GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang
: a. bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 1991 tentang Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, perlu adanya pengaturan lebih lanjut mengenai hal dimaksud; b. bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas perlu menetapkan peraturan pelaksanaan rumah susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan menjadi Undang-undang; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan di Daerah; 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; 6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1958 tentang Penyerahan Tugas Urusan Perumahan Kepada Daerah Tingkat Ke-I; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; 10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tatacara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun;
11. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tatacara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun; 12. Peraturan Bangunan Jakara (BBV 1919-1941) yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Daerah tanggal 20 Pebruari 1953 (Tambahan Berita Negara RI tanggal 24 Nopember 1953, Nomor 94, Tambahan Nomor 61); 13. Peraturan Lingkungan-lingkungan Peruntukan dan Jenis-jenis Bangunan (KTV 1941); 14. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 1975 tentang Ketentuan Bangunan Bertingkat di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 15. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 1982 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakerja Dinas Perumahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1984 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1985 sampai dengan Tahun 2005; 17. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1987 tentang Rencana Bagian Wilayah Kota untuk Kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 18. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 1991 tentang Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 19. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 316 Tahun 1985 tentang Tatacara Memperoleh Izin Mendirikan Bangunan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 20. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan atas Sebidang Tanah untuk Pembangunan Fisik Kota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; MEMUTUSKAN : Menetapkan
: KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN RUMAH SUSUN DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. b. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. c. Dinas Perumahan adalah Dinas Perumahan Khusus Ibukota Jakarta. d. Dinas Tata Kota adalah Dinas Tata Kota Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
e. Dinas Pengawasan Pembangunan adalah Dinas Pengawasan Pembangunan Kota Daerah Khusus Ibukota Jakarta. f. Kanwil Badan Pertanahan Nasional adalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Daerah Khusus Ibukota Jakarta. g. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. h. Akta Pemisahan adalah tanda bukti pemisahan rumah susun atas satuansatuan rumah susun, bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama dengan pertelaan yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batasbatasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung nilai perbandingan proporsional. i. Satuan Rumah Susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan terpisah sebagai tempat hunian yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. j. Bagian Bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan rumah susun. k. Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. l. Pemilik adalah perseorangan atau badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. m. Tanah Bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisahkan yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasannya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan. n. Penghuni adalah pemilik atau penyewa beli atau pengontrak atau seseorang atau badan secara nyata menempati satuan rumah susun sesuai dengan prosedur dan peratuan perundang-undangan yang berlaku. o. Perhimpunan Penghuni adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para penghuni rumah susun. p. Badan Pengelola aadlah badan yang bertugas untuk mengelola rumah susun. q. Persyaratan Teknis adalah persyaratan mengenai ketentuan planologis, struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. r. Persyaratan Administrasi adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, Izin Lokasi dan atau peruntukannya, perizinan mendirikan bangunan (IMB) dan Izin Penggunaan Bangunan (IPB) serta Izin Layak Huni (ILH) yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. s. Rumah Susun Sederhana/Murah adalah satuan rumah susun yang dibangun dengan luas unit satuan rumah susun maupun harga yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
BAB II KEBIJAKSANAAN PENGATURAN DAN PEMBINAAN Pasal 2 Penyelenggaraan pembangunan rumah susun wajib memiiki perizinan yang meliputi : a. Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT); b. Keterangan Rencana Kota; c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); d. Izin Membangun Prasarana Kota (IMP); e. Izin Layak Huni (ILH)/Izin Penggunaan Bangunan (IPB); f. Izin-izin lain yang diperlukan. Pasal 3 Penyelenggaraan rumah susun wajib mematuhi ketentuan tentang : a. Pembebasan tanah dalam kaitannya dengan penyediaan perumahan; b. Program distribusi perumahan/pemukiman terarah dan penentuan tipe perumahan rumah susun; c. Keserasian rencana kota (RUTR, RBWK, RTK, RUK); d. Tertib bangunan; e. Tertib hunian dan lingkungan. Pasal 4 (1) Penyusunan program pembangunan rumah susun diselenggarakan berdasarkan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. (2) Penyusunan program pembangunan rumah susun dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilaksanakan oleh Dinas Perumahan, bekerja sama dengan instansi lain yang terkait. Pasal 5 (1) Penggunaan rumah susun dapat berupa hunian, bukan hunian dan penggunaan campuran. (2) Penentuan penggunaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus sudah dinyatakan pada keterangan rencana/Rencana Tata Letak Bangunan untuk pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). (3) Terhadap perubahan fungsi penggunaan rumah susun wajib dimintakan izin kepada Gubernur Kepala Daerah. (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini sepanjang meyangkut perubahan dari fungsi penggunaan hunian menjadi non hunian, akan diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Kepala Dinas Tata Kota, Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota dan Kepala Dinas Perumahan. (5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini jika menyangkut perubahan dari fungsi penggunaan non hunian akan diberikan oleh Gubernur Kepala Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Kepala Dinas Tata Kota dan Kepala Dinas Pengawasan Pembangunan Kota.
BAB III PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN Pasal 6 Tata cara memperoleh Izin Layak Huni dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam memperoleh Izin Penggunaan Bangunan (IPB) sebagaimana diatur dalam Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 316 tahun 1985. BAB IV PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN Bagian Pertama Pertelaan Pasal 7 (1) Pertelaan rumah susun disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah c.q Wakil Gubernur Bidang Pemerintahan. (2) Pengesahan pertelaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dituangkan dalam suatu Keputusan Gubernur Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional, Kepala Dinas Pengawasan dan Pembangunan Kota dan Kepala Dinas Perumahan. (3) Permohonan pengesahan pertelaan diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah, melalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan melampirkan dalam rangkap 7 (tujuh): a. Salinan sertipikat hak atas tanah bersama; b. Salinan Surat Izin penunjukan Penggunaan Tanah; c. Salinan Surat Izin Mendirikan Bangunan; d. Pertelaan Bangunan rumah susun yang bersangkutan. Pasal 8 Pengesahan pertelaan rumah susun sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 dilakukan setelah dipenuhi persyaratan berfungsinya pemilikan secara terpisah satuan-satuan rumah susun. Pasal 9 (1) Perubahan nilai perbandingan proporsional satuan rumah susun harus dimintakan pengesahannya melalui permohonan pengesahan perubahan pertelaan rumah susun yang bersangkutan. (2) Permohonan pengesahan perubahan pertelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 7 Keputusan ini. Pasal 10 Perubahan nilai perbandingan proporsional atas satuan rumah susun yang telah dihuni harus dimintakan pengesahannya sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Keputusan ini. Pasal 11 (1) Perubahan nilai perbandingan proporsional atas satuan rumah susun yang menjadi lebih kecil harus disetujui oleh perhimpuan penghuni. (2) Apabila perhimpunan penghuni menolak memberikan persetujuan perubahan dimaksud pada ayat (1) pasal ini maka pihak penyelenggara
pembangunan dapat mengajukan banding kepada Gubernur Kepala Daerah. (3) Prosedur permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Keputusan ini. Pasal 12 (1) Terhadap perubahan bangunan gedung bertingkat yang bukan rumah susun menjadi rumah susun, penyelenggara pembangunan wajib menyesuaikan persyaratan pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini. (2) Sepanjang fisik bangunan dibangun sesuai izin Mendirikan Bangunan dan penggunaan sesuai Izin Penggunaan Bangunan yang telah dikeluarkan maka penyesuaian persyaratan dimaksud pada ayat (1) pasal ini hanya mengenai pertelaan dan akta pemisahan rumah susun menjadi satuan rumah susun. Bagian Kedua Kemudahan Pembangunan dan Pemilikan Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kemudahan pembangunan rumah susun yang berkaitan dengan: a. Penerbitan perizinan Daerah; b. Pembangunan prasarana lingkungan, sarana dan utilitas. (2) Terhadap pembangunan rumah susun yang memperoleh kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini penjualannya harus diprioritaskan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang pelaksanaannya diawasi oleh Gubernur Kepala Daerah. (3) Harga satuan rumah susun sederhana ditetapkan oleh Pemerintah. (4) Penetapan harga bagi rumah susun sederhana yang dibangun sebagai kewajiban yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Nomor 540 Tahun 1990 tanggal 30 Maret 1990 dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah. Bagian Ketiga Pemisahan Hak Atas Satuan Rumah Susun Pasal 14 Untuk memisahkan satuan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun, penyelenggara pembangunan rumah susun wajib menuangkannya dalam bentuk Akta Pemisahan Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989. Pasal 15 (1) Akta pemisahan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal. (2) Akta pemisahan harus mencantumkan besarnya nilai perbandingan proporsional masing-masing satuan rumah susun. Pasal 16 Untuk memperoleh pengesahan atas akta pemisahan rumah susun, pemilik rumah susun wajib mengajukan permohonan kepada Gubernur Kepala
Daerah melalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan melampirkan: a. Akta pemisahan rumah susun yang bersangkutan; b. Satu set pertelaan rumah susun beserta pengesahannya oleh Gubernur Kepala Daerah; c. Salinan pertelaan dimaksud pada huruf b di atas, sebanyak 2 (dua) set. Pasal 17 (1) Pengesahan akta pemisahan rumah susun menjadi satuan-satuan rumah susun dilakukan oleh Wakil Gubernur Bidang Pemerintahan atas nama Gubernur Kepala Daerah. (2) Untuk keperluan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional wajib meneliti akta dimaksud dan memberikan paraf sebelum penandatanganan pengesahan dilakukan oleh Wakil Gubernur Bidang Pemerintahan. BAB V PENGHUNIAN DAN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN Penghunian Rumah Susun Pasal 18 Kelayakan penghunian satuan rumah susun harus memenuhi persyaratan: a. Rasio perbandingan antara luas satuan rumah susun dengan penghuni yang menggunakan dengan batasan: 1. Tipe 18 maksimum dihuni oleh : 4 orang 2. Tipe 21 maksimum dihuni oleh : 5 orang 3. Tipe 36 maksimum dihuni oleh : 8 orang 4. Tipe 54 maksimum dihuni oleh : 10 orang b. Memenuhi tata nilai yang meliputi: 1. Tertib hunian; 2. Kebersihan; 3. Bebas gangguan lingkungan; 4. Bebas suara hingar bingar; 5. Menelantarkan satuan rumah susun; 6. Masalah sosial lainnya. Pasal 19 (1) Penggunaan satuan rumah susun harus sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan. (2) Penghuni satuan rumah susun dilarang memanfaatkan tanah bersama, benda bersama, bagian bersama hanya untuk kepentingan diri sendiri. Pasal 20 (1) Pengendalian kelayakan penghunian satuan rumah susun dilakukan oleh Dinas Perumahan. (2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan dengan tata cara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 21 (1) Pembinaan dalam rangka pembentukan perhimpuann penghuni rumah susun diselenggarakan oleh Dinas Perumahan. (2) Anggota perhimpunan penghuni rumah susun diwakili oleh kepala keluarga satuan rumah susun.
(3) Pengesahan akta perhimpunan penghuni rumah susun oleh Gubernur Kepala Daerah disiapkan melalui Dinas Perumhan berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait dengan tata cara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah. Pasal 22 Dinas Perumahan memberiakn bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan penghuni rumah susun, berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 Selama belum berfungsinya utilitas pada suatu lingkungan rumah susun dilarang melakukan penjualan satuan rumah susun kepada pihak lain oleh penyelenggara pembangunan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan pelaksanaan ini akan diatur dalam petunjuk teknis. (2) Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 224 Tahun 1990 tanggal 9 Pebruari 1990 tentang Peraturan Pelaksanaan Rumah Susun di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dinyatakan tidak berlaku lagi. (3) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. DITETAPKAN DI PADA TANGGAL
: JAKARTA : 25 JUNI 1991
GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA u.b MOCH. BASOFI Wakil Gubernur Bid. Pemerintahan TEMBUSAN : 1. Menteri Dalam Negeri; 2. Menteri Sosial; 3. Menteri Negara Perumahan Rakyat; 4. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; 5. Gubernur DKI Jakarta (sebagai laporan); 6. Mahkamah Agung; 7. Kejaksaan Agung; 8. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 9. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta; 10. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta; 11. Para Ketua Pengadilan Negeri DKI Jakarta; 12. Ketua DPRD DKI Jakarta; 13. Para Wakil Gubernur Kepala Daerah DKI Jakarta;
14. Sekwilda/Ass. Sekwilda DKI Jakarta; 15. Ketua Bappeda DKI Jakarta; 16. Kepala Itwilprop DKI Jakarta; 17. Para Kepala Direktorat DKI Jakarta; 18. Para Kepala Dinas DKI Jakarta; 19. Para Walikota DKI Jakarta; 20. Para Kepala Biro DKI Jakarta; 21. Para Kepala Kantor/PD dalam Lingkungan Pem. DKI Jakarta; 22. Para Camat DKI Jakarta; 23. Para Lurah DKI Jakarta.