BAB II DASAR PEMIKIRAN
2.1.
Komunikasi Ada banyak ragam definisi komunikasi. Masing-masing definisi dilahirkan
sesuai atau dipengaruhi bidang yang menjadi spesialisasi dari ahli yang mengeluarkan definisi tersebut. Hal ini wajar, mengingat ilmu komunikasi muncul memang bukan karena diahirkan oleh ahli komunikasi, melainkan ahli-ahli di luar ilmu komunikasi itu sendiri. Seperti yang dikutip oleh Zainal Abidin Partao3, “komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka yang disengaja dari sumber terhadap penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak-pihak penerima.” Sama halnya dengan definisi komunikasi itu sendiri, tujuan komunikasi juga mengandung pengertian yang beraneka ragam. Apabila diformulasikan secara lebih sederhana maka tujuan komunikasi adalah untuk memengaruhi, menarik perhatian, menarik simpati, menimbulkan empati dan menyampaikan informasi dari dan/atau ke seseorang, kelompok, organisasi atau perusahaan. Komunikasi terjadi disebabkan si komunikator sebelumnya sudah menetapkan bahwa dia berkomunikasi dengan tujuan mempengaruhi komunikan sehingga komunikan mau membantu komunikator. Komunikan mengambil keputusan atau mengambil kebijakan yang dapat menguntungkan komunikator. Tujuan komunikan dalam memenuhi kehendak komunikator selain membantu komunikator tentu ada tujuan lain, yaitu untuk memperoleh dukungan, 3
Partao, Zainal Abidin. Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations. Jakarta: Indeks Gramedia. 2006
7
8
memperoleh simpati dan juga makna dalam hidupnya. Dalam proses komunikasi yang merupakan usaha untuk menuju keselarasan tersebut pasti melibatkan lobi, negosiasi dan komunikasi persuasif.
2.2.
Lobi
2.2.1. Pengertian Lobi Istilah lobbying atau kemudian menjadi “Lobi” dalam bahasa Indonesia sering dikaitkan dengan kegiatan politik dan bisnis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melobi adalah melakukan pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang. Pelaksanaan lobi menggunakan pendekatan komunikasi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Susanto dalam Redi Panuju4 mengatakan bahwa “melobi pada dasarnya merupakan usaha yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terhadap topik pelobi, dengan demikian diharapkan memberikan dampak positif bagi pencapaian tujuan. Kegiatan melobi bisa jadi sama pentingnya dengan pengembangan kompetensi profesional.” Sedangkan menurut A.B Susanto, salah seorang konsultan manajemen, yang dikutip oleh Zainal Abidin Partao5, “melobi pada dasarnya suatu usaha yang dilaksanakan untuk mempengaruhi pihak-pihak yang menjadi sasaran agar terbentuk sudut pandang positif terhadap topik lobi.” Selanjutnya Tarmudji6 menyebutkan bahwa “Lobi adalah sebuah (bentuk) pressure group yang mempraktikkan teman yang berguna dan mempengaruhi orang lain.” Lobi merupakan bagian dari aktivitas komunikasi. Lingkup 4
Panuju, Redi. Jago Lobi dan Negosiasi. Jakarta: Interprebook. 2010 Partao, Zainal Abidin. Teknik Lobi dan Diplomasi Untuk Insan Public Relations. Jakarta: Indeks Gramedia. 2006 6 Tarmudji, Tarsis. Kiat Melobi, Suatu Pendekatan Non Formal. Yogyakarta: Liberty. 1993 5
9
komunikasi yang luas menyebabkan aktivitas lobi juga sama luasnya. Lobi ditujukan untuk memperoleh sesuatu yang menjadi tujuan atau target seseorang atau organisasi. Tarmudji dalam buku tersebut mengutip Grunig dan Hunt7
(1984),
menyebutkan kegiatan melobi meliputi, antara lain untuk membangun koalisi dengan organisasi-organisasi lain, berbagai kepentingan dan tujuan-tujuan untuk melakukan usaha bersama dalam mempengaruhi wakil-wakil legislatif. Melobi juga
merupakan
bentuk
usaha
untuk
mengumpulkan
informasi
dan
mempersiapkan laporan untuk legislator yang mewakili posisi organisasi dalam isu-isu kunci yang juga melakukan kontak dengan individu-individu yang berpengaruh, dan wakil-wakil dari agensi yang menyatu. Disamping itu, dengan melakukan lobi berarti orang tersebut berusaha mempersiapkan pengamat dan pembicara ahli untuk mewakili posisi organisasi terhadap legislator dan memusatkan debat pada isi kunci, fakta, dan bukti-bukti yang mendukung posisi organisasi.
2.2.2. Manfaat Melobi Sebagai salah satu bentuk tindakan, lobi memiliki beberapa manfaat dan diharapkan bisa memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan pelobi selaku wakil dari organisasi. Menurut Panuju8 ada beberapa manfaat melobi, yaitu untuk mempengaruhi pengambil keputusan agar keputusannya tidak merugikan para pelobi dari organisasi atau lembaga bisnis. Lobi juga berfungsi untuk menafsirkan
7
Grunig, James E & Todd T.Hunt. Managing Public Relations. New York: Holt, Rinehart and Winston. 1984 8 Panuju, Redi. Jago Lobi dan Negosiasi. Jakarta: Interprebook. 2010
10
opini pejabat pemerintah yang kemudian diterjemahkan dalam kebijakan perusahaan. Manfaat lainnya dari kegiatan lobi adalah untuk memprediksi apa yang akan terjadi secara hukum dan memberi rekomendasi pada perusahaan agar dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan baru dan memanfaatkan ketentuan baru tersebut melalui informasi yang disampaikan tentang bagaimana suatu kesatuan dirasakan oleh perusahaan, organisasi atau kelompok masyarakat tertentu sehingga bisa meyakinkan para pembuat keputusan dalam mengeluarkan suatu keputusan. 2.2.3. Karakteristik Lobi Lobi sebagai suatu proses komunikasi memiliki beberapa karakteristik. Berikut adalah karakteristik lobi menurut Panuju9, antara lain lobi bersifat tidak resmi atau informal dan dapat dilakukan di luar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati. Selain itu bentuk lobi adalah beragam, dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegur sapa atau dengan surat yang waktu dan tempat dapat kapan dan di mana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih atau dipergunakan dapat mendukung dan menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga orang dapat bersikap rileks. Dalam melakukan lobi, pelaku atau aktor dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang berkepentingan, pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat, ataupun pihak lain yang terkait pada objek lobby. Bahkan bila dibutuhkan, lobi dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara. Arah pendekatan dalam melakukan lobi dapat bersifat satu arah, untuk itu pihak 9
Panuju, loc.cit.
11
yang melobi harus aktif mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian. 2.2.4. Strategi Melobi Dalam melakukan lobi diperlukan strategi yang baik agar bisa memberikan hasil yang diharapkan oleh pelobi. Menurut Panuju10 ada beberapa strategi dalam melakukan lobi, yaitu mengenali objek terlebih dahulu sehingga mengetahui seluk beluk objek yang dituju. Setelah itu pelobi perlu melakukan persiapan informasi. Hal ini berkaitan dengan bahan apa yang akan disampaikan dan harus dipersiapkan dengan lengkap. Kemudian diperlukan persiapan diri oleh pelobi yang mana segala sesuatu harus dipersiapkan, baik mental dan kepercayaan diri agar tidak gugup ketika melakukan lobi. Agar bisa menarik perhatian pendengar ketika mengirim pesan, pelobi perlu menyajikan pesan tersebut dengan jelas
sehingga
dapat
diterima
dan
dipahami.
Pemberian
kesan
yang
menyenangkan kepada pihak yang dilobi juga merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pelobi ketika menutup pembicaraan. 2.2.5. Teknik Melobi Dalam melakukan lobi, pendekatan yang ditunjukkan harus konsisten berdasarkan karakteristiknya. Berikut beberapa pendekatan dalam melobi seperti yang diutarakan Panuju11: 1.
Pendekatan Brainstorming Pendekatan ini menitikberatkan pada asumsi bahwa citra diri tentang diri sendiri dan orang lain diperoleh melalui proses komunikasi yang intensif. Apa yang dibutuhkan, apa yang dikehendaki, apa yang
10 11
Panuju, Redi. Jago Lobi dan Negosiasi. Jakarta: Interprebook. 2010 Panuju, Ibid.
12
disukai dan sebagainya yang muncul akibat interaksi komunikasi. Demikian juga dengan kebutuhan, muncul setelah terjadi pertukaran buah pikiran. Kesadaran adalah hasil dari kesimpulan yang substantif atau informasi yang menerpa terus menerus. Pendekatan ini biasanya digunakan ketika seseorang pelobi belum membawa maksud dan tujuan kecuali menjajaki segala kemungkinan. Lobi jenis ini bersifat eksploratif yaitu sedang pada tahap mencari peluang. 2.
Pendekatan Pengondisian Berangkat dari asumsi teoritik conditioning, bahwa selera, sikap, pikiran, preferensi dan sebagainya dapat dibentuk melalui kebiasaan. Pendekatan
ini
menitikberatkan
pada
upaya
melobi
untuk
membangun kebiasaan baru. Misalnya, yang semula belum ada kemudian diadakan sebagai wahana komunikasi. Pertemuan antara kedua pihak dilakukan untuk melancarkan komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi pihak lain secara perlahan, dilakukan tahap demi tahap sampai pihak lain tidak menyadari dirinya telah berubah. Pendekatan ini membutuhkan kesabaran dan kontinuitas. 3.
Pendekatan Networking Berangkat dari asumsi bahwa seseorang bertindak seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Karena itu, memahami siapa orang dekat di samping siapa menjadi penting. Lobi dalam konteks ini tujuannya mencari relasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu dan bukan berorientasi pada hasilnya. Bila networking sudah terjalin
13
dengan baik, satu sama lain sudah terikat oleh nilai-nilai tertentu, barulah lobi dengan tujuan tertentu dilaksanakan. 4.
Pendekatan Transaksional Berdasarkan pandangan bahwa apapun yang dikorbankan harus ada hasilnya, apapun yang dikeluarkan harus kembali, apapun yang dikerjakan ada ganjarannya. Maka apapun konsekuensi yang mengikuti kegiatan lobi diperhitungkan sebagai investasi. Asumsi pada pendekataan ini adalah bahwa transaksi merupakan sebuah mekanisme jika memberi maka harus menerima.
5.
Pendekatan Institution Building Pendekatan melembagakan tujuan gagasan merupakan alternatif yang dapat digunakan disaat sebagian besar orang resistensi terhadap suatu gagasan perubahan. Ketika sekelompok orang bersikap menerima suatu keputusan maka sebagian besar lainnya akan ikut menerima keputusan tersebut.
6.
Pendekatan Cognitive Problem Pendekatan ini sebelum sampai pada tujuannya harus melalui beberapa proses, dimulai dengan membangun pemahaman terhadap suatu masalah pada pihak yang dituju dan mempengaruhi pihak tersebut
untuk
mengambil
keputusan.
Pendekatan
ini
menitikberatkan pada terbentuknya keyakinan. Semakin mampu meyakinkan, semakin menemukan sasaran.
14
7.
Pendekatan Five Breaking Pendekatan ini banyak digunakan oleh praktisi humas untuk mengalihkan
perhatian
pada
isu
yang
merugikan
dengan
menciptakan isu lain. Agar pendekatan ini efektif dan tidak memicu terbentuknya isu lain dengan kecenderungan ke arah yang lebih negatif maka harus dilakukan dengan cara yang lebih halus dan bukan bergerak berlawanan arah dengan isu utama yang timbul. Namun apabila demikian, maka akan timbul reaksi penolakan dan perlawanan yang lebih besar. 8.
Pendekatan Manipulasi Power Dalam propaganda dikenal adanya istilah transfer device yaitu cara mempengaruhi orang dengan menghadirkan simbol kekuatan tertentu. Melakukan pendekatan ini harus dipastikan adanya pembuktian untuk menghindari kesan negatif dan hilangnya kepercayaan.
9.
Pendekatan Cost and Benefit Pendekatan ini dilakukan ketika orang lain menganggap harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sementara pihak pelobi tidak mungkin menurunkan
angka
menunjukkan
sikap
yang
telah
pertahanan,
ditetapkan. akan
lebih
Dibandingkan efektif
apabila
meyakinkan pihak lain dengan menyatakan bahwa angka tersebut adalah sesuai dengan pertimbangan memiliki banyak kelebihan.
15
10. Pendekatan Futuristik atau Antisipatif Pendekatan ini dilakukan manakala mengetahui bahwa klien belum memiliki kebutuhan maka harus diberi gambaran beberapa tahun ke depan yang harus diantisipasi.
2.3.
Negosiasi
2.3.1. Pengertian Negosiasi Negosiasi (negotiation) dalam arti harfiah adalah perundingan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia12, negosiasi memiliki dua arti, yaitu: 1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain. 2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihakpihak yang bersangkutan. Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu permasalahan. Suyud Margono13 mengatakan bahwa “negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan diantara mereka. Dalam komunikasi bisnis, negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Perbedaan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu titik temu dan dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan baru.”
12
Departemen Pendidikan Nasional (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 13 Margono, Suyud. Penyelesaian Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution (ADR): Teknik dan Strategi Dalam Negosiasi, Mediasi dan Arbitrase. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2000
16
Negosiasi, menurut Bill Scott14 (1990), adalah “sebuah bentuk pertemuan antara dua pihak (pihak kita dengan pihak lain) yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah persetujuan bersama.” Berdasarkan pengertian di atas negosiasi dipahami sebagai sebuah proses dimana para pihak ingin menyelesaikan permasalahan, melakukan persetujuan untuk melakukan suatu perbuatan, melakukan penawaran untuk mendapatkan suatu keuntungan tertentu, dan atau berusaha menyelesaikan permasalahan untuk keuntungan bersama (win-win solution). 2.3.2. Manfaat Negosiasi Sebagai sebuah bentuk pertemuan dua pihak yang memiliki tujuan, negosiasi memiliki beberapa manfaat. Berikut manfaat yang diperoleh dari proses negosiasi, melalui proses negosiasi akan tercipta jalinan kerjasama antar institusi atau badan usaha ataupun perorangan untuk melakukan suatu kegiatan atau usaha bersama atas dasar saling pengertian. Dengan adanya jalinan kerjasama inilah maka tercipta proses-proses transaksi bisnis dan kerjasama yang efektif. Di samping itu, bagi suatu perusahaan, proses negosiasi akan memberikan manfaat bagi jalinan hubungan bisnis yang lebih luas dan pengembangan pasar. 2.3.3. Strategi Negosiasi Untuk mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan oleh kedua belah pihak, ada beberapa strategi negosiasi yang harus dipilih dan disusun dengan baik sebelum proses negosiasi tersebut dilakukan. Berikut beberapa strategi dalam negosiasi:
14
Scott, Bill. Strategi dan Teknik Negosiasi. Jakarta: PPM. 1990
17
1) Win – Win Strategi ini dipilih bila pihak-pihak yang berselisih menginginkan penyelesaian masalah yang diambil dan pada akhirnya menguntungkan kedua belah pihak. Strategi ini juga dikenal dengan integrative negotiation. 2) Win – Lose Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah yang diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan. 3) Lose – Lose Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-pihak yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali hasil yang diharapkan. 4) Lose – Win Strategi ini dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah untuk mendapatkan manfaat dari kekalahan mereka. Dalam melakukan proses negosiasi, keterampilan negosiator (pelaku negosiasi) juga sangat dibutuhkan agar proses negosiasi berjalan dengan baik, diantaranya: 1) Negosiator harus tahu persis target yang ingin dicapai. Seorang negosiator tidak selalu merupakan orang pertama atau pimpinan atau pengambil keputusan di lingkungannya, oleh karena itu
18
dia harus mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya. Adalah hal yang sangat mengganggu atau tidak baik apabila dalam suatu negosiasi ada peserta atau utusan/wakil pihak yang berunding harus sering meninggalkan tempat atau bolak-balik harus berkonsultasi kepada pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya karena ketidaktahuannya mengenai apa yang diinginkan pimpinan atau lembaga tersebut. 2) Pelaku harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi. Seorang negosiator harus mempunyai wewenang untuk menerima atau menolak keinginan lawan rundingnya dan membuat kesepakatan dalam perundingan tersebut. Tidak boleh terjadi suatu pandangan atau keinginan serta kesepakatan yang telah diterima oleh para perunding kemudian ditolak oleh pimpinan dari lembaga yang diwakilinya. Apabila terjadi hal begitu maka bukan saja akan merusak kredibilitas para wakil atau perunding itu sendiri tetapi juga nama baik lembaga yang bersangkutan. 3) Perlu mendalami masalah yang dirundingkan secara baik. Setiap perunding harus menguasai atau memahami dengan baik permasalahan yang dirundingkan. Pemahaman atas semua aspek dari objek perundingan akan sangat membantu menumbuhkan pengertian atau kesediaan tawar-menawar dengan pihak lain karena dalam perundingan tidak ada pihak yang mau menang sendiri.
19
4) Perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik. Seorang negosiator juga perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik agar dia bisa menemukan cara untuk menarik perhatian, memahami argumentasi yang diajukan dan kemudian menyetujuinya. Pengenalan
lawan
runding
tersebut
tidak
hanya
mengenai
kepribadiannya tetapi juga mengenai pengetahuan dan pandangannya terhadap masalah yang sedang dirundingkan baik mengenai kekuatan maupun kelemahannya. Meskipun suatu perundingan tidak sama dengan peperangan, tetapi mungkin bisa dianalogikan dengan semacam axioma yang menyatakan bahwa “mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan adalah separuh kemenangan”. Hal ini terasa sekali manfaatnya apabila perundingan yang dilakukan melibatkan lebih dari dua pihak, karena penguasaan atas masalah dan pemahaman atas kekuatan dan kelemahan lawan bisa dipergunakan untuk memperoleh dukungan dari pihak ketiga atau yang lain sehingga secara bersamasama kemudian mendorong atau menekan lawan runding untuk menerima keinginannya. 5) Perlu memahami mana hal-hal yang prinsip atau bukan prinsip. Seorang
perunding
diberi
wewenang
untuk
menerima
atau
memberikan persetujuan usulan atau keinginan lawan runding. Agar apa yang dilakukan tidak bertentangan atau menyimpang dari kemauan pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya, maka perunding harus mengetahui hal-hal prinsip bagi pihaknya dan hal-hal mana yang bukan prinsip. Hal-hal yang prinsip tentu saja tidak boleh
20
diabaikan
apalagi
dikorbankan
dalam
perundingan.
Dalam
perundingan yang biasanya juga dilakukan tawar-menawar untuk memberi dan menerima maka yang boleh dipertaruhkan adalah halhal yang tidak prinsip. Pelanggaran atas hal-hal yang prinsip bisa mengakibatkan dibatalkannya kesepakatan yang telah dicapai atau kalau dalam perjanjian-perjanjian internasional maka ratifikasi atas hasil persetujuan tersebut tidak dapat diberikan sehingga perlu ditinjau kembali. 2.3.4. Taktik Dalam Negosiasi Setelah mengetahui strategi negosiasi, negosiator juga perlu menggunakan taktik yang benar dalam melakukan negosiasi. Ada beberapa taktik dalam negosiasi yang dikemukakan oleh Panuju15 untuk dipahami oleh negosiator sebelum melakukan proses negosiasi, yaitu: 1.
Membuat Agenda Taktik ini harus digunakan dalam memberikan waktu kepada pihakpihak yang berselisih setiap masalah yang ada secara berurutan dan mendorong mereka untuk mencapai kesepakatan atau keseluruhan paket perundingan.
2.
Bluffing Taktik klasik yang sering digunakan oleh para negosiator yang bertujuan untuk mengelabui lawan berundingnya dengan cara membuat distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu gambaran yang tidak benar.
15
Panuju, loc.cit.
21
3.
Membuat tenggang waktu (deadline) Taktik ini digunakan bila salah satu pihak yang berunding ingin mempercepat
penyelesaian
proses
perundingan
dengan
cara
memberikan tenggang waktu kepada lawan untuk segera mengambil keputusan. 4.
Good Guy Bad Guy Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan tokoh “jahat” dan “baik” pada salah satu pihak yang berunding. Tokoh “jahat” ini berfungsi untuk menekan pihak lawan sehingga pandanganpandangannya selalu ditentang oleh pihak lawannya, sedangkan tokoh “baik” ini yang akan menjadi pihak yang dihormati oleh pihak lawannya karena kebaikannya.
5.
The Art of Concession Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta konsesi dari lawan berunding atas setiap permintaan pihak lawan berunding yang akan dipenuhi.
6.
Intimidasi Taktik ini digunakan bila salah satu pihak membuat ancaman kepada lawan berundingnya agar menerima penawaran yang ada dan menekankan konsekuensi yang akan diterima bila tawaran ternyata ditolak.
22
2.4.
Komunikasi Persuasif dalam Pengelolaan Event Dalam menjalankan proses lobi dan negosiasi, pelaku harus tahu bentuk
komunikasi persuasif yang akan disesuaikan dengan karakter pihak yang akan dilobi atau diajak bernegosiasi. Menurut Dedy16, “komunikasi persuasif adalah suatu proses komunikasi di mana terdapat usaha untuk meyakinkan orang lain agar publiknya berbuat dan bertingkah laku seperti yang diharapkan komunikator dengan cara membujuk tanpa memaksanya. Bentuk komunikasi persuasif ini bisa dilakukan dengan tulisan, lisan, gambar, isyarat, kata-kata yang dicetak, simbol visual, audiovisual, rabaan, suara, kimiawi, komunikasi dengan diri sendiri, kelompok, organisasi, antarpersona, dialogis, dan lain-lain.” Strategi komunikasi persuasif yang tepat hanya dapat dilakukan apabila penyelenggara event mengetahui dengan pasti apa tujuan diselenggarakannya event. Penetapan strategi komunikasi persuasif dimulai dengan perencanaan, sehingga penyelenggaraan event dapat berjalan sesuai dengan harapan. Strategi komunikasi persuasif yang tepat dan didukung dengan kemampuan interpersonal anggota organisasi tentunya akan membantu pelaku untuk melakukan proses lobi dan negosiasi yang diharapkan bisa mencapai tujuan akhir dari penyelenggaraan event tersebut. Rachmat17
menyebutkan
bahwa
“praktisi
public
relations
mesti
menyadari, bahwa setiap informasi yang disampaikannya kepada publik, akan dianggap sebagai informasi baru oleh publiknya.” Kemudian publik akan membandingkan dengan informasi yang ada diskematanya.
Agar pesan
persuasifnya diterima (publik menyesuaikan skematanya dengan informasi dari public relations), mengadopsi pemikiran Kim Harrison (2008:9), maka dalam 16
Dedy, Djamaluddin Malik dan Yosal Iriantara. Komunikasi Persuasif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1994 17 Kriyantono, Rachmat. Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian Dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2014
23
membuat pesan persuasif praktisi public relations harus memperhatikan beberapa hal berikut ini, yaitu pesan persuasif yang dibuat harus mengandung kejujuran dan tidak bersifat manipulatif juga memiliki kegunaan bagi khalayak. Pesan persuasif yang dibuat juga harus mampu menarik perhatian khalayak sehingga dianggap sebagai suatu informasi penting dan bernilai. Selain hal yang telah disebutkan sebelumnya, ada satu hal yang tidak boleh dilakukan ketika membuat pesan persuasif yaitu jangan pernah membuat pesan persuasif yang mengandung ancaman sehingga mengganggu kepentingan khalayak. Individu cenderung bisa mengakomodasi pesan persuasif yang disampaikan oleh seseorang yang mereka kenal dan sukai. Fungsi lobi dan negosiasi berperan untuk membangun hubungan dengan seluruh stakeholder, mempengaruhi mereka secara persuasif lewat komunikasi informal dan formal sehinga organisasi atau perusahaan bisa mendapatkan dukungan dan terjalin kerjasama yang disepakati oleh kedua belah pihak.