PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
ADAPTASI MASYARAKAT DALAM MERESPON PERUBAHAN FUNGSI HUTAN (Studi Deskriptif tentang Kehadiran Hutan Tanaman Industri PT.Toba Pulp Lestari di Desa Tapian Nauli III, Kec. Sipahutar, Kab.Tapanuli Utara) Prabu Tamba1, Dra. Ria Manurung, M. Si2
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN Hutan Tanaman Industri adalah sebidang luas daerah yang sengaja ditanami dengan tanaman industri (terutama kayu) dengan tipe sejenis dengan tujuan menjadi sebuah hutan yang secara khusus dapat dieksploitasi untuk kebutuhan industri Pulp tanpa membebani hutan alami. Pembangunan HTI mempunyai 3 (tiga) sasaran utama yang dapat dicapai yakni sasaran ekonomi, ekologi dan sosial. Berdasarkan sasarannya, maka pembangunan HTI tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat disekitar kawasan HTI. Dalam mewujudkan pembangunan HTI maka banyak pihak yang terlibat, salah satunya masyarakat yang berada dikawasan hutan tersebut. Dengan adanya pembangunan HTI maka secara langsung masyarakat disekitar kawasan HTI tersebut tentu akan terkena pengaruh atau dampaknya baik dari segi sosial maupun ekonomi. Pengusahaan HTI ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta, pemerintah hanya sebagai regulator (Dinas Perhutani). Tujuan pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (PP Nomor 7 1990, pasal 2).
1
Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU
2
Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU
150
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Melalui observasi awal dan pra survei yang dilakukan peneliti di desa Tapian Nauli III, Kecamatan Sipahutar yang terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL) juga memiliki Hutan Tanaman Industri (HTI). Hutan Tanaman Industri (HTI) di daerah ini merupakan konversi dari Hutan Reboisasi Dinas Perhutani yang pada awalnya merupakan tanah ulayat masyarakat yang diserahkan kepada negara. Penyerahan tanah ulayat dari masyarakat kepada negara untuk kepentingan reboisasi ini terjadi dalam 4 kali tahapan penyerahan yaitu : 1. Pada surat penyerahan tanah Tanggal
6 Februari 1975 tanah
perladangan yang dinamakan Sibongbong di siharbangan seluas 500 Ha. 2. Tanggal 19 Agustus 1975, tanah Panontoran di Siharbangan seluas 1.000 Ha. 3. Tanggal 22 Mei 1976 tanah di Sibongbong daerah Siharbangan seluas 800 Ha. 4. Tanggal 16 Januari 1979 tanah di Siharbangan seluas 1.145 Ha. (Sumber: Arsip Desa Tapian Nauli III tahun 2012) Pada tahun 1992 tanah tersebut telah mengalami pengalihan fungsi dan penguasaan yaitu dari pemerintah kepada PT. Toba Pulp Lestari dengan bukti yaitu PT. Toba Pulp Lestari mendapat izin dengan SK HPHTI No.493/KTS-II /1992 untuk membangun Hutan tanaman industri ekaliptus guna kepentingan ekonomi perusahaan tersebut. dengan SK HPHTI tersebut PT. Toba Pulp Lestari menebang dan memanen semua tanaman pinus hasil reboisasi kemudian secara berkelanjutan menanam tanaman ekaliptus untuk dipanen setiap 4-5 tahun sekali hingga saat ini. Hutan yang berada di desa Tapian Nauli III telah mengalami peralihan fungsi, mulai dari Hutan Ulayat, Hutan Reboisasi dan kemudian berganti menjadi Hutan Tanaman Industri. Ketika hutan masih menjadi hutan ulayat, masyarakat memanfaatkan hutan ini menjadi lahan pencaharian yaitu tempat mencari hasil hutan seperti hewan buruan, rotan damar dan kemenyan (haminjon), namun pada tahun 1975 sebagian besar hutan mengalami peralihan fungsi yaitu menjadi Hutan Reboisasi yang ditanami pinus oleh Dinas Perhutani. Setelah menjadi Hutan
151
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Reboisasi, masyarakat tidak lagi mengandalkan hutan sebagai salah-satu sumber ekonomi. Masyarakat lebih menggiatkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber pemenuhan ekonomi rumah tangga. Kemudian pada tahun 1992 hutan mengalami peralihan fungsi lagi menjadi Hutan Tanaman Industri, tepatnya HTI milik PT. Toba Pulp Lestari. Adaptasi sosial merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri dalam lingkungan sosial untuk memenuhi syarat-syarat dasar agar tetap dapat melangsungkan kehidupan. Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni : 1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. 2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. 3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. 5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. 6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah. Sesuai dari penjabaran tentang adaptasi sosial di atas, adanya pergeseran pola-pola didalam lingkungan desa Tapian Nauli III. Diantaranya dari segi pekerjaan yaitu dari petani menjadi wiraswasta dan karyawan serta kontraktor (mitra usaha PT. Toba Pulp Lestari). Bergesernya pekerjaan ini merupakan adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan yang ada disekitar mereka, tepatnya perubahan fungsi hutan dimana dulunya lingkungan mereka adalah hutan reboisasi yang berubah fungsi menjadi hutan tanaman industri yang menyediakan peluang kerja baru. Adaptasi yang dilakukan masyarakat pada akhirnya berpengaruh juga dengan bergesernya penilaian masyarakat terhadap nilai kepemilikan lahan, status tenaga kerja, pendapatan, nilai sosial, status sosial dan interaksi sosial di dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana adaptasi masyarakat terhadap perubahan fungsi hutan di desa Tapian Nauli III, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adaptasi yang dilakukan masyarakat terhadap perubahan fungsi hutan di desa tersebut.
152
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
TINJAUAN PUSTAKA Menurut pandangan Robert K. Merton ( Beryer, terjemahan Mohammad Oemar) struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku yang konformis, tapi juga perilaku yang menyimpang. Struktur sosial menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan menekan orang tertentu ke arah perilaku yang nonkonform (tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat). Dalam struktur sosial dan budaya, ada tujuan atau sasaran budaya yang disepakati oleh anggota masyarakat. Tujuan budaya adalah sesuatu yang “pantas diraih”. Untuk mencapai tujuan tersebut, struktur sosial dan budaya mengatur cara yang harus ditempuh dan aturan ini bersifat membatasi. Merton menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena tidak adanya kaitan antara tujuan dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan oleh struktur sosial. Lebih jauh Merton mengidentifikasikan ada empat tipe cara adaptasi individu terhadap situasi tertentu. tiga diantara empat tipe itu merupakan perilaku menyimpang. keempat tipe cara adaptasi tersebut adalah sebagai berikut: a. Cara adaptasi konformitas (conformity) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. b. Cara adaptasi inovasi (innovation) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat. Akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat. c. Cara adaptasi ritualisme (ritualism) Pada cara adaptasi ini, perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya, tetapi tetap berpegang pada cara yang telah ditetapkan oleh masyarakat. d. Cara adaptasi retreatisme (retreatism) Bentuk adaptasi ini, perilaku seseorang tidak mengikuti tujuan dan cara yang dikehendaki. Pola adaptasi ini menurut Merton dapat dilihat pada orang yang mengalami gangguan jiwa, gelandangan, pemabuk, dan pada pecandu obat bius.
153
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Orang-orang itu ada di dalam masyarakat, tetapi dianggap tidak menjadi bagian dari masyarakat. Dari keseluruhan tipe-tipe yang disebutkan di atas, tipe adaptasi yang pertama (adaptasi konformitas) merupakan bentuk perilaku yang tidak menyimpang. Sementara tiga tipe selanjutnya merupakan bentuk perilaku yang menyimpang. Selanjutnya Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni: a) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan. b) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan. c) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. d) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan. d) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem. f) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bersifat analisis deskriptif. Penelitian ini dilakukan di desa Tapian Nauli III Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Tapian Nauli III kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam hal ini yakni masyarakat desa Tapian Nauli III yang mengetahui dan merasakan perubahan fungsi hutan yang terjadi. Adapun informan kunci pada penelitian ini diantaranya Perangkat Pemerintah Desa, Tokoh Masyarakat setempat, Masyarakat yang mengalami perubahan mata pencaharian seperti menjadi Karyawan PT. Toba Pulp Lestari, Kontraktor (Pemilik Usaha Mitra Perusahaan), juga informan biasa yaitu masyarakat yang sudah lama tinggal di desa ini. Teknik pengumpulan data primer dan sekunder yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam dan telaah pustaka melalui referensi buku, surat kabar, majalah, karya ilmiah, jurnal dan internet yang
154
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
berkaitan langsung dengan masalah penelitian. Selanjutnya data primer dan data sekunder yang didapatkan oleh peneliti di interpretasikan hingga pada akhirnya merumuskan kesimpulan sebagai laporan penelitian lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Daerah Penelitian Leluhur masyarakat Desa Tapian Nauli III awalnya berasal dari Balige yaitu Op. Pagar Batu/Op. Diharbangan Pardede dan Raja Pangumban Bosi Simanjuntak kemudian kedua leluhur ini membuka perkampungan di daerah Parlombuan yang merupakan cikal bakal desa Tapian Nauli III. Op. Pagar Batu Pardede membuka perkampungan di Lumban Ri dan Raja Pangumban Bosi Simanjuntak membuka perkampungan di Huta Aek Nauli. Perkampungan Lumban Ri dan Huta Aek Nauli itu sudah berubah menjadi Hutan Tanaman Industri (eucalyptus), dimana hingga saat ini situs makam kedua leluhur ini masih terdapat di perkampungan yang mereka buka tersebut, Keturunan marga ini selanjutnya memperluas perkampungan tersebut dan menguasai areal di sekitarnya serta membuka perkampungan-perkampungan yang baru. lebih kurang telah 13 generasi hingga sekarang Turunan Op. Pagar Batu / Op. Diharbangan Pardede dan Raja Pangumban Bosi Simanjuntak mendiami daerah ini, sehingga mayoritas marga di Daerah ini adalah Marga Pardede dan Marga Simanjuntak. Batas-batas desa Tapian Nauli III adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Naga Saribu 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Janji Maria 3. Sebelah timur berbatasan dengan Sabuhan Ni Huta Opat 4. Sebelah barat berbatasan dengan Tapian Nauli II Penduduk di desa Tapian Nauli III berjumlah 105 kepala keluarga (KK) dengan keseluruhan beretnis batak toba dengan mayoritas marga Pardede dan Simanjuntak, jikapun ada marga lain di luar marga tersebut pada umumnya mereka adalah menantu dari kedua marga tersebut. Penduduk desa Tapian Nauli III adalah Kristen Protestan. Hal ini didukung dengan hanya rumah peribadatan (gereja) Kristen Protestan saja yang dapat ditemui di desa Tapian Nauli III
155
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
diantaranya adalah Gereja Pentakosta Indonesia (GPI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Tingkat pendidikan masyarakat desa Tapian Nauli III rata-rata tamatan Sekolah Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan di desa Tapian Nauli III hanya ada Sekolah Dasar (SD). Jika ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi maka para siswa harus sekolah ke kecamatan yang jaraknya sangat jauh dari desa tersebut sehingga para usia sekolah merasa malas untuk melanjutkan tingkat pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani walaupun pada saatsaat tertentu seperti pada saat lahan pertanian tidak membutuhkan perawatan khusus para penduduk desa memanfaatkannya dengan bekerja sebagai buruh harian lepas (BHL) di hutan tanaman industri milik PT. Toba Pulp Lestari. Selain petani, masyarakat juga ada yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Kontraktor atau pemilik usaha mitra perusahaan yang bekerja sama dengan PT. Toba Pulp Lestari. Kontraktor di desa Tapian Nauli III berjumlah delapan dengan nama-nama usaha sebagai berikut: CV. Parulian, CV. Mida, CV. Sihol Mardongan, CV. Dolok Jaya, CV. Maharani, CV. Maju Parulian, CV. Riadi Gunawan, CV. Parsulang Padot Saroha. Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari Sekitar tahun 1975–1979 Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Utara menjalankan program reboisasi dengan menanam pinus, dan Masyarakat Tapian Nauli III menyerahkan Tanah Ulayat (tanah Adat) kepada Pihak Pemerintah dalam proses penyerahan tanah ini dinas kehutanan memberikan sejenis biaya ganti rugi (pago–pago/piso-piso) kepada masyarakat. Pada tahun 1992 tanah yang diserahkan Masyarakat Tapian Nauli III kepada Dinas Kehutanan Tapanuli Utara tersebut telah mengalami peralihan fungsi dan penguasaan yaitu dari Pemerintah kepada PT. Toba Pulp Lestari dengan bukti yaitu PT. Toba Pulp Lestari mendapat izin dengan SK HPHTI No.493/KTS-II /1992 untuk membangun Hutan Tanaman Industri ekaliptus guna kepentingan ekonomi perusahaan tersebut, dengan SK HPHTI tersebut PT. Toba Pulp Lestari menebang dan memanen semua tanaman pinus hasil reboisasi kemudian secara 156
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
berkelanjutan menanam tanaman ekaliptus untuk bahan baku industri hingga saat ini. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk memiliki lokasi penting dalam menjalankan operasinya, yaitu areal usaha PT. Toba Pulp Lestari, Tbk terdiri dari dua bagian yaitu Mild Section dan Forest Section. Pabrik pembuatan pulp (Mild Section) termasuk Chemical Plant sebagai pusat produksi berlokasi di desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dibangun di atas tanah seluas ±200 ha, termasuk perumahan karyawan dan Tree Inprovement (pembibitan pohon) ±10 hektar.Sedangkan areal hutan (forest section) saat ini meliputi 8 kabupaten yaitu, kabupaten Simalungun, Dairi, Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Samosir, dan Tobasa. Salah satu lokasi Hutan Tanaman Industri milik perusahaan yaitu Perkampungan Lumban Ri dan Huta Aek Nauli yang berada Desa Tapian Nauli III kecamatan Sipahutar yang merupakan salah satu lokasi permukiman yang dibuka oleh leluhur penduduk setempat. Daerah merupakan lokasi yang mengalami peralihan fungsi hutan dari hutan tanaman reboisasi menjadi Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari (HTI PT. TPI). Desa ini masuk sektor Habinsaran milik PT. Toba Pulp Lestari.
A. Sikap Masyarakat Terhadap Kehadiran Hutan Tanaman Industri Masuknya sebuah modernisasi ke desa ini yaitu dengan munculnya Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari merupakan salah satu industrialisasi yang terjadi di daerah ini, pada awalnya masuknya Hutan Tanaman Industri tersebut disambut gembira oleh masyarakat, dengan harapan masuknya modernisasi membawa perubahan yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Pembangunan industri ini diharapkan masyarakat untuk memajukan daerah tempat tinggal mereka sekaligus memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yang ada disekitar lokasi industri. Akan tetapi dengan munculnya Hutan Tanaman Industri tersebut menjadikan berubahnya fungsi hutan disekitar masyarakat. Perubahan Fungsi Hutan adalah berubahnya kegunaan atau peruntukan hutan tersebut menjadi
157
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
kegunaan lain dikarenakan adanya hal-hal yang harus dipenuhi terkait kebutuhan. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah berubahnya fungsi hutan mulai dari Hutan Ulayat, menjadi Hutan Reboisasi hingga menjadi Hutan Tanaman Industri.
B. Adaptasi Jenis Pekerjaan Terhadap Perubahan Fungsi Hutan Perubahan fungsi hutan ini secara otomatis
mempengaruhi pandangan
masyarakat disekitar hutan mengenai nilai dan pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan pada saat hutan masih menjadi Hutan Ulayat masyarakat memanfaatkannya untuk mengambil hasil hutan yang disediakan oleh alam seperti rotan, kayu, kemenyan (haminjon). Saat ini dengan masuknya Hutan Tanaman Industri secara otomatis menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat desa. Pihak perusahaan tidak serta merta dapat menerima masyarakat setempat untuk menjadi karyawan perusahaan, dengan melihat kondisi tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki penduduk setempat. Masyarakat desa Tapian Nauli III yang tidak terpenuhi keinginannya untuk bekerja sebagai karyawan PT. Toba Pulp Lestari kemudian mencari alternatif lain untuk menyikapi perubahan fungsi hutan yang ada yaitu dengan mendirikan usaha mitra perusahaan yang dapat menampung dan menyalurkan tenaga buruh harian lepas. Pola adaptasi yang diterapkan oleh masyarakat setempat untuk menghadapi peralihan fungsi hutan yang terjadi
ialah adaptasi konformitas,
dimana mereka membangun kemitraan dengan perusahaan sesuai dengan paradigma yang diterapkan pihak perusahaan. Melalui kemitraan tersebut tenaga kerja yang ada di desa ini disalurkan untuk dapat buruh harian lepas bagi pihak perusahaan.
C. Adaptasi Masyarakat Terhadap Keterbatasan Lahan di Desa Tapian Nauli III Lahan merupakan aset yang sangat penting bagi masyarakat pedesaan, hal ini dikarenakan lahan merupakan salah satu sumber harapan untuk bertahan hidup bagi masyarakat pedesaan. Dengan demikian, lahan sering kali dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat desa. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan
158
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
bahwa luas pemilikan lahan berkorelasi positif dengan pendapatan rumah tangga (Wiradi dan Manning, 1984). Setelah masuknya Hutan Tanaman Industri di desa Tapian Nauli III maka otomatis lahan yang dapat digarap masyarakat semakin berkurang, ditambah lagi kebutuhan masyarakat akan lokasi permukiman seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terjadi. Dengan kondisi masyarakat yang mengalami keterbatasan akan lahan tersebut maka masyarakat melakukan upaya untuk meminta (reclaim) sebagian lahan dari perusahaan
untuk
diusahakan masyarakat
guna pemenuhan
kebutuhannya, namun pihak perusahaan tidak memberikan lahan yang diminta masyarakat tersebut dikarenakan perusahaan juga membutuhkan lahan tersebut sebagai lahan penyedia bahan baku produksi pabrik yaitu kayu ekaliptus. Masalah ini menyebabkan hubungan antara masyarakat dengan perusahaan kurang harmonis. Dalam kondisi keterbatasan lahan yang terjadi saat ini, masyarakat melakukan adaptasi inovasi. Dengan adaptasi inovasi cara yang dilakukan seseorang mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat, akan tetapi ia memakai cara yang dilarang oleh masyarakat. Dalam hal ini masyarakat melakukan reclaim atas lahan yang sudah dikuasai oleh pihak perusahaan, dan cara tersebut dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh berbagai pihak pada awal masuknya Hutan Tanaman Industri.
Dari hasil reclaim yang dilakukan
masyarakat maka perusahaan menyerahkan lahan seluas 300 hektar kepada masyarakat desa Tapian Nauli III.
D. Hubungan (Interaksi Sosial) Sesama Masyarakat Desa Tapian Nauli III Setelah Masuknya Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari Kebudayaan masyarakat tradisional merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial sekitarnya tanpa menerima pengaruh luar. Namun setelah masuknya perusahaan PT.TPL kondisi sosial masyarakat mengalami pergeseran dari segi pelaksanaan kegiatannya. Di desa Tapian Nauli III masyarakat masih memegang teguh adat-istiadat yang diwariskan turun-temurun dari nenek moyangnya walaupun telah mengalami adaptasi mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di daerah ini. Beberapa
159
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
kegiatan masyarakat yang mengalami adaptasi terhadap perubahan yang terjadi diantaranya sebagai berikut. 1. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Adat Istiadat Kegiatan Adat-istiadat adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kebiasaan turun-temurun. salah satu contoh kegiatan adat istiadat adalah pesta pernikahan (perkawinan). Di desa Tapian Nauli III pada saat dahulu jika ada acara adat seperti pernikahan biasanya masyarakat akan saling bantu dan bergotong royong dalam menyukseskan acara tersebut, namun pada saat ini setelah masyarakat mengalami pergeseran mata pencaharian yang menyebabkan nilai-nilai budaya disesuaikan dengan jadwal kerja masyarakat menjadikan budaya gotong royong tersebut mulai berkurang. Sebagai contoh pada saat dahulu masyarakat membantu pihak yang memiliki acara dengan memasak makanan yang akan disajikan dalam acara pesta tersebut maka saat ini kegiatan itu mulai memudar dan telah diganti dengan jasa boga (pesanan catering/pardangdang) hal ini terjadi karena warga desa yang bekerja sebagai buruh atau kontraktor sudah tidak memiliki waktu lagi untuk berpastisipasi seperti dahulu. Adaptasi masyarakat tentang kegiatan adat istiadat adalah adaptasi komformitas, yang maksudnya adalah masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh
masyarakat. Manusia cenderung bersifat dinamis.
Selalu ada perubahan yang terjadi pada diri manusia. Semakin meningkatnya kebutuhan hidup sedangkan Sumber Daya Alam yang tersedia semakin menipis memaksa manusia menyesuaikan diri terhadap lingkungan agar dapat bertahan hidup, demikian juga hal yang dilakukan masyarakat setempat dalam mengatasi kondisi yang ada saat ini. 2. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Keagamaan Adaptasi yang dilakukan penduduk setempat terhadap kondisi masyarakat saat ini khususnya dalam hal keagaamaan yang tampak terlihat ialah pengunduran waktu beribadah dan acara-acara keagamaan yang ada di gereja. Perubahan jadwal kegiatan keagamaan adalah adaptasi komformitas maksudnya adalah masyarakat
160
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh masyarakat. 3. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Kekeluargaan (Arisan) dan Serikat Tolong Menolong. Perkumpulan-perkumpulan kekeluargaan masih sering terjadi di desa Tapian Nauli III, kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk mempererat dan menjaga tali sulaturahmi diantara masyarakat. kegiatan arisan ini terdiri dari arisan marga, arisan desa (parsahutaon) dll. Pelaksanaan kegiatan ini biasanya dilakukan hari minggu dimana pada hari minggu masyarakat desa ini tidak melakukan rutinitas seperti biasanya dan kegiatan arisan ini biasanya digilir dari rumah ke rumah anggota lainnya. Kebersamaan yang dulunya ada pada masyarakat desa ini lama kelamaan semakin, sadar atau tidak disadari oleh warga rasa kebersamaan tersebut semakin terkikis, dari keterangan yang diperoleh dari para informan dapat dideskripsikan rasa kebersamaan itu jelas telah berkurang, yang ada saat ini kebersamaan yang masih dapat dirasakan walaupun tidak dapat dipungkiri hal tersebut juga ikut berkurang ialah pada ada keadaan duka cita yang dialami warga, rasa kebersamaan dalam keadaan berduka masih terbilang tinggi. Kondisi sosial di desa ini masih berlandaskan kekeluargaan. Kuatnya hubungan kekeluargaan ini tidak terlepas dari sejarah desa yang menunjukkan bahwa desa Tapian Nauli III masih merupakan keturunan dari satu nenek moyang sehingga sesama warga desa masih merasa satu bagian antara yang satu dengan yang lainnya.
E. Kondisi
Nilai
Sosial,
Norma
Sosial,
dan
Adat-Istiadat
setelah
Perubahan Fungsi Hutan (Masuknya HTI PT. TPL) Masyarakat dan kebudayaan memang saling mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, kondisi tersebut dikarenakan kebudayaan merupakan produk dari masyarakat. Pengaruh masuknya hal baru ke tengahtengah masyarakat akan membuat perubahan, perubahan umumnya terjadi karena adanya tuntutan situasi sekitar yang berkembang, sehingga masyarakat yang awalnya masyarakat pertanian lambat laun berubah menjadi masyarakat industri.
161
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Nilai sosial, norma sosial, dan adat istiadat yang ada pada masyarakat di desa ini saat ini sudah mulai mengalami kelonggaran yang diakibatkan oleh kondisi masyarakat saat ini yang mengalami perubahan khususnya pada masalah pekerjaan, dimana jam kerja para penduduk desa ini juga ikut serta mempengaruhi intensitas para warga untuk meluangkan waktu mengikuti segala kebiasaan yang ada pada masyarakat selama ini, meskipun nilai sosial, norma sosial dan adatistiadat mengalami kelonggaran tetapi masyarakat desa masih tetap menjalankannya dan berpegang pada hal-hal yang dianggap baik . Salah-satu bukti dari nilai sosial yang masih terjaga adalah kegiatan gotong royong dan musyawarah untuk mufakat. Selain itu kearifan lokal seperti bahwa hanya marga Pardede yang bisa menjadi kepala desa juga masih tetap dipertahankan oleh masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada awalnya keberadaan Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari di desa Tapian Nauli III yang merupakan salah satu industrialisasi yang masuk ke daerah ini disambut baik oleh masyarakat. Dengan harapan dapat memberikan kemajuan, menyediakan lapangan bagi penduduk setempat. Dari hasil wawancara dengan para informan pada penelitian di lapangan dapat disimpulkan adapun adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Adaptasi Masyarakat Terhadap Bidang Pekerjaan Adaptasi yang dilakukan masyarakat ialah adaptasi konformitas yaitu perilaku seseorang mengikuti cara dan tujuan yang telah ditentukan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat mengalami perubahan pekerjaan sesuai dengan apa yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. 2. Adaptasi Masyarakat Terhadap Keterbatasan Lahan Adaptasi yang dilakukan masyarakat ialah adaptasi inovasi, dimana seseorang mengikuti tujuan masyarakat tetapi memakai cara yang dilarang masyarakat. Dalam hal ini tindakan atau model adaptasi yang
162
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
dilakukan masyarakat adalah melakukan permohonan permintaan lahan kepada perusahaan PT. Toba Pulp Lestari. 3. Hubungan (Interaksi Sosial) Sesama Masyarakat a. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Adat Istiadat Adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah adaptasi komformitas, maksudnya
adalah
masyarakat
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini gambarannya adalah masyarakat menyesuaikan kegiatan Adat Istiadat dengan jadwal kerja di PT. Toba Pulp Lestari. b. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Keagamaan Adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah adaptasi komformitas, maksudnya
adalah
masyarakat
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini adaptasi yang dilakukan ialah perubahan jadwal kegiatankegiatan keagamaaan yang disesuaikan dengan jam kerja ataupun kesibukan para warga. c. Adaptasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Kekeluargaan (Arisan) dan Serikat Tolong Menolong. Adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah adaptasi komformitas, dimana masyarakat tetap mengikuti kegiatan kekeluargaan dan Serikat Tolong Menolong, dengan cara menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan tanpa meninggalkan tujuan dan tetap berpegang pada cara yang dapat diterima oleh masyarakat. 4. Kondisi Nilai Sosial, Norma Sosial, dan Adat-Istiadat Adaptasi yang dilakukan masyarakat adalah adaptasi komformitas, dimana meskipun sebagian nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat mengalami
kelonggaran,
tetapi
masyarakat
desa
masih
tetap
menjalankannya dan berpegang pada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat. Misalnya bagi anggota masyarakat yang berpantangan berdampingan (marsubang) dalam kondisi umun tapi pada saat kondisi
163
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
kerja atau dalam transportasi kerja mendapatkan toleransi atau kelonggaran. Saran Adapun yang menjadi saran penulis melalui hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perubahan merupakan sesuatu yang pasti terjadi, salah satunya adalah modernisasi. Oleh sebab itu sudah saatnya masyarakat terbuka akan perubahan-perubahan yang ada sehingga masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada. 2. Bagi pihak PT. Toba Pulp Lestari sebaiknya dalam menyelesaikan sengketa
lahan
yang
ada
lebih
mengutamakan
diskusi
dengar
pendapatdahulu agar warga desa tidak semakin sakit hati dengan PT. Toba Pulp Lestari. 3. Pemerintah sudah saatnya menjadi penengah antara masyarakat dengan pihak PT. Toba Pulp Lestari dalam menangani masalah sengketa lahan yang terjadi. hal ini perlu dilakukan secepat mungkin agar kasus ini tidak berlarut-larut ataupun bahkan dapat menjadi kasus yang lebih besar lagi.
DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumu Aksara. Alvin dan Suwarsono.2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan.Jakarta: Pustaka LP3ESIndonesia. Bugin, Burhan, 2007. Penelitian kualitatif. Jakarta: Prenanda Media Group. Beryer, P. L. 1990. Revolusi Kapitalis. Cetakan Pertama. Diterjemahkan oleh Mohammad Oemar. Jakarta. Penerbit LP3ES. Douglas,J.Goodman.2004.Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Prenada Media. Jhonson, Doyle Paul (Penerjemah Robert M.Z.Lawang).1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 2.Jakarta: Gramedia Maleong, Lexi.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. M,S.Basrowi.2005. Pengantar Sosiologi.Bogor: Ghalia Indonesia. Narwoko,Dwi.J.2005. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta: Kencana. Poloma,Margaret M. 2001. Sosiologi Kontemporer.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ritzer,George.2004. Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Prenada Media. Soekanto,Soerjono.2002. Sosiologi Sebagai pengantar.Jakarta:UI-Press. Sztompka,P.2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:Prenada Media. 164