Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
DAMPAK MONEY POLITICS HASIL PEMILU KEPALA DAERAH TERHADAP KONSTITUSI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Didik Suhariyanto* ABSTRAK Perlindungan hukum bagi rakyat sebagai kebijakan pemerintahan, bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hakhak asasi manusia. Karena konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan. Segala tindakan atau perilaku Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari konstitusi, bahkan koruptif maka tindakan (kebijakan) yang dilakukan tersebut adalah tidak konstitusional. Dalam praktek pemilukada yang berlangsung dalam pemenangan pemilukada karena kekuatan uang bukan program. Maka menumbuh suburkan praktek korupsi, kalusi dan nepotisme (KKN). Aspek kelemahan dalam pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung antara lain bahwa sebagian besar masyarakat masih bersifat paternalistik dan primordial, sehingga masyarakat kesulitan untuk menentukan pilihannya secara mandiri. Disamping masyarakat secara sengaja dipolitisasi. Kata Kunci : Money politics, Konstitusi, Kebijakan Pemerintahan Daerah. PENDAHULUAN Politik uang (money politic) selalu dipakai dalam proses memenangkan calon Kepala Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota dalam Pemilihan Umum secara langsung. Calon Kepala Daerah Propinsi serta Kabupaten/Kota dalam proses pencalonan mengeluarkan biaya Pemilu cukup besar. Maka memiliki dampak luas, khususnya terhadap Kebijakan Pemerintahan Daerah. Landasan hukum pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) secara langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Tingkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/Kota diatur dalam konstitusi Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Pasal ini merupakan hasil tuntutan reformasi yang diformulasikan dalam Perubahan (Amandemen) UUD 1945 kedua, yang menyatakan Gubernur, Bupati, dan
Wali Kota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Dipilih secara demokratis artinya dipilih langsung oleh rakyat satu orang satu suara. Diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1992 Tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara bahwa pada tingkat terakhir pada pelaksanaan pemilihan umum, rakyat memberikan suara. Yang kemudian memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan menentukan kehidupan rakyat. (Moh.Mahfud. MD, 2000 : 19)
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
1
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Dalam Penjelasan Umum Angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan pemilihan secara demokratis dilakukan oleh rakyat secara langsung. Pola pemilihan secara langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah telah mengubah pola pemilihan lembaga representasi rakyat di daerah. Hal ini konsisten dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang tidak mencantumkan lagi kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dalam Pasal 24 ayat (5) menyatakan bahwa Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Tidak berarti Dewan Perwakilan Rakyat Ddaerah (DPRD) tidak berperan dalam hal pengisian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Peran DPRD diwujudkan dalam pencalonan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang mana mensyaratkan bahwa Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hanya dapat dicalonkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu legislatif dalam jumlah tertentu. Dalam perkembangannya dimungkinkan adanya calon perseorangan (independent) dalam Pemilu Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah setelah melalui persyaratan tertentu. Dampaknya selalu berlangsung permainan uang (money politics) dalam upaya melancarkan tujuan kemenangan pasangan calon, maka mengabaikan aspek kemampuan dan kualitas calon. Praktek ini dapat
dirasakan, namun sulit dibuktikan secara hukum, dan hal ini dipandang sebagai bentuk proses demokrasi. Padahal hampir semua Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) penuh gejolak. Dan menjadi sisi gelap demokrasi. Bahkan tak jarang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Yang pasti semua yang dilakukan melanggar konstitusi. Bahkan menyimpang dari sebuah tujuan negara, yang secara formal tertuang dalam konstitusi, atau dalam bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. (Wirjono Prodjodikoro, 1989 : 10). Sehingga konstitusi merupakan finalisasi dari berbagai pilihan yang telah diputuskan atau disepakati bersama.(Masyhur Efendi, 1993 : 41). Terbukti bahwa hubungan antara sistem politik, tingkah laku politik, tujuan negara dengan sistem hukum dan pelaksanaan hukum yang mendukungnya tidak berjalan. Dalam proses mendaftarkan diri sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah diawali dengan money politics dan hal itu berlangsung sampai saat ini. Dari permintan pengurus partai dengan alasan untuk pelaksanaan musyawarah kerja, rapat pimpinan partai sampai dengan sosialisasi dan alasan lainnya yang nominalnya sangat besar (miliar), yang disertai juga money politics di tengah-tengah masyarakat pemilih. Proses jual beli dalam pencalonan seseorang menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah merupakan bentuk perdagangan politik yang tidak murah. Akibat money politics yang dilakukan Kepala Daerah/Wakil
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
2
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Kepala Daerah setelah berhasil menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah maka berdampak terhadap Kebijakannya saat menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Karena sebelumnya tak jarang calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah terpaksa berhutang atau menjual harta bendanya untuk membiayai pencalonannya dalam pelaksanaan Pemilu secara langsung. Jika menang dan terpilih ia bisa mengembalikan biaya itu, tetapi jika gagal ia bisa berhadapan dengan masalah hukum, bahkan tak jarang berakibat depresi. Bahkan setelah berhasil menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, karena kebijakannya banyak yang melanggar Konstitusi maka banyak Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah terjerat kasus Korupsi. Jumlah Kepala Daerah yang menjadi tersangka dan terdakwa hingga terpidana korupsi berdasarkan data Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri hingga pertengahan Tahun 2010 Total 125 Kepala Daerah dari 524 Kepala Daerah yang ada.
KEGUNAAN TEORITIS DAN PRAKTIS PENELITIAN Kegunaan teoritis dari penelitian Dampak Money Politics Hasil Pemilukada Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintahan Daerah bersangkut paut dengan pengembangan ketatanegaraan Indonesia dan pengembangan Ilmu Hukum Tata Negara. Kegunaan praktisnya merupakan suatu sumbangan pemikiran dan pengkajian kepada Pemerintah dalam menjalankan kebijakannya. 1. Kegunaan Teoritis. Kegunaan teoritis bagi pengembangan Hukum Tata Negara. Penelitian ini bertujuan secara yuridis untuk menelusuri Dampak money politics hasil Pemilukada terhadap konstitusi dan kebijakan pemerintahan daerah oleh Kepala Daerah Tingkat Propinsi serta Kabupaten/Kota terkait hasil Pemilihan Kepala Daerah melalui pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung.
PERMASALAHAN Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan konstitusi dalam pelaksanaan Pemilukada hingga menghasilkan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Propinsi serta Kabupaten Kota dalam menjalankan Kebijakan Pemerintah Daerah? 2. Bagaimana dampak money politics hasil pemilukada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah terhadap kebijakan pelayanan birokrasi ?
2. Kegunaan Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang dampak money politics hasil Pemilukada terhadap konstitusi dan kebijakan pemerintahan daerah oleh Kepala Daerah Tingkat Propinsi serta Kabupaten/Kota terkait hasil Pemilihan Kepala Daerah melalui pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) secara langsung. Dan penelitian ini secara praktis dapat dipakai sebagai referensi kebijakan pemerintah.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
3
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan dampak money politics hasil Pemilukada terhadap konstitusi dan kebijakan pemerintahan daerah oleh Kepala Daerah Tingkat Propinsi serta Kabupaten/Kota terkait hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) secara langsung. TEHNIK ANALISIS BAHAN HUKUM PENELITIAN Bahan-bahan hukum yang ada dianalisis dengan menggunakan metode deduktif yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus. Bahan-bahan yang sudah terkumpul diklasifikasi, disistimatisasi dalam tiga tataran yaitu: Pertama, tataran teknis. Pada tataran ini kegiatan sistemasi berupa perhimpunan dan penataaan bahan hukum yang ditujukan semata-mata untuk memudahkan bagian-bagian manakah interpretasi dapat dimulai dan sekaligus dapat digunakan sebagai alat untuk membangun argumentasi hukum. Kedua, tataran teleologis. Pada tataran ini kegiatan sistimatisasi berupa penataan ulang terhadap pemikiran, pengertian-pengertian, dan aturan-aturan yang mengandung muatan normatif kolektif sehingga terdapat hubungan kualitatif antara tujuan hukum dan norma kolektif yang sedang berkembang dan menjadi tuntutan dalam masyarakat.
Ketiga, tataran eksternal. Pada tataran ini kegiatan sistimatisasi berupa pengintegrasian bahan hukum ke dalam tatanan masyarakat, Melalui kegiatan sistematisasi bahan hukum tersebut akan memudahkan interpretasi untuk menghasilkan konsep baru. Selanjutnya diinterpretasi dengan metode interpretasi sistematis dan teleologis dan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan merujuk kerangka teori, konsep, hasil penelitian terdahulu, dan pandanganpandangan ahli yang relevan. Pada akhirnya dapat ditemukan argumentsi baru dalam upaya mencegah tindakan money politics dalam pelaksanaan Pemilukada yang menghasilkan tindakan inkonstitusional dan menjadikan kebijakan yang korupif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Peranan Konstitusi Dalam Pelaksanaan Pemilukada hingga menghasilkan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Propinsi serta Kabupaten Kota dalam menjalankan Kebijakan Pemerintah Daerah. Peranan konstitusi sebagai pengatur dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) secara langsung maupun dalam pelaksanaan Kebijakan Pemerintahan. Konstitusi dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dalam pelaksanaan Pemilu menyatakan kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar. Maka amanat rakyat harus dijunjung tinggi setelah dilakukan pemilihan umum, dalam menjalankan kebijakan pemerintahan. Dalam hal ini diperlukan prinsip
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
4
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
perlindungan hukum. (Philipus M. Hadjon, 1987 : 38). Artinya Prinsip tersebut merupakan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan kebijakan pemerintahan, yang bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Karena konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-Undang Dasar, dan sebagainya), atau UndangUndang Dasar suatu Negara. (Jazim Hamidi, 2008 : 1). Adapun segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari konstitusi, berarti tindakan (kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional. Pelaksanaan pemilihan umum secara langsung Kepala Daerah/Wakil Daerah tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota ditegaskan dalam Pasal 18 UUD 1945 menyatakan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masingmasing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. Yang berarti dipilih secara langsung dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penjelasan umum Angka 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan, pemilihan secara demokratis dalam undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Pola Pemilihan secara langsung Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah telah mengubah Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
pola pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga representrasi rakyat di daerah. Hal tersebut konsisten dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang tidak mencantumkan lagi kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selain itu dalam Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang ini menyatakan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Secara teknis diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 22 E ayat (5) UUD 1945 menyatakan Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Artinya penyelenggara pemilu tidak lagi bersifat ad hoc. Untuk itu diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. KPUD tugasnya menyelenggarakan Pemilu yang bebas, mandiri, demokratis, dan transparan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil di daerah. Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan Komisi Pemilihan Umum Daerah 5
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
yang selanjutnya disebut KPUD adalah KPU Propinsi, Kabupaten/Kota sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang ini untuk menyelengggarakan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah disetiap Propinsi dan atau Kabupaten/Kota. Hal ini artinya KPUD merupakan lembaga yang bersifat mandiri untuk menyelenggarakan pemilu. KPUD berwenang membuat regulasi serta kebijakan dalam menyelenggarakan pemilu. Pertanggungjawaban lembaga ini dalam pemilukada bertanggungjawab kepada DPRD. Menunjukkan pelaksanaan pemilu harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat yang diwujudkan kepada wakil-wakilnya yaitu DPRD diatur dalam Pasal 57 ayat (l) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Ketentuan ini berkaitan dengan Pasal 66, Pasal 100 dan Pasal 102. Dalam pelaksanaan pemilukada dimungkinkan terjadi kecurangan terhadap perolehan suara. Untuk menghindari hal ini Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat semua pihak. Sekalipun pelaksana penyelenggaraan pemilu di tangan KPUD namun dalam hal ini DPRD berwenang melakukan pengawasan pada tahap semua Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan DPRD berwenang membentuk Panitia Pengawas Pemilhan Umum (Panwaslu). Dalam pelaksanaan Pemilukada banyak Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah melakukan segala cara maupun money politics untuk memenangkan dirinya. Secara kasat mata maupun hukum dapat dibuktikan pada Persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu sengketa pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat ditemukan sekarung beras didalamnya terdapat amplop berisi uang Rp. 50.000,Dalam rangka untuk mewujudkan amanat rakyat, sesuai wewenang Mahkamah Kosntitusi berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan Mahkamah Konstitusi Dalam Bab III Pasal 10 ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk : a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar. c. Memutus pembubaran partai politik. d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum, Dalam ayat (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil 6
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana, atau pebuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kelahiran Mahkamah Konstitusi dinyatakan Abdul Mukthie Fadjar, memiliki visi, tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat, serta misi, mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya, dan membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi. (Abdul Mukti Fadjar, 2010 : l) Money politics yang digunakan pasangan calon cukup jenisnya beragam. Dari pemberian kain sarung di Kabupaten Simalungun atau Pesawaran dengan membagikan bahan pangan atau sembako, peralatan sekolah, pembuatan fasilitas umum seperti lapangan sepak bola yang dibiayai calon hinggga yayasan pondok pesantren atau panti asuhan yang mendapatkan kucuran dana. Membeli suara dilakukan dengan semacam gerakan sang fajar. Artinya calon mendatangi rumah di pagi hari sebelum acara pemilu dilaksanakan untuk membagikan uang Rp. 50.000,Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
seperti dikemukakan saksi dalam sidang perselisihan hasil Pemilukada di Kabupaten Bandung. Bahkan mereka bisa memanfaatkan program pemerintah daerah, seperti pembangunan jalan, bantuan warga miskin, bantuan korban banjir, kebijakan layanan publik, atau menggratiskan pembuatan KTP atau Pajak Bumi Bangunan. Mahkamah Konstitusi (MK) menangani setidaknya 174 perkara, dan berdasarkan data di daerah-daerah bahwa politik uang memang terjadi hampir diseluruh pilkada. Kalau pada 2010 terdapat 244 Pilkada, maka hampir diseluruhnya terjadi praktik-praktih money politics. Modus baru yang terungkap di persidangan Mahkamah Konsitutsi yaitu penggunaan Tim Relawan. Beranggotakan puluhan hingga ratusan ribu orang, tim itu juga termasuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah bersangkutan. Seperti terungkap dalam putusan Mahkamah Konstitusi untuk perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar) Kalimantan Tengah, anggota tim relawan pasangan calon Sugianto – Eko Sugianto berjumlah 78.238 atau sekitar 62,09 persen dari total pemilih. Relawan itu mendapat uang Rp. 150.000 – Rp. 200.000. dalam putusannya Mahkamah Konstitusi membatalkan penetapan pasangan calon terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kobar.
7
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Juga Mahkamah Konstitusi memerintahkan pencoblosan ulang di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Ditemukan adanya Tim Relawan yang berjumlah 122.560 orang dari pemilih 209.468 orang. Salah satu pasangan calon Hidayat Batubara – H Dahlan Nasution membagikan surat keputusan relawan senilai Rp. 20.000 hingga Rp. 100.000 kepada masyarakat selama proses pemilukada. Praktik politik uang (money politics) yang masif sangat membahayakan. Besarnya biaya untuk membeli suara pemilih tidak sebanding dengan penghasilan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Ini kemudian memacu perilaku koruptif. Biaya kampanye tidak wajar yaitu sekan-akan untuk biaya kampanye, tetapi ternyata untuk money politics atau politik uang. Pelaksanaanya dilakukan secara sistimatis, masif dan terstruktur, kalaupun terpilih tentu mereka berpikir untuk mengembalikan uang. Dan uang tersebut juga berasal dari investor atau pengusaha. Serta masuknya dana dari sponsor atau promotor. Dalam praktek pemilukada yang berlangsung dalam pemenangan pemilukada karena kekuatan uang bukan program. Hal ini menumbuh suburkan praktek korupsi, kalusi dan nepotisme (KKN). Aspek kelemahan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung antara lain bahwa sebagian besar masyarakat masih bersifat paternalistik dan primordial, sehingga masyarakat Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
kesulitan untuk menentukan pilihannya secara mandiri.Dan masyarakat secara senganja dipolitisasi. Dan Partai-partai politik belum berfungsi baik dalam pendidikan politik serta biaya yang harus disediakan dalam pemilihan kepala daerah secara langsung berbiaya sangat besar disamping penegakan hukum belum berlangsung dengan baik. Sehingga perlu dianut dan dipraktekkan prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan sebgai keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, Negara hukum (rechsstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau Negara hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana didalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum.
8
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
2. Dampak Money Politics Hasil Pemilukada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Terhadap Kebijakan Pelayanan Birokrasi. Kebijakan pemerintahan di daerah yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota dilaksankan dengan rambu-rambu konstitusi sebagaimana dalam Pasal 18 Ayat (5) UUD 1945 menyatakan Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Dalam Ayat (6) disebutkan Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dalam Ayat (7) dinyatakan susunan dan tata cara penyelengaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini tampak sebuah tindakan dari sebuah kekuasaan. ( Moh. Mahfud.MD, 1998 : 92). Adapun tindakan itu dibedakan pertama, tindakan mengatur yang bersifat menetapkan peraturan umum dalam arti otonom yang menurut ketentuan-ketentuan meangenai keadaan dan peristiwa abstrak, atau perintah dan larangan yang tidak ditujukan kepada pribadipribadi khusus. Kedua, tindakan mengurus yang bersifat mengambil tindakan khusus yang mengenai keadaan dan peristiwa konkrit atau ditujukan kepada oknum pribadi khusus. Ketiga, tindakan mengadili yang bersifat mengambil keputusan khusus Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
untuk mengakhiri persengketaan khusus antara dua pihak khusus. Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan, sehingga daerah otonom itu diberi kebebasan atau kemandirian sebagai wujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjwaban dalam arti pemberian tugas untuk melaksanakan dan pemberian kepercayaan berupa kewenangan untuk memikirkan dan menetapkan sendiri dalam menyelesaiakan tugas. Kebijakan yang dilaksanakan oleh Kepala Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota adalah melaksanakan otonomi daerah yang kewenangannya sangat jelas yaitu mengelola potensi daerah yang penyelenggaraanya diatur berdasarkan undangundang. Maka kebijakannya tidak boleh melanggar konstitusi atau undang-undang. Kebijakan yang menunjukkan pada administrasi tingkat bawah (street level bureaucrats) kekuasaan termanifestasi secara jelas melalui persentuhan langsung dengan warga masyarakat. (Mohtar Mas’oed, 2003 43) Pemerintahan yang baik memiliki komitmen yang jelas, bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan bersifat responsive, populis, dan visioner dengan selalu berorientasi kepada kepentingan rakyat. (Bambang Sutiyoso, 2004 : 35). Tidak sebaliknya sibuk memikirkan urusan sendiri atau kelompoknya, sehingga akan berakibat pada pemerintahan yang koruptif. 9
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Kemenangan dari hasil Pemilukada dengan money politics tak jarang menggangu kebijakannya. Kebijakan yang dikeluarkan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menyimpang dari konstitusi sehingga cenderung koruptif. Implikasi Pemilukada menjadi tekanan yang menguat pada penggunaan dana publik, seperti dana hibah atau bantuan sosial, dan juga memiliki efek jangka panjang pada sumber keuangan daerah lainnya. Apalagi pada saat bersamaan struktur politik tidak bekerja optimal. Yang pada akhirnya kompromi dengan para penyandang dana melalui kontrak bisnis, pemberian izin lokasi dan dana hibah, hingga lahirnya program mercusuar dan bantuan sosial yang menyerap habis keuangan daerah. Kebijakan birokrasi yang dilakukan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang menyimpang dari konstitusi seperti Persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Yusak Yaluwo Bupati Boven Digoel Papua, didakwa melakukan korupsi dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2005 hingga Tahun 2007 senilai Rp. 49 Miliar. Selain Yusak, Walikota Tomohon Sulawesi Utara Jefferson Rumajar, yang tengah jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan penyalahgunaan APBD hingga Rp. 19,8 miliar. Tersangka Korupsi yang telah menang pemilukada periode Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
2010-2015 yaitu Bupati Rembang (Jawa Tengah) Moch Salim, Bupati Kepulaauan Aru (Maluku), Theddy Tengko Bupati Lampung Timur (Lampung), Satono Wakil Bupati Bangka Selatan (Bangka Belitung) Jamro H Jalil, dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin. Korupsi dianggap hal yang buruk dan salah tetapi dianggap umum. Bagi pejabat di daerah korupsi dianggap kesempatan. Mereka antre memperoleh kesempatan, sedangkan di masyarakat ada internalisasi nilai, korupsi menjadi wajar, tidak dianggap aib. Bahkan berharap menjadi pejabat bukan karena visi atau ingin mengubah daerah jadi lebih baik, tetapi benar-benar karena ingin mendapatkan fasilitas jabatan. Keuangan daerah menjadi rebutan untuk dikorupsi, termasuk pejabat dan para calo dari pusat. Kebanyakan proyek di daerah sudah dirancang oleh pengusaha rekanan dengan penguasa sebelum ada pembahasan anggaran. Bahkan tender hanya digunakan sebagai syarat formalitas. Beberapa daerah banyak yang menyewa mantan karyawan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawal APBD yang tujuannya untuk memanipulasi anggaran. Bukan mengatur agar lebih baik, tetapi bagaimana mencurinya (koruptif). Padahal dalam otonomi pendapatan daerah adalah untuk memenuhi kesejahteraan hidup masyarakat. (Agustin Teras Narang, 2003 : 97)
10
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Walaupun yang korupsi di daerah adalah pejabat dan pengusaha setempat, pejabat di tingkat pusat juga terlibat. Hampir semua dana yang diturunkan ke daerah dipastikan disertai konsesi. Yang paling banyak dana dikorupsi biasanya dana alokasi khusus. Dana itu tak mungkin turun tanpa negosiasi. Menurut Fockema Andreae kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960) dan dalam bahasa Belanda corruptie. Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Korupsi yang tampak sekali menggurita terjadi pada sektor pelayanan publik kepada masyarakat. Klasifikasi korupsi dalam pelayanan publik yaitu, paksaan mengeluarkan uang, sogokan dan nepotisme. Padahal kepentingan hukum dalam demokratisasi birokrasi yaitu diatur dengan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan yang bersih, akuntabel dan responsif. Dalam hal ini termasuk pemberantasan korupsi, dan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.(Muladi, 2002 : 30). Korupsi dengan berbagai klasifikasinya dalam pelayanan publik mengakibatkan turunnya disiplin sosial. Uang sogokan (suap) dan nepotisme tidak hanya dapat memperlancar prosedur administrasi, tetapi biasanya juga berakibat adanya kesengajaan untuk memperlambat proses Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
administrasi agar dengan demikian dapat menerima uang suap. Disamping itu pelaksanaan rencana-rencana pembangunan yang sudah diputuskan, dipersulit atau diperlambat. Hal-hal yang menjurus pada perilaku koruptif yang ditemui diantaranya : penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap, menjadi alat kepentingan tertentu, penggemukan biaya, tata buku yang tidak benar, nepotisme, bertindak di luar wewenang dan tidak professional. Tak terkecuali pada pelaksanaan pemerintahan perlu pertanggungjawaban (akuntabilitas) pelayanan dalam berbagai kegiatan administratif publik tanpa korupsi. Akuntabilitas menjadi komponen penting dalam kegiatan administrasi publik seperti halnya pemberian layanan publik. Akuntabilitas layanan publik menekankan tanggungjawab birokrasi sebagai pemberi layanan publik untuk menjelaskan, menjawab dan menjastifikasi apa yang mereka telah kerjakan (atau gagal mereka kerjakan) kepada publik. Berakuntabilitas dalam layanan publik berarti memberi jawaban dan penjelasan dan keterangan atau pertanggungjawaban, baik yang dipertanyakan maupun yang bukan dipertanyakan oleh publik. Penjelasan atau penjawaban pemerintah atau birokrat pemberi layanan kepada publik penting dalam kontak hubungan principalagen. Dalam hubungan keagenan ini, hubungan antara 11
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
pemerintah dan masyarakat mengandung makna sebagai hubungan pertanggungjawaban. Dalam hal ini pelayan publik sebagai agen wajib mempertnggungjawabkan aktivitas dan kinerja pelayanan sebagai principal yang telah memberi dana untuk mendukung kegiatan pemerintah. Akuntabilitas yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan secara utuh oleh setiap instansi dan unit pelayanan instansi pemerintah daerah dan pejabat publik ternyata belum optimal dilaksanakan sebagaimana diamanatkan undang-undang. Akuntabilitas belum sepenuhnya dapat diwujudkan meskipun regulasi telah menyediakan pranata prosedur dan proses yang memadai. Kasus yang masih terjadi yaitu tidak ditaatinya prosedur dan proses yang mengakibatkan tidak akuntabelnya produk kebijakan. Bahwa aparat birokrasi dalam memberi layanan publik seringkali masih menerapkan standar nilai atau norma pelayanan secara sepihak dan berdasarkan juklak (petunjuk pelaksanaan) sehingga kecenderungan yang terjadi adalah lemah komitmen aparat birokrasi untuk akuntabel terhadap masyarakat yang dilayani. Yang sering terjadi adalah ketidakjelasan dan kompleksitas aturan yang wajib dijalankan pengusaha dan juga keluhan bahwa besarnya sumbangan yang harus dikeluarkan tidak ada kaitannya dengan Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
pengembangan usaha. Hubungan antara pemerintah dan masyarakat mengandung makna sebagai hubungan pertanggungjawaban. Dalam hal ini pelayanan publik wajib mempertanggung jawabkan aktivitas dan kinerja pelayanannya. Masyarakat berharap atau mendambakan pemberian pelayanan publik dapat menjadi lebih demokratis yang ditunjukkan dalam perilaku pelayanan yang transparan, partisipatoris, responsif dan akuntabel yang tentunya tanpa adanya korupsi. Kehadiran praktek money politics lebih banyak berkaitan dengan lemahnya system hukum secara umum. (Kastorius Sinaga, 2003 : 235) Untuk dapat mengikuti bekerjanya sistem hukum sebagai suatu proses terdapat tiga komponen : Komponen pertama struktur hukum (structure of law) yang meliputi lembaga pembuat hukum (law making institutions) dan institusi penegak hukum (law enforcement agencies) seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan juga lembaga pemasyarakatan. Kedua, substansi hukum (substance of law) yang meliputi semua produk hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah (substantive law and procedural law). Ketiga, budaya hukum (legal culture) seperti nilainilai, ide, persepsi, sikap, keyakinan, termasuk harapanharapan masyarakat terhadap 12
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
substansi hukum negara. (Lawrence M. Friedman, dalam I Nyoman Nurjaya, 2007 : 21) Sistem hukum ini harus mendapatkan ketegasan dalam upaya memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi yang didorong masuk dalam koridor hukum menyebabkan bahwa pemberantasan korupsi tunduk pada sistem serta peraturan hukum yang berlaku. (Satjipto Rahardjo, 2009 : 137) Maka peraturan yang harus ditaati melalui konsitusi untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dalam struktur kenegaraan, tugas penegakan hukum dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh biorokrasi dari eksekutif tersebut dan dapat dikatakan birokrasi penegakan hukum, sebagai upaya welfare state. (Satjipto Rahardjo,2000 : 181) Sehingga pelayanan masyarakat mengandung campur tangan hukum. Eksekutif dengan birokrasi merupakan bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan hukum. Dalam penanggulangan korupsi diperlukan adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Dalam menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Namun demikian, dalam menjalankan tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hakim tidak hanya bertindak sebagai mulut undang-undang atau peraturan perundangundangan, melainkan juga ‘mulut’ keadilan yang menyuarakan perasaan keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Pelaksanaan dan penegakan hukum harus mencapai keadilan. Peraturan hukum tidak identik dengan keadilan. Karenanya, peraturan hukum yang bersifat umum dan mengikat setiap orang. Penerapannya harus mempertimbangkan berbagai fakta dan keadaan yang terdapat dalam setiap kasus. Sehingga, keadilan itu sifatnya kasuistis.(Soerjono Soekanto ,1986 : 3). Hakikat penegakan hukum yang sebenarnya terletak pada kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang terkait di dalam kaidah-kaidah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan 13
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
mempertahankan pergaulan hidup.
kedamaian
yang ditemui diantaranya: penyalahgunaan wewenang dan jabatan, kolusi, menerima suap, menjadi alat kepentingan tertentu, penggemukan biaya, tata buku yang tidak benar, nepotisme, bertindak di luar wewenang dan tidak profesional. Sehingga diperlukan penegakan hukum bagi para koruptor birokrasi.
PENUTUP Kesimpulan 1. Konstitusi memiliki peranan sebagai pengatur dalam pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daearah/Wakil Kepala Daerah Tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota secara langsung. Disamping sebagai dasar yuridis dalam menjalankan kewenangannya sebagai kebijakan pemerintahan daerah. Sehingga Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah yang menang Pemilukada harus menjujung tinggi amanat rakyat dalam menjalankan kebijakan pemerintahan. 2. Korupsi dari berbagai klasifikasinya dalam pelayanan publik mengakibatkan turunnya disiplin sosial. Hal-hal yang menjurus pada perilaku koruptif
Saran Keberhasilan penegakan hukum dituntut banyak hal, yang pertama hukumnya harus berkeadilan, Kedua, aparat penegak hukum harus baik, aparat harus mampu dan profesional dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ketiga, masyarakat harus memiliki kesadaran hukum dalam arti mengerti dan memiliki budaya hukum sehingga memiliki pola kepatuhan yang tidak sekedar patuh tetapi kritis. Serta mejadikan demokrasi yang berkualitas, untuk menuju bangsa yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA A. Masyhur Effendi, 1994. Hak Asasi Manusia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Abdul Mukti Fadjar, 20 Februari 2010. Mahkmah Konstitusi Dan Perkembangan Hukum Di Indonesia, Orasi Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Brawijaya Ke-47, Malang. Agustin Teras Narang, 2003. Reformasi Hukum, Surya Multi Grafika, Jakarta. Bambang Sutiyoso, 2004. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. I Nyoman Nurjaya, 2007. Eorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam Masyarakat Multikultural : Perspektif Antropologi Hukum, Pidato pengukuhan Jabatan guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
14
Dampak Money Politics Hasil Pemuli Kepala Daerah Terhadap Konstitusi dan Kebijakan Pemerintah Daerah
Jazim Hamidi, 2008. Teori Dan Hukum Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kastorius Sinaga, 2003. Persoalan Otonomi Daerah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Moh. Mahfud MD, 1998. Politik Indonesia, Jakarta.
Hukum
Di
Indonesia,
Pustaka LP3ES
Moh. Mahfud MD, 2000. Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Mohtar Mas’oed dan Denny B.C Hariandja, 2003. Birokrasi Nan Pongah, Kanisius, Yogyakarta. Muladi, 2002. Demokratisasi, Hak Asasi Manusia, Dan Reformasi Hukum Di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta. Philipus M. Hadjon, 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Ilmu, Surabaya.
Bina
Satjipto Rahardjo, 2000. Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Satjipto Rahardjo, 2009. Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta. Soerjono Soekanto, 1986. Faktor-Faktor Hukum, Rajawali, Jakarta.
Yang
Mempengaruhi
Penegakan
Wirjono Prodjodikoro, 1989. Asas - Asas Hukum Tata Negara di Indonesia , Dian Rakyat, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemiihan Umum. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.7 No.21, Desember 2010
15