DEMOKRATISASI DAN PERMASALAHANNYA Dra. RIA MANURUNG, Msi. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara BABI PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai sistem sosial, oleh karena di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sistem sosial. Menurut Parsons dalam (Jhonson, 1984) sistern sosial sebagai satu keseluruhan juga terlibat dalam saling tukar menukar dengan lingkungannya. Lingkungan sistem sosial itu terdiri dari lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya dan organisme perilaku. Hal ini disebabkan satuan pembentuk dasar dari sistern sosial adalah peran, status. Dengan demikian orang-orang secara individual termasuk dalam sistem sosial. Sejalan dengan itu, pendekatan struktur fungsional mernpunyai anggapan dasar (Nasikun, 1993) bahwa, masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Menurut Nasikun (1993) setiap sistem sosial memiliki kecenderungan untuk mencapai stabilitas atau equalibrium di atas konsensus para anggota rnasyarakat, rnaka tatanan sosial yang ada harus tetap berlaku dari generasi demi generasi. Oleh karenanya, sistem tatanan sosial yang perlu ditanamkan pada setiap individu anggota masyarakat. Dengan perkataan lain, setiap masyarakat perlu melaksanakan sosialisasi sistem sosial yang dimiliki. Proses sosialisasi ini pada dasarnya bertujuan untuk rnengintegrasikan sistem personal dari sistem kultur ke dalam sistem sosial. Dengan demikian akan terdapat komitmen dari para individu kepada tatanan, nilai-nilai dan normanorma yang ada di masyarakat. Menurut Parson (1992) ada dua mekanisme yang akan mengintegrasikan sistem ke dalam sistem kultur: mekanisme sosialisasi dan mekanisme kontrol sosial.Dalam hal ini Parson (1992) melihat mekanisme sosialisasi merupakan alat dengan mana pola kultural, seperti nilai-nilai, bahasa dan lain-lain simbol ditanamkan pada sistem personal. Dengan proses ini maka anggota masyarakat akan menerima dan memiliki komitmen terhadap norma-norma yang ada. Selanjutnya mekanisme kontrol menurut (Parson, 1992) mencakup suatu proses dimana status dan peran yang ada di masyarakat diorganisir ke dalam sistem sosial, sehingga perbedaan-perbedaan dan ketegangan-ketegangannya ada di masyarakat dapat ditekan. Mekanisme kontrol tersebut meliputi antara lain: pelembagaan, sanksi-sanksi, aktivitas ritual, pengintegrasian kembali agar keseimbangan dapat dicapai kembali. Dengan adanya mekanisme integrasi dari sistem Kultural, sistem sosial dan sistem personal tersebut akan menjaga keseimbangan sistem sosial yang ada. Menurut Halminton (1990) ada dua konsep untuk menganalisis sistem sosial yaitu: 1. Konsep interpenetrasi yang mengisyaratkan bahwa bagaimanapun pentingnya pembatasan logis sebagai suatu ideal teoritis, secara empiris sistem-sistem so sial dianggap sebagai sistem-sistem terbuka, yang terlibat dalam proses rumit saling pertukaran dengan sistem-sistem yang melingkungi termasuk dalam hal ini, sistem-sistem kultural dan kepribadian, sub-sistem sub-sistem organisme yang perilaku dan lainnya, dan melalui organisme itu, lingkungan fisis. 2. Suatu sistem sosial bisa dan harus dianalisis dalam hal tiga dasar atau sumbu variabilitas yang logis indenpenden yaitu membelah tetapi juga interdependen, atau yang bisa disebut sebagai dasar-dasar abstraksi selektif.
© 2003 Digitized by USU digital library
1
Selanjutnya Halminton (1990) juga mengatakan dalam membahas sistem sosial sebagai suatu sistem, terbukti bahwa kategori-kategori struktural mempunyai peranan penting, dengan demikian adalah penting memperlakukan masalah-masalah motivasional dalam konteks hubungan mereka kepada struktur dan mengajukan masalah-masalah dinamik dalam kerangka seseimbangan kekuatan-kekuatan yang beroperasi untuk mempertahankan atau mengubah struktur tertentu. Dalam hal ini struktur sosial adalah suatu sistem pengharapan yang berpola dari perilaku-perilaku individu-individu yang menempati status-status tertentu dalam sistem sosial. Menurut para sosiolog dalam Halminton (1990) sistem pengharapan sah yang berpola itu disebut sebagai suatu sistem peranperan
BABll PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Sistem Sosial Pada umumnya masyarakat mengartikan sistem adalah suatu cara atau rangkaian kegiatan yang menyangkut teknis melakukan sesuatu. Namun tidak demikian halnya di dalam kajian sosiologis. Sosiologis melihat sistem merupakan suatu rangkaian berbagai unsur yang satu sama lain berhubungan secara utuh tanpa dapat dipecah-pecahkan. Sementara itu menurut Tatang (Abdulsyani, 1994) isitilah sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang mempunyai pengertian sebagai berikut: ! Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian. ! Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Abdulsyani (1994) mengatakan sistem adalah himpunan dari bagianbagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja sendiri dan bersama-sama saling mendukung; semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada lingkungan yang kompleks. Untuk menelah hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat maka istilah yang digunakan adalah sistem sosial. Menurut Abdulsyani (1994), sistem sosial merupakan konsep yang paling umum dipakai dalam menjelaskan dan mempelajari hubungan manusia di dalam kelompok atau dalam organisasi sosial. Dalam hal ini manusia sebagai anggota masyarakat merupakan individuindividu yang saling bergantungan. lnteraksi antar individu yang berkembang menurut standar penilaian dan kesepakatan bersama yaitu berpedoman pada norma-norma sosial merupakan dasar dari terbentuknya sistem sosial. Hal ini sejalan dengan yang diajukan Jhonson (1986) sistem sosial hanya salah satu dari sistem-sistem yang termasuk dalam kenyataan sosial. Sistemsistem sosial tersebut merupakan bentukan dari tindakan-tindakan sosial individu. Pada dasarnya suatu sistem sosial menurut Nasikun (1993) tidak lain adalah suatu sistem daripada tindakan-tindakan. la terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang di atas standar penilaiaan umum masyarakat. Sistem Sosial adalah sistem bermasyarakat itu sendiri. Menurut pandangan ilmu sosial, struktur sosial merupakan suatu sistem pengharapan-pengharapan yang berpola dari prilaku individu-individu yang menempati status-status tertentu dalam sistem sosial. Selama sekelompok peran tersebut penting secara strategi bagi sistem sosial, kompleks pola-pola yang mendefenisikan perilaku yang diharapkan di dalam peran-peran itu bisa disebut sebagai suatu lembaga. Struktur-struktur kelembagaan dalam pengertian ini merupakan unsur fundamental dari stuktur sistem sosial.
© 2003 Digitized by USU digital library
2
2.2. Fungsi Sistem Sosial di Dalam Masyarakat Sistem sosial pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk mencapai stabilitas. Karena sistem sosial menurut Nasikun (1993) memang sering kali mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar, baik dengan cara tetap memelihara status quo maupun dengan cara melakukan bersifat reaksioner. Dengan demikian fungsi dari setiap sistem sosial menurut Halminton (1990) ada empat yaitu: a. Fungsi Pemeliharaan Pola Fungsi Pemeliharaan Pola mengacu pada keharusan mempertahankan stabilitas pola-pola budaya terlembaga yang mendefenisikan struktur dari sistem tersebut. Dalam hal ini fungsi esensial adalah pemeliharaan, pada tingkat kultural, dan stabilitas nilai-nilai terlembaga melalui proses-proses yang mengartikulasikan nilai-nilai dengan sistem kepercayaan, yaitu keyakinan-keyakinan agama, idiologi, dan semacamnya. Selain itu adanya fungsi kendali yang menyangkut motivasi komitmen individual. b. Fungsi Pencapaian Tujuan Fokus dari orientasi tujuannya terletak dalam hubungannya sebagai suatu sistem terhadap kepribadian-kepribadian dari individu-individu peserta. Karena itu ia menyangkut bukannya komitmen kepada nilai-nilai masyarakat, tetapi motivasi untuk menyumbang apa yang perlu bagi berfungsinya sistem : "Sumbangan-sumbangan" ini berbeda menurut kedaruratannya. c. Fungsi Adaptasi Fungsi Adaptasi ini merupakan suatu tindakan penyesuaiaan dari sistem terhadap "tuntutan kenyataan" yang keras yang tidak dapat diubah 'yang datang dari lingkungan'. d. Fungsi Integrasi Dari keseluruhan fungsi integrasi adalah fokus dari sifat-sifat dan prosesproses yang paling menonjol. Pentingnya integrasi mengisyaratkan bahwa semua sistem, kecuali dalam kasus tertentu, itu didefenisikan dan dipecahpecah menjadi unit-unit yang relatif independen, yaitu harus diperlakukan sebagai sistem- sistem lain, yang dalam hal ini subsistem-subsistem lain dari sistem sama yang lebih luas. Dalam suatu masyarakat yang sangat terdeferensial, fokus primer dari fungsi integrasi didapati dalam sistem norma-norma legalnya dan pelaku-pelaku yang berhubungan dengan manajemennya, terutama pengadilan dan profesi hukum. 2.3. Persyaratan Fungsional Suatu Sistem Sosial Secara umum unsur-unsur dari sistem sosial adalah terdiri dari status, peranan dan perbedaan sosial; akan tetapi sesungguhnya secara lebih luas, sesungguhnya banyak sekali komponen yang terkandung dalam pengertian sistem sosial itu. Menurut Alvin L.Bertrand (1980), ada sepuluh unsur yang terkandung dalam sistem sosial, sebagai berikut : 1. Keyakinan (pengetahuan) Keyakinan mempakan unsur sosial yang dianggap sebagai pedoman dalam melakukan penerimaan suatu pengetahuan dalam kehidupan kelompok sosial dalam masyarakat. Keyakinan ini secara praktis biasanya digunakan dalam kelompok masyarakat yang masih tergolong terbelakang segi pengetahuannya, sehingga dalam menilai suatu kebenaran dirumuskan melalui keyakinan bersama. Misalnya, dalam menilai berbahaya atau tidak dalam menerima anggota baru pada suatu kelompok atau organisasi sosial, dinilai berdasarkan kekuatan keyakinan. 2. Perasaan (Sentimen)
© 2003 Digitized by USU digital library
3
3.
4.
5.
6.
7.
Perasaan menurut Alvin, menunjuk pada bagaimana perasaan pada anggota suatu sistem sosial (anggota kelompok) tentang hal-hal, peristiwaperistiwa serta tempat-tempat tertentu. Unsur perasaan sangat membangun dalam rangka menjelaskan pola-pola tingkah laku yang tidak dapat dijelaskan melalui cara-cara lain. Suatu keberhasilan suatu sistem juga tergantung bagaimana perasaan para anggotannya secara umum. Jika di dalam suatu sistem terdapat banyak anggota saling menaruh perasaan dendam, benci dan iri antara satu sama lainnnya, maka bisa diketahui bahwa hubungan kerjasamanya tidak akan berhasil dengan baik. Tujuan, sasaran, atau cita-cita Cita-cita, tujuan atau sasaran, di dalam suatu sistem sosial merupakan pedoman bertindak agar program kerja yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dapat tercapai secara efektif Norma Norma-norma sosial, menurut Alvin; dapat dikatakan sebagai patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu. Unsur norma ini merupakan komponen sistem sosial yang dapat dianggap paling kritis untuk memahami serta meramalkan aksi atau tindakan manusia. Norma-norma menggambarkan tata tertib atau aturan-aturan permainan yang dapat memberikan petunjuk tentang standar untuk bertingkah laku dan di dalam menilai tingkah laku. Contohnya, tentang kejujuran, tata tertib suatu permainan, tata tertib hukum, dan sebagainya. Alvin kemudian menggambarkan bahwa dengan berpegang pada norma, sebenarnya dimaksudkan sebagai landasan untuk dapat menilai tingkah laku individu dan juga kelompok. Apabila tingkah laku seseorang dipandang wajar dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya, maka interaksi dalam kelompok tersebut akan berlangsung dengan wajar sesuai dengan ketetapan-ketetapan persama. Status dan peranan Dengan status, seseorang dapat menentukan sifat dan tingkatan kewajiban serta tanggung jawab di dalam suatu kelompok masyarakat; di samping juga menentukan hubungan antara atasan dan bawahan terhadap anggota lain dalam kelompok masyarakat. Menurut Alvin; status merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban serta hak-hak yang sudah ditentukan dalam suatu masyarakat. Sedangkan pola tingkah laku yang diharapkan dari orang-orang pemangku suatu status; dinamakan peranan. Peranan-peranan sosial saling berpadu sedemikian rupa, sehingga saling tunjang menunjang secara timbal balik di dalam hal yang menyangkut tugas, hak dan kewajiban. Oleh karena itu suatu penampilan peranan status (status-role performance) adalah proses penunjukan atau dari status dan peranan sebagai unsur stuktural di dalam sistem sosial. Tingkatan atau pangkat (rank) Tingkatan atau pangkat merupakan unsur sistem sosial yang berfungsi menilai perilaku-perilaku anggota kelompok, Sebaliknya suatu proses penilaian terhadap perilaku-perlaku anggota kelompok, dimaksudkan untuk memberikan kepangkatan (status) tertentu yang dianggap sesuai dengan prestasi-prestasi yang telah dicapai. Orang yang dianggap berhasil dalam melaksanakan tugasnya, bisa dinaikkan pangkatnya (status) ke jenjang yang lebih tinggi. Begitu seterusnya sehingga berbagai aktivitas nampak saling bergantungan sehingga dengan demikian dapat dikategorikan sebagai sistem sosial. Kekuasaan atau pengaruh (power) Istilah kekuasaan menunjuk pada kapasitas penguasaan seseorang terhadap anggota-anggota kelompok atau organisasi. Kekuasaan seseorang dalam mengawasi anggota kelompok biasanya dapat dilihat dari status yang dimiliki. Pengaruhnya sangat besar dalam pengambilan suatu keputusan biasanya pemegang kekuasaan mempunyai wewenang dan kemampuan untuk
© 2003 Digitized by USU digital library
4
mempengaruhi para anggota kelompoknya. Dalam analisis sistem sosial suatu kekuasaan merupakan patokan bagi para anggota suatu kelompok atau organisasi dalam menerima berbagai perintah dan tugas. 8. Sanksi Sanksi merupakan ancaman hukum yang biasanya ditetapkan oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya yang dianggap melanggar normanorma sosial kemasyarakatan. Penerapan sanksi oleh masyarakat ditujukan agar pelanggarnya dapat mengubah perilakunya ke arab yang lebih baik sesuai dengan norma-norma sosial yang berlaku. 9. Sarana atau fasilitas Secara umum sarana dirnaksudkan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dari sistem sosial. Yang paling penting dari unsur sarana adalah terletak dari kegunaannya bagi suatu sistern sosial. Dalam analisis sistem sosial pada prinsipnya mengutamakan fungsi dari suatu sarana agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, betapapun sederhananya sarana tersebut. 10. Tekanan Ketegangan (Stress-strain) Di dalam sistem sosial senantiasa terjadi ketegangan, sebab dalam kehidupan masyarakat tidak ada satupun anggotanya yang mempunyai perasaan dan interprestasi sama terhadap kegiatan dan masalah yang sedang dihadapi bersama. ltulah sebabnya, maka suatu ketegangan hubungan antar anggota kelompok masyarakat pada batas waktu tertentu dapat terjadi. Ketegangan erat kaitannya dengan taraf kekangan yang diterirna oleh seseorang individu dari individu lain atau kelompok. Ketegangan itu terjadi oleh karena adanya konflik peranan sebagai akibat dari proses sosial yang tidak merata. Jika dalam suatu sistem sosial dapat tumbuh dan berkembang dengan langgeng, itu karena tingkat toleransi diantara anggotanya relatif. Fakta sosial menunjukkan adanya dinamika suatu hubungan sosial mencerminkan orientasi timbal balik antara dua atau lebih. Hubungan ini dapat bertahan bergantung pada keberhasilan mereka dalam hal ini dapat dilihat dari sisi perbandingan reward dan cost. Selain kebutuhan individu yang terpenuhi melalui interaksi, ada juga persyaratan tambahan yang harus dipenuhi agar hubungan dapat berlangsung lama. Semua sistem sosial menuru Johnson (1986) dari hubungan duaan yang paling sederhana sampai masyarakat yang kompleks harus memenuhi persyaratan minimal tertentu kalau mau tetap bertahan hidup atau mempertahankan identitasnya serta struktur sebagai sistem yang terus bergerak. Dalam konteks inilah menurut Parons (Johnson, 1986) kerangka A-G-I-L adalah persyaratan suatu sistem sosial agar fungsional yaitu: a) A. Adaption menunjukkan bahwa keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya. Ada dua dimensi yang dapat diperhatikan: pertama, harus ada “suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang keras yang tidak dapat diubah yang datang dari lingkungan. Kedua, ada proses: “transformasi aktif dari situasi itu” ini meliputi penggunaan segi-segi situasi itu yang dapat dimanipulasi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. b) G. Goal Attainment, merupakan persyarataan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya. Dalam hal ini adalah tujuan bersama para anggota dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian tujuan ini harus meliputi pengambilan keputusan yang berhubungan dengan prioritas dari sekian banyak tujuan. c) I. Integration, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interaksi antara para anggota dalam sistem sosial. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama dikembangkan daan dipertahankan.
© 2003 Digitized by USU digital library
5
d) L. Latent Patern Maintenance, para anggota dalam sistem sosial apa saja bisa letih dan jenuh serta tunduk pada sistem sosial harus berjaga-jaga bilamana sistem itu sewaktu-waktu kocar-kacir dan para anggotanya tidak lagi bertindak atau berinteraksi sebgai anggota sistem. Dalam beberapa hal, mekanisme tertentu dapat dikembangkan untuk membantu memulihkan dorongan motivasional dan untuk membaharui atau memperkuat komitmen terhadap pola-pola budayanya. 2.4. Masayarakat Sebagai Suatu Sistem Sosial Pada umumnya pemakaian istilah sistem didalam kehidupan bermasyarakat merupakan suatu pengertian adanya suatu rangkain atau saling ketergantungan baik sebagai kegiatan maupun sarana kegiatan. Sebagai contoh sistem transportasi atau sistem pengajaran. Pemakaian istilah ini dapat kita lihat hampir melanda semua kehidupan baik di tingkat masyarakat awam maupun didalam semua kehidupan akademis. Hal ini dapat terjadi karena istilah sistem dipahami sebagai suatu rangkaian yang saling berhubungan, sehingga semua bentuk yang menyerupai rangkaian disamaratakan untuk semua kepentingan. Menurut Singgih (Analisis: 1999) secara teoritis, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan istilah sistem. Pertama: menggunakan sistem untuk menunjuk suatu kesatuan dari berbagai bagian yang terpisah. Kedua : menggunakan istilah sistem untuk menunjuk suatu metode untuk menganalisis suatu persoalan tertentu. Bila ditinjau dari sudut sosiologi, maka menurut Alex Inkeles (Sunarto: 1985) sistem sosial, adalah masyarakat yaitu kelompok yang merupakan satuan terbesar. Bagi sosiologi, sistem sosial inilah yang selalu menarik untuk diteliti. Namun demikian kelompok yang disebut dengan masyarakat harus memenuhi 4 kriteria yaitu: kelompok tersebut harus mampu berada lebih lama daripada masa hidup seorang individu, kelompok tersebut harus merekrut anggota-anggota barunya, kelompok tersebut harus bersatu dalam memberikan kesetiaannya, kriteria yang terakhir adalah "sistem tindakan yang biasanya diwujudkan oleh suatu kelompok yang mempunyai hubungan sosial timbal balik yang relatif langgeng. Simmel berpendapat, bahwa masyarakat dapat ditafsirkan dari pelbagai sudut, dalam hal ini Comte melihat suatu masyarakat merupakan hubungan sistematis antara lembaga-lembaga, kesopanan sosial dengan cita-cita, yang kesemuanya merupakan kesatuan dari proses fisik, moral dan intelektual (Soekanto, 1983). Lauer (1989) melihat sistem sosial dalam adalah dua unit atau lebih yang berinteraksi. Unit-unit itu mungkin berupa aspek psikologis manusia, para individu selaku keseluruhan atau aspek psikologis kelompok. Dalam hal ini pengertian Lauer (1986) unit terkecil sistem sosial tersebut adalah "peranan" sedangkan berbagai pengelompokkan individu dapat membentuk unit-unit "bertaraf lebih tinggi" lagi. Masyarakat ini tersusun berdasarkan hakekat manusia. Sehingga bilamana manusia berubah maka masyarakat juga berubah. Pareto melihat (Soekanto, 1983), masyarakat merupakan suatu sistem yang rumit yang menyangkut perkembangan perilaku secara berurut. Dimana pusat dari unsur-unsur tersebut adalah manusia pribadi yang dapat mendorong terjadinya perkembangan perilaku secara berurut Dalam hal ini, masyarakat menurut Soerjono Soekanto (1983 ), tidak dapat berbuat banyak untuk merubah atau membatasi perasaan pribadi setiap manusia tetapi hanya dapat mengubah perhatiannya seperti melalui ajaran agama, ideologi. Perasaan yang ada di dalam setiap individu ini merupakan suatu dasar bagi terbentuknya kelompok. Dimana manusia ingin menunjukkan eksisitensi
© 2003 Digitized by USU digital library
6
dirinya dapat diaplikasikan di dalam kelompoknya. Perasaan ini juga dapat menjadi satu karakter nasional, atau karakter suatu bangsa. Namun dengan adanya pola interaksi dalam sistem sosial bersifat nonnatif. Artinya, pola interaksi itu secara kultural ditetapkan sebagai pola yang tepat dan benar (atau tidak tepat dan keliru), batas-batas sebuah sistem dipertahankan sejauh sistem itu tetap terintegrasi melalui nilai-nilai bersama. Oleh karena itu individu di dalam kehidupan sehari-hari akhirnya tidak dapat melepaskan dirinya dari norma-nonna yang ada di masyarakat. Dimana individu sejak lahir harus belajar aturan yang ada di dalam masyarakat. Namun demikian melalui sejenis sistem sosial yang khusus dimana sekelompok individu yang berinteraksi, masing-masing individu mencoba mendapat kepuasan dirinya secara maksimum dalam suasana budaya tertentu. Sebab tidak dapat diingkari bahwa setiap individu selalu ingin mencari kesenangan maupun kepuasan dirinya. Seringkali di dalam kehidupannya individu sebagai anggota masyarakat selalu menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan. Pada dasarnya, setiap individu di dalam sistem sosial tertentu, berusaha mengejar kebahagiaan dengan alat yang tersedia untuk mencapainya, serta berbeda anara budaya yang satu dan budaya lain. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Parsons sendiri sistem sosial antara lain: Para aktor individual yang saling berinteraksi didalam suatu situasi yang sekurang-kurangnya mempunyai aspek lingkungan fisik atau lingkungan psikis, yang terdorong ke arah kecenderungan untuk mengoptimalkan kebahagiaan, dan antar hubungan mereka diterap dan diatur menurut sistem yang teratur secara kultural serta mempunyai simbol-simbol bersama. Dengan demikian sistem dapat didefenisikan menurut unit-unitnya, pola-polanya dan batas-batasnya Menurut Pareto dalam Veeger (1985), Sistem Sosial atau masyrakat yang ditegakkan oleh individu-individu senantiasa mengarah kepada keseimbangan, yaitu pemeliharaan keseimbangan atau pernulihan keseimbangan setelah terjadi pergolakan. lndividu -individu saling mempengaruhi agar suatu ekuilibrium (keseimbangan) tercapai. Dalam diri mereka ada perasaan-perasaan otomatis yang mengikuti pola interaksi dalam sistem sosial bersifat normatif. Artinya, pola interaksi itu secara kultural ditetapkan sebagai pola yang tepat dan benar (atau tidak tepat dan keliru). Batas -batas sebuah sistem dipertahankan sejauh sistem itu tetap terintegrasi melalui nilai-nilai bersama. aktif menentang setiap hal yang mengancam atau mengganggu kestabilan. Parson (Veeger : 1985) melihat invidu yang berinteraksi sebetulnya tidak memutuskan alternatif yang dipakainya. Masyarakatlah atau kebudayaan setempat telah memilih untuk dia dan telah melembagakan salah satu alternatif yang menentukan corak interaksi. Kategori tersebut menurut Parsons adalah sebagai berikut: a. Perasaan (affectivity) atau netral perasaan (affective neutrality). Tiap-tiap pelaku dalam proses interaksi harus menentukan apakah ia harus bertindak atas cara impulsif yang langsung menyenangkan, atau atas cara menahan diri dan menurut prinsip dengan tidak mengindahkan soal senang tidaknya, gampang tidaknya, dan sebagainya. Tiap-tiap situasi memberi kesempatan kepada orang untuk berkompromi dengan kewajibannya agar dapat menambah kenikmatan dan mengurangi bebannya. Namun demikian sistem sosial menentukan kapan dan dalam situasi manakah orang diperbolehkan mengikuti perasaan spontan mereka, dan kapan serta dalam situasi manakan perasaan itu perlu ditekan. b. Arab diri atau arab kolektivitas. Dengan adanya arab diri atau arab kelompok ini si pelaku harus memilih antara bertindak demi kepentingan pribadi diri atau demi kepentingan umum.
© 2003 Digitized by USU digital library
7
c. Partikularisme Versus Universalisme. Hal ini menyangkut soal apakah seseorang hams bertindak atas dasar prinsipprinsip umum yang berlaku tanpa pilih kasih, atau atas dasar relasi-relasi khusus (partikuler) dengan beberapa orang tertentu. Kedua variabel ini mempertentangkan dua macam kesusilaan (moral), yaitu kesusilaan yang berpegang pada prinsip dan kesusilaan yang berpegang pada kesetiakawanan. d. Status bawaan atau status perolehan sendiri. Kedua variabel ini penting dan perlu juga dalam menentukan corak relasi antara Ego dan Alter. Kebudayaan setempat menetapkan aspek. aspek manakah dalam diri orang lain, yang perlu dipertimbangkan oleh Ego sebelum bertindak. e. Campur Baur atau tertentu. Pada akhirnya sipelaku dalam proses interaksi menghadapi dilema apakah ia harus menghubungi alter dalam fungsinya atau peranannya yang khusus. BAB III PENUTUP Berbicara mengenai sistem sosial sebenarnya bagi sosiologi adalah melihat suatu masyarakat yang merupakan suiatu rangkaian yang sangat menarik untuk diteliti. Membicarakan masyarakat berarti kita tidak dapat begitu saja mengabaikan individu yang membentuk masyarakat tersebut. Sehingga dengan demikian corak masyarakat disuatu tempat merupakan corak anggota masyarakat juga. Di dalam masyarakat majemuk seperti di Indonesia, corak masyarakat yang sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh perilaku setiap anggota masyarakat yang dilatar belakangi suku, agama yang berbeda. Bagi masyarakat yang seperti ini sebenarnya sangat rentan terhadap terjadinya konflik karena perbedaan kepentingan. Untuk itu sangat diperlukan suatu ikatan yang kuat di dalam masyarakat yang heterogen agar menjadi suatu jalinan yang utuh pada sebuah bangsa. Dalam hal ini untuk Indonesia sebagai contoh kasus maka salah satu cara adalah menumbuhkan rasa nasionalisme yang kuat di dalam masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Barth, Fredrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press. Bouman, P.J. 1982. Sosiologi Fundamental. Bandung: Harapan. Halminton, Peter. 1990. Talcott Parsons dan Pemikirannya. Jakarta: Tuara. Nasikun.1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali. Rex, John. 1985. 1985. Analisa Sistem Sosial. Jakarta: Bina Aksara. Sunarto, Kamanto.1985. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Rajawali. Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial. Jakarta: Gramedia.
© 2003 Digitized by USU digital library
8