e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
MEMAKNAI KONSEP KESEIMBANGAN ANTAR KOMPONEN TRI HITA KARANA DALAM PENGANGGARAN ORGANISASI SUBAK (STUDI KASUS PADA SUBAK KALICULUK, DESA PAKRAMAN DENCARIK, KECAMATAN BANJAR) 1Kadek
1Anantawikrama
Ari Saputra Tungga Atmadja, 2Ni Kadek Sinarwati
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]} @undiksha.ac.id Abstrak Subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana, sehingga segala kegiatan operasionalnya juga berpedoman pada hal tersebut. Sudah menjadi hal yang umum di bali bahwa dalam melaksanakan unsur-unsur Tri Hita Karana haruslah seimbang, tidak ada yang menduduki porsi istimewa. Hal ini akan menjadi problematika saat konsep Tri Hita Karana ini menjadi dasar di dalam penganggaran yang dilakukan oleh subak karena masing-masing unsur Tri Hita Karana tidak mendapat dana yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) penganggaran yang dilakukan dalam subak Kaliculuk, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar yang sesuai dengan konsep Tri Hita Karana. 2) konsep keseimbangan Tri Hita Karana yang diterapkan dalam proses penganggaran pada Subak Kaliculuk, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang mentitikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Informan penelitian dipilih secara purposive yakni orang-orang yang terlibat langsung dalam kegiatan operasional subak. Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Data ini selanjutnya diolah melalui tiga tahapan, yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) analisis data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) penganggaran yang dilakukan di dalam subak sepenuhnya berpedoman pada Tri Hita Karana. 2) Keseimbangan yang dimaksud dalam Tri Hita Karana ini adalah keseimbangan dalam hal pelaksanaan bukan keseimbangan dalam pembagian dananya di dalam penganggaran yang dilakukan oleh subak.
Kata kunci: subak, penganggaran, Tri Hita Karana
Abstract Subak is a reflection of the concept of Tri Hita Karana, so that all the operational activities are also guided by it. It is common in Bali that in implementing the elements of Tri Hita Karana must be balanced, no element occupies a special portion. It will be problematic when the concept of Tri Hita Karana becomes the foundation in budgeting conducted by Subak because each element of Tri Hita Karana does not receive the same funds. This study aimed at determining: 1) the budgeting conducted in Subak Kaliculuk, Dencarik village, Banjar Subdistrict in accordance with the concept of Tri Hita Karana. 2) the Tri Hita Karana balance
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
concept applied in budgeting process at Subak Kaliculuk, Dencarik village, Banjar Subdistrict. This research was conducted through qualitative method that focused on the description and interpretation of human behavior. The research informants were chosen purposively, i.e. those people directly involved in the subak operational activities. The data were obtained through interviews, observation and document studies. This data was then processed through three stages, namely: 1) the reduction of data, 2) data, 3) data analysis and conclusion. The results showed that: 1) the budgeting conducted in subak entirely based on Tri Hita Karana. 2) the balance meant in the Tri Hita Karana was the balance in terms of the implementation, not the balance in the distribution of funds in the budgeting conducted by Subak.
Keywords: subak, budgeting, Tri Hita Karana
PENDAHULUAN Bali merupakan salah satu provinsi yang sampai saat ini masih menjunjung tinggi kearifan lokal dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Kearifan dan budaya yang masih sangat kental ini menyebabkan segala perbuatan yang di lakukan tidak lepas dari kearifan dan kebudayaan lokal disana. Salah satu kearifan lokal yang nyata sampai saat ini berkembang di masyarakat Bali yaitu subak. Kata "Subak" merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M. Menurut peraturandaerah pemerintah daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972 Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris- religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Subak menjadi organisasi yang penting di masyarakat Bali karena mayoritas penduduk di Bali bermata pencaharian sebagai petani, sehingga tidak jarang destinasi wisata di Bali juga banyak mengambil atau mengeksplore daerah pertanian sebagai sasarannya. Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional dengan aspek yang religius. Aspek religius ini merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana yang pada hakekatnya terdiri dari Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Sutawan (2004). Konsep
Parhyangan dalam sistem subak ditunjukkan dengan adanya Pura pada wilayah subak dan pada komplek persawahan petani. Konsep Palemahan, ditunjukkan dengan adanya kepemilikan sawah untuk setiap subak. Konsep Pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak. Subak di Bali dilaksanakan dengan berlandaskan ajaran Tri Hita Karana, yaitu yang berarti hubungan yang harmonis atau penyebab terwujudnya kesejahteraan hidup yang diwujudkan dalam bentuk: Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Hakikat ajaran Tri Hita Karana juga diungkapkan oleh I Ketut Wiana (2004:141) yang menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekeliling, dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Unsur-unsur di dalam Tri Hita Karana harus dilaksanakan secara utuh dan terpadu di dalam pengimplementasiannya. Unsur Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak ada yang menduduki porsi yang istimewa. Dia senantiasa seimbang dalam pemikiran, seimbang dalam ucapan dan seimbang pula dalam segala tindakan. Peneliti menggunakan Subak Kaliculuk sebagai objek penelitian. Subak
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
kaliculuk merupakan salah satu subak yang berada di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar. Subak yang beranggotakan 124 krama ini tentu saja juga berpedoman pada Tri Hita Karana. Hal mengenai konsep Tri Hita Karana tersebut juga sudah diatur dalam awigawig subak Kaliculuk yang menyatakan bahwa Tri Hita Karana merupakan landasan operasionalnya. Salah satu tahapan dalam operasionalisasi organisasi subak adalah proses penyusunan anggaran. Mulyadi (2001) menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Jadi, anggaran ini merupakan rencana jangka pendek (biasanya satu tahun) perusahaan untuk melaksanakan sebagian rencana jangka panjang yangt berisi langkah-langkah strategik untuk mewujudkan strategi objektif tertentu deserta taksiran sumber daya yang diperlukan. Sedangkan Penganggaran adalah suatu rencana keuangan periodik yang disusun berdasarkan program-program yang telah disahkan (Nafarin, 2000). Khusus dalam kegiatan penganggaran subak, dana yang tersedia sewajarnya dianggarkan untuk ketiga fokus kegiatan Subak yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Ketiga fokus tersebut mendapatkan dana yang seimbang sesuai dengan pelaksanaan Tri Hita Karana yang harus seimbang, utuh, dan terpadu. (I Ketut Wiana, 2004) Masing-masing komponen Tri Hita Karana harus seimbang, namun dalam pengamatan ditemukan adanya ketidakseimbangan porsi anggaran untuk masing-masing komponen Tri Hita Karana. Dana yang dianggarkan dalam subak Kaliculuk tidak seimbang untuk ketiganya karena kebutuhan antara Palemahan dengan Pawongan dan Parahyangan berbeda-beda. Penganggaran yang dilakukan dalam subak Kaliculuk sepenuhnya berpedoman pada konsep Tri Hita Karana. Khusus untuk kegiatan
Parahyangan mereka menganggarkan dana dari awal sebesar 8 juta rupiah yang menyangkut seluruh kegiatan hari raya keagamaan yang dilakukan oleh subak, seperti memperingati hari-hari raya Galungan, kuningan, Nyepi, Tumpek maupun Purnama Tilem yang dilakukan oleh umat Hindu yang sebagian besar dianut oleh krama subak. Dana tersebut digunakan untuk membeli banten, saranasarana upakara, dan sesari untuk pemangku. Anggaran untuk kegiatan Pawongan sepenuhnya digunakan untuk kegiatan Simpan Pinjam yang dilakukan oleh subak untuk kramanya. Kegiatan simpan pinjam ini mencerminkan juga konsep Tri Hita Karana karena hal ini dicerminkan dengan adanya krama atau anggota subak yang berhubungan satu sama lain. Hal ini dilakukan untuk membantu krama subak yang mengalami masalah dana dalam menggarap lahan pertaniannya. Anggaran yang terakhir yaitu anggaran Palemahan digunakan untuk memperbaiki saluran irigasi, dan juga untuk membangun senderan-senderan. Palemahan yang merupakan hubungan manusia dengan lingkungannya diwujudkan dalam hal tersebut. Anggaran Palemahan ini cukup besar karena pengurus subak beralasan di situasi tertentu misalnya banjir, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan bisa sangat parah dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Peneliti menemukan kasus yang ada di Subak Kaliculuk dimana realisasi dari anggaran tersebut tidaklah sesuai karena dana yang digunakan cenderung lebih besar ke kegiatan Parahyangan. Hal ini terjadi karena Subak sedang melakukan pembangunan pura Subak yang membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga beberapa tahun terakhir dana yang terealisasi lebih ke kegiatan Parahyangan, sehingga dalam menghadapi situasi-situasi dalam bidang Palemahan yang sifatnya mendadak, subak ini menjadi keteteran. Dana Palemahan dalam subak Kaliculuk belum terealisasi, dikarenakan dana-dana Palemahan biasanya banyak keluar saat musim penghujan yang banyak terjadi
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
saat-saat akhir tahun. Selain itu, dana dari Palemahan tersebut juga sudah habis terealisasi untuk Parahyangan (pembangunan pura subak). Masalah ketidakseimbangan dan perbedaan realisasi anggaran ini kemudian menjadi motivasi utama peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai pemahaman pihak-pihak yang terkait terhadap makna keseimbangan komponen-komponen Tri Hita Karana, dan dapat membandingkan penganggaran pada akuntansi dan penganggaran secara sederhana pada subak dengan konsep Tri Hita Karana. METODE Penelitian ini dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif, yakni penelitian yang dinyatakan dalam katakata dan gambar. Metode penelitian kualitatif atau yang sering juga disebut metode penelitian interaksionis simbolis, fenomenologi maupun studi kasus (Atmadja,2006). Dalam penelitian ini, jenis kasus yang diteliti dibatasi pada keseimbangan yang diterapkan dalam proses penganggaran pada subak. Penelitian ini dilaksanakan pada subak Kaliculuk yang ada di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Adapaun alasan yang memotivasi dilakukannya penelitian di Subak Kaliculuk karena terdapat ketidakseimbangan pelaksanaan unsur-unsur Tri Hita Karana dalam anggaran dan perealisasian dana, dan Penganggaran yang dilakukan cukup sederhana, dan fleksibel. Subjek atau informan dari penelitian ini yakni memilih orang-orang yang dinilai memiliki pengetahuan dan menguasai objek penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka informan dalam penelitian ini antara lain Kelian Subak, Bendahara Subak serta krama subak. Sementara objek dari penelitian ini adalah hanya dibatasi pada keseimbangan unsur-unsur Tri Hita Karana dalam penganggaran yang dilakukan oleh subak. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti, tanpa
perantara. Dalam hal ini, data primer adalah hasil-hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan pelengkap bagi data primer yaitu diperoleh dari sumber penelitian dengan mempelajari referensi yang memiliki hubungan dengan sasaran penelitian. Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait penyelengaraan kegiatan operasional subak. Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Data ini selanjutnya diolah melalui tiga tahapan, yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) analisis data dan penarik kesimpulan. Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi data, yakni: penggunaan sumber dan Triangulasi dengan teori atau penjelasan banding (rival explanation). HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Subak Kaliculuk, Desa Dencarik, Kecamatan Banjar. Seperti organisasi yang lainnya, subak juga melaksanakan penganggaran walaupun lingkupnya yang cukup sederhana. Penganggaran dalam subak selain sederhana juga kental akan unsur Tri Hita Karananya sehingga segala sesuatu aspek kegiatan dalam subak berpedoman pada Tri Hita Karana. Hal itu sudah jelas tercantum dalam awig-awig subak bahwa kegiatannya berlandaskan Ti Hita Karana. Memang seluruh kehidupan di Bali berpegang teguh pada konsep Tri Hita Karana namun, dalam hal ini subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana tersebut karena semua kegiatannya mencerminkan dari ketiga unsur Tri Hita Karana entah itu Pawongan, Palemahan, dan Parahyangan. Proses Penganggaran pada Subak yang Berlandaskan Tri Hita Karana Berbeda dengan yang ada di subak kaliculuk, proses penganggarannya cukup sederhana. Proses penganggaran yang dilakukan harus tetap berpedoman pada
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
pengeluaran tahun lalu disamping juga memperhatikan kondisi harga barangnya. Selain itu, pada awig-awig subak yang mengatakan bahwa operasional subak harus berdasarkan prinsip Tri Hita Karana, sehingga secara garis besarnya penganggarannya dikelompokkan menjadi anggaran Palemahan, Pawongan, dan Parahyangan.
Sumber-sumber Pendanaan Subak yang Berlandaskan Tri Hita Karana Dana dalam subak tidaklah langsung ada begitu saja, melainkan ada beberapa hal yang menjadi sumber dari pendanaan dalam subak. Secara teori terdapat beberapa sumber-sumber pemasukan, ada yang berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri yang disebut dengan pemasukan reguler, adapula yang berasal dari luar kegiatan organisasi yang biasa disebut dengan pemasukan nonreguler. Menurut penuturan dari kelian subak I komang Cakra beliau mengatakan bahwa: “…Ada 3 sumber utama pendanaan dalam subak ini yang pertama Dari BKK (Bantuan Khusus Keuangan), yaitu bantuan langsung dari pemerintah kemudian ada peturunan atau iuran, jadi iuran ini sebenarnya baru dipungut untuk kepentingan dana yang mendadak dan kas subak tidak mampu untuk menutupinya, kemudian ada juga denda, yang merupakan sanksi berupa uang apabila ada krama yang tidak ikut ngayah…” Berdarkan penuturan pengurus subak tersebut maka berikut adalah sumbersumber pemasukan dari Subak Kaliculuk. 1. Pemerintah. Bantuan kepada subak melalui BKK ini dimaksudkan untuk memelihara dan melestarikan organisasi subak yang cenderung lahannya semakin menyusut, akibat
peralihan lahan pertanian yang tidak dapat dihindari. (http://nasional.kompas.com/read/200 8/02/28/07433194/dana.bantuan.suba k.akan.naik) Tujuan pemberian dana dari pemerintah ini jika dikaitkan ke dalam Tri Hita Karananya hal tersebut masuk ke dalam Palemahan yaitu hubungan manusia dengan lingkungannya, karena dalam hal ini pemerintah mengucurkan dana kepada subak agar subak dengan pengelolaan lingkungannya yang utama menjadi tetap beroperasi dan di sisi lain lingkungan tetap terjaga. Bisa dibilang ini adalah cara lain dari pemerintah untuk menjaga lingkungan dengan ikut melestarikan subak. Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ketut Suastika juga mengatakan peningkatan bantuan tersebut ditujukan untuk mengurangi urunan atau iuran 'krama' (masyarakat) Bali. "Dengan bantuan dari pemerintah yang lebih banyak, otomatis uang yang dikeluarkan 'krama' menjadi berkurang," katanya, Minggu (9/3/2014) . Pernyataan tersebut mencerminkan salah satu unsur Tri Hita Karana yaitu Pawongan yang merupakan hubungan antar sesama manusia, karena pemerintah sangat memperhatikan krama subak sehingga beban yang ditanggung dalam subak untuk masing-masing krama sedikit berkurang. 2. Iuran krama subak. Peturunan atau merupakan sistem pemungutan yang sangat unik di Bali yang dilakukan pada organisasi kecil seperti dadia dan subak dengan mewajibkan para anggotanya untuk membayar sejumlah uang yang nantinya dana peturunan itu digunakan untuk memfasilitasi organisasi kecil tersebut didalam menjalankan aktifitas operasionalnya seperti melakukan rentetan upacara agama seperti ngusaba, perayaan hari raya agama,
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
dan pelestarian lingkungan dadia atau subak tersebut. Hal ini dapat disimak dalam wawancara dengan bendahara subak, I Nyoman Merta, “…Iuran atau peturunan memang kami pungut, namun tidak menentu. Sebenarnya subak kami sudah ada kas subak. Namun, hal kas itu tentu saja tidak dapat memenuhi kebutuhan semuanya. Jadi untuk menutupi kekurangan-kekurangannya kami ambil dari iuran krama…” Iuran atau peturunan dari subak ini serperti yang dijelaskan memang tidak menentu, jika tiba-tiba ada iuran maka hal itu akan dimusyawarahkan terlebih dahulu. Jika dikaitkan dengan Tri Hita Karana hal ini bisa masuk ke Parahyangan, Pawongan maupun Palemahan sesuai dengan peruntukan dana tersebut. Karena untuk masalah kekurangan dana tidak bisa diprediksi oleh pengurus subak. 3. Denda. Denda merupakan hukuman yang berupa keharusan membayar dalam bentuk uang (karena melanggar aturan, undang-undang, dan sebagainya). Kalau pada subak tentu saja Denda ini diterapkan untuk dikenakan kepada krama subak yang tidak ikut ngayah maupun yang melanggar awig-awig subak. Seperti penuturan bendahara subak, I Nyoman Merta berikut “…Selain iuran dan bantuan pemerintah kami juga mendapat masukan dana dari denda-denda yang masuk. Besaran denda ini tergantung dari awig-awig yang dilanggar…” Sesuai dengan penuturan Bendahara subak maka iuran ini dapat dikaitkan ke dalam Tri Hita Karana, yaitu unsur Pawongan karena yang terkandung di sini adalah prinsip keadilan. Semua yang melanggar bakalan kena denda, tanpa memandang status sosial. Hal
ini menjadikan toleransi antar krama subak menjadi tetap terjaga. 4. Bunga. Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Bunga ini di dapat dari kegiatan simpan pinjam yang dilakukan oleh subak untuk membantu krama subak. Bendahara subak, I Nyoman Merta menuturkan sebagai berikut “…Sesuai dengan persetujuan pak kelian sama krama, kas subak kami gunakan untuk kegiatan simpan pinjam. Jadi misalnya ada krama yang lagi kesusahan karena tidak ada uang, bisa meminjam di subak, dan bunganya 5 %. Jadi krama subak tidak pusing lagi mencari kemana-mana apalagi bunga untuk meminjam di subak lebih kecil dibandingkan di luar…” Kegiatan simpan pinjam yang dilakukan ini memang cukup bermanfaat, selain menambah pemasukan dari subak juga dapat menjaga kesehjateraan dari krama subak. Hal ini dikarenakan krama subak bisa memperoleh pinjaman, dan membayarnya saat panen tiba. Jika dikaitkan dalam Tri Hita Karana hal ini masuk ke ranah Pawongan. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Penganggaran Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dalam memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan memiliki pengaruh serta kontribusi dalam penyusunan target anggaran, hal ini sejalan dengan pendapat Milani (1975) bahwa partisipasi penganggaran adalah luasnya pengaruh, keterlibatan dan kontribusi manajer bawahan dalam penyusunan anggaran. Kelian Subak dan Bendahara memang yang terlibat langsung dalam penyusunan anggaran, namun hasilnya tetap dimusyawarahkan ke krama agar
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
mereka juga merasa dilibatkan dalam penganggaran ini. Jika dikaitkan dalam Tri Hita Karana ini termasuk Pawongan karena adanya hubungan antar krama subak. Jadi dalam partisipasi anggaran ini tetap yang diutamakan adalah kekeluargaan. Bendahara dan kelian subak memang yang bertugas menyusun anggaran, di sisi lain para krama juga harus dilibatkan, sehingga sampai sekarang tidak ada yang namanya konflik antara krama dengan pengurus subak mengenai masalah keuangan. Selain karena adanya keterbukaan, para krama juga percaya terhadap kelian maupun pengurus-pengurus yang lainnya. Konsep Keseimbangan antar Komponen Tri Hita Karana dalam Penganganggaran Subak Kaliculuk Tri Hita Karana, berasal dari bahasa sanskerta, dari kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera dan Karana berarti penyebab. Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia. Konsep ini muncul berkaitan erat dengan keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam bermasyarakat, juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi. Adapun unsur-unsur Tri Hita Karana ini meliputi: 1. Hubungan manusia Tuhannya; 2. Hubungan manusia sesamanya dan; 3. Hubungan manusia lingkungannya.
dengan dengan dengan
Subak adalah cerminan langsung dari filosofi dalam agama Hindu Tri Hita Karana (tiga penyebab kebaikan), yang mempromosikan hubungan yang harmonis antara individu dengan alam semangat (Parahyangan), dunia manusia (Pawongan), dan alam (Palemahan). Hal
ini akan menjadi menarik apabila kita telusuri lebih jauh bagaimana juga penganggaran yang di lakukan oleh subak karena adanya unsur-unsur Tri Hita Karana tersebut. Agar lebih jelas berikut adalah pemaparan dari masing-masing konsep budaya lokal Tri Hita Karana serta penganggarannya. a. Parahyangan Setiap orang pasti ingin mencapai suatu yang maksimal, maka dari itu untuk mencapai suatu yang maksimal seseorang harus berusaha, karena sesuatu yang maksimal haruslah diperoleh dari sebuah pengorbanan. Sama halnya dalam memuja Tuhan, sebagai manusia kita harus berbakti kepada Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Kegiatan Parahyangan dalam subak ini dilaksanakan dengan melakukan kegiatan pemujaan seperti pelaksanaan purnama dan tilem setiap bulannya, pelaksanaan Hari raya besar seperti Galungan, Kuningan, dan Nyepi, hingga kegiatan yang paling besar yaitu ngusabe. Ada juga kegiatan pemeliharaan dan pembangunan pura subak. Pelaksanaan kegiatan tersebut membutuhkan anggaran dana sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kelian subak, I Komang Cakra berikut “…Kami menganggarkan dana setiap tahun untuk kegiatan harihari raya sebesar 8 juta. Itu belum termasuk untuk ngusabe dan pemeliharaan maupun pembangunannya. Untuk kegiatan ngusabe kami anggarkan setiap 2 tahun dimana dana yang kira2 dihabiskan adalah sebesar 30 juta. Ada juga pembangunan pura subak yang kami anggarkan sebesar 50 juta, yang kami anggarkan langsung dari bantuan pemerintah…” Sesuai dengan penuturan dari kelian Subak, sudah sangat jelas bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh subak untuk Parahyangan setiap tahunnya adalah minimal 8 juta.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
b. Pawongan Pawongan adalah konsep tentang bagaimana membina hubungan harmonis antara sesama manusia. Sebagai seorang individu kita harus mampu mengendalikan diri untuk mencapai terwujudnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia karena di dalam diri kita masih tersimpan ego, serta memiliki rasa iri hati terhadap orang lain. Subak mewujudkan hal ini dalam bentuk interaksi antar krama subak. Tidak ada yang dibedabedakan dalam krama subak ini karena semuanya sama. Jika ada yang melanggar awig-awig akan dikenakan denda, mulai dari membayar uang sampai tidak mendapat air irigasi. Subak Kaliculuk menganggarkan kas subak untuk dijadikan sarana simpan pinjam bagi krama yang membutuhkan, agar bisa membantu krama subak yang kesulitan dana. c. Palemahan Palemahan adalah konsep hubungan manusia dengan alam, bagaimana manusia memperlakukan alam dan dimana dalam masyarakat tradisi masyarakat tradisional ini identik dengan berbagai bentuk ritual penghormatan pada segala bentuk ciptaan yang ada di alam. Terutama masyarakat Hindu di Bali memiliki cara khusus untuk mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih pada alam yaitu lewat Yajna. Di mana Yajna ditunjukan untuk para dewa yang diyakini bersemayam di berbagai sumber kehidupan yang terdapat di alam. Mengenai masalah hubungan dengan lingkungan dalam subak sudah tidak perlu ditanyakan lagi, karena setiap kegiatannya seperti pertanian dan perkebunan berhadapan secara langsung dengan lingkungan. Bisa dikatakan Palemahan inilah kegiatan utama dari subak. Penganggarannya untuk masalah lingkungan inipun,
dianggarkan cukup besar yaitu sebesar 50 juta pada tahun 2015.. Sebagian besar pelaksanaan Tri Hita Karana dalam Subak Kaliculuk memang persis seperti yang dijelaskan sebelumnya. Unsur-unsur di dalam Tri Hita Karana tersebut harus diaplikasikan secara utuh dan terpadu di dalam pengimplementasiannya. Unsur Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak ada yang menduduki porsi yang istimewa. Tri Hita Karana yang dilakukan haruslah seimbang. Seperti subak pada umumnya subak kaliculuk juga melaksanakan operasionalnya dengan berpedoman penuh pada Tri Hita Karana, termasuk pada penganggarannya. Sehingga pengganggaran yang dilakukan semestinya juga seimbang untuk masingmasing komponen Tri Hita Karana tersebut. Anggaran ini memang tidak seimbang jika dilihat dari konsep keseimbangan Tri Hita Karana yang menyatakan bahwa ketiga unsurnya harus seimbang, dikarenakan hal tersebut memang tidak seimbang dari segi pendanaannya. Penganggaran di sini juga cukup menarik, karena realisasi anggaran dari yang seharusnya sebesar 50 juta tersebut semuanya dilimpahkan untuk membangun gapura dari pura subak yang mana hal tersebut masuk ke dalam ranah Parahyangan. Kondisi ini mencerminkan antara penganggaran dan realisasi tidak sesuai. Menurut penuturan dari Bendahara subak, I Nyoman Merta “…Dana ini dianggarkan fleksibel jadi bisa digunakan untuk apa saja selama itu dalam kegiatan subak. Misalnya saja jika Parahyangannya sudah bagus yaa kita limpahkan dana ini kegiatan yang lain yang membutuhkan tidak mesti setiap tahun memaksakan dana itu untuk memenuhi unsur Tri Hita Karana…”
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
Alasan dana untuk Palemahan dilimpahkan ke Parahyangan yaitu dikarenakan Pura Subak sedang membutuhkan dana untuk pembangunannya sehingga dana yang sebesar 50 juta ini dilimpahkan kesana disamping sarana-sarana irigasi dari subak Kaliculuk juga cukup baik sehingga tidak akan banyak memakan banyak dana. Kesimbangan antar komponen Tri Hita Karana dalam Subak Kaliculuk sebenarnya sudah cukup terlihat dalam pelaksanaan Parahyangan, Pawongan, maupun Palemahan. Hal ini bisa diliat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subak seperti gotong royong yang rutin dilakukan, hari raya besar selalu diperingati, rapat-rapat rutin dilaksanakan, bahkan kegiatan simpan-pinjamnya terus dilakukan sampai sekarang. Perlu diketahui bahwa semua kegiatan tersebut mencerminkan unsur-unsur Tri Hita Karana dan tidak semuanya juga membutuhkan dana di dalam pelaksanaannya. Inti dari keseimbangan ini bukan pembagian dana untuk ketiganya namun pelaksanaan ketiganya. Menurut kelian subak, I Komang Cakra, “…Memang Tri Hita Karana adalah pedoman kami di dalam menjalankan operasional subak, tapi dana bukanlah tolak ukur kami untuk melaksanakan Tri Hita Karana tersebut. Intinya pada subak sudah melaksanakan kegiatan Tri Hita Karana Tersebut…” Benar yang dikatakan oleh kelian subak bahwa pelaksanaan unsur Tri Hita Karana tersebut tidak tergantung pada uang saja, memang sebagian besar dari pelaksanaannya itu membutuhkan dana tetapi dana itu tetap saja hanya sebagai pelengkap untuk melaksanakan Tri Hita Karana tersebut dan digunakan untuk halhal yang penting dan mendesak bagi subak. Banyak hal juga yang bisa dilakukan untuk memenuhi unsur-unsur Tri Hita Karana tersebut tanpa menggunakan dana, misalnya saja dengan menggunakan tenaga. Jadi sudah
jelas keseimbangan yang dimaksud oleh wiana di sini adalah, keseimbangan dalam pelaksanaan ketiganya, bukanlah keseimbangan dalam pembagian dana untuk ketiga unsur Tri Hita Karana. Pelaksanaan Tri Hita Karana juga tidak hanya bisa dilakukan dengan kegiatan fisik saja yang sebagian besar menggunakan dana di dalam pelaksanaannya, misalnya dalam hal Parahyangan bisa dengan meningkatkan kualitas diri serta saling menolong antar sesama mahluk ciptaan Tuhan juga sebagai salah satu jalan untuk menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan. Unsur Pawongan dapat ditunjukkan dengan pengendalian diri untuk menahan segala gejolak emosi dan keinginan di dunia ini. Apabila kita sebagai individu mampu untuk mengendalikan diri maka akan terwujudnya tat twam asi. Pengendalian diri dalam subak dicerminkan dengan hubungan antar krama yang saling mengasih satu sama lain dan pengendalian diri dari pengurus subak untuk mengeloala keuangan subak dengan baik. Hal itu sudah mereka tunjukkan, mereka ikhlas mengurusi subak Kaliculuk ini dengan ikhlas dan tidak dibayar. Unsur Palemahan juga dapat di wujudkan dengan sifat gotong royong. Kata gotong royong dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti bekerja bersama-sama (tolong-menolong, bantu-membantu) mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama. Gotong royong ini mengacu pada kegiatan untuk menjaga lingkungan subak, misalnya saja membersihkan aliran irigasi agar air irigasi tidak tersumbat. Gotong royong yang dilakukan pun tidak membutuhkan dana, cukup tenaga yang diberikan dari krama. Gotong royong seperti ini bukan hanya masuk ke ranah Palemahan namun juga masuk ke Pawongan karena adanya interaksi antar krama dalam melaksanakan gotong royong tersebut. Ini membuktikan bahwa hanya dengan kerja berarti sudah melaksanakan yang namanya unsur-unsur Tri Hita Karana tersebut. Tidak perlu baru ada dana saja baru bisa mencukupi unsur-unsur dari Tri Hita Karana.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bab sebelumnya telah dipaparkan secara mendetail berbagai permasalahan pokok maupun fenomena dari penelitian ini dan dikaitkan dengan jawaban-jawaban narasumber ataupun informan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, terkait penganggaran dalam Subak Kaliculuk dengan unsur-unsur Tri Hita Karana. Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut : 1. Subak merupakan cerminan dari konsep Tri Hita Karana karena semua kegiatannya mencerminkan dari ketiga unsur Tri Hita Karana entah itu Pawongan, Palemahan, dan Parahyangan. Hal ini menyebabkan kegiatan operasional yang dilakukan seperti penganggarannya pun dikaitkan dengan unsur Tri Hita Karana tersebut, sehingga ada anggaran Parahyangan, Pawongan, maupun Palemahan. Seluruh aktivitas yang mengenai masalah anggaran dari proses sampai pemasukanpemasukan dananya mengandung unsur-unsur Tri Hita Karana di dalamnya, misalnya rancangan anggaran yang harus disampaikan ke krama sehingga tercipta yang namanya unsur Pawongan, proses realisasi anggaran yang harus mencerminkan keadaan sebenarnya untuk menghindari kecurangan sebagai nurani dari pengurus subak yang percaya akan karma dari Tuhan yang masuk ke Parahyangan, dan pemberian bantuan dari pemerintah untuk mempertahankan lingkungan pertanian yang masuk Palemahan. 2. Unsur-unsur di dalam Tri Hita Karana harus dilaksanakan secara utuh dan terpadu. Unsur Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan tidak ada yang menduduki porsi yang istimewa. Tri Hita Karana yang dilakukan haruslah seimbang. Keseimbangan yang dimaksud di sini adalah keseimbangan dalam pelaksanaannya bukan keseimbangan dalam pembagian
dananya. Banyak hal yang bisa dilakukan tanpa menggunakan dana. Misalnya saja gotong royong yang dilakukan oleh subak, meskipun anggarannya tidak ada tapi unsur Palemahannya tetap terpenuhi. Begitu juga dengan unsur-unsur Tri Hita Karana yang lainnya. Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan terkait transparansi dan akuntabilitas pelaporan keuangan di dadia yaitu sebagai berikut. 1. Untuk menyelaraskan hubungan yang harmonis antara tuhan, sesama manusia dan lingkungan seharusnya pengimplementasian ajaran Tri Hita Karana diterapkan secara maksimal, bukan hanyan sekedar pelaksanaan fisik tapi juga pelaksanaan psikis dari masing-masing pribadi krama subak, 2. Sebaiknya untuk ke depannya, Subak Kaliculuk membuat laporan keuangan entah itu dari RAB sampai laporan pertanggung jawaban yang lengkap, dan disimpan agar yang membutuhkan dapat segera mengetahui informasinya, 3. Dalam membuat penganggaran sebaiknya jangan terlalu terpaku pada tahun-tahun sebelumnya apalagi untuk hal yang belum pasti agar tidak kelabakan saat dibutuhkan dana pada saat kondisi-kondisi yang mendadak. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Dana Bantuan Subak Akan Naik. Tersedia pada http://nasional.kompas.com/read/ 2008/02/28/07433194/dana.bant uan.subak.akan.naik. (diakses tanggal 20 Desember 2016) Atmadja, Anantawikrama Tungga, .... 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Undiksha Press. M.
Nafarin, 2004, “Penganggaran Perusahaan ”, Salemba Empat, Jakarta
Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa,
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol : 8 No. 2 Tahun 2017)
Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta. Provinsi
Bali. Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/L972 Tentang Irigasi
Pitana, I G. 1997. Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (Sebuah Deskripsi Umum). Dalam: Pitana, I G., editor. Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali, Sebuah Canangsari. Denpasar: Upada Sastra. Sutawan, N. 1986. “Struktur dan Fungsi Subak”. Makalah Seminar Peranan Berbagai Program Pembangunan dalam Melestarikan Subak. Bali: Universitas Udayana. Republik Indonesia. 2009. Undangundang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara. Wiana, I Ketut. 2004. Mengapa Bali disebut Bali?. Surabaya: Paramita. . 2007. Tri Hita Karana Menutut Konsep Hindu. Surabaya: Paramita Pitana, I G. 1997. Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (Sebuah Deskripsi Umum). Dalam: Pitana, I G., editor. Subak Sistem Irigasi Tradisional di Bali, Sebuah Canangsari. Denpasar: Upada Sastra