J. Sains & Teknologi, Agustus 2016, Vol.16 No.2 : 197 – 202
ISSN 1411-4674
RESPON MORFOFISIOLOGI, FENOLOGI, DAN PRODUKSI TANAMAN KOPI TERHADAP BERBAGAI NAUNGAN DALAM SISTEM AGROFORESTRI DI KABUPATEN ENREKANG The Responses of the Morphoficiology, Phenology and Production of Coffee Plants Towards the Various Shading in the Agro-Forestry System in Enrekang Regency
Suherman, Syamsuddin Millang, Laode Asrul Sistem-Sistem Pertanian, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar (E-mail :
[email protected])
ABSTRAK Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa sistem pengelolaan agroforestri di Kabupaten Enrekang umumnya cenderung didasarkan pada pengalaman bertani secara turun temurun, sedangkan bentuk-bentuk agroforestri yang diterapkan salah satunya adalah agrisilvikultur. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pohon naungan terhadap morfofisiologi, fenologi bunga dan buah, dan produksi tanaman kopi pada sistem agroforestri kopi di lahan petani. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terbagi atas tiga kelompok, yaitu Desa Patongloang, Desa Tongko, dan Desa Benteng Alla Utara. Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani di Kecamatan Baroko, Kabupaten Enrekang, yang telah menerapkan sistem agroforestri kopi. Perlakuan adalah dengan sistem agroforestri kopi dengan tiga tipe perlakuan, yakni naungan monokultur, naungan campuran, dan naungan legum. Parameter pengamatan terdiri atas karakter morfofisiologi (luas tajuk dan kerapatan stomata), fenologi (umur bunga dan buah), dan produksi kopi. Hasil penelitian menunjukkan luas tajuk, umur bunga, dan produksi berpegaruh tidak nyata. Terdapat beda nyata pada kerapatan stomata dan umur buah dengan menggunakan berbagai perlakuan naungan. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan naungan legum, baik karakter morfofisiologi maupun fenologinya terhadap produksi tanaman kopi. Keywords: fenologi dan produksi kopi, morfofisiologi, naungan, sistem agroforestri
ABSTRACT Based on the results of previous studies it is known that agro-forestry management systems in Enrekang generally tend to be based on farming experience from generation, while the forms of agro-forestry already applied is agrisilvikultur. This research aimed to investigate the effect of the shading trees on the morphoficiology, flower and fruit phenology, and production of coffee lants in the agro-forestry coffee system in the farmers’ lands. The research was conducted in the farmers’ land in Baroko Sub-District, Enrekang Regency which had applied the coffee agro-forestry system. The design used was the Group Random Design (GRD), where the groups consisted of three villages, namely Patongloang Village, Tongko Village, and North Benteng Alla Village. Three types of treatments were applied, namely the mono-culture shading, the mixed shading, and the legume shading. The observed parameters comprised the morphoficiology characters (wide canopy, and density of stomata), and phenology (flower and fruit age), and coffee production. The reserach results showed the wide canopy, flower age, production did not have a significant effect. Different shading treatment had produced significant differences at the density of stomata, and the fruit ages. It was found the best shading treatment was the legume shading treatment, which were shown either in the morphoficiology character or in the phenology character on the production of coffee plants. Keywords: agro-forestry system, morphoficiology, phenology and production coffee, shading
197
Suherman
ISSN 1411-4674
sedikit pembahasan tentang dampak terhadap lingkungan iklim mikro, utamanya terhadap kajian fisiologi, morfologi dan fenologi tanaman kopi menghasilkan dalam sistem agroforestri di lahan petani. Hal tersebut menjadi faktor kunci dalam menentukan apakah terjadi kompetisi atau terjadinya fasilitasi. Pengaruh naungan tersebut mengakibatkan perubahan kebutuhan cahaya dalam proses fotosintesis mengakibatkan adaptasi terhadap lingkungan iklim mikro dalam agroforestri. Salah satu daerah yang memiliki potensi terhadap hasil kopinya adalah Kabupaten Enrekang. Pertanaman kopi di Kabupaten Enrekang sudah menerapkan sistem agroforestri dengan berbagai introduksi tanaman penaung yang memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Bulan et al (2003), diketahui bahwa sistem pengelolaan agroforestri di Kabupaten Enrekang cenderung didasarkan pada pengalaman bertani secara turun temurun. Sedangkan bentuk-bentuk agroforestri yang diterapkan salah satunya adalah agrisilvikultur. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilaksanakan. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji karakter morfologi, fenologi dan produksi kopi menggunakan berbagai naungan dalam sistem agroforestri kopi di Kabupaten Enrekang.
PENDAHULUAN Sistem yang berkembang dalam budidaya kopi adalah sistem agroforestri. Adanya jenis pohon berinteraksi secara ekologis dan memiliki nilai ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya dapat meningkatkan masukan dan daur hara sehingga berpotensi lebih baik. Garcia-Barrios & Ong (2004), melaporkan dengan input rendah (low input) maka agroekosistem multispesies menjadi praktek pengelolaan terbaik untuk daerah tropis. Agroforestri menciptakan sistem agroekologi yang dimodifikasi oleh manusia untuk menghasilkan pangan, serat dan produk lainnya yang bernilai manfaat tersendiri. Introduksi pohon naungan pada sistem agroforestri oleh Matos et al (2009), memberi peran penting dalam adaptasi kopi dengan kondisi ternaungi terhadap laju respirasi dan titik kompensasi cahaya yang lebih rendah. Hal tersebut sangat berperan penting pada pertumbuhan dan produksi tanaman kopi dalam memenuhi kebutuhannya terhadap cahaya sebagai tanaman C3. Akibat perubahan tersebut akan melibatkan kemampuan spesies penyusun agroforestri untuk beradaptasi baik secara morfologi dan fisiologi terhadap berbagai kondisi iklim mikro, utamanya kemampuan tanaman kopi untuk beradaptasi. Pertumbuhan dan perkembangan pohon menyebabkan pergeseran relatif di tingkat naungan di bawah kanopi setiap spesies dari waktu ke waktu. Studi yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa perubahan yang signifikan terhadap fenologi daun dan struktur kanopi berlangsung di pohon-pohon yang sudah besar dengan bertambahnya usia secara signifikan pada gilirannya dapat mengubah tingkat cahaya di bawah kanopi (Augspurger & Bartlett, 2003 dalam Campbell, 2012). Umumnya hasil-hasil penelitian telah mengkaji kebutuhan sumber daya tanaman dan interaksi interspesifik dalam agroekosistem multispesies, namun
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang yang telah menerapkan sistem agroforestri kopi. Penelitian dilakukan dimulai bulan Mei 2014 sampai bulan Juli 2015. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tanaman kopi Arabika yang sudah menghasilkan, Kertas milimeter, Plastik kliper, Label sampel, Isolasi, dan Selulosa asetat. Sedangkan alat-alat yang 198
fenologi dan produksi kopi, morfofisiologi, naungan, sistem agroforestri
digunakan adalah alat ukur Lutron LM8000A 4 in 1 Meter (Lux meter dan thermometer), mikroskop, objek glass, cover glass, tali, pinset, GPS, gunting, parang, jangka sorong, meteran, dan alat tulis menulis.
ISSN 1411-4674
buah diperoleh hasil berpengaruh nyata pada taraf 5% (Tabel 2). Tabel 2. Rerata pengamatan kerapatan stomata dan umur buah tanaman kopi
Metode dan Analisa Data Penelitian disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), kelompok terdiri dari tiga desa, yaitu (1) Desa Patongloang, (2) Desa Tongko, dan (3) Desa Benteng Alla Utara. Penelitian menggunakan perlakuan naungan dengan sistem agroforestri yang terdiri dari 3, yaitu (1) naungan legum, (2) naungan campuran, (3) naungan monokultur. Kriteria yang digunakan untuk setiap plot berdasarkan kerapatan penaung yang relatif sama, atau menggunakan lux meter untuk mengukur intensitas cahaya pada tiap naungan. Luas plot menggunakan ukuran standar dengan luas 20 x 20 m. Bila perlakuan berpengaruh nyata, maka analisis dilanjutkan dengan uji BNT.
Perlakuan naungan campuran berbeda nyata dengan perlakuan naungan monokultur dan legum pada pengamatan kerapatan stoamata, sedangkan umur buah pada perlakuan naungan campuran tidak berbeda nyata dengan perlakuan naungan legum tetapi berbeda nyata dengan perlakuan naungan monokultur. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa pada parameter morfofisiologi yaitu luas tajuk dan kerapatan stomata dengan menggunakan perlakuan naungan campuran diperoleh nilai rerata tertinggi dibanding dengan perlakuan lainnya. Rerata tertinggi untuk karakter fenologi yaitu umur bunga dan buah kopi terdapat pada perlakuan naungan legum. Demikian pula untuk rerata produksi (kg/tanaman) tertinggi pada perlakuan naungan legum. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan berbagai naungan memberi hasil yang berbeda terhadap karakter morfofisiologi, fenologi dan produksi tanaman kopi. Secara umum pertumbuhan luas tajuk pada tiap perlakuan terdapat perbedaan. Penggunaan dengan berbagai naungan memberi hasil yang berbeda terhadap luas tajuk tanaman kopi, diperoleh luas tajuk terbesar pada naungan perlakuan campuran dan legum. Penggunaan naungan campuran dan legum diperkirakan cukup baik bagi berlangsungnya proses-proses fisiologi tanaman. Proses fisiologi tersebut akan
HASIL Hasil analisis ragam pengamatan pada luas tajuk, indeks luas daun, umur bunga, dan produksi tanaman kopi diperoleh hasil berpengaruh tidak nyata (Tabel 1). Tabel 1. Rerata pengamatan luas tajuk, umur bunga, dan produksi tanaman kopi
Luas tajuk terbesar diperoleh pada perlakuan naungan campuran, sedangkan terkecil pada perlakuan naungan monokultur. Umur bunga dan produksi per tanaman terbesar pada perlakuan naungan legum, yang terendah pada perlakuan naungan campuran. Pengamatan kerapatan stomata dan umur
199
Suherman
ISSN 1411-4674
meningkatkan kemampuan daun untuk menghasilkan asimilat bagi pertumbuhannya. Penelitian Sobari et al (2012), diperoleh hasil tajuk tebesar adalah dengan menggunakan penaung gliricidia. Penggunaan penaung dari tanaman gliricidia memungkinkan intensitas sinar matahari terdistribusi dan terserap secara baik dan merata oleh tanaman kopi. Perbedaan besarnya luas tajuk antara tiap perlakuan juga lebih dipengaruh oleh manajemen pengelolaan tanaman, utamanya pemangkasan. Umumnya tanaman kopi yang ternaungi dengan naungan campuran cenderung tidak dilakukan pemangkasan oleh petani setempat. Hasil penelitian sebelumnya diperoleh adanya interaksi antara tanaman kopi dengan jenis-jenis tanaman penaung yang dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan tumbuh, karakteristik dan atau perbedaan varietas tanaman, serta perbedaan manajemen pengelolaan kebun (Dossa et al., 2008; Sobari et al., 2012). Naungan dengan perlakuan campuran diperoleh luas tajuk terbesar. Intensitas penaung yang berbeda akan berpengaruh terhadap fisiologis tanaman. Hasil analisis pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanaman (Suherman et al., 2012). Kerapatan stomata dalam satuan luas menunjukkan berapa jumlah stomata pada daun. Kepadatan stomata dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan intensitas cahaya (Iriawati, 2009). Nilai kepadatan stomata pada daun karena pengaruh intensitas cahaya berkaitan dengan modifikasi anatomi daun. Perbedaan intensitas cahaya yang diterima daun akan mengakibatkan perbedaan karakter daun (Pompelli et al., 2010). Kerapatan stomata yang dihasilkan sebagai akibat aklimatisasi akan memodifikasi ukuran sel daripada jumlah sel. Tanaman akan mendeteksi vegetasi naungan, seperti pengurangan rasio cahaya merah dengan merah jauh dari cahaya yang masuk melalui kanopi
(Garcia et al., 2014). Tekanan daun dan atmosfer yang berbeda mempengaruhi jumlah sel dan ukuran daun (Murphy et al., 2014). Zakaria (2010), mengungkapkan bahwa kerapatan stomata tidak berubah selama masa pertumbuhan, namun ukuran dan poripori stomata akan berubah. Utomo (2011), mengungkapkan bahwa tanaman dibawah naungan lamtoro memiliki nilai daya hantar lebih tinggi karena intensitas cahaya yang diterima lebih besar. Pembukaan stomata tanaman kopi yang termasuk tipe fotosintesis C3 peka terhadap intensitas cahaya tinggi. Begitupula hasil penelitian Yulianti et al (2007), menunjukkan bahwa terjadi interaksi nyata antara berbagai tingkat naungan. Pertumbuhan bunga pada perlakuan legum lebih lama berselang 1 hari dibanding dengan perlakuan lainnya. Rahardjo (2013), mengemukakan bahwa pembentukan primordia bunga dirangsang oleh perbedaan suhu harian antara temperatur maksimum (pagi) dan temperatur minimum (malam). Lamanya pertumbuhan bunga pada perlakuan legum lebih dipengaruhi oleh jenis naungan. Hasil penelitian Utomo (2011), dengan menggunakan naungan lamtoro diperoleh intensitas cahaya dan suhu udara maksimum siang hari lebih tinggi. Apabila amplitudo temperatur terlalu kecil (cuaca selalu mendung atau naungan terlalu gelap), pembentukan primordia bunga akan berkurang. Naungan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan buah kopi. Rahardjo (2013), mengemukakan bahwa terdapat perbedaan besar biji dan rendemen berdasarkan kondisi iklim pertanaman. Besar biji kopi dan rendemen menunjukkan adanya korelasi positif terhadap ketinggian tempat karena temperatur semakin rendah dengan semakin tingginya tempat. Berdasarkan produksi kopi pada tiap perlakuan, diperoleh produksi kopi terendah adalah perlakuan naungan campuran, sedangkan rerata luas tajuk 200
fenologi dan produksi kopi, morfofisiologi, naungan, sistem agroforestri
pada naungan campuran adalah yang terluas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa beberapa spesies tanaman tertentu dapat memberi dampak yang relatif lebih sukar dikendalikan sehingga memimbulkan masalah persaingan air, unsur hara maupun kebutuhan cahaya matahari (Suwarto & Octavianty, 2010). Diduga pada penggunaan naungan multistra yang menggunakan beberapa jenis tanaman kehutanan mengakibatkan terjadinya kompetisi sehingga produksinya kecil. Produksi pada perlakuan naungan legum diperoleh hasil yang lebih besar dibanding dengan perlakuan lainnya. Adanya tanaman penaung dari golongan legum seperti lamtoro (Leucaena sp.) dan gamal (Gliricidia sepium) membuktikan bahwa legum memberi kontribusi terhadap kesuburan tanah pada lahan pertanaman. Rachman et al (2006), melaporkan bahwa tanaman legum mempunyai kandungan hara (utamanya nitrogen) yang relatif lebih tinggi, selain itu legum sebagai sumber pupuk hijau adalah karena sisa tanamannya relatif lebih mudah terdekomposisi. Dengan demikian penyediaan haranya menjadi cepat. Penelitian Campanha et al (2004), diperoleh hasil kopi dengan penaung yang tidak dipangkas lebih rendah dibandingkan dengan penaung yang memungkin untuk dipangkas. Sedangkan penelitian Prawoto (2008), dengan menggunakan penaung legum diperoleh hasil optimum, sedang penggunaan penaung pohon industri terjadi penurunan hasil kopi.
ISSN 1411-4674
Diperlukan penelitian lanjutan, khususnya lama berbunga dan berbuah tanaman kopi dalam satu periode atau siklus. DAFTAR PUSTAKA Bulan R., Nurkin B., & Millang S. (2003). Studi Sistem Agroforestri di Desa Buntu Pema Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan. Kompilasi Abstrak Agroforestri di Indonesia, hal. 22. Campanha M.M., Santos H.S., de Freitas G.B., Martinez H.E.P., Garcia S.L.R., & Finger F.L. (2004). Growth and Yield of Coffee Plants in Agroforestry and Monoculture System in Minas Gerais, Brazil. Agroforestry Systems, 63:75-82. Campbell L. (2012). Biophysical Drivers of Tree Crop Performance in Shade Agroforestry Systems: The Case of Coffee in Costa Rica. Department of Geography, University of Toronto. Dossa E. L., Fernandez E.C.M., & Reid W.S. (2008). Above and Belowground Biomass, Nutrient and Carbon Stocks Contrasting an OpenGrown and A Shaded Coffee Plantation. Agroforestry Syst. 72:103-115. Garcia J.F.M., Gallemi M., Contreras M.J.M., Llorente B., Bevilaqua M.R.R., & Quail P.H. (2014). The Shade Avoidance Syndromein Arabidopsis: The Antagonistic Role of Phytochrome A and B Differentiates Vegetation Proximity and Canopy Shade. PLoS One, 9(10): e109275. Diakses 31 Agustus 2015. Available from: http://search.proquest.com. Garcia-Barrios L. & Ong C. (2004). Ecological Interactions, Management Lessons and Design Tools in Agroforestry Systems. Agroforestry Systems, 61:221-236. Iriawati. (2009). Materi Kuliah Struktur dan Fungsi Daun. SITH. Bandung: ITB.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan naungan legum cenderung lebih baik dibanding perlakuan lainnya baik karakter morfofisiologi maupun fenologinya terhadap peningkatan produksi tanaman kopi. Untuk memperoleh produksi kopi yang optimal dengan sistem agroforestri sebaiknya menggunakan naungan legum. 201
Suherman
ISSN 1411-4674
Matos F., Wolfgramm R., Goncalves F., Cavatte P., Ventrella M., & DaMatta F. (2009). Phenotypic Plasticity in Response to Light in The Coffee Tree. Environmental and experimental biology, 67(2): 421427. Murphy M.R.C., Jordan G.J., & Brodribb T.J. (2014). Acclimation to humidity modifies the link between leaf size and the density of veins and stomata. Plant, Cell and Environment, 37(1): 124-131. Pompelli M.F., Martins S.C.V., Celin E.F., Ventrella M.C., & DaMatta F.M. (2010). Whats is The Influence of Ordinary Epidermal Cells and Stomata on The Leaf Plasticity of Coffee Plants Grown Under FullSun and Shady Conditions?. Braz. J. Bio., 70(4): 1083-1088. Prawoto A. (2008). Hasil Kopi san Siklus Hara Mineral dari Pola Tanam Kopi dengan Berbagai Spesies Tanaman Kayu Industri. Pelita Perkebunan, 24(1): 1-21. Rachman A., Dariah A., & Santoso D. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati: 3. Pupuk Hijau. Editor: R.D.M. Simanungkalit, D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, & W. Hartatik. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal. 4158.
Rahardjo P. (2013). Kopi: Panduan Budi Daya dan Pengelolaan Kopi Arabika dan Robusta. Cetakan kedua. Jakarta: Penebar Swadaya. Sobari I., Sakiroh & Purwanto E.H. (2012). Pengaruh Jenis Tanaman Penaung Terhadap Pertumbuhan dan Persentase Tanaman Berbuah pada Kopi Arabika Varietas Kartika 1. Buletin Ristri, 3(3): 217-222. Suherman, Rahim I., & Akib M.A. (2012). Aplikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill). J. Galung Tropika, 1(1): 1-6. Suwarto & Octavianty Y. (2010). Budi Daya Tanaman Perkebunan Unggulan. Jakarta: Penebar Swadaya. Utomo S.B. (2011). Dinamika Suhu Udara Siang-Malam Terhadap Fotorespirasi Fase Generatif Kopi Robusta di Bawah Naungan yang Berbeda pada Sistem Agroforestry (Skripsi). Jember: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Univ. Jember. Yulianti, Fitry D., Alnopri & Prasetyo. (2007). Penampilan Bibit PreNursery 10 Kopi Arabusta pada Beberapa Tingkat Naungan (Tesis). Fakultas Pertanian, UNIB. Zakaria B. (2010). Stimulan CO2 Terhadap Fotosintesis dan Cekaman Tanaman. Cetakan pertama. Makassar: Kretakupa Print.
202