KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR
118 TAHUN 2004
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN INDUSTRI PARIWISATA DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang
a.
bahwa petunjuk pelaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan Usaha Pariwisata di Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta sebagaimana ditetapkan dengan Krputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 190 Tahun
1998 sudah tidak
sesuai dengan kondisi saat ini; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf a, dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut ketentuan Pasal 42 °eraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan serta dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi Suku Dinas Perlwisata, perlu menetapkan kembali petunjuk pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan industri pariwisata
di
Propinsi
Daerah
Khusus
Ibukota
Jakarta
dengan
keputusan Gubernur. Mengingat
: 1. 2.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tenfc:ng Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta;
3. 4.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khu^u? Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
5.
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan;
6.
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1101 Tahun 1993 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Kepala Suku Dinas Pariwisata Kotamadya untuk melaksanakan sebagian tugas di Bidang Kepariwisataan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
7.
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata
Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta; 5.
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13 Tahun 2002 tentang Susunan Orgaj^sasl dan Tata Kerja Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN INDUSTRI PARIWISATA DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA. BAB I KETENTUAN UMLM Pasal 1 Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemerintahan Daerah adalah Pemerirviah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Gubernur adalah Gubernur Propinsi Daerah Khusus ibukota Jakarta. 3. Dinas Pariwisata adalah Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adalah Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 5. Kepala Dinas Pariwisata adalah Kepali- Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 6. Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adalah Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Suku Dinas Pariwisata adalah Suku Dinas Pariwisata Kotamadya dan Kabupaten Administrasi di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
8. Suku Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adaiah Suku Dinas Ketenteraman Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Kotamadya dan Kabupaten Administrasi di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
9. Kepala Suku Dinas Pariwisata adalah Kepala Suku Dinas Pariwisata Kotamadya dan Kabupaten Administrasi di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
10
Kepala Suku Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat adalah Kepala Suku Dinas Keonteraman, Ketertiban dan
Perlindungan Masyarakat Kotamadya dan Kabupaten Administrasi di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 11. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusaha atraksi wisata serta usaha-usaha yang terkait
dengan bidang tersebut. 12. Industri Pariwisata adalah kumpulan jenis usaha yang meliputi akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, jasa pariwisata serta
rekreasi dan hiburan. 13. Pengawasan adalah serangkaian tindakan petugas pengawasan untuk memperoleh data dan informasi mengenai penyelenggaraan industri pariwisata, aktivitas tenaga kerja pariwisata serta mencegah terjadinya pelanggaran. 14. Tenaga Kerja Pariwisata adalah tenaga kerja pada industri di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
BAB II PENGAWASAN Bagian Pertama Lingkup Pengawasan Pasal 2
;
Pengawasan terhadap penyelenggaraan industri pariwisata meliputi : a.
perizinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan industri pariwisata;
b.
kegiatan tenaga kerja pariwisata;
c.
sarana, prasarana dan peralatan penyelenggaraan industri pariwisata;
d.
lingkungan tempat penyelenggaraan industri pariwisata;
e.
kegiatan, peralatan dan tenaga kerja lain yang bertentangan dengan
yang
digunakan
dalam
peraturan perundangan yang berlaku pada tempat penyelenggaraan
industri pariwisata. Bagian Kedua Pelaksanaan Pengawasan Pasal 3 (1)
Pengawasan
terhadap
H
penyelenggaraan
industri
pariwisata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan oleh Tim
Pengawasan berdasarkan penugasan Kepala Suku Dinas Pariwisata secara : a. Rutin; b. Khusus.
(2)
Pengawasan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
huruf
b
dilaksanakan pada hari besar keagamaan, malam pergantian tahun
masehi/tahun
baru
dan
pelanggaraan
atau
musibah
adanya
laporan
dalam
mengenai
oenyelengggaraan
terjadinya industri
pariwisata. Pasal 4 (1)
Tim pengawasan Industri Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), terdiri dari :
Pengarah
: 1. Kepala Dinas Pariwisata 2. Walikotamadya/Bupati Kabupaten Administrasi
Penanggungjawab : Kepala Suku Dinas Pariwisata Ketua
: Kepala Seksi Pengawasan pada Suku Dinas Pariwisata
Sekretaris
: Unsur Suku Dinas Pariwisata
Anggota
; 1. Unsur Suku Dina:; Pariwisata 2. Unsur Suku Dim;,s Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat 3. Unsur instansi terkait
Sekretariat (2)
(3)
: Unsur Suku Dinas Pariwisata
Kepala Suku Dinas Pariwisata menetapkan sekretaris, anggota dan sekretariat Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan kebutuhan. Untuk pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Kepala
Suku
Dinas
Pariwisata
dapat
berkoordinasi/bantuan
pengamanan kepada Kepolisian Negara. Pasal 5 Setiap pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dicatat dalam
Berita
Acara
Pengawasan
dengan
menggunakan
formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran I keputusan ini. BAB III SANKSI ADMINISTRASI Pasal 6 Apabila dalam pelaksanaan pengawasan ditemukan pelanggaran, terhadap pemilik/pongolola/Pcnonggung jawab penyelenggaraan industri pariwisata
dikenakan sanksi administrasi berupa :
a.
teguran lisan atau pemanggilan;
b.
teguran tertulis;
c.
penghentian atau penutupan penyelenggaraan industri pariwisata;
d.
pencabutan atas : 1. Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP); 2. izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP); 3. Izin Pertunjukan Temporer (IPT); 4. rekomendasi perubahan bangunan industri pariwisata; 5. rekomendasi perpanjangan izin kerja tenaga kerja warga negara asing pendatang (TKWNAP); 6. sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitas Profesi Kepariwisataan; 7. pemberian penghargaan Adikarya Wisata. Pasal 7
(1)
Teguran lisan terhadap pemilik/pengelola/penanggung jawab penyelenggaraan industri pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, dilakukan oleh Tim Pengawasan apabila terbukti melakukan pelanggaran.
(2)
Teguran lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat dalam Berita Acara Teguran Lisan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran II Keputusan ini. Pasai 8
(1)
(2)
Terhadap pemilik/pengelola/penanggung jawab penyelenggaraan industri pariwisata yang terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan laporan tertulis dari Tim Pengawasan dilakukan pemanggilan. Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti untuk membuat pernyataan tertulis yang berisi kesanggupan untuk
tidak mengulangi pelanggaran. (3)
Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Suku Dinas Pariwisata dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran III keputusan ini. Pasal 9
(1)
Terhadap
pemilik/pengelola/penanggung
jawab
penyelenggaraan
industri pariwisata yang tidak memenuhi panggilan atau tidak menaati
pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan teguran tertulis,
(2)
(3)
Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Kepala Suku Dinas Pariwisata dencran menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran IV keputusan ini. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebanyak-banyaknya 3 kali dengan ketentuan sebagai berikut.
a. teguran tertulis pertama dengan tenggang waktu selama 7 hari sejak
surat
teguran
tertulis
pertama
diterima
oleh
yang
bersangkutan; b. apabila teguran tertulis pertama tidak dipatuhi, dikenakan teguran tertulis kedua dengan tenggang waktu selama 5 hari terhitung sejak teguran tertulis pertama berakhir; c. apabila teguran tertulis kedua tidak dipatuhi, dikenakan teguran tertulis ketiga dengan tenggang wvktu 3 hari terhitung sejak
teguran tertulis kedua berakhir. Pasal 10 (1)
Apabila teguran tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c tidak dipatuhi, Kepala Suku Dinas Pariwisata mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pariwisata untuk dilakukan tindakan penutupan dengan melampirkan : a. berita acara teguran lisan; b. surat teguran tertulis; c. surat
pernyataan
kesanggupan
untuk
tidak
mengulangi
pelanggaran;
d. bukti-bukti lain yang diperlukan. (2)
Apabila permohonan dimaksud telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 1 hari Kepala Dinas Pariwisata meneruskan kepada Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat.
(3)
Setelah diterima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam waktu paling lama 2 hari Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat harus melakukan tindakan penutupan.
Pasal 11 (1)
Apabila Tim Pengawasan menemukan peristiwa tindak pidana kejahatan dalam penyelenggaraan indusln pariwisata yang dilakukan
oleh pemiiik/pengelola/penanggungjawab dan atau tenaga kerja dan atau pemain dan atau pengunjung, segera melaporkan peristiwa dimaksud kepada Kepolisian Negara dan melakukan tindakan penghentian kegiatan penyelenggaraan industri pariwisata yang bersangkutan.
(2)
Penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a. memerintahkan kepada pemilik/pengeloia/penanggung jawab untuk menghentikan kegiatan dengan memberitahukan alasan-alasan penghentian kegiatan dimaksud; b. mengumumkan
kepada
pengunjung
perlunya
dilakukan
penghentian kegiatan serta meminta untuk meninggalkan tempat;
c. menghentikan fungsi alat-alat yang digunakan untuk kegiatan dan dapat memadamkan atau menyalakan lampu penerangan pada
tempat/ruangan penyelenggaraan industri pariwisata; d. menertibkan dan menjaga keamanan pengunjung, tenaga kerja dan pemilik/pengelola/penanggung jawab serta lingkungan sekitarnya; e. tidak meninggalkan lokasi sebelum pengunjung meninggalkan tempat dan situasi dalam keadaan aman;
f. (3)
membuat Berita Acara penghentian kegiatan.
Penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 1 hari terhitung sejak penghentian kegiatan. Pasal 12
Untuk kepentingan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil serta penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Negara, maka terhadap industri pariwisata yang dihentikan kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan penutupan oleh Tim Pengawasan. Pasal 13 Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 12 dilakukan oleh Tim Penutupan Penyelenggaraan Industri Pariwisata berdasarkan
penugasan Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat.
Pasal 14 (1)
Tim Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, terdiri dari: Pengarah
i 1. Gubernur Propinsi DKI Jakarta 2. Wakil Gubernur Propinsi DKI Jakarta 3. Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta 4. Kepala Jakarta
Dinas
Pariwisata
Propinsi
DKI
Penanggungjawab
: Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi DKI Jakarta
Ketua
: Kepala Sub Dinas Ketenteraman. Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Propinsi DKI Jakarta
Sekretaris
: Unsur Dinas Ketenteraman. Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat
Anggota
: 1. Unsur Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat 2. Unsur Dinas Pariwisata 3. unsur Suku Dinas Pariwisata 4. Unsur
Suku
Dinas
Ketenteraman,
Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat
5. Unsur instansi terkait Sekretariat
(2)
: Unsur Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat.
Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat menetapkan sekretaris, anggota dan sekretariat Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan kebutuhan. Pasal 15
Penutupan penyelenggaraan industri pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan dengan cara : a.
terlebih dahulu memberitahukan Icepada pemilik/pengelola/ penanggung jawab secara lisan alasan-alasan penutupan;
b.
dilaksanakan pada saat tidak ada pengunjung;
c.
apabila harus dilakukan pada saat ada pengunjung, tim mengumumkan akan dilakukan penutupan kepada pengunjung dan memerintahkan untuk meninggalkan tempat;
d.
menertibkan dan menjaga keamanan pengunjung tenaga, kerja dan pemilik/pengelola/penanggung jawab sertf; lingkungan sekitarnya;
e.
apabila keadaan sudah dinyatakan aman, penutupan dilaksanakan dengan cara : 1) menghentikan fungsi, mengumpulkan dan mengikat atau mengunci peralatan yang digunakan untuk penyelenggaraan industri pariwisata; 2) menempelkan lembar pengumuman penutupan pada pintu masuk yang di kunci atau pada tempat lain yang mudah dibaca oleh pengunjung; 3) membuat Berita Pariwisata.
Acara
Penutupan
Penyelenggaraan
Industri
Pasal 18 Dalam pelaksanaan penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat dapat berkoordinasi bantuan pengamanan kepada Kepolisian Negara. Pasal 17 (1)
Penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 paling lama 30 hari sejak tanggal penutupan dan dapat dibuka kembali setelah
pemilik/pengelola/penanggung jawab memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam peraturan perundangan dan menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk tidak mengulangi pelanggaran. (2)
3.
Pembukaan sebagaimana dimaksud pae,a ayat (1) dilakukan oleh Tim Penutupan berdasarkan penugasan Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat. Setiap pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dicatat dalam Berita Acara Pembukaan Atas Penutupan Penyelenggaraan
Industri Pariwisata. Pasal 18 Apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak dilakukan penutupan tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dikenakan tindakan pencabutan Izin Usaha Pariwisata (iTUP) oleh Kepala Dinas Pariwisata atau Suku Dinas Pariwisata sesuai dengan kewenangan tugas dan fungsinya. Pasal 19 j Terhadap penyelenggaraan pertunjukan temporer yang tidak memiliki Izin Pertunjukan Temporer (IPT) dan/atau menya.ahgunakan izin tersebut dapat dikenakan tindakan penghentian kegiatan/pertunjukan oleh tim pengawasan.
Pasal 20 Pencabutan atas ; a.
Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP) dapat dilaksanakan apabila pemegang ISUP melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang
ditetapkan dalam ISUP. b.
Rekomendasi perubahan dilaksanakan apabila :
bangunan
industri
pariwisata
dapat
1. tidak melaksanakan perubahan bangunan industri pariwisata dalam jangka waktu 90 hari sejak dikeluarkan rekomendasi dimaksud; 2. melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam rekomendasi perubahan industri pariwisata dimaksud.
c.
Rekomendasi perpanjangan izin kerja tenaga Kerja Warga Negara A3ing Pendatang (TKWNAP) bidang Pariwisata dapat dilaksanakan apabila melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
d.
Sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitas Profesi Kepariwisataan dapat dilaksanakan apabila pemegang sertifikat melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
e.
Pemberian penghargaan Adikarya Wisata dapat dilaksanakan apabila melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian penghargaan Adikarya Wisata. BAB IV LAPORAN Pasal 21
Tim pengawasan melaporkan secara tertulis hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada Kepala Suku Dinas Pariwisata secara rutin/berkala. Pasal 22 Kepala Suku Dinas Pariwisata melakukan evaluasi kegiatan pengawasan serta melaporkan hasilnya secara tertulis kepada Dinas Pariwisata dan Walikotamadya/Bupati Kabupaten Administrasi paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pasal 23 Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat melaporkan secara tertulis setiap tindakan penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 kepada Gubernur selambat-lambatnya 5 hari kerja terhitung sejak tanggal penutupan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Pariwisata serta Walikotamadya/Bupati Kabupaten Administrasi.
Pasal 24 Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat melakukan evaluasi pelaksanaan penutupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, serta melaporkan hasilnya secara berkala kepada Gubernur dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Pariwisata serta Wallkotamadya/Bupatl Kabupaten Administrasi.
BAB V PEMBIAYAAN Pasal 25 Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan keputusan ini ditetapkan sebagai berikut. a.
untuk kegiatan pengawasan dibebankan pada Anggaran Suku Dinas Pariwisata;
b.
untuk kegiatan penutupan dibebankan pada anggaran Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat.
Dinas
BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 26 (1)
Tim pengawasan dan tim penutupan memakai pakaian Polisi Khusus (Polsus) dan atau seragam Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau pakaian seragam dinas lapangan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2)
Untuk kelancaran pelaksanaan pengawasan dan penutupan harus didukung sarana transportasi, komunikasi, dokumentasi dan peralatan sesuai dengan kebutuhan. Pasal 27
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh instansi lain pada industri pariwisata harus berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan atau Suku Dinas Pariwisata. BAB VI! KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Hal-hal yang merupakan pelaksanaan kegiatan lebih lanjut dari keputusan ini akan ditetapkan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kepala Dinas Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 29 Dengan berlakunya keputusan ini. maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 100 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Penyelenggaraan Usaha Pariwisata di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan ketentuan lain yang bertentangan dengan keputusan Ini, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 30 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 2004 GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS KOTA JAKARTA,
-|UT1Y0S0 Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Menteri Dalam Negeri — Ketua DPRD Propinsi DKI Jakarta Wakil Gubernur Propinsi DKI Jakarta Para Wakil Ketua DPRD Propinsi DKI Jakarta Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Kepala Kejaksaan Tinggi Propinsi DKI Jakarta Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta Para Asisten Sekda Propinsi DKI Jakarta Kepala Bapeda Propinsi DKI Jakarta Kepala Bawasda Propinsi DKI Jakarta Para Walikotamadya Propinsi DKI Jakarta Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta Para Kepala Dinas Propinsi DKI Jakarta Para Kepala Biro Setda Propinsi DKI Jakarta Para Camat Propinsi DKI Jakarta Para Lurah Propinsi DKI Jakarta