J. Sains & Teknologi, April 2016, Vol.16 No.1 : 81 – 86
ISSN 1411-4674
EFEKTIVITAS Beauveria bassiana DAN Penicillium sp. DALAM PENGENDALIAN Hypothenemus Hampei Ferr. PADA TANAMAN KOPI The Effectiveness of Beauveria Bassiana and Penicillium sp. in the Control of Hypothenemus Hampei Ferr. in Coffee Plants M. Hendry N1, Itji Diana Daud2, Nurariaty Agus2 1
Hama dan Penyakit Tumbuhan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 2Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar (E-mail:
[email protected])
ABSTRAK Organisme pengganggu tumbuhan yang merugikan produksi tanaman kopi adalah Hypothenemus hampei Ferr. (penggerek buah kopi). Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas cendawan Beauveria bassiana dan Penicillium sp., dalam mengendalikan hama penggerek buah kopi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei–Agustus 2015 di laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dan pada perkebunan kopi di kabupaten Jeneponto. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Terdapat 5 perlakuan aplikasi yaitu aplikasi cendawan B. bassiana; aplikasi cendawan Penicillium sp.; aplikasi cendawan B. bassiana + aplikasi cendawan Penicillium sp.; sesuai kebiasaan petani dan kontrol. Pengamatan lapangan yaitu persentase buah terserang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah terserang penggerek buah kopi paling tinggi pada perlakuan sesuai kebiasaan petani, kemudian Kontrol, B. bassiana+Penicillium sp., Penicillium sp. dan paling rendah pada perlakuan B. bassiana. Kata Kunci: Agens Pengendali Hayati, B. bassiana, Penicillium sp., Penggerek Buah Kopi ABSTRACT The Plant Pest Organisms which is detrimental to the production of coffee plants are Hypothenemus hampei Ferr. (coffee fruit borer). This research aimed to investigate the effectiveness of the Beauveria bassiana and Penicillium sp.,fungi, in the control of Hypothenemus hampei Ferr. in coffee plants. The research was conducted from May through August, 2015 in the laboratory of the Department of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University and in the coffee plantations in Jeneponto Regency. The research used the randomized block design and applied five treatments, namely the application of the B. bassiana fungi, the application of the Penicillium sp . fungi, the application of the combination of the B. bassiana and Penicillium sp. fungi, and the application tfo the traditional treatment control usually used by the farmers. The field consisted of 1 parameters, namely the calculation of the percentages of the infected fruit. The research results indicated that the highest number of the fruit infected by the coffee borers was in the group treated according to the farmers’ traditional habits followed by the control group, B. bassiana + Penicillium sp. group , Penicillium sp. group, and lowest number was in the B. bassiana treatment group. Keywords: Biological Control Agents, B. bassiana, Penicillium sp., Coffee Fruit Borers
dari dua jenis tanaman kopi arabika dan robusta. Pertanaman kopi Sulawesi Selatan di sentrakan pada beberapa kabupaten yaitu Enrekang, Tana Toraja,
PENDAHULUAN Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki aset perkebunan kopi terbaik di Indonesia
81
M. Hendry N
ISSN 1411-4674
Gowa, Bantaeng, Sinjai dan Bone. Daerah tersebut memiliki letak geografis yang sangat baik bagi perkembangan dan peningkatan produksi tanaman kopi di Sulawesi Selatan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik provinsi Sulawesi Selatan (Anonim, 2014)a, kontribusi produksi kopi tahun 2011 secara nasional sebesar 10.343 ton dengan luas area 26.440 hektar. Pada tahun 2013 produksi kopi sebesar 9.862 ton dengan luas area 24.526 hektar. Usaha peningkatan produksi tanaman kopi di Sulawesi Selatan terkendala oleh beberapa faktor antara lain tanaman yang sudah tua dan gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (Susilo, 2008). OPT yang merugikan produksi tanaman kopi antara lain Hypothenemus hampei Ferr. (penggerek buah kopi (PBKo)). Kerusakan yang ditimbulkan imago betina dengan membuat lubang gerekan pada buah disekitar diskus. Buah kopi matang dengan endosperm biji telah mengeras dijadikan untuk mendapatkan nutrisi dan sebagai tempat berkembang biak. Buah kopi muda biasanya digerek pada permukaan buah menyebabkan perubahan warna dan buah menjadi gugur. Di provinsi Sulawesi Selatan dari data tahun 2012 pada sentra pertanaman kopi kabupaten Jeneponto, tingkat intensitas serangan hama PBKo sebesar 22,18% dari luas area 2.443,25 hektar dengan produksi 1.342,416 ton, serangan hama tergolong ringan tetapi perlu dilakukan pengendalian untuk menghindari populasi yang lebih tinggi (Anonim, 2013)b. Pada kasus lainnya di provinsi Jawa Timur intensitas serangan hingga mencapai 33% dari luas areal tanam 110 ribu hektar dengan hasil produksi mencapai 60 ribu ton (Anonim, 2013)c. Di Indonesia serangan diperkirakan lebih dari 20% menyerang pada perkebunan kopi rakyat yang luas pertanamannya sekitar 90% atau 1.250.000 hektar dengan total produksi kopi 676.476 ton dari 1.295.000 hektar. Wiryadiputra (2008), mengasumsikan kehilangan hasil akibat hama PBKo lebih
dari 10% per tahun atau sebesar 50 kg/Ha. Berdasarkan fenomena tersebut, maka perlu usaha–usaha pengendalian. Selama ini pengendalian hama tersebut umumnya menggunakan pestisida sintetik namun banyak efek sampingnya. Dapat di pahami era zaman sekarang permintaan biji kopi dunia cenderung mengarah pada budidaya kopi tanpa menggunakan pupuk anorganik buatan pabrik dan pengelolaan OPT tanpa menggunakan pestisida kimia (Zaenudin & Martadinata, 2000). Pengendalian hama PBKo dengan pendekatan ramah lingkungan seperti penggunaan cendawan entomopatogen sebagai fungsi agens pengendali hayati sangat tepat. Di Kolombia, penggunaan Beauveria bassiana pada perkebunan kopi, merupakan penyebab utama mortalitas hama PBKo sekitar 80% (Baker & Duque, 2003). Dilihat dari kondisi lingkungan mikro tanaman perkebunan di Sulawesi Selatan sangat mendukung perkembangan epizootik cendawan-cendawan entomopatogen. Nurariaty (2006), melaporkan bahwa beberapa cendawan entomopatogen yakni B. bassiana, Aspergillus sp., Gliocephalis sp., Fusarium sp. Dan Penicillium sp. ditemukan pada ekosistem pertanaman kakao di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu maka perlu penelitian untuk mengetahui efektifitas cendawan entomopatogen B.bassiana yang sudah diketahui potensinya dan Penicillium sp., yang belum pernah dilakukan di pertanaman kopi. Diharapkan bahwa kedua cendawan entomopatogen tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendali hayati PBKo pada tanaman kopi. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas cendawan B. bassiana dan Penicillium sp. dalam mengendalikan hama PBKo. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan Laboratorium Jurusan Hama 82
di dan
Agens Pengendali Hayati, B. bassiana, Penicillium sp.
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin dan pada perkebunan kopi di kabupaten Jeneponto. Pelaksanaannya dimulai Mei 2015 hingga Agustus 2015.
ISSN 1411-4674
Metode Pelaksanaan Setelah biakan cendawan pada media tumbuh terbentuk, maka cendawan B. bassiana dalam media jagung dan Penicillium sp. dalam media dedak, diambil masing-masing sebanyak 1 kg untuk disuspensikan kedalam 20 liter air. Biakan dicampur dengan aquades dan diaduk dengan magnetic stirrer kemudian disaring. Hasil saringan kemudian dihitung kerapatan spora/konidianya dan disesuaikan dengan kerapatan spora/konidia yang akan digunakan dengan menggunakan hemositometer.
Perbanyakan isolat cendawan entomopatogen Isolat B. bassiana yang diperoleh dari koleksi Prof.Dr.Ir.Itji Diana Daud MS. sedangkan isolat Penicillium sp., yang diperoleh dari koleksi Prof. Dr. Ir. Nurariaty Agus, MS. Kedua jenis cendawan tersebut masing-masing diinokulasikan ke media Potato Dextrose Agar (PDA) kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama kurang lebih 7 (tujuh) hari.
Untuk menghitung konsentrasi spora/konidia digunakan rumus : K = t x 10⁶ (nx0,25) Keterangan: K = Konsentrasi spora/konidia per ml larutan, t = Jumlah total spora/konidia dalam kotak perhitungan, n = Jumlah kotak hitung yang diamati dalam hemositometer, 0,25 = Volume suspensi dalam hemositometer, 106 = Konstanta
Perbanyakan B. bassiana Digunakan jagung pecah (varietas pulut lokal) sebagai media tumbuh cendawan B.bassiana ditambahkan 1 % gula pasir. Disterilkan ke dalam autoclaf selama 1 jam pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm, lalu didinginkan selama 12 jam. Selanjutnya dimasukkan biakan murni cendawan B.bassiana isolat yang berumur 7 hari dengan menggunakan cork borer berdiameter 1 cm sebanyak 2 potong kedalam 1 kantong media jagung dan diinkubasikan dengan kondisi tidak bercahaya selama 10 hari pada suhu ruang.
Aplikasi cendawan entomopatogen dilakukan di pertanaman kopi milik petani untuk masing-masing aplikasi. Percobaan dilakukan pada lokasi pertanaman kopi yang luasnya kurang lebih 0,50 ha. Pada pertanaman dipilih sebanyak 8 pohon contoh secara acak setiap aplikasi. Total pohon contoh untuk aplikasi yaitu 40 pohon contoh dan jarak antara pohon contoh kurang lebih 3-6 m (disesuaikan dengan kondisi jarak tanam dilapangan). Pengamatan persentase buah terserang pada setiap pohon sampel dipilih empat cabang sampel sesuai arah mata angin kemudian diberi tanda. Aplikasinya adalah: P1= aplikasi cendawan B. bassiana; P2= aplikasi cendawan Penicillium sp.; P3= aplikasi cendawan B. bassiana dan aplikasi cendawan Penicillium sp.; P4= sesuai kebiasaan petani dan P5= tanpa aplikasi
Perbanyakan Penicillium sp. Pada percobaan ini digunakan dedak padi sebagai media tumbuh cendawan Penicillium sp., ditambahkan kitin. Disterilkan ke dalam autoclaf selama 15 menit pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm, lalu didinginkan. Selanjutnya dimasukkan biakan murni cendawan Penicillium sp., isolat yang berumur 15 hari dengan menggunakan cork borer berdiameter 1 cm sebanyak 1 potong pada bagian tengah plastik dan diinkubasikan selama 30 hari pada suhu ruang.
83
M. Hendry N
ISSN 1411-4674
cendawan entomopatogen (kontrol). Denah percobaan dapat dilihat pada Gambar 1. Penyemprotan suspensi masing-masing cendawan pada konsentrasi 106 dengan menggunakan handsprayer secara merata keseluruh buah kopi pada pohon contoh. Aplikasi cendawan entomopatogen dilakukan pada sore hari pada minggu kedua dengan interval waktu dua minggu sebanyak empat kali. Pengamatan awal dilakukan sebelum aplikasi dan dilanjutkan pada saat tujuh hari setelah aplikasi hingga sembilan minggu dengan interval waktu satu minggu.
PBT dilakukan dengan menghitung jumlah buah terserang dan jumlah buah pada pohon sampel. =
ℎ
ℎ
ℎ
ℎ
100
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data dari lapangan ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan analisis Uji (F hitung) dengan taraf 5% dan 1 % untuk mengetahui adanya pengaruh setiap perlakuan. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji DMRT 5% dan 1 %.
Rata-rata Persentase buah terserang (%)
Gambar 1. Rata-rata persentase buah terserang PBKo selama pengamatan 20 15 10 5 0
Perlakuan
Tabel 1. Rata-rata Persentase Buah Terserang PBKo Perlakuan
1
Buah terserang (%) pada pengamatan ke2* 3 4* 5 6* 7
B. bassiana Penicillium sp. 4,51 10,74 22,45 23,32 26,09b 13,12 b 12,17 B. b 8,21 6,73 20,31 30,94 23,02 15,42 b 13,77 bassiana+Penicillium b 6,32 12,39 22,63 36,46 23,94 11,87 b 16,82 sp. 4,20 10,99 26,35 37,30 39,03a 25,08 a 15,09 Sesuai Kebiasaan a 6,74 11,56 22,12 28,63 38,87 24,60 a 17,36 Petani Kontrol Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama, nyata pada taraf 0,05, dan 0,01dengan Uji Jarak Duncan (DMRT). *) Aplikasi cendawan entomopatogen
84
8*
9
5,21 3,17 4,89 6,29 2,88
1,32b 2,85b 1,35b 9,39a 1,27b
berbeda
Agens Pengendali Hayati, B. bassiana, Penicillium sp.
ISSN 1411-4674
saat pengujian, selama berlangsungnya penelitian suhu dan kelembaban lokasi percobaan rata-rata pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus 2015 berada pada kisaran 26 - 34 °C dan kelembaban udara 69 - 89 % (Anonim, 2015). Menurut Susilo (2008), Kopi Arabika dapat berkembang baik kondisi suhunya berkisar antara 15 OC hingga 24 OC. Diketahui juga perkembangan buah kopi yang tidak serentak, sehingga musim panen biasanya mulai bulan Mei-Juni dan berakhir pada bulan Agustus-September (Ridwansyah, 2003). Hasil pengamatan setiap perlakuan aplikasi cendawan entomopatogen menunjukkan rata-rata buah terserang yang lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan sesuai kebiasaan petani dan kontrol. Akibat dari kemampuan Infeksi cendawan entomopatogen pada hama biasanya mengakibatkan perlambatan pergerakan sehingga dapat mengurangi daya rusak dari hama tersebut (Wahyudi, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, cendawan entomopatogen B. bassiana dan Penicillium sp. yang diaplikasikan secara tunggal dan bersamaan cenderung berbeda tidak nyata. Hal ini berarti bahwa cendawan entomopatogen tersebut dapat digunakan sebagai agens pengendalian hayati untuk pengendalian hama PBKo.
HASIL Rata-rata persentase buah terserang PBKo untuk setiap pengamatan tertera pada Tabel 1. Terlihat bahwa persentase buah terserang pada pengamatan minggu ke 1,2,3,4,7, dan 8 berbeda tidak nyata, sedangkan pada pengamatan ke-5,6 dan 9 adalah berbeda nyata. Secara umum dapat dikemukakan bahwa persentase buah terserang cenderung semakin meningkat hingga pengamatan ke-6 dan selanjutnya turun sampai akhir pengamatan. Jika diperhatikan dari waktu ke waktu, tampaknya persentase buah terserang relatif lebih tinggi pada perlakuan sesuai kebiasaan petani dan paling rendah pada pohon yang diaplikasi cendawan B. bassiana. Rata-rata persentase buah terserang PBKo selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1, terlihat bahwa ratarata persentase buah kopi terserang paling tinggi pada perlakuan sesuai kebiasaan petani (19,30 %), kemudian Kontrol (17,11 %), B. bassiana+Penicillium sp. (15,18 %), Penicillium sp. (13,82%). Dan paling rendah pada perlakuan B. bassiana (13,21 %). PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan buah terserang PBKo untuk perperlakuan dari waktu pengamatan 1 dan 2 sebelum aplikasi serta setelah aplikasi pada pengamatan ke 3, 4 dan 5 yang dilakukan pada bulan Mei dan Juni belum menunjukkan penurunan buah terserang, ini dimungkinkan adanya ketersediaan buah kopi yang melimpah. Selanjutnya pada pengamatan 6,7,8 dan 9 menunjukkan penurunan buah terserang pada setiap perlakuan. Penurunan buah terserang dapat diakibatkan oleh pengaruh dari perlakuan aplikasi cendawan entomopatogen yang menginfeksi dan memperlambat gerak dari hama PBKo. Selain itu penurunan buah terserang dapat diakibatkan oleh kondisi iklim dan suhu yang terjadi pada
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan Rata-rata persentase buah terserang PBKo paling tinggi pada perlakuan sesuai kebiasaan petani (19,30 %), kemudian Kontrol (17,11 %), B. bassiana+Penicillium sp. (15,18 %), Penicillium sp. (13,82%) dan paling rendah pada perlakuan B. bassiana (13,21 %). Disarankan untuk keefektifan perlakuan pengendalian PBKo sebaiknya dilakukan sebelum musim panen awal tiba.
85
M. Hendry N
ISSN 1411-4674
Peneltian Seri Hayati Vol 9 No.2 : 94-180. Ridwansyah. (2003). Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas SumatraUtara. Susilo A.W. (2008). Ketahanan Tanaman Kopi (Coffea spp.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.).Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember. Wahyudi P. (2008). Enkapsulasi Propagul Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana Menggunakan Alginat Dan Pati Jagung Sebagai Produk Mikoinsektisida. Pusat Teknologi Bioindustri–BPPT. Wiryadiputra. (2008). Hypotan Senyawa Penarik Hama Penggerek Buah Kopi Dalam Rangka Pengendalian yang Efisien dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. Zaenudin & Martadinata (2000). Tantangan dan strategi pengembangan agribisnis kopi di Indonesia memasuki abad ke-21. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 16, 189—197.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2014)a. Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka Tahun 2014. Badan Pusat Statistik provinsi Sulawesi Selatan. Anonim. (2014)b. Laporan Pemantauan Daerah Sebar OPTK Kabupaten Jeneponto Tahun 2014. Balai Besar Karantina Pertanian Makassar. Anonim. (2014)c. Data Bidang Proteksi. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Anonim. (2015). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, provinsi Sulawesi Selatan. Baker P.S. & Duque O.H. (2003). The socio economics of coffee berry borer IPM. Chinchiná, The Commodities Press CABICENICAFÉ, 2003. 105 p. Nurariaty A. (2006). Identifikasi Cendawan Entomopatogen dan Peranannya Sebagai Agens Hayati Pupa Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) (Lepidoptera : Gracillariidae)di Pertanaman Kakao. Buletin
86