KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR
39 TAHUN 2002 TENTANG
KETENTUAN PELAKSANAAN KERJA SAMA PERUSAHAAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA u ' c l N b n N r i r l A K r\c i H J H
GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
Mengingat
: a.
:
bahwa dalam rangka mengembangkan dan pendapatan Perusahaan Daerah serta kontribusi kepada Pemerintah Propinsi Perusahaan Daerah dapat melakukan kerja pihak ketiga;
meningkatkan meningkatkan DKi Jakarta, sama dengan
b.
bahwa sehubungan dengan huruf a dan dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 43 Tahun 2000 serta sambil menunggu penyempurnaan Peraturan Daerah untuk masing-masing Perusahaan Daerah, perlu diatur ketentuan pelaksanaan kerja sama Perusahaan Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta dengan pihak ketiga yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
1.
Undang-undang Nomor Perusahaan Daerah:
2.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
3.
Undang-undano Nomor Pemerintahan Daerah;
*-t.
Uf l u d n y - U i i u d ! iy
Daerah;
iViUiFlui
b
22
Zv/•
Tahun
Tahun
1 dflUf i
1962
1999
!
tentang
tentang
UJi l i d i i y
5.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta;
6.
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentano Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7.
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;
8.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1984 tentang Tata Cara. Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Daerah di iingkungan Pemerintah Daerah;
9.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentana Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Daerah;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah; I I
I Z.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2000 tentang Pedoman Kerjasama Perusahaan Daerah dengan Pihak Ketiga; Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus ibukota Jakarta Nomor 1359 Tahun 1993 tentang Pembentukan Badan Pengawas Perusahaan Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah Khusus Ibukota Jakarta. MEMUTUSKAN:
Menetapkan
;
KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN KERJA SAMA PERUSAHAAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN PIHAK KETIGA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta;
2.
Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
3.
Badan Pengawas adalah Badan Pengawas Perusahaan Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta;
4.
Direksi adaiah Direksi Perusahaan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota J3K3H3;
5.
Perusahaan Daerah adalah Perusahaan Daerah Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta yang seluruh modalnya merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan;
6.
Kerja sama adaiah hubungan keperdataan dalam bidang usaha tertentu antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga;
7.
Pihak Ketiga adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, Perusahaan Daerah, Instansi/Lembaga Permerintah dan Badan Usaha lain baik perorangan, nasional atau asing . BAB li DASAR, MAKSUD DAN TUJUAN Pasa! 2
Dasar kerja sama adaiah untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak dengan mengadakan Ikatan, yakni: 1. adanya kepastian hukum dan rasa aman mematuhi ketentuan tertulis yang telah disetujui bersama; 2. memberikan manfaat dan keuntungan yang proporsional dan wajar bagi kedua belah pihak. Pasal 3 Maksud kerja sama adalah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan efektivitas Perusahaan Daerah dalam upaya melanjutkan serta mengembangkan usaha. Pasal 4 Tujuan kerja sama adaiah untuk mengembangkan usaha yang sudah ada atau sedang berjalan atau membentuk usaha baru dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menggerakkan perekonomian Daerah, dan meningkatkan keuntungan sebagal sumber Pendapatan Asli Daerah, sesuai dengan tugas pokok Perusahaan Daerah.
R A R ijl
BENTUK KERJA SAMA Pasal 5 (1)
Kerja sama Perusahaan Daerah dengan Pihak Ketiga dapat dilakukan melalui dus bentuk dasar kerja sama : a. kerja sama pengelolaan (Joint Operation); b, kerja sama usaha patungan (Joint Venture).
(2) Yang dimaksud kerja sama pengelolaan (Joint Operation) adalah Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga bersama-sama mengelola suatu usaha yang dituangkan dalam suatu kerja sama, tanpa membentuk badan usaha baru, (3)
Kerja sama pengelolaan (Joint Operation) meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
(4)
kerja sama bagi hasii; kerja sama penyertaan modal dan kompensasi; kerja sama penataan kawasan; kerja sama penataan lingkungan; kerja sama pembiayaan; kerja sama operasi (KSO) build transfer and operatie (BTO); bangun serah guna (build transfer operatie/BTO); bangun guna milik (build operatie owred/BOO); bangun serah (buiid and transfer/BT); kerja sama operasional (KSO),
Yang dimaksud dengan kerja sama usaha patungan (joint venture) adalah suatu kerja sama antara Perusahaan Daerah dan Pihak Ketiga untuk membentuk perseroan terbatas tanpa mengubah status hukum Perusahaan UnSt Si I,
BAB IV PERSYARATAN KERJA SAMA
(1)
Perusahaan Daerah yang akan mengadakan kerja sama dengan Pihak Ketiga harus memenuhi persyaratan:
a. mempunyai status hukum Perusahaan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. mempunyai bukti kepemilikan yang secara sah perusahaan yang akan dijadikan obyek kerja sama. (2)
atas
kekayaan
Pihak Ketiga yang berbentuk Badan Usaha Nasional dan/atau Asing yang akan mengadakan kerja sama dengan Perusahaan Daerah harus memenuhi persyaratan ; a. memiliki status hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; b. memiliki NPWP untuk Perusahaan Nasional; c. lembaga/swasta asing harus mendapat izin/rekomendasi dari pejabat berwenang dan tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di indonesia; d. memiliki bonafiditas dan kredibilitas berbentuk "bank garantie"; e. memiliki bukti kepemilikan yang sah.
(3)
Perorangan yang akan mengadakan kerja sama dengan perusahaan daerah harus memenuhi persyaratan : a. cakap/mampu melaksanakan perbuatan hukum; b. memiliki identitas diri dan untuk orang asing mempunyai paspor dan perizinan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 tahun sebelumnya; d. memiliki bonadifitas dan kredibilitas berbentuk "bank guarante"; e. memiliki NPWP; f. memiliki surat izin domisili. Pasal 7
(1) Perusahaan Daerah atau Pihak ketiga sebelum melakukan kerja sama terlebih dahulu harus membuat/menyusun proposal atau studi kelayakan atas proyek yang akan dikerjasamakan. (2)
Kerja sama yang dilakukan Perusahaan Daerah.
tidak
mengubah
status
badan
hukum
(3)
Sasarnya komposisi saham di dalam kerja sama usaha patungan tidak boleh mengakibatkan atau berpengaruh pada keadaan yang sebenarnya (difusi). Pasai 8
(1)
Kerja sama dengan Pihak Ketiga untuk pengadaan barang/jasa serta infrastruktur (sarana fasilitas perkotaan) dilakukan oleh Direksi Perusahaan Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pihak Ketiga yang berbentuk badan usaha yang akan melakukan kerja sama usaha patungan dengan Perusahaan Daerah, harus menyampaikan laporan keuangan secara lengkap 1 sampai 3 tahun terakhir yang telah diaudit oieh • Akuntan Publik.
(3) Apabila Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan perusahaan patungan yang baru dibentuk harus menyampaikan laporan keuangan secara lengkap dari salah satu unsur perusahaan induk. Pasal 9 (1)
Penerbitan obligasi secara langsung atau melalui Pasar Modal dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Gubernur.
(2)
Persetujuan Gubernur dikeluarkan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pengawas. Pasai 10
(1)
Kena sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mempunyai prospek ; a. psningkaian efisiensi dan produktivitas peningkatan pelayanan kepada masyarakat:
Perusahaan
Daerah
atau
'o. peningkatan pengamanan modal/aset Perusahaan Daerah; c. kerja sama harus saling menguntungkan bagi kedua beiah pihak; d. peranan dan tanggung jawab masing-masing pihak dikaitkan dengan risiko yang mungkin terjadi, baik dalam masa kerja sama maupun setelah berakhirnya perjanjian kerja sama. (2)
Hal-hal yang diatur dalam perjanjian kerja sama meliputi maksud dan tujuan, subyek, bentuk dan lingkup kerja sama, wilayah, jangka waktu, jaminan pelaksanaan, masa transisi, hak dan kewajiban para pihak, kewajiban asuransi, keadaan memaksa (force majeur), pengakhiran, penyelesaian perselisihan arbitrasi perpajakan, masa berlakunya perjanjian kerja sama dan lain-lain yang diperlukan.
(3)
perjanjian kena sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan Akta Notaris. BAB V KEWENANGAN PELAKSANAAN KERJA SAMA Pasal 11
(1)
Kerja sama yang dilakukan untuk jangka waktu lebih dari 5 tahun dan status aset yang dikerjasamakan berubah, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Gubernur dengan pertimbangan Badan Pengawas.
(2)
Kerja sama yang dilakukan untuk jangka waktu, kurang dari 5 tahun dan status aset yang dikerjasamakan tidak berubah menjadi wewenang Direksi dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari Badan Pengawas.
(3)
Semua kerja sama daiam rangka pendirian perusahaan patungan harus mendapatkan persetujuan Gubernur. O M D 'V I
JANGKA WAKTU KERJA SAMA Pasal 12 (1)
Jangka waktu pelaksanaan kerja sama pengelolaan maksimal 20 tahun.
(2)
Jangka waktu pelaksanaan kerja sama usaha patungan, sesuai dengan peraturan perundarig-undangan yang berlaku. BAB VII
BERAKHIRNYA KERJA SAMA Pasal 13 (1)
Berakhirnya kerja sama dapat dilakukan apabiia : a. kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri kerja sama sebelum jangka waktu berakhir; b. terjadi wanprestasl oleh satu pihak yang dapat mengakibatkan pemutusan perjanjian sebelum jangka waktu kerja sama berakhir; c. langka waktu kerja sama berakhir.
(2)
Dalam jangka waktu 6 bulan sebelum perjanjian kerja sama berakhir, kedua beiah pihak harus melakukan penelitian dan evaiuasi bersama terhadap aset dan hutang piutang yang berhubungan dengan pelaksanaan usaha kerja sama.
(3)
Untuk membantu pelaksanaan penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk Tim penilai dan peneliti yang terdiri dari berbagai unsur yang terkait dan konsultan ahli di bidangnya.
(4)
Berakhirnya kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dihadapan notaris. BAB VIII PERPANJANGAN KERJASAMA Pasal 14
(1)
Perpanjangan masa berlaku kerja sama dapat dilaksanakan oieh Direksi dengan mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Gubernur • paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya jangka, waktu kerja sama,
(2)
Direksi melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kerja sama kepada Gubernur dengan melampirkan hasil penelitian dan evaluasi pelaksanaan perjanjian kerja sama. BAB IX PENGAWASAN Pasal 15
Pengawasan umum terhadap pelaksanaan kerja sama dilakukan oieh Gubernur. BAB X KETENTUAN PERALIHAN . Pasal 16 Kerja sama yang telah dilakukan sebelum berlakunya Keputusan ini, masih tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian kerja sama.
BAB XI Kh i EN i UAN PENU i U P Pasal 17 Keputusan mi mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta / p a d a tangga! 2 8
Februari
2002
GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, i
SUTIYOSO Tembusan : 1. Menteri Dalam Negeri 2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 3. Ketua D P R D Propinsi DKi Jakarta 4. Para W a k i l Gubernur Propinsi DKI Jakarta 5. Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta 6. Para Asisten S e k d a Propinsi DKI Jakarta 7. Kepala Bapeda Propinsi DKI Jakarta 8. Kepala Bawasda Propinsi DKI Jakarta 9. Ketua B P M P K U D Propinsi DKi Jakarta 10. Para W a l i k o t a m a d y a Propinsi DKi Jakarta 1 1 . Para Kepala Dinas DKi Jakarta 12.Sekretaris D P R D Propinsi DKi Jakarta 13. Para Kepaia Biro Propinsi DKI Jakarta 14. Para Kepaia Kantor Propinsi DKi Jakarta 15. Para Direksi Perusahaan Daerah Propinsi DKI Jakarta