29
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan luas stomata daun yang bervariasi. Besarnya luas stomata yang diamati dan diukur pada 8 jenis tanaman berkisar antara 834,27 – 17.141,87 µm2. Ukuran stomata kecil < 1.000 µm2, stomata sedang 1000 – 10.000 µm2 dan stomata besar > 10.000 µm2. Tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata besar adalah flamboyan (17.141,87 µm2), gamal (15.445,82 µm2), ukuran stomata sedang adalah petai (4.438,77 µm2), asam jawa (4.917,83 µm2), lamtoro (2.504,47 µm2) dan sengon (1.560,33 µm2), sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam ukuran stomata kecil adalah, saga (933,06 µm2) dan kaliandra (834,27 µm2). Tabel 3. Ukuran luas stomata pada daun No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Tanaman Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Luas Stomata (µm2) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 17.453,93 17.472,99 16.498,70 16.523,63 13.114,71 16.699,13 4.274,70 4.971,59 5.507,19 935,29 876,10 987,78 2.945,76 2.471,57 2.096,08 4.494,49 4.368,69 4.453,14 1.401,98 1.685,25 1.593,76 966,52 841,60 694,69
Ratarata 17.141,87 15.445,82 4.917,83 933,06 2.504,47 4.438,77 1.560,33 834,27
Keterangan : satuan luas stomata adalah micrometer persegi (µm2)
Dari hasil pengukuran stomata terhadap 8 jenis tanaman, flamboyan mempunyai ukuran luas stomata yang paling besar yaitu 17.141,87 µm2, dan kaliandra mempunyai ukuran luas stomata paling kecil yaitu 834,27 µm2. Besar kecilnya ukuran stomata ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari masingmasing tanaman tersebut, sehingga ukurannya bervariatif. Respirasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan energi dari bahanbahan organik, dapat berlangsung secara efisien dalam sel. Dalam pengertian yang dangkal, respirasi adalah kebalikan dari proses fotosintesis. Pernapasan pada tanaman setelah tanaman melakukan proses fotosintesis, dimana untuk melakukan proses respirasi ini tanaman mengambil oksigen (O2) dari udara melalui mulut
30
daun atau stomata, kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk carbon dioksida (CO2), sehingga proses respirasi diduga mempunyai peranan dalam penyerapan berbagai gas dari udara oleh tanaman. Respirasi yang paling optimal terjadi pada malam hari atau pada kondisi gelap, sehingga pengukuran laju respirasi pada tanaman dilakukan pada malam hari dengan tujuan untuk mendapatkan nilai respirasi yang paling optimal. Hasil pengukuran laju respirasi pada masing-masing spesies tanaman menunjukkan bahwa, kecepatan tanaman dalam melakukan respirasi sangat berbeda tergantung dari kemampuan tanaman itu sendiri. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada malam hari, yaitu pada jam 19.00, 20.00 dan 21.00 WIB. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan proses laju respirasi yang sebenarnya, karena respirasi yang paling besar terjadi pada malam hari setelah tanaman melakukan proses fotosintesis. Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 8 jenis tanaman, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai laju respirasi pada daun No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Tanaman
Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Laju Respirasi (mol/cm2/detik) Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
3.60 4.72 3.36 3.20 2.30 4.12 2.83 3.32
1.27 1.33 1.40 1.42 1.35 1.25 1.70 2.25
1.30 1.35 1.18 1.20 1.45 1.66 1.10 2.20
Ratarata
Suhu Rata-rata (OC) Udara Daun
2.06 2.47 1.98 1.94 1.70 2.34 1.88 2.59
28.52 28.10 28.94 29.11 29.20 28.83 29.33 29.02
28.55 28.09 29.04 29.10 29.19 28.70 29.19 29.17
Keterangan : Satuan laju respirasi adalah mol(CO2)/cm2/detik
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kecepatan laju respirasi yang sangat beragam, laju respirasi yang dilakukan oleh masing-masing tanaman berkisar antara 1,70 – 2,59 mol/cm2/detik, sehingga dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu tanaman yang melakukan respirasi secara cepat (≥ 2 mol/cm2/detik) dan tanaman yang melakukan respirasi secara lambat (< 2 mol/cm2/detik). Tanaman yang termasuk ke dalam kelompok laju respirasi cepat adalah ; gamal, kaliandra, petai dan flamboyan. Sedangkan tanaman yang termasuk ke dalam laju respirasi lambat adalah ; asam, saga pohon, sengon dan
31
lamtoro. Berdasarkan hasil pengukuran laju respirasi tersebut, tanaman kaliandra mempunyai kemampuan melakukan proses respirasi paling cepat yaitu 2,59 mol/cm2/detik dan tanaman yang paling lambat dalam melakukan proses respirasi adalah sengon yaitu 1,70 mol/cm2/detik. Urutan tanaman dalam melakukan respirasi dari yang paling cepat sampai yang paling lambat adalah ; kaliandra, gamal, petai, flamboyan, asam jawa, saga pohon, sengon dan lamtoro.
Kondisi Lingkungan Percobaan Pada saat akan dilakukan pemaparan gas
15
N, kondisi tanaman dalam
keadaan baik dengan ketinggian tanaman antara 75-85 cm. Posisi tanaman di dalam chamber harus sama tingginya dengan cara menambah ketinggian lantai dasar agar penyerapan gas 15NO2 merata pada waktu dipaparkan. Kondisi lingkungan di dalam bilik gas diatur secara manual, sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan yang diinginkan. Intensitas cahaya 1000 lux, suhu diatur sesuai dengan perlakuannya yaitu, untuk perlakuan pertama suhu relatif udara pada 30°C dan perlakuan kedua suhu relatif udara pada 20°C. Kedua perlakuan tersebut kelembaban relatif pada awal percobaan adalah 60%. Selama pemaparan gas
15
N berlangsung, pada perlakuan suhu 30°C suhu relatif udara
berkisar antara 29,9°C - 30,2°C dan pada perlakuan suhu 20°C suhu relatif udara berkisar antara 19,8°C - 20,4°C,
sedangkan untuk kelembaban udara relatif
dimulai pada 60% dan meningkat di akhir percobaan pada ±76,3%, pada suhu 30°C dan ±74,2% pada suhu 20°C. Serapan Gas 15N Kemampuan tanaman dalam menyerap gas NO2 dari udara ditunjukkan dengan jumlah serapan
15
N oleh daun. Dengan asumsi bahwa
15
N tidak difiksasi
oleh akar, maka besarnya serapan dinyatakan dengan tiap unit gram berat kering daun dan tiap unit cm2 luas daun. Pada Tabel. 5 disajikan data hasil analisis serapan 15N dalam jaringan tanaman. Hasil pengukuran serapan 15N dalam jaringan tanaman, seperti tertera dalam Tabel 5, menunjukkan hasil yang beragam antar jenis tanaman. Jumlah serapan
32
15
N pada 8 jenis tanaman yang diteliti, pada kondisi suhu 30°C berkisar antara
18.96 µg/g sampai 44.98 µg/g dan pada kondisi suhu 20°C antara 13.90 µg/g sampai 26.99 µg/g. Berdasarkan kemampuan tanaman dalam menyerap zat pencemar
15
N, tanaman dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu tanaman
dengan serapan rendah (< 15 µg/g), serapan sedang (15-30 µg/g) dan serapan tinggi (> 30 µg/g). Dengan menggunakan kriteria ini, maka 8 tanaman yang diteliti termasuk ke dalam kelompok tanaman dengan serapan sedang sampai tinggi. Pada penelitian Nasrullah (1997), tanaman dengan serapan
15
N lebih besar dari 30,0 µg/g
dikelompokkan ke dalam kelompok tanaman dengan serapan tinggi. Pada umumnya semua tanaman yang dianalisa termasuk ke dalam kelompok tanaman dengan tingkat serapan sedang dan tinggi, kecuali tanaman flamboyan, dan asam termasuk ke dalam tanaman yang mempunyai tingkat serapan rendah pada kondisi suhu 20°C. Urutan tanaman yang memiliki kemampuan menyerap gas
15
N dari
yang tingkat serapannya paling tinggi sampai terendah pada perlakuan suhu 30°C adalah ; petai, gamal, lamtoro, flamboyan, asam, saga, kaliandra dan sengon. Sedangkan pada perlakuan suhu 20°C adalah ; gamal, lamtoro, petai, sengon, saga, kaliandra, asam dan flamboyan. Patra (2002) menyatakan, bahwa kemampuan tanaman yang berbeda dalam menyerap gas pencemar dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, antara lain morfologi tanaman, seperti stomata, tebal daun, berat jenis daun dan faktor cahaya. Tabel 5. Serapan 15N pada kondisi suhu yang berbeda (30°C dan 20°C)
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Tanaman Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Rata-rata Serapan 15N (µg/g) Suhu 30°C Suhu 20°C 25.95 13.90 39.87 26.99 23.73 14.88 22.68 18.73 33.95 25.21 44.98 25.06 18.96 22.54 21.03 17.40
Selisih serapan 15 N (µg/g) 12.05 12.88 8.85 3.95 8.74 19.93 3.58 3.63
33
Penyerapan gas
15
N (NO2) pada tanaman tidak meracuni tanaman, karena
terdapat proses detoksifikasi. Hal ini berhubungan dengan proses assimilasi N. Nitrogen oksigen di udara, salah satunya (NO2) yang masuk melalui stomata daun diubah menjadi nitrat yang disebut ”fiksasi nitrogen”. Selanjutnya akan diassimilasi tanaman menjadi asam amino yang merupakan sumber protein bagi tanaman. Faktor Lingkungan (suhu 30°C dan 20°C) Terhadap Serapan 15N Hasil analisa serapan
15
N terhadap faktor lingkungan yang berbeda yaitu
pada kondisi suhu 30°C dan suhu 20°C pada berbagai tahapan pemaparan menunjukkan penyerapan yang beragam. Dimana penyerapan
15
N oleh tanaman
pada kondisi suhu 30°C lebih tinggi dibandingkan dengan penyerapan oleh tanaman pada kondisi suhu 20°C, kecuali tanaman sengon menunjukkan hasil serapan yang berbeda, yaitu pada kondisi suhu 20°C lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi suhu 30°C. Hal ini diduga tanaman sengon sangat peka terhadap kondisi suhu tinggi, sehingga banyak stomata yang menutup untuk mengurangi penguapan yang tinggi dan mengakibatkan rendahnya daya serap tanaman terhadap gas polutan 15N. Besarnya perbedaan jumlah serapan antara suhu 30°C dan suhu 20°C dapat dilihat dari selisih serapan (Tabel 5). Dari histogram (Gambar 9) menggambarkan perbedaan serapan
15
N tiap jenis tanaman yang digunakan pada kondisi
lingkungan yang berbeda (suhu 30°C dan 20°C). Tabel 5 menunjukkan, kedua kondisi lingkungan baik kondisi suhu 30°C maupun kondisi suhu 20°C memperlihatkan bahwa ke 8 jenis tanaman dapat menyerap polutan dengan baik pada kedua kondisi lingkungan tersebut. Jadi apabila tanaman tersebut digunakan pada jalur hijau jalan, tanaman-tanama ini dapat berfungsi dengan baik dalam menyerap polutan gas NO2 pada daerah dataran tinggi dan daerah dataran rendah.
34
suhu 30°C suhu 20°C 50 45
Serapan
15
N (µg/g)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Flam boyan Clercedeae Asam jaw a Saga pohon
Lam toro
Petai
Sengon
Kaliandra
Nama Tanaman
Gambar 9. Serapan 15N Diantara Jenis Tanaman yang Diuji pada Suhu 30°C dan Suhu 20°C Selisih jumlah serapan 15N tiap jenis tanaman yang digunakan pada kondisi lingkungan yang berbeda menunjukkan penyerapan
15
N oleh tanaman pada
kondisi suhu 30°C lebih tinggi dibandingkan pada kondisi suhu 20°C, kecuali pada tanaman sengon. Hal ini diduga berhubungan dengan mekanisme menutup dan membukanya stomata daun. Pada 8 jenis tanaman yang diteliti ini, pada kondisi suhu tinggi (panas) secara keseluruhan stomata daun terbuka lebih lebar, sehingga gas pencemar yang masuk lebih banyak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abidin (1984), apabila cahaya dalam keadaan terang dan termperatur tinggi, maka akan mengakibatkan membukanya stomata, sedangkan apabila keadaan gelap dan temperatur rendah, akan mengakibatkan menutupnya stomata. Hasil penelitian Nasrullah (1997), menyatakan bahwa pada tanaman angsana dan sapu tangan serapan 15N meningkat sampai pada suhu 30°C. Diduga perbedaan selisih serapan pada kedua kondisi lingkungan yang berbeda ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik setiap tanaman. Setiap tanaman memiliki kepekaan yang berbeda terhadap kondisi lingkungan, khususnya suhu dalam proses membuka dan menutupnya stomata. Faktor lingkungan suhu, intensitas cahaya dan konsentrasi gas NO2 mempengaruhi besarnya serapan gas NO2 (Nasrullah, 1997).
35
Disamping itu, yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata tergantung dari adanya peristiwa turgor pada guard cell. Bergeraknya air dari epidermal cell ke dalam guard cell, mengakibatkan turgor meningkat di dalam guard cell dan menimbulkan elastic straccking pada dinding guard cell. Dengan berkembangnya kedua guard cell ini mengakibatkan menutupnya stomata. Namun apabila tekanan turgor itu rendah, maka stomata itu akan membuka lagi. Faktor lingkungan lain yang berpengaruh terhadap mekanisme stomata ini yaitu cahaya dan temperatur. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Patra (2002) yang menyatakan bahwa, penyerapan gas
15
N oleh tanaman pada kondisi terang lebih
tinggi dibandingkan dengan penyerapan oleh tanaman pada kondisi gelap. Dari kondisi lingkungan percobaan diperoleh kelembaban udara relatif pada kondisi suhu 30°C menunjukkan kelembaban udara yang relatif lebih tinggi yaitu sebesar 76±3% dibandingkan pada kondisi suhu 20°C sebesar 74±2%. Salah satu proses membukanya stomata disebabkan oleh meningkatnya evapotranspirasi pada tanaman, sejalan dengan penguapan air oleh tanaman tersebut, sehingga gas pencemar masuk melalui stomata daun. Selisih serapan yang terbesar terjadi pada tanaman petai diikuti oleh Gamal dan flamboyan. Hal ini kemungkinan disebabkan tanaman petai, Gamal dan flamboyan sangat peka terhadap suhu rendah, sehingga pada kondisi suhu rendah banyak stomata yang menutup, dengan demikian penyerapan gas pencemar pada kondisi ini menurun, dibandingkan dengan penyerapan pada kondisi suhu tinggi. Sedangkan tanaman sengon mempunyai selisih serapan yang tinggi pada suhu rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat kepekaan yang berbeda dengan tanaman lainnya atau lebih peka terhadap suhu tinggi, sehingga pada suhu tinggi tingkat serapannya rendah, karena pada kondisi suhu tinggi banyak stomata yang menutup. Hubungan Faktor Suhu dan Faktor Tanaman Terhadap Serapan 15N Hasil pengamatan, perhitungan dan pengukuran dilakukan terhadap luas stomata, laju respirasi dan jumlah serapan pada kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu 30°C dan suhu 20°C (Tabel 5). Untuk membuktikan bahwa faktor tanaman
36
dan faktor lingkungan (suhu) mempengaruhi penyerapan
15
N, maka dilakukan
analisis uji statistik. Hasil analisis faktor suhu terhadap tingkat serapan yang ditampilkan dalam histogram memperlihatkan tingkat serapan yang beragam, akan tetapi secara umum perlakuan pada suhu 30°C lebih tinggi tingkat serapannya dibandingkan dengan tingkat serapan pada suhu 20°C. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan pada suhu 30°C lebih berpengaruh terhadap serapan gas 15N dibandingkan dengan perlakuan pada suhu 20°C. Sedangkan pada tanaman sengon menunjukkan hasil analisis yang berbeda, yaitu lebih besar serapannya pada kondisi suhu rendah dibandingkan dengan suhu tinggi. Ini diduga diakibatkan oleh tingkat kepekaan tanaman sengon terhadap suhu tinggi, sehingga pada suhu yang tinggi banyak stomata yang tertutup dan mengakibatkan menurunnya daya serap tanaman terhadap gas pencemar. Hasil analisis regresi secara rinci dapat dilihat pada daftar lampiran 1 sampai lampiran 3. Tabel 6. Rata-rata Hasil Analisis dan Pengukuran Faktor Tanaman (luas stomata dan laju respirasi) dan Serapan 15N pada Kondisi suhu yang berbeda No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Tanaan Flamboyan Gamal Asam Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Luas stomata (µm2) 17.141,87 15.445,82 4.917,83 933,06 2.504,47 4.438,77 1.560,33 834,27
Laju respirasi (mol/cm2/detik) 2,06 2,47 1,98 1,94 1,70 2,34 1,88 2,59
Rata-rata Serapan 15N (µg/g) Suhu 30°C Suhu 20°C 25.95 13.90 39.87 26.99 23.73 14.88 22.68 18.73 33.95 25.21 44.98 25.06 18.96 22.54 21.03 17.40
Untuk membuktikan bahwa faktor tanaman (luas stomata dan laju respirasi) mempunyai hubungan terhadap tingkat serapan gas
15
N, baik pada kondisi suhu
30°C maupun suhu 20°C dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi ( r ). Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi antara faktor tanaman (luas stomata) dengan tingkat serapan pada kondisi suhu 30°C adalah r = 0,63 dan pada kondisi suhu 20°C adalah r = 0,74. Sedangkan nilai koefisien korelasi antara faktor tanaman (laju respirasi) dengan tingkat serapan pada kondisi suhu 30°C adalah r = 0,99 dan
37
pada kondisi suhu 20°C adalah r = 0,68. Dari data hasil perhitungan hubungan antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas
15
N pada kondisi suhu yang
berbeda, menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas 15N oleh tanaman. Hal ini membuktikan bahwa faktor tanaman (luas stomata dan laju respirasi) sangat berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas 15N oleh tanaman. Hal ini berkaitan dengan proses difusi pada saat pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 pada proses pernafasan (respirasi), dimana gas akan bergerak dari daerah konsentrasi tinggi (hipertonik) ke daerah konsentrasi rendah (hipotonik). Disamping itu faktor luas stomata mempunyai pengaruh terhadap penyerapan gas oleh tanaman, karena stomata merupakan jalur atau konduktans keluar masuknya baik berupa gas maupun cairan dari luar maupun dari dalam tanaman, sehingga tingkat penyerapan gas oleh tanaman sangat ditentukan oleh karakter stomata tersebut. Faktor Stomata dan Penyerapan 15N Pada Faktor Suhu yang Berbeda Hasil pengukuran luas stomata pada berbagai jenis tanaman dapat dilihat pada tabel 7, dimana hasil pengukuran yang didapat bervariasi berkisar antara 834,27 - 17.141,87 µm2. Kategori ukuran luas stomata pada daun menunjukkan luas stomata yang paling besar adalah tanaman flamboyan (17.141,87 µm2) dan tanaman yang mempunyai luas stomata paling kecil adalah kaliandra (834,27 µm2). Perbedaan ukuran luas stomata ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam melakukan proses metabolisme di dalam tubuh tanaman, seperti fotosintesis, transpirasi, dan respirasi, sehingga meskipun bentuk daunnya sama (daun majemuk), akan tetapi mempunyai ukuran stomata yang berbeda. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa, hasil analisis penyerapan gas 15N oleh tanaman pada kondisi suhu 30°C lebih besar dibanding penyerapan pada kondisi suhu 20°C (Gambar 9). Meskipun tanaman sengon memperlihatkan tingkat serapan yang berbeda dengan tanaman yang lainnya, yaitu penyerapan gas lebih tinggi pada kondisi suhu 20°C dibanding pada suhu 30°C. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingkat kepekaan tanaman terhadap suhu
38
tinggi, sehingga banyak stomata yang menutup dan berpengaruh terhadap tingkat serapannya. Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada perlakuan kondisi suhu 30°C menunjukkan pengaruh faktor luas stomata tidak berbeda nyata terhadap penyerapan gas
15
N oleh tanaman dan menunjukkan
korelasi yang rendah (Gambar 10), dimana nilai koefisien korelasi yang di dapat relatif rendah sebesar 0,63 (r = 0,63). Rincian hasil regresi dapat dilihat pada daftar lampiran 1 dan 2. Tabel 7. Luas Stomata dan Rata-rata Serapan 15N pada Suhu yang Berbeda
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Tanaman Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Luas Stomata (µm2) 17.141,87 15.445,82 4.917,83 933,06 2.504,47 4.438,77 1.560,33 834,27
Serapan 15N (µg/g) Suhu 30°C Suhu 20°C 25.95 39.87 23.73 22.68 33.95 44.98 18.96 21.03
13.90 26.99 14.88 18.73 25.21 25.06 22.54 17.40
Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan karakter keempat tanaman itu sendiri dalam melakukan proses metabolisme di dalam tubuhnya dan kepekaan tanaman terhadap suhu tinggi, khususnya yang berkaitan dengan mekanisme membuka dan menutupnya stomata, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas
15
NO2 oleh tanaman yang diperlihatkan dari nilai tingkat
serapan yang sangat beragam, sehingga terjadi selisih nilai yang sangat tinggi antar tanaman. Pada suhu tinggi stomata daun akan membuka agar transpirasi atau penguapan pada tanaman dapat berlangsung pada suhu tinggi, demikian pula pada suhu tinggi tanaman masih bisa melakukan proses metabolisme, akan tetapi ada beberapa jenis tanaman yang peka terhadap suhu tinggi dengan menutupnya stomata pada suhu tinggi berpengaruh pula terhadap tingkat penyerapan gas oleh tanaman melalui stomata daun.
39
45 Y = 0.0006x + 21.925 r = 0.63 (suhu 30°C)
Serapan 15N (µg/g)
40 35 30 25 20 15
Y = 0.0006x + 13.297 r = 0.74 (suhu 20°C)
10 5 0 0
5000
10000
15000
20000
2
Luas Stomata (µm ) serapan 30°C
serapan 20°C
Linear (serapan 30°C )
Linear (serapan 20°C )
Gambar 10. Hubungan antara Luas Stomata dengan Serapan 15N pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C Berbeda dengan hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : flamboyan, gamal, asam jawa, dan saga pohon, pada kondisi suhu 20°C. Pada kondisi ini faktor luas stomata mempunyai pengaruh berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi terhadap tingkat serapan gas
15
N oleh tanaman, dimana nilai koefisien korelasi yang
didapat relatif tinggi sebesar 0,74 (r = 0,74). Ini menunjukkan bahwa secara umum faktor luas stomata memberikan pengaruh terhadap penyerapan gas
15
NO2
oleh tanaman, baik pada kondisi suhu 30°C maupun pada kondisi suhu 20°C. Dengan melihat perhitungan regresi dan nilai koefisien korelasinya, maka pada perlakuan suhu 20°C mempunyai pengaruh yang nyata dan korelasi yang tinggi antara faktor tanaman (luas stomata) dengan tingkat serapan gas 15N oleh tanaman dibanding dengan perlakuan pada suhu 30°C. Perhitungan hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Dengan demikian, keempat tanaman yang diamati pada bilik gas yang sama dengan kondisi suhu yang berbeda, perlakuan pada suhu 20°C lebih memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tingkat penyerapan gas
15
NO2 oleh tanaman
dibanding dengan perlakuan pada suhu 30°C. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan masing-masing tanaman yang berbeda dalam menyerap gas polutan, dimana pada kondisi suhu 20°C nilai hasil serapan antar
40
tanaman cukup seragam, selisih nilai serapan setiap tanaman tidak terlalu jauh, sehingga berpengaruh terhadap tingkat keeratan antara faktor tanaman dengan daya serap tanaman terhadap gas polutan. Hasil perhitungan regresi korelasi pada tanaman yang diperlakukan dalam bilik gas yang sama, yaitu : lamtoro, petai, sengon dan kaliandra menunjukkan bahwa, faktor tanaman (luas stomata) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 oleh tanaman dan mempunyai korelasi yang tinggi antara luas stomata dengan penyerapan gas
15
N pada kondisi suhu yang berbeda.
Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan regresi dan nilai koefisien korelasi pada kedua kondisi suhu perlakuan yang relatif tinggi yaitu sebesar 0,95 (r = 0,95) pada kondisi suhu 30°C dan sebesar 0,79 (r = 0,79) pada kondisi suhu 20°C. Perhitungan hasil regresi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
50 Y = 0.0074x + 12.413 r = 0.95 (suhu 30°C)
Serapan 15N (µg/g)
45 40 35 30 25 20
y = 0.0018x + 18.25 r = 0.79 (suhu 20°C)
15 10 5 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
Luas Stomata (µm 2) serapan 30°C
serapan 20°C
Linear (serapan 30°C )
Linear (serapan 20°C )
Gambar 11. Hubungan antara Luas Stomata dengan Serapan 15N pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C
Dengan melihat grafik hubungan antara faktor tanaman dengan tingkat serapan gas
15
N oleh tanaman, menunjukkan nilai korelasi yang positif, dimana
pada kedua kondisi perlakuan suhu yang berbeda, nilai koefisien korelasinya relatif besar, sehingga kedua perlakuan suhu ini sangat berpengaruh terhadap keempat tanaman dalam menyerap gas pencemar. Dengan demikian semakin besar luas stomata pada daun maka akan semakin besar pula tingkat serapan gas pencemar oleh tanaman, dan tanaman-tanaman yang mempunyai ukuran stomata
41
besar sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tanaman lanskap jalur jalan hijau sebagai tanaman pereduksi gas pencemar. Hasil analisis serapan gas
15
N oleh 8 jenis tanaman leguminosae
menunjukkan hasil yang beragam. Dari nilai serapan masing-masing tanaman dapat dihitung nilai indeks serapan gas
15
N oleh tanaman. Pada kedua kondisi
suhu yang berbeda, tanaman yang paling tinggi nilai indeks serapannya adalah tanaman saga pohon (117,60x10-5) dan tanaman yang nilai indeks serapannya paling rendah adalah tanaman flamboyan (2,39x10-5). Perhitungan hasil nilai indeks serapan dapat dilihat pada Lampiran 9. Faktor Laju Respirasi dan Penyerapan 15N pada Faktor Suhu yang Berbeda Tabel 8 memperlihatkan hasil pengukuran laju respirasi yang beragam pada 8 jenis tanaman yang diteliti, dimana pengukuran ini dilakukan pada kondisi lingkungan yang kurang sinar matahari yaitu pada malam hari, dengan tujuan untuk mendapatkan proses respirasi yang optimal. Tabel 8. Nilai Pengukuran Laju Respirasi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Tanaman Flamboyan Gamal Asam jawa Saga pohon Lamtoro Petai Sengon Kaliandra
Nilai Laju Respirasi (mol/cm2/detik ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 3.60 1.27 1.30 4.72 1.33 1.35 3.36 1.40 1.18 3.20 1.42 1.20 3.32 2.25 2.20 4.12 1.25 1.66 3.32 2.25 2.20 2.83 1.70 1.10
Rata-rata 2.06 2.47 1.98 1.94 2.59 2.34 2.59 1.88
Dari hasil pengukuran faktor laju respirasi terhadap 8 tanaman yang diteliti, tanaman yang paling cepat melakukan proses respirasi adalah tanaman lamtoro (2,59 mol/cm2/detik). Sedangkan tanaman yang melakukan proses respirasi paling lambat adalah tanaman sengon (1,70 mol/cm2/detik). Urutan tanaman dalam melakukan proses respirasi dari yang paling cepat sampai yang paling lambat adalah ; lamtoro, gamal, petai, flamboyan, asam, saga, kaliandra dan sengon.
42
Dari hasil uji statistik laju respirasi terhadap serapan gas
15
N oleh tanaman
pada ke empat jenis tanaman yang diteliti yaitu; gamal, asam, flamboyan dan saga, proses laju respirasi menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadap penyerapan gas 15NO2 pada kondisi suhu 30°C. Dari nilai koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,99 (r = 0,99) menunjukkan korelasi yang sangat tinggi antara laju respirasi dan tingkat penyerapan gas
15
N oleh tanaman (Gambar 12). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Patra (2002) yang menyatakan, bahwa penyerapan gas
15
N oleh tanaman pada kondisi terang lebih tinggi dibandingkan dengan
penyerapan oleh tanaman pada kondisi gelap. Proses ini berlangsung melalui mulut daun (stomata), sehingga pada waktu tanaman melakukan proses respirasi, pada waktu yang bersamaan gas pencemar terserap oleh tanaman dan masuk ke dalam jaringan daun. Semakin cepat proses laju respirasi maka akan semakin besar pula penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Sedangkan hasil uji statistik laju respirasi terhadap serapan gas
15
N oleh
tanaman pada kondisi suhu 20°C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata terhadap penyerapan. Nilai koefisien korelasi yang rendah yaitu sebesar 0,68 (r = 0,68) menunjukkan korelasi yang rendah antara laju respirasi dan penyerapan gas
15
N oleh tanaman (Gambar 12). Hal ini diduga berkaitan dengan
mekanisme membuka dan menutupnya stomata daun, dimana pada kondisi suhu rendah (20°C) banyak stomata yang menutup atau membuka tidak maksimal, sehingga berpengaruh terhadap penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Hal ini membuktikan bahwa, pada keempat tanaman yang di teliti yaitu, gamal, asam, flamboyan dan saga, laju respirasi memberikan pengaruh terhadap penyerapan gas
15
N oleh tanaman, tetapi tingkat keeratan antara dua perlakuan
suhu, yaitu suhu 30°C dan suhu 20°C adanya perbedaan, dimana pada kondisi suhu 30°C menunjukkan pengaruh laju respirasi berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi, sedangkan pada kondisi suhu 20°C menunjukkan pengaruh laju respirasi tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah terhadap penyerapan gas 15N.
43
45
Serapan
15
N (µg/g)
40 35
Y = 32.99x - 41.581 r = 0.99 (suhu 30°C)
30
Y = -3.1493x + 26.497 r = 0.68 (suhu 20°C)
25 20 15 10 5 0 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Laju Respirasi (m ol/cm 2/detik) serapan 30°C Linear (serapan 30°C )
serapan 20°C Linear (serapan 20°C )
Gambar 12. Hubungan antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C Dengan melihat grafik hubungan antara laju respirasi dengan tingkat serapan gas
15
N oleh tanaman pada tanaman gamal, asam, flamboyan dan saga pohon
(Gambar 12), menunjukkan hasil uji statistik yang beragam, dimana pada kondisi suhu 30°C menghasilkan nilai korelasi yang positif, yaitu menunjukkan pengaruh berbeda nyata dan adanya korelasi yang tinggi (r = 0,99) terhadap penyerapan gas 15
N. Sedangkan pada kondisi suhu 20°C menghasilkan nilai korelasi yang negatif
dan menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah (r = 0,68) terhadap penyerapan gas 15NO2. Hasil pengukuran laju respirasi terhadap 8 jenis tanaman yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8 yang menghasilkan nilai laju respirasi yang beragam antar tanaman. Tanaman yang paling cepat melakukan proses respirasi adalah tanaman lamtoro dan yang paling lambat adalah tanaman sengon. Dari hasil uji statistik pada ke empat jenis tanaman yang diteliti yaitu; lamtoro, petai, kaliandra dan sengon menunjukkan pengaruh laju respirasi ternyata tidak berbeda nyata terhadap penyerapan pada kedua kondisi suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 30°C dan pada suhu 20°C. Dari nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,00 dan r = 0,67 menunjukkan korelasi yang rendah antara laju respirasi dengan penyerapan gas
15
NO2 oleh tanaman (Gambar 13). Hasil analisis regresi
secara rinci dapat dilihat pada daftar lampiran 3 dan 4.
44
50
Serapan 15N (µg/g)
45 40 35
Y = 0.1582x + 29.395 r = 0.00 (suhu 30°C)
30 25 20 15 10
Y = -5.9335x + 35.175 r = 0.67 (suhu 20°C)
5 0 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Laju Respirasi (mol/cm2/detik) serapan 30°C Linear (serapan 30°C )
serapan 20°C Linear (serapan 20°C )
Gambar 13. Hubungan antara Laju Respirasi dengan Serapan 15N pada kondisi Suhu 30°C dan suhu 20°C Faktor tanaman (laju respirasi) menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata dan korelasi yang rendah terhadap penyerapan gas
15
N oleh tanaman. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh faktor kondisi suhu rendah (20°C) tidak berpengaruh terhadap besarnya serapan dan masuknya gas pencemar ke dalam daun. Selain itu, hal ini berkaitan dengan proses membuka dan menutupnya stomata, sehingga berpengaruh terhadap tingkat penyerapan gas pencemar oleh tanaman. Proses membuka dan menutupnya stomata salah satunya di pengaruhi oleh faktor suhu, apabila suhu tinggi maka stomata daun akan terbuka lebar dan pada saat itu proses transpirasi berlangsung. Apabila cahaya dalam keadaan terang dan termperatur tinggi, maka akan mengakibatkan membukanya stomata, sedangkan apabila keadaan gelap dan temperatur rendah, akan mengakibatkan menutupnya stomata (Abidin, 1984).