BAB II KERANGKA / DASAR PEMIKIRAN
2.1
Film Sebagai Media Komunikasi Massa Sejak awal kemunculannya, film selalu mendapat perhatian banyak dari
masyarakat—tidak hanya karena teknologi yang digunakan, tetapi juga karena kemampuannya menghibur bahkan mempengaruhi masyarakat. Indonesia sendiri sempat mengalami guncangan komunikasi massa pada masa peralihan komunikasi dari komunikasi massa liberalis menuju komunikasi massa sosialis, yang mau tidak mau membuat perfilman Indonesia terombang-ambing.23 Permasalahan ini kemudian diatasi pemerintah dengan mengeluarkan Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965, tentang “Pembinaan Perfilman”. Penetapan Presiden ini mengatur tentang film, agar film menjadi pendukung dan penyebar ideologi-ideologi negara.24 Undang-undang yang mengatur perfilman Indonesia saat ini pun masih menghendaki bahwa film sebagai media massa, yaitu UU RI No.8 tahun 1992 tentang Perfilman. Dalam pasal 5 dituliskan bahwa : “Film sebagai media komunikasi massa pandang-dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi.”.25
23
Hong Lee, Oey. Publistik Film, Jakarta : Ichtiar, 1965. Ibid. 25 Undang-Undang Perfilman (2000, Juni 22). KPI Online [Online]. Diakses pada tanggal 6 April 2015 dari http://www.kpi.go.id/download/regulasi/UU%20No.%208%20Tahun%201992%20Tentang%20Pe rfilman.pdf 24
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Kemudian terdapat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Serah Simpan dan Pengelolaan Rekan Film Cerita atau Film Dokumenter. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa Karya Rekam Film Cerita atau Film Dokumenter pada dasarnya merupakan salah satu karya budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa dan karsa manusia serta mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjuang pembangunan pada umumnya, khususnya pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi.26 2.2
Film Dokumenter
Film diartikan secara singkat sebagai sebuah potongan-potongan gambar yang bergerak yang kemudian disusun menjadi sebuah cerita. Pada dasarnya, film dibedakan menjadi fiksi dan non-fiksi. Contoh dari film fiksi ada banyak, karena pada dasarnya cerita pada film fiksi bisa dibuat, sedangkan salah satu contoh dari film non-fiksi adalah dokumenter. Dokumenter sebenarnya adalah sebutan yang digunakan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1980-an. Namun dalam perkembangannya akhirnya sebutan dokumenter bisa digunakan bebas untuk film yang menyajikan sebuah realita dan dibuat untuk berbagai macam tujuan.27
26 27
Gafura, Lubis. Pemakaian Bahasa Gaul dalam Film Remaja Indonesia, Jakarta : 1999. Effendy, Heru. Mari Membuat Film : Panduan Menjadi Produser, Jakarta : Panduan, 2002.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Ada beberapa jenis film dokumenter, diantaranya adalah laporan perjalanan, sejarah, biografi, nostalgia, rekonstruksi, investigasi, perbandingan dan kontradiksi, ilmu pengetahuan, dan dokudrama.28 Untuk berfokus pada cerita dari seorang case manager, maka peneliti menggunakan jenis film dokumenter biografi. Dokumenter biografi adalah jenis film dokumenter yang bercerita tentang seseorang, entah dia yang dikenal oleh masyarakat luas, yang memiliki keunikan, kehebatan, atau mungkin aspek-aspek lain yang bisa diangkat menjadi sebuah tema dokumenter. Jenis dokumenter biografi ini pun dibagi lagi menjadi beberapa golongan29 : 1. Biografi Potret, yaitu biografi yang mengupas tentang human interest seseorang. 2. Biografi Kronologi, yaitu biografi yang mengupas tentang kronologis seseorang, misalnya menceritakan perjalanan dari ia lahir hingga kemudian meninggal beserta kesuksesan-kesuksesan yang ia raih selama ia hidup. 3. Profil, biasanya biografi ini membahas aspek positif dari tokoh biografi tersebut. 2.3
Fungsi Film Dokumenter Inti dari dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang-orang,
pelaku-pelaku yang nyata dan situasi yang sungguh nyata. Jadi sebenarnya ketika
28
Jenis-Jenis Film Dokumenter (2014, 16 Agustus). International Design School Articles [online]. Diakses pada 5 April 2015 dari http://www.idseducation.com/2014/08/16/jenis-jenis-filmdokuementer/ 29 Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
kita memfilmkan dokumenter adalah bentuk usaha kita untuk menamppilkan kembali situasi nyata dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.30 Maka atas dasar tersebut, dokumenter memiliki beberapa fungsi, yaitu31 : 1. Dokumenter dan waktu Biasanya film dokumenter menampilkan masa lalu dan masa kini. Namun dapat juga digunakan untuk meramalkan masa depan. Seperti pada film The War Game (1965) oleh Peter Watkins, pengetahuan pada peristiwa pengebomam kota Dresden, Hiroshima, dan Nagasaki, untuk mencuatkan dugaan akan serangan nuklir ke London. 2. Dokumenter sebagai penanganan kreatif atas realitas Mencakup semua bentuk non-fiksi seperti alam, ilmu pengetahuan, cerita tentang perjalanan, industri, pendidikan, dan bahkan film untuk kepentingan promosi. 3. Dokumenter untuk menangani masalah sosial Perhatian pada kualitas dan keadilan kehidupan masyarakat, biasanya membawa film dokumenter melampaui sekedar fakta-fakta, menuju kepada dimensi moral dan etika, yang akan meneliti kembali penataan kehidupan masyarakat dan lebih jauh lagi mengenai kesadaran manusia.
30 31
Rabiger, Michael. Directing The Documentary : Third Edition, Singapore : Focal Press, 1998. Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
4. Dokumenter, individualitas dan cara pandang Emile Zola, seorang sastrawan Prancis terkemuka, menyatakan bahwa sebuah pekerjaan seni adalah sudut alam yang dilihat melalui sebuah watak tertentu. Maka setiap dokumenter akan menghadirkan keterlibatan kondisi manusia yang segar, unik, dan memikat. 5. Dokumenter sebagai sebuah cerita yang terorganisasi Film dokumenter yang sukses, seperti layaknya film fiksi, memerlukan cerita yang bagus dengan karakter yang menarik, penekananpenekanan melalui narasi, dan sudut pandang yang lengkap. 6. Rentang bentuk dokumenter Sebuah film dokumenter dapat terkontrol dan melalui perenungan, spontan dan tak dapat diduga, puitis dan mengesankan, sangat observatif, memuat
komentar
atau
bahkan
tidak
ada
narasi
sama
sekali,
menginterogasi subyek, bahkan menyergap atau menangkap basah subyek. Dapat memaksa atau meminta, menggunakan kata-kata, gambar, musik, atau perilaku manusia. Bisa menggunakan literatur, seni teater, tradisi lisan dan bantuan musik, lukisan, lagu, essay, atau koreografi. 7. Ketelitian untuk melihat situasi yang ada ; berhadapan dengan kenyataan yang sesungguhnya Film dokumenter tidak memiliki batasan, tetapi film dokumenter selalu memantulkan daya tarik dan rasa hormat pada aktualitas. Aktualitas adalah sesuatu yang obyektif, yang dapat dilihat, diukur, dan kita setujui bersama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
8. Dokumenter untuk menggugah sebuah kesadaran Salah satu fungsi ini adalah ketika penonton merasa adanya pertentangan bathin untuk direnungkan. Seperti misalnya film dokumenter tentang pendidikan para prajurit muda. Di satu sisi penonton merasa penting untuk mendidik para prajurit dengan disiplin tinggi, di satu sisi ada rasa kemanusiaan yang kadang terusik karena yang tampak seolah hanya kekerasan semata. 9. Dokumenter sebagai sebuah bentuk seni sosial Tujuannya
adalah
pengalaman-pengalaman
untuk
mengarahkan
pembuatnya
dalam
kepada
penonton,
perjuangannya
untuk
memahami setiap kejadian khusus yang tengah terjadi. 2.3.1
Bentuk Penuturan Dokumenter
Oleh karena itu sajian konsep dokumenter akan mengarah pada cara gaya bertutur dari filmmaker dokumenter yang akan membuatnya, dimana gaya bertutur merupakan gaya dari si pembuatnya itu sendiri yang mengekspresikan karya sesuai gaya dan bentuk bertutur. Sejalan dengan perkembangan zaman, film dokumenter memiliki bentuk dan gaya bertutur memiliki kriteria dan pendekatan spesifik. Dalam perkembangan berikutnya bukan tidak mungkin bahwa akan ada penambahan bentuk penuturab atau gaya bertutur secara kreatif. Seperti yang di jelaskan Gierzon R. Ayawalia dalam bukunya, ada beberapa contoh yang berdasar gaya dan bentuk bertutur itu, antara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
lain : laporan perjalanan, sejarah, potret atau biografi, perbandingan, kontradiksi, ilmu pengetahuan, nostalgia, rekonstruksi, investigasi, association
of
picture
story,
buku
harian,
dan
dokudrama.
Penjelasannya: -
Laporan perjalanan. Penuturan model laporan perjalanan menjadi ide awal seseorang untuk membuat film non fiksi. Awalnya, mereka hanya mendokumentasikan pengalaman yang didapat selama melakukan perjalanan jauh.32 Pada umumnya perjalanan ekspedisi dibuat dokumentasinya sebagai contoh, ekspedisi penelitian ke Alaska dan Siberia yang pertama kali dibuat oleh Cherry Kearton, di Indonesia pun ada ekspedisi perjalanan yang menjadi tayangan dokumenter di stasiun swasta Metro TV yang berjudul ‘Ring Of Fire’. Adegan spontan yang
terjadi
dalam
dokumentasi
perjalanan
yang
dibuat
dokumenter dalam bentuk petualangan dan ekspedisi menjadi daya tarik cara bertutur film jenis ini. Biasa disebut dengan istilah road movies yang diperkenalkan oleh Hopper (filmnya: Easy Rider, 1969) dan Robert Kramers (Route One USA,1989)33.
-
Sejarah. Awalnya, produksi film sejarah dimaksudkan untuk propaganda. Diawali karena Perang Dunia I pada sekitar tahun
32 33
Gerzon R Ayawaila, Dokumenter dari ide sampai produksi, FFTV-IKJ Press, 2009, hal 38 Ibid hal 39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
1914 hingga 1918, kemudian dilanjutkan Perang Dunia II tahun 1935 hingga 1950-an.34 Karena pada saat itu film dokumenter dengan gaya bertutur saat ini lebih difungsikan sebagai kebutuhan propaganda. Dengan kata lain dokumenter dengan pola bertutur seperti ini, fakta sejarah dipresentasikan melalui interpretasi imajinatif untuk tujuan politik tertentu. Yang umumnya dokumenter sejarah akan memiliki durasi yang cenderung panjang bisa mencapai 4 jam bahkan lebih, jika pada tayangan dokumenter televisi bahakan mencapai 5-10 jam yang dibagi menjadi beberapa episode. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilik dokumenter sejarah, yaitu: periode (waktu peristiwa sejarah), tempat (lokasi peristiwa sejarah), dan pelaku sejarah.35
-
Potret/biografi. Isi film jenis ini merupakan representasi kisah pengalaman hidup seorang tokoh terkenal ataupun anggota masyarakat biasa yang riwayat hidupnya dianggap hebat, menarik, atau menyedihkan. Bentuk potret umumnya berkaitan dengan aspek human interest, sementara isi tuturan bisa merupaa\kan kritik,penghormatan, atau simpati.36
34
Ibid hal 40 Ibid hal 41 36 Ibid hal 42 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
-
Perbandingan. Dokumenter ini dapat dikemas ke dalam bentuk dan tema yang bervariasi, selain dapat pula digabungkan dengan bentuk
penuturan
perbandingan.
lainnya,
Dalam
untuk
bentuk
mengetengahkan perbandingan
sebuah
umumnya
diketengahkanperbedaan suatu situasi atau kondisi, dari suatu objek/subjek dengan yang lainnya.
-
Kontradiksi. Dari sisi bentuk maupun isi, tipe kontradiksi memiliki kemiripan dengan tipe perbandingan; hanya saja tipe kontradiksi lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahan. Oleh karena itu, tipe ini lebih banyak menggunakan informasi wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai opini publik. Misalnya kontradiksi mengenai masyarakat kaya dan miskin, demokratis dan ototriter, modern dan tradisional, dan sebagainya.
-
Ilmu Pengetahuan. Cukup jelas bahwa bentuk dokumenter ini berisi mengenai penyampaian informasi sebuah teori, sistem, berdasarkan ilmu tertentu. Dengan adanya teknologi komputer untuk animasi, hal ini banyak membantu memperjelas informasi justru ketika gambar visual tak mampu memberikan detil informasi. Misalnya, informasi statistik atau gambaran mengenai sistem kerja komponen sebuah produk elektronik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
-
Nostalgia. Adalah gaya penuturan dokumenter dimana kisah yang kerap diangkat dalam dokumenter nostalgia ialah kilas-balik dan napak tilas para
veteran perang
Amerika
yang kembali
mengunjungi Vietnam atau Kamboja. Atau dokumenter mengenai orang Belanda yang dulu pernah tinggal di Indonesia, kini mengunjungi tempat mereka pernah dilahirkan dan dibesarkan.
-
Rekonstruksi. Pada umumnya dokumenter bentuk ini dapat ditemui pada dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada film etnografi dan antropologi visual. Dalam tipe ini, pecahan-pecahan atau bagian-bagian peristiwa masa lampau maupun masa kini disusun atau direkonstruksi berdasarkan fakta sejarah.
-
Investigasi. Istilah ini muncul pertama kali dari Nellie Bly ketika dia menjadi reporter di suratkabar Pittsburgh Dispatch, tahun 1890. Ketika itu, Bly sedang menyelidiki kasus buruh anak yang dipekerjakan dalam kondisi yang memprihatinkan. Bentuk penuturan investigasi terkadang melakukan adegan rekonstruksi untuk mengungkap suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
-
Association picture story. Disebut juga sebagai film eksperimen atau film seni. Sejumlah pengamat film menganggap bentuk ini merupakan film seni atau eksperimen. Gabungan gambar, musik, dan suara atmosfer (noise) secara artistik menjadi unsur utama.
-
Buku harian. Dokumenter jenis ini disebut juga diary film. Dari namanya, buku harian, jelas bahwa bentuk penuturannya sama seperti catatan pengalamn hidup sehari-hari dalam buku harian pribadi. Hal ini sebenarnya sama saja dengan mendokumentasikan video keluarga dengan cara sederhana tentang kegiatan keluarga atau acara internal lainnya.
-
Dokudrama. Ini merupakan gaya penuturan dan bentuk yang memiliki motivasi komersia. Karena itu subjek yang berperan disini adalah artis film.
2.4
Cinematografi Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih angle kamera
yang tepat. Dalam elemen komposisi: pemain (narasumber), properti, tempat, peralatan dan sebagainya, harus mempelajari kemana pergerakan subjek atau narasumber dan gambaran umum dalam adegan dipikiran seorang sinematografer. Dalam film fiksi justru menampilkan beberapa masalah estetika, karena untuk dibuat dan didesain untuk keperluan persyaratan dalam suatu adegan. Tetapi berbeda dengan estetika dokumenter, pemahaman estetika dokumenter tentu berbeda yaitu kebutuhan untuk analisis estetika dilakukan sesuai dengan informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
yang diinginkan baik setting lokasi, atau barang tertentu ada dilokasi yang sebenernya, juga merupakan barang fakta dari lokasi pengambilan gambar cenderung fakta dan nyata tidak dibuat-buat, terkadang juga membutuhkan banyak improvisasi untuk tahap pengadeganan, tetapi estetika ini sangatlah penting demi penjelasan informasi, khususnya untuk estetika dengan struktur yang nyata tidak dibuat seperti fiksi tapi dibuktikan dan dijelaskan karena fakta dan aktual. Oleh karena itu penentuan estetika agar sesuai dengan sutradara harus adanya kompromi dalam memilih sudut pandang kamera yang harus dibuat. Tahap produksi adalah tahap paling penting dalam penerapan treatment dokumenter, treatment ini dipakai untuk pegangan pengambilan gambar dan mempersiapkan semua pekerjaan camera person dalam pengambilan gambar (shooting) dengan berpegang pada treatment. 2.5
Director Of Photography (D.O.P) 2.5.1 Pengertian Director Of Photography Menciptakan imaji visual film adalah sinematografer juga bisa disebut pengarah fotografi (director of photography) jika dalam produksi yang besar dan memiliki personil yang lengkap. Dia adalah oramg yang sangat bertanggung jawab terhadap kualitas fotografi dan pandangan sinematik (cinematik look) dari sebuah film. Dengan pengetahuannya tentang pencahayaan, lensa, kamera emulsi film dan imaji digital, seorang sinematografer menciptakan kesan dengan tepat atas segala suasana dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
gaya visual pada setiap shot yang membangkitkan emosi sesuai keinginan sutradara37 Dalam film dokumenter, Director of Photography diperlukan untuk mengambil pengambilan gambar yang akan diambil dalam proses produksi. Dalam pengerjaan naskah visual dokumenter, biasanya script writer bekerja sama dengan Director of Photography (DOP) karena naskah ini nantinya akan menjadi ‘pegangan’ DOP dalam mengambil visual-visual gambar dokumenter. 2.5.2 Five C’s of Cinematography Dalam jobdesk Director of Photography istilah paling terkenal dalam konsep pengambilan gambar untuk membentuk makna yang tepat sebelum dilakukan secara teknis pengambilan gambar terkenal dengan istilah The Five C’s of Cinematography dalam buku karya Joseph V. Mascelli yaitu: 1) Camera Angles 2) Continuity 3) Cutting 4) Close Ups 5) Composition.38 Dimana dalam setiap unsur tersebut memiliki penjelasan yang tentunya sangat kompleks namun bisa disederhanakan sebagai berikut.
37
Armantono, RB. Marselli Soemarno. Job Description Pekerja Film : Director of Photography, Jakarta : FFTV-IKJ, 2008. 38 Joseph V. Mascelli, Five C’s of Cinematography, Silman-James Press, Los Angles, Hal 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Camera angle
merupakan konsep pengambilan gambar beradasarkan
sudut pandang dari kamera kepada objek dan subjek tertentu, seorang dokumentaris yang berjobdesk DOP harus banyak membaca, banyak mengamati lingkungan, banyak berkomunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat, dan banyak berdiskusi dengan lingkungan sosial dan budaya setempat, Sehingga camera angles sangat penting dan mempengaruhi cerita seperti yang tertulis di buku John V. Mascelli camera angles dibagi dua perspektif 1)Subjective Camera Angles yaitu “The subjective camera films from a personal view point. The audiences participates in the screen action as a personal experiences.”39 Bahwa sudut pandang kamera berada pada subjek atau pemeran dalam film yang cenderung bergerak karena penampil diletakkan dalam gambar yang bertujuan supaya pandangan menjadi terhubung anatra mata dengan mata pada subjek lainnya. Camera angles dalam subjective angles dibagi melalui metode dasar yaitu 1) Point of View , of simply p.o.v camera angles record the scene from a particular player’s view point. The point of view is an objective angle, but since it falls between the objective and subjective angle, it should be placed in a separate category and given special consideration40. Sederhananya ialah gambar merekam pandangan pemain tertentu yang berada diantara pandangan subject dan object. 2) Subject Size is the image size, the size of the subject in relation to the over all frame, determine of the shot photographed. The size of the image on the film is
39 40
John V. Mascelli , Five C;s of Cinematography, Silman James Press, Los Angeles, Hal 14 Ibid, Hal 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
determined by the distance of the camera from the subject.41 Maksudnya adalah ukuran gambar dan ukuran subjek berhubungan dari semua keseluruhan frame berdasarkan tipe shot. Dari pengertian subjektif angle maka dibagi berdasarkan tipe shot yaitu - Extreme Long Shot(ELS)42 tipe pengambilan diambil dari daerah yang luas dan jarak yang jauh, - Long Shot (LS43) tipe gambar yang mengambil keseluruhan area adegan seperti tempat, orang, dan objek dalam scene, - Medium Shot (MS or MD)44 diartikan tipe gambar yang didefinisikan sebagai shot jarak menengah karena diambil diantara jauh dan dekat dari wajah hingga lutut, - Typical Two Shot45 adalah gambar yang sama dengan tipe medium shot namun perbedaanya ialah objek pada gambar ada dua pemain, - Close Up (CU) adalah secara umum tipe shot ini pengambilannya ada pada area wajah hingga bahu , namun banyak istilah dari ide Close Up itu sendiri seperti head and shoulder close up, head close up includes, dan a choker close up namun semua itu tergantung dari ide kameramen dan sutradara masing-masing dalam pembuatan film. Close up dibagi berdasarkan fungsinya menjadi: 1) Insert berfungsi untuk memperjelas dan mempertegas benda apa pada suatu adegan seperti close up surat, telepon, handphone, jam tangan , koran dan lain-lain. 41
Ibid, hal 24 Ibid, Hal 25 43 Ibid , Hal 26 44 Ibid, Hal 27 45 Ibid Hal 30 42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2) Descriptive Shots berfungsi mendeskripsikan dan membagi tipe shot berdasarkan script yang dibuat.46 Kemudian camera angles ada yang disebut Objective Angles yang menurut Josseph V. Mascelli adalah “the objective camera films from sideline viewpoint, the audience views the event through the eyes of an unseen observer”.47 Sederhananya ialah bahwa kamera mengambil sudut pandang objek dari smping atau depan yang seolah-oleh objek tidak melihat kamera atau kadang objective angle ini merupakan sudut pandang dari penonton. Setelah tertulis bagian dari camera angle yaitu Subjective Angles, Objective Angles, dan Point of View. Kemudian angle sendiri terbagi atas camera height, yaitu jarak tinggi kamera beradasarkan objek dan subjek yang diambil sehingga sudut pandang tepat , level angle yaitu tinggi rendahnya sudut pandang kamera yang diambil yang terbagi menjadi empat adalah a) low angle jarak sudut pandang kamera terletak lebih rendah dari objek atau dari pandangan subjek b) high angle sudut pandang kamera lebih tinggi dari objek dan pandangan subjek c) eye level sudut pandang kamera sejajar dengan objek atau lurus dengan garis mata d) angle plus angle sudut pandang kamera yang mengambil angle tinggi namun digambar itu terlihat rendah secara sederhana didalm gambar terdapat dua
46 47
Ibid, Hal 32 Ibid, Hal 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
angle low angle dan high angle contoh mengambil gambar gedung dengan helikopter namun sudut kamera ke arah bawah (low angle).48 Kemudian yang kedua bagian dari Five c’s Cinematography ialah “continuity a professional sound motion picture should present a continuous , smooth, logocal flow of visual images, supplemented by sound , depicting the filmes event in coherent manner.” 49 Yang dapat diartikan secara umum ialah dalam pengambilan teknik atau konsep cinematography setiap adegan harus memiliki kesinambungan gambar dari scene satu ke scene yang lain sehingga memiliki keselarasan dan bisa diterima logika seperti waktu, tempat, lighting , pemain , sudut kamera dan lain-lain. Yang
ketiga
adalah
Cutting
merupakan
bagian
dari
analisis
cinematography juga karena peran DOP juga sebagai penyunting gambar pada tahap produksi karena menurut buku The Five C’s of Cinematography adalah “ film editing may be compared with cutting, polishing and mounting diamond. This chapter is not intended for films editors, it is aimed at the non theathrical cameraman filming, the film editors strives to impart visual variety to the pictur by skillful shot selection, arrangement, and timming .He recreates, rather than reproduces.” 50 Diartikan bahwa unsur pemotongan tidak hanya dibagian paska produksi tapi juga dalam produksi seorang kameramen harus bisa menseleksi gambar sehingga untuk editor nanti pada tahap pra produksi mengetahui keselarasan unsur sinematography antar shot satu dan yang lain sehingga mendapat timing yang pas. 48
Ibid , hal 35-44 Ibid, Hal 67 50 Ibid , Hal 147 49
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Bagian berikutnya adalah Close-Ups mengapa closeup menjadi bagian penting bahkan besar dalam ilmu cinemtography menurut Josseph dalam bukunya “ The close up is a device unique to motion pictures. Only motion pictures allow large scale portrayal of a portion of the action. Close ups should be considered from both visual and editorial standpoints.”51 Karena close up bagian unik yang dijelaskan menurut josseph karena di pengambilan gambar akan berpengaruh pada perasaan orang yang menonton film itu dan untuk mempertegas kejadian atau ekspressi pemain secara lebih detail include close up akan berdampak pada rasa sebuah film melalui ekspresi entah itu horror ,lucu, tegang, sadis, atau, marah dari gambar Close Up itu muncul untuk meyakinkan penonton. Composition
adalah
bagian
terakhir
dari
rangkaian
penting
sinematography menurut Jossep V. Mascelli karena melalui komposisi gambar jadi memiliki nilai fotografis dan enak untuk dipandang atau lebih memiliki seni seperti berikut “good composition is arrangement of pictorial elements to form a unified, harmonious whole. A cameramen composes whenever he positions a player, a piece of furniture, or a prop, place and movement of players within the setting should the planned to produce favorable audiences reactions.”52 2.5.3 Tugas dan Kewajiban Director Of Photography Tugas dan kewajiban seorang Director of Photography, diantaranya adalah53 :
51
Ibid, Hal 173 Ibid Hal 197 53 RB Armantono dan Marselli Soemarno, Opcit. 52
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
1. Menganalisa skenario dan membahasnya bersama sutradara dan art director agar mencapai persesuaian penafsiran untuk mewujudkan gagasan penulis skenario dan sutradara dalam bentuk nyata dengan menciptakan konsep look dan mood. 2. Bersama sutradara dan art director, dan menetapkan lokasi syuting hasil dari tim hunting lokasi. 3. Bersama sutradara, art director, dan departemen produksi mengecek dan melihat ulang hasil hunting (interior atau eksterior). Merencanakan letak kamera dan pencahayaan di lokasi. 4. Membentuk,
memilih/menentukan
teami
work
dianggap
memenuhi persyaratan. 5. Menjabarkan konsep visual dalam pencapaian look and mood (mencakup warna, pencahayaan, karakter visual, komposisi yang juga menghasilkan gerakan. 6. Menentukan kebutuhan dan menjamin semua peralatan dengan spesifikasi
sesuai
dengan
desain
visual.
Kemudian
mengkoordinasikan tugas personil kamera dan pendukungnya untuk menyiapkan dan memilih serta menetukan sarana peralatan dan bahan baku yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya (breakdown kebutuhan alat sesuai dengan desain floor plan).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
7. Melakukan uji coba sarana peralatan dan bahan baku kamera dengan uji coba filter, make up, kostum, properti dan warna set. 8. Ikut mementukan laboratorium/studio pasca produksi yang akan digumakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/