FRATER CMM 4/10
| PERTAMA KALI: MISA FRATER ANDREAS | PERSIAPAN PROFESI SEUMUR HIDUP | DIPANGGIL OLEH KAUM MISKIN | SPIRITUALITAS CMM DITEMUKAN KEMBALI | | BEBERAPA JEJAK COLA DEBROT 1
DAFTAR ISI
KOLOM PEMIMPIN UMUM
4
SEKITAR FRATER ANDREAS
5
MAKLUMAT MISI
KOLOFON
Belaskasih terdapat di setiap waktu dan di setiap tempat.
Frater CMM, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan Kongregasi Frater CMM. Langganan gratis dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini
Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam sejarah.
Redactie: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir).
Pelbagai bentuk penampilan gerakan belaskasih merupakan ungkapan masyarakat dalam mana belaskasih telah lahir, dan spiritualitas yang mendukungnya.
Rencana tata: Heldergroen www.heldergroen.nl Dicetak:
Percetakan Kanisius, Yogyakarta
Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat belaskasih Kristiani.
Kontak:
Frater CMM Jalan Ampel 6, Papringan Yogyakarta 55281
e-mail: website:
[email protected] www.cmmbrothers.org
Terjemahan:
Frater Pieter Jan van Lierop, Frater Jan Koppens
Foto sampul depan: Ketiga frater yang baru berprofesi seumur hidup di Kenya memotong kue tar. Martin Okoth Odide, Johannes Mateus, Zaccheaus Odhiambo (lihat halaman 18).
Anak yang hilang, Rembrandt 2
Foto sampul belakan: Jembatan pada sungai Seine di Paris (foto: Frater Ad de Kok).
PERTAMA KALINYA: MISA FRATER ANDREAS
6
BERITA PENDEK
8
REDAKSI MENULIS Pada akhir tahun terbitan Frater CMM - yang bentuknya baru dan berwarna – pihak redaksi memandang pembaharuan itu sukses. Reaksi positif dari para pembaca memperlihatkan bahwa keputusan untuk membaharui majalah ini adalah tepat. Maka bentuk terbitan ini akan diteruskan. Juga edisi bahasa Inggris dan Indonesia diterima dengan baik. Website kongregasi sudah dibaharui pula, sesuai dengan bentuk Frater CMM. Hal ini dapat dibaca pada bagian Berita Pendek, halaman 19. Kami tidak mengalami kekurangan dalam jumlah karangan. Hal itu nyata dalam edisi ini. Diterima sumbangan yang istimewa di bidang musik, yang berasal dari Paul Overman, pemain organ di generalat pada hari Minggu. Ia menciptakan ‘Misa Frater Andreas’. Untuk pertama kalinya misa ini diperdengarkan di kapel Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen. Hal yang menarik perhatian adalah kesan-kesan pribadi dua frater CMM asal Indonesia dan satu suster SCMM asal Filipina. Selama lima pekan mereka telah mengikuti program intensif dalam rangka persiapan profesi seumur hidup. Para frater dan suster muda telah mengikuti ziarah ke Perancis, dari 9 sampai 22 Agustus, dan mengunjungi tempat-tempat yang penting dalam hidup Vinsensius a Paulo dan Luise de Marillac. “Ziarah Vinsensian telah membuat hatiku berapi-api”, kata Suster Julia Bantian. “Ziarah ini adalah pengalaman yang paling hebat yang pernah kualami.” Redaksi berharap agar diberikan lebih banyak sumbangan inspiratif semacam itu.
PERSIAPAN PROFESI
10
DIPANGGIL OLEH KAUM MUDA
SPIRITUALITAS CMM DITEMUKAN KEMBALI
BERITA PENDEK
18
BEBERAPA JEJAK COLA DEBROT
IN MEMORIAM
22
SUMBER-SUMBER
14
16
20
23 3
KOLOM PEMIMPIN UMUM
Pada tanggal 14 Oktober diadakan kongres pancawarsa di pusat pembinaan ‘ZIN’ di Vught, untuk memperingati pendirian pusat itu 10 tahun lalu. Bersama seratus tamu lain, saya mendengar ceramah-ceramah mengenai tantangan-tantangan besar yang dihadapi dalam masyarakat pada saat ini. Krisis ekonomi dan keuangan seluas dunia, konflik-konflik yang tak bertepi, jurang antara kaum kaya dan miskin, dan penghabisan sumbersumber alamiah menimbulkan pelbagai macam pertanyaan mengenai jalan menuju masa depan yang lebih cerah serta bentuk kepemimpinan yang baru, yang dibutuhkan untuk itu. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak gampang terjawab. Juga waktu kongres tersebut tidak diberikan jawaban yang lengkap. Dalam upaya mencari jawaban-jawaban, dibicarakan hasil-hasil ilmu pengetahuan dán ‘kearifan’ yang sudah berabad-abad ada di muka bumi ini. Ilmu pengetahuan memberikan banyak pengetahuan dan pengertian kepada kita, yang terkadang digunakan dengan baik atau salah. Kearifan selalu kena cintakasih, perhatian, belaskasih dan kesatuan. Saya bertanya: ‘Apa yang dapat diperbuat oleh saya? Apa yang dapat dilakukan oleh kita sebagai kongregasi?’ Di panggung sandiwarah dunia yang luas, peranan CMM sangat terbatas. Seperti dikatakan oleh Pedoman Hidup CMM: ‘pantaslah kita berendah hati.’ Jikalau kami memanfaatkan hasil kearifan yang sudah berabad-abad ada, kami sudah melakukan banyak sekali. Hal itu pasti sudah sangat mengasyikkan CMM. Saya menulis kolom ini dalam perjalanan menuju Namibia. Di Usakos, suatu desa di tengah-tengah padang gurun, sepasang suami-isteri asal Belanda telah mendirikan suatu proyek bagi anak-anak jalanan. Pada tanggal 23 Oktober 2010 kongregasi telah mengambil alih proyek itu. Generasi baru dan muda, frater-frater Namibia, akan memimpin dan mengembangkan proyek itu. Saya akan minta mereka agar melakukan itu dengan
4
kearifan yang sudah berabad-abad ada: menopang anak-anak penuh cinta, perhatian dan belaskasih. Lagi bahwa personalia didekati dengan cinta, perhatian dan belaskasih yang sama, dan bersama mereka menatang proyek itu. Pada kongres tersebut juga dibicarakan pentingnya ‘kepemimpinan yang melayani’. Hal ini saya juga akan minta dari frater-frater itu: menjadi pemimpin yang melayani. Hal ini dapat mereka lakukan dengan segala sarana yang ada dan segala pengertian yang diterima dari ilmu pengetahuan di bidang teknologi serta metode dan teknik pendidikan zaman kini. Namun tanpa kearifan mereka tidak akan berhasil. Nilai-nilai yang berabad-abad ada, harus dipelihara dan setiap kali diingat kembali. Kalau tidak, proyek akan berjalan salah, baik dalam hal-hal kecil maupun besar, bagi orang-orang pribadi maupun organisasi. Pada tanggal 23 Oktober Frater Richard, Frater Johannes dan Frater Gerard mulai bekerja di Usakos. Kalau mereka bekerja dengan arif, masa depan yang lebih baik akan sedikit mendekat!
Frater Broer Huitema
SEKITAR FRATER ANDREAS
JANGAN MEMBERI REAKSI APAPUN Panggilan religius, juga di zaman Frater Andreas, bukan sesuatu yang biasa saja. Orang yang ingin menempuh jalan religius harus menerangkan pilihan itu dan banyak orang kurang paham. Pilihan hidup ini selalu diwarnai oleh keraguan dari pihak lain. Secara berapi-api pamflet dan kronik tentang hidup religius dapat ditulis, namun keraguan tidak pernah lenyap. Famili dekat Frater Andreas menilai positif pilihan hidupnya. ´Jan kami´ selalu dianggap sebagai seseorang yang luar biasa. Dengan adanya semangat untuk berstudi, ia tidak cocok untuk bidang pertanian. Akan tetapi apakah mereka sungguh memahami apa yang ia cari di biara? Apakah mereka dapat mengikuti dia dalam dedikasinya dan matiraga yang tak menonjol? Barangkali tidak, akan tetapi pertanyaan-pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Ketidakpahaman itu tidak mengganggu pergaulan yang sederhana dan ramah. Terutama di ruang kelas, frater-frater guru mengalami ketidakpahaman itu. Para murid diwajibkan menghormati guru-guru mereka. Akan tetapi, kalau diberikan kesempatan kepada mereka, mereka mengungkapkan keheranan mereka akan gaya hidup religius. Di kelas Frater Andreas, mereka dapat kesempatan itu hampir di setiap jam pelajaran, karena dalam hal kedisiplinan ia kurang mampu. Ia pasti menderita karena ungkapan duniawi yang tajam dan ejekan lucu dari para muridnya. Akan tetapi Frater Andreas menemukan suatu cara untuk menangkis hal itu: ia tidak memberi reaksi apapun. Ia meneruskan tugasnya, dan dengan sikap ramah yang tetap ia melakukan kewajibannya.
gampang bagi para frater untuk bergaul dengan orangorang. Frater Nicetas bercerita: “Sekitar tahun 1900 Frater Andreas mengunjungi komunitas di kota Oss. Ia datang dari kota Zwolle. Tentang perjalanan itu ia menceritakan bahwa ia duduk di kereta api berhadapan dengan seorang bapak, yang memandang dia dengan marah, sampai kota Oss……. Frater Andreas menerangkan bahwa belum pernah ia melihat seseorang yang tengok begitu marah, dan Frater Andreas tidak mengerti bagaimana orang itu dapat bertahan dalam kemarahannya.” Frater-frater yang mendengar cerita ini tidak mengerti bagaimana Frater Andreas dapat bertahan di hadapan seseorang yang marah. Mengapa ia tidak mencari tempat duduk lain? “O, ya, hal ini memang dapat saya lakukan”, jawab Frater Andreas dengan riang. Namun ia tidak melakukan itu. Charles van Leeuwen
Frater Andreas tidak berkontak intensif dengan dunia di luar biara. Terhadap orangtua para muridnya ia selalu sopan, namun agak formal dia, dengan mengambil jarak. Rekan-rekan sebiara menganggap dia seorang penakut. Apakah ia takut akan dunia? Atau orang lain merasa takut akan sikapnya yang berprinsip, dan karenanya mereka menghindari kontak dengannya? Suatu peristiwa dari riwayat Frater Andreas menunjukkan bahwa tidak
Bagian dalam di rumah Frater Andreas.
5
BELANDA
PERTAMA KALINYA:
MISA FRATER ANDREAS
Untuk pertama kalinya ‘Misa Frater Andreas’ dinyanyikan. Ini terjadi di kapel Wisma Orang Lansia Joannes Zwijsen di Tilburg pada hari Minggu 29 Agustus pada waktu perayaan Ekaristi dalam rangka jubileum enam frater dari Joannes Zwijsen, dua frater dari Generalat dan Frater Amator Hems dari Indonesia. Misa ini diciptakan oleh Paul Overman, yang biasanya mengiringi perayaan Ekaristi pada hari Minggu di Generalat dengan main organ. Beberapa keterangannya mengenai komposisi baru itu dapat dibaca di bawah ini. Waktu ziarah tahunan di kubur Frater Andreas, terkadang saya memainkan sebuah lagu untuk menghormati Frater Andreas. Saya merasa heran bahwa belum diciptakan suatu misa khusus baginya, maka pada permulaan tahun saya memutuskan untuk menciptakan sebuah misa khusus bagi beliau. Mengingat penggunaan
misa ini, saya langsung memilih suatu ‘misa rakyat’ dengan solis dan organ. Mengenai penggunaan suara dan nada, misa tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Saya berusaha untuk mengarang musik seunik mingkin, walaupun tidak dapat dihindari bahwa jalannya not-not sudah dikenal umat.
Berdoa sambil menyanyi
Paul Overman memainkan organ waktu ‘Misa Frater Andreas’ dinyanyikan. 6
Saya mesti cari suatu tema, sehingga lagu-lagu digabungkan dan dipersatukan. Untuk itu saya menerima saran yang terbaik dari Frater Andreas sendiri. Huruf-huruf permulaan namanya merupakan tema yang khusus: F – A – D – B (Frater Andreas van Den Boer). Tema itu ditampilkan dalam pendahuluan musik organ sebelum Tuhan, kasihanilah kami, dalam sambungan di tengah sebelum Kristus, kasihanilah kami dan dalam ulangan Tuhan, kasihanilah kami. Begitulah umat, bersama Frater Andreas, mendoakan perlindungan Allah dengan menyanyi. Kemudian dinyanyikan Kemuliaan dengan gaya Gregorian, supaya kita menyanyi sekaligus berdoa. Inilah lagu-lagu Gregiorian yang sering dinyanyikan pada hari Minggu dan waktu ofisi oleh Frater Andreas di zamannya. Dalam iringan organ beberapa kali didengarkan kembali tema F-A-D-B, sehingga Frater Andreas mendampingi pujian sykur kita.
Frater-frater menyanyikan ‘Misa Frater Andreas’.
Kata ‘mendampingi’ saya gunakan dengan sengaja, karena istilah itu menjelaskan lebih baik maksud seorang pemain musik organ yang liturgis. Seorang pemain organ harus mendampingi baik umat yang hadir maupun paduan suara, waktu mereka menyanyikan lagu-lagu liturgis. Pengaruh timbal balik antara seorang pemain organ dan misalnya seorang solis, sebuah paduan suara atau umat, adalah sesuatu yang khas, dan dapat memberikan nilai tambah yang khusus pada suatu perayaan.
Kontras Dalam lagu Kudus, kudus, kudus terdengar suatu kekontrasan. Mulai dalam a-minor lagu berkembang ke c-mayor ketika dinyanyikan Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Kalau Terpujilah Engkau di surga dinyanyikan, lagu kembali ke a-minor. Kemudian kedua bagian teks dari lagu itu dipisahkan oleh suatu pemainan sambungan di tengahnya. Kemudian pemain organ mendahului lagu Terpujilah Engkau yang datang atas Nama Tuhan. Dalam lagu Anak domba Allah diikuti struktur teks. Biasanya lagu itu dinyanyikan sebagai suatu kesatuan. Sayang dibuat demikian, karena teks terdiri dari tiga permohonan. Saya memisahkan ketiga bagian itu
dengan pemainan-pemainan sambungan di tengahnya yang menjelaskan struktur tiga bagian (sama dengan Tuhan, kasihanilah kami). Sekaligus ada waktu untuk introspeksi. Hal ini juga dilakukan oleh Bernard Bartelink dalam lagunya Anak domba Allah di ‘Misa Willibrordus’. Pada Anak domba Allah yang ketiga, tema F-A-D-B diulangi, sehingga umat ‘dalam gabungan’ dengan Frater Andreas dapat memohon damai sambil bernyanyi.
Pelengkapan Saya masih bermaksud untuk melengkapi misa itu dengan suatu Syahadat dan sebuah Aklamasi berhubungan dengan doa umat. Baru sesudahnya misa ini sungguh lengkap. Suatu iringan organ yang lengkap sedang dikerjakan, dan semoga hasil ciptaan itu dapat diterima pada akhir tahun 2010. Mudah-mudahan saya memenuhi suatu kebutuhan, dan semoga misa itu bisa dinyanyikan secara berkala. Saya masih beraspirasi untuk, di masa mendatang, merekam misa ini pada sebuah CD, agar kalau tidak ada solis atau paduan suara, misa tetap dapat (ikut) dinyanyikan. Paul Overman
7
BERITA kort PENDEK nieuws
BANJIR DI RUANG PAMERAN DI GENERALAT Pada tanggal 26 Agustus, waktu malam, ruang pameran di bawah tanah di Generalat dilanda banjir, karena hujan amat deras di Belanda Selatan. Air masuk setinggi sekian sentimeter. Dalam waktu beberapa jam turun tujuh sentimeter lebih. Beberapa jam dibutuhkan untuk mengisap air itu dengan sebuah pompa dan mengeringkan lantai. Koleksi benda, foto dan teks keterangan yang ada tidak kena air.
MEDITASI BAGI ‘DUTA BESAR’ Frank Jansons, salah satu ‘duta besar persaudaraan seluas dunia’ dari Belanda, sudah memulai suatu inisiatif. Itu akibat keikutsertaannya pada Hari Kaum Muda Sedunia, tahun 2008 di Sydney, Australia. Waktu mengikuti program persiapan manifestasi itu di Belanda dan di Indonesia, para duta dibimbing di bidang meditasi oleh Peter de Ruiter SJ. Agar tetap mendalami iman mereka dan menyiapkan diri lebih baik pada liturgi hari Minggu, maka para ‘duta besar’ ingin meneruskan kegiatan meditasi ini sekali sebulan. Buku meditasi yang mau dipakai adalah buku meditasi dari Pastor Jan Bots SJ. Meditasi-meditasi akan berlangsung di Leeuwarden, Groningen, Amsterdam, Eindhoven, Tilburg dan Utrecht. Proyek ‘duta besar’ ini dimulai oleh Frater CMM dengan tujuan melibatkan kaum muda dalam gerakan belaskasih dan persaudaraan seluas dunia.
PESTA PERAK DI TOMOHON Pada tanggal 10 Juli 2010, dalam perayaan Ekaristi di gereja Roh Kudus di Tomohon, dirayakan pesta perak Frater Marius Korebima dan Frater Bruno Welerubun. Misa dipimpin oleh Uskup Manado, Mgr Joseph Suwatan MSC, didampingi oleh Pastor Marsel Lintong dan dua imam lain. Kedua jubilaris membaharui profesi mereka dihadiri oleh dua anggota dewan pimpinan Provinsi Indonesia, yaitu Frater Martinus Leni dan Frater Benyamin Tunggu, dan para peserta ‘Summer School Spirituality’ serta para frater komunitas Manado dan Tomohon. Sesudah perayaan itu, pesta dilanjutkan dengan resepsi. Kedua jubilaris: Frater Bruno Welerubun (kiri) dan Frater Marius Korebima.
8
‘PARA TAHANAN PUN MANUSIA’ Pada tanggal 11 Juni dibuka secara resmi kejuaraan dunia sepak bola di Afrika Selatan. Sebelumnya gerejagereja di Afrika mengambil inisiatif untuk menyadari bahayanya hiv/aids dengan mencetak pada bola sebuah kartu merah dengan teks: ‘Red Cards for Aids’ (kartu merah untuk aids). Sebagai pendukung aksi ini dan dengan dukungan pemerintah Kenya, Frater Linus Schoutsen mengatur 32 kompetisi sepak bola di delapan penjara. Frater Linus bekerja di Kenya pada proyek untuk membantu para tahanan sebelum mereka kembali di tengah masyarakat.Selama satu bulan diadakan latihan fanatik. Tim-tim mendapat nama sama dengan negara-negara yang ikut kejuaraan itu, seperti Spanyol, Belanda, Jerman. Hal yang menonjol adalah bahwa, pada waktu pagi di Kenya, tim Spanyol menang atas Belanda, sama seperti pada kejuaraan resmi pada waktu malam. Kebanyakan pemain adalah orang tahanan seumur hidup atau yang selama sepuluh tahun lebih tidak pernah keluar penjara. Sekarang mereka bermain pada lapangan yang berumput dan disaksikan oleh bnayak penonton. Mereka sungguh antusias dan berterima kasih. Ketika ´Spanyol´ menerima ´Red Cards Aids World Cup Trophy´, juga para penjaga menari-nari secara spontan bersama dengan saudara-saudara tahanan mereka. Frater Linus Schoutsen: “Peristiwa ini adalah titik balik dalam
Tahanan-tahanan Kenya. kebijakan penjara di Kenya. Tak pernah diatur kegiatan sebesar ini, apalagi di luar dinding penjara. Hanya dalam suasana semacam inilah rehabilitasi para tahanan bisa tercapai.” Pada pembukaan dan penutupan turnamen ini semua pemain memakai t-shirt dengan semboyan ‘Prisoners are people too’ (Tahanan pun manusia). Dengan semboyan ini Frater Linus mengadakan pelayanan di tengah-tengah tahanan. Di belakan t-shirt tertulis: ‘Red Cards for Aids’.
LENCANA KSATRIA BAGI JUBILARIS EMAS
Walikota Severijns menyematkan lencana ksatria Kerajaan Belanda pada baju Frater Amator Hems.
Ketika cuti di Belanda, pada tanggal 29 Agustus 2010, Frater Amator Hems merayakan jubileum 50 tahun hidup membiara. Pada perayaan familinya, tanggal 5 September di kampung Middelbeers, ia menerima dari walikota, Ruud Severijns, lencana ksatria Kerajaan Belanda. Frater Amator bekerja di Indonesia sejak 1969. Dengan bangga ia melihat kembali pada pendirian ‘Credit Union’ di pulau Nias, di tahun 1985. Sekarang Credit Union ini adalah lembaga keuangan kooperatif dengan 21 kantor, yang memberikan kemungkinan kepada lima puluh ribu anggota untuk menabung dan meminjam uang demi investasi. Habis tsunami pada hari Natal kedua tahun 2004 dan gempa bumi pada hari Paska kedua di tahun 2005, kredit mikro menunjang para anggota CU untuk cepat membangun kembali apa yang musnah. Dengan demikian Frater Amator Hems memainkan peranan penting dalam upaya melawan kemiskinan dan ketinggalan di Indonesia.
9
Belanda
PERSIAPAN PROFESI SEUMUR HIDUP Pada musim panas tahun 2010, sembilan frater mengikuti program selama lima pekan di Belanda, sebagai persiapan profesi seumur hidup. Mereka adalah Frater Benad Simbolon, Tarsisius Abi, Yasintus Seran, Nobertus Dake dan Wilfridus Bria dari Indonesia, serta Frater Martin Okoth, Zacceus Odiambo dari Kenya dan Johannes Mateus dari Namibia. Satu minggu sesudah pembukaan program itu, tiba Frater Cosmas Atola dari Tanzania untuk bergabung dalam acara persiapan ini. Sebagian dari program itu diikuti oleh sembilan suster SCMM dari Indonesia, Brasil dan Filipina. Dalam tiga halaman di bawah ini dua frater dan seorang suster memberikan kesan mereka. Waktu pekan pertama di Belanda frater-frater mengunjungi para konfrater di komunitas Elim, Zonhoven dan Joannes Zwijsen. Dalam pembicaraan dengan frater-frater yang dikunjungi, mereka dapat kesan yang baik mengenai hidup dan kerasulan para frater di Belanda dan di Belgia.
Ziarah Vinsensian Selama tiga hari diberikan lokakarya mengenai kaulkaul religius di Generalat CMM yang dipimpin oleh Frater Harrie van Geene. Frater Lawrence Obiko telah menciptakan presentasi powerpoint dengan tema: ‘Kharisma Frater CMM: masa lampau, kini dan depan’.
Ziarah Vinsensian ke tempat-tempat yang penting dalam hidup Vinsensius a Paulo dan Luise de Marillac berlangsung dari tanggal 9 sampai 22 Agustus. Sebelumnya para peserta mengikuti lokakarya mengenai Vinsensius. Masukan-masukan diberikan oleh Frater Broer Huitema, Frater Martinus Lumbanraja, Suster Mariana Situngkir, Suster Ursala van de Ven dan Pater Rafael Isharianto CM. Hal yang paling mengesankan waktu ziarah Vinsensian adalah tiga hari refleksi di Dax-le-Berceau, kampung kelahiran Vinsensius a Paulo. Mereka juga mengunjungi tempattempat di mana Bunda Maria secara khusus dihormati seperti Lourdes, Chartres dan Buglose.
Acara interaktif
Frater dan suster waktu perayaan Ekaristi di kapel Generalat di Tilburg. 10
Chartres merupakan tempat ziarah Bunda Maria. Di dalam katedral itu ada patung Bunda Maria yang berwarna hitam. Luise de Marillac pernah menyerahkan para Puteri Kasih kepada Maria. Selama sekian abad Buglosa merupakan tempat ziarah, yang juga dikunjungi oleh Vinsenius. Di sini dihormati patung Bunda Maria yang ajaib. Sesudah ziarah itu diadakan lokakarya selama tiga hari mengenai belaskasih, yang dipimpin oleh Frater Wim Verschuren di pusat pembinaan ´ZIN´ di desa Vught. Bapak Charles van Leeuwen, sekretaris studi spiritualitas CMM, memimpin program intensif dan interaktif mengenai Joannes Zwijsen, Frater Andreas van den Boier dan sejarah awal kongregasi.
Mengunjungi Zonhoven: Frater Wilfridus Bria, Frater Edward Gresnigt dan Frater Marcel Achten.
Frater dan suster mengagumi katedral Chartres.
´Menggembirakan dan mengilhami´
´Labirin, simbol perjalanan spiritual´
Hari itu sangat indah bagi saya. Dihantar oleh Frater Edward Gresnigt dan Frater Martinus Lumbanraja, kami mengunjungi komunitas CMM di Zonhoven-Belgia. Pada perjalanan ke sana, saya heran memandang ladang-ladang yang luas di sekeliling rumah-rumah petani. Hal ini sangat berbeda dengan situasi di Indonesia. Saya melihat babi, domba, sapi dan kuda. Sangat indah! Juga hutan-hutan yang kami lewati sangat indah. Sesudah berjalan satu setengah jam, kami tiba di Zonhoven. Kami diterima dengan ramah oleh para frater. Sambil minum kopi, ada kesempatan bagi kami untuk memperkenalkan diri. Juga frater-frater Belgia memperkenalkan diri, dibantu oleh Frater Edward dan Frater Martinus sebagai penerjemah. Saya merasa terharu mendengar riwayat hidup para konfrater yang lansia itu. Kebanyakan mereka telah memberikan segala tenaganya pada pendidikan bagi anak-anak buta dan tuli, di bidang pastoral paroki, kegiatan muda-mudi dan perawatan orang sakit.
Selama banyak abad para penziarah mengunjungi Chartres, suatu kota indah di Perancis. Puncak kunjungan adalah katedral yang indah, yang berasal dari Abad Pertengahan. Rombongan kami menginap di suatu wisma yang terdapat dalam suatu biara dari Abad Pertengahan. Tata bagian dalam wisma itu masih sesuai gaya kuno.
Sebelum saya mengikrarkan profesi seumur hidup, sangat baik merenungkan kembali hidup saya sebagai frater. Saya merasa diilhami ketika mendengar bagaimana para konfrater lansia telah hidup sebagai frater, dan bagaimana mereka mewujudkan spiritualitas CMM. Mereka adalah teladan jitu bagi saya.
Katedral itu, dengan jendela-jendela yang indah, adalah juga suatu tempat ziarah Bunda Maria. Saya melihat di ruang di bawah tanah sehelai kain, yang menurut tradisi ditenun oleh Bunda Maria. Patung pujaan yang hitam itu berdiri dalam bagian samping katedral. Saya berdoa di situ dan menyalakan sebuah lilin. Kalau anda masuk gereja melalui pintu utama, dilihat di lantai suatu labirin. Seseorang mengatakan kepada saya bahwa labirin adalah simbol perjalanan spiritual yang harus dilalui oleh manusia. Hal ini sesuai dengan pengalaman saya pribadi. Saya juga harus mencari jalan dalam kehidupan, dan jalan saya terkadang juga macet. Labirin itu sungguh mempesona saya. Kalau dijalankan, anda harus berjalan 260 meter, sedang panjangnya katedral itu hanya 140 meter. Labirin itu terdiri dari 276 batu, sesuai dengan jumlah hari seorang bayi tinggal di kandungan ibunya. Rupanya perjalanan spiritual ini mirip dengan kelahiran yang baru.
Frater Yasintus Seran 11
Belanda
Jendela-jendela katedral luar biasa indah. Mata saya terus-menerus tertarik olehnya. Saya heran bahwa pembangunan gedung ini hanya dapat didirikan karena sumbangan-sumbangan kaum penduduk Chartres. Bukan main proyek raksasa dari umat ini! Tetapi saya juga membaca bahwa pada waktu katedral dibangun, terkadang uangnya habis dan pembangunan macet. Dengan senang hati saya melihat katedral yang indah ini. Sekarang saya tahu apa yang dikorbankan oleh umat Chartres demi kemuliaan Allah. Dari saya sebagai frater juga diminta banyak. Hal ini saya terima dengan segenap hati, diilhami oleh orang-orang Chartres yang membangun katedral mereka. Frater Nobertus Dake
Detail jendela berkaca timah di katedral.
Patung-patung katedral Chartres.
belaskasih. Suatu buah yang lain dari ziarah ini adalah semangat kerukunan antara frater dan suster muda. Kami dapat bertukar pelbagai budaya serta cara bagaimana spiritualitas kongregasi diwujudkan. Saya juga dapat menikmati kearifan para frater dan suster yang lebih tua. Mereka menjadi tua secara indah, karena mereka dapat melihat kembali dengan puas pada apa yang mereka telah berarti bagi kongregasi. Salah seorang suster tua mengatakan: “Kehadiran kalian memberikan kepastian bagi kami bahwa kharisma kita akan terwujud terus kalau kami tidak ada lagi.” Ketika saya mendengar itu, saya merasa bahwa tanggung jawab besar diberikan kepada saya. Akan tetapi saya juga menyadari bahwa orang-orang muda biasanya merupakan harapan kaum tua. Saya berterima kasih atas kepercayaan dari pihak suster tua pada kami. Apa yang suster sekalian sudah berikan kepada kami, akan kami pertahankan dan teruskan. Saya minta frater dan suster muda untuk terus-menerus saling mendoakan, agar obor bernyala selalu, sehingga kalau kita sudah tua, kita mengingat dengan puas kehidupan kita yang baik. Semoga Allah mensukseskan karya tangan kita. Suster Julia Bantian (Filipina)
‘Berapi-api’ Hati saya berapi-api karena ziarah Vinsensian. Hal ini merupakan peristiwa yang paling mengilhami dan memperkaya saya untuk seumur hidup. Apa yang saya terima dalam masa pendidikan menjadi kenyataan dan dapat disentuh. Saya pribadi dapat sungguh mengalami kharisma dan spiritualitas Vinsensius dan Mgr. Zwijsen. Pada setiap langkah yang saya tempuh di pelbagai lokasi ziarah ini, saya merasa kekuatan karya-karya amal dan belaskasih mereka. Hal ini membuat saya merenungkan perjalanan religius saya dalam kehidupan. Saya bertanya kapan saya sendiri melakukan keutamaan cintakasih dan menjadi berbelaskasih bagi mereka yang kurang dicintai, dan kapan saya melalai berbuat baik bagi mereka? Ziarah ini juga menghadapkan saya pada kenyataan bahwa jumlah panggilan menurun. Setiap tahun jumlah suster menurun. Hal ini harus kami hadapi dan mencari kemungkinan-kemungkinan untuk meneruskan kharisma kami. Sudah mendesak untuk menerapkan cara kerja Vinsensius dan Mgr. Zwijsen, yang mendekati orangorang kaya, sehingga mereka melakukan karya-karya
12
Dari kiri: Frater Martin Okoth Odide, Suster Melin Sinak-ey, Pater Rafael Isharianto, Frater Zaccheus Odhiambo, Suster Julia Bantian.
Frater dan suster muda di museum Suster SCMM di Tilburg.
Frater-frater muda, didampingi oleh Frater Louis de Visser, menikmati suasana ketenangan di hutan.
‘Mengalami Tuhan di alam’ ‘Poppel’ adalah nama kampung kecil di Belgia, terletak di daerah hutan yang sangat indah dan tenang. Waktu berjalan dari Tilburg ke Poppel belum setengah jam. Frater Martinus Lumbanraja dan Frater Louis de Visser menghantar kami ke suatu rumah kecil, terletak di tengah-tengah hutan di Poppel. Famili seorang frater pernah menyumbangkan rumah itu kepada kongregasi. Rumah itu digunakan oleh dewan pimpinan umum sebagai tempat rapat. Frater-frater juga dapat tinggal di situ untuk mengadakan retret. Ada ruang rapat, dapur, kamar tidur, WC dan kamar mandi. Melalui jendela di ruang rapat dapat dilihat taman bunga yang indah. Sesudah melihat rumah kecil itu, kami diundang oleh Frater Louis untuk berjalan di hutan. Frater Martinus tinggal di rumah untuk membuat kopi. Hutan ini sangat indah dan terletak jauh dari kota besar. Keadaan tenang cocok untuk membuat renungan. Kami berjalan di hutan hampir dua jam. Kami melihat suatu kolam dengan bebek-bebek, dan melihat banyak jenis pohon di hutan itu. Ada pun suatu monumen bagi beberapa orang Belanda yang ditembak mati oleh prajurit Jerman di tahun 1942. Frater Louis mengundang kami untuk mendengar angin sepoi-sepoi dan bunyi alirnya air di anak sungai. Sungguh indah alam ini! Burung-burung
berkicau, seakan-akan mereka bergembira melihat kami. Tidak lama kemudian kami pulang ke rumah CMM di Poppel untuk minum kopi. Karena kunjungan di Poppel, saya menyadari bahwa bagi saya, sebagai frater, pentinglah untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang ramai, dan tinggal dalam ketenangan alam untuk mencari Allah dalam hati saya. Frater Nobertus Dake
Frater Nobertus Dake, Frater Benad Simbolon dan Frater Martinus Lumbanraja minum kopi.
13
BELANDA
DIPANGGIL OLEH KAUM MISKIN (3) Dalam majalah ‘Herademing’ Frater Pieter-Jan van Lierop menulis artikel mengenai Vinsensius a Paulo. Artikel itu, yang berjudul ‘Dipanggil oleh kaum miskin’, diterbitkan dalam edisi triwulan di bulan Maret t¬ahun 2010. ‘Frater CMM’ mengambil alih artikel itu dalam tiga bagian. Dalam edisi ini: bagian ketiga. Tidak gampang mengembangkan relasi pribadi dengan kaum miskin dan marginal. Kalau anda menjadi bagian dari ‘cerita’ mereka, anda juga akan menjadi bagian dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan mereka. Anda menjadi seorang miskin dengan kaum miskin. Sebab itu Vinsensius memberikan nasehat untuk secara teratur merenungkan jalannya relasi anda dengan kaum miskin. Anda harus bermeditasi mengenai mereka; kalau bukan demikian anda hanya melihat orang-orang miskin yang loba, yang tidak dapat dipercaya, yang kurang beradab, bodoh dan kasar. Peganglah terus kalimat dari Injil: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mt.25:40).
Cinta afektif dan efektif Meditasi Vinsensian terutama merefeksikan praktek pelayanan terhadap kaum miskin, lebih daripada berkontemplasi untuk mengadakan suatu kekosongan batiniah yang bermakna, walaupun Vinsen juga berpengalaman kontemplatif. Dengan cara ini cinta bagi kaum miskin dapat berkembang. Menurut Vinsensius bukan cinta secara umum, melainkan cinta yang afektif dan efektif. Hal yang dimaksudkan dengan cinta afektif adalah, kalau anda merasa terharu oleh penderitaan kaum miskin, bahwa anda tergerak dan menghadapi seorang miskin dengan pilu hati. Akan tetapi cinta yang afektif itu harus dilengkapai dengan cinta yang efektif, terarah pada profesionalitas, organisasi dan sasaran. Pendekatan pada orang miskin secara afektif belaka bersifat sentimental; pendekatan efektif terlalu saklek, dan kurang memperhitungkan bahwa kaum miskin mempunyai hati. Kedua aspek cintakasih itu mesti dipadukan.
14
Keutamaan Vinsensian
Kesederhanaan bagi Vinsensius merupakan sesuatu yang khusus. Bagi dia, kesederhanaan tidak menyangkut kehematan materi - hal ini sudah cukup dihayati - melainkan motivasi yang mendorong anda untuk melayani manusia. Motivasi itu harus bebas dari ‘ego’, dari cinta diri; jangan tonjolkan diri atau mencari kesempatan untuk memperoleh nama yang baik. Kaum miskin tidak boleh merasa dihina oleh pelayanan kita. Kerendahan hati adalah suatu keutamaan untuk belajar mengakui bahwa kebaikanmu, kepandaianmu dan semangat pelayananmu tidak tergantung dari dirimu sendiri, melainkan merupakan suatu pemberian dari Allah. Setiap orang yang menampilkan diri sebagai cendekiawan, ahli dan orang penting tak dijunjung tinggi oleh kaum miskin. Mereka langsung melihat kesombongan itu. Kelemahlembutan memberikan kesabaran kepada kita dan hidup tanpa kekerasan. Cepat tersinggung tidak bisa. Seorang yang lemah-lembut mengerti mengapa kaum miskin sering tampil dengan loba dan kasar. Tidak baik kalau kita merasa marah atas kaum miskin; bersama dengan mereka kita harus mencari jalan untuk mengatasi masalah-masalah mereka. Matiraga adalah keutamaan yang mendorong kita untuk menomorduakan kebutuhan kita, karena kaum miskin membutuhkan perhatian kita. Semangat untuk menyelamatkan manusia membuat seorang pengikut Vinsensius menjadi sahabat manusia. Di mana kita bertemu dengan orang, kita peka akan apa yang dialaminya. Hal ini menggerak hati kita dan mendorong kita untuk melayani.
Makam Vinsensius a Paulo di gereja CM, Rue de Sevres di Paris.
Menjadi orang berbelaskasih
Jejak-jejak Allah
Vinsensius sering memberi bimbingan mengenai cara bagaimana para pengikutnya mesti bergaul dengan kaum miskin. Ia memikirkan siapa-siapa cocok dalam hal melayani mereka. Untuk itu ia merumuskan lima titik perhatian, yang biasanya disebut keutamaankeutamaan Vinsensian: kesederhanaan, kerendahan hati, kelemahlembutan, matiraga dan semangat untuk menyelamatkan manusia. (lihat halaman samping). Kekuatan kelima keutamaan itu adalah, bahwa kalau diperjuangkan satu dari antara mereka, yang lain juga semakin diperkuat. Betapa ajaib bahwa kelima keutamaan membuat kita lebih berbelaskasih. Mereka adalah lima jalan untuk menjadi berbelaskasih. Seseorang yang melayani demi kepentingan pribadi, tidak dapat disebut berbelaskasih. Kalau ia terus-menerus memperlihatkan betapa hebat kebaikanya, ia sama sekali tidak berbelaskasih. Bagaimana anda dapat berbuat sesuatu bagi kaum miskin, kalau anda masih sering beremosi dan agresif, bahkan berkelahi dengan kaum miskin karena anda terlalu bodoh untuk merasa peka akan perasaan harga diri dan kebutuhan-kebutuhan mereka? Kalau anda tidak mencintai orang-orang, sebaiknya anda tidak bergaul dengan mereka, karena hanya menjauhkan orang.
Berbelaskasih dan mengalami Allah adalah kenyataan yang sejenis. Injil sudah mengatakan itu: “Jadilah berbelaskasih seperti Bapamu di surga adalah berbelaskasih” (Lk. 6:36). Bagi Vinsensius belaskasih adalah ciri khas Allah yang utama. Di mana belaskasih muncul, ia mengalami jejak-jejak Allah. Pada waktu ia mengenal kaum miskin lebih baik, karena bergaul dengan mereka sebagai saudara, ia melihat juga dengan lebih baik bagaimana mereka terkadang berbelaskasih satu sama lain, maka bagaimana Allah hadir dalam diri mereka. Dalam masa sekularisasi ini, orang tidak mengatakan bahwa mereka adalah pembawa Allah bagi sesama. Namun demikian anda dapat merasa sungguh terdorong, bila menyadari bahwa anda, melalui belaskasihmu, dapat menghadirkan Allah pada orangorang yang menderita. Seorang miskin dapat menjadi sumber belaskasih, karena ia memunculkan belaskasih itu pada diri kita dan, terkadang ia sendiri pun berbelaskasih. Begitulah kita belajar untuk hidup Injili dan mengalami Allah dalam hidup sehari-hari. Begitulah kita dipanggil untuk berbelaskasih seperti Vinsensius. Frater Pieter-Jan van Lierop
15
INDONESIA
Spiritualitas CMM ditemukan kembali Dari 30 Juni sampai 15 Juli, 29 frater dari pelbagai negara mengikuti ‘Summer School’ di Tomohon untuk menemukan kembali spiritualitas CMM. Baik para peserta maupun para pelancar mengalami lokarya itu sebagai kegiatan yang memperkaya. Program berdiri atas tiga bagian: ‘Perjalanan spiritual’, ‘Sikap dasar spiritualitas CMM’ dan ‘Tantangan bagi kita sekarang dan disini’. Frater Anton Sipahutar memberi laporan di bawah ini. Bagian pertama dari program dimulai dengan refleksi pribadi atas perjalanan spiritual setiap peserta. Kami telah mencari peristiwa dan pengalaman yang menunjang panggilan hidup kami. Saya dapat melihat kembali bahwa panggilan saya, termasuk spiritualuitas CMM, hidup berkomunitas dan sifat internasional kongregasi kami merupakan rahmat yang memperkuat hidup saya sebagai frater. Akan tetapi hidup saya juga penuh tantangan. Tidak gampang mengatasi sikap egosentris, sekalipun sikap semacam itu mengganggu hidup berkomunitas dan pelayananku dalam semangat Vinsensius terhadap kaum miskin. Sekalipun hidup berkomunitas adalah sangat kaya karena diversitas anggotanya dan keinginan untuk hidup bersama sebagai saudara, namun demikian di komunitas dapat muncul ketegangan yang disebabkan oleh sikap ketidakdewasaan saya dan konfrater saya. Saya bertanya apakah saya dapat menerima kritik dan bersedia mengoreksi diri.
Frater Vinsent Bahan Tewelu (kiri) dan sekretaris studi CMM Charles van Leeuwen. 16
‘Mansuete et fortiter’ Hati saya sangat diteguhkan ketika saya mengikuti perjalanan spiritual ‘leluhur’ kami. Sangat mengesankan mendengar bagaimana Yesus menjadi nabi Kerajaan Allah, terutama bagi kaum miskin. Hal ini juga dialami oleh pendiri kami, Joannes Zwijsen. Perhatiannya bagi kaum miskin terutama dinyatakan dalam mendirikan kongregasi SCMM dan CMM. Dihantar oleh semboyannya sebagai Uskup, ‘Mansuete et Fortiter’ (Kelembutan dan Ketegasan), ia berusaha untuk memperoleh cinta Vinsensian yang efektif dan afektif. Juga Vinsensius mengalami perkembangan pribadi yang besar. Ia menjadi imam, terutama untuk menopang keluarganya, namun ia dipertobatkan oleh kaum miskin dan menjadi rasul kaum miskin. Caranya mendekati kaum miskin sangat khusus, karena didukung oleh sikap belaskasih dan terarah pada manusia seluruhnya.
Cermin Sesudah melihat bagaimana pengalaman ‘leluhur’ spiritual kami, kami siap untuk mendalami sikap-sikap dasar kongregasi CMM: belaskasih, persaudaraan, kesederhanaan dan kepercayaan dalam Penyelenggaraan Ilahi. Juga bagian ini dari program menghantar saya ke dalam refleksi pribadi. Dipasang cermin besar di hadapan saya ketika belaskasih dilukiskan sebagai proses dalam hal melihat, tersentuh dan bergerak. Saya bertanya bagaimana hal ini terjadi dalam hidup saya, dan bagaimana saya mewujudkannya? Hal yang sama terjadi ketika persaudaraan dibicarakan. Saya lama berpikir mengenai diri saya dalam hal persaudaraan. Ketik saya merenungkan kesederhanaan, saya menyadari motivasi-motivasi saya untuk berbuat baik. Apakah saya
Frater Bruno Maing, Frater Bertholomeus Sinulingga, Ancilla Loe, Frater Tarcisius Maweikere, Frater Bosko Wuarmanuk, Frater Vinsent Tewelu.
berbuat baik untuk menonjolkan diri, atau karena saya sadar bahwa saya pembantu Allah? Apakah ada maksud sampingan atau agenda rahasia dalam hidup saya sebagai frater yang melayani?
Teladan cemerlang Refleksi mengenai kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi melegakan hatiku. Saya sering mengalami bahwa apa yang terjadi dalam hidupku adalah rahmat, bahwa saya dalam hidupku dihantar, bahkan kesalahan saya dapat diperbaiki. Begitulah saya dapat hidup sebagai frater dengan tenang, sambil menerima bahwa saya sekarang belum sempurna dan boleh berkembang terus. Karena itu saya dapat menerima kesalahan konfraterkonfrater dan murid-murid saya dengan sabar. Dengan merasa puas saya mendengar bahwa Maria, Bunda Yesus, dapat menjadi teladan cemerlang bagi para frater: suatu ikon belaskasih. Juga Bunda Maria mengalami suatu proses perkembangan menjadi murid utama dari Yesus, dan dengan demikian menjadi ‘Bunda Berbelaskasih’, sama seperti saya ingin menjadi ‘frater berbelaskasih’.
Tantangan Ada tiga aspek mendasar hidup kami sebagai frater: berdoa, komunitas dan pengutusan. Di sini terletak tantangan-tantangan bagi kami. Tidak gampang menghayati hidup doa dengan setia. Ada ketegangan antara berdoa dan melayani manusia. Bisa terjadi bahwa hidup doa dilalaikan. Saya juga yakin bahwa tanpa hidup doa yang teratur belaskasih kami semakin lemah, dan bahwa kami dapat berubah dari religius menjadi pegawai dinas sosial. Ini kurang bagi seorang frater. Kami tidak bisa tanpa komunitas. Inilah basis hidup kami sebagai pelayan dan hamba; tempat untuk melatih diri menjadi berbelaskasih. Inilah juga tempat untuk berkembang
Frater Wout van den Hout dan Frater Adriano van den Berg.
sebagai manusia, tidak hanya secara pribadi, melainkan terutama dengan saling melengkapi, sehingga kami sebagai komunitas berkembang bersama. Saya dapat mengalami bahwa, kalau hal ini terjadi, komunitas menjadi sangat menarik bagi kami sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kami, suatu kesaksian Kerajaan Allah. Saya mendengar dengan senang hati bahwa eksistensi kami sebagai frater tidak tergantung pada pekerjaan kami. Apa yang dibuat sebagai frater tidak terlalu penting, asal hal itu dibuat sebagai saudara berbelaskasih. Pengutusan kami adalah: hidup sebagai saudara berbelaskasih, dan mengundang orang-orang lain untuk bersama mengadakan gerakan belaskasih, yang terdiri atas saudara dan saudari. Saya sangat terpesona akan visiun persaudaraan berbelaskasih yang universal.
Pekan-pekan yang membahagiakan Saya sungguh berbahagia selama pertemuan dua pekan, ketika 29 frater diberikan kesempatan untuk menemukan spiritualitas CMM. Saya bangga bahwa saya hidup sebagai frater. Walaupun kekurangan dan kesalahan kami, panggilan kami adalah panggilan yang luar biasa, yang saya sungguh ingin wujudkan. Kebanggaan ini diperkuat lagi waktu makan bersama dan rekreasi yang ramah, dan ketika kami mengunjungi komunitas-komunitas yang dekat, Pulau Bunaken, Danau Tondano, Bukut Kasih dan perayaan pesta perak hidup membiara Frater Bruno Welerubun dan Frater Marius Korebima. Frater Antonius Sipahutar
17
BERITA PENDEK
PROFESI SEUMUR HIDUP Pada tanggal 11 September 2010, di rumah postulan di Nakuru-Kenya, tiga frater mengikrarkan profesi seumur hidup di hadapan pemimpin umum, Frater Broer Huitema. Ia mengatakan: “Sebagai pemimpin umum saya menerima profesi anda sekalian. Saya menerangkan bahwa kalian diterima untuk seumur hidup dalam serikat Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih.” Dalam pidatonya, Pemimpin Umum mengatakan: “Saya mengharap bahwa kalian melihat para konfratermu sebagai hadiah dari Allah. Kita semua saudara Kristus dan saudara satu sama lain. Kita dipanggil untuk bergaul sebagai saudara dan saudara dalam Kristus. Yesus memanggil kita untuk mengikuti jalannya. Ia memanggil
kalian untuk saling menyaudara sebagai saudara berbelaskasih dan menyaudara terhadap orangorang yang dilayani, dan dengan demikian menjadi saudara Yesus. Saya berharap dan berdoa agar kalian bertanggung jawab atas perkembangan serikat kita, demi kepentingan kongregasi kita dan orang-orang yang kita layani.” Ketiga frater yang baru berprofesi adalah: Frater Martin Okoth Odide, Frater Zaccheaus Odhiambo dan Frater Johannes Mateus. Sekarang ini Frater Martin bertugas sebagai koordinator St. Justino Secundary School di Soweto, Nairobi. Frater Zaccheaus adalah pemimpin postulat di Nakuru. Frater Johannes dari Namibia bekerja di Children’s Education Centre di Usakos, Namibia.
Ketiga frater yang baru berprofesi memotong kue tar. Dari kiri: Frater Martin Okoth Odide, Frater Johannes Mateus dan Frater Zaccheaus Odhiambo.
‘Para Duta Besar’ ke Madrid Di Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia, Belanda, Tanzania dan Timor Leste dimulai persiapan pertemuan internasional yang baru untuk ‘duta-duta besar persaudaraan seluas dunia’. Kongregasi mulai proyek duta-duta besar itu dalam masa persiapan Hari Kaum Muda Katolik Sedunia di Sydney (15-21 Juli 2008) demi memotivasikan kaum muda supaya mereka berjuang demi ‘gerakan belaskasih dan persaudaraan’ seluas dunia. Pada tahun 2008 diadakan pertemuan persiapan di Tomohon. Tahun ini para duta besar bergabung di Tilburg (Belanda), sebelum pembukaan Hari Kaum Muda Katolik Sedunia di Madrid, tanggal 16-21 Agustus 2011. Moto masa persiapan adalah: ‘Yesus kompas kita, jalan kita ke belaskasih’. Moto itu didalami dengan dua cara. Para duta besar menyiapkan diri di negara-negara asal mereka dengan menggunakan cerita-cerita Kitab Suci dalam suatu lokakarya lima hari, diatur oleh frater-frater CMM. Di Tilburg para duta besar saling bertemu di Tilburg untuk mendalami tema ‘Dalam perjalanan, dekat sumber’. Kemudian kelompok itu berangkat ke Madrid. Informasi lanjut dapat diperoleh pada webside www.worldwidebrotherhood.com. 18
PENUTUPAN TAHUN VINSENSIUS Pada tanggal 28 September 2010 sekitar 80 orang religius dan awam, yang diilhami oleh Vinsensius a Paulo dan Luise de Marillac saling bertemu di provinsialat Suster SCMM di Tilburg. Mereka menutupi tahun peringatan wafat kedua orang kudus ini, 350 tahun lalu. Tim penghantar kegiatan Keluarga Vinsensian telah menata program dengan doa, renungan, ceramah dan lokakarya. Ketua program adalah Frater Ad de Kok. Pater Frans Bomers CM berbicara mengenai Vinsensius. Frater Jan Koppens berbicara mengenai Luise de Marillac. Suster Augusta de Groot memberikan beberapa kesan mengenai ziarah Vinsensian. Paul Monchen, wakil ketua Serikat Santo Vinsensius se-Belanda, memberikan informasi mengenai Frédéric Ozanam, pendiri dan pengilham Serikat Santo Vinsensius. Pada siang dan sore harinya para peserta dapat memilih di antara enam jenis lokakarya. Frater Wout van den Hout memimpin lokakarya ‘Menyanyi bersama kaum miskin’, dan Frater Ad de Kok memimpin lokakarya yang bertema ‘Seorang pengungsi berbicara’. Hari itu ditutup dengan ibadat sabda.
Tim pelancar Keluarga Vinsensian. Dari kiri: Wiel Bellemakers CM, Fr. Ad de Kok CMM (wakil ketua), Br. Wim Luiten FIC dan Sr. Reneé Geurts SCMM.
Frans Bomers CM berceramah mengenai Vinsensius.
WEBSITE CMM DIBAHARUI Pada permulaan bulan Oktober 2010 website CMM, yang seluruhnya dibaharui, tampil online, dengan menggunakan gaya CMM yang baru, yang juga digunakan dalam majalah Frater CMM. Masih ada beberapa bagian website yang sedang disiapkan. Versi bahasa Inggris dan Belanda selesai. Versi bahasa Indonesia dan Portugis siap sekitar akhir tahun 2010. Website ini dibuka dengan amanat misi, kutipan-kutipan yang mengilhami dan berita-berita terakhir. Bagian-bagian lain memberi informasi mengenai sejarah kongregasi, spiritualitas CMM dan wilayahwilayah di mana CMM aktif. Di samping itu dapat dibuka bagian ‘media’, ‘publikasi’ dan ‘links’ (website-website lain). Bagian ‘kontak’ dan ‘join’ dapat membantu anda untuk mengenal CMM secara pribadi. Website ini dapat ditemukan pada www.cmmbrothers.org.
19
BELANDA
BEBERAPA JEJAK COLA DEBROT Dalam edisi pertama ‘Frater CMM’ (2005) ada artikel dari Rien Vissers, pengarsip CMM, berjudul: ‘Para frater dan penulis-penulis di Curaçao’. Penulis seperti Tip Marugg, Jules de Palm dan Frank Martinus Arion memperoleh pelajaran dari frater-frater. Terkadang fakta iitu disebut oleh mereka dalam buku dan wawancara mereka. Begitulah Tip Marugg, seorang protestan, sangat memuji pelajaran-pelajaran sastra Frater Franciscus van Dieten. Baru-baru ini pengarsip menemukan sesuatu di bidang sastra yang luar biasa. Inilah laporan pencariannya.
Potret Cola Debrot.
Di arsip CMM yang besar tersembunyi di salah salah satu sudut, suatu kotak kecil yang indah. Di dalamnya ada suatu mangkok perak yang berinskripsi. Saya membuka kotak kecil itu dan pertama-tama saya hanya dapat membaca: ‘Curaçao 1916 N. Debrot.’ Saya teringat langsung akan penulis dan diplomat yang terkenal yaitu Cola Debrot. Ia perintis sastra Antila Belanda. Kemudian saya membaca seluruh inskripsi: Recuerdo à mi appreciable maestro fr. Herman Curaçao 1916 N. Debrot (‘Kenangan untuk guruku yang terhormat Frater Herman’. Cola menandainya dengan huruf awal nama kecilnya: Nicolaas.) Hubungan antara frater itu dan penulis sudah lebih lama berjalan daripada saya duga di tahun 2005. Cola Debrot (1902-1981) berasal dari famili perkebunan Antila yang kaya. Bapanya berasal dari keluarga Protestan di Swiss dan ibunya dari keluarga Katolik di Venezuela. Bapak biasanya berbicara bahasa Papiamento dan ibunya bahasa Spanyol. Ada alasan baik untuk mengirim Cola yang muda ke sekolah frater. Kolese St. Thomas di Willemstad mempunyai nama sangat harum, menurut J.J. Overstegen dalam bagian pertama riwayat hidupnya ‘In het schuim van gauwe wolken: het leven van Cola Debrot tot 1948’. (Kebanyakan data dalam karangan ini kupetik dari buku itu, yang diterbitkan tahun 1994).
20
Foto kelas, diambil sekitar 1910. Cola Debrot duduk di depan, anak kedua dari kanan.
Masalah bahasa di Antila Pada tahun-tahun terakhir di Kolese St. Thomas, mulai tahun 1914, ketika ia tiba di Curaçao, sampai tahun 1916, Debrot menerima pelajaran bahasa Belanda dari Frater Herman Walboomers (1883-1967). Frater Herman tinggal di pulau tersebut sampai tahun 1916. Kemudian ia puluhan tahun bekerja sebagai guru bahasa Belanda di Sekolah Guru Diosesan di ´s-Hertogenbosch (Belanda). Frater Herman adalah seorang disiplin yang berhasil untuk meningkatkan penggunaan bahasa Belanda di sekolahnya di Willemstad. Sebelum ia tiba di sekolah itu, hanya murid-murid kelas-kelas tertinggi cukup menguasai behasa itu. Ia melibatkan diri dalam diskusi tentang bahasa di Antila. Baik di Antila Belanda maupun di Suriname para frater menunjang penggunaan bahasa Belanda, antara lain untuk memberikan kesempatan kepada murid-murid mereka untuk mengikuti pendidikan lanjut. Para pastor lebih memihak pada penggunaan bahasa rakyat, karena dengan demikian mereka dapat berpastoral lebih dekat pada masyarakat.
Juara kelas Frater Herman, yang menjadi sarjana bahasa Belanda pada tahun 1911, sangat suka akan puisi, sama seperti sesudahnya Frater Franciscus van Dieten. Cola Debrot dipengaruhi oleh itu dan menjadi seumur hidupnya pencinta dan penggemar penyair Gezelle. Anak lelaki dari golongan tinggi di Antila ini berkontak banyak dengan
Frater Herman. Sesudah ia lulus ujian di tahun 1916, ia berangkat ke Belanda untuk mengikuti SMA di Nijmegen. Ia memberikan suatu mangkok yang indah sebagai kenangan kepada Frater Herman. Di arsip juga ada dua foto potret, yang ia berikan kepada mantan gurunya. Pada foto kelasnya, Debrot sendiri menulis namanya. Frater Herman berdiri di pendopo. Foto ini juga dicetak dalam riwayat hidup tulisan Bpk. Overstegen. Frater tetap bangga atas mantan muridnya, terutama karena ia tetap juara kelasnya, ´juga di bidang studi bahasa Belanda´.
Debut Pada tahun 1935 Cola Debrot menulis debutnya terkenal ´Mijn zuster de negerin’ (Saudariku yang berkulit hitam). Novel yang disusun indah dan jelas itu, dipengaruhi oleh sahabatnya E. du Perron dan majalah sastra Forum. Ia menjadi penulis terkenal dan dokter. Selama beberapa tahun ia diangkat sebagai Gubernur Antila Belanda. Cukup mengherankan bahwa Cola Debrot, yang belajar bahasa Belanda dengan baik dari fraternya, menyumbangkan suatu mangkok dengan inskripsi dalam bahasa Spanyol sebagai tanda terima kasihnya. Ataukah ibunya asal Venezuela mengatur inskripsi itu? Rien Vissers
21
IN MEMORIAM
FRATER
Frater
Maximiliaan (A.M.J.)
Patrick (P.) Kapteijns
van Litsenburg Frater Maximiliaan lahir di Eindhoven, Belanda, pada tanggal 31 Juli 1920, dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 8 September 1937. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1942. Ia meninggal dunia di frateran Zonhoven pada tanggal 26 Juni 2010. Frater Maximiliaan dikuburkan di makam Zonhoven-Centrum. Frater Maximiliaan menjadi pembimbing kelompok anak pada tahun 1959 di lembaga untuk anak-anak bisutuli (KIDS) di Hasselt, Belgia. Sebelumnya ia bekerja di percetakan CMM di Tilburg (1938-1950), dan kemudian sebagai pembimbing di sekolah pendidikan frater di Goirle. Ketika Frater Max datang di Hasselt, kompleks bagi anak-anak bisu-tuli dan gangguan bicara masih baru, namun inventaris cukup miskin. Frater Max, dengan menggunakan pelbagai talentanya, sangat berjuang untuk mengatasi kekurangan-kekurangan itu. Di Hasselt ia berfungsi sebagai pemimpin komunitas dan atau sebagai wakil pemimpin komunitas. Ketika komunitas itu dibubarkan, ia pindah ke Zonhoven. Frater Max sangat menikmati hidup bersama di komunitas. Ia bisa bicara dengan lancar, selalu penuh humor, merasa pilu hati dan siap sedia untuk melayani. Hidupnya mirip dengan Filippi Neri, seorang kudus Italia yang sangat dikagumi oleh rakyat biasa di abad ke-16. Sama seperti dia, juga Frater Max mempunyai talenta-talenta khusus dan ajaib untuk membahagiakan sesamanya dengan pelbagai cara. Ia menggembirakan dan membahagiakan ribuan orang dengan talentanya sebagai tukang sulap, penulis indah, penggambar dan penulis puisi untuk kesempatan yang khusus. Semua talentanya ia satukan dengan hidup rohaninya dan itu memberikan warna khas pada hidupnya sebagai frater. 22
Frater Patrick lahir di Sint-Michielsgestel - Belanda pada tanggal 21 Juli 1933, dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 19 Maret 1950. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1955, dan meninggal dunia di RS Santa Elisabeth di Tilburg pada tanggal 26 September 2010. Ia dikuburkan di makam CMM, kompleks ‘Huize Steenwijk’, di Vught. Frater Patrick adalah seorang frater yang tulen. Ia mencintai kongregasinya dan anak-anak yang dipercayakan kepadanya. Dari 1961 sampai 1966 ia tinggal di Tilburg, dan bekerja sebagai guru di sekolah menengah St. Stefanus. Dalam masa persiapan sebelum ia diutus ke Kenya, ia berstudi di universitas Cork-Irlandia, di bidang studi biologi, botanika dan geologi. Di Kenya ia menjadi guru di Teacher Training College (PGSD) di Asumbi. Kemudian ia mengajar di Cardinal Otunga High School (SMU) di Mosocho. Masa di Asumbi dan Mosocho, selama 20 tahun lebih, merupakan tahun-tahun terindah dalam hidupnya. Sebagai hobby ia mengumpulkan batubatu alam, menikmati flora eksotik dan mengembangkan talentanya sebagai seniman. Pada tahun 1993 ia pindah ke komunitas Sikri dan pada tahun 1996 ke frateran Nairobi-Umoja. Pada tahun 2006 ia pulang ke Belanda, dan tinggal di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Sebagai konfrater kehadirannya sungguh terasa: ia bercerita banyak, membagi pengetahuannya yang seluas ensiklopedi, ia selalu bergembira dan suka humor. Wafatnya di rumah sakit tak terduga. Itu menggoyangkan komunitasnya, kalangan familinya dan para sahabatnya. Kita mempercayakan Frater Patrick kepada Tuhan Yang Telah Bangkit.
SUMBER
‘CINTA TANPA PAMRIH’ Suatu semboyan dari Mgr. Zwijsen Mgr. Zwijsen memberikan moto pada lambang kongregasi Suster SCMM: ‘Cinta tanpa pamrih’. Hal ini tidak mengajak untuk merasa kurang senang dengan diri sendiri, memandang diri secara negatif atau menghina diri. Justru ‘Cinta tanpa pamrih’ mengajak untuk hidup otentik.
‘Cinta tanpa pamrih’ memanggil kita untuk menerima diri dan mencintai sesama tanpa pamrih. Ada juga cinta, yang tidak pantas disebut demikian. Kita dapat berbuat baik dengan pelbagai maksud sampingan. Kita bisa berbuat baik, namun serentak hanya mencari kepuasan diri. Kita dapat melayani luar biasa, namun melakukan hal itu agar memperoleh tepuk tangan orang lain. Kita dapat melakukan banyak hal yang baik, namun sekaligus kita mau menonjolkan diri. Paulus, dalam ‘Kidung Agung Cintakasih’, menulis tentang ‘cinta tanpa pamrih’ (1 Kor. 13). Ia mengatakan: “Kasih itu tidak angkuh. Tidak memaksa kemauannya. Ia tahan menghadapi segala sesuatu, percaya akan segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” Dengan ‘Cinta tanpa pamrih’ juga mau dikatakan bahwa demi cintakasih Injili, kita harus menjadi sedikit gila dan tidak terlalu membuat perhitungan. Frater Harrie van Geene
23
SEBAGAI SAUDARA KITA BERUSAHA MENDAMPINGI SEMUA ORANG YANG KITA JUMPAI DALAM PERJALANAN MENUJU MASA DEPAN, YANG DITANDAI BAGI SETIAP ORANG OLEH KETIDAKPASTIAN DAN HARAPAN. (dari Pedoman Hidup Frater CMM)
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih. 24