31
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga Usia. Perbedaan usia yang terdapat pada seseorang dapat mengakibatkan perbedaan dalam selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004). Usia dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu ≤ 40 tahun, 41-50 tahun, dan ≥51 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi usia suami berkisar antara tahun 28 tahun sampai dengan 59 tahun, sedangkan usia istri berkisar antara 25 sampai 54 tahun. Lebih dari separuh suami (66,1%) berusia lebih dari 51 tahun. Hanya 30,5 persen suami yang berusia diantara 41 sampai 50 tahun. Pada usia istri, hampir tiga perempat istri (73,3%) berada diusia 41 sampai 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga dalam penelitian ini merupakan keluarga dengan orangtua yang masih dalam usia produktif. Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan usia suami dan istri Ketegori Usia (Tahun) ≤ 40 41-50 ≥ 51 Total
Suami n 2 18 39 59
Istri % 3,4 30,5 66,1 100
n 4 44 12 60
% 6,7 73,3 20,0 100
*suami terdapat yang meninggal sebanyak 1 orang Besar Keluarga. Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang dan jasa. Keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan membeli dan mengkonsumsi yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lebih sedikit (Sumarwan 2004). Besar keluarga terbagi menjadi tiga yaitu, keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Berdasarkan hasil penelitian, jumlah keluarga yang terdapat pada keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 7 orang dengan rata-rata 4,47 orang. Sebagian besar keluarga (56,7%) termasuk dalam kategori keluarga kecil yaitu keluarga dengan anggota keluarga ≤ 4 orang.
32
Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Jumlah
Besar Keluarga
N 34 25 1 60
≤ 4 orang 5-6 orang ≥ 7 orang Total
% 56,7 41,7 1,6 100
Suku. Kegiatan budaya yang terdapat pada keluarga ataupun bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap menghadapi apa, kapan, dan bagaimana seseorang dalam melakukan konsumsi. Hal tersebut juga termasuk dalam hal menentukan jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana diolah, disalurkan, disiapkan, maupun dalam penyajian (Harper et al 1986). Latar belakang kesukuan dari istri dan suami beragam dengan proporsi terbesar berasal dari Suku Sunda yaitu 50,8 persen untuk suami dan 48,3 persen untuk istri (Tabel 4). Latar belakang suku lainnya suami berasal Bali, Batak, dan Betawi sebanyak 5,1 persen dan latar belakang suku lainnya istri berasal dari Palembang, Bali, Betawi, Batak, dan Manado sebanyak 15,0 persen. Pasangan istri dan suami yang memiliki latar belakang kesukuan yang sama terdapat 83,3 persen, sedangkan latar belakang kesukuan yang berbeda sebanyak 16,7 persen. Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan suku Suku Jawa Sunda Minang Lainnya Total
Suami n 23 30 3 3 59
Istri % 39,0 50,8 5,1 5,1 100
n 19 29 3 9 60
% 31,7 48,3 5,0 15,0 100
*suami terdapat yang meninggal sebanyak 1 orang Tingkat Pendapatan. Tingkat pendapatan dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga setiap bulannya. Jumlah pendapatan yang terdapat pada keluarga akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya (Sumarwan 2004). Tingkat pendapatan keluarga berkisar antara Rp 1.500.000,00 sampai dengan Rp 8.000.000,00 dengan rata-rata Rp 4.770.000,00. Berdasarkan data yang dikumpulkan, proporsi terbesar keluarga memiliki tingkat
33
pendapatan lebih dari Rp 4.333.334,00. Hanya 1,7 persen (atau satu keluarga) keluarga yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 2.166.667,00. Fenomena ini menunjukkan bahwa keluarga yang menjadi contoh dalam penelitian ini memiliki status ekonomi yang relatif lebih baik. Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendapatan keluarga Jumlah
Tingkat Pendapatan
n 1 26 33 60
Rp. 4.333.334,00 Total
% 1,7 43,3 55,0 100
Tingkat Pendidikan. Tingkat Pendidikan adalah tingkat sekolah formal yang pernah dicapai oleh suami dan istri. Tingkat pendidikan yang terdapat pada seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berfikir, cara pandang dan juga persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi dan mempengaruhi dalam pemilihan produk atau merek serta menyebabkan selera yang berbeda juga (Sumarwan 2004). Tingkat pendidikan suami dan istri yang paling tinggi adalah perguruan tinggi (S1), sedangkan yang paling rendah adalah SLTP. Hampir keseluruhan tingkat pendidikan suami (84,7%) dan istri (85,0%) didominasi oleh SLTA. Hanya 1,7 persen suami dan 5 persen istri yang tingkat pendidikannya hanya sampai SLTP. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan baik suami dan istri relatif lebih baik. Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat pendidikan suami dan istri Tingkat Pendidikan SLTP SLTA Perguruan tinggi Total
Suami n 1 50 8 59
Istri % 1,7 84,7 13,6 100
n 3 51 6 60
% 5,0 85,0 10,0 100
*suami terdapat yang meninggal sebanyak 1 orang Jenis Pekerjaan. Hampir seluruh suami (71,2 %) bekerja di BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Hal tersebut dikarenakan lokasi penelitian merupakan perumahan yang berdekatan dengan salah satu perusahaan BUMN yaitu PT Krakatau Steel. Hanya 3,4 persen suami yang bekerja sebagai pegawai negeri.
34
Hampir seluruh istri tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (80,0%). Istri dalam penelitian ini juga terdapat yang bekerja diantaranya bekerja sebagai pegawai negeri (11,7 %), wirausaha (6,7 %) dan sebagai pegawai swasta (1,6 %). Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan suami dan istri Pekerjaan Tidak bekerja Pegawai negeri Pegawai swasta BUMN Wirausaha Lainnya Total
Suami n 0 2 6 42 3 6 59
Istri % 0 3,4 10,2 71,2 5 10,2 100
n 48 7 1 0 4 0 60
% 80,0 11,7 1,7 0,0 6,7 0,0 100
*suami terdapat yang meninggal sebanyak 1 orang Ethnosentrisme Ethnosentrisme adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk dalam negeri (Shimp & Sharma 1987). Tingkat ethnosentrisme dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu rendah (<60), sedang (60-80), dan tinggi (>80). Ibu rumah tangga yang total skornya semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat ethnosentrisme semakin tinggi pula, yang berarti bahwa ibu rumah tangga tersebut memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap produk dalam negeri. Sebaliknya, ibu rumah tangga yang total skornya semakin rendah menunjukan bahwa ibu rumah tangga tersebut memiliki tingkat ethnosentrisme yang rendah yang berarti bahwa ibu rumah tangga tersebut memiliki kepercayaan yang rendah terhadap buah lokal. Tabel 8 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan tingkat ethnosentrisme Tingkat Ethnosentrisme <60 (Rendah) 60-80 (Sedang) >80 (Tinggi) Total
Jumlah n 14 41 5 60
% 23,3 68,3 8,3 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 8,3 persen ibu rumah tangga yang memiliki tingkat ethnosentrisme yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya 8,3 persen ibu rumah tangga yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap produk dalam negeri. Ibu rumah tangga yang memiliki
35
tingkat ethnosentrisme yang tinggi memiliki ciri-ciri yaitu menyetujui bahwa seharusnya orang Indonesia selalu membeli produk buah-buahan yang diproduksi di dalam negeri, hanya buah-buahan yang tidak diproduksi di Indonesia yang boleh diimpor, dan buah lokal adalah pilihan utama saya. Ibu rumah tangga yang tingkat ethnosentrismenya rendah (lebih percaya terhadap buah impor) memiliki presentase yang lebih banyak yaitu sebesar 23,3 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak ibu rumah tangga yang memiliki kepercayaan yang tinggi atau memilih produk impor. Ibu rumah tangga yang memiliki tingkat ethnosentrismenya rendah memiliki ciri-ciri bahwa lebih memilih buah yang lebih murah seperti buah impor, tidak setuju dengan pelarangan harus diberlakukan untuk semua jenis impor barang asing ke Indonesia termasuk buah-buahan, dan juga tidak setuju bahwa kita harus selalu membeli buah lokal. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 9) diketahui bahwa paling banyak ibu rumah tangga menyetujui bahwa orang Indonesia seharusnya tidak membeli buahbuahan impor, karena merugikan perekonomian negara dan menyebabkan pengangguran (73,3%), yang terbaik adalah selalu menggunakan atau membeli produk dalam negeri termasuk buah-buahan lokal (75,0%), seharusnya hanya sedikit buah-buahan impor yang dijual dan dibeli orang Indonesia, kecuali bila memang dibutuhkan (76,7%), dan membeli buah-buahan lokal agar orang Indonesia tetap mendapatkan penghasilan yang layak (78,3%). Namun lebih dari separuh ibu rumah tangga kurang setuju dengan pernyataan bahwa suka membeli buah impor menunjukkan bahwa seseorang tidak cinta Indonesia (51,7%) dan menurunnya rasa nasionalisme (56,7%). Selain itu juga hampir seperempat ibu rumah tangga (25%) juga tidak setuju dengan pelarangan masuknya semua jenis impor barang asing ke Indonesia. Presentase yang terbesar juga terdapat pada seperti pernyataan membeli buah-buahan impor membuat orang Indonesia kehilangan pekerjaannya (85%) dan kita seharusnya lebih suka membeli buah-buahan lokal daripada buah impor yang membuat bangsa lain mendapatkan manfaatnya (keuntungannya) (60,0%). Hal tersebut berarti bahwa kita seharusnya membeli buah lokal karena dengan membeli buah impor membuat orang Indonesia kehilangan pekerjaan terutama para petani buah. Dengan membeli buah impor, membuat petani buah Indonesia
36
merugi karena buahnya tidak laku dipasaran, sebaliknya malah memberikan keuntungan bangsa lain yang produknya laku terjual. Tabel 9 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan jawaban tentang nilai ethnosentrisme Pernyataan
Sangat Agak Kurang Tidak Setuju Setuju Setuju Setuju Setuju RataRata % % % % %
Kita seharusnya selalu membeli produk buah-buahan yang diproduksi di dalam negeri
35,0
65,0
0,0
0,0
0,0
4,3
Sebaiknya buah yang tidak diproduksi di Indonesia yang boleh diimpor
31,7
63,3
0,0
5,0
0,0
4,3
Membeli buah lokal agar orang Indonesia tetap mendapatkan penghasilan yang layak
13,3
78,3
8,3
0,0
0,0
4,0
Buah lokal adalah pilihan utama saya
25,0
65,0
5,0
5,0
0,0
4,1
Suka membeli buah impor menunjukkan bahwa seseorang tidak cinta Indonesia
0,0
0,0
0,0
51,7
48,3
1,5
Membeli buah-buahan impor, membuat orang Indonesia kehilangan pekerjaannya
6,7
85,0
8,3
0,0
0,0
3,9
Kita seharusnya selalu membeli buahbuahan yang berasal dari dalam negeri
31,7
48,3
1,7
15,0
3,3
3,9
Kita seharusnya lebih suka membeli buahbuahan lokal daripada buah impor yang membuat bangsa lain mendapatkan keuntungannya
38,3
60,0
1,7
0,0
0,0
4,4
Yang terbaik adalah selalu menggunakan atau membeli produk dalam negeri termasuk buah-buahan lokal
20,0
75,0
5,0
0,0
0,0
4,2
Seharusnya hanya sedikit buah-buahan impor yang dijual dan dibeli orang Indonesia, kecuali bila memang dibutuhkan
20,0
76,7
1,7
1,7
0,0
4,1
Orang Indonesia seharusnya tidak membeli buah-buahan impor, karena merugikan perekonomian negara
21,7
73,3
5,0
0,0
0,0
4,2
Pelarangan harus diberlakukan untuk semua jenis impor barang asing ke Indonesia
18,3
25,0
6,7
25,0
25,0
2,8
Walaupun lebih mahal harganya, tetapi saya lebih memilih untuk membeli buahbuahan lokal
11,7
48,3
3,3
21,7
15,0
3,1
Orang yang suka membeli buah impor berarti tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan petani buah
25,0
58,3
11,7
5,0
0,0
4,1
Orang yang suka membeli buah impor mencerminkan turunnya rasa nasionalisme
0,0
0,0
0,0
56,7
43,3
1,6
37
Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola perilaku yang menggambarkan ibu rumah tangga dalam menggunakan uang dan waktu. Gaya hidup dianalisis dengan menggunakan K-Mean Cluster. Gaya hidup dikelompokan menjadi tiga yaitu gaya hidup berorientasi pada keluarga, gaya hidup berorientasi status dan gaya hidup sosialaktif. Dalam penelitian ini, pengukuran gaya hidup mengunakan psikografik yang meliputi aktivitas, opini, dan minat (AIO). Tabel 10 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan gaya hidup Gaya Hidup Sosial aktif Keluarga Status Total
Jumlah n 17 24 19 60
% 28,3 40,0 31,7 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir separuh ibu rumah tangga (40,0%) memiliki gaya hidup berorientasi keluarga. Gaya hidup berorientasi pada keluarga adalah seseorang yang menghabiskan waktu atau uangnya bersama keluarga seperti lebih memilih menghabiskan waktu dengan anggota keluarga daripada mengikuti kegiatan bersama teman-temannya. Hanya 28,3 persen yang memiliki gaya hidup sosial-aktif. Gaya hidup sosial-aktif adalah sesorang yang menghabiskan waktu atau uangnya dengan mengikuti kegiatan sosial maupun aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Gaya hidup berorientasi status adalah pola dimana seseorang menghabiskan uang dan waktunya untuk memperoleh kekuasaan, yaitu sebanyak 31,7 persen. Manusia adalah makhluk sosial yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan mempengaruhi lingkungan sosialnya (Sumarwan 2004). Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa pada gaya hidup berorientasi sosial aktif, lebih dari separuh ibu rumah tangga (60,0%) merasakan pentingnya mengikuti kegiatan sosial dan hampir tiga perempat ibu rumah tangga (70,0%) juga merasa bahwa dengan mengikuti kegiatan sosial dapat menambah kepercayaan diri. Hal tersebut karena dengan aktif mengikuti kegiatan sosial maka ibu rumah tangga tersebut bertemu banyak orang, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Selain itu juga, lebih dari separuh ibu rumah tangga (58,3%) juga sering mengikuti
38
kegiatan olah raga. Hal tersebut juga karena ditunjangnya saran olah raga yang memadai dilingkungan penelitian. Dilokasi penelitian terdapat sarana olah raga seperti lapangan bola voli, badminton, dan bola yang masih aktif digunakan. Menurut Sumarwan (2004), Salah satu kegiatan sosial yang dilakukan
juga
termasuk dalam keluarga, dimana keluarga yang satu akan berhubungan dengan keluarga lain sehingga membentuk hubungan sosial yang semakin luas. Salah satunya dengan cara berkumpul dengan keluarga besar atau saudara. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu rumah tangga yang sering berkumpul dengan keluarga besar sebanyak 65 persen, sedangkan yang jarang berkumpul dengan keluarga besar sebanyak 21,7 persen hal tersebut dikarenakan kondisi lokasi saudara yang berjauhan satu sama lainnya. Ibu rumah tangga yang senang membuatkan hidangan masakan untuk keluarganya sebanyak 68,3 persen. Pada gaya hidup berorientasi keluarga, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir tiga perempat ibu rumah tangga (70,0%) setuju bahwa akan lebih memilih kegiatan bersama keluarga dibandingkan dengan kegiatan dengan teman-temannya. Salah satu bentuk dari gaya hidup berorientasi keluarga adalah berpergian bersama anggota keluarga. Ibu rumah tangga yang sering berpergian dengan anggota keluarga yaitu sebanyak 60,0 persen. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa lebih dari separuh ibu rumah tangga (66,7%) yang setuju bahwa seseorang yang sering menawar dalam melakukan pembelian memiliki uang tabungan keluarga yang lebih banyak. Hal tersebut dikarenakan bahwa orang yang melakukan tawar menawar lebih hemat sehingga uang yang terdapat dikeluarga lebih banyak. Ibu rumah tangga yang merasa memiliki kepercayaan diri yang tinggi hanya sebanyak 55,0 persen. Pada gaya hidup berorientasi status, hanya 33,3 persen ibu rumah tangga yang setuju bahwa menyukai apabila teman-teman memilih saya menjadi pemimpin, sedangkan ibu rumah tangga sering menjadi seseorang yang dimintai pendapatnya oleh orang disekitarnya seperti tetangga hanya 11,7 persen. Ibu rumah tangga yang menjawab setuju dalam pernyataan saya pernah menjadi volenter dalam kegiatan sosial seperti bencana sebanyak 41,7 persen. Ibu rumah tangga yang pernah menjadi volenter dilakukan sewaktu masa sekolah.
39
Tabel 11 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan jawaban tentang gaya hidup Sangat Setuju Agak Kurang Setuju Setuju Setuju
Pernyataan
Tidak Setuju RataRata
%
%
%
%
%
Saya merasa mengikuti kegiatan sosial dapat menambah kepercayaan diri
11,7
70,0
13,3
5,0
0,0
3,9
Mengikuti kegiatan sosial penting bagi kehidupan saya
sangat
11,7
60,0
20,0
8,3
0,0
3,8
Saya sering membuatkan masakan untuk anak dan anggota keluarga yang lain
6,7
68,3
25,0
0,0
0,0
4,1
Saya sering mengikuti kegiatan olah raga di lingkungan rumah atau lainnya
8,3
58,3
15,0
16,7
1,7
3,6
Dalam waktu tertentu, saya berkumpul dengan keluarga besar
1,7
65,0
8,3
21,7
3,3
3,4
Menurut saya, seseorang yang sering menawar dalam melakukan pembelian memiliki uang tabungan keluarga yang lebih banyak
11,7
66,7
20,0
1,7
0,0
3,9
Saya lebih memilih kegiatan bersama keluarga dibandingkan dengan kegiatan lain
10,0
70,0
20,0
0,0
0,0
3,9
Saya sering berpergian dengan anggota keluarga
25,0
60,0
13,3
1,7
0,0
4,1
Saya rasa saya memiliki kepercayaan diri yang tinggi
28,3
55,0
16,7
0,0
0,0
3,9
Saya menyukai apabila dipilih menjadi pemimpin
3,3
33,3
25,0
31,7
6,7
3,0
Saya pernah menjadi volenter dalam kegiatan sosial seperti bencana
1,7
41,7
11,7
26,7
18,3
2,8
Banyak teman atau tetangga saya datang kepada saya untuk meminta saran
3,3
11,7
33,3
41,7
10,0
2,6
Preferensi Preferensi adalah tingkat kesukaan ibu rumah tangga terhadap buahbuahan impor. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir tiga perempat ibu rumah tangga (70,0%) lebih menyukai buah apel impor dari pada apel lokal. Pada buah jeruk lokal lebih banyak disukai ibu rumah tangga (70,0%) dari pada buah jeruk impor. Begitu pula dengan kelengkeng, dimana lebih dari separuh ibu rumah tangga (63,3%) lebih menyukai buah kelengkeng impor daripada yang lokal.
40
Tabel 12 Sebaran ibu rumah tangga berdasarakan tingkat preferensi buah-buahan Jenis buah
Kategori Sama disukai n % 7 11,7
Apel impor
Lebih disukai n % 42 70,0
Kurang disukai n % 11 18,3
Apel lokal
Jeruk impor
13
21,7
5
8,3
42
70,0
Jeruk lokal
Kelengkeng impor
38
63,3
6
10,0
16
26,7
Kelengkeng lokal
Jenis Buah
Hubungan antara variabel preferensi buah-buahan impor Berdasarkan hasil uji korelasi spearman diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara preferensi buah apel dengan buah jeruk. Hal tersebut berbeda pada buah kelengkeng dan apel yang memiliki hubungan yang signifikan positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,576 (p<0,05). Begitu pula dengan preferensi buah jeruk yang memiliki hubungan yang signifikan positif dengan buah kelengkeng impor. nilai koefisien korelasi yaitu sebesar 0,314 (p<0,05) Tabel 13 Hubungan antara variabel preferensi buah-buahan impor Variabel
Preferensi apel impor 1 0,188
Preferensi jeruk impor
Preferensi apel impor Preferensi jeruk impor 1 Preferensi kelengkeng 0,576** 0,314** impor Keterangan: *) signifikan pada p<0.1, **) signifikan pada p<0.05
Preferensi kelengkeng impor
1
Alasan kesukaan terhadap buah apel impor. Buah apel impor merupakan salah satu buah impor yang banyak sekali ditemukan dipasaran. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 26,2 persen ibu rumah tangga menyukai apel impor karena buahnya empuk. Hanya 7,1 ibu rumah tangga yang menyukai buah apel impor karena kemasannya yang menarik dibandingkan buah lokal. Menurut Kotler dan Keller (2007) faktor pemasaran yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari 4 P yakni product, price, place, dan promotion. Ibu rumah tangga yang menyukai buah apel impor karena produknya seperti rasanya yang manis, renyah, empuk, dan enak sebanyak 73,8 persen, sedangkan yang menyukai karena faktor harga (price) sebanyak 9,5 persen. Ibu rumah tangga yang menyukai
41
buah apel impor karena faktor distibusi atau lebih mudah diperoleh sebanyak 11,9 persen. Tabel 14 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan kesukaan terhadap buah apel impor Alasan Renyah Manis Empuk Enak Kesukaan keluarga Kemasan menarik Murah Mudah didapat Total
Jumlah n 5 8 11 4 2 3 4 5 42
% 11,9 19,0 26,2 9,5 4,8 7,1 9,5 11,9 100
Alasan tidak menyukai buah apel impor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 11 ibu rumah tangga yang tidak menyukai buah apel impor. Proporsi terbesar alasan ibu rumah tangga yang tidak menyukai buah apel impor adalah karena buah yang tidak segar atau menggunakan pengawet yaitu sebanyak 72,7 persen. Ibu rumah tangga menggangap bahwa buah apel impor sudah tidak aman untuk dikonsumsi karena menggunakan bahan pengawet untuk menjaga agar kemasan buah tetap segar. Keseluruhan ibu rumah tangga yang tidak menyukai buah apel impor karena faktor produknya baik itu tidak renyah ataupun tidak segar.
Tabel 15 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan ketidaksukaan terhadap buah apel impor Alasan Tidak renyah Tidak segar Total
Jumlah n 2 8 11
% 18,2 72,7 100
Alasan kesukaan terhadap buah jeruk impor. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya 13 ibu rumah tangga yang menyukai buah jeruk impor. Alasan yang paling banyak dalam menyukai buah jeruk impor adalah karena kemasan buah yang menarik (38,5 %). Ibu rumah tangga yang menyukai berdasarkan atribut yang terdapat pada produknya sebanyak 61,5 persen. Hanya 15,4 persen ibu rumah tangga yang menyukai buah jeruk impor karena faktor
42
harga yang lebih murah. Ibu rumah tangga yang menyukai buah jeruk impor karena faktor distribusi atau kemudahan dalam memperoleh sebanyak 23,1 persen. Tabel 16 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan kesukaan terhadap buah jeruk impor Alasan Kemasan menarik Enak Mudah diperoleh Murah Total
Jumlah n 5 3 3 2 13
% 38,5 23,1 23,1 15,4 100
Alasan tidak menyukai buah jeruk impor. Salah satu yang menjadi alasan seseorang dalam menyukai sebuah makanan adalah rasanya. Lebih dari separuh ibu rumah tangga (69,1%) tidak menyukai buah jeruk impor karena rasanya yang asam. Selain itu juga terdapat ibu rumah tangga juga beralasan tidak menyukai buah jeruk impor karena buahnya yang tidak segar dibandingkan dengan buah jeruk lokal sebanyak 21,4 persen. Hampir keseluruhan ibu rumah tangga (90,5%) tidak menyukai buah impor karena faktor produknya seperti rasanya yang tidak manis dan buah yang tidak segar. Tabel 17 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan ketidaksukaan terhadap buah jeruk impor Alasan Tidak segar Rasanya asam Tidak disukai keluarga Total
Jumlah n 9 29 4 42
% 21,4 69,1 9,5 100
Alasan kesukaan terhadap buah kelengkeng impor. Hampir seluruh ibu rumah tangga (71,0%) menyatakan bahwa alasan menyukai buah kelengkeng impor karena rasanya yang lebih manis dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal. Hanya 15,8 persen ibu rumah tangga yang menyukai buah kelengkeng impor karena dagingnya yang tebal dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal. Hampir tiga perempat ibu rumah tangga (86,8 %) menyukai buah kelengkeng impor karena faktor produknya. Alasan lainnya yang melatarbelakangi ibu rumah tangga menyukai buah kelengkeng impor adalah karena buah mudah diperoleh (7,9%) dan kesukaan anggota keluarga (5,3%).
43
Tabel 18 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan kesukaan terhadap buah kelengkeng impor Alasan Manis Dagingnya tebal Kesukaan keluarga Mudah diperoleh Total
Jumlah n 27 6 2 3 38
% 71,0 15,8 5,3 7,9 100
Alasan tidak menyukai buah kelengkeng impor. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan ibu rumah tangga (81,3 %) tidak menyukai buah kelengkeng impor karena harganya yang lebih mahal dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal. Selain itu, alasan ibu rumah tangga tidak menyukai buah kelengkeng impor adalah karena faktor atribut buahnya yaitu buahnya tidak renyah atau kering dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal yaitu sebanyak 18,8 persen. Tabel 19 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan alasan ketidaksukaan terhadap buah kelengkeng impor Alasan Mahal Tidak renyah/kering Total
Jumlah n 13 3 16
% 81,3 18,8 100
Perilaku Pembelian Tempat Pembelian. Tempat pembelian dalam penelitian ini terbagi menjadi empat pilihan yaitu toko kios, pasar, supermarket dan tukang sayur. Sebanyak 41,7 persen ibu rumah tangga membeli buah-buahan ditukang sayur. Ibu rumah tangga yang membeli buah-buahan di supermarket sebesar 30,0 persen. Hanya 11,6 persen ibu rumah tangga yang membeli buah-buahan di pasar untuk dikonsumsi bersama keluarga. Tabel 20 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan tempat pembelian Tempat Pembelian Toko kios Pasar Supermarket Tukang sayur Total
Jumlah n 10 7 18 25 60
% 16,7 11,6 30,0 41,7 100
44
Frekuensi Pembelian. Frekuensi pembelian adalah intensitas ibu rumah tangga dalam melakukan pembelian buah. Dalam penelitian ini, frekuensi pembelian terbagi menjadi tiga kategori yaitu melakukan pembelian setiap hari, sekali dalam seminggu, dan 2-3 kali seminggu. Proporsi terbesar ibu rumah tangga dalam melakukan pembelian adalah 2-3 kali dalam seminggu yaitu sebanyak 66,7 persen. Hanya 6,7 persen ibu rumah tangga yang melakukan pembelian buahbuahan setiap hari. Tabel 21 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan frekuensi pembelian Frekuensi Pembelian Setiap hari Sekali 2-3 kali seminggu Total
Jumlah n 4 16 40 60
% 6,7 26,7 66,7 100
Jenis Buah yang dibeli. Jenis buah yang dibeli dalam penelitian ini adalah jenis buah-buahan yang dibeli dalam waktu sebulan terkhir. Proporsi terbesar buah yang dibeli oleh ibu rumah tangga adalah buah pisang (30%), apel impor (25%) dan jeruk lokal (21,7%). Buah pisang yang dibeli oleh ibu rumah tangga dalam penelitian ini beranekamacam seperti pisang raja sereh, pisang ambon, pisang kapok, pisang cavendish dan juga pisang tanduk. Buah impor yang paling banyak dibeli oleh ibu rumah tangga adalah buah apel, kelengkeng, jeruk, pir, dan anggur. Hal tersebut dikarenakan banyaknya buah-buahan impor tersebut tersedia dipasaran sehingga ibu rumah tangga mudah dalam memperoleh buah tersebut. Buah lain yang paling banyak dibeli adalah pepaya (21,7%), melon (20,0%), salak pondoh (18,3%), dan semangka (16,7%). Ibu rumah tangga yang membeli buah mangga dan durian masing-masing sebanyak 8,3 persen dan 11,7 persen. Buah tersebut banyak dibeli karena ketika penelitian dilakukan sedang musimnya buah durian dan mangga.
45
Tabel 22 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan jenis buah yang dibeli dalam sebulan terakhir Nama buah*
Jumlah
n Melon 12 Semangka 10 Pepaya 13 Mangga 5 Salak pondoh 11 Jambu batu 5 Pisang 18 Durian 7 Jeruk lokal 13 Apel impor 15 Kelengkeng impor 9 Jeruk impor 7 Pir 9 Anggur 6 Ket: * jenis buah yang dibeli lebih dari satu
% 20,0 16,7 21,7 8,3 18,3 8,3 30,0 11,7 21,7 25,0 15,0 11,7 15,0 10,0
Jumlah jenis buah yang dibeli. Jumlah jenis buah yang dibeli adalah banyaknya jenis buah yang dibeli oleh ibu rumah tangga dalam sebulan terakhir. Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari separuh ibu rumah tangga (63,3%) membeli buahnya dua jenis buah dalam sebulan terakhir. Ibu rumah tangga yang membeli empat jenis buah dalam sebulan terakhir hanya 5,0 persen. Tabel 23 Sebaran ibu rumah tangga berdasarkan jumlah jenis buah yang dibeli Jumlah jenis buah yang dibeli 2 buah 3 buah 4 buah Total
Jumlah n 38 19 3 60
% 63,3 31,7 5,0 100
Rata-rata konsumsi buah. Jumlah konsumsi buah terbagi menjadi tiga kategori yaitu >74 gram/kap/hari, 37-74 gram/kap/hari, dan <37 gram/kap/hari. Proporsi terbesar keluarga dalam mengkonsumsi buah-buahan adalah 37 sampai 74 gram/kap/hari yaitu sebanyak 50,0 persen. Rata-rata konsumsi buah keluarga adalah 55,0 gram/kap/hari.
46
Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan rata-rata konsumsi buah-buahan Jumlah
Rata-rata konsumsi buah
n 18 30 12 60
<37 gram/kap/hari 37-74 gram/kap/hari >74 gram/kap/hari Total
% 30,0 50,0 20,0 100
Frekuensi konsumsi. Frekuensi konsumsi adalah adalah intensitas keluarga dalam
melakukan
konsumsi
buah-buahan.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh keluarga (53,3%) mengkonsumsi buahbuahan 2-3 kali seminggu. Hanya 3,3 persen keluarga yang mengkonsumsi buahbuahan sekali dalam seminggu. Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan frekuensi konsumsi Frekuensi Konsumsi Setiap hari Sekali 2-3 kali seminggu Total
Jumlah n 26 2 32 60
% 43,3 3,3 53,3 100
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Buah-Buahan Impor Regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi preferensi dan pembelian buah-buahan impor. Variabel yang menjadi variabel bebas dalam model regresinya adalah usia (tahun), pendidikan (tahun), pendapatan (rupiah), latar belakang suku, nilai ethnosentrisme (total), gaya hidup yang berorientasi sosial aktif, dan gaya hidup yang berorientasi keluarga. Hasil analisis pada Tabel 26 menunjukkan bahwa nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,078. Hal tersebut menunjukkan bahwa 7,8 persen preferensi buah apel impor dapat dijelaskan oleh variabel bebas pada model, sedangkan 92,2 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan Tabel 26, diketahui bahwa semua variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi buah apel impor. Hal tersebut dikarenakan model yang dibentuk untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi preferensi buah apel impor tidak signifikan terlihat dari nilai signifikasinya lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,910.
47
Tabel 26 Faktor yang berpengaruh terhadap preferensi buah apel impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0,078 Chi-square= 2,711 Sig= 0, 910
Preferensi buah apel impor (1= impor, 0= lokal) B Sig. Exp(B) 0,032 0,612 1,032 0,000E-6 0,540 1,000 -0,102 0,745 0,903 -0,116 0,878 0,891 -0,013 0,772 0,987 -1,292
0,182
0,275
-0,706
0,463
0,494
2,020
0,727
7,539
Nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,605 artinya bahwa sebesar 60,5 persen preferensi buah jeruk lokal dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan 39,5 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap preferensi buah jeruk impor adalah suku (p=0,048) dan nilai ethnosentrisme (p= 0,062). Ibu rumah tangga yang berasal dari Suku Sunda memiliki peluang 8,150 kali lebih tinggi untuk menyukai buah jeruk impor. Pada nilai ethnosentrisme menunjukkan bahwa, ibu rumah tangga yang memiliki nilai ethnosentrisme yang tinggi akan memiliki peluang 0,859 kali lebih rendah untuk menyukai buah jeruk impor, dengan kata lain bahwa ibu rumah tangga yang memiliki nilai ethnosentrisme yang tinggi akan lebih menyukai buah jeruk lokal. Tabel 27 Faktor yang berpengaruh terhadap preferensi buah jeruk impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0,605 Chi-square= 28,333 Sig= 0,000 Ket= ** signifikan pada p<0,05; * signifikan pada p<0,1
Preferensi buah jeruk impor (1= impor, 0= lokal) B Sig. Exp(B) 0,041 0,635 1,042 0,000E-6 0,203 1,000 0,426 0,317 1,531 2,098 0,048** 8,150 -0,152 0,062* 0,859 0,185
0,845
1,204
-21,023
0,998
0,000
-1,393
0,877
0,248
48
Hasil analisis uji regresi berdasarkan Tabel 28 menunjukkan bahwa nilai Nagelkerke R Squarenya sebesar 0,150 yang berarti bahwa 15,0 persen preferensi buah kelengkeng impor dapat dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan 85,0 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. Pada model ini tidak terdapat variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap preferensi buah kelengkeng impor. Hal tersebut terlihat dari nilai signifikasi dari model yang dibangun lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,537. Tabel 28 Faktor yang berpengaruh terhadap preferensi buah kelengkeng impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0,150 Chi-square= 6,027 Sig= 0,537
Preferensi buah kelengkeng impor (1= impor, 0= lokal) B Sig. Exp(B) 0,093 0,158 1,097 0,000E-6 0,784 1,000 0,562 0,122 1,755 0,686 0,301 1,985 -0,020 0,635 0,980 -0,113
0,897
0,893
-0,206
0,798
0,814
-8,765
0,162
0,000
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Buah-Buahan Impor Hasil analisis uji regresi logistik pada tabel 29 menunjukkan bahwa nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,475 yang berarti bahwa 47,5 persen pembelian buah apel impor dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan sisanya 52,5 persen dijelaskan oleh variabel lain. Berdasarkan tabel 29, diketahui bahwa terdapat faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pembelian buah apel impor yaitu usia (p=0,077), suku (p=0,091), ethnosentrisme (p=0,088), dan gaya hidup berorientasi sosial aktif (p=0,056). Semakin meningkatnya usia ibu rumah tangga maka semakin memiliki peluang sebanyak 1,153 kali lebih tinggi untuk melakukan pembelian buah apel impor dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang memiliki usia yang lebih muda. Ibu rumah tangga yang berasal dari Suku Sunda juga memiliki peluang yang lebih tinggi 4,242 kali untuk melakukan pembelian buah apel impor,
49
sedangkan ibu rumah tangga yang memiliki tingkat ethnosentrisme yang tinggi memiliki peluang 0,921 kali lebih rendah untuk melakukan pembelian buah apel impor dengan kata lain ibu rumah tangga yang memiliki tingkat ethnosentrisme yang tinggi memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan pembelian buah apel impor. Pada gaya hidup berorientasi sosial aktif, ibu rumah tangga yang gaya hidupnya berorientasi sosial aktif memiliki peluang lebih rendah untuk melakukan pembelian buah apel impor sebanyak 0,118 kali. Tabel 29 Faktor yang berpengaruh terhadap pembelian buah apel impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Preferensi apel (1= apel impor, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0, 475 Chi-square= 21,272 Sig= 0,006 Ket= * signifikan pada p<0,1
Pembelian buah apel impor (1=impor,0=lokal) B Sig. Exp(B) 0,142 0,077* 1,153 0,000E-6 0,218 1,000 0,344 0,338 1,411 1,445 0,091* 4,242 -0,082 0,088* 0,921 -2,136
0,056*
0,118
0,403
0,655
1,497
20,748 -28,899
0,998 0,998
1,025E9 0,000
Berdasarkan hasil analisis Tabel 30 diketahui bahwa nilai Nagelkerke R Square adalah 0,780 yang berarti bahwa sebesar 78,0 persen pembelian buah jeruk impor dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan 22,0 persen dijelaskan oleh variabel lain. Dalam pembelian buah jeruk impor, hanya usia (p=0,035) yang memiliki pengaruh yang signifikan. Semakin bertambahnya usia ibu rumah tangga memiliki peluang 0,586 kali lebih rendah dalam melakukan pembelian buah jeruk impor dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang usianya lebih muda.
50
Tabel 30 Faktor yang berpengaruh terhadap pembelian buah jeruk impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Preferensi jeruk (1= jeruk impor, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0,780 Chi-square= 29,609 Sig= 0,000 Ket = **signifikan pada p<0,05
Pembelian buah jeruk impor (1= impor, 0= lokal) B Sig. Exp(B) -0,535 0,035** 0,586 0,000E-6 0,327 1,000 -2,943 0,102 0,053 -0,634 0,714 0,530 -0,063 0,486 0,939 0,093
0,954
1,098
-19,997
0,997
0,000
7,914 60,119
0,128 0,049
2,736E3 1,286E26
Pada uji pengaruh terhadap pembelian buah kelengkeng impor diketahui bahwa nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,137 yang berarti bahwa 13,7 persen pembelian buah kelengkeng impor dapat dijelaskan dalam variabel bebas, sedangkan 86,3 persen dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembelian buah kelengkeng impor. Hal tersebut dikarenakan model yang tidak signifikan terlihat dari nilai signifikasinya yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,823. Tabel 31 Faktor yang berpengaruh terhadap pembelian buah kelengkeng impor Variabel Bebas Usia (Tahun) Pendapatan (Rupiah) Pendidikan (Tahun) Suku (1=Sunda, 0=lainnya) Ethnosentrisme (Skor) Gaya hidup sosial aktif (1= Gaya hidup sosial aktif, 0= lainnya) Gaya hidup keluarga (1= Gaya hidup keluarga, 0= lainnya) Preferensi kelengkeng(1= kelengkeng impor, 0= lainnya) Konstanta Nagelkerke R Square=0,137 Chi-square= 4,365 Sig= 0,823
Pembelian buah kelengkeng impor (1= impor, 0= lokal) B Sig. Exp(B) 0,093 0,403 1,097 0,000E-6 0,771 1,000 0,279 0,397 1,321 -0,758 0,396 0,469 -0,070 0,257 0,933 -0,030
0,977
0,971
-0,402
0,714
0,669
0,041
0,967
1,042
-5,054
0,498
0,006
51
PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai dan gaya hidup terhadap preferensi dan perilaku pembelian buah-buahan impor. Responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga ditentukan dengan pertimbangan bahwa kaum ibu secara umum adalah orang yang bertanggung jawab dalam menentukan konsumsi pangan dalam keluarga. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang melakukan pembelian dan konsumsi buahbuahan. Hal tersebut karena pada keluarga memiliki pendapatan yang relatif lebih baik. terlihat dari sebagian besar istri dan suami berada diusia 41 sampai 50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga merupakan keluarga dengan orangtua yang masih dalam usia produktif. Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui juga bahwa proporsi terbesar keluarga memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp 4.333.334,00. Fenomena ini menunjukkan bahwa keluarga yang menjadi contoh dalam penelitian ini memiliki status ekonomi yang relatif lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan Schiller (2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang baru memiliki pekerjaan akan memiliki pendapatan yang rendah, sedangkan semakin usianya meningkat (produktif) maka pendapatan akan lebih meningkat atau relatif lebih baik. Dengan pendapatan keluarga contoh yang relatif lebih baik maka akan daya beli pada buah-buahannya juga akan lebih baik. Hal tersebut dikarenakan jumlah pendapatan yang terdapat pada keluarga akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya (Sumarwan 2004). Tingkat pendidikan suami dan istri yang paling tinggi adalah perguruan tinggi (S1), sedangkan yang paling rendah adalah SLTP. Hampir keseluruhan tingkat pendidikan suami (84,7%) dan istri (85,0%) didominasi oleh SLTA. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan baik suami dan istri relatif lebih baik. Semakin baik pendidikan seseorang diharapkan semakin baik pula konsumsi pangan yang dikonsumsinya. Hal tersebut dikarenakan tingkat pendidikan yang terdapat pada seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berfikir, cara pandang dan juga persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif
52
terhadap informasi dan mempengaruhi dalam pemilihan produk atau merek serta menyebabkan selera yang berbeda juga (Sumarwan 2004). Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat ( Sumarwan 2004). Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan budaya. Salah satu bentuk nilai adalah ethnosentrisme yang dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan dimana konsumen lebih memilih produk dalam negeri dibandingkan dengan produk luar negeri (Shimp & Sharma 1987). Nilai-nilai yang dianut oleh sesorang akan menentukan konsumsinya (Kasali 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap buah lokal hanya 8,3 persen, sedangkan yang ibu rumah tangga yang percaya terhadap buah impor lebih banyak yaitu sebesar 23,3 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya kepercayaan ibu rumah tangga terhadap produk dalam negeri, padalah produk impor belum tentu memiliki kualitas yang baik dibandingkan dengan produk dalam negeri. Ciri-ciri ibu rumah tangga yang memiliki ethnosentrisme yang tinggi adalah menyetujui bahwa seharusnya orang Indonesia selalu membeli produk buah-buahan yang diproduksi di dalam negeri, hanya buah-buahan yang tidak diproduksi di Indonesia yang boleh diimpor, dan buah lokal adalah pilihan utama saya. Gaya hidup adalah pola konsumsi yang menggambarkan bagaimana seseorang hidup, menghabiskan atau memanfaatkan uang dan waktu yang dimilikinya (Solomon 2002; Sumarwan 2004; Engel et al 1994). Gaya hidup dapat menggambarkan identitas dari suatu kelompok yang terdapat dalam masyarakat (Solomon 2002). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis (Sutisna 2001). Gaya hidup dianalisis dengan menggunakan analisis K-Mean Cluster. Gaya hidup dalam penelitian ini terdiri dari tiga macam yaitu gaya hidup berorientasi sosial aktif, gaya hidup berorientasi keluarga, dan gaya hidup berorientasi status. Berdasarkan hasil penelitian hampir separuh ibu rumah tangga (40,0%) memiliki gaya hidup berorientasi keluarga. Gaya hidup berorientasi pada keluarga adalah
53
seseorang yang menghabiskan waktu atau uangnya bersama keluarga seperti lebih memilih menghabiskan waktu dengan anggota keluarga daripada mengikuti kegiatan bersama teman-temannya. Ibu rumah tangga yang gaya hidupnya berorientasi keluarga memiliki ciri-ciri yaitu lebih memilih kegiatan bersama keluarga dibandingkan dengan kegiatan dengan teman-temannya, sering berpergian dengan anggota keluarga, dan setuju bahwa seseorang yang sering menawar dalam melakukan pembelian memiliki uang tabungan keluarga yang lebih banyak serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Preferensi adalah derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap makanan. Salah satu yang mempengaruhi preferensi konsumen adalah karakteristik produk meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur (Sanjur 1982). Berdasarkan hasil penelitian tingkat preferensi ibu rumah tangga terhadap buah-buah impor berbeda-beda. Pada buah apel dan kelengkeng, hampir keseluruhan ibu rumah tangga lebih menyukai buah impor. Pada buah jeruk hampir keseluruhan ibu rumah tangga (70,0%) lebih menyukai buah lokal dibandingkan dengan buah impor. Alasan ibu rumah tangga yang menyukai buah apel impor paling banyak adalah karena teksturnya yang empuk (26,2%). Alasan ibu rumah tangga yang lebih menyukai buah jeruk lokal adalah karena rasanya yang lebih manis (69,1%) dibandingkan dengan buah jeruk impor. Pada buah kelengkeng impor lebih banyak (71,0%) disukai oleh para ibu rumah tangga karena buahnya lebih manis dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal. Hal tersebut menunjukan bahwa dari keseluruhan buah-buahan impor disukai karena atribut yang terdapat dalam produk. Hal tersebut sesuai dengan faktor-faktor pemasaran yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu product, price, place, dan promotion (Kotler & Keller 2007). Faktor-faktor yang termasuk dalam hal produk adalah atribut yang terdapat dalam produk seperti rasanya yang manis, empuk, renyah, enak, dan segar. Hasil uji hubungan dengan menggunakan korelasi Spearman menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara preferensi buah apel, dan jeruk impor. Hal tersebut diduga karena perbedaan rasa yang terdapat pada buah apel impor dan jeruk impor sehingga mengakibatkan tidak terdapat hubungan antara preferensi buah apel dan jeruk impor. Pada buah apel impor memiliki rasa
54
yang lebih manis daripada buah apel impor. Hal tersebut berbeda dengan buah jeruk impor yang memiliki rasa yang lebih bervariasi, sehingga tidak terdapat hubungan antara preferensi buah apel dan jeruk impor. Pada preferensi buah kelengkeng impor memiliki hubungan yang positif signifikan dengan preferensi buah apel dan jeruk, yang berarti bahwa semakin ibu rumah tangga tersebut menyukai buah kelengkeng impor maka ibu rumah tangga tersebut juga lebih menyukai buah apel dan jeruk impor. Hal tersebut berkaitan dengan rasa, dimana buah kelengkeng impor memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal, begitupula dengan buah apel impor yang memiliki rasa yang lebih dibandingkan dengan buah apel lokal sehingga ibu rumah tangga tersebut lebih menyukai buah apel impor. Pada buah kelengkeng impor juga memiliki hubungan yang positif signifikan dengan buah jeruk impor. Hal tersebut berkaitan dengan kemasan, dimana buah kelengkeng impor memiliki kemasan yang lebih tebal (besar) sehingga lebih menarik dibandingkan dengan buah kelengkeng lokal, begitupun dengan buah jeruk impor yang memiliki kemasan yang lebih menarik sehingga lebih disukai oleh ibu rumah tangga. Hampir separuh ibu rumah tangga (41,7%) membeli buah-buahan ditukang sayur. Ibu rumah tangga memilih membeli buah-buahan ditukang sayur karena kemudahan mengaksesnya dibandingkan membeli di swalayan. Hal tersebut sesuai dengan Sumarwan (2004) yang menyatakan lokasi yang jauh dari jangkauan konsumen tidak akan diminati untuk dikunjungi. Selain itu juga, menunjukan bahwa buah impor sudah menjalar ke pasar traditional seperti di tukang sayur, sehingga masyarakat tidak perlu membeli buah impor ke swalayan. Semakin mudah ditemukannya buah-buahan impor mengakibatkan semakin meningkatkan persaingan terhadap komoditas buah lokal. Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Salah satu jenis pangan adalah buah-buahan (Hardinsyah et al 2002). Manusia tidak cukup makan yang sejenis saja melainkan harus beranekaragam agar mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi. Dengan kata lain manusia
harus makan makanan pokok ditambah dengan buah-buahan
(Natawidjaja 1983). Berdasarkan hasil penelitian, lebih dari separuh keluarga
55
(53,3%) frekuensi konsumsi dalam mengkonsumsi buah-buahan masih rendah yaitu 2-3 kali seminggu. Dalam mengkonsumsi buah diketahui bahwa rata-rata konsumsi buah adalah 55,0 gram/kap/hari. Hal tersebut menunjukan bahwa konsumsi buah pada keluarga contoh masih rendah atau jauh dari aturan yang ditetapkan WHO (World Health Organization) dan para ahli gizi di Amerika Serikat menganjurkan agar masyarakat mengkonsumsi buah dan sayuran paling sedikit lima porsi seharinya (satu buah porsi setara dengan 150 gram) (Astawan & Kasih 2008). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Parhati (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata konsumsi buah di pedesaan dan di perkotaan adalah kurang dari 150 gram/hari. Rendahnya konsumsi buah diduga disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran konsumen akan pentingnya mengkonsumsi buahbuahan. Pada preferensi buah jeruk impor diketahui bahwa terdapat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap preferensi buah jeruk impor yaitu suku dan nilai ethnosentrisme. Kegiatan budaya dalam suatu keluarga ataupun bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap menghadapi apa, kapan, dan bagaimana seseorang dalam melakukan konsumsi. Pola kebudayaan dapat mempengaruhi orang dalam memilih pangan. Hal tersebut juga termasuk dalam hal menentukan jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana diolah, disalurkan, disiapkan, maupun dalam penyajian (Harper et al 1986). Berdasarkan hasil penelitian suku memiliki pengaruh yang positif terhadap preferensi buah jeruk impor yang berarti bahwa ibu rumah tangga yang berasal dari suku sunda memiliki peluang yang lebih tinggi untuk lebih menyukai buah jeruk impor. Hal tersebut diduga ketersediaan buah jeruk impor di Jawa Barat lebih banyak dibandingkan dengan buah jeruk lokal karena Jawa Barat berdekatan dengan pusat ibu kota dimana buah impor lebih banyak tersedia. Lain halnya dengan tingkat ethnosentrisme yang memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai yang negatif terhadap preferensi buah jeruk impor. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat ethnosentrisme yang terdapat pada ibu rumah tangga memiliki peluang lebih rendah untuk menyukai buah jeruk impor. Hal tersebut sesuai menurut Shimp dan Sharma (1987) yang menyatakan bahwa ethnosentrisme adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk dalam
56
negeri. Semakin tinggi tingkat ethnosentrisme ibu rumah tangga maka akan semakin menyukai buah jeruk lokal. Ethnosentrisme juga dapat diinterpretasikan bahwa membeli produk impor adalah sesuatu yang salah dan tidak patriotik dan menggangu perekonomian. Pada pembelian apel impor, variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan adalah usia contoh, suku, ethnosentrisme, dan gaya hidup berorientasi sosial aktif. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004). Semakin bertambahnya usia yang terdapat pada ibu rumah tangga memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan pembelian buah apel impor. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Rullyanto (2006) menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka akan lebih menyukai buah apel impor karena tekstur buah yang lembut dan rasanya yang lebih manis. Hal tersebut terkait dengan faktor fisiologis yang terdapat pada seseorang. Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh sifat fisik makanan dan sosial budaya konsumen (Suhardjo 1989). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu rumah tangga yang berasal dari suku sunda memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan pembelian buah apel impor dibandingkan dengan suku lainnya. Sama halnya dengan buah jeruk impor dimana ibu rumah tangga yang berasal dari suku sunda memiliki peluang yang lebih tinggi untuk menyukai buah jeruk impor. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan buah apel impor di Pulau Jawa khususnya di Jawa Barat lebih banyak dibandingkan dengan buah lokal. Nilai ethnosentrisme juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pembelian apel impor dengan nilai yang negatif, yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat ethnosentrisme yang terdapat pada ibu rumah tangga maka memiliki peluang yang tinggi untuk melakukan pembelian buah apel lokal. Hal tersebut sesuai dengan pengertian ethnosentrisme konsumen yang menunjukkan kesukaan konsumen terhadap produk domestik atau menentang produk impor. (Levine & Cambell 1972 dalam Kucukemiroglu 1997). Semakin tinggi tingkat ethnosentrisme ibu rumah tangga maka akan semakin menyukai buah apel lokal.
57
Gaya hidup merupakan hasil kondensasi dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Gaya hidup juga dapat menentukan bentuk pola konsumsi pangan seseorang (Suhardjo 1989). Gaya hidup sosial aktif memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai yang negatif terhadap pembelian buah apel impor. Ibu yang memiliki gaya hidup berorientasi sosial aktif lebih memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan pembelian buah apel lokal. Hal tersebut diduga karena ibu rumah tangga yang memiliki gaya hidup berorientasi sosial aktif memiliki informasi yang banyak melalui sosialisasi dengan masyarakat lainnya sehingga lebih mengetahui mengenai buah-buahan yang memiliki mutu yang baik dengan dengan lebih memilih buah apel lokal daripada buah apel impor. Sosialisasi adalah proses bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan, keahlian, dan hubungan sosial yang menyebabkan sesorang dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat (Sumarwan 2004). Buah impor lebih banyak mengunakan pengawet agar kemasan buah terlihat lebih menarik meskipun membahayakan bagi kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arvina (1998) menyatakan bahwa kandungan vitamin C yang terdapat di buah apel impor lebih sedikit karena panjangnya rantai pemasaran yang berarti menambahnya umur buah yang menyebabkan menurunnya vitamin C yang terdapat pada buah apel impor. Pada pembelian buah jeruk impor, variabel bebas yang memiliki pengaruh siginfikan adalah usia. Usia ibu rumah tangga memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai yang negatif terhadap pembelian buah pisang impor. Dengan kata lain, ibu rumah tangga yang usianya semakin bertambah memiliki peluang yang lebih rendah untuk membeli buah jeruk impor. Hal tersebut juga mendukung hasil penelitian Parhati (2011), yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia ibu rumah tangga, maka semakin banyak ibu rumah tangga yang membeli buah lokal. Hal tersebut dikarenakan oleh pengalaman yang dimiliki oleh ibu rumah tangga dalam mengkonsumsi buah. Semakin bertambahnya usia ibu rumah tangga maka pengalaman dalam mengkonsumsi buah lokal lebih banyak daripada ibu rumah tangga yang usianya lebih muda. Pada preferensi buah apel impor dan kelengkeng impor tidak terdapat variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan. Hal tersebut diduga
58
karena pada variabel tersebut dipengaruhi oleh variabel bebas lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti faktor atribut yang terdapat pada buah-buahan impor. Salah satu yang mempengaruhi preferensi menurut Sanjur (1982) adalah karakteristik produk yang meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur. Begitu pula dengan pembelian buah kelengkeng impor, dimana tidak terdapat variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan. Hal tersebut juga diduga dipengaruhi oleh variabel lain seperti atribut yang terdapat dibuah kelengkeng seperti rasa. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian dilakukan oleh Ginting (1999) yang menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian buah impor adalah atribut buah yang lebih baik dibandingkan dengan buah lokal. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya hanya beberapa jenis buah impor saja yang diteliti, yaitu buah apel, jeruk dan kelengkeng. Selain itu, jumlah contohnya terbatas dan lokasi penelitian yang hanya dilakukan disatu lokasi perumahan sehingga generalisasi dari hasil penelitian terbatas pada lokasi yang memiliki karakteristik sosial ekonomi yang sama. Variabel preferensi yang dianalisis hanya dilihat apakah menyukai buah impor atau tidak menyukai buah impor (ya atau tidak). Begitu pula dengan perilaku pembelian buah impor, hanya dianalisis apakah melakukan pembelian atau tidak melakukan pembelian buah impor (ya atau tidak).