Prologue
Ada seorang anak kecil yang mengendap-endap memasuki sebuah kamar dimana di tengah ruangan terdapat sebuah piano besar. Dia perlahan-lahan menutup pintu dan melihat piano besar tersebut dengan kedua mata berbinar. Anak kecil tersebut berjalan dengan pelan menuju piano tersebut dan membuka cover piano. Mulutnya menganga lebar ketika ia melihat pemandangan didepannya. Piano tersebut bersinar karena terkena sinar matahari yang masuk melalui jendela. “Wow…” ucapnya dalam kagum, sambil kedua tangannya menyentuh kunci-kunci piano. Dia berjalan memutari sambil terus melihat piano tersebut dengan kedua mata yang melebar dan berbinar. Dia bertekad untuk menundukkan agar dapat melihat dasar piano. Dengan sebuah tangan terulur dan kedua matanya yang juga terus mengamati dasar piano, hingga ia menyadari ada sebuah lubang. “Apa itu?” gumamnya dan perlahan-perlahan menundukkan badannya agar dapat melihat lebih jelas dan memutuskan untuk merangkak masuk. Karena ia masih anak kecil, ia dapat dengan mudah merangkak dan memasukkan tangannya kedalam lubang tersebut dan terpekik kaget ketika ia merasa tangannya menyentuh sesuatu. Ia segera menarik kembali tangannya.
Ia menggigit bibir bawahnya, merasa sangat penasaran terhadap sesuatu yang ada didalam lubang tersebut. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk memasukkan kembali tangannya dan kali ini, ketika ia akhirnya menyentuh sesuatu, ia memegangnya dan menarik tangannya. Dia mengedipkan kedua matanya saat ia melihat sebuah buku tebal yang bertuliskan di sampul buku:
Fiction
“John! Waktunya untuk bangun!” Terdengar suara teriakan di luar kamar. John yang memang mudah untuk dibangunkan, dengan perlahan membuka kedua matanya dan menguap. Dia bangun dan meregangkan badannya sedikit sambil berjalan menuju jendela kamar dan membukanya untuk menghirup udara pagi. Wajar saja, hari ini adalah hari
2
pertama ia masuk ke akademis musik yang dapat dikatakan sangat piawai. Apalagi, ibunya sangat mengharapkan prestasi yang akan diraihnya. Sebuah senyum terbentuk di bibirnya. “John! Kau akan telat!” “Iya, Ma! Aku akan siap-siap sekarang!” John membalas dengan suara nyaring. 10 menit kemudian, John telah memakai seragam Akademis dan memandang dirinya melalui cermin dengan senyum optimis. “Wish me luck!”
♫♫♫ “Kau kelihatan senang.” John segera menatap Mamanya.”Kenapa bilang begitu?”
3
Mama John tersenyum dan meletakkan roti bakar di meja makan.”Terlihat senang, itu saja. Hari ini adalah ekspresi tersenangmu dari selama ini.” John tertawa kecil.”Aku mendapatkan teman baru kemarin. Cewek lagi.” “Hoh, cewek?” “Tapi tentu saja tidak ada hubungan apa-apa.” Ucap John cepat, tidak ingin Mamanya memikirkan hal yang bukan-bukan. “Mama tidak bilang apa-apa, kok.” Balas Mama John dengan nada jahil.”Tapi, kalau ada apa-apa juga tidak masalah. Kau tahu, kan, kalau Mama sangat terbuka untuk hal cinta anak muda. Apalagi kau adalah anak Mama satu-satunya.” John hanya meringis dan berdiri. “Aku pergi dulu.”
♫♫♫
4
“John, boleh Mama bertanya sesuatu?” John yang baru saja memasukkan sesuap nasi didalam mulutnya, mengangguk sambil mengambil lauk di depannya. “Kau kelihatan aneh beberapa hari ini. Apa terjadi sesuatu?” Tanya Mama John.”Kau tahu kalau kau bisa bercerita padaku, kan?” “Tidak
ada
apa-apa,
kok.”
Jawab
John.”Kehidupanku sangat berjalan lancar. Akademisku juga baik-baik saja…” ”Dan kau tidak pernah bercerita apapun tentang teman cewekmu itu.” Lanjut Mama John, menyelesaikan jawaban kaku John. John
mulai
mengingat
kembali
peristiwa
terakhir antara dia, Jingga dan Ricky. Saat itu jugalah dia tidak pernah bertemu dengan Jingga lagi. Kemudian, John
menatap
wajah
Mamanya
yang
sedang
menatapnya dengan penasaran dan dia tampak teringat sesuatu.
5
“Bukankah Mama adalah salah satu anggota komite Akademi Musikku, kan?” Mama John mengunyah dan menelan makanan didalam mulutnya dan menjawab,”benar. Tapi belum lama juga, kok, John.” “Apa Mama pernah tahu atau mungkin mendengar murid baru sepertiku yang bernama Jingga Prasetyo?” “Jing…ga Prasetyo?” John mengangguk dan raut wajah Mama John segera berubah, dari penasaran dengan kehidupan anaknya menjadi rasa bingung, heran dan kaget yang bercampur menjadi satu. “Mama tahu.” Jawab Mama John, akhirnya. “Benarkah?” “Jingga Prasetyo adalah murid baru di Akademi Musik 20 tahun yang lalu…”
♫♫♫
6
John tiba di Akademi Musik dengan kedua mata merah. Dia tidak bisa tidur semalaman dan terus menerus memikirkan Jingga Prasetyo. Ia menguap sambil memarkirkan sepedanya. Ia merasa lelah, tetapi rasa penasaran lebih kuat dibandingkan lelah yang saat ini dirasainya. John menghela napas dan berjalan keluar dari tempat parkir. “John, kau tampak lelah. Bergadang ya tadi malam?” John berhenti untuk menoleh dan melihat Pak Rizal juga baru saja memarkirkan sepedanya. “Tidak, Pak Rizal. Hanya memikirkan sesuatu yang membuatku tidak bisa tidur.” Jawab John ketika Pak Rizal berdiri di sampingnya dan mereka mulai berjalan. “Pikirin cewek?” John hanya tersenyum sedikit dan menggeleng. “Ada kelasku hari ini?”
7
John menggeleng lagi dan tiba-tiba teringat sesuatu. “Pak
Rizal,
bolehkah
saya
menanyakan
sesuatu?” Pak Rizal menatap John dengan tatapan tanda Tanya dan akhirnya mengangguk. “Berapa usia anda sekarang?” “40 tahun. Kenapa?” Tanya Pak Rizal kembali dengan tatapan ingin tahu. Jarang sekali ada siswa yang menanyakan umurnya, karena wajahnya yang garang dan sikap sering marahnya.
♫♫♫ John mengumpat ketika ia mengingat bahwa semalam tidak bisa tidur lagi. Dia tidak bisa tidur karena ucapan Jingga yang terus terngiang di telinganya. Meskipun ia mencoba untuk mengingat-ingat apakah ia pernah mengucapkan kata-kata yang salah, tetapi ia tidak bertemu Jingga sejak lama. Bagaimana mungkin ia bisa menyakiti Jingga? 8
Sekarang, John sedang berdiri didepan rumah Pak Rizal setelah kelasnya selesai. John menekan bel rumah dan beberapa detik kemudian, pintu rumah tersebut terbuka dan Pak Rizal muncul tak lama kemudian. “Ayo masuk.” Kata Pak Rizal dan John segera memasuki
rumah
pemilik
tersebut.”Anggap
saja
rumahmu sendiri, John. Duduk di ruang tamu, ya. Aku akan membuat teh terlebih dahulu. Kamu masih bisa menunggu sebentar, kan?”
♫♫♫
9