksi gas alam AS meningkat 1% week on week/wow dari minggu sebelumya. Hal ini didorong oleh peningkatan jumlah impor, terutama dari Kanada sebesar 9%. Dari sisi penyerapan, total konsumsi gas alam AS turun 4% wow karena kondisi suhu yang lebih hangat. Bila dirinci, penggunaan untuk listrik turun 2%, sektor industri merosot 2%, dan konsumsi perumahan serta komersial anjlok 7% (bisnis.com. Februari 22/ 2017).
8
Komoditas Pangan dan Pertanian
Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Bubur Kertas
Karet
Kakao
Kopi
Kedelai
Udang 9
Perkembangan Harga Komoditas Pangan dan Pertanian: Kakao, Kopi, Karet, Udang, Minyak Kelapa Sawit, Kedelai, dan Bubur Kayu Perkembangan Harga Kokoa, Kopi, Karet, Udang, Minyak Kelapa Sawit, Kedelai, dan Bubur Kayu Februari 2017
14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agustus
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
2016
Feb
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
2017
Cocoa ($/kg)
2,95
2,92
3,07
3,08
3,10
3,13
3,05
3,04
2,89
2,71
2,50
2,30
2,20
2,03
Coffee, robusta ($/kg)
1,65
1,63
1,67
1,77
1,85
1,89
2,00
2,02
2,13
2,28
2,29
2,25
2,39
2,35
Rubber, SGP/MYS ($/kg)
1,22
1,26
1,45
1,72
1,67
1,58
1,59
1,55
1,57
1,66
1,87
2,23
2,56
2,71
Shirmps, Mexican ($/kg)
10,44
11,02
11,02
11,02
10,69
10,69
10,69
10,69
10,69
12,79
12,35
12,35
12,13
12,13
Palm oil ($/mt) (RHS)
566
640
686
722
706
683
652
736
756
716
751
788
809
779
Soybean ($/mt) (RHS)
367
369
375
393
422
457
432
414
405
404
412
421
425
428
Woodpulp ($/mt) (RHS)
875
875
875
875
875
875
875
875
875
875
875
875
875
875
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
Harga komoditas pangan dan pertanian bulan Februari terpantau mengalami pergerakan variatif. Harga kakao mengalami tren penurunan yang berlanjut sejak Juni 2016, demikian pula kopi yang mengalami penurunan setelah sempat naik di bulan Januari 2017. Hanya kedelai yang terpantau menunjukkan tren positif selama tiga bulan terakhir, sementara harga udang dan bubur kayu terpantau bergerak mendatar. 10
Komoditas Kakao & Kopi Harga kakao pada 2017 diperkirakan menurun 10% seiring dengan proyeksi tumbuhnya suplai dari dua produsen utama, yaitu Pantai Gading dan Ghana. Laporan Bank Dunia menyebutkan harga kakao mengalami tren menurun sejak kuartal III/2016. Rerata harga mengalami koreksi menjadi US$2,99 per kg dari triwulan sebelumnya senilai US$3,1 per kg. Harga kakao kian pahit karena mencapai US$2,3 per kg pada Desember 2016. Rerata harga keseluruhan pada tahun lalu berada di posisi US$2,89 per kg, turun 7,96% secara tahunan (yoy) dari 2015 senilai US$3,14 per kg. Pelemahan ini terjadi akibat proyeksi tumbuhnya suplai global pada musim 20162017 sebesar 11% menjadi 4,4 juta ton, dari sebelumnya 3,99 juta ton. Peningkatan pasokan yang tidak secepat jumlah permintaan membuat harga kakao tertekan. Selain pertumbuhan suplai, harga kakao tertekan oleh proyeksi permasalahan dalam sisi permintaan pasar. Merosotnya mata uang Eropa yang tertekan oleh greenback cukup membebani harga kakao, pasalnya, industri pengolahan di Eropa berkontribusi terhadap lebih dari sepertiga penyerapan kakao global (bisnis.com, Februari 09/ 2017).
Harga kopi robusta mendapat sentimen positif dari proyeksi berkurangnya hasil panen di sejumlah wilayah Asia Tenggara akibat kendala cuaca. Hujan yang melanda sejumlah wilayah di Asia Tenggara kembali merusak prospek jumlah pasokan, sehingga harga terangkat. Dengan adanya hambatan cuaca, para pejabat di Vietnam's Coffee and Cocoa Association (Vicofa) memprediksi ekspor kopi pada 2017 hanya mencapai 1,3 juta ton atau sekitar 21,67 juta kantong (satu kantong setara dengan 60 kilogram). Angka ini turun 20%-30% (yoy) dari tahun sebelumnya. Pergeseran cuaca basah sejak Desember 2016 memperparah masalah produksi, terutama dari Vietnam. Namun, setelah libur Imlek penjualan dipacu, dan ada kemungkinan terjadi lonjakan ekspor dan pemasaran dalam sebulan ke depan dari Vietnam (bisnic.com, 13/02/17).
11
Minyak Kelapa Sawit & Karet Pergerakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) kembali melemah, setelah sebelumnya diprediksi melanjutkan reli pada Februari seiring dengan berlangsungnya puncak musim hujan. JP Morgan dalam risetnya meyakini harga CPO telah mencapai puncaknya pada level 3.340 ringgit per ton dan kini sedang berbalik menuju masa pelemahan. Faktor utama yang menekan harga ialah meningkatnya proyeksi pasokan CPO pada kuartal I/2017. Di sisi lain, suplai minyak kedelai bakal bertambah di Brasil dan Amerika Serikat, sehingga memberikan sentimen negatif terhadap komoditas tersebut. Para pengamat melihat ada potensi pasokan CPO dunia kembali naik. Produksi minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia bakal mulai pulih pada semester kedua tahun ini, bahkan di Februari ini juga berpotensi meningkat. Kenaikan harga belakangan ini telah merangsang produsen menambah produksi. Di saat yang sama, permintaan CPO malah lesu (bisnis & kontan.co.id, 23/02/17).
Harga komoditas karet diperkirakan mengalami penguatan dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan musim produksi yang rendah di Thailand pada Februari-Mei 2017. Thailand sebagai produsen karet terbesar di dunia masih menjadi sorotan pasar, setelah mengalami banjir besar yang turut melejitkan harga karet. Bencana tersebut menekan potensi suplai hingga 300.000 ton atau sekitar 7% dari total produksi Thailand, atau setara dengan kerugian 20 miliar baht (US$570 juta). Negeri Gajah Putih diperkirakan mengalami musim produksi rendah pada Februari sampai dengan Mei 2017. Hujan lebat, terutama di wilayah selatan, membuat petani tidak mampu menyadap pohon dan merusak perkebunan. Setelah hujan berhenti, petani belum bisa memaksimalkan produksi karet, pasalnya pohon akan merontokkan daun sekitar April-Juni 2017, sehingga tingkat penyadapan getah berkurang. Sentimen ini akan menopang pasar lebih lanjut ke depan (bisnis.com, 08 Februari/ 2017). 12
Komoditas Udang, Kedelai & Bubur Kertas Udang merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia. Nilai ekspor perikanan Indonesia sebesar US$ 2,68 miliar pada periode Januari-Agustus 2016, naik 3,69% dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar US$ 2,58 miliar. Kenaikan ekspor signifikan terjadi pada komoditi udang, terutama ekspor udang ke Amerika Serikat (AS). Bahkan, Indonesia berhasil mendominasi ekspor udang ke AS, mengalahkan India, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor udang Indonesia sepanjang Januari hingga Agustus 2016 mencapai 136,3 ribu ton dengan nilai US$1,13 miliar. Secara volume, ekspor udang naik 6,84% dan secara nilai ekspor udang naik 3,75% (KKP, November 17, 2016). Dari tiga komoditas tanaman pangan krusial di negeri ini, kedelai memiliki nasib paling buruk dibandingkan padi ataupun jagung. Produksinya tidak mencapai satu juta ton per tahun, padahal kebutuhannya mencapai lebih dari 2,2 juta ton per tahun. Alhasil, kedelai impor justru merajai pasar domestik. Meski begitu, pemerintah masih memiliki mimpi untuk swasembada kedelai tahun 2020. Upaya mencapai tujuan tersebut digulirkan lewat programnya di tahun 2017, menambah lahan kedelai seluas 200.000 hektare (ha). Permasalah kedelai ini tidak hanya berkaitan soal produksi, namun juga di tata niaga, biaya masuk impor kedelai dibebaskan, sehingga impor terus membanjir. Di tingkat petani pada saat panen harga jatuh karena harga impor lebih murah. Sebenarnya kedelai lokal punya kualitas lebih bagus dibanding kedelai impor, hanya saja kontinyuitas produksi yang masih perlu terus ditingkatkan (kontan co.id, 06/02/17). Tahun 2017 akan memberi tantangan berat bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang bergelut di bisnis pulp dan kertas, yakni kondisi pasar dan peraturan di industri tersebut yang semakin ketat, perubahan perilaku konsumen dan perkembangan industri digital, serta isu proteksionisme perdagangan. Untuk bisa menjawab tantangan tersebut, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh industri pulp dan kertas nasional, yakni sustainability, inovasi, serta efisiensi sumber daya. Ketiga unsur tersebut akan mempengaruhi output biaya produksi, environmental footprint, serta menghasilkan produk yang ramah lingkungan. Khusus untuk proteksi dagang, hambatan ini semakin menyeruak pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Adanya kecenderungan meningkatnya penerapan instrumen berupa tariff, trade remedies dan non-tariff barriers, regulasi kebijakan, dan sentimen negatif. Industri pulp dan kertas membutuhkan dukungan pemerintah dan asosiasi untuk mengurangi teknis hambatan perdagangan, dampak dari kampanye negative kasus kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya untuk produk kelapa sawit, tetapi juga pulp dan kertas (Balai Besar Pulp & Kertas). 13
Komoditas Logam dan Mineral: Tembaga, Nikel, Timah, Seng dan Bijih Besi
Timah
Seng
Tembaga
Nikel
Bijih Besi 14
Perkembangan Harga Tembaga, Nikel, Timah, Seng dan Bijih Besi Perkembangan Harga Tembaga, Nikel, Timah, Seng dan Bijih Besi Februari 201
25000,0
100 90
20000,0
80 70
15000,0
60 50
10000,0
40 30
5000,0
20 10
0,0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
4471,8
4598,6
4953,8
4872,7
4694,5
4632,5
4864,9
4751,7
4722,2
4725,8
5450,9
5660,4
5754,6
5940,9
2016 Copper ($/mt)
Feb 2017
Nickel ($/mt)
8507,3
8298,5
8717,3
8878,9
8660,4
8905,9
10262,9
10365,9
10175,8
10250,9
11128,9
10972,3
9971,5
10643,3
Tin ($/mt)
13808,1
15610,1
16897,6
17032,7
16707,0
16961,5
17826,2
18405,4
19499,5
20060,5
21126,1
21204,4
20691,8
19446,5
Zinc ($/mt)
1520,4
1709,9
1801,7
1855,4
1869,0
2022,6
2183,3
2277,3
2288,3
2304,4
2566,2
2664,8
2714,8
2845,6
42
47
56
61
55
52
57
61
58
59
73
80
80
89
Iron ore, cfr spot ($/dmtu) (RHS)
0
Sumber: LCMO Pink Sheet, World Bank
Harga komoditas logam dan mineral bergerak positif sejak November karena pengetatan pasokan dan kenaikan permintaan. Selain itu, pernyataan Trump yang akan membelanjakan dana US$1 triliun di sektor infrastruktur ikut melambungkan proyeksi tingkat permintaan. Dari pantauan pada bulan Februari harga logam dan mineral hanya timah yang mengalami koreksi, komoditas tembaga, nikel, seng dan bijih besi bergerak pada tren yang positif. 15
Komoditas Tembaga & Seng •
Harga tembaga berpeluang menembus level US$6.000 per ton seiring dengan proyeksi menurunnya pasokan global dari sejumlah tambang besar di dunia. Terjadinya aksi mogok pekerja BHP Billiton di tambang Escondida, Chili, sebagai unit produksi terbesar di dunia, menumbuhkan ekspektasi berkurangnya pasokan tembaga pada 2017 sekitar 1 juta ton atau 5% dari suplai global. Angka ini bertumbuh dari pengurangan produksi sebesar 600.000 ton pada tahun lalu. Tingkat produksi di proyek tersebut dapat menghasilkan sekitar 1,1 juta ton dalam setahun. Namun, perusahaan masih enggan menanggapi perihal pemogokan pekerja. Penghentian operasi tambang Econdida bertepatan dengan gangguang pasokan dari tambang Grasberg di Papua, Indonesia. Grasberg merupakan tambang tembaga terbesar kedua di dunia. Freeport-McMoRan Inc., selaku pengelola masih terkena larangan ekspor konsentrat tembaga. Pemerintah Indonesia masih meminta agar PT Freeport Indonesia mengubah lisensi Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus. Pasar tembaga juga didukung cuaca buruk di wilayah utara Peru. Tambang Cerro Verde milik Freeport di lokasi tersebut mengalami banjir, sehingga mengganggu proses produksi dan distribusi (bisnis.com, 01/02/ 2017).
Setelah mencatatkan performa mengesankan sepanjang 2016, harga seng diprediksi masih melanjutkan tren pertumbuhan sampai dua tahun ke depan. Kondisi defisit pasar seng konsentrat maupun olahan menjadi pemicu utama cemerlangnya nilai jual. Dalam publikasi risetnya, Standard Chartered Bank memaparkan seng menjelma bagai logam dengan kenaikan tertinggi sepanjang tahun berjalan. Bahkan dalam enam sampai dengan sembilan bulan ke depan, harga masih berpotensi menanjak akibat defisit pasar seng konsentrat dan juga olahannya. Pada 2017, rerata harga seng diperkirakan naik menjadi US$2.525 per ton, meningkat dari estimasi sebelumnya senilai US$2.125 per ton. Sementara pada 2018, rerata harga bertengger di US$2.650 per ton, menanjak dari proyeksi sebelumnya sebesar US$2.350 per ton. Kondisi defisit pasar mulai ditanggapi produsen dengan memacu suplai baru. Pasalnya tingkat persediaan sudah berada di level terendah, sehingga pasar cenderung seimbang pada 2018 (bisnis.com, 31/10/ 2016).
16
Komoditas Logam Nikel, Timah dan Bijih Besi Harga nikel diprediksi semakin menguat seiring dengan penutupan sejumlah operasi tambang di Filipina, sebagai produsen bijih nikel terbesar di dunia. Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina Gina Lopez menyampaikan penutupan tambang mencakup sekitar 50% dari total pasokan nikel di dalam negeri. Selain penghentian operasi, 23 perusahaan dikenakan suspensi (penghentian) ekspor, dan 5 tambang lainnya masih ditangguhkan. Filipina menyumbang sekitar 25% produksi nikel global, yang sebagian besar dikirim ke China. Penyidikan terhadap tambang yang diprakarsasi Presiden Duterte dan Lopez bertujuan menegakkan standarisasi keselamatan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan harga nikel. Pasar komoditas logam ini diprediksi masih tetap stabil karena tingkat suplai yang terbatas dan proyeksi meningkatnya konsumsi, meski keran ekspor bijih nikel dibuka kembali oleh pemerintah Indonesia (bisnis.com, 02/02/17). Harga komoditas timah gagal mempertahankan lajunya. Setelah melesat hingga 44% sepanjang 2016, harga timah justru mengalami pelemahan sejak awal tahun. Jika dihitung dari awal 2017 sampai saat ini, harga timah sudah terkoreksi 6,08%. Pelemahan yang terjadi disebabkan pasar memang tengah menanti arah kebijakan Trump. Kalau kebijakan politikus partai Republik itu telah pasti, pergerakan harga akan kembali normal. Di lain pihak timah justru mendapatkan sentimen negatif dari keputusan pemerintah Indonesia untuk memberikan kelonggaran ekspor minerba termasuk timah. Adanya tambahan produksi maka akan menambah pasokan di pasar global sehingga harga pun tertekan. Tak hanya Indonesia, isu penambahan pasokan juga datang dari China yang berencana menghapuskan pajak ekspor timah yang selama ini ditetapkan sekitar 10%. Kelonggaran aturan ini mau tak mau berpotensi menimbulkan peningkatan pasokan timah secara global (bisnis, 03/02/17). Kendati diperkirakan tumbuh dari tahun lalu, harga bijih besi pada 2017 berpotensi mengalami tren menurun akibat surplus pasokan. Pasalnya, melambungnya harga mendorong produsen memacu suplai baru. Masih terjadinya pengetatan pasokan membuat rerata harga bijih besi menguat 25% pada 2017 menjadi US$73 per ton. Harga bijih besi melonjak pada tahun lalu karena dukungan stimulus terhadap produksi baja yang menaikkan sisi konsumsi. China menyerap sepertiga suplai bijih besi global dan memasok sekitar 50% baja di dunia, sehingga kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pasar komoditas tersebut. Pada 2016, surplus suplai mencapai 17 juta ton, kemudian menuju 36 juta ton pada 2017, dan 71 juta ton pada 2018. Dengan perkiraan semakin bertumbuhnya surplus, tren harga pada tahun ini cenderung menurun, meskipun masih lebih baik dibandingkan 2016 (bisnis.com, 8/2/17).
17
•
Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik